Anda di halaman 1dari 21

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Perilaku Masyarakat

2.1.1 Pengertian

Perilaku dari pandangan biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas

organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakekatnya adalah

suatu aktivitas dari manusia itu sendiri, atau apa yang dikerjakan organisme

dengan baik dan dapat diamati secara langsung. (Notoatmodjo, 2003).

Gejala perilaku yang tampak pada kegiatan organisme tersebut

dipengaruhi oleh faktor keturunan dan lingkungan. Secara umum faktor genetik

(keturunan) dan lingkungan dapat dikatakan sebagai penentu dari perilaku

manusia, keturunan merupakan konsepsi dasar untuk perkembangan perilaku

mahluk hidup selanjutnya, sedang lingkungan merupakan kondisi atau lahan

untuk perkembangan perilaku.

Menurut Skinner 1938 yang dikutip Soekidjo 2003 mengatakan bahwa

perilaku adalah hasil hubungan antara rangsangan dan respon. Ia membedakan

menjadi dua respon yaitu;

1) Responden response atau reflexive ialah respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan tertentu. Perangsangan semacam ini disebut eliciting

stimulus karena menimbulkan respon yang relatif tetap. Responden response

mencakup juga emosional response.

2) Operant response atau instrumental response adalah respon yang timbul dan

berkembang diikuti oleh perangsangan tertentu . Perangsang semacam ini

disebut reinforcing stimulti karena perangsangan–perangsangan tersebut

6
7

memperkuat respon yang telah dilakukan. Oleh karena perangsangan yang

demikian itu mengikuti perilaku tertentu.

2.1.2 Bentuk perilaku masyarakat

Secara lebih operasional perilaku dapat diartikan suatu respon organisme

atau seseorang terhadap rangsangan dari luar obyek tersebut. Respon ini

berbentuk dua macam yaitu;

1) Bentuk pasif adalah respon internal, yaitu terjadi di dalam diri manusia dan

tidak secara langsung dapat terlihat oleh orang lain misalnya berfikir, sikap

batin, dan pengetahuan.

2) Bentuk aktif yaitu apabila perilaku itu jelas dapat diobservasi secara langsung.

Perilaku akan tampak dalam bentuk tindakan yang nyata atau overt behavior.

(Notoatmodjo, 2003).

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa sikap dan pengetahuan

seseorang merupakan respon terhadap stimulus atau rangsangan yang masih

bersifat terselubung sedangkan tindakan nyata seseorang sebagai respon terhadap

stimulus merupakan overt behavior.

2.2 Konsep Dasar Pengetahuan, Sikap, dan Tingkat Pendidikan

2.2.1 Pengetahuan

Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang

melakukan penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi

melalui panca indera manusia yaitu; indera penglihatan, pendengaran, penciuman,

dan rasa. Sebagai besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

(Notoatmodjo, 2003).

Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk


8

terbentuknya tindakan seseorang. Pengetahuan yang dicakup di dalam domain

kognitif mempunyai enam tingkatan yaitu :

1) Tahu, diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya, termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat

kembali terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau

rangsangan yang diterima.

2) Memahami, adalah suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang

obyek yang diketahui dan dapat menginterpretasikan materi secara benar

3) Aplikasi, diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah

dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya.

4) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi ke dalam

komponen-komponen, tetapi masih dalam struktur organisasi tersebut, dan

masih ada kaitannya satu sama lain

5) Sintesis merupakan suatu kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan

bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru

6) Evaluasi adalah kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi

atau obyek, penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang telah ditentukan

sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada.

Dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh

pengetahuan akan lebih langgeng dari perilaku yang tidak didasari pengetahuan.

Penelitian Rogers 1974 yang di kutip Notoatmojo, 2003 mengungkapkan bahwa

sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi

proses yang berurutan, yaitu :

1) Awereness (kesadaran) dimana orang tersebut menyadari dalam arti


9

mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus

2) Interest, dimana orang mulai tertarik kepada stimulus

3) Evaluation, adalah menimbang-nimbang terhadap baik tidaknya stimulus

tersebut

4) Trial, yaitu dimana orang telah mulai mencoba perilaku baru

5) Adoption, dimana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.

Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogers, menyimpulkan

bahwa perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut.

2.2.2 Sikap

Sikapnya belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan tetapi

merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku dan kesiapan untuk bereaksi

terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap obyek.

Menurut Notoatmojo, 2003 menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga

komponen pokok yaitu :

1) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu obyek

2) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu obyek

3) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh.

Dalam penentuan sikap ini pengetahuan, berfikir, keyakinan, dan emosi

memegang peranan yang penting.

2.2.3 Tingkat pendidikan.

Tingkat pengetahuan suatu masyarakat dapat dilihat dari tingkat

pendidikan masyarakat tersebut, meskipun tingkat pendidikan bukanlah satu-


10

satunya faktor yang mempengaruhi tingkat pengetahuan. Pendidikan masyarakat

Indonesia dapat dikelompokkan berdasarkan tingkat pendidikan dengan melihat

ijazah yang dimiliki, maka akan diperoleh lima kelompok yaitu kelompok

masyarakat non pendidikan (tidak lulus SD), kelompok masyarakat lulus SD,

kelompok masyarakat lulus SLTP, kelompok masyarakat lulus SLTA, kelompok

masyarakat lulus perguruan tinggi. (Notoatmojo, 2003).

Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk bersikap dan berperan

serta dalam pembangunan kesehatan. Masyarakat yang berpendidikan akademi

kesehatan akan mempunyai pengetahuan lebih tentang kesehatan dibanding

masyarakat yang berpendidikan ekonomi. (Notoatmojo, 2003).

Menurut Suwarno 1992 yang dikutip Nursalam 2001 pendidikan

merupakan bimbingan yang diberikan oleh seseorang terhadap perkembangan

orang lain menuju ke arah suatu cita-cita tertentu. Jadi dapat dikatakan pendidikan

itu menuntun manusia untuk mencapai keselamatan dan kebahagiaan. Pendidikan

diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang

kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidupnya. Semakin tinggi tingkat

pendidikan seseorang semakin mudah menerima informasi, sebaliknya pendidikan

yang kurang akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap nilai-nilai

baru yang diperkenalkan. (Kuncoroningrat, 1999 ; Nursalam, 2001).

Menurut John Dewey 1997 mengatakan bahwa melalui pendidikan

seseorang akan mempunyai kecakapan, mental, dan emosional yang membantu

seseorang untuk dapat berkembang mencapai tingkat kedewasaan. Dalam teori ini

tingkat pendidikan seseorang sangat mempengaruhi semua aktifitas yang


11

dilakukannya. Hal ini disebabkan karena dalam proses pendidikan terjadi

perubahan kecakapan, mental, dan emosional ke arah tingkat kedewasaan yang

lebih tinggi.

2.3 Konsep Kesehatan Lingkungan

Kesehatan lingkungan pada hakikatnya adalah suatu kondisi atau keadaan

lingkungan yang optimum sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya

status kesehatan yang optimum pula. (Notoatmojo, 2003).

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang

saling berkaitan dengan masalah-maslah lain di luar kesehatan itu sendiri.

Demikian pula pemecahan kesehatan masyarakat , tidak hanya dilihat dari segi

kesehatanya sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya

terhadap masalah “sehat-sakit” atau kesehatan tersebut. (Notoatmojo, 2003).

Berdasarkan peristiwa kejadiannya faktor lingkungan dibedakan menjadi

dua macam, yaitu lingkungan alamiah dan lingkungan buatan. Lingkungan

alamiah artinya segala sesuatu yang telah ada di alam sedangkan lingkungan

buatan merupakan hasil karya, karsa, dan cipta dari mahluk hidup termasuk

manusia.

Pembagian lain dari lingkungan didasarkan dari wujud faktor lingkungan

tersebut, yaitu lingkungan materi dan lingkungan non materi. Lingkungan materi

dapat berupa kehidupan seperti manusia, hewan, tumbuhan, dan dapat pula berupa

benda mati misalnya batu, kayu, dan lainnya yang umumnya mempunyai sifat

tidak tumbuh, tidak berkembang, dan tidak dapat menahan energi tanpa

penghancuran. Sedangkan lingkungan non materi berupa adat-istiadat,

kebudayaan, dan kepercayaan. (Notoatmojo, 2003).


12

Dalam kehidupan sehari-hari lingkungan fisik manusia sifatnya tidak statis

karena pengaruh dari perkembangan ilmu dan tehnologi modern. Lingkungan

yang ada mempunyai hubungan dengan perkembangan fisik, keadaan kesehatan,

dan kelangsungan hidup manusia.

2.3.1 Pengaruh lingkungan terhadap kesehatan

Pengaruh lingkungan kesehatan terhadap kesehatan manusia berdasarkan

akibat yang timbul secara umum dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu; 1)

akibat atau masalah yang ditimbulkan segera terjadi, artinya begitu faktor

lingkungan yang tidak menguntungkan tersebut hadir atau tidak hadir dalam

kehidupan, maka akan timbul suatu penyakit, 2) akibat atau masalah yang timbul

terjadi secara lambat laun artinya terdapat tenggang waktu antara hadir atau tidak

hadirnya faktor lingkungan yang tidak menguntungkan dengan munculnya

penyakit. Pengaruh yang berlangsung secara terus menerus serta terdapat sifat

akumulatif di dalamnya.

Peranan faktor lingkungan dalam menimbulkan penyakit dapat dibedakan

atas empat macam yaitu ;

1) Sebagai faktor predisposing, artinya berperan dalam menunjang terjangkitnya

suatu penyakit pada manusia. Misalnya keluarga yang tinggal di suatu rumah

di daerah yang endemis terhadap penyakit DHF.

2) Sebagai penyebab secara langsung. Seorang yang bekerja pada pabrik

peleburan baja akan mudah di terkena penyakit keruh lensa, sebagai akibat

dari sinar atau nyala api yang hebat di pabrik peleburan baja tersebut karena

tidak mempergunakan kaca mata pelindung.


13

3) Sebagai medium transmisi penyakit, misalnya air yang menggenang akan

menjadi tempat perindukan nyamuk.

4) Sebagai faktor yang mempengaruhi perjalanan suatu penyakit, misalnya udara

yang panas akan memperberat penderita penyakit jantung.

2.3.2 Lingkungan perumahan

Perbedaan corak, bentuk atau keadaan perumahan satu masyarakat dengan

masyarakat lainnya, umumnya dipengaruhi faktor lingkungan, tingkat

perekonomian masyarakat, kemajuan tehnologi, dan kebijakan dari pemerintah.

Faktor lingkungan di mana masyarakat itu berada baik lingkungan fisik, biologis,

ataupun sosial. Suatu daerah dengan lingkungan fisik berupa pegunungan, tentu

bentuk perumahannya akan berbeda dengan perumahan di daerah pantai,

demikian pula berbeda dengan perumahan yang beriklim dingin dengan daerah

yang beriklim panas.

Masyarakat yang bertempat tinggal di daerah lingkungan biologis yang

banyak hewannya akan mempengaruhi bentuk rumah, sehingga rumahnya lebih

terlindung. Demikian pula dengan lingkungan sosial, seperti adat-istiadat, dan

kepercayaan akan banyak memberi pengaruh pada bentuk rumah yang didirikan.

Masyarakat yang memiliki keluarga besar akan mempunyai rumah yang lebih

besar dengan maksud agar sebanyak mungkin anggota keluarganya dapat tinggal

bersama. Masyarakat yang percaya pada tahayul bahwa penyakit datang melalui

angin, akan mempunyai rumah yang secara relatif tidak cukup ventilasi dan

sistem pencahayaan.
14

Perumahan harus di bangun sedemikian rupa sehingga dapat terpenuhi

syarat-syarat perumahan yang dianggap pokok untuk terjaminnya kesehatan.

Syarat-syarat tersebut ialah;

1) Terpenuhinya kebutuhan fisik dasar dari penghuninya. Kebutuhan fisik dasar

manusia tidak berbeda antara satu masyarakat atau bangsa dengan masyarakat

atau bangsa lainnya. Hal yang harus diperhatikan adalah terpeliharanya atau

dipertahankan suhu lingkungan, terjaminnya penerangan, terpeliharanya udara

segar dengan ventilasi yang sempurna, dan terlindunginya dari kebisingan.

2) Terpenuhinya kebutuhan kejiwaan dasar dari penghuninya. Hal ini tergantung

dari pola hidup yang dimiliki penghuninya, maka apa yang disebut kebutuhan

kejiwaan dasar ini amat relatif sekali.

3) Melindungi penghuninya dari kemungkinan penularan penyakit atau

berhubungan dengan zat-zat yang membahayakan kesehatan. Dari segi ini,

maka rumah yang sehat adalah rumah yang di dalamnya tersedia air bersih

yang cukup, ada tempat pembuangan sampah dan tinja yang baik, terhindar

dari penularan penyakit pernafasan, terlindung dari kemungkinan pengotoran

terhadap makanan, tidak menjadi tempat bersarang binatang melata atau

penyebab penyakit lainnya.

4) Melindungi penghuninya dari kemungkinan terjadinya bahaya atau

kecelakaan. Termasuk di dalamnya bangunan yang kokoh, terhindar dari

bahaya kebakaran, alat-alat listrik yang terlindung, tidak menyebabkan

keracunan gas bagi penghuninya, dan terlindung dari kecelakaan lalu-lintas.

Dari keempat syarat yang dikemukakan ini, dapat dipahami bahwa rumah

yang sehat bukanlah berarti rumah yang mahal. Rumah yang dibangun dari
15

bangunan yang sederhana jika ke semua syarat diatas terpenuhi, dapat dikatakan

suatu rumah yang sehat. (Notoatmojo, 2003).

2.4 Konsep Kesehatan Masyarakat

2.4.1 Pengertian

Menurut Kuntjoroningrat 1990 yang dikutip oleh Nasrul Effendy 2002

masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul atau dengan istilah

lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia yang saling berinteraksi dalam

suatu sistem adat istiadat tertentu yang bersifat kontinyu dan terikat oleh suatu

rasa identitas bersama.

2.4.2 Ciri- ciri masyarakat Indonesia

Dilihat dari struktur sosial dan kebudayaan Indonesia dibagi dalam tiga

kategori dengan ciri- ciri sebagai berikut : (Nasrul Effendy, 2002).

1) Masyarakat desa

Dalam masyarakat desa terbina hubungan keluarga dan masyarakat sangat

kuat, yang didasarkan kepada adat istiadat yang kuat sebagai organisasi sosial,

percaya kepada kekuatan gaib, tingkat buta huruf relatif tinggi, berlakunya

hukum tidak tertulis yang intinya diketahui dan dipahami oleh setiap orang,

tidak ada lembaga pendidikan khusus dalam bidang ketrampilan akan tetapi

diwariskan oleh orang tuanya langsung kepada keturunannya, sistem ekonomi

sebagian besar ditujukan untuk memenuhi kebutuhan keluarga, semangat

gotong-royong dalam bidang sosial dan ekonomi sangat kuat.

2) Masyarakat madya

Dalam masyarakat madya mempunyai ciri-ciri hubungan keluarga masih kuat,

hubungan kemasyarakatan mulai mengendor, adat istiadat masih dihormati


16

dan sikap masyarakat mulai terbuka dari pengaruh luar, timbulnya rasionalitas

dalam berpikir, adanya lembaga pendidikan dan ketrampilan, tingkat buta

huruf sudah mulai menurun, ekonomi masyarakat lebih banyak mengarah

kepada produksi pasaran, gotong-royong tradisional tinggal untuk keperluan

sosial dikalangan keluarga dan tetangga.

3) Masyarakat modern

Adapun ciri dari masyarakat modern adalah hubungan antar manusia

didasarkan atas kepentingan-kepentingan pribadi, hubungan antar masyarakat

dilakukan secara terbuka dalam suasana saling mempengaruhi, kepercayaan

masyarakat yang kuat terhadap manfaat ilmu pengetahuan dan teknologi,

strata masyarakat digolongkan berdasarkan profesi dan keahlian yang dapat

dipelajari, tingkat pendidikan formal tinggi dan merata, hukum yang berlaku

hukum tertulis yang komplek, ekonomi hampir seluruhnya ekonomi pasar

yang berdasarkan atas penggunaan uang.

2.4.3 Tipe masyarakat

Menurut Gilin yang dikutip Nasrul Effendy 2002 lembaga masyarakat

dapat diklasifikasikan berdasarkan pada sudut perkembangannya, sistem nilai

yang diterima oleh masyarakat terhadap lembaga yang ada, penyebaran lembaga

masyarakat didasarkan atas faktor penyebaran dan sudut fungsi lembaga

masyarakat.

2.5 Demam Berdarah

2.5.1 Epidemologi

Demam berdarah dengue (DHF) di Indonesia, pertama kali dicurigai

berjangkit di Surabaya pada tahun 1968, tetapi kepastian visologik baru diperoleh
17

pada tahun 1970. DHF pada orang dewasa dilaporkan pertama kali oleh Swadana

1970 yang kemudian secara drastis meningkat dan menyebar ke seluruh dati I di

Indonesia. Data yang terkumpul dari tahun 1968-1993 menunjukkan DHF

dilaporkan terbanyak terjadi pada tahun 1973 dan pasien dengan usia pada

umumnya dibawah 15 tahun. Penelitian pusat pendidikan di Jakarta, Semarang,

Jogyakarta, dan Surabaya menunjukkan bahwa DHF dan DSS juga ditemukan

pada usia dewasa dan terdapat kecenderungan peningkatan jumlah pasiennya.

Daerah yang terjangkit DHF adalah wilayah yang penduduknya dan jarak

antara rumahnya berdekatan serta kebiasaan aedes aegypti betina yang menggigit

secara berulang. Semakin lancarnya hubungan lalu lintas, kota-kota kecil atau

daerah semi urban dekat kota besar pada saat ini mudah terserang, akibat

penyebaran penyakit dari suatu sumber di kota besar. (Hendrawan, 1999).

2.5.2 Pengertian

a. Dengue Haemorhagic Fever menurut WHO (1999)

Dengue Haemorhagic Fever (DHF) adalah penyakit yang ditandai oleh empat

manifestasi klinis utama : demam tinggi fenomena hemoragik, sering dengan

hepatomegali dan pada kasus berat tanda-tanda kegagalan sirkulasi.

b. Dengue Haemorhagic Fever menurut Arif Mansjoer (1999)

Dengue Haemorhagic Fever ialah penyakit yang terdapat pada anak dan

dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan sendi, yang biasanya

memburuk setelah dua hari pertama.

c. Dengue Haemorhagic Fever menurut Soegeng Soegijanto (2003)

Penyakit Dengue Haemorhagic Fever adalah penyakit yang disebabkan oleh

virus dengue I, II, III dan IV yang ditularkan oleh nyamuk aedes aegypti dan
18

aedes albopticus.

2.5.3 Penyebab

Virus dengue tergolong dalam famili flaviviridae dan dikenal ada 4

serotipe dengue 1 dan 2 yang ditemukan di Irian ketika berlangsungnya perang

dunia ke II sedang dengue 3 dan 4 ditemukan pada saat wabah di Filipina pada

tahun 1953 – 1954 virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil dan stabil

pada suhu 70°C. Keempat serotipe telah ditemukan pada pasien-pasien di

Indonesia. Dengue tipe 3 merupakan serotipe yang paling banyak ditemukan di

Indonesia. (Hendrawan, 1999).

2.5.4 Gambaran klinis

Gambaran klinis amat bervariasi, dari yang amat ringan hingga yang berat,

pada dengue fever suhu meningkat tiba-tiba, disertai sakit kepada, nyeri yang

hebat pada otot dan tulang, mual muntah dan batuk ringan, sekitar mata mungkin

ditemukan pembengkakan, infeksi konjungtiva, lakrimasi, dan fotofobia.

Awal demam terlihat pada muka dan dada yang berlangsung selama

beberapa jam dan biasanya tidak diperhatikan pasien. Ruam berikutnya mulai hari

ke-3 sampai hari ke-6, mula-mula berbentuk makula-makula besar yang kemudian

bersatu dan muncul kembali serta kemudian timbul kembali bercak-bercak ptekia

pada dasarnya. Hal ini terlihat pada lengan dan kaki, kemudian menjalar ke

seluruh tubuh.

Pemeriksaan fisik pasien dengue fever hampir tidak ditemukan kelainan,

nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi normal atau lebih lambat pada hari ke-4

dan ke-5, bradikardia dapat menetap untuk beberapa hari dalam masa

penyembuhan.
19

Pada DHF gejala perdarahan dimulai hari ke-3 atau ke-5 berupa ptekia,

purpura, ekimosis, hematomisis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membesar

dan nyeri tekan tetap serta pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit.

Pada pasien DSS gejala renjatan ditandai dengan kulit yang terasa lembab

dan dingin serta sianosis perifer yang terutama tampak pada ujung hidung, jari-

jari tangan dan dijumpai pula penurunan tekanan darah, renjatan biasanya terjadi

pada waktu demam atau saat demam turun antara hari ke-3 dan hari ke-7.

Kriteria klinis demam dengue adalah :

1) Suhu badan yang tiba-tiba meninggi

2) Demam yang berlangsung hanya beberapa hari

3) Kurva demam menyerupai pelana kuda

4) Nyeri tekan terutama pada otot-otot dan persendian

5) Adanya ruam-ruam pada kulit

6) Leokopenia.

Derajat beratnya penyakit DHF secara klinis dibagi menjadi :

1) Derajat I yaitu demam mendadak 2 - 7 hari disertai gejala klinis lain dengan

manifestasi perdarahan ringan yaitu uji tournioquet positif

2) Derajat II yaitu ditemukan perdarahan kulit dan manifestasi perdarahan lain.

3) Derajat III yaitu ditemukan tanda-tanda dini renjatan

4) Derajat IV yaitu ditemukan DSS dengan tensi dan nadi yang tidak terukur.

2.5.5 Bionomik vektor

Tempat perindukan nyamuk aedes aegypti berupa genangan-genangan air

yang tertampung di suatu tempat yang disebut kontainer dan bukan genangan air

tanah. Tempat bertelur yang disukai oleh nyamuk aedes aegypty adalah bak mandi
20

dengan bahan yang terbuat dari porselin atau plesteran biasa, gentong dari tanah

dan drum. (Hendrawan, 1999).

Kebiasaan menggigit nyamuk betina aedes aegypti antara pukul delapan

pagi sampai jam satu siang dan jam tiga siang sampai jam lima sore. Tempat

menggigit lebih banyak di dalam rumah. Darah yang disenangi adalah darah

manusia dan nyamuk betina sangat aktif menggigit sampai puluhan orang bila

berada di tempat orang berkumpul, seperti pada lingkungan sekolah, rumah sakit,

gedung bioskop, pasar, dan tempat umum lainnya. Oleh sebab itu nyamuk aedes

aegypti tergolong nyamuk menular yang sangat efektif dan lokasi yang demikian

merupakan pusat penularan virus dengue yang tinggi.

Setelah mengigit selama menunggu pematangan telur nyamuk aedes

aegypti hinggap di tempat yang disenangi yaitu tempat yang gelap, lembab dan

dingin. Nyamuk aedes agypti mempunyai kebiasaan terbang ke semua arah untuk

mencari mangsa mencari, tempat bertelur, tempat beristirahat, dan tempat

melakukan perkawinan. Kemampuan terbang nyamuk aedes aegypti antara 40 m

sampai 100 meter. (Hendrawan, 1999).

2.5.6 Lingkungan vektor

Lingkungan adalah seluruh kondisi yang ada disekitar manusia dan

pengaruhnya dapat mempengaruhi perkembangan perilaku seseorang atau

kelompok. Lingkungan adalah input ke dalam diri seseorang sebagai sistem

adaptif yang melibatkan baik faktor internal maupun external.

Lingkungan ada dua macam yaitu lingkungan fisik dan lingkungan

biologi.

1) Lingkungan fisik
21

Lingkungan fisik ada bermacam-macam misalnya tata rumah, jenis kontainer,

ketinggian tempat, dan iklim. Jarak rumah mempengaruhi penyebaran nyamuk

dari satu rumah ke rumah lain, semakin dekat jarak antar rumah semakin

mudah nyamuk menyebar ke rumah sebelah, bahan-bahan pembuat rumah,

kontruksi rumah, warna dinding dan pengaturan barang-barang dalam rumah

menyebabkan rumah tersebut disenangi oleh nyamuk. Berbagai penelitian

penyakit menular membuktikan bahwa kondisi perumahan yang berdesak–

desakan dan kumuh mempunyai kemungkinan yang lebih besar.

Termasuk kontainer disini adalah jenis atau bahan kontainer, letak kontainer,

bentuk, warna, dan kedalaman air. Asal air mempengaruhi nyamuk dalam

pemilihan tempat bertelur. Ketinggian tempat tinggal berpengaruh terhadap

syarat-syarat ekologis yang diperlukan oleh vektor penyakit. Di Indonesia

nyamuk aedes aegypti dan aedes albopictus dapat hidup pada daerah dengan

ketinggian 1500 meter diatas permukaan laut. Iklim merupakan salah satu

komponen pokok lingkungan fisik, yang terdiri dari suhu udara, kelembaban

udara, curah hujan, dan kecepatan angin.

2) Lingkungan biologi

Lingkungan biologi yang mempengaruhi penularan demam berdarah antara

lain adalah predator, tanaman hias, dan tanaman pekarangan. Tanaman hias

dan tanaman pekarangan mempengaruhi kelembaban dan pencahayaan di

dalam ruangan sehingga menjadi tempat nyamuk hinggap dan beristirahat.

2.5.7 Upaya pencegahan vektor

Untuk memutuskan rantai penularan, pemberantasan vektor dianggap

sebagai cara yang paling memadai saat ini. Vektor dengue khususnya aedes
22

aegypti sebenarnya mudah di berantas karena sarang-sarangnya terbatas di tempat

yang berisi air jernih dan jarak terbangnya maksimal 100 meter. Tetapi karena

vektor tersebar luas, untuk keberhasilan diperlukan total coverage (meliputi

seluruh wilayah) agar nyamuk tidak berkembang biak lagi. (Hendrawan, 1999).

Pemberantasan atau pengendalian vektor secara garis besar dapat

dilakukan dengan empat cara yaitu:

1) Pengendalian kimiawi

2) Pengendalian lingkungan

3) Pengendalian cara hayati

4) Pemberantasan vektor cara genetik.

Cara kimiawi yang lazim dipakai dalam program pemberantasan demam

berdarah dengue adalah malathion. Cara penggunaan malathion ini dengan

pengasapan (thermal fogging) atau pengabutan (cold fogging). Untuk pemakaian

rumah tangga dapat digunakan berbagai jenis insektida yang disemprotkan di

dalam ruangan atau kamar. (Hendrawan, 1999).

Pengasapan dengan malathion sangat efektif untuk pemberantasan vektor,

namun kegiatan ini tanpa didukung dengan abatisasi, dalam beberapa hari akan

meningkatkan kepadatan nyamuk dewasa karena jentik tidak mati dengan

pengasapan.

Untuk pemakaian dosis yang digunakan adalah 1ppm (part per million)

yaitu setiap 1 gram abate 1% dalam setiap 10 liter air. Abate setelah ditaburkan ke

dalam air, maka butiran pasir akan jatuh sampai ke dasar dan racun aktifnya akan

keluar serta menempel pada pori-pori dinding tempat air, dengan sebagian masih

tetap berada dalam air.


23

Tujuan abatisasi adalah untuk menekan kepadatan vektor serendah-

rendahnya secara serentak dalam jangka waktu yang lebih lama, agar transmisi

virus selama waktu tersebut dapat diturunkan. Sedangkan fungsi abatisasi bisa

sebagai pendukung kegiatan fogging yang dilakukan secara bersama-sama untuk

mencegah meningkatnya penderita demam berdarah dengue.

Cara pemberantasan vektor stadium jentik tanpa menggunakan insektida

lebih dikenal dengan pemberantasan sarang nyamuk dengan 3M atau menutup,

menguras dan mengubur dalam mencegah atau memperbaiki masalah Dengue

Haemorhagic Fever.

Gerakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue

merupakan kegiatan masyarakat bersama pemerintah yang dilakukan secara

berkesinambungan untuk mencegah dan menanggulangi penyakit demam

berdarah dengan gerakan pemberantasan sarang nyamuk ini merupakan bagian

dari keseluruhan upaya mewujudkan kebersihan lingkungan dan perilaku hidup

sehat.

Tujuan gerakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue

adalah membina peran serta masyarakat dalam pemberantasan penyakit demam

berdarah dengue, terutama dalam memberantas jentik nyamuk.

Sasaran gerakan pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue

adalah semua keluarga dan pengelola tempat umum. Untuk melaksanakan

pemberantasan sarang nyamuk dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan

lingkungannya masing-masing sehingga bebas dari jentik-jentik nyamuk aedes

aegypti. Melalui gerakan ini diharapkan keluarga dapat berkonsultasi kepada

petugas kesehatan jika ada anggota keluarga sakit dan diduga menderita penyakit
24

demam berdarah dengue, karena menderita penyakit ini perlu segera mendapat

pertolongan dan keluarga melaporkan kepada kepala desa atau kelurahan jika ada

anggota keluarga yang menderita penyakit demam berdarah dengue serta

membantu kelancaran penanggulangan penyakit demam berdarah dengue yang

dilakukan oleh petugas kesehatan. (Depkes, RI 2004).

Isolasi pasien agar tidak digigit vektor untuk ditularkan kepada orang lain

sulit dilaksanakan lebih awal dari perawatan di rumah sakit. Mencegah gigitan

nyamuk dengan cara memakai obat gosok dan pemakaian kelambu, tetapi cara ini

di rasa kurang praktis. Imunisasi maupun pemberian anti virus dalam usaha

memutuskan mata rantai penularan saat ini baru dalam taraf penelitian.

(Hendrawan, 1999).

Penelitian untuk menemukan pengobatan baru dalam hal ini upaya

preventif telah dilakukan oleh TDRC (Tropical Diseases Research Center) di

Universitas Airlangga Surabaya. Tim yang dipimpin oleh Prof. dr. Soegeng

Soegijanto, SpA(K), DTM&H telah menemukan adanya vaksin demam berdarah.

Jenis vaksin ini dapat melawan semua tipe dari virus yang dibawa oleh nyamuk

aedes aegypti.(Soegijanto, 2003).

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Masalah Kesehatan Masyarakat

Faktor–faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan masyarakat

menunjukkan faktor penyebab dari suatu masalah kesehatan tersebut. Menurut

Nasrul Effendy 2001 faktor–faktor penyebab masalah kesehatan masyarakat di

Indonesia adalah :

1) Faktor sosial ekonomi, yang meliputi tingkat pendidikan masyarakat, tingkat

sosial ekonomi, dan kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan.


25

Lingkungan sosial juga berperan dalam terjadinya penyakit Dengue

Haemorhagic Fever karena sikap acuh terhadap lingkungan akan membuat

seseorang cenderung tidak merawat lingkungan sekitarnya apabila di tambah

dengan keadaan soaial ekonomi yang rendah dimana anggota keluarga

cenderung menghabiskan waktunya untuk bekerja mencari nafkah dari pada

mengurus rumahnya. Sehingga lingkungannya menjadi tempat

berkembangbiaknya kuman dan vector penyakit termasuk didalamnya penular

penyakit Dengue Haemorhagic Fever.

2) Gaya hidup dan perilaku masyarakat termasuk adat istiadat yang tidak

menunjang peningkatan kesehatan dan masih banyaknya kebiasaan

masyarakat yang merugikan kesehatan.

Air diperlukan untuk minum, memasak, mandi, mencuci, membersihkan dan

untuk keperluan sehari-hari lainnya. Untuk semua ini diperlukan air yang

memenuhi syarat kesehatan baik kwantitas dan kwalitas. Langkahnya

pengadaan air bersih yang memenuhi kwalitas dan kwatitas untuk keperluan

sehari-hari tersebut sehingga masyarakat menampung air bersih didalam

bejana, drum air dan lain-lain. Bila proses menyimpan tersebut tidak ditutup

dan dibersihkan sesuai ketentuan maka tempat penampungan air tersebut akan

memjadi mediator nyamuk penular Dengue Haemorhagic Fever.

3) Lingkungan masyarakat merupakan segala sesuatu yang berada di sekitar

masyarakat serta pengaruh-pengaruh luar yang mempengaruhi kehidupan dan

perkembangan manusia. Lingkungan dapat dibagi menjadi dua macam yaitu

lingkungan fisik dan lingkungan biologi. Lingkungan fisik meliputi cuaca,

musim keadaan geografis, struktur geologi sedang lingkungan biologi adalah


26

segala bentuk kehidupan yang berada di sekitar manusia .

4) Yang berkaitan dengan sistem pelayanan kesehatan, meliputi cakupan

pelayanan kesehatan, sarana dan prasarana yang menunjang pelayanan dan

upaya-upaya pelayanan kesehatan yang sebagian masih berorientasi pada

kuratif.

Anda mungkin juga menyukai