Anda di halaman 1dari 17

BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Tinjauan Teori
1. Pengetahuan
a. Pengertian
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang
melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, pengetahuan
terjadi melalui pancaindra manusia, yakni: indra penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan
diperoleh melalui mata dan telinga (Notoatmojo, 2007.p.143)
Proses yang didasari oleh pengetahuan kesadaran dan sikap yang
positif, maka perilaku tersebut akan bersikap langgeng. Sebaliknya
apabila perilaku tersebut tidak didasari oleh pengetahuan dan kesadaran
maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo, 2003, p.121)
b. Tingkat pengetahuan
Pengetahuan mempunyai 6 tingkatan sebagai berikut:
1) Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah
dipelajari sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini
adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari
seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.
Oleh sebab itu tahu adalah tingkat pengetahuan yang paling rendah.
Kata kerja untuk mengukur bahwa orang tahu tentang apa yang
dipelajari antara lain: menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan,
menyatakan. (Notoatmodjo, 2003:122)
2) Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk
menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan benar tentang objek yang diketahui, dan dapat
menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang yang telah
paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan
menyebutkan cotoh menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya
terhadap objek yang dipelajari, misalnya dapat menjelaskan mengapa
harus datang ke Posyandu (Notoatmodjo, 2003:122).
3) Analisis (analysis)
Adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu
objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
Kemampuan analisis ini dapat dilihat dari penggunaan kata-kata
kerja: dapat menggambarkan (membuat bagan), membedakan,
memisahkan, mengelompokkan (Notoatmodjo, 2003:123).
4) Aplikasi (Application)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi riil
(sebenarnya). Aplikasi disini dapat diartikan aplikasi atau
penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, dan prinsip
(Notoatmodjo, 2003:123)
5) Sintesis (synthesis).
Sintesis menunujuk pada suatu kemampuan untuk meletakkan
bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan
kata lain sintesis itu suatu kemampuan untuk menyusun formulasi
baru dari formulasi-formulasi yang ada. Misalnya: dapat menyusun,
dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan
terhadap suatu teori atau rumusan yang telah ada (Notoatmodjo,
2003:123).
6) Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan
justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian-
penilaian ini berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau
menggunakan kriteria yang ada (Notoatmodjo, 2003:123)
c. Cara Pengukuran Pengetahuan
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan memberikan
seperangkat alat tes/kuesioner tentang objek pengetahuan yang mau
diukur. Selanjutnya dilakukan penilaian dimana setiap jawaban benar dari
masing-masing pertanyaan diberi nilai 1 jika salah diberi nilai 0
(Notoatmodjo, 2003)
Penilaian dilakukan dengan cara membandingkan jumlah skor
jawaban dengan skor yang diharapkan (tertinggi) kemudian dilakukan
100% dan hasilnyaberupa persentasi dengan rumus yang digunakan
sebagai berikut:
=

100%
Keterangan :
P = persentasi
f = frekuensi dari seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan
yang telah dipilih responden atas pernyataan yang diajukan
n = jumlah frekuensi seluruh alternatif jawaban yang menjadi pilihan
responden selaku peneliti
100% = bilangan genap (Serbaguna, 2008)
Selanjutnya pengetahuan seseorang dapat diketahui dan diiterpretasikan
dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu:
1) Baik : hasil presentasi76%-100%
2) Cukup : hasil presentasi 56%-75%
3) Kurang : hasil presentasi <56% (A. Wawan dan Dewi M,
2010)
d. Proses Adaptasi Perilaku
Dari pengalaman dan penelitian, terbukti bahwa perilaku
yangdidasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasari oleh pengetahuan. Penelitian Rogers (1974) yang
dikutip oleh Notoatmodjo (2007:121) mengungkapkan bahwa sebelum
orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang
tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
1) Awareness (kesadaran)
Subjek tersebut menyadari dalam arti mengetahui stimulus (objek)
terlebih dahulu
2) Interest (tertarik)
Dimana subjek mulai tertarik terhadap stimulus yang sudah
diketahui dan dipahami terlebih dahulu.
3) Evaluation
Menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus yang sudah
dilakukan serta pengaruh terhadap dirinya
4) Trial
Dimana subjek mulai mencoba untuk melakukan perilaku baru
yang sudah diketahui dan dipahami terlebih dahulu.
5) Adoption
Dimana subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.
e. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan menurut Notoatmodjo
(2003) adalah:
1) Umur
Umur merupakan variabel yang selalu diperhatikan dalam
penelitian-penelitian epidemiologi yang merupakan salah satu hal
yang mempengaruhi pengetahuan. Umur adalah lamanya hidup
seseorang dalam tahun yang dihitung sejak dilahirkan. Semakin
tinggi umur seseorang, maka semakin bertambah pula ilmu atau
pengetahuan yang dimiliki karena pengetahuan seseorang diperoleh
dari pengalaman sendiri maupun pengalaman yang diperoleh dari
orang lain.
2) Pendidikan
Pendidikan merupakan proses menumbuh kembangkan seluruh
kemampuan dan perilaku manusia melalui pengetahuan, sehingga
dalam pendidikan perlu dipertimbangkan umur (proses
perkembangan klien) dan hubungan dengan proses belajar. Tingkat
pendidikan juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi
persepsi seseorang atau lebih mudah menerima ide-ide dan
teknologi. Pendidikan meliputi peranan penting dalam menentukan
kualitas manusia. Dengan pendidikan manusia dianggap akan
memperoleh pengetahuan implikasinya. Semakin tinggi
pendidikan, hidup manusia akan semakin berkualitas karena
pendidikan yang tinggi akan membuahkan pengetahuan yang baik
yang menjadikan hidup yang berkualitas.
3) Paparan media massa
Melalui berbagai media massa baik cetak maupun elektronik maka
berbagai ini berbagai informasi dapat diterima oleh masyarakat,
sehingga seseorang yang lebih sering terpapar media massa akan
memperoleh informasi yang lebih banyak dan dapat mempengaruhi
tingkat pengetahuan yang dimiliki.
4) Sosial ekonomi (pendapatan)
Dalam memenuhi kebutuhan primer, maupun skunder keluarga,
status ekonomi yang baik akan lebih mudah tercukupi dibanding
orang dengan status ekonomi rendah, semakin tinggi status sosial
ekonomi seseorang semakin mudah dalam mendapatkan
pengetahuan, sehingga menjadikan hidup lebih berkualitas
5) Hubungan sosial
Faktor hubungan sosial mempengaruhi kemampuan individu
sebagai komunikan untuk menerima pesan menurut model
komunikasi media. Apabila hubungan sosial seseorang dengan
individu baik maka pengetahuan yang dimiliki juga akan
bertambah.
6) Pengalaman
Pengalaman adalah suatu sumber pengetahuan atau suatu cara
untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Hal ini dilakukan
dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam
memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa yang lalu.
Pengalaman seseorang individu tentang berbagai hal biasanya
diperoleh dari lingkungan kehidupan dalam proses pengembangan
misalnya sering mengikuti organisasi
2. Sikap
a. Pengertian
Sikap merupakan suatu reaksi atau respon yang masih tertutup dari
seseorang terhadap suatu stimulus/objek, manifestasi sikap itu tidak dapat
langsung dilihat tetapi hanya dapat menafsirkan terlebih dahulu dari
perilaku yang tertutup, sikap secara nyata menunjukkan konotasi adanya
kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan
sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus
sosial (Notoatmodjo, 2007)
Sikap merupakan evaluasi umum yang dibuat manusia terhadap
dirinya sendiri, orang lain, obyek atau isu (Pretty, 1986 dalam Azwar,
2005)
b. Komponen pokok sikap
Sikap mempunyai 3 komponen pokok, yaitu:
1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek
Artinya, bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran
seseorang terhadap obyek.
2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek, artinya
bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang
terhadap obyek.
3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap
merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku
terbuka. Sikap adalah ancang-ancang untuk berperilaku terbuka
(Notoatmodjo, 2005:53)



c. Tingkatan sikap
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan
(Notoatmodjo, 2007: 144)
1) Menerima (receiving)
Diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus
yang diberikan obyek.
2) Merespon (responding)
Merupakan usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan
tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah.
3) Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu
masalah adalah suatu indikasi sikap menghargai.
4) Bertanggung jawab
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih dengan
segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.
5) Pengukuran sikap
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak
langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat
atau pertanyaan responden terhadap suatu obyek. Misalnya,
bagaimana pendapat responden tentang kegiatan Posyandu, atau
juga dapat dilakukan dengan cara memberikan pendapat dengan
menggunakan setuju atau tidak setuju terhadap pernyataan-
pernyataan obyek tertentu, dengan menggunakan skala Likert
(Notoatmodjo, 2005:57)
Skala Likert merupakan metode sederhana dibandingkan dengan
skala Thurstone. Skala Thurstone yang terdiri dari 11 point
disederhanakan menjadi 2 kelompok yatu favorable dan yang
unfavorable. Sedangkan item yang netral tidak disertakan. Untuk
mengatasi hilangnya netral tersebut, Likert menggunakan teknik
konstruksi test yang lain. Masing-masing responden diminta
melakukan agreement atau disagreement untuk masing-masing
item dalam skala yang terdiri dari 5 point (sangat setuju, setuju,
ragu-ragu, tidak setuju, sangat tidak setuju). Semua item yang
favorable kemudian diubah nilainya dalam angka, yaitu untuk
sangat setuju nilainya 5 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju
nilainya 1. Sebaliknya, untuk item yang unfavorable nilai skala
sangat setuju adalah 1 sedangkan untuk yang sangat tidak setuju
nilainya 5.(Wawan dan Dewi, 2010:39-40)
Salah satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala
model Likert adalah skor-T, yaitu:
T= 50 + 10


X= skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi
skor T
X

= mean skor kelompok


s= deviasi standar skor kelompok
Perhitungan harga X

dan s tidak dilakukan pada distribusi skor dari


satu pernyataan saja, melainkan dihitung dari distribusi skor total
keseluruhan responden, yaitu skor sikap para responden untuk
keseluruhan pernyataan (Azwar, 1995)
d.Ciri-ciri Sikap
Ciri-ciri sikap menurut Purwanto (1998) adalah:
1) Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari
sepanjang perkembangan itu dalam hubungan dengan objeknya. Sifat
ini membedakannya dengan sifat motif-motif biogenis seperti lapar,
haus, kebutuhan akan istirahat.
2) Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan sikap
dapat berubah pada orang-orang bila terhadap keadaan dan syarat-
syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang lain
3) Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan
tertentu terhadap suatu objek dengan kata lain, sikap itu terbentuk,
dipelajari/berubah senantiasa berkenaan dengan suatu objek tertentu
yang dirumuskan dengan jelas.
4) Objek sikap itu merupakan suatu hal tertentu tetapi dapat juga
merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.
5) Sikap mempunyai segi-segi motivasi dan segi-segi perasaan, sifat
alamiah yang membedakan sikap dan kecakapan-
kecakapan/pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang.
Pernyataan sikap yang berisi hal-hal negatif mengenai objek sikap
yang bersifat tidak mendukung maupun kontra terhadap objek sikap.
Pernyataan seperti ini disebut dengan pernyataan yang tidak
favorable. Suatu skala sikap sedapat mungkin diusahakan agar terdiri
atas pernyataan favorable dan tidak favorable dalam jumlah yang
seimbang. Dengan demikian pernyataan disajikan tidak semua positif
dan semua negatif yang seolah-olah isi skala memihak/tidak
mendukung sama sekali objek sikap (Azwar, 2005)
e. Sifat sikap
Sikap dapat pula bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif menurut
Purwanto (1998):
1) Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati,
menyenangi, mengharapkan objek tertentu.
2) Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
f. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Perilaku sehat dapat terbentuk karena berbagai pengaruh atau
rangsangan yang berupa pengetahuan, sikap, pengalaman, keyakinan,
sosial, budaya, sarana fisik, pengaruh atau rangsangan yang bersifat
internal. Kemudian menurut Green dalam Notoatmodjo (2003:139-140)
mengklasifikasikan menjadi faktor yang mempengaruhi perilaku
kesehatan, yaitu:


1) Faktor Predisposing (Predisposing factors)
Merupakan faktor internal yang ada pada diri individu, kelompok, dan
masyarakat, yang mempermudah individu berperilaku seperti
pengetahuan, sikap, kepercayaan, nilai-nilai dan budaya. Faktor-
faktor yang berhubungan dengan perilaku salah satunya adalah
pengetahuan. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang atau over
behavior (Notoatmodjo, 2003:139-140).
Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi melalui panca
indera manusia yakni: indera penglihatan, pendengaran, penciuman,
rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahuan manusia, diperoleh
melalui mata dan telinga (Notoatmodjo, 2003:139-140).
Perilaku seseorang apabila didasari oleh penglihatan, kesadaran, dan
sikap positif maka perilaku tersebut akan bersifat langgeng, akan
tetapi sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari oleh pengetahuan
dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.
2) Faktor Pemungkin (Enabling factors)
Merupakan faktor yang memungkinkan individu berperilaku seperti
yang terwujud dalam lingkungan, fisik, tersedia atau tidak tersedia
fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan.
3) Faktor Penguat atau faktor Pendorong (Reinforsing factors)
Merupakan faktor yang menguatkan perilaku seperti terwujud dalam
sikap seperti dukungan dari tenaga kesehatan serta dukungan dari
keluarga terutama suami merupakan koordinasi referensi dalam
perilaku masyarakat.(Notoatmodjo, 2003:139-140)
3. Posyandu
a. Pengertian posyandu
1) Posyandu merupakan kegiatan nyata yang melibatkan partisipasi
Masyarakat dalam upaya pelayanan kesehatan dari oleh-oleh untuk
masyarakat yang dilaksanakan oleh kader (Meilani, 2009:142)
2) Posyandu adalah salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya
Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh,
dan untuk masyarakat dalam penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dalam memperoleh
pelayanan kesehatan, guna memberdayakan masyarakat dalam
memperoleh pelayanan kesehatan dasar untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Depkes RI, 2006:11)
3) Posyandu adalah Pusat pelayanan keluarga dan kesehatan yang
dikelola dan diselenggarakan oleh dan untuk masyarakat dengan
dukungan tekinis dari petugas kesehatan dalam rangka pencapaian
NKKBS (Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera). (Effendi, 1998)
b. Manfaat posyandu
1) Bagi masyarakat:
a) Memperoleh kemudahan untuk mendapatkan informasi dan
pelayanan kesehatan dasar terutama berkaitan dengan penurunan
AKI dan AKB.
b) Memperoleh bantuan secara professional dalam pemecahan
masalah kesehatan terutama terkait dengan kesehatan ibu dan anak.
c) Efisiensi dalam mendapatkan pelayanan terpadu kesehatan dan
sektor lain terkait.
2) Bagi kader
a) Mendapatkan informasi terdahulu tentang upaya-upaya kesehatan
yang terkait dengan penurunan AKI dan AKB
b) Dapat diwujudkan aktualisasi dirinya dalam membantu masyarakat
menyelesaikan masalah kesehatan terkait dengan penurunan AKI
dan AKB
3) Bagi Puskesmas
a) Optimalisasi fungsi puskesmas sebagai pusat penggerak
pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan
masyarakat, pusat pelayanan kesehatan strata pertama.
b) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pemecahan
masalah kesehatan sesuai kindisi setempat.
c) Meningkatkan efisiensi waktu, tenaga, dan melalui pemberian
pelayanan secara terpadu
4) Bagi sektor lain
a) Dapat lebih spesifik membantu masyarakat dalam pecahan masalah
sektor terkait, utamanya yang terkait dengan upaya penurunan AKI
dan AKB sesuai kondisi setempat.
b) Meningkatkan efisiensi pemberian pelayanan secara terpadu sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi masing-masing sektor.
c) kegiatan yang dilaksanakan di Posyandu menurut Effendi (1998),
yaitu:
(1) Lima kegiatan Posyandu (Panca Krida Posyandu)
(a) Kesehatan ibu dan anak
(b) KB
(c) Imunisasi
(d) Peningkatan gizi
(e) Penanggulangan diare
(Niken, 2009)
c. Sasaran Posyandu
Sasaran Posyandu adalah seluruh masyarakat, utamanya:
1) Bayi
2) Balita
3) Ibu hamil, Ibu melahirkan, ibu nifas dan ibu menyusui
4) Pasangan usia subur (Depkes RI, 2006:13)
Balita merupakan kelompok umur rawan gizi, kelompok ini
merupakan kelompok umur yang paling menderita akibat gizi (KKP) dan
jumlahnya dalam populasi besar. Beberapa kondisi yang menyebabkan
anak balita rawan gizi dan rawan kesehatan antara lain:
a) Anak balita berada dalam masa transisi dari makanan bayi ke
makanan orang dewasa
b) Biasanya anak balita ini sudah mempunyai adik ayau ibunya sudah
bekerja penuh sehingga perhatian ibu sudah berkurang
c) Anak balita ini sudah main di tanah dan sudah dapat main di luar
rumahnya sendiri sehingga lebih terpapar dengan lingkungan yang
kotor dan kondisi yang memungkinkan untuk terinfeksi dengan
berbagai macam penyakit.
d) Dengan adanya Posyandu yang sasarn utamanya adalah anak balita
sangat tepat untuk meningkatkan gizi dan kesehatan anak balita
(Notoatmodjo, 2003:15)
d. Waktu Penyelenggaraan Posyandu
Penyelenggaraan Posyandu pada hakekatnya dilaksanakan dalam 1
(satu) bulan kegiatan, baik pada hari buka Posyandu maupun diluar hari
buka Posyandu. Hari buka Posyandu sekurang-kurangnya satu hari dalam
sebulan. Hari dan waktu yang dipilih, sesuai dengan kesepakatan. Apabila
diperlukan, hari buka Posyandu dapat lebih dari satu kali dalam sebulan.
e. Tempat Penyelenggaraan Posyandu
Tempat penyelenggaraan kegiatan Posyandu sebaiknya berada
pada lokasi yang mudah dijangkau oleh masyarakat. Tempat
penyelenggaraan tersebut dapat disalah satu rumah warga, halaman
rumah, balai desa/kelurahan, balai RW/RT dusun, salah satu kios di
pasar, salah satu ruangan perkantoran, atau tempat khusus yang dibangun
secara swadaya oleh masyarakat yang dapat disebut dengan nama
Wisma Posyandu atau sebutan lainnya.
f. Jenjang Posyandu
Jenjang Posyandu menurut KONSEP ARRIF dibagi menjadi 4
kelompok, yaitu sebagai berikut:
1) Posyandu Pratama
Posyandu Pratama memiliki ciri-ciri:
a) kegiatan belum mantap
b) kegiatan belum rutin
c) jumlah kader terbatas
2) Posyandu Madya
Posyandu Madya memiliki ciri-ciri:
a) Kegiatan lebih teratur
b) Jumlah kader 5 orang
3) Posyandu Purnama
Posyandu Purnama memiliki ciri-ciri:
a) Kegiatan sudah teratur
b) Cakupan program/kegiatannya baik
c) Jumlah kader 5 orang
d) Mempunyai program tambahan
4) Posyandu Mandiri
Posyandu Mandiri memiliki ciri-ciri:
a) Kegiatan secara teratur dan mantap
b) Cakupan program/kegiatan baik
c) Memiliki dana sehat yang mantap
g. Langkah-langkah pelayanan Posyandu
Langkah-langkah pelayanan dalam kegiatan Posyandu ada 5 meja,
meliputi:
1) Meja I, bertugas mendaftar bayi atau balita, yaitu menuliskan nama
balita pada KMS dan selembar kertas yang diselipkan pada KMS dan
mendaftar ibu hamil pada formulir atau register ibu hamil.
2) Meja II, bertugas menimbang bayi atau balita dan mencatat hasil
penimbangan pada selembar kertas yang akan dipindahkan pada KMS.
3) Meja III, bertugas untuk mengisi KMS atau memindahkan catatan
hasil penimbangan balita dari selembar kertas ke dalam KMS balita
4) Meja IV, bertugas menjelaskan data KMS atau keadaan anak
berdasarkan data kenaikan berat badan yang digambarkan dalam grafik
KMS kepada ibu balita dan memberikan penyuluhan kepada ibu balita
dengan mengacu pada data KMS balita atau dari hasil pengamatan
mengenai masalah yang dialaminya.
5) Meja V, merupakan kegiatan pelayanan sektor yang biasanya
dilakukan oleh petugas kesehatan, pelayanan yang diberikan antara
lain: Pelayanan Imunisasi, Pelayanan Keluarga Berencana,
Pengobatan, pemberian tablet Fe (zat besi), vitamin A.
4. Kehadiran
a. Pengertian
Kehadiran atau kunjungan merupakan salah satu bentuk dari perilaku.
Perilaku adalah semua kegiata atau aktivitas manusia baik yang dapat
diamati langsung maupun yang tidak diamati oleh pihak luar.
(Notoatmodjo, 2003)
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kehadiran:
1) Kurangnya pengetahuan
2) Kesibukan
3) Tingkat sosial yang rendah
4) Dukungan suami
5) Kurangnya kemudahan untuk pelayanan















B. Kerangka Teori




















Sumber : modifikasi Teori Lawrence Green dalam buku Notoatmodjo,
2010
Keterangan : (*) yang diteliti
Bagan 1.1 skema kerangka teori


FAKTOR PREDISPOSISI
1. Peranan sosial budaya
2. Pendidikan
3. Pengetahuan*
4. Sikap*
5. Ekonomi
6. Pekerjaan
7. Kebudayaan
8. Nila-nilai
FAKTOR PEMUNGKIN
1. Ketersediaan fasilitas
dan petugas kesehatan
2. Keterjangkauan
pelayanan kesehatan
3. Kebijakan pemerintah
di bidang kesehatan
4. Ketrampilan petugas

FAKTOR PENGUAT
1. Tokoh masyarakat
2. Pengambil keputusan
3. Sikap dan perilaku
petugas kesehatan
Suami mendukung
kehadiran ibu balita ke
posyandu*

C. Kerangka Konsep





Variabel Independen Variabel Dependen
Bagan 2.1 skema kerangka konsep

D. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan pengetahuan suami dengan praktik ibu balita ke
posyandu
2. Ada hubungan sikap suami dengan praktik ibu balita ke posyandu


Pengetahuan suami
kehadiran ibu balita ke
posyandu
Sikap suami

Anda mungkin juga menyukai