Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Perilaku

2.1.1. Defenisi Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas

manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh

pihak luar. Menurut Sunaryo ( 2004) perilaku adalah Aktivitas yang timbul karena

adanya stimulus dan respons serta dapat diamati secara langsung maupun tidak

langsung

Menurut Ensiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan

reaksi organisme terhadap lingkungannya. Menurut Skiner (1938) yang dikutif oleh

Notoatmodjo (2003) merumuskan bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi

seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi

melalui proses adanya stimulus terhadap organisme, dan kemudian organisme

tersebut merespon, maka teori Skinner ini disebut dengan teori “S-O-R” atau

Stimulus-Organisme-Respon. Skinner membedakan adanya dua respon

1. Respondent respon atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu. Stimulus semacam ini disebut

eliciting stimulation karena menimbulkan respon-respon yang relatif tetap.

Misalnya : makanan yang lezat menimbulkan keinginan untuk makan.

Respondent ini juga mencakup perilaku emosional, misalnya dengan mendengar

kabar musibah menjadi sedih.

7
8

2. Operant respon atau instrumental respons, yakni respons yang timbul dan

berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau perangsang tertentu.

Perangsang ini disebut reinforcing stimulation atau reinforce, karena

memperkuat respon. Misalnya apabila seorang petugas melaksanakan tugasnya

dengan baik kemudian memperoleh penghargaan dari atasannya, maka petugas

tersebut akan lebih baik lagi dalam melaksanakan tugasnya.

Dilihat dari bentuk respon terhadap stimulus ini, maka perilaku dapat

dibedakan menjadi dua.

1. Perilaku tertutup (covert behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk terselubung atau tertutup

(covert) dan belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Misalnya berpikir

dan bersikap.

2. Perilaku terbuka (overt behavior)

Respons seseorang terhadap stimulus dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka

dan dapat dengan mudah diamati oleh orang lain. Misalnya penderita TB

minum obat secara teratur.

Namun dalam memberikan respons sangat tergantung pada karakteristik atau

faktor- faktor lain dari orang yang bersangkutan. Faktor-faktor yang membedakan

respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan

perilaku dibedakan menjadi dua yaitu :

1. Determinan atau faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan

yang bersifat given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat

emosional, jenis kelamin, dan sebagainya.


9

2. Determinan atau faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik,

sosial, budaya, ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini

merupakan faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Menurut teori Bloom (1908), yang dijabarkan Notoatmodjo (2003),

membagi perilaku manusia ke dalam tiga kawasan (domain), meskipun kawasan itu

tidak memiliki batasan yang jelas dan tegas. Ketiga kawasan tersebut adalah

kognitif (cognitive), afektif (affective), dan psikomotor (psychomotor). Dalam

perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan

kesehatan, yakni : pengetahuan, sikap, tindakan.

Perilaku dibedakan atas pengetahuan, sikap dan tindakan (Notoatmodjo,

2003) :

a. Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui

pancaindra manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga

(Notoatmodjo, 2003) dalam bukunya mengemukakan bahwa pengetahuan yang

tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari

pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh

pengetahuan.
10

Pengetahuan dibagi atas 6 tingkatan :

1. Tahu (Know)

Diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Termasuk mengingat kembali sesuatu yang spesifik dari seluruh bahan yang

dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Oleh sebab itu tahu ini

merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah.

2. Memahami (Comprehension)

Diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasikan materi tersebut secara

benar. Orang yang telah paham terhadap objek atau materi harus dapat

menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan terhadap objek

yang telah dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari

pada situasi atau kondisi sebenarnya. Aplikasi ini diartikan sebagai penggunaan

hukum, rumus, metode, prinsip, dalam konteks atau situasi yang lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek ke

dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan

masih ada kaitannya satu sama lain. Kemampuan ini dapat dilihat dari

penggunaan kata kerja seperti dapat menggambarkan (membuat bagan),

membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.


11

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk meletakkan atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru.

Dengan kata lain sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi

baru dari formulasi yang ada.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau

penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu didasarkan pada suatu

kriteria yang ditentukan sendiri, atau menggunakan kriteria yang ada.

Ada 2 cara untuk memperoleh pengetahuan menurut Notoatmodjo (2005)

yaitu:

1. Cara tradisional

a) Cara coba salah (trial and error)

Cara yang paling tradisional adalah melalui coba-coba atau dengan kata lain

yang mudah dikenal trial and error. coba-coba ini dilakukan dengan

menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

b) Cara kekuasaan dan otoritas

Pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas atau kekuasaan pada

tradisi otoritas pemerintah, agama maupun ahli ilmu pengetahuan.

c) Berdasarkan pengalaman pribadi

Pengalaman suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan. Oleh

sebab itu pengalaman pribadi pun dapat digunakan sebagai upaya


12

memperoleh kebenaran pengetahuan.

d) Melalui jalan pikiran

Manusia menggunakan penalaran atau jalan pikiran dalam memperoleh

pengetahuannya.

2. Cara modern

Cara modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih

sistematis, logis dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah.

Cara mengukur pengetahuan yang dikutip oleh Wawan&Dewi (2010) menurut

Arikunto (2003) menyatakan bahwa pengetahuan seseorang dapat diketahui dan

diinterprestasikan dengan skala yang bersifat kualitatif, yaitu: baik 76%-100%,

cukup 56%-75%, dan kurang >56%.

b. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap secara nyata menunjukkan konotasi

adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu yang dalam kehidupan sehari-

hari merupakan reaksi yang bersifat emosional terhadap stimulus sosial.

Menurut Newcomb dalam Notoatmodjo (2003) berikut ini adalah proses

terbentuknya sikap dan reaksi :

Stimulus Organisme Reaksi Tingkah Laku


Rangsangan (Terbuka)

Sikap (Tertutup)

Gambar 2.1 Proses Terbentuknya Sikap


13

Dari diagram diatas dapat disimpulkan bahwa sikap bukanlah suatu bentuk

tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

Sikap masih merupakan reaksi tertutup. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi

terhadap objek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek.

Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen

pokok :

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek

2. Kehidupan emosional atau evaluasi tehadap suatu objek

3. Kecendrungan untuk bertindak (tend to behave)

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total

atitude).

Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan

emosi memegang peranan penting. Menurut Purwanto (1999) sikap adalah

pandangan atau perasaan yang disertai kecendrungan untuk bertindak terhadap suatu

obyek. Ciri ciri sikap (Purwanto, 1999) adalah :

1. Sikap bukan dibawa sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang

perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan obyeknya. Sifat ini

membedakannya dengan sifat-sifat biogenetis seperti lapar, haus, kebutuhan

akan istirahat.

2. Sikap dapat berubah-ubah karena itu sikap dapat dipelajari dan karena itu pula

sikap dapat berubah pada orang-orang bila terdapat keadaan-keadaan dan syarat-

syarat tertentu yang mempermudah sikap pada orang itu.


14

3. Sikap tidak berdiri sendiri, tetapi senantiasa mempunyai hubungan tertentu

terhadap suatu obyek. Dengan kata lain, sikap itu terbentuk, dipelajari, atau

berubah senantiasa berkenaan dengan suatu obyek tertentu yang dirumuskan

dengan jelas. Obyek sikap itu dapat merupakan suatu hal tertentu, tetapi dapat

juga merupakan kumpulan dari hal-hal tersebut.

4. Sikap mempunyai segi motivasi dan segi-segi perasaan. Sikap inilah yang

membedakan sikap dari kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan

yang dimiliki orang.

5. Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif. Dalam sikap positif,

kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, mengharapkan obyek

tertentu. Sedangkan dalam sikap negatif terdapat kecendrungan untuk menjauhi,

menghindari, membenci, tidak menyukai obyek tertentu (Purwanto, 1999).

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap dibedakan atas empat tingkatan

yaitu:

1. Menerima (receiving)

Diartikan bahwa orang atau subjek mau dan memperhatikan stimulus yang

diberikan objek

2. Merespon (responding)

Indikasi dari sikap adalah memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (valuing)

Indikasi dari menghargai adalah mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan suatu masalah.


15

4. Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala

resiko adalah merupakan sikap yang paling tinggi dalam tingkatan sikap.

c. Tindakan

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behaviour), untuk terwujudnya sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan (Notoatmodjo, 2003).

Tindakan terdiri dari empat tingkatan, yaitu:

1. Persepsi (perception)

Praktek tingkat pertama adalah mengenal dan memilih berbagai objek

sehubungan dengan tindakan yang akan diambil.

2. Respon Terpimpin (guided response)

Praktek tingkat kedua adalah dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan

yang benar dan sesuai dengan contoh.

3. Mekanisme (mechanism)

Praktek tingkat ketiga adalah apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu

dengan benar secara otomatis, atau sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan,

maka ia sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adaptasi (adaptation)

Adaptasi adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan

baik. Artinya tindakan itu sudah dimodifikasinya tanpa mengurangi kebenaran

tindakan tersebut.
16

2.1.2. Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Perilaku

Menurut Green yang dikutip oleh Notoatmodjo (2007), ada tiga factor yang

pengetahuan, sikap, keyakinan, dan nilai yang berkenaan dengan motivasi seseorang

untuk bertindak. Factor kedua adalah factor pendukung (enabling) yaitu tersedianya

fasilitas, sarana atau prasarana yang mendukung dan memfasilitasi terjadinya

perilaku seseorang atau masyarakat. Factor ketiga adalah factor penguat

(reinforcing) seperti keluarga, tokoh masyarakat, tokoh agama, petugas kesehatan

dan juga termasuk undang-undang atau peraturan-peraturan baik yang dari pusat

maupun kebijakan daerah yang terkait dengan kesehatan.

2.1.3. Bentuk-Bentuk Perubahan Perilaku

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku

itu dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Perubahan alamiah

Sebagian perubahan alamiah disebabkan oleh perubahan alam yang terjadi.

Apabila dalam masyarakat sekitar terjadi suatu perubahan lingkungan fisik atau

sosial budaya dan ekonomi, maka anggota-anggota masyarakat di dalamnya

juga akan mengalami perubahan.

2. Perubahan terencana

Perubahan perilaku ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek

3. Kesediaan untuk berubah

Apabila terjadi suatu inovasi atau program-program pembangunan di dalam

masyarakat, maka yang sering terjadi adalah sebagian orang akan mengadopsi

secara lambat.
17

Hal ini menegaskan bahwa setiap orang di dalam suatu masyarakat mempunyai

kesediaan untuk berubah.

2.2. Teori Mengenai pemanfaatan pelayanan

2.2.1. Teori Andersen

Menurut Andersen yang dikutip Notoadmodjo (2003), bahwa faktor-faktor

yang menentukan pemanfaatan pelayanan kesehatan dibagi menjadi tiga bagian,

yaitu:

1. Karakteristik predisposisi (predisposing characteristics), karakteristik ini

digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa setiap individu mempunyai

kecendrungan berbeda-beda. Hal ini disebabkan karena adanya ciri-ciri

individu yang digolongkan ke dalam ciri-ciri :

a) Varibel demografi (umur, status perkawinan, jumlah keluarga, jenis

kelamin), variabel struktur sosial (pendidikan, pekerjaan, suku bangsa

agama).

b) Kepercayaan dan sikap terhadap pelayanan kesehatan.

2. Karakteristik pendukung (enabling characteristics), karakteristik ini akan

menimbulkan suatu kondisi yang memungkinkan orang untuk memanfaatkan

pelayanan kesehatan atau setidak-tidaknya mereka siap untuk

memanfaatkannya, beberapa faktor harus tersedia untuk menunjang

pelaksanaannya seperti faktor kemampuan (penghasilan, simpanan,dll) dan dari

komunita (fasilitas pelayanan kesehatan)


18

3. Karakteristik kebutuhan (need characteristics), faktor predisposisi dan faktor

yang memungkinkan untuk mencoba pelayanan kesehatan dapat terwujud di

dalam tindakan bila dirasakan sebagai kebutuhan.

2.2.1.1. Karakteristik Demografi

Karakteristik demografi merupakan perbedaan kelompok berdasarkan cirri

khas yang terdapat pada suatu demografi (karakteristik suatu penduduk) (Daryanto,

1997). Faktor yang termasuk ke dalam karakteristik adalah umur, pendidikan,

pekerjaan dan sosial ekonomi.

1. Umur adalah lamanya hidup yang telah dilalui. Umur reproduksi sehat

adalah 20-35 tahun. Menurut Verrall (2003) wanita umur 35-55 tahun

mempunyai resiko tinggi untuk timbulnya kanker serviks, tetapi sekarang

telah terjadi peningkatan jumlah wanita muda yang sel-sel abnormalnya

bahkan dapat didiagnosis pada sitologis serviks.

2. Pendidikan adalah segala usaha untuk membina keperibadian dan

mengembangkan kemampuan manusia Indonesia, jasmani dan rohani yang

berlangsung seumur hidup, baik di dalam maupun di luar sekolah dalam

rangka pembangunan persatuan Indonesia serta masyarakat adil dan makmur

berdasarkan Pancasila (hasibuan, 2005).

3. Pekerjaan adalah aktivitas rutin yang dilakukan subyek penelitian di luar

maupun di dalam rumah yang menghasilkan imbalan materi maupun uang,

(Daryanto, 1997). Pekerjaan lebih banyak dilihat dari kemungkinan

keterpaparan khusus dan derajat keterpaparan tersebut serta besarnya resiko

menurut sifat pekaerjaan juga akan berpengaruh pada lingkungan kerja dan
19

sifat sosial ekonomi karyawan pada pekerjaan tertentu, (Notoatmodjo,

2003).

4. Penghasilan adalah tingkat pendapatan penduduk, semakin tinggi

pendapatan penduduk semakin tinggi pula pengeluaran yang dibelanjakan

untuk barang makanan, semakin tinggi pendapatan keluarga semakin baik

juga status gizi masyarakat, (BPS, 2006).

2.2.2. Teori WHO

Tim kerja pendidikan kesehatan dari World Health Organization (WHO)

membuat rumusan mengenai 4 alasan pokok seseorang untuk berperilaku

(Notoatmodjo, 2005) yaitu:

1. Pemikiran dan perasaan (thoughts and feeling), yaitu adanya pertimbangan-

pertimbangan dari diri sendiri untuk bertindak dan berperilaku.

2. Adanya acuan atau referensi dari seseorang untuk merubah perilaku seseorang

berupa informasi yang berkenaan dengan sakit dan penyakitnya.

3. Sumber daya (resources) dapat mempengaruhi perilaku seseorang atau

masyarakat. Pengaruh sumber daya bersifat positif maupun negatif, misalnya

tersedianya sarana dan prasarana, uang, waktu, tenaga dan sebagainya.

4. Sosial budaya (culture), sosial budaya secara tidak langsung menjadi faktor

eksternal untuk terbentuknya perilaku seseorang.


20

2.3. Pemeriksaan Pap Smear

2.3.1. Pengertian Pap Smear

Test Pap Smear diartikan sebagai pemeriksaan epitel porsio dan endoserviks

uteri untuk pemantauan adanya perubahan diporsio atau serviks pada tingkat pra

ganas dan ganas (Sukaca, 2009)

Test Pap Smear juga diartikan suatu metode pemeriksaan sel-sel yang diambil satu

dari leher rahim dan kemudian di periksa di bawah mikroskop untuk melihat

perubahan-perubahan yang terjadi dari sel tersebut (Diananda, 2009).

2.3.2. Tujuan test Pap Smear

Tujuan dari test Pap Smear menurut Sukaca (2009) sebagai

berikut:

1. Mencoba menemukan sel-sel yang tidak normal dan dapat berkembang

menjadi kanker serviks.

2. Alat untuk mendeteksi adanya gejala pra kanker leher rahim bagi seseorang

yang belum menderita kanker.

3. Untuk mengetahui kelainan-kelainan yang terjadi pada sel-sel kanker leher

rahim.

5. Mengetahui tingkat berapa keganasan serviks.

2.3.4. Sasaran test Pap Smear

Wanita yang dianjurkan untuk melakukan test Pap Smear biasanya mereka

yang tinggi aktivitas seksualnya. Namun tidak menjadi kemungkinan juga wanita

yang tidak mengalami aktivitas seksualnya memeriksakan diri. Wanita-wanita

sasaran test Pap Smear menurut Sukaca (2009) sebagai berikut:


21

1. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berusia muda sudah menikah atau belum

namun aktivitas seksualnya sangat tinggi.

2. Setiap 6-12 bulan untuk wanita yang berganti-ganti pasangan seksual atau

pernah menderita infeksi HPV atau kutil kelamin.

3. Setiap tahun untuk wanita yang berusia di atas 35 tahun.

4. Setiap tahun untuk wanita yang memakai pil KB.

5. Setiap 2-3 tahun untuk wanita yang berusia di atas 35 tahun.

6. Pap Smear test setahun sekali bagi wanita antara umur 40-60 tahun

dan juga bagi wanita di bawah 20 tahun yang seksualnya aktif.

7. Sesudah 2 kali pap test (-) dengan interval 3 tahun dengan catatan bahwa

wanita resiko tinggi harus lebih sering menjalankan pap test.

8. Sesering mungkin jika hasil Pap Smear menunjukan abnormal, sesering

mungkin setelah penilaian dan pengobatan pra kanker maupun kanker

serviks.

2.3.5. Rekomendasi pendeteksian Pap Smear

Jika ingin melakukan tes Pap Smear harus memperhatikan beberapa hal

penting. Hal-hal penting yang harus diperhatikan menurut Sukaca (2009) sebagai

berikut:

1. Waktu pengambilan sebaiknya memperhatikan waktu menstruasi anda yaitu

pengambilan dimulai minimal 2 minggu setelah dan sebelum menstruasi

berikutnya.

2. Harus memberikan sejujur-jujurnya kepada petugas mengenai aktivitas

seksualnya dan riwayat kesehatan yang pernah dideritanya.


22

3. Hindarilah hubungan intim yang tidak boleh dilakukan dalam waktu 24 jam

sebelum pengambilan bahan pemeriksaan.

4. Pembilasan vagina dengan bermacam-macam cairan kimia tidak boleh

dikerjakan dalam 24 jam sebelumnya.

5. Hindarilah pemakaian obat-obatan yang tidak menunjang pemeriksaan Pap

Smear.

6. Jika anda meminum obat maka informasikan kepada petugas sebab beberapa

obat akan mempengaruhi hasil analisis sel.

2.3.6. Klasifikasi hasil pemeriksaan Pap Smear

Mengelompokan atau pengklasifikasian Pap Smear menurut Sukaca (2009)

sebagai berikut:

a. Kelas I

Pada kelas I identik dengan normal smear. Pemeriksaan ulang 1 tahun sekali.

b. Kelas II

Pada kelas II menunjukan adanya infeksi ringan non spesifik, terkadang

disertai dengan kuman atau virus tertentu. Disertai pula dengan kariotik

ringan. Pemeriksaan akan dilakukan 1 tahun lagi. Pengobatannya

disesuaikan dengan penyebabnya. Bila ada radang bernanah maka akan

dilakukan pemeriksaan ulang setelah pengobatan.

c. Kelas III

Kelas III dapat ditemukan sel diagnostik sedang keradangan berat.

Pemeriksaan ulang dilakukan setelah pengobatan.


23

d. Kelas IV

Di kelas IV telah ditemukan sel-sel yang mencurigakan dan ganas.

e. Kelas V

Ditemukan sel-sel ganas.

2.3.7. Cara pemeriksaan Pap Smear

Cara pemeriksaan Pap Smear memang agak berisiko, sebab leher rahim

berada di dalam. Namun petugas yang ahli sudah tentu mengatasi hal ini. Adapun

cara pemeriksaan Pap Smear menurut Sukaca (2009) sebagai berikut:

1. Wajib mengisi wadah spesimen.

Preparat yang digunakan diberi label dengan diisi tulisan tanggal serta

nomer identitas pasien.

2. Menginsersi spekulum dengan ukuran tetap.

3. Empat metode pengumpulan spesimen:

4. Menempatkan ujung spatula kayu.

Sepatula kayu harus mengenai dan masuk kedalam mulut eksternal serviks.

5. Mengambil spesimen kanalis servikalis dengan memutar spatula satu

lingkaran penuh. Ujung kapas dilembabkan dengan normal saline.

Menginsersi aplikator berujung kapas ke dalam saluran serviks 2 cm,

memutar 360 derajat.

6. Menginsersi alat gosok sepanjang 1-2 cm ke dalam saluran servik dan putar

90-180 derajat.

7. Mengumpulkan sel-sel pada spatula kayu, tempatkan dekat label diatas

setengah bagian atas preparat. Usap 1 kali sampai ujung preparat. Setelah itu
24

membalikkan spatula, tempatkan sisi datar lain dekat label pada setengah

bagian bawah preparat dan usap satu kali sampai ujung preparat.

8. Memasukkan bahan preparat didalam tabung berisi larutan fiksasi.

9. Melakukan pengamatan mikroskopik di laboratorium.

2.4. Kanker Serviks

2.4.1. Pengertian Kanker Serviks ( Leher Rahim)

Kanker adalah terjadinya pembelahan sel yang tidak terkendali. dengan

pertumbuhan langsung di jaringan yang bersebelahan (invasi) atau dengan migrasi

sel ke tempat yang jauh (metastasis) (Ghofar, 2009).

Leher rahim adalah bagian dari sistem reproduksi perempuan yang terletak

di bagian bawah yang sempit dari rahim (uterus atau womb). Sedangkan, rahim

adalah suatu organ berongga yang berbentuk buah pir pada perut bagian bawah.

Adapun penghubung rahim menuju vagina adalah mulut rahim (serviks) (Sabrina,

2009).

Kanker serviks adalah suatu proses keganasan yang terjadi pada serviks,

sehingga jaringan di sekitarnya tidak dapat melaksanakan fungsi sebagaimana

mestinya. Keadaan tersebut biasanya disertai dengan adanya perdarahan dan

pengeluaran cairan vagina yang abnormal, penyakit ini dapat terjadi berulang-ulang

(Sukaca, 2009).

Kanker servik adalah kanker yang tumbuh dari sel-sel serviks, kanker

serviks dapat berasal dari sel-sel di leher rahim tetapi dapat pula tumbuh dari sel-sel

mulut rahim atau keduanya (Nurwijaya, dkk., 2010)


25

Kanker leher rahim (kanker serviks) adalah tumor ganas yang tumbuh di

dalam leher / serviks / bagian terendah dari rahim yang menempel pada puncak

vagina (Medicastore, 2007). Kanker serviks adalah kanker yang terjadi pada serviks

uterus, suatu daerah pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk

kearah rahim yang terletak antara rahim (uterus) dengan liang senggama (vagina),

(Sarjadi, 1995). Kanker serviks adalah tumbuhnya sel-sel tidak normal pada leher

rahim. Kanker serviks merupakan kanker yang paling sering dijumpai di Indonesia

dari semua jenis kanker yang menyerang perempuan (Tapan, 2005).

Hampir semua (99,7%) kanker leher rahim secara langsung berkaitan dengan

infeksi sebelumnya dari salah satu atau lebih virus Human Papilloma (HPV), salah

aatu IMS yang paling sering terjadi di dunia (Judson, 1992; Walboomers dkk,

1999). Dari 50 jenis HPV yang menginfeksi saluran reproduksi, 15 sampai 20 jenis

terkait dengan kanker leher rahim.

Infeksi HPV sring tidak menimbulkan gejala. Tanda-tanda infeksi yang

paling umum adalah bintik-bintik kecil berwarna merah muda yang muncul

disekitar kelamin yang terasagatal dan panas seperti terbakar. Setelah seorang

wanita terinfeksi HPV, infeksi bisa stabil lokal, bisa membaik secara spontan, atau

jika leher rakim terkena, bisa berkembang menjadi lesi derajat rendah ( low grade

squamous intraepithelial lesions = LGSILs), yang disebut juga Neoplasma

Intraepithelial Serviks Ringan (mild cervikal intraepithelial neoplasma = CIN 1)

atau displaia awal. Sebagian besar lesi derajat rendah (CIN !) dapat hilang tanpa

pengobatan atau tidak berkembang, terutama yang terjadi pada wanita muda

( gambar 2.1). diperkirakan dari setiap 1 juta wanita yang terinfeksi, 10% akan
26

berkembang menjadi pra kanker leher rahim. Perubahan pra kanker ini sering terjadi

pada wanita umur 30 dan 50 tahun. Riwayat alami terjadinya kanker serviks dapat

digambarkan sebagai berikut :

Serviks normal
60%
Membaik Infeksi
Dalam waktu 2-3 th HPV
Perubahan yang berkaitan dengan HPV

Sekitar 15% berkembang


Dalm 3-4 tahun
Lesi derajat rendah
Kopaktor
30-70% berkembang HPV resiko
Dalam 10 tahun tinggi
Lesi derajat tinggi

Kanker invasif

Gambar 2.1 Riwayat Alami Kanker Leher Rahim


Sumber PATH 1997

2.4.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kanker Serviks

Faktor-faktor resiko yang mempengaruhi adanya kanker serviks adalah

sebagai pemicu tumbuhnya sel tidak normal. Beberapa factor predisposisi kanker

serviks ada tiga factor yaitu factor individu, factor resiko dan factor serviks ada tiga

pasangan laki-laki (Sukaca, 2009).

Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kanker serviks menurut Sukaca

(2009) sebagai berikut:

1. Faktor Resiko
27

a) Makanan

Makanan yang mungkin juga meningkatkan resiko terjadinya kanker serviks

pada wanita adalah makanan yang rendah : beta karoten, vit A, C, dan E.

b) Pemakaian Kontrasepsi

Penggunaan kontrasepsi pil dalam jangka waktu yang lama (5 tahun atau

lebih) meningkatkan resiko kanker serviks sebanyak 2 kali.

c) Pemakaian DES (dietilstilbesterol)

Pemakain DES pada obat penguat kandungan adalah untuk wanita hamil,

yang bertujuan untuk mencegah keguguran bnyak digunakan pada tahun

1940-1970), ini sebenarnya dapat memicu kanker serviks.

d) Golongan ekonomi lemah

Golongan ekonomi lemah tidak mampu melakukan Pap Smear secara rutin.

Pengetahuan mereka mengenai resiko kanker serviks juga sangat rendah.

Oleh karena itu mereka banyak yang terjangkit penyakit ini.

2. Faktor Individu

a) HPV (Human Papillomavirus)

Infeksi HPV dapat menyebabakan kanker serviks. Dua sub tipe HPV dengan

resiko tinggi keganasan, yaitu tipe 16 dan 18 yang ditemukan pada 70%

kanker leher rahim.

b) Herpes Simpleks Virus (HVS) tipe 2

Pada awal tahun 1970 herpes simpleks tipe 2 sebagai timbulnya kanker

serviks. Virus ini hanya diduga sebagai faktor pemicu terjadinya kanker.
28

c) Merokok

Sebuah penelitian menunjukkan, lendir serviks pada wanita perokok

mengandung nikotin dan zat-zat lainnya yang ada di dalam rokok. Zat-zat

tersebut akan menurunkan daya tahan

d) Umur

Menopause memang akan dialami semua wanita. Pada masa itu sering

terjadi perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim. Pada usia 35-55 tahun

memiliki resiko 2-3 kali lipat untuk menderita kanker serviks.

e) Paritas

Paritas merupakan seorang wanita yang pernah melahirkan bayi yang dapat

hidup. Paritas yang berbahaya adalah dengan memiliki jumlah anak lebih

dari dua orang atau jarak dengan memiliki jumlah anak lebih dari dua orang

atu jarak persalinan terlalu dekat. Sebab dapat menyebabkan timbulnya

perubahan sel-sel abnormal pada mulut rahim.

3. Faktor Pasangan

a) Hubungan seks dalam usia muda

Faktor resiko ini merupakan faktor utama. Berdasarkan penelitian para ahli,

perempuan yang melakukan hubungan seks pada usia kurang dari 17 tahun,

mempunyai resiko tiga kali lebih besar daripada yang menikah pada usia

lebih dari 20 tahun.

b) Pasangan seksual lebih dari satu (multipartner sex)


29

Perilaku berganti-ganti pasangan akan meningkatkan penularan penyakit

kelamin. Penyakit yang ditularkan seperti HPV telah terbukti dalam

meningkatkan timbulnya kanker serviks. Resiko terkena kanker serviks

menjadi 10 kali lipat pada wanita yang mempunyai teman seksual 6 orang

atau lebih. Disamping itu, virus herpes simpleks tipe -2

2.4.3. Gejala Kanker Serviks

Ada beberapa gejala dan cara pemeriksaan serviks menurut Sukaca (2009)

sebagai berikut:

Gejala penderita pra kanker serviks tidak mengalami gejala atau tanda khas.

1. Beberapa gejala-gejala yang sering ditemukan menurut Sukaca (2009)

sebagai berikut:

a) Keluar cairan encer dari vagina (keputihan).

b) Pendarahan setelah senggama yang kemudian berlanjut menjadi

pendarahan yang abnormal.

c) Timbulnya pendarahan setelah masa menopause.

d) Pada fase invasi dapat keluar cairan berwarna kekuning-kuningan, berbau

dan dapat bercampur darah.

e) Timbul gejala anemia bila terjadi pendarahan kronis.

f) Terjadi nyeri panggul (pelvis) atau di perut bagian bawah bila ada radang

panggul.

g) Pada stadium lanjut, badan menjadi kurus kering karena kurang gizi,

edema kaki, timbul iritasi kandung kencing dan poros usus besar bagian

bawah (rektum).
30

Namun bila sel-sel tidak normal ini berkembang menjadi kanker serviks,

menurut Sukaca (2009) gejalanya berupa:

a. Perdarahan pada vagina dan tidak normal. Hal ini dapat ditandai dengan

pendarahan di antara periode menstruasi yang regular, periode menstruasi

yang lebih lama dan lebih banyak dari biasanya, perdarahan setelah hubungan

seksual atau pemeriksaan panggul.

b. Rasa sakit saat berhubungan seksual.

c. Jika kanker berkembang makin lanjut maka dapat timbul gejala- gejala seperti

berkurangnya nafsu makan, penurunan berat badan, kelelahan, nyeri panggul

dan tungkai, keluar air kemih dan tinja dari vagina.

2.4.4. Mencegah Kanker Serviks

Adapun cara mencegah pra kanker dan cara menghindari kanker serviks

menurut Sukaca (2009) sebagai berikut:

a. Mencegah displasia atau pra kanker

Pencegahan displasia atau pra kanker adalah pencegahan sebelum datangnya

kanker leher rahim. Menghindari displasia kanker leher rahim sebagai berikut:

b. Pencegahan Primer

Cara-cara pencegahan primer adalah :

1) Tundalah hubungan seksual sampai usia diatas remaja.

2) Batasi jumlah pasangan.

3) Menolak berhubungan seksual dengan yang mempunyai banyak pasangan.

4) Menolak berhubungan seksual dengan orang yang terinfeksi genetalia.

5) Hubungan seksual yang aman, kondom tidak memproteksi infeksi HIV.


31

6) Jika anda merokok maka hentikan merokok

c. Pencegahan Sekunder

Pencegahan sekunder adalah pencegahan yang dilakukan dengan cara uji

Pap Smear dengan teratur. Hal ini dapat dilakukan pada :

a) Semua wanita umur 18 tahun atau telah melakukan hubungan

seksual.

b) Bila telah tiga kali Pap Smear dan hasilnya normal maka pemeriksaan

akan lebih jarang.

c) Wanita yang telah dilakukan pengangkatan rahim.

d) Wanita yang telah menopause masih dibutuhkan pemeriksaan uji Pap

Smear.

d Cara Menghindari Kanker Serviks

Menghindari dapat juga mencegah terjadinya kanker serviks, yang harus

dilakukan untuk menghindari kanker ini dengan cara sebagai berikut:

a) Menunda waktu untuk menjadi wanita yang memiliki aktivitas seksual

yang tinggi Orang yang aktifitas seksualitasnya tinggi dapat

terjangkitnya kanker rahim, maka semakin muda orang melakukan

hubungan seksual maka akan semakin besar kemungkinan

berkembangnya kanker serviks.

b) Jangan berganti-ganti pasangan pasangan

Semakin banyak seorang wanita memiliki pasangan seks maka

semakin besar pula kemungkinan tertular virus ini.


32

c) Melakukan vaksinasi HPV (Human Papillomavirus)

Vaksin HPV dapat dilakukan sebelum remaja. Bila dilakukan saat

umur 9 tahun. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan saat umur 9

tahun. Hal ini dilakukan agar dapat dilakukan saat umur 9 tahun.

d) Melakukan pemeriksaan rutin

Pemeriksaan rutin dapat dilakukan dengan bermacam- macam.

Namun yang paling sering adalah dengan menggunakan Pap Smear.

e) Hindarilah rokok

Zat yang terkandung dalam nikotin akan mempermudah selaput sel

lendir sel-sel tubuh beraksi. Sedangkan isi dari serviks adalah lendir.

Dengan begitu resiko untuk berkembangnya sel yang abnormal akan

semakin mudah.

f) Jangan mencuci vagina terlalu sering

Pencucian vagina terlalu sering dapat menimbulkan iritasi berlebihan.

Dengan begitu maka akan merangsang terjadinya perubahan sel. Pada

akhirnya dapat menyebabakan terjadinya perubahan sel.

g) Hindari lemak tinggi

Wanita yang banyak mengkonsumsi lemak akan lebih beresiko

terkena kenker. Untuk mencegah timbulnya kanker, sebaiknya hindari

mengkonsumsi makanan berlemak tinggi dan mulai mengkonsumsi

makanan yang sehat dan segar.

2.4.5. Cara Pengobatan Kanker Serviks


33

Ada beberapa cara kanker serviks Menurut Sukaca (2009) cara

pengobatannya sebagai berikut:

1. Dengan vaksin HPV atau screening

Vaksin HPV dapat berguna dalam pengobatan sedangkan screening untuk

mengurangi kejadian kanker serviks. Kedua kombinasi ini juga bisa

mengobati kondisi pra kanker dan serviks pada kasus yang ringan.

2. Vaksin menggunakan AS04

Sistem ajuvan nomor 4 (AS04) dapat merespon tubuh

Dari penelitian dengan menggunakan AS04 maka dapat dibandingkan

dengan sistem vaksin yang lain. Menurut penemuan menyebabkan:

a. Antibodi yang tinggi terhadap HPV tipe 16 dan 18 (menyebabkan 70%

kanker serviks di dunia).

b. Perempuan yang di vaksinasi dengan rentang usia yang luas 10 tahun

hingga 55 tahun.

2.5. Pasangan Usia Subur (PUS)

Dikutip dari Statistik Indonesia (2011) dalam pengertian dan istilah

Keluarga Berencana (KB) menjelaskan bahwa Pasangan Usia Subur (PUS) adalah

pasangan suami istri yang istrinya berumur 15-49 tahun ini dengan dibedakan

perempuan usia subur yang berstatus janda atau cerai.


34

Sedangkan menurut Hanafi (2004), PUS yaitu umur 15-49 tahun dengan

jalan mereka bertahap menjadi peserta KB yang aktif dan rutin, sehingga memberi

efek langsung penurunan fertilitas. Dengan mulainya PUS menggunakan KB, PUS

juga harus waspada terhadap kanker serviks. Penggunaan KB seperti kontrasepsi pil

waspada terhadap kanker serviks. Penggunaan KB seperti kontrasepsi pil dalam

jangka waktu yang lama (5 tahun atau lebih) meningkatkan resiko kanker serviks

sebanyak 2 kali (Sukaca, 2009).

Menurut Price (2006) kejadian kanker serviks pada usia muda disebabkan

karena melakukan aktivitas seksual pada usia muda yaitu umur kurang dari 20

tahun. Tambunan (1991) menyatakan bahwa Semakin muda wanita melakukan

hubungan seksual semakin besar resiko menderita karsinoma serviks uteri dan

menikah usia 20 tahun dianggap usia muda.

Umur yang dikutip Nursalam (2003) menurut Elisabeth Bh yaitu umur

individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun. Sedangkan

menurut Huclok (1998) semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan

seseorang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja. Usia reproduksi wanita di

golongkan menjadi dua yaitu usia reproduksi sehat dan usia reproduksi tidak sehat.

Usia reproduksi sehat yaitu mulai dari umur 20 tahun sampai 35 tahun. Sedangkan

usia reproduksi tidak sehat yaitu kurang dari 20 tahun dan lebih dari 35 tahun

(Manuaba, 1998)

Usia reproduksi tidak sehat/ berisiko untuk hamil dan melahirkan, juga

berisiko terkena kanker leher rahim karena tingkat displasia tertinggi umur 35
35

tahun. Displasia tingkat tinggi (CIN II atau III) dapat dideteksi 10 tahun atau lebih

sebelum kanker tumbuh.

Anda mungkin juga menyukai