Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan dan Sikap

2.1.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan terjadi setelah seseorang

melakukan pengindraan terhadap objek tertentu. Hal itu terjadi melalui pancaindra

manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penghidu, perasa dan peraba. Namun

sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam

membentuk tindakan seseorang (over behavior) (Efendi & Makhfudli, 2009).

Pengetahuan yang dimiliki seseorang mempengaruhi perilakunya, semakin baik

pengetahuan seseorang maka perilakunya pun semakin baik.

2.1.2 Tingkat Pengetahuan

Tingkat pengetahuan dibagi menjadi 6 tingkat, yaitu (Efendi & Makhfudli,

2009):

1. Tahu (know), diartikan sebagai mengingat materi yang sebelumnya telah

dipelajari. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali (recall) sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang

paling rendah.

2. Memahami (comprehension), diartikan sebagai kemampuan untuk menjelaskan

secara benar tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan

materi tersebut secara benar.

11
12

3. Aplikasi (application), diartikan sebagai kemampuan menggunakan materi yang

telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4. Analisis (analysis), suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu

objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur

organisasi dan masih ada kaitannya satu sama lain.

5. Sintesis (synthetic), menunjuk pada kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

atau kemampuan menyusun formulasi baru dari formulasi yang telah ada.

6. Evaluasi (evaluation), kemampuan untuk melakukan justifikasi atau penilaian

terhadap suatu materi atau objek.

2.1.3 Faktor-faktor yang memengaruhi pengetahuan

Menurut Lukman yang dikutip oleh Hendra (dalam Putra, 2015), faktor yang

mempengaruhi pengetahuan, yaitu:

1. Usia, bertambahnya usia seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan

pengetahuan yang diperolehnya. Menjelang usia lanjut kemampuan menerima

atau mengingat suatu pengetahuan akan mengalami penurunan(Putra, 2015).

2. Pendidikan merupakan proses pembelajaran untuk mengembangkan serta

meningkatkan kemampuan tertentu terhadap seseorang sehingga sasaran

pendidikan itu dapat berdiri sendiri(Putra, 2015).

3. Lingkungan, lingkungan memberikan pengaruh pertama bagi seseorang,

dimana seseorang dapat mempelajari hal-hal yang baik dan juga hal-hal yang

buruk tergantung pada sifat kelompoknya. Pengalaman yang didapat dalam

lingkungan akan mempengaruhi cara berfikir seseorang (Putra, 2015).

4. Intelegensi, merupakan salah satu model berfikir dan mengolah berbagai

informasi terarah sehingga ia mampu menguasai lingkungan (Putra, 2015).


13

5. Pengalaman, sebagai sumber pengetahuan atau suatu cara untuk memperoleh

kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang

diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu (Putra,

2015).

6. Informasi, pengetahuan dapat diperolah dari berbagai sumber informasi

apapun bukan hanya di lembaga pendidikan tapi pengetahuan juga dapat

diperoleh dari media cetak, elektronik, ataupun keluarga dan teman (Putra,

2015).

2.1.4 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran tingkat pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket dengan menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian

atau responden (Notoatmodjo, 2010b). Menurut Budiman & Riyanto, (2013)

pengukuran tingkat pengetahuan seseorang dikategorikan sebagai berikut:

1. Tingkat pengetahuan dikatakan baik jika responden mampu menjawab

pertanyaan pada kuesioner dengan benar sebesar ≥75% dari keseluruhan

kuesioner.

2. Tingkat pengetahuan dikatakan cukup apabila responden mampu menjawab

pertanyaan pada kuesioner dengan benar sebesar 56-74% dari keseluruhan

kuesioner.

3. Tingkat pengetahuan dikatakan kurang apabila responden mampu menjawab

pertanyaan pada kuesioner dengan benar sebesar ≤55% dari keseluruhan

kuesioner.

2.1.5 Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap merupakan kesiapan atau ketersediaan
14

seseorang untuk bertindak terhadap sesuatu yang terjadi. Sikap belum merupakan

suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu

perilaku (Efendi & Makhfudli, 2009).

2.1.6 Tingkatan Sikap

Menurut Notoatmodjo 2003 dalam (Efendi & Makhfudli, 2009), sikap terdiri

atas berbagai tingkatan sebagai berikut:

1. Menerima (receiving), diartikan bahwa seseorang (subjek) mau dan

memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding), memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan,

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Hal

tersebut merupakan usaha seseorang terlepas dari benar atau salah, bearti

orang tersebut menerima ide atau informasi yang diberikan.

3. Menghargai (valuing), mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang

telah dipilihnya dan berani dengan segala resiko yang mungkin terjadi

merupakan sikap yang paling tinggi.

2.1.7 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap

Menurut Azwar, (2013:17) faktor-faktor yang memengaruhi sikap terhadap

objek antara lain:

1. Pengalaman pribadi, sikap akan lebih mudah terbentuk apabila pengalaman

pribadi dengan kesan yang kuat terjadi pada situasi yang melibatkan

emosional.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting, terkadang seseorang cenderung

memiliki sikap yang searah dengan sikap orang yang dianggap penting karena
15

munculnya motivasi oleh keinginan untuk berafiliasi dan keinginan untuk

menghindari konflik.

3. Pengaruh kebudayaan, kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap

terhadap berbagai masalah.

4. Media massa, berita seharusnya faktual disampaikan secara objektif cenderung

dipengaruhi oleh sikap penulis yang akibatnya berpenngaruh kepada sikap

pembaca.

5. Lembaga pendidikan dan agama, konsep moral dan ajaran dari kedua lembaga

tersebut sangat menentukan sistem kepercayaan seseorang.

6. Faktor emosional, bentuk sikap seseorang merupakan pernyataan yang

didasari emosi dan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.1.8 Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap dapat dilakukan dengan menanyakan secara langsung

maupun tidak langsung kepada responden terhadap suatu objek tertentu. Skala sikap

dinyatakan dalam bentuk pernyataan untuk dinilai oleh responden. Skala yang

biasanya digunakan adalah skala likert. Hasil pengukuran berupa kategori sikap positif

maupun sikap negatif (Budiman & Riyanto, 2013).

2.2 Konsep Anak UsiaToddler

Usia 1-3 tahun atau disebut juga anak usia toddler secara fungsional biologis

masa umur 6 bulan hingga 2-3 tahun adalah masa rawan (Setyawati & Eko Hartini,

2018). Pada masa ini merupakan Golden Period/masa keemasan, salah satu

perkembangan anak yang penting untuk dipantau pada usia 1-3 tahun adalah

perkembangan motorik karena banyak kinerja kognitif yang berakar pada

keberhasilan perkembangan motorik (Sitoresmi, Kusnanto, & Krisnana, 2015).


16

Biasanya anak-anak pada usia awal (2-5 tahun) sedang nakal-nakalnya, anak

senang memikirkan keinginannya sendiri dan tidak memedulikan omongan orang

tuanya, selain itu anak menjadi lebih kreatif, suka bertanya, memiliki rasa ingin tahu

(curiositas) yang tinggi terhadap sesuatu bahkan suka berimajinasi (Susanto, 2011).

Selain itu pada usia toddler, kemandirian anak sudah mulai terbentuk, begitu pula

dalam hal makan. Segala peralatan yang berhubungan dengan makan seperti garpu,

piring, sendok, dan gelas semuanya harus dijelaskan atau diperkenalkan pada anak.

Berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan nutrisi pada usia ini, umumnya jenis

makanan yang diberikan adalah makanan padat sebab kemampuan mengunyah sudah

mulai kuat (A. A. A. Hidayat, 2008).

Anak pada usia toddler tidak mewaspadai potensi bahaya apa yang dapat di

timbulkan oleh perilakunya sendiri, terkadang pada usia ini juga memiliki resiko

cedera yang tinggi di antaranya bisa saja jatuh, keracunan atau bahkan tersedak.

Pada awal usia 1-3 tahun (masa toddler), bahaya cedera dapat dipengaruhi oleh tiga

faktor yang mengakibatkan kematian pada anak. Berikut faktor yang mempengaruhi

kejadian cedera:

1. Faktor penjamu (host) yaitu orang tua dan anak

2. Faktor penyebab cedera (agent), dan

3. Faktor Lingkungan

Studi yang dilakukan oleh Abdullat, Ader-Rahman, & Al Ali, (2015)

menyatakan bahwa anak-anak kurang dari tiga tahun sangat rentan terhadap

kecelakaan salah satunya tersedak, di sisi lain hal tersebut disebabkan kurangnya

pengawasan dari orang tua terhadap anak. Hampir setengah dari kasus (48,1%)

tersedak biasanya terjadi pada tengah hari atau pukul 13.00 sampai sore, karena pada
17

waktu tersebut orang tua biasanya sibuk bekerja dan dapat meninggalkan anak tanpa

pengawasan pada saat anak makan atau bermain.

2.3 Konsep Choking

2.3.1 Definisi Choking

Choking adalah asfiksia yang disebabkan karena tertutupnya jalan napas akibat

benda padat yang masuk dan menyumbat lumen pernapasan. Sehingga sumbatan

terjadi pada daerah larynx dan merupakan kejadian tersering akibat kecelakaan

sebagai contoh tersedak makanan, gigi palus atau gangguan reflek batuk untuk

mengeluarkan benda asing pada allkoholisme (Prawestiningtyas, 2013).

Tersedak merupakan ganguan respirasi yang disebabkan adanya obstruksi

internal jalan napas, biasanya pada anak-anak terjadi dikarenakan makanan atau

mainan kecil (Abdullat et al., 2015).

Tersedak adalah keadaan darurat dalam pernapasan yang umum. Hal ini

terjadi ketika jalan napas orang tersebut sebagian atau seluruhnya

terhalang/tersumbat. Jika orang yang sadar tersedak, jalan napasnya tersumbat benda

asing seperti sepotong makanan atau mainan kecil, ada pembengkakan di mulut atau

tenggorokan, atau karena cairan, seperti muntah atau darah. Jika jalan napas

terhambat hanya sebagian maka orang tersebut biasanya masih dapat bernapas tetapi

terlihat sulit, karena masih mendapatkan cukup oksigen masuk dan keluar dari paru-

paru untuk batuk atau terdengar suara mengi/wheezing, bahkan masih dapat berbicara

walaupun terbata-bata. Sedangkan seseorang dengan saluran napas yang benar-benar

tersumbat total tidak dapat batuk, berbicara, menangis bahkan bernapas sama sekali

(The American National Red Cross, 2014). Kadang-kadang orang tersebut dapat
18

batuk dengan lemah atau membuat suara bernada tinggi, ini memberitahu bahwa

orang tersebut tidak mendapatkan cukup udara untuk tetap hidup.

2.3.2 Epidemiologi

Aspirasi benda asing pada saluran napas dilaporkan terjadi pada anak

diseluruh dunia; 80% pada usia di bawah 3 tahun dengan puncaknya pada usia 1-2

tahun. Angka kejadiannya mencapai 0,6 kasus per 100.000 anak. Pada laki-laki

memiliki insidens lebih tinggi berkaitan dengan karakteristiknya yang lebih imuplsif

(Sugandha, 2018).

2.3.3 Etiologi dan Patogenesis

Menurut The American Natonal Red Cross (2014), penyebab tersedak pada

orang dewasa meliputi:

1. Mencoba menelan makanan besar yang tidak dikunyah.

2. Minum alkohol sebelum atau selama makan (alkohol menumpulkan saraf

yang membantu dalam menelan makanan).

3. Mengenakan gigi palsu (gigi palsu membuat sulit untuk merasakan apakah

makanan dikunyah sepenuhnya sebelum ditelan).

4. Makan sambil berbicara dengan penuh semangat, tertawa, atau makan terlalu

cepat.

5. Berjalan, bermain atau berlari dengan makanan atau benda di mulut.

Sedangkan tersedak pada anak dan bayi merupakan penyebab umum dari

cedera dan kematian pada anak di bawah 5 tahun. Karena anak-anak memasukkan

hampir semuanya ke dalam mulut mereka, barang-barang kecil dari mainan, koin,

sering menyebabkan tersedak. Namun, sebagian besar insiden juga disebabkan oleh

makanan. American Academy of Pediatrics, (2010) merekomendasikan agar anak-anak

usia dibawah 5 tahun tidak diberikan makanan keras dan halus seperti sayuran
19

mentah. Makanan harus dikunyah dengan benar, keterampilan tersebut tidak di

kuasai anak-anak hingga usia 4 tahun. Selain itu direkomendasikan juga untuk tidak

memberikan anak-anak kacang sampai mereka berusia 7 tahun atau lebih. American

Academy of Pediatrics, (2010) merekomendasikan untuk menjaga dan menjauhkan dari

anak-anak beberapa benda atau makanan, sebagai berikut:

1. Permen yang keras dan lengket.

2. Anggur.

3. Popcorn.

4. Mengunyah permen karet.

5. Vitamin.

Meskipun bahan makanan menyebabkan sebagian cidera pada anak-anak,

mainan dan barang-barang rumah tangga juga dapat berbahaya bagi mereka. Menurut

Consumer Product Safety Commission (CPSC) lebih banyak anak-anak yang mati lemas

karena balon yang tidak menggembung atau potongan balon yang rusak daripada

jenis mainan lainnya. Barang-barang bukan makanan lainnya yang dapat

menyebabkan tersedak antara lain: Bedak bayi, objek dari tempat sampah, seperti

kulit telur dan pop-top dari kaleng minuman, peniti, koin, kelereng, tutup pena dan

spidol, baterai tipe kancing kecil.

Kejadian tersedak benda asing pada anak usia balita dipengaruhi oleh

beberapa faktor, di antaranya: belum berkembangnya gigi geraham, mekanisme

menelan belum sempurna, jalan napas yang sempit, kebiasaan meletakkan objek ke

dalam mulut, dan pada usia ini aktivitas fisik yang aktif. Serta kurangnya pengawasan

orangtua juga meningkatkan risiko tersedak benda asing (Sugandha, 2018). Jalan

napas, mulut dan hidung lebih kecil pada anak-anak dan bayi daripada orang dewasa

(Gambar. 2.1 A-B), oleh karena itu resiko tersumbat akan lebih mudah oleh benda-
20

benda kecil, darah, cairan atau pembengkakan (The American National Red Cross,

2014).

Gambar (a) Gambar (b)

Gambar 2.1 Gambar (a) child’s airway& Gambar (b) an adult’s airway
Sumber: (The American National Red Cross, 2014)

Pada usia yang lebih muda, objek yang sering menjadi penyebab tersedak atau

aspirasi adalah makanan, pada anak yang lebih tua banyak disebabkan oleh benda

non-organik, seperti mainan, koin, dan kancing (Sugandha, 2018). Kemudian jika hal

itu terjadi maka respon inflamasi akan berkaitan dengan bahan objek tersebut. Logam

biasanya bereaksi minimal, sedangkan bahan lipopholic merangsang inflamasi akibat

kandungan asam lemaknya. Sedangkan pada makanan bertepung, sumbatan parsial

dapat menjadi total karena sifatnya yang menyerap air (Salih, Alfaki, & Alam-elhuda,

2016). Aspirasi benda asing sangat berisiko terjadinya gangguan napas, atelektasis,

bronkiektasis, pneumonia berulang, pembentukan jaringan granulasi, serta asfiksia

yang dapat mengancam nyawa seseorang (Sugandha, 2018). Pada dasarnya tubuh

manusia sangat membutuhkan pasokan oksigen yang konstan untuk bertahan hidup.

Saat bernapas melalui mulut dan hidung, udara mengalir ke tenggorokan, melalui

tenggorokan kemudian masuk ke paru-paru. Jalur dari mulut dan hidung ke paru-

paru disebut jalan napas. Dalam keadaan darurat jika terjadi hambatan jalan napas,

oksigen harus tetap mencapai paru-paru (The American National Red Cross, 2014).
21

Pada beberapa kasus, benda asing dapat tersangkut pada glitoris yang bisa

mengakibatkan gangguan napas akut, suara serak, dan stridor. Jika objek yang

tersangkut sangat kecil, dapat tidak terdeteksi hingga berminggu-minggu. Asfiksia

bisa terjadi pada awal aspirasi ataupun saat tindakan evaluasi benda asing. Asfiksia

akibat aspirasi benda asing memiliki angka kematian hingga 45%, sedangkan 30%

pasien yang selamat dapat berkembang menjadi hipoksia ensefalopati (Zur KB, 2009).

2.3.4 Faktor yang Mempermudah Terjadinya Choking

Menurut Naragund AI, (2014) faktor yang mempermudah terjadinya aspirasi

benda asing (choking) ke dalam saluran napas antara lain:

1. Faktor personal yaitu umur, jenis kelamin, pekerjaan, kondisi sosial, dan

tempat tinggal, kegagalan mekanisme proteksi (tidur, kesadaran menurun,

alkoholik, dan epilepsi).

2. Faktor fisik yaitu kelainan dan penyakit neurologik, proses menelan yang

belum sempurna pada anak, faktor gigi yang belum tumbuh sempurna, serta

medikal dan surgikal (tindakan bedah, ekstraksi gigi, dan belum tumbuhnya

gigi molar pada anak berumur <4 tahun).

3. Faktor kejiwaan yaitu emosi, gangguan psikis, serta ukuran dan bentuk serta

sifat benda asing.

4. Faktor Kecerobohan yang dapat terjadi antara lain: meletakkan benda asing di

mulut, persiapan makanan yang kurang baik, makan atau minum tergesa-gesa,

makan sambil bermain pada anak-anak, dan memberikan kacang atau permen

pada anak yang gigi molarnya belum lengkap.

2.3.5 Manifestasi Klinis

Tanda dan gejala tersedak Simon & schuster, (2018), sebagai berikut: adanya

tanda bahwa seseorang mencengkram leher/tenggorokan dengan satu atau kedua


22

tangan, terlihat panik, kesulitan dalam bernapas atau terengah-engah, suara wheezing

atau mendengus, wajah merah pada awalnya kemudian pucat atau menjadi biru,

bahkan berkurangnya tingkat kesadaran. Jika tersedak tidak dapat di atasi dengan

cepat, korban akan menjadi tidak sadar dan berhenti bernapas.

Gejala aspirasi benda asing dapat bervariasi, tergantung lokasi, ukuran, dan

durasinya. Anak terkadang terlihat sehat tanpa gejala atau dengan gejala gangguan

jalan napas seperti batuk, mengi atau stridor, sesak napas, demam, dan pneumonia

berulang. Gejala hipoksia seperti menangis kencang, sianosis, kejang, dan penurunan

kesadaran dapat terjadi. Keterangan orang tua yang mengatakan anaknya tersedak

disertai batuk menguatkan kecurigaan terhadap adanya aspirasi benda asing

(Sugandha, 2018).

2.3.6 Diagnosis

Aspirasi benda asing harus dipertimbangkan apabila didapatkan tanda berikut:

Tiba-tiba tersedak, batuk atau wheezing, atau Pneumonia segmental atau lobaris yang

gagal diobati dengan terapi antibiotik.Periksa anak untuk:

1. Wheezing unilateral

2. Daerah dengan suara pernapasan yang menurun, dapat dullness atau

hipersonor pada perkusi.

3. Deviasi dari trakea

Lakukan pemeriksaan foto dada pada saat ekspirasi penuh untuk melihat

daerah hiperimflasi atau kolaps, pergeseran mediastinum (ipsilateral), atau benda

asing bila benda tersebut radio-opak (World Health Organization, 2013).

Pada perkusi didapatkan dullness, sedangkan auskultasi dapat terdengar suara

mengi unilateral, stridor, atau ronkhi. Pemeriksaan rontsen foto toraks untuk melihat

objek dengan gambaran radio-opak (benda yang sukar ditembus sinar X akan
23

memberikan gambaran putih), namun bahan penyebab sumbatan yang sering adalah

bahan organik yang memberikan gambaran radiolusen. Pada kasus benda asing

bergerak ke arah distal, suara auskultasi dan radiografi yang awalnya abnormal

seakan-akan dapat menjadi normal. Oleh karena itu, hasil pemeriksaan fisik normal

tidak menyingkirkan kecurigaan adanya aspirasi (Zur KB, 2009).

Perlunya pemeriksaan bronkoskopi dapat dinilai dengan kriteria Heyer, yaitu:

hiperinflasi paru fokal, tersedak yang disaksikan, dan leukositosis >10.000, jika

ditemukan dua dari tiga tanda tersebut dibutuhkan bronkoskopi untuk konfirmasi

diagnosis. Diagnostik lain adalah sistem penilaian Kadmonet. Parameternya antara

lain: umur (10-24 bulan), riwayat keberadaan benda di mulut pasien diikuti gangguan

pernapasan berat, suara napas stridor, sesak atau hipoksia selama fase akut, suaru

pernapasan abnormal unilateral pada auskultasi, dan radiografi abnormal (Salih et al.,

2016).

2.3.7 Penatalaksanaan Tersedak

Penanganan tersedak benda asing harus dilakukan sesegera mungkin terutama

pada saat terjadi gagal napas sesuai pedoman AHA (American Heart Association) atau

ERC (European Resuscitation Council) (Bagan 2.1) , yaitu pertama nilai keefektifan

batuk, apabila batuk tidak efektif maka segera nilai tingkat kesadaran anak. Pada anak

yang sadar, usia <1 tahun dapat dilakukan 5 kali back bow diikuti 5 kali kompresi dada,

sedangkan anak usia >1 tahun dapat dilakukan manuver Heimlich. Pada anak yang

tidak sadar, kriteria ERC dan AHA berbeda, yaitu pada ERC yang pertama dilakukan

adalah mengamankan jalan napas, kemudian berikan 5 napas bantuan dan resusitasi

jantung paru. Sedangkan menurut AHA, lakukan resusitasi jantung paru dengan 30

kompresi dan 2 napas bantuan (Salih et al., 2016).


24

Assess Cough

Effective Ineffective

Encourage cough Consicous Unconscious


Observe for signs
of improvement or ERC ERC
deterioration 5 back blows+5 thrusts Open airway+5
[chest/abdominal for ≤or≥ 1 breaths+CPR
year, respectively
AHA
CPR+30 chest
AHA
compressions. Open mouth,
≤1 year, 5 back blows+5 remove FB digitally ONLY
chest compressions if present Otherwise, give 2
>1 year, abdominal thrust breaths and repeat Step 1-3
till the Fb expled. If alll
(Heimlich maneuver)
attempt cycles failed for 2
minutes, activate ERS

Gambar 2.2 Algoritma penanganan aspirasi benda asing berdasarkan pedoman


AHA (American Heart Association) atau ERC (European Resuscitation Council) (Salih et
al., 2016)

Menurut World Health Organization, (2013) Tatalaksana bergantung pada

umur anak, sebagai berikut:

1. Anak yang berumur di atas 1 tahun

1) Letakkan anak dengan posisi tengkurap dengan kepala lebih rendah

Gambar 2.3 Posisi tengkurap dengan melakukan Back Blows (World Health
Organization, 2013).
25

2) Berikan 5 pukulan dengan menggunakan tumit dari telapak tangan pada

bagian belakang anak (interskapula).

3) Bila obstruksi masih tetap, berbaliklah ke belakang anak dan lingkarkan

kedua lengan mengelilingi badan anak. Pertemukan kedua tangan

dengan salah satu mengepal dan letakkan pada perut bagian atas (di

bawah sternum) anak, kemudian lakukan hentakan ke arah belakang

atas. Lakukan perasat Heimlich tersebut sebanyak 5 kali (Gambar 2.3).

Gambar 2.4 Posisi Heimlich Manuever pada anak (World Health


Organization, 2013)

4) Bila obstruksi masih tetap, evaluasi mulut anak apakah ada bahan

obstruksi yang bisa dikeluarkan.

5) Bila diperlukan bisa di ulang dengan kembali melakukan pukulan pada

bagian belakang anak.

Apabila dicurigai adanya aspirasi benda asing maka penanganan lanjut yaitu

rujuk anak ke sarana yang lebih lengkap untuk penegakan diagnosis dan untuk

mengeluarkan benda asing dengan bronkoskopi. Bila terdapat pneumonia, mulai

terapi dengan ampisilin dan gentamisin, sebelum dilakukan tindakan untuk

mengeluarkan benda asing tersebut.


26

2.3.8 Pencegahan Tersedak pada Anak

Pencegahan yang dapat dilakukan oleh orang tua terhadap anak dan bayi agar

tidak tersedak, sebagai berikut (The American National Red Cross, 2014):

a. Awasi waktu makan untuk anak.

b. Jangan biarkan anak makan sambil bermain atau berlari.

c. Ajari anak untuk mengunyah dan menelan makanan sebelum berbicara atau

tertawa.

d. Jangan memberikan permen karet pada anak kecil.

e. Jangan memberi anak makanan yang keras seperti kacang dan sayuran mentah.

f. Jangan memberikan anak makanan yang keras seperti batang wortel kecuali

dipotong-potong lebih kecil.

g. Jangan biarkan anak bermain dengan balon yang tidak mengembang (untuk

anak dibawah 8 tahun).

h. Jauhkan benda-benda kecil seperti peniti, bagian kecil dari mainan dan koin.

i. Pastikan mainan anak tidak memiliki bagian kecil yang dapat dilepas.

2.4 Konsep Metode Demonstrasi

2.4.1 Definisi Metode Demonstrasi

Metode demonstrasi adalah metode pengajaran dengan cara memperagakan

benda, kejadian, aturan, dan urutan melakukan suatu kegiatan, baik secara langsung

maupun melalui penggunaan media pengajaran yang relevan dengan pokok bahasan

atau materi yang sedang disajikan (Simamora, 2009).

Menurut Sujdana (2010), metode demonstrasi adalah suatu metode mengajar

memperhatikan bagaimana jalannya suatu proses terjadinya sesuatu. Djamarah &

Zain (2010) menyatakan bahwa dengan menggunakan metode demonstrasi, proses


27

penerimaan siswa terhadap pelajaran akan berkesan mendalam, sehingga membentuk

pengertian dengan baik dan sempurna.

2.4.2 Tujuan

Tujuan penggunaan metode demonstrasi dalam kegiatan pembelajaran adalah

untuk memperlihatkan proses terjadinya suatu peristiwa sesuai dengan materi ajar,

cara pencapaiannya dan kemudahan untuk dipahami oleh siswa (Darmadi, 2017).

Metode demonstrasi sangat baik digunakan untuk mendapatkan gambaran yang jelas

tentang hal-hal yang berhubungan dengan proses mengatur sesuatu, proses membuat

sesuatu, proses bekerjanya sesuatu, proses mengerjakan atau menggunakannnya,

harapan yang membentuk sesuatu, membandingkan suatu cara lain, serta untuk

mengetahui dan melihat kebenaran sesuatu (Nursalam & Efendi, 2008).

2.4.3 Manfaat psikologis pengajaran dari metode demonstrasi

Manfaat psikologis pengajaran dari metode demonstrasi antara lain: perhatian

peserta didik dapat lebih dipusatkan, proses belajar peserta didik lebih terarah pada

materi yang sedang dipelajari, serta pengalaman dan kesan sebagai hasil pembelajaran

lebih melekat dalam diri peserta didik (Simamora, 2009).

2.4.4 Kelebihan dan kelemahan metode demonstrasi

Menurut Nursalam & Efendi (2008), kelebihan metode demonstrasi antara

lain: dapat membuat proses pembelajaran menjadi jelas dan lebih konkret, dengan

demikian dapat menghindari terlalu banyaknya penggunaan bahasa verbal, peserta

didik diharapkan lebih mudah memahami apa yang dipelajari, proses pengajaran akan

lebih menarik, peserta didik didorong untuk lebih aktif dalam mengamati,

menyesuaikan antara teori dengan kenyataan, dan mencoba melakukannya sendiri.

Sedangkan menurut Endramoyo (2018), kelemahan metode demonstrasi

antara lain: hanya dapat menimbulkan cara berpikir yang konkret saja, jika jumlah
28

siswa banyak dan posisi peserta didik tidak diatur maka demonstrasi tidak efektif,

bergantung pada alat bantu yang sebenarnya, sering terjadi peserta didik kurang

berani dalam mencoba atau melakukan praktik yang didemonstrasikan.

2.4.5 Pedoman Demonstrasi

Menurut Nursalam & Efendi (2008), demonstrasi dibagi beberapa tahap

sebagai berikut:

1. Persiapan

Pada tahap ini dilakukan identifikasi materi atau kegiatan yang perlu dilakukan

peserta didik sebelum demonstrasi, untuk demonstrasi yang rumit harus diberikan

petunjuk tertulis untuk mengarahkan observasi selama demontrasi, dilakukannya

latihan sebelum melakukan demonstrasi agar terampil dalam menampilkan prosedur

dan tercapai sesuai tujuan yang di inginkan, untuk waktu yang diperlukan termasuk

persiapan, demonstrasi, diskusi setelah demonstrasi, demonstrasi ulang oleh peserta

didik, dan merapikan kembali alat-alat yang digunakan.

2. Sebelum demonstrasi

Penyiapan materi dan alat sebelum peserta didik tiba dan uji coba tiap alat

(cek kesiapan alat), pengaturan penempatan alat dan materi agar dapat dilihat

dengan jelas, menjelaskan tujuan serta gambaran prosedur yang akan dilakukan,

menjelaskan tiap materi, mendiskusikan prinsip penting dalam demonstrasi,

mengindentifikasi hal-hal penting yang perlu diobservasi selama demonstrasi

dilakukan, dan melihat apakah peserta didik dapat memperhatikan demonstrasi.

3. Pelaksanaan demonstrasi

Mendemonstrasikan tiap langkah prosedur secara teratur agar dapat diikuti,

menguraikan prosedur sambil memberikan demonstrasi dan tekankan butir-butir

penting, hindari penyampaian hal yang tidak penting dalam demonstrasi, tekankan
29

cara melaksanakan prosedur dengan baik dan benar secara jelas pada peserta didik

dan memantau tiap langkah demonstrasi yang dilakukan.

4. Setelah demonstrasi

Mengulangi demonstrasi atau tiap langkah jika peserta didik perlu melakukan

observasi lanjutan (redemonstrasi), mendiskusikan prosedur segera setelah

demonstrasi dan mengulangi hal-hal yang penting, memberikan kesempatan

mengamati praktik sesuai dengan perbedaan peserta dod, tentang lama praktik,

umpan balikk dan reinforcement, perhatikan peserta didik yang kidal, serta

mengevaluasi hasil demonstrasi dan indentifikasi area yang perlu dimodifikasi.

2.5 Pengaruh Metode Demonstrasi terhadap Peningkatan Pengetahuan


dan Sikap

Sari, Safitri, & Utami, (2018), melakukan penelitian tentang pengaruh

pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi terhadap praktik pertolongan

pertama, terdapat 2 kelompok 20 responden kelompok perlakuan dan 20 responden

kelompok kontrol, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat peningkatan

praktik pada kelompok perlakuan didapat 80,90% responden dapat melaksanakan

pertolongan pertama sedangkan kelompok kontrol hanya 26,23% yang bisa

melakukan pertolongan pertama. Hasil ini menunjukkan bahwa metode demonstrasi

lebih efektif dari metode ceramah leaflet.

Stauri & Rasni, (2016) melakukan penelitian tentang pengaruh pendidikan

kesehatan metode demonstrasi terhadap tingkat pengetahuan, terdapat 30 responden

yang dibagi menjadi 2 kelompok yaitu 15 kelompok perlakuan dan 15 kelompok

kontrol. Hasil yang didapat pada kelompok perlakuan dengan metode demonstrasi

ada perbedaan yang signifikan antara sebelum dan sesudah perlakuan.


30

Siswoyo, Kushariyadi, & Winingsih, (2018), melakukan penelitian tentang

pendidikan kesehatan dengan metode demonstrasi untuk meningkatkan pengetahuan,

satu kelompok pre-test post- test 16 responden. Dari hasil penelitian menunjukkan nilai

signifikan, yang artinya terdapat adanya pengaruh yang signifikan dari pemberian

pendidikan kesehatan metode demonstrasi terhadap tingkat pengetahuan.

Yuslikhah, Wijayanti, & Rustiana, (2019), melakukan penelitian tentang

efektifitas pendidikan kesehatan antara media video dan metode demonstrasi pada

perubahan pengetahuan, sikap dan perilaku. Terdapat 2 kelompok intervensi yaitu

kelompok video dan kelompok demonstrasi, hasil yang didapat menunjukkan bahwa

metode demonstrasi lebih efektif pada perubahan pengetahuan (p-value 0,022), sikap

(p-value 0,041), dan perilaku (p-value 0,036).

Dari pernyataan diatas maka dapat disimpulkan bahwa pendidikan kesehatan

dengan menggunakan metode pembelajaran demonstrasi dapat meningkatkan

pengetahuan dan sikap pada seseorang, serta dengan metode demonstrasi subjek

dapat melihat prosedur secara langsung dan juga bisa secara langsung melakukan

langkah demi langkah.

Anda mungkin juga menyukai