Anda di halaman 1dari 18

Nama : Faisal Adi Irawan

NIM : 131811133062

Kelas : A1-2018

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

2.1.1 Pengertian

Pengetahuan (knowledge) diartikan sebagai hasil penginderaan

manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indra yang

dimilikinya (mata, hidung dan sebagainya), dengan sendirinya pada waktu

pengindraan sehingga menghasilkan pengetahuan. Hal tersebut sangat

dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi terhadap objek (Rika,

2016).

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting

untuk terbentuknya tindakan seseorang, sebab dari pengalaman dan hasil

penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih baik

dari pada tidak didasari oleh pengetahuan. Notoadmojo (2007),

memaparkan pengetahuan yang cukup di dalam domain kognitif

mempunyai enam tingkatan sebagai berikut (Budiman, 2014) :

1. Tahu atau know diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah

dipelajari sebelumnya. Termasuk dalam tingkatan ini adalah mengingat

5
kembali terhadap suatu yang spesifik dan seluruh bahan yang dipelajari

atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu merupakan

tingkat pengetahuan yang paling rendah.

6
2. Memahami atau comprehension diartikan sebagai suatu kemampuan

untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui, yang

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar.

3. Aplikasi diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menggunakan materi

telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang sebenarnya.

4. Analisis atau kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih dalam suatu struktur

organisasi tersebut dan berkaitan satu sama lain.

5. Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan austisfikasi

atau penilaian terhadap suatu materi objek. Penilaian-penilaian itu

berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan

kriteria-kriteria yang telah ada.

2.1.3 Faktor yang Mempengarui Pengetahuan

Menurut Notoatmojo (2007), ada beberapa faktor yang

mempengaruhi pengetahuan seseorang, yaitu (Wawan, 2010) :

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan

kepribadian dan kemampuan di dalam dan di luar sekolah dan

berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar,

makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut

untuk menerima informasi. Pendidikan yang tinggi maka seseorang akan

cenderung untuk mendapatkan informasi, baik dari orang lain

maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk

7
semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan

(Wawan, 2010). Pengetahuan sendiri dapat dipengarui oleh pendidikan,

sebab pengetahuan mempunyai hubungan erat dengan pendidikan, yang

mana diharapkan dengan pendidikan yang tinggi maka orang tersebut

akan semakin luas pula pengetahuannya, akan tetapi perlu diketahui lagi

bukan berarti sesorang yang berpendidikan rendah akan secara mutlak

juga mempunyai pengetahuan rendah, sebab pengetahuan tidak mutlak

diambil dari pendidikan formal saja (Kusuma, 2010).

2. Lingkungan

Lingkungan adalah segala sesuatu yang ada di sekitar individu,

baik lingkungan fisik, biologis, maupun sosial. Lingkungan berpengaruh

terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada

dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi

timbal balik ataupun tidak yang akan direspon sebagai pengetahuan oleh

setiap individu (Wawan, 2010).

3. Sosial dan budaya

Kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa

melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan

demikian seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak

melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu,

sehingga status sosial ekonomi ini akan mempengaruhi pengetahuan

seseorang (Wawan, 2010).

8
4. Pengalaman

Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara

untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang

kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah

yang dihadapi masa lalu. Pengalaman belajar dalam bekerja yang

dikembangkan memberikan pengetahuan dan keterampilan profesional

serta pengalaman belajar selama bekerja akan dapat

mengembangkan kemampuan mengambil keputusan yang merupakan

manifestasi dari keterpaduan menalar secara ilmiah dan etik yang

bertolak dari masalah nyata dalam bidang kerjanya (Wawan, 2010).

5. Usia

Usia mempengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir

seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula

daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang

diperolehnya semakin membaik. Pada usia madya, individu akan

lebih berperan aktif dalam masyarakat dan kehidupan sosial serta lebih

banyak melakukan persiapan demi suksesnya upaya menyesuaikan diri

menuju usia tua, selain itu orang usia madya akan lebih banyak

menggunakan waktu untuk membaca. Kemampuan intelektual,

pemecahan masalah, dan kemampuan verbal dilaporkan hampir tidak

ada penurunan pada usia ini berbeda dengan usia remaja (Wawan,

2010).

9
Usia remaja merupakan masa transisi dari anak-anak menjadi

dewasa. Pada periode ini banyak sekali perubahan hormonal, fisik,

psikologis, maupun sosial (Batubara, 2010). Remaja memiliki

karakteristik berupa rasa ingin tahu yang besar, gemar terhadap

tantangan dan selalu ingin mencoba hal yang baru, cendrung

berkelompok dan mencari jati diri, serta cenderung melakukan tindakan

tanpa pemikiran yang matang, dan mudah terpengarui oleh lingkungan

sekitar. Remaja perlu mendapatkan perhatian serius karena remaja

termasuk dalam usia sekolah dan usia kerja serta sangat berisiko

terhadap masala-masalah kesehatan, sehingga pengetahuan merupakan

kebutuhan awal dari seorang remaja (Suparman, 2016).

6. Media massa

Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal

maupun non formal dapat memberikan pengaruh jangka pendek

(immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau

peningkatan pengetahuan. Majunya teknologi akan tersedia

bermacam-macam media massa yang dapat mempengaruhi

pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru. Sebagai sarana

komunikasi, berbagai bentuk media massa seperti televisi, radio, surat

kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh besar terhadap

pembentukan opini dan kepercayan orang. Dalam penyampaian

informasi sebagai tugas pokoknya, media massa membawa pula

pesan – pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini

10
seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan

landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal

tersebut (Wawan, 2010).

2.1.4 Pengukuran Tingkat Pengetahuan

Menurut Arikunto (2011), bahwa pengukuran pengetahuan dapat

dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan isi materi

yang ingin diukur dari subyek peneliti atau responden. Kedalaman

pengetahuan yang ingin kita ketahui atau kita ukur dapat kita sesuaikan

dengan tingkat - tingkat tersebut di atas. Nursalam (2008) menyebutkan,

skor yang sering digunakan untuk mempermudah dalam mengategorikan

jenjang dalam penelitian biasanya ditulis dalam persentase misalnya

tingkat pengetahuan baik bila skor atau nilai 76 – 100 %, tingkat

pengetahuan cukup bila skor atau nilai 56 – 75 % dan tingkat pengetahuan

kurang bila skor atau nilai < 56 % (Wawan, 2010).

2.2 Perilaku

2.2.1 Pengertian

Perilaku merupakan respon individu terhadap suatu stimulus atau

suatu tindakan yang diamati dan mempunyai frekuensi spesifik, durasi dan

tujuan baik disadari maupun tidak. Perilaku merupakan kumpulan berbagai

faktor yang saling berinteraksi. Sering tidak disadari bahwa interaksi amat

kompleks sehingga kadang-kadang kita sempat memikirkan penyebab

seseorang menerapkan perilaku tertentu (Wawan, 2010).

11
Perilaku manusia dapat di tinjau dari sudut pandang, yaitu perilaku

dasar atau umum sebagai makhluk hidup dan perilaku sosial. Perilaku

dalam arti umum memiliki arti berbeda dengan perilaku sosial yang berarti

perilaku spesifik yang darahkan pada orang lain. Perilaku dasar merupakan

suatu tindakan atau reaksi biologis dalam menanggapi rangsangan ekternal

atau internal yang di dorong oleh aktivitas dari sistem organisme,

khususnya efek, respon terhadap stimulus. Selain itu perilaku dapat

dipengarui oleh faktor-faktor yang mempengaruinya seperti genetika,

intelektual, emosi, sikap, budaya, etika, wewenang, hubungan, dan persuasi

(Wowo, 2014).

2.2.2 Prosedur Pembentukan Perilaku

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini

menurut Skinner sebagai berikut (Wawan, 2010):

1. Melakukan identifikasi tentang hal yang merupakan penguat atau

reinforcer berupa hadiah-hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan

dibentuk.

2. Melakakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen

kecil yang dapat membentuk perilaku yang dikehendaki.

3. Dengan menggunakan secara urut komponen-komponen itu sebagai

tujuan-tujuan sementara, mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk

masing-masing komponen tersebut.

4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan

komponen yang telah tersusun.

12
2.2.3 Bentuk Perilaku

Secara operasional perilaku dapat diartikan suatu respons

organisme atau seseorang terhadap rangsangan (stimulus) dari luar subjek

tersebut. Respons ini berbentuk dua bagian yaitu (Wowo, 2014):

1. Perilaku pasif

Bentuk pasif merupakan respon internal yang dapat terjadi di dalam diri

sendiri manusia dan tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain.

2. Perilaku aktif

Bentuk aktif merupakan perilaku yang jelas dapat dilakukan dan

diobservasi secara langsung.

2.2.4 Pengukuran Perilaku

Menurut Notoadmojo (2007), tindakan mempunyai beberapa tingkatan

seperti persepsi, respon terpimpin, mekanisme, dan adopsi. Menurut

Notoadmojo (2012), pengukuran tindakan dapat dilakukan dengan dua cara

yaitu secara langsung dan tidak langsung, pengukuran secara langsung

dilakukan dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan yang dijalan oleh

responden, sedangkan untuk pengukuran tidak langsung dapat dilakukan

dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang dilakukan dalam

rentang waktu tertentu (Windy, 2015).

Menurut Budiman (2013), pengukuran aspek tindakan dapat

menggunakan skala likert yang mana dapat dikatagorikan sebagai berikut

(Windy, 2015):

13
1. Tingkat perilaku dapat dikatakan baik jika responden mampu menjawab

pertanyaan sebesar 76 - 100 % dari seluruh peryataan kuesioner.

2. Tingkat perilaku atau tindakan dikatakan cukup jika responden mampu

menjawab pertanyaan sebesar 56 - 75 % dari seluruh pertanyaan

kuesioner.

3. Tingkat perilaku dikatakan kurang jika responden mampu menjawab

pertanyaan dengan benar sebasar < 56 % dari seluruh pertanyaan

kuesioner.

2.3 Swamedikasi

2.3.1 Pengertian

Swamedikasi (self medication) adalah pemilihan dan penggunaan

obat, termasuk pengobatan herbal dan tradisional oleh individu untuk

merawat diri sendiri dari penyakit atau gejala penyakit (Nur Aini, 2017).

Hal yang harus diperhatikan pada swamedikasi yaitu ketahui kondisi dan

gejala yang dialami, cek label interaksi obat, mengetahui obat apa saja

yang bisa digunakan untuk swamedikasi, cek label efek samping, teliti pada

kemasan obat, mengetahui cara penggunaan obat dan penyimpanannya

(Wahyu, 2018).

2.3.2 Syarat Swamedikasi

Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam swamedikasi menurut

World Health Organiztion (WHO) adalah penyakit yang diderita adalah

penyakit gejala ringan yang tidak diperlukan datang ke dokter atau tenaga

14
medis lainnya, selain itu obat yang di jual golongan obat over the counter

(OTC) (Ikhda, 2016).

2.3.3 Kriteria Swamedikasi

Kriteria pengobatan dengan swamedikasi sebagai berikut (Wahyu,

2018) :

1. Aman bagi wanita hamil, anak di bawah 2 tahun dan lansia.

2. Tidak memberikan risiko pada kelanjutan penyakit.

3. Tidak memerlukan cara atau alat khusus yang harus dilakukan

oleh perawat dan rasio keamanan obat terjamin.

Pengobatan sendiri di sini dibatasi untuk penyakit ringan seperti

batuk, flu (influenza), demam, nyeri, sakit maag, kecacingan, diare,

biang keringat, jerawat, kadas atau kurap, ketombe, kudis, kutil, luka

bakar, luka iris dan luka serut.

2.4 Konsumsi Obat

2.4.1 Jenis Obat (Penggolangan Obat)

Penggolongan obat dalam lingkup kefarmasian dan tradisional agar

dapat memilih obat yang tepat untuk melakukan swamedikasi dengan benar.

Penggolongan obat dimaksudkan untuk peningkatan keamanan dan

ketepatan penggunaan serta pengamanan distribusinya. Penggolongan

obat menurut Permenkes No. 917/1993 adalah (Nuryati, 2017):

1. Obat Bebas.

2. Obat Bebas Terbatas

3. Obat Keras dan Psikotropika

15
4. Obat Narkotika

5. Obat Tradisional

a. Jamu

b. Obat Herbal Standar

c. Fitofarmaka

2.4.2 Dosis Obat

Definisi dosis menurut Anonim (2003), takaran suatu obat ialah

banyaknya suatu obat yang dapat dipergunakan atau diberikan kepada

seorang penderita baik untuk dipakai sebagai obat dalam maupun luar

(Fitria, 2008). Apabila dinyatakan lain maka yang dimaksud dengan dosis

obat ialah sejumlah obat yang memberikan efek terapeutik pada penderita

dewasa; juga disebut dosis lazim atau dosis medicinalis atau dosis terapeutik

terutama obat yang tergolong racun ada kemungkinan terjadi keracunan,

dinyatakan sebagai dosis toxica. Menurut Joenoes, (2004), dosis toksik ini

dapat sampai mengakibatkan kematian, disebut sebagai dosis letalis.

Macam-macam dosis menurut Anonim (2003), sebagai berikut (Fitria,

2008):

1. Dosis terapi adalah dosis yang diberikan dalam keadaan biasa dan dapat

menyembuhkan penderita.

2. Dosis maksimum adalah dosis yang terbesar yang dapat diberikan kepada

orang dewasa untuk pemakaian sekali dan sehari tanpa membahayakan.

2.4.3 Efek Samping

16
Cara pemakaian obat yang baik sudah diketahui. Efek samping

obat adalah setiap respons obat yang merugikan dan tidak diharapkan

yang terjadi karena penggunaan obat dengan dosis atau takaran normal

pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi. Beberapa hal

yang perlu diketahui tentang efek samping adalah (Wahyu, 2018) :

1. Baca dengan seksama kemasan atau brosur obat, efek samping yang

mungkin timbul.

2. Untuk mendapatkan informasi tentang efek samping yang lebih

lengkap dan apa yang harus dilakukan bila mengalaminya, tanyakan

pada apoteker.

3. Efek samping yang mungkin timbul antara lain reaksi alergi gatal-

gatal, ruam, mengantuk, mual dan lain-lain.

4. Penggunaan obat pada kondisi tertentu seperti pada ibu hamil, menyusui,

lanjut usia, gagal ginjal dan lain-lain dapat menimbulkan efek

samping yang fatal, penggunaan obat harus di bawah pengawasan dokter

dan apoteker.

2.4.4 Cara Pemakaian Obat yang Tepat

Beberapa hal cara pemakaian obat yang benar menurut Kementrian

Riset dan Teknolgi (2018), sebagai berikut (Wahyu, 2018):

1. Minum obat sesuai waktunya

2. Bila anda hamil atau menyusui tanyakan obat yang sesuai

3. Gunakan obat yang sesuai dengan cara penggunaannya

4. Minum obat sampai habis

17
Obat untuk kerja diperlama (long acting) harus ditelan seluruhnya.

Tidak boleh dipecah atau dikunyah. Sediaan cair, gunakan sendok obat

atau alat lain yang telah diberi ukuran untuk ketepatan dosis. Jika

penderita sulit menelan sediaan obat yang dianjurkan oleh dokter minta

pilihan bentuk sediaan lain. Dosis merupakan aturan pemakaian yang

menunjukkan jumlah gram atau volume dan frekuensi pemberian obat

untuk dicatat sesuai dengan umur dan berat badan pasien (Wahyu, 2018).

2.5 Apotek

Menurut peraturan Kementrian Kesehatan tentang Apotek No 9 Tahun

2017, memutuskan bahwa apotek adalah sarana pelayanan kefarmasian dan

tempat dilakukannya praktek kefarmasian oleh apoteker (Kemenkes, 2017).

Berkaitan dengan itu, arti dari pelayanan kefarmasian adalah suatu

pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada pasien yang

berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai hasil yang

pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien. Oleh karena itu,

pelayanan kefarmasian yang baik sangat dibutuhkan masyarakat untuk

menjaga dan meningkatkan kesehatan (Yulia, 2016).

Parasuraman (1985), mengatakan kualitas pelayanan memiliki lima

dimensi yaitu tangibility (bukti fisik), reliability (keandalan), responsiveness

(daya tanggap), assurance (jaminan), dan emphaty (empati). Pengukuran

kualitas pelayanan dilakukan dengan metode Servqual (service quality)

(Yulia, 2016).

2.6 Gastritis

18
2.6.1 Pengertian

Menurut Price & wilson (2006) Gastritis adalah suatu keadaan

peradangan atau perdarahan mukosa lambung yang bersifat akut, kronis,

difus atau lokal. Ada dua jenis gastritis yang sering terjadi yaitu gastritis

suerfical akut dan yang kedua gastritis atrofik kronis (Amin, 2015).

Faktor-faktor risiko gastritis menurut Smeltzer (2010) yang sering

menyebabkan gastritis diantaranya (Bagas, 2016):

1. Pola makan

2. Helicobacter Pylori

3. Terlambat makan

4. Makanan pedas

2.6.2 Klasifikasi

Gastritis dapat dibedakan menjadi dua jenis sebagai berikut (Nian,

2015) :

1. Gastritis Akut

Gastritis akut merupakan inflamasi mukosa lambung paling sering

diakibatkan oleh pola diet, misal makan terlalu banyak, terlalu cepat,

makanan yang terlalu banyak bumbu, atau makanan yang terinfeksi.

Bentuk gastritis akut yang paling parah disebabkan asam kuat atau

alkali, yang menyebabkan mukosa menjadi gangren atau perforasi.

2. Gastritis Kronis

Inflamasi yang berkepanjangan yang disebabkan baik oleh ulkus

lambung jinak maupun ganas, oleh bakteri H. Pylori. Gastritis kronis

19
dapat diklasifikasikan sebagai tipe A atau Tipe B. Tipe A ini terjadi

pada fundus atau korpus lambung sedangkan tipe B (H.Pylori)

mengenai antrum dan pylorus.

2.6.3 Etiologi

Penyebab umum dari gastritis adalah Helicobacter pylori, bakteri

yang dapat menginfeksi lapisan lambung. Gastritis juga bisa disebabkan

faktor lain termasuk beberapa obat seperti aspirin dan ibuprofen, infeksi,

alkohol, merokok, kopi, dan kecemasan atu stress (Victorian, 2010).

2.6.4 Manifestasi Klinis

Manifestasi klinis gastritis terbagi menjadi dua macam yaitu gastritis

akut dapat ditandai dengan nyeri epigastrium, mual, muntah, dan

perdarahan terselubung maupun nyata, dengan menggunakan endoskopi

terlihat mukosa lambung hyperemia dan udem, mungkin juga dapat

ditemukan erosi atau pendarahan aktif. Sedangkan yang kedua yaitu

gastritis kronik yang dapat ditandai dengan kebanyakan gastritis gstritis

asimptomatik, keluhanan lebih berkaitan dengan komplikasi gastritis

atrofik, seperti tukak lambung, defiensi zat besi, anemia pernissiosia dan

karsinoma lambung (Amin, 2015).

2.6.5 Patofisiologi

Bahan-bahan makanan, minuman, obat maupun zat kimia yang masuk

ke dalam lambung menyebabkan iritasi atau erosi pada mukosanya sehingga

lambung kehilangan barrier. Selanjutnya terjadilah peningkatan difusi baik

ion hidrogen. Gangguan defusi pada mukosa akan meningkat kemudian

20
menginbasi mukosa lambung dan terjadilah reaksi peradangan, inilah yang

disebut gastritis (Nian, 2015).

2.6.6 Pemeriksaan Diagnostik

Ada beberapa jenis bagian pemeriksaan diagnostik sebagai berikut

(Nian, 2015) :

1. Pemeriksaan darah

2. Pemeriksaan feses

3. Endoskopi saluran cerna bagian atas

4. Rontgen saluran cerna bagian atas.

21
DAFTAR PUSTAKA

Amin, H. dkk. (2015). Aplikasi Asuhan Keperawatan berdasarkan diagnos medis &
Nanda Nic Noc (Yudha (ed.)). Medication Jogja.
Bagas. (2016). Hubungan pola makan dengan kejadian gastritis pada remaja di
Pondok Al-hikmah, Trayon, Karanggede Boyolali. Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Nian, A. N. (2015). Asuhan Keperawatan Pada Gangguan Sistem Gastrointestinal
Dengan konsep Mind Mapping Untuk mempermudah Pemahaman Mahasiswa
(I. Taufiq (ed.); Pertama). CV. Trans Info Media.
Victorian, G. (2010). Gastritis. Emergency Departement Fact.

22

Anda mungkin juga menyukai