Anda di halaman 1dari 25

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 KONSEP PENGETAHUAN

2.1.1 Definisi

Pengetahuan adalah hasil pengindraan manusia, atau hasil tau seseorang

terhadap objek melalui indra yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dan

sebgainya). Dengan sendirinya pada waktu pengindraan sehingga menghasilkan

pengetahuan tersebut sangat dipengaruhi oleh intensitas perhatian dan persepsi

terhadap objek. Sebagian besar pengetahuan seseorang diperoleh melalui indra

pendengaran (telinga), indra penglihatan (mata) (notoatmodjo, 2014).

2.1.2 Cara memperoleh pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2003), cara memperoleh pengetahuan dapat

dikelompokkan menjadi dua, yakni:

1. Cara tradisional: di pakai untuk memperoleh kebenaran pengetahuan.

2. Cara modern: memperoleh pengetahuan lebih sistematis, logis dan ilmiah. Cara

ini mengembangkan metode berfikir induktif dan mengadakan pengamatan

langsung. Kemudian hasil pengamatan tersebut dikumpulkan, diklafikasikan,

dan akhirnya diambil kesimpulan umum. Dalam memperoleh kesimpulan

dilakukan dengan mengadakan observasi pada obyek yang diamati, kemudian

dijadikan dasar pengambilan kesimpulan. Selanjutnya diadakan penggabungan

antara proses berfikir deduktif-induktif-verifikatif yang akhirnya satu cara


melakukan penelitian yang dikenal dengan metode penelitian ilmiah

(Notoatmodjo, 2003).

2.1.3 Tingkat pengetahuan

Pengetahuan individu terhadap objek mempunyai intensitas atau tingkatan

yang berbeda-beda. Tingkat pengetahuan secara garis besar dibagi dalam enam

tingkat pengetahuan (Notoatmodjo, 2014).

1. Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada

sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah tomat

banyak mengandung vitamin C, jamban adalah tempat membuang air besar,

penyakit demam berdarah ditularkan melalui gigitan nyamuk Ades Agepti, dan

sebagainya. Untuk mengetahui atau mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat

menggunakan pertanyaan-pertanyaan misalnya : apa tanda-tanda anak yang

kurang gizi, apa penyebab penyakit TBC, bagaimana cara melakukan PSN

(Pemberantasan Sarang Nyamuk), dan sebagainya.

2. Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak

sekedar dapat menyabutkan, tetapi orang tersebut harus dapat

menginterprestasikan secara benar tentang objek yang diketahui tersebut.

Misalnya orang yang memahami cara pemberantasan penyakit demam

berdarah, bukan hanya sekedarmenebutkan 3 M (mengubur, menutup, dan

menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup, menguras,

dan sebagainya, tempat-tempat penampungan air teerbut.


3. Aplikasi (aplication)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud

dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut

dalam situasi yang lain. Misalnya seseorang yan telah paham tentang proses

perencanaan, ia harus dapat membuat perencanaan program kesehatan ditempat

ia bekerja atau dimana saja, orang yang telah paham tentang metodelogi

penelitian, ia akan mudah membuat proposal penelitian dimana saja, dan

seterusnya.

4. Analisis (analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan dan atau memisahkan,

kemudian mencari antara komponen-komponen hubunganyang terdapat dalam

suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan

seseorang sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut

telah dapat membedakan, atau memisahkan, mengelompokkan, membuat

diagram (bagan) terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya dapat

membedakan antara nyamuk Ades Agepti dengan nyamuk biasa, dapat

membuat diagram (flow chart) siklus hidup cacing kremi dan sebagainya.

5. Sintesis (syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk meragkum atau

meletakkan dalam satu hubungan yang logis dari komponen-komponen

pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan

untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada.

Misalnya dapat membuat atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri
tentang hal-hal yang telah dibaca atau didengar, dan dapat membuat

kesimpulan tentang artikel yang telah dibaca.

6. Evaluasi (evalution)

Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan

justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan

sendirinya didasarkan pada suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau norma-

norma yang berlaku dimasyarakat. Misalnya seorang ibu dapat menilai atau

menentukan seorang anak menderita malnutrisi atau tidak, seseorang dapat

menilai manfaat ikut keluarga berencana bagi keluarga, dan sebagainya.

2.1.4 Faktor yang mempengaruhi pengetahuan

Dalam perilaku seseorang banyak faktor yang mempengaruhi, termasuk juga

akan mempengaruhi pengetahuan (Notoatmodjo, 2007), yakni:

1. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu untuk mengembangkan kepribadian kemampuan di

dalam dan di luar sekolah dan seumur hidup. Makin tinggi pendidikan

seseorang, makin mudah menerima informasi sehingga makin banyak

pengetahuan yang dimiliki.

2. Umur

Menurut (Hunlock 1998 dalam Nursalam 2001) mengatakan bahwa semakin

cukup umur, tingkat kematangan, dan kekuatan seseorang akan lebih matang

dalam berfikir dan bekerja akibat akibat dari pengalaman ketenangan jiwa.
3. Sumber Informasi

Informasi merupakan fungsi penting untuk membantu mengurangi rasa cemas.

Dengan memberikan informasi tentang cara-cara mencapai hidup sehat akan

meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang hal tersebut.

4. Pekerjaan

Menurut pendapat (Markum 1991 dalam Nursalam 2001) mengatakan bahwa

pekerja, umumnya menciptakan kegiatan yang menyita waktu bekerja bagi ibu-

ibu akan mempunyai pengaruh terhadap keluarga.

2.1.5 Kategori pengetahuan


Untuk secara kuantitatif menurut (Nursalam, 2008): Tingkat pengetahuan yang

dimiliki oleh seseorang dibagi menjadi 3 tingkatan yaitu:

a. Tingkat pengetahuan baik bila nilai atau skor 76-100%

b. Tingkat pengetahuan cukup bila nilai atau skor 56-75%

c. Tingkat pengetahuan kurang baik nila nilai atau skor <56%

2.2 KONSEP SIKAP

2.2.1 Defenisi

Sikap adalah juga respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek

tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan

(senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik, dan sebagainya).

Campbell,1950 (Notoatmodjo, 2014) mendefinisikan sangat sederhana, yakni:

“An individual’s attitude is syndrome of response consistency with regard to

object”. Jadi jelas disini dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan
gejala dalam merespons stimulus atau objek. Sehingga sikap itu melibatkan

pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.

Newcomb (Notoatmodjo, 2014), salah seorang ahli psikologi sosial

menyatakan bahwa sikap adalah merupakan kesiapan atau kesediaan untuk

bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Dalam kata lain

fungsi sikap belum merupakan tindakan (reaksi terbuka) atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi perilaku (tindakan), atau reaksi tertutup.

HUBUNGAN PENGETAHUAN, SIKAP, DAN TINDAKAN

STIMULUS PROSES REAKSI


STIMULUS TERBUKA
(rangsangan)
(tindakan)

REAKSI
TERTUTUP
(pengetahuand
an sikap)

2.2.2 Komponen Pokok Sikap

Menurut Allport,1954 (Notoatmodjo, 2014) sikap itu terdiri dari 3 komponen

pokok, yakni :

1. Kepercayaan, atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek. Artinya,

bagaimana keyakinan dan pendapat atau pemikiran seseorang terhadap

objek.
2. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya

bagaimana penelitian (terkadang di dalamnya factor emosi) orang tersebut

terhadap objek.

3. Kecenderungan untuk bertindak (trend to behave), artinya sikap

merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka.

Sikap adalah ancang-ancang untuk bertindak atau berprilaku terbuka

(tindakan).

Ketiga komponen diatas secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

attitude). Dalam menentukan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran,

keyakinan, emosi memegang peranan penting.

2.2.3 Berbagai tingkatan Sikap (Notoatmodjo, 2014)

Seperti halnya pengetahuan, sikap juga mempunyai tingkat-tingkat berdasarkan

intensitasnya, sebagai berikut :

1. Menerima (receiving). Menerima diartikan bahwa seseorang atau objek

mau menerima stimulus yang diberikan (objek).

2. Menanggapi (responding). Menanggapi disini artinya memberikan

jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

3. Menghargai (valuing). Menghargai diartikan subjek atau seseorang

memberikan nilai yang positif terhadap objekatau stimulus, dalam arti,

membahasnya dengan orang lain dan bahkan mengajak atau

mempengaruhi atau menganjurkan orang lain merespon.


4. Bertanggung jawab (responsible). Sikap yang paling tinggi ringkatnya

adalah bertanggung jawab terhadap apa yang diyakininya dan dia harus

berani mengambil resiko bila ada orang lain yang mencemoohkan atau

adanya resiko lain.

2.2.4 Pembentukan Sikap

Menurut Azwar (2007) faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap

antara lain :

1. Pengalaman pribadi

Apa yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan

mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Middlebrook

(1974) mengatakan bahwa tidak adanya pengalaman sama sekali dengan

suatu objek psikologis cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap

objek tersebut.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Pada umumnya, individu cenderung untuk memiliki sikap yang konformis

atau searah dengan sikap orang yang dianggapnya penting. Keinginan ini

antara lain dimotivasi oleh keinginan untuk berafilasi dan keinginan untuk

menghindari dari konflik denan orang yang dianggap penting tersebut. Di

antara orang yang biasanya dianggap penting oleh individu adalah oran

tua, orang yang status sosialnya lebih tinggi, teman sebaya, teman dekat,

guru, teman kerja, istri, suami, dll.


3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan telah menanamkan garis pengaruh sikap kita terhadap

berbagai masalah karena kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

4. Media massa

Dalam penyampaian informasi sebagai tugas pokoknya, media masa

membawa pesan-pesan yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini

seseorang. Pesan-pesan negatif yang dibawa oleh informasi tersebut,

apabila cukup kuat akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Kedua lembaga ini meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam

individu sehingga kedua lembaga ini merupakan suatu system yang

mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap.

6. Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang didasari oleh emosi yang

berfungsi sebagai semacam penyalur frutasi atau pengalihan bentuk

mekanisme pertahanan ego.

2.3 KONSEP ISPA

2.3.1 Definisi

Infeksi saluran pernafasan adalah mulai dari infeksi respiratori atas dan

adneksanya hingga parenkim paru. Sedangkan pengertian akut adalah infeksi yang

berlangsung hingga 14 hari (Nastiti, 2008)


Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) adalah proses infeksi akut

berlangsung selama 14 hari, yang disebabkan oleh mikroorganisme dan

menyerang salah satu bagian, dan atau lebih dari saluran napas, mulai dari hidung

(saluran atas) hingga alveoli (saluran bawah), termasuk jaringan adneksanya,

seperti sinus, rongga telinga tengah dan pleura (Depkes RI, 2005).

ISPA adalah Infeksi saluran pernafasan yang berlangsung sampai 14 hari yang

dapat ditularkan melalui air ludah, darah, bersin maupun udara pernafasan yang

mengandung kuman yang terhirup oleh orang sehat (Depkes RI, 2012)

2.3.2 Etiologi

Penyakit ISPA dapat disebabkan oleh berbagai penyebab seperti bakteri,

virus, mycoplasma, jamur dan lain-lain. ISPA bagian atas umumnya disebabkan

oleh Virus, sedangkan ISPA bagian bawah dapat disebabkan oleh bakteri , virus

dan mycoplasma. ISPA bagian bawah yang disebabkan oleh bakteri umumnya

mempunyai manifestasi klinis yang berat sehingga menimbulkan beberapa

masalah dalam penanganannya.

Bakteri penyebab ISPA antara lain adalah dari genus streptcocus,

Stapilococcus, Pneumococcus, Hemofillus, Bordetella dan Corinebacterium.

Virus penyebab ISPA antara lain adalah golongan Miksovirus, Adenovirus,

Koronavirus, Pikornavirus, Mikoplasma, Herpesvirus dan lain-lain (Misnadiarly,

2008).
2.3.3 Faktor Resiko

Banyak faktor yang berperan terhadap terjadinya ISPA, baik faktor intrinsik

maupun faktor ekstrinsik. Adapun faktor tersebut adalah sebagai berikut :

1. Faktor Intrinsik

Faktor intrinsik merupakan faktor yang berasal dari dalam tubuh balita itu

sendiri. Faktor intrinsik adalah faktor yang meningkatkan kerentanan pejamu

terhadap kuman. Faktor intrinsik terdiri dari status gizi, status imunisasi balita,

riwayat BBLR, umur balita

a. Status Gizi

Balita adalah kelompok umur yang rawan gizi dan rawan

penyakit.Kelompok ini merupakan kelompok yang paling sering menderita

penyakit akibat gizi dalam jumlah besar (Soekidjo Notoatmodjo,

2007:231). Gizi buruk akan menyebabkan terganggunya system

pertahanan tubuh. Perubahan morfologis yang terjadi pada jaringan

limfoid yang berperan dalam system kekebalan akibat gizi buruk,

menyebabkan pertahanan tubuh menjadi lemah. Rendahnya daya tahan

tubuh akibat gizi buruk sangat memudahkan dan mempercepat

berkembangnya bibit penyakit dalam tubuh (Moehji, 2003:13).

b. Imunisasi Balita

Imunisasi adalah salah satu bentuk intervensi kesehatan yang

sangat efektif dalam upaya penurunan angka kematian bayi dan balita.

Imunisasi merupakan salah satu cara meningkatkan kekebalan tubuh

seseorang secara aktif terhadap suatu antigen, sehingga kelak bila ia

terpajan pada antigen serupa tidak terjadi penyakit. Pemberian vaksin


untuk mencegah terjadinya penyakit tertentu atau imunisasi adalah suatu

upaya untuk mendapatkan kekebalan terhadap suatu penyakit dengan cara

memasukkan kuman atau produk kuman yang telah dilemahkan atau

dimatikan ke dalam tubuh (I.G.N Ranun, 2005:7).

Imunisasi lengkap perlu diupayakan untuk mengurangi faktor yang

meningkatkan mortalitas ISPA. Campak, pertusis, difteri dan beberapa

penyakit lain dapat meningkatkan risiko ISPA, maka peningkatan cakupan

imunisasi seperti diifteri, pertusis serta campak akan berperan besar dalam

upaya pemberantasan penyakit tersebut. Bayi dan balita yang mempunyai

status imunisasi lengkap bila terserang penyakit diharapkan perkembangan

penyakitnya tidak akan menjadi lebih berat (Depkes RI, 2009:13).

c. Riwayat BBLR

Berat badan lahir menentukan pertumbuhan, perkembangan fisik

dan mental pada balita. Bayi dengan berat badan lahir rendah (BBLR)

mempunyai faktor risiko kematian yang lebih besar dibandingkan dengan

berat badan lahir normal, terutama pada bulan pertama melahirkan karena

pembentukan zat anti kekebalan kurang sempurna sehingga lebih mudah

terserang penyakit infeksi, terutama pneumonia dan penyakit saluran

pernapasan. Apabila daya tahan terhadap tekanan dan stress menurun,

maka sistem imun dan antibodi berkurang, sehingga mudah terserang

infeksi. Pada anak hal ini dapat mengakibatkan kematian (Sunita

Almatsier, 2004:11).
d. Umur Balita

Umur mempunyai pengaruh yang cukup besar untuk terjadinya

ISPA. Oleh sebab itu kejadian ISPA pada bayi dan anak balita akan lebih

tinggi jika dibandingkan dengan orang dewasa. Kejadian ISPA pada bayi

dan balita akan memberikan gambaran klinik yang lebih besar dan jelek,

hal ini disebabkan karena ISPA pada bayi dan balita umumnya merupakan

kejadian infeksi pertama serta belum terbentuknya secara optimal proses

kekebalan secara alamiah. Bayi umur kurang dari 1 tahun mempunyai

risiko lebih tinggi terhadap penyakit ISPA. Hal ini disebabkan imunitas

anak kurang dari dua tahun belum baik dan lumen saluran napasnya masih

sempit. Pneumonia pada anak balita sering disebabkan virus pernapasan

dan puncaknya terjadi pada umur 2-3 tahun. Penyebabnya antara lain

imunisasi yang kurang lengkap, pemberian nutrisi yang kurang baik, tidak

diberikan ASI eksklusif dan pajanan terhadap asap dapur, asap rokok, serta

penderita pneumonia lainnya (Misnadiarly, 2008:6).

2. Faktor Ekstrinsik

Merupakan faktor yang berasal dari luar tubuh, biasanya disebut faktor

lingkungan. Faktor ekstrinsik adalah faktor yang dapat meningkatkan pemaparan

dari pejamu terhadap kuman penyebab yang terdiri dari tiga unsur yaitu biologi,

fisik dan sosial ekonomi yang meliputi kondisi fisik rumah, jenis bahan bakar,

ventilasi, kepadatan hunian, care seeking, kebiasaan orang tua merokok, polusi

asap dapur, lokasi dapur, pendidikan ibu, pekerjaan orang tua, dan pengahasilan

keluarga. Selain kondisi fisik rumah, faktor ekstrinsik yang berpengaruh terhadap

kejadian ISPA pada balita yaitu:


a. Pendidikan

Pendidikan adalah proses seseorang mengembangkan kemampuan,

sikap dan bentuk-bentuk tingkah laku lainnya dalam masyarakat tempat

dia hidup, proses sosial yakni seseorang dihadapkan pada pengaruh

lingkungan yang terpilih dan terkontrol (khususnya yang datang dari

sekolah), sehingga ia dapat memperoleh atau mengalami perkembangan

kemampuan sosial dan kemampun individu yang optimal. Kualitas

pendidikan berbanding lurus dengan penyakit (Ahcmad Munib dkk,

2004:33).

Dalam Juli Soemirat Slamet (2002:87), menyatakan bahwa kualitas

pendidikan berbanding lurus dengan pencegahn penyakit. Demikian juga

dengan pendapatan, kesehatn lingkungan dan informasi yang didapat

tentang kesehatan. Semakin rendah pendapatan ibu makan semakin tinggi

resiko ISPA pda balita

b. Status Ekonomi

Status ekonomi adalah kedudukan seseorang atau keluarga di

masyarakat berdasarkan pendapatan per bulan. Status ekonomi dapat

dilihat dari pendapatan yang disesuaikan dengan harga barang pokok

(Kartono, 2006)

Status ekonomi sangat sulit dibatasi. Hubungan dengan kesehatan

juga kurang nyata yang jelas bahwa kemiskinan erat kaitanya dengan

penyakit, hanya saja sulit dianalisis yang mana sebab dan mana akibat.

Status ekonomi menentukan kualitas makanan, hunian, kepadatan, gizi,

taraf pendidikan, tersedianya fasilitas air bersih, sanitasi, besar kecilnya


keluarga, teknologi dll (Juli Soemirat, 2000:88). Tingkat penghasilan

sering dihubungkan dengan pemanfaatan pelayanan kesehatan maupun

pencegahan. Seseorang kurang memanfaatkan pelayanan kesehatan yang

ada mungkin karena tidak cukup uang untuk membeli obat, membayar

transport dll (Soekidjo Notoatmodjo, 2002:18).

c. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah

seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.

Pengetahuan atau kognitif merupakan hasil domain yang terpenting dalam

membentuk tindakan seseorang (Soekidjo Notoatmodjo, 2003:121).

Pengetahuan kesehatan akan berpengaruh kepada perilaku sebagai

hasil jangka menengah (intermediate impact) dari pendidikan kesehatan.

Selanjutnya perilaku kesehatan akan berpengaruh pada meningkatnya

indikator kesehatan masyarakat sebagai keluaran (outcame) pendidikan

kesehatan (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:106).

Untuk dapat merubah perilaku masyarakat menjadi perilaku yang

sehat, perlu pendidikan atau penyuluhan kepada masyarakat. Karena

tujuan pendidikan kesehatan adalah untuk mengubah perilaku masyarakat

yang tidak sehat menjadi sehat dan terlindung dari penyakit (Juli Soemirat,

2009:9).

d. Pemberian ASI eksklusif

Bayi atau balita yang kekurangan gizi sangat rentan terhadap

penyakit penyakit infeksi , termasuk diare dan infeksi saluran pernafasan.

Oleh karena itu, pemenuhan gizi bayi memerlukan perhatian yang serius.
Gizi bagi bayi yang paling sempurna dan paling murah adalah Air Susu

Ibu (Soekidjo Notoatmodjo, 2007:244).ASI adalah cairan hidup yag

mengandung zat kekebalan yang akan melindungi bayi dari berbagai

penyakit infeksi bakteri, virus, parasit dan jamur. Bayi ASI eksklusif akan

lebih sehat dan lebih jarang sakit dibandingkan bayi yang tidak

mendapatkan ASI eksklusif (Utami Roesli, 2008:8).

e. Keberadaan Anggota Keluarga yang Menderita ISPA

Faktor perilaku dalam pencegahan dan penanggulangan ISPA pada

bayi dan balita dalam hal ini adalah praktek penanganan ISPA di

keluarga, baik yang dilakukan oleh ibu ataupun anggota keluarga lainnya.

Keluarga meupakan unit terkecil dari masyarakat yang berkumpul dan

tinggal dalam satu rumah tangga, satu sama lainnya saling tergantung dan

berinteraksi, bila salah satu atau beberapa anggota keluarganya

mempunyai masalah kesehatan, maka akan berpengaruh terhadap keluarga

lainnya, apalagi untuk penyakit menular sperti ISPA (Depkes RI, 2001:2).

2.3.4 Penularan ISPA

ISPA ditularkan lewat udara. Pada saat orang terinfeksi batuk, bersin atau

bernafas, bakteri atau zat virus yang menyebabkan ISPA dapat ditularkan pada

orang lain (orang lain menghirup kuman tersebut). Ada faktor tertentu yang dapat

memudahkan penularan:

1. Kuman (bakteria dan virus) yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam

rumah yang mempunyai kurang ventilasi (peredaran udara) dan ada banyak

asap (baik asap rokok maupun asap api).


2. Orang yang bersin/batuk tanpa menutup mulut dan hidung akan mudah

menularkan kuman pada orang lain.

3. Kuman yang menyebabkan ISPA mudah menular dalam rumah yang ada

banyak orang (mis. banyak orang yang tinggal di satu rumah kecil)

(Misnadiarly, 2008).

2.3.5 Klasifikasi (Naning, dkk. 2012) Klasifikasi ISPA di antaranya :

1. Infeksi Saluran Pernafasan Atas

a. Rinitis

Dapat dikenal juga sebagai common cold, coryza, cold atau

salesma adalah salah satu dari penyakit tersering pada anak dengan

gejala utama hidung buntu, adanya sekret hidung, bersin, nyeri

tenggorokan dan batuk. Rinitis yang disebabkan oleh virus influenza.

Cara penularan pada rinitis yaitu pada virus influenza ditularkan

melalui inhalasi aerosol partikel kecil, sedangkan Rhinovirus

ditularkan melalui kontak tangan dengan sekret.

Terdapat beberapa usaha untuk mengatasi hidung tersumbat,

misalnya anak yang lebih besar dianjurkan untuk melakukan elevasi

kepala saat tidur. Pada bayi dan anak direkomendasikan untuk

memberikan terapi suportif cairan yang adekuat, karena pemberian

minum dapat mengurangi gejala nyeri atau gatal pada tenggorokan.

Cara terbaik untuk mencegah terjadinya penularan adalah dengan

mencuci tangan, khususnya setelah kontak dengan sekret pasien baik

secara langsung maupun tidak langsung. Pemberian imunisasi


influenza setahun sekali dapat mencegah infeksi influenza dan

komplikasinya.

b. Faringitis, Tonsilitis, Tonsifaringitis Akut

Istilah faringitis akut digunakan untuk menunujukan semua infeksi

akut pada faring, termasuk tonsilitis (tonsilofaringitis) yang

berlangsung hingga 14 hari. Faringitis merupakan peradangan akut

membran mukosa faring.

Gejala faringitis yang khas berupa nyeri tenggorokan dengan

awitan mendadak, disfagia dan demam. Yang biasanya dikeluhkan

oleh anak usia di atas 2 tahun adalah nyeri kepala, nyeri perut, muntah

dan demam.

2. Infeksi Saluran Pernafasan Bawah

a. Bronkitis Akut

Bronkitis akut adalah proses inflmasi selintas yang mengenai

trakea, bronkus utama dan menengah. Sebagian besar bronkitis

disebabkan oleh virus yaitu virus influenza, rhinovirus dan RSV.

Bronkitis akut dengan gejala batuk muncul 3-4 hari setelah rinitis.

Batuk pada mulanya kering dan keras, kemudian menjadi batuk yang

produktif. Karena anak-anak biasanya tidak membuang lendir tetapi

menelannya, maka dapat terjadi gejala muntah pada saat batuk keras.

b. Bronkiolitis

Merupakan penyakit ISPA bagian bawah yang ditandai dengan

inflamasi pada bronkiolus. Penyebabnya seperti adenovirus, virus

influenza, dan rhinovirus. Bronkiolitis paling sering terjadi pada usia


2-24 bulan, dengan tidak mendapat asupan ASI dan hidup di

lingkungan padat penduduk. Dengan gejala pilek ringan, batuk dan

demam, di sertai dengan sesak napas, muntah setelah batuk, rewel, dan

penurunan selera makan.

Dianjurkan pemberian ASI pada bayi untuk mengurangi resiko,

bayi harus dihindarkan dari asap rokok, dan perlu dilakukan edukasi

tentang kesehatan bayi.

c. Pneumonia

Pneumonia adalah inflamasi yang mengenai parenkim paru. Virus

yang ditemukan pada pneumonia adalah RSV, Rhinovirus dan virus

parainfluenza. Sedangkan bakteri yang ditemukan adalah

streptococcus pneumoniae, mycoplasma pneumoniae. Secara umum

gambaran klinis adalah demam, sakit kepala, batuk, mual, muntah, dan

sesak napas.

Berdasarkan (Widoyono,2011) klasifikasi penyakit ISPA terdiri dari:

1. Bukan pneumonia: mencakup kelompok pasien balita dengan batuk yang

tidak menunjukkan gejala peningkatan frekuensi napas dan tidak

menunjukkan adanya tarikan dinding dada bagian bawah kearah dalam.

Contohnya adalah common cold, faringitis, dan ototitis.

2. Pneumonia: adanya batuk atau kesukaran bernapas. Diagnosis gejala ini

berdasarkan usia. Batas frekuensi napas cepat pada anak berusia dua bulan

sampai <1 tahun adalah 50 kali per menit atau lebih dan untuk usia 1

sampai >4 tahun adalah 40 kali per menit.


3. Pneumonia berat: adanya batuk dan disertai sesak napas yaitu adanya

tarikan dinding dada bagian bawah ke arah dalam (chest indrawing) pada

waktu anak menarik napas (pada saat diperiksa anak harus dalam keadaan

tenang tldak menangis atau meronta), pada anak berusia dua bulan sampai

<5 tahun. Untuk anak berusia <2bulan, diagnosis pneumonia berat ditandai

dengan adanya napas cepat yaitu frekuensi pernapasan sebanyak 60 kali

permenit atau lebih, atau adanya tarikan yang kuat pada dinding dada

bagian bawah ke arah dalam (severe chest indrawing).

2.3.6 Manifestasi Klinis

infeksi saluran pernafasan akut bergantung pada tempat infeksi serta

mikroorganisme penyebab infeksi. Semua manifestasi klinis terjadi akibat proses

peradangan dan adanya kerusakan langsung akibat mikroorganisme.

Manifestasi klinis antara lain :

1)    Batuk

2)    Bersin dan kongesti nasal

3)    Pengeluaran mukus dan rabas dari hidung

4)    Sakit kepala

5)    Demam

6)    Malaise (Corwin, 2008)

2.3.7 Pemeriksaan Diagnostik

1. X-Ray pada sinus : Mengkonfirmasi diagnosa sinusitis dan mengindentifikasi

masalah-masalah struktur, malformasi rahang.


2. CT–Scan sinus : Mendeteksi adanya infeksi pada daerah sfenoidal dan

etmoidal.

3. Darah Lengkap : Mendeteksi adanya tanda – tanda infeksi dan anemi. (Marilyn

Dongoes ; 2001, 4)

2.3.8 Penatalaksanaan

a. Non farmakologi

1. Pilek

Jika anak pilek, lubang hidung harus dibersihkan dari ingus agar anak

dapat bernapas dengan lancar. Hati-hati dalam membersihkan hidung,

jangan sampai hidung terluka.

2. Batuk

Dianjurkan memberi obat batuk yang aman yaitu ramuan tradisional

yaitu jeruk nipis ½ sendok teh dicampur dengan kecap atau madu ½

sendok teh , diberikan tiga kali sehari.

3. Pemberian air minum

Usahakan pemberian cairan (air putih). Ini akan membantu

mengencerkan dahak

4. Demam

a) Kompres

Cara mengompres :

i. Ambil sebuah kain bersih (misal sapu tangan)

ii. Sediakan air dingin yang bersih.


iii. Celupkan kain dalam air sampai basah, lalu peras agar tidak terlalu

basah.

iv. Tempelkan kain pada dahi dan kepala anak, tapi jangan sampai

menutupi mata dan muka anak.

v. Demikian seterusnya sampai demam berkurang.

b) Cukup minum, karena demam menyebabkan anak kekurangan cairan

tubuh.

c) Menggunakan pakaian tipis tidak ketat.

d) Istirahat yang cukup untuk menurunkan kebutuhan metabolic

tubuh(Depkes, 1985,hlm. 10).

Untuk batuk pilek tanpa komplikasi diberikan pengobatan simtomatis,

misalnya ekspektoransia untuk mengatasi batuk, sedatif untuk menenangkan

pasien, dan anti peiretik untuk menurunkan demam. Obstruksi hidung pada bayi

sangat sukar diobati. Penghisapan lendir hidung tidak efektif dan sering

menimbulkan bahaya. Cara yang paling mudah untuk pengeluaran sekret adalah

dengan membaringkan bayi tengkurap.

Pada anak besar dapat diberikan tetes hidung larutan efedrin 1%, bila ada

infeksi sekunder hendaknya diberikan antibiotik. Batuk yang produktif (pada

bronkoinfeksi dan trakeitis) tidak boleh diberikan antitusif, misalnya : kodein,

karena menyebabkan depresi pusat batuk dan pusat muntah, penumpukan sekret

hingga dapat meyebabkan bronkopneumonia. (Ngastiyah, 1995 ; 13).


2.3.9 Pencegahan

Pencegahan ISPA sangat erat kaitannya dengan sistem kekebalan tubuh yang

dimiliki oleh seseorang. Seseorang dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah

akan sangat rentan terhadap serangan sehingga pengobatan ISPA biasanya di

fokuskan kepada mereka yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang rendah.

ISPA atau Infeksi Saluran Pernapasan Akut sangat rentan kepada anak-anak,

itulah mengapa kasus ISPA sebagai penyakit dengan prevalensi sangat tinggi di

dunia juga menunjukkan angka kematian anak yang sangat tinggi dibandingkan

penyakit lainnya (Yusri, 2011).

Pencegahan ISPA yang dilakukan adalah upaya yang dimaksudkan agar

seseorang terutama anak-anak dapat terhindar baik itu infeksinya, maupun

melawan dengan sistem kekebalan tubuh, karena vektor penyakit ISPA telah

sangat meluas di dunia, sehingga perlu kewaspadaan diri untuk menghadapi

serangan infeksi, bukan hanya dalam hal pengobatan ISPA (Yusri, 2011).

Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya penyakit ISPA pada

anak antara lain:

a. Mengusahakan agar anak memperoleh gizi yang baik, diantaranya dengan

cara memberikan makanan kepada anak yang mengandung cukup gizi.

b. Memberikan imunisasi yang lengkap kepada anak agar daya tahan tubuh

terhadap penyakit baik.

c. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan agar tetap bersih.


d. Mencegah anak berhubungan dengan klien ISPA. Salah satunya adalah

memakai penutup hidung dan mulut ketika kontak langsung dengan anggota

keluarga atau orang yang sedang menderita penyakit ispa (Adhisty, 2013).

2.4 KONSEP BALITA

Balita adalah bayi dibawah 5 tahun atau masih kecil yang perlu tempat

bergantung pada orang dewasa yang mempunyai kekuatan untuk mandiri dengan

usaha anak balita tumbuh.

1. Tahap – tahap pertumbuhan dan perkembangan

a. Masa neonatal : usia 0 – 28 hari

1) Masa neonatal dini : 0 – 7 hari

2) Masa neonatal lanjut : 8 – 28 hari

3) Masa pasca neonatal : 29 – 1 tahun

b. Masa bayi : usia 0 – 1 tahun

1) Masa bayi dini : 0 – 1 tahun

2) Masa bayi akhir : 1 – 2 tahun

c. Masa pra sekolah (usia 2 – 6 tahun)

1) Pra sekolah awal (masa balita) : mulai 2 – 3 tahun

2) Pra sekolah akhir : mulai 4 – 6 tahun

2.4.1 Masa neonatal

Pada masa ini terjadi adaptasi pada lingkungan perubahan sirkulasi darah serta

mulai berfungsi organ-organ tubuh. Saat lahir berat badan normal dari bayi yang

sehat berkisar antara 3000-3500 gr, tinggi badan sekitar 35 cm, selama 10 hari
pertama biasanya terdapat penurunan berat badan sekitar 10 % dari berat badan

lahir, kemudian berat badan bayi akan berangsur-angsur mengalami kenaikan.

Anda mungkin juga menyukai