TINJAUAN PUSTAKA
8
9
b. Klasifikasi Pengetahuan
Menurut Notoatmodjo (2012), pengetahuan yang tercakup dalam
domain kognitif ada enam tingkatan yaitu :
a) Tahu (know)
Tahu sebagai tingkatan yang paling rendah diartikan
sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.
Termasuk kedalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat
kembali (recall) sesuatu yang spesifik daari seluruh bahan yang
dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Kata kerja untuk
mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang dipelajari antara
lain menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan dan
sebagainya.
b) Memahami (Comprehention)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan tentang objek yang di ketahui dan dapat
menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Dengan kata
lain harus mampu menjelaskan, menyebutkan contoh,
menyimpulkan dan sebagainya.
c) Aplikasi (application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada suatu kondisi sebenarnya.
Aplikasi disini dapat diartikan sebagai aplikasi atau penggunaan
hukum – hukum, rumus, metode, prinsip dan sebaginya dalam
konteks lain.
d) Analisis (analisisis)
10
d. Pengukuran pengetahuan
a) Penelitian Kuantitatif
Pada umumnya mencari jawaban atas kejadian/fenomena
yang menyangkut berapa banyak, berapa sering, berapa lama dan
sebagainya, maka biasanya menggunakan metode wawancara dan
angket.
a) Wawancara tertutup dan wawancara terbuka, dengan
menggunakan instrument (alat pengukur/pengumpul data)
kuesioner. Wawancara tertutup adalah wawancara dengan
jawaban responden atas pertanyaan yang diajukan telah
tersedia dalam opsi jawaban, responden tinggal memilih
jawaban yang dianggap mereka paling benar atau paling tepat.
Sedangkan wawancara terbuka, yaitu pertanyaan – pertanyaan
yang diajukan bersipat terbuka, dan responden boleh
menjawab sesuai pendapat atau pengetahuan responden
sendiri.
12
e. Tingkatan Pengetahuan
Penilaian - penilaian didasarkan pada suatu kriteria
yang diteruskan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria
yang telah ada. Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan
dengan memberikan seperangkat alat tes/kuesioner tentang
objek pengetahuan yang mau diukur. Selanjutanya dilakukan
penilaian dimana setiap jawaban yang benar dari masing -
masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi 0 (Menurut
Nursalam, 2014). Kriteria untuk menilai dari tingkatan
pengetahuan menggunakan nilai :
1) Tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76 - 100 %.
2) Tingkat pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56 - 75 %.
3) Tingkat pengetahuan kurang bila skor atau nilai ≤ 56 %.
Sama halnya menurut Arikunto (2010), pengukuran
tingkat pengetahuan dapat dikategorikan menjadi tiga yaitu :
1) Pengetahuan baik bila responden dapat menjawab 76 -
100% dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
2) Pengetahuan cukup bila responden dapat menjawab 56 -
75% dengan benar dari total jawaban pertanyaan.
3) Pengetahuan kurang bila responden dapat menjawab < 56%
dari total jawaban pertanyaan.
Standar SKP 1
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menjamin ketepatan
(akurasi) identifikasi pasien.
Maksud and tujuan SKP 1
Kesalahan identifikasi pasien dapat terjadi di semua aspek
diagnosis dan tindakan. Keadaan yang dapat membuat identifikasi
tidak benar adalah jika pasien dalam keadaan terbius, mengalami
disorientasi, tidak sepenuhnya sadar, dalam keadaan koma, saat pasien
berpindah dari tempat tidur, berpindah lokasi didalam lingkungan
rumah sakit, terjadi disfungsi sensoris, lupa identitas diri atau
mengalami situasi lainnya.
Ada dua maksud dan tujuan standar ini :
a. Memastikan ketepatan pasien yang akan menerima layanan atau
tindakan.
b. Untuk menyelaraskan layanan atau tindakan yang dibutuhkan
oleh pasien.
Proses identifikasi yang digunakan di rumah sakit mengharuskan
terdapat paling sedikit 2 (dua) dari 3 (tiga) bentuk identifikasi, yaitu
nama pasien, tanggal lahir, nomer rekam medis, atau bentuk lainnya
(misalnya : no induk kependudukan atau barkode ). Nomor kamar
pasien tidak bisa digunakan untuk identifikasi pasien. Dua (2) bentuk
22
Standar SKP 2
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan efektifitas komunikasi verbal dan atau komunikasi
melalui telpon antar profesional pemberi asuhan (PPA).
Maksud dan Tujuan SKP 2 dan SKP 2.2
Komunikasi dianggap efektif jika tepat waktu, akurat, lengkap,
tidak menduga (ambiguous), dan diterima oleh penerima informsi yang
bertujuan mengurangi kesalahan – kesalahan dan meningkatkan
keselamatan pasien.
Komunikasi dapat berbentuk verbal, elektronik, atau tertulis.
Komunikasi yang jelek dapat membahayakan pasien. Komunikasi
yang rentan terjadi kesalahan adalah saat perintah lisan atau perintah
melalui telepon, komunikasi verbal, saat menyampaikan hasil
pemeriksaan kritis yang harus disampaikan lewat telepon. Hal ini dapat
disebabkan oleh perbedaan akses dan dialek. Pengucapan juga dapat
menyulitkan penerima perintah untuk memahami perintah yang
diberikan. Misalnya, nama – nama obat yang rupa dan ucapannya
mirip (look alike, sound alike) , seperti phenobarbital dan
phentobarbital , serta lainnya.
Pelaporan hasil pemeriksaan diagnostik kritis juga merupakan
salah satu isu keselamatan pasien. Pemeriksaan diagnostik kritis
termasuk, tetapi tidak terbatas pada :
a. Pemeriksaan laboratorium
23
b. Pemeriksaan radiologi
c. Pemeriksaan kedokteran nulir
d. Prosedur ultrasonografi
e. Magnetic resonance imaging
f. Diagnostik jantung
g. Pemeriksaa diagnostik yang dilakukan di tempat tidur pasien,
seperti hasil tanda – tanda vital, portable radiographs. Bedside
ultrasound, atau transesophageal, echocardiogram.
Hasil yang diperoleh dan berada diluar rentang angka normal
secara mencolok akan menunjukan keadaan yang beresiko tinggi atau
mengancam jiwa. Sistem pelaporan formal yang dapat menunjukan
dengan jelas bagaimana nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostik
dikomunikasikan kepada staff medis dan informasi tersebut
terdokumentasi untuk mengurangi resiko bagi pasien. Tiap – tiap unit
menetapkan nilai kritis hasil pemeriksaan diagnostiknya. Untuk
melakukan komunikasi secara verbal atau melalui telepon dengan
aman dilakukan hal – hal sebagai berikut :
a. Pemesanan obat atau permintaan obat secara verbal sebaiknya
dihindari.
b. Dalam keadaan darurat karena komunikasi secara tertulis atau
komunikasi elektronik tidak mungkin dilakukan maka harus
ditetapkan panduannya meliputi permintaan pemeriksaan,
penerimaan hasil pemeriksaan dalam keadaan darurat,
identifikasi dan penetapan nilai kritis, hasil pemeriksaan
diagnostik, serta kepada siapa dan oleh siapa hasil pemeriksaan
kritis dilaporkan.
c. Prosedur menerima perintah lisan atau lewat telpon meliputi
penulisan secara lengkap permintaan atau hasil pemeriksaan
oleh penerima informasi, penerima membaca kembali
permintaan atau hasil pemerikasaan, dan pengirim memberi
konfirmasi atas apa yang telah ditulis secara akurat.
24
Standar SKP 3
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
meningkatkan keamanan terhadap obat – obat yang perlu diwaspadai.
Maksud dan Tujuan SKP 3 dan SKP 3.1
Setiap obat jika salah penggunaannya dapat membahayakan
pasien, bahkan bahayanya dapat menyebabkan kematian atau
kecacatan pasien, terutama obat - obat yang perlu diwaspadai. Obat
yang perlu diwaspadai adalah obat yang mengandung resiko yang
meningkat bila kita salah menggunakan dan dapat menimbulkan
kerugian besar pada pasien.
Obat yang perlu diwaspadai terdiri atas :
25
a. Obat risiko tinggi, yaitu obat yang bila terjadi kesalahan (error)
dapat menimbulkan kematian atau kecacatan seperti, insulin,
heparin, atau kemoterapeutik;
b. Obat yang nama, kemasan, label, penggunaan klinis
tampak/kelihatan sama (look alike), bunyi ucapan sama (sound
alike), seperti Xanax dan Zantac atau hydralazine dan hidroxyzine
atau disebut juga nama obat rupa ucapan mirip (NORUM);
c. Elektrolit konsentrat seperti potasium klorida dengan konsentrasi
sama atau lebih dari 2 mEq/ml, potasium fosfat dengan
konsentrasi sama atau lebih besar dari 3 mmol/ml, natrium klorida
dengan konsentrasi lebih dari 0.9% dan magnesium sulfat dengan
konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.
Ada banyak obat yang termasuk dalam kelompok NORUM.
Nama – nama yang membingungkan ini umumnya menjadi sebab
terjadi medication error di seluruh dunia. Penyebab ini adalah :
a. Pengetahuan tentang nama obat yang tidak memadai;
b. Ada produk baru;
c. Kemasan dan label sama;
d. Indikasi klinis sama;
e. Bentuk, dosis, dan aturan pakai sama;
f. Terjadi salah pengertian waktu memberikan perintah.
Daftar obat perlu diwaspadai (high alert medication) dan Instite
for safe health medication practice (ISMP), di berbagai kepustakaan,
serta pengalaman rumah sakit dalam hal KTD atau kejadian sentinel.
Isu tentang penggunaan obat adalah pemberian yang salah atau
ketidaksengajaan menggunakan elektrolit konsentrat. Contohnya,
potasium klorida dengan konsentrasi sama atau lebih dari 2 meq/ml,
potasium fosfat dengan konsentrasi sama atau lebih besar dari 3
mmol/ml, natrium klorida dengan konsentrasi lebih dari 0,9%, dan
magnesium sulfat dengan konsentrasi 20%, 40%, atau lebih.
Kesalahan dapat terjadi jika petugas tidak memperoleh orientasi
cukup baik di unit perawatan pasien dan apabila perawat tidak
26
Standar SKP 4
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk melaksanakan proses
memastikan tepat – lokasi, tepat prosedur dan tepat – pasien yang
menjalani tindakan prosedur.
Maksud dan tujuan SKP 4
Salah – lokasi, salah – prosedur, dan salah – pasien yang
menjalani tindakan serta prosedur merupakan kejadian sangat
27
Standar SKP 5
Rumah sakit menetapkan regulasi untuk menggunakan dan
melaksanakan “evidence based hand hygiene guidlines” untuk
menurunkan resiko infeksi terkait layanan kesehatan.
Maksud dan Tujuan SKP 5
Pencegahan dan pengendalian infeksi merupaka sebuah tantangan di
lingkungan fasilitas kesehatan. Kenaikan angka infeksi terkait
pelayanan kesehatan menjadi keprihatinan bagi pasien dan petugas
kesahatan. Secara umum, infeksi terkait pelayanan kesehatan terjadi di
semua unit layanan kesehatan, termasuk infeksi saluran kencing
disebabkan oleh kateter, infeksi pebuluh/aliran darah terkait
pemasangan infus baik verifer maupun sentral, dan infeksi paru – paru
terkait penggunaan ventilator.
Upaya terpenting menghilangkan masalah infeksi ini dan infeksi
lainnya adalah dengan menjaga kebersihan tangan melalui mencuci
tangan. Pedoman kebersihan tangan ( hand hygiene ) tersedia dari
World Health Organization (WHO). Rumah sakit mengadopsi
30
Standar SKP 6
Mengurangi Resiko Cedera Karena Pasien Jatuh
Rumah sakit menetapakan regulasi untuk melaksanakan proses
mengurangi risiko pasien jatuh.
Maksud dan Tujuan SKP 6
Banyak cidera yang terjadi di unit rawat inap dan rawat jalan
akibat pasien jatuh. Berbagai faktor yang meningkatkan risiko jatuh
antara lain:
a. Kondisi pasien.
b. Gangguan fungsional pasien ( contoh gangguan keseimbangan,
gangguan penglihatan, atau perubahan status kognitif).
c. Lokasi atau situasi lingkungan rumah sakit.
d. Riwayat jatuh pasien.
e. Konsumsi obat tertentu.
f. Konsumsi alkohol.
Pasien pada asesmen awal dinyatakan berisiko rendah untuk jatuh
dapat mendadak berubah menjadi berisiko tinggi. Hal ini disebabkan
oleh operasi dan/atau anastesi, perubahan mendadak kondisi pasien,
serta penyesuaian pengobatan. Banyak pasien memerlukan asesmen
selama dirawat di rumah sakit. Rumah sakit harus menetapkan kriteria
untuk identifikasi pasien yang dianggap berisiko tinggi jatuh.
Contoh situasional risiko adalah jika pasien yang datang ke unit
rawat jalan dengan ambulans dari fasilitas rawat inap lainnya untuk
pemeriksaan radiologi. Pasien ini berisiko jatuh waktu dipindah dari
brankar ke meja pemeriksaan radiologi, atau waktu berubah posisi
sewaktu berada di meja sempit tempat periksa radiologi.
31
3. Flebitis
a. Pengertian Flebitis
M.McCaffery. M dan Beebe. A, 1993 Flebitis didefinisikan
sebagai peradangan akut lapisan internal vena yang di tandai oleh
rasa sakit dan nyeri di sepanjang vena, kemerahan, bengkak dan
hangat, serta dapat dirasakan di daerah penusukan. Flebitis adalah
komplikasi yang sering dikaitkan dengan terafi Intra Vena (IV).
Infusion Nursing Society (INS, 2010), flebitis merupakan
peradangan pada tunika intima pembuluh darah vena, yang sering
dilaporkan sebagai komplikasi pemberian terafi infus. Peradangan
didapatkan dari mekanisme iritasi yang terjadi pada endothelium
tunika intima vena, dan perlengketan trombosit pada area tersebut.
32
Pembengkakan an
perawatan
infeksi
Semua tanda–tanda berikut jelas: 4 Tahap lanjut Pindahkan
33
Pembengkakan thromboflebitis an
Pembengkakan
Vena teraba keras
Pireksia
Sumber : Nursalam, 2014
c. Klasifikasi flebitis
Pengklasifikasian flebitis didasarkan pada faktor
penyebabnya. Ada empat kategori penyebab terjadinya flebitis
yaitu kimia, mekanik, agen infeksi,dan post infus ( INS, 2010 ).
1) Flebitis kimia
Kejadian flebitis ini dihubungkan dengan bentuk respon
yang terjadi pada tunika intima vena dengan bahan kimia yang
menyebabkan reaksi peradangan. Reaksi peradangan dapat
terjadi akibat dari jenis cairan yang diberikan atau bahan
material kateter yang digunakan.
Ph darah normal terletak antara 7,35 – 7,45 dan
cenderung basa. Ph cairan yang diperlukan dalam pemberian
terapi adalah 7 yang berarti netral. Ada kalanya suatu larutan
diperlukan konsentrasi yang lebih asam untuk mencegah
terjadinya karamelisasi dextrose dalam proses sterilisasi
autoklap, jadi larutan yang mengandung glukosa, asam amino,
dan lipid yang biasa digunakan dalam nutrisi parenteral lebih
bersipat Flebitogenik.
Osmolaritas diartikan sebagai konsentrasi sebuah
larutan atau jumlah fartikel yang larut dalam suatu larutan.
Pada orang sehat, konsentrasi plasma manusia adalah 285 ±
34
4. Perawat
1) Pengertian
Perawat yaitu tenaga profesional yang mempunyai
kemampuan, tanggung jawab dan kewenangan dalam
melaksanakan dan memberikan perawatan kepada pasien yang
mengalami masalah kesehatan. Menurut UU RI No 23 tahun 1992
tentang kesehatan, mendefinisikan perawat yaitu mereka yang
memiliki kemampuan dan kewenangan melakukan tindakan
keperawatan berdasarkan ilmu yang dimilikinya yang diperoleh
melalui pendidikan perawatan.
Perawat Profesional adalah Perawat yang bertanggung
jawab dan berwewenang memberikan pelayanan keperawatan
secara mandiri dan atau berkolaborasi dengan tenaga kesehatan
lain sesuai dengan kewenangannya. (Depkes RI, 2002).
2) Peran Perawat
Peran perawat adalah cara untuk menyatakan aktifitas
perawat dalam praktik, dimana telah menyelesaikan pendidikan
formalnya yang diakui dan diberi kewenangan oleh pemerintah
untuk menjalankan tugas. Sedangkan peran perawat meliputi :
pemberi Asuhan Keperawatan, praktek Keperawatan atau
pelaksana, pendidikan klien, pengelola serta kegiatan penelitian
dibidang Keperawatan.
a) Peran sebagai pelaksana
Peran ini di kenal dengan Care Giver, peran Perawat
dalam memberikan Asuhan Keparawatan secara langsung
atau tidak langsung kepada klien sebagai Individu, Keluarga
dan Masyarakat, dengan metode pendekatan pemecahan
masalah yang disebut proses keperawatan. Dalam
melaksanakan peran ini perawat bertindak sebagai
comforter, protector, advocate, communicator serta
rehabilitator
40
b) Fungsi Dependen
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan
kegiatannya atas pesan atau instruksi dari perawat lain
sebagai tindakan pelimpahan tugas yang diberikan.
Biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum atau dari perawat primer kepada perawat pelaksana.
c) Fungsi Interdependen
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang
bersifat saling ketergantungan diantara tim satu dengan
yang lainnya. Dapat terjadi apabila bentuk pelayanan
membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan.
Keadaan ini tidak bisa diatasi oleh tim perawat saja
melainkan juga dari dokter ataupun lainnya.
4) Karakteristik Individu Perawat
Menurut Dr. Anwar Kurniadi tahun 2013 karakteristik
individu perawat seperti umur, jenis kelamin, tingkat
42
6. Penelitian Terkait
memiliki
hubungan dengan
peneraoan IPSG
adalah
pengetahuan. Hasil
analisis multivariat
menunjukan
bahwa variabel
variabel yang
berhubungan
bermakna dengan
perilaku penerapan
IPSG adalah
variabel
pengetahuan
setelah dikontrol
oleh variabel
umur, status
pernikahan,
pelatihan dan
pengaruh
organisasi
5 ZULFI 2016 Hubungan Jenis Hasil penelitian
Tingkat penelitian ini diketahui bahwa
Pengetahuan adalah perilaku kepatuhan
Perawat deskriptif melaksanakan
Tentang analitik prinsip pemberian
Keselamatan dengan obat pada kategori
Pasien Dengan menggunakan cukup sebanyak 44
Perilaku pendekatan responden (67%)
Kepatuhan cross dan pada kategori
Melaksanakan sectional. kurang 23
49
tekhnik 13,8).
stratified
random
sampling.
Instrumen
yang
digunakan
adalah
kuisioneq
tentang
pengetahuan
terafi
intravena dan
prilaku
pencegahan
flebitis (r
Alpha =
0,657). Data
dianalisis
menggunakan
uji chi squere
9 L. M Tony Hubungan Jenis Hasil penelitian ini
Mawansyah Pengetahuan penelitian menunjukan
2017 Sikap dan yang bahwa ada
Motivasi Kerja dilakukan hubungan antara
Perawat adalah sikap (p value =
dengan penelitian 0,004) dengan
pelaksanaan Kuantitatif, pelaksanaan
Patient Safety desain yang Patient Safety di
di RS Santa digunakan RS Santa Anna
Anna Kendari dalam Kediri. Sedangkan
penelitian ini pengetahuan (p
53
B. Kerangka Teori
Pencegahan Flebitis
Pengetahuan perawat
tentang patient safety Flebitis kimia
Flebitis mekanik
Flebitis bakteri
Post infus flebitis
Gambar 2.1 : Kerangka Teori Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS), 2018 dan
dimodifikasi Infusion Nursing Society (INS, 2010).