DOSEN PEMBIMBING :
DISUSUN OLEH:
(196110731)
2020
A. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan
1. Konsep Perilaku
Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia
itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikrjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati
secara langsung atau tidak langsung.
Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu :
Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku
ada empat alasan pokok, yaitu :
Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-
lain.
Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan
cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti :
guru, kepala suku dan lain-lain.
3. Sumber-sumber daya
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat
positif maupun negatif.
4. Kebudayaan
Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang
normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai
pengaruh yang dalam terhadap perilaku.
Robert Kwick (1994) menyatakan perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).
Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang itu berperilaku. Oleh
karena itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau
latar belakangnya.
A. Domain Perilaku
1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :
2. Sikap (Attitude)
Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat
dan emosi yang bersangkutan, sikap ini terdiri dari berbagai tindakan yaitu:
Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini dapat dibedakan menjadi dua perilaku,
yaitu :
1. Faktor dari dalam individu, berupa karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan.
2. Faktor dari luar individu, berupa lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Sebaliknya operant respons atau instrumuntal behaviour merupakan bagian terbesar dari
perilaku manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan dapat
dikatakan tidak terbatas. Fokus teori skinner ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang
kedua ini.
3. Pembentukan Perilaku
Perilaku manusia sebagian besar ialah perilaku yang dibentuk dan dapat dipelajari.
Berikut ini adalah cara terbentuknya perilaku seseoarang (Walgio, 2003):
1. Kebiasaan, terbentuknya perilaku karena kebiasaan yang dilakukan, misal
menggosok gigi sebelum tidur, bangun pagi dan sarapan.
2. Pengertian (insight), terbentuknya perilaku ditempuh dengan pengertian, misalnya
bila naik motor harus memakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri.
3. Penggunaan model, pembentukan perilaku melalui contoh atau model. Model yang
dimaksud adalah pemimpin, orang tua dan tokoh panutan lainnya.
1. Perilaku Kesehatan
Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri
(self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
Contoh : Membeli obat influenza ke apotek.
Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan
yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behavior ) adalah sebagai beriku
Perilaku hidup sehat dalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup antara lain:
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit
atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari
penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Pada saat orang
sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain :
Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, dan tetap
menjalankan kegiatan sehari-hari.
Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara, yakni :
cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok dan sebagainya), dan cara
modern, misalnya minum obat yang dibeli dari warung, toko obat atau
apotek.
Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan
kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni : fasilitas pelayanan kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan paranormal), dan fasilitas pelayanan kesehatan
modern atau professional (puskesmas, poliklinik, rumah sakit, dan lain-lain)
Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencangkup hak-
hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan
kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama
keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku
ini meliputi :
Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan penyakit
yang layak.
Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasehat-
nasehat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhan.
Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan.
Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya).
4. Klasifikasi Perilaku
Penentu respon individu untuk mengubah perilaku adalah tingkat beratnya risiko atau
penyakit. Secara umum, bila seseorang mengetahui ada risiko terhadap kesehatan maka
secara sadar orang tersebut akan menghindari risiko. Perilaku kesehatan diklasifikasikan
menjadi 3, kelompok yaitu:
Usia
Bertambahnya usia memperkecil kemungkinan berhenti dari pekerjaan.
Penyebabnya adalah makin kecil pekerjaan alternatif dan tingkat upah atau
gaji yang sudah atau lebih tinggi. Bertambahnya usia juga berpengaruh
terhadap absensi. Hasil penelitian terdapat tingkat absensi yang dapat
dihindari. Selain juga terdapat tingkat absensi yang tidak dapat dihindari,
penyebabnya bisa kesehatan juga bisa karena cedera.
Jenis Kelamin
Telaah psikologis disebutkan wanita lebih bersedia mematuhi otoritas
sementara pria lebih agresif pada pengharapan sukses. Selain itu tidak ada
bukti penelitian yang menyatakan jenis kelamin berpengaruh terhadap
kepuasan kerja. Apabila jenis kelamin dihubungkan dengan tingkat keluaran,
hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat keluaran yang
tinggi dibandingkan dengan pria. Sementara terdapat penelitian lain yaitu jenis
kelamin dihubungkan dengan tingkat keluaran menunjukkan hasi yangl
sebaliknya. Sedangkan jenis kelamin dihubungkan dengan absensi, bukti
konsisten menunjukkan wanita lebih tinggi tingkat absensinya apabila
dibandingkan dengan pria.
Status Kawin
Hasil riset yang sangat konsisten menunjukkan hasil bahwa untuk
karyawan yang menikah maka dapat dikatakan tingkat absensi dan keluaran
organisasi mengalami penurunan sedangkan kepuasan kerjanya cenderung
meningkat. Penyebab hal ini disebabkan perkawinan menyebabkan meningkatnya
tanggung jawab seseorang. Hal ini pada gilirannya membuat orang yang sudah
berkeluarga melihat pekerjaannya lebih bernilai dan penting, dan ikut menentukan
bagaimana tingkat kepuasan kerja mereka. Bagaimana dengan status janda atau
duda.
Banyaknya Tanggungan
Tidak ada informasi yang cukup mengenai hubungan antara jumlah
tanggungan seseorang dengan produktivitas kerjanya. Akan tetapi sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah anak yang dimiliki oleh pekerja
berhubungan erat dengan tingkat absensi dan kepuasan kerjanya.
Masa Kerja
Meskipun hubungan senioritas dan produktivitas telah diselidiki secara
luas, tidak ada indikasi bahwa pekerja dengan masa kerja yang lebih lama lebih
produktif dari pada mereka yang baru bekerja. Akan tetapi diakui oleh para ahli
bahwa masa kerja sebelumnya menjadi peramal yang ampuh terhadap keluarnya
karyawan (turnover) di masa depan, artinya semakin lama seseorang bekerja di
suatu instansi akan semakin kecil kemungkinan dia untuk keluar dari tempat
bekerja. Dapat dikatakan masa kerja berhubungan negatif dengan turnover dan
sekaligus merupakan peramal terbaik bagi turnover. Dikatakan pula masa kerja
berhubungan secara positif dengan kepuasan kerja, dalam arti apabila seseorang
bekerja dalam waktu yang lama dalam suatu tempat maka dapat dikatakan orang
tersebut mengalami kepuasan kerja yang baik.
B. Kemampuan
Kemampuan berhitung
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.
Pemahaman verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca/didengar serta hubungan kata
satu sama lain
Kecepatan perseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat
Penalaran induktif
Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan
kemudian memecahkan masalah itu.
Penalaran deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu
argumen
Visualisasi ruang
Kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak
seandainya posisinya dalam ruang diubah
Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu
Sedangkan kemampuan fisik didefinisikan sebagai kemampuan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecepatan, kekuatan dan
ketrampilan serupa. Menurut Robbin (2001) terdapat riset mengenai persyaratan-
persyaratan yang diperlukan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi 9 (sembilan)
kemampuan dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas jasmani. Adapun 9
(sembilan) kemampuan fisik dasar tersebut sebagai berikut :
1. Faktor-faktor kekuatan yaitu :
Kekuatan dinamis
Kemampuan untuk menggunakan otot secara berulang-ulang/sinambung
sepanjang suatu kurun waktu
Kekuatan tubuh
Kemampuan menggunakan kekuatan otot dengan menggunakan otot-otot
tubuh (terutama perut)
Kekuatan statis
Kemampuan menggunakan kekuatan terhadap obyek luar
Kekuatan
Kemampuan menghabiskan suatu maksimum energi eksplosif dalam
satu/sederetan tindakan eksplosif
Keluwesan dinamis
Kemampuan melakukan gerakan cepat
Koordinasi tubuh
Kemampuan mengkoordinasikan tindakan-tindakan serentak dari bagian-
bagian tubuh yang berlainan
Keseimbangan
Kemampuan mempertahankan keseimbangan meski ada kekuatan yang
mengganggu keseimbangan
Stamina
Kemampuan melanjutkan upaya maksimal yang menuntut upaya yang
diperpanjang sepanjang suatu kurun waktu
C. Kepribadian
2. Konsepsi ego
Kalau id sebagai sumber ketidaksadaran sedang ego merupakan sumber
rasa sadar. Ego mewakili logika dan yang dihubungkan dengan prinsip-
prinsip realitas. Ego menurut Toha (2001) merupakan subsistem yang
berfungsi ganda yakni melayani dan sekaligus mengendalikan dua sistem
lainnya (id dan superego) dengan cara berinteraksi dengan dunia luar atau
lingkungan luar. Sedangkan menurut Gibson et al. (1986) ego merupakan
wasit dari pertentangan antara id dan superego. Bagian dari tugas ego
adalah memilih tindakan yang akan memberi kepuasan kepada desakan
hati tanpa menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki.
3. Konsepsi superego
Menurut Gibson et al. (1986) superego adalah gudang dari nilai
individu, termasuk sikap moral yang dibentuk oleh masyarakat.
Selanjutnya menurut Toha (2001) superego adalah kekuatan moral dari
personalitas. Superego merupakan sumber norma atau standard yang tidak
sadar yang menilai dari semua aktivitas ego. Superego seringkali
bertentangan dengan id. Id ingin mengerjakan apa yang dirasa baik,
sedangkan superego mendesak mengerjakan apa yang benar.
D. Pembelajaran
6. SOR Theory
Teori S-O-R (Stimulus Organism Respon) yang di kemukakan oleh Houland, et. al
pada tahun 1953 ini lahir karena adanya pengaruh dari ilmu psikologi dalam ilmu
komunikasi. Hal ini bisa terjadi karena psikologi dan komunikasi memiliki objek kajian
yang sama, yaitu jiwa manusia; yang meliputi sikap, opini, prilaku, kognisi, afeksi dan
konasi. Asumsi dasar teori S-O-R adalah bahwa penyebab terjadinya perubahan prilaku
bergantung ada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme
Sebuah perubahan dalam masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa adanya bantuan
serta dorongan dari pihak luar, meskipun masyarakat tersebut menginginkan perubahan.
Teori ini dapat diterapkan sebagai strategi untuk melakuka penyuluhan atau penyadaran
masyarakat mengenai suatu hal, misalnya penyadaran akan pentingnya gaya hidup sehat
yang dilakukan pemerintah pada masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai.
1. Proses Belajar Individu
Menurut teori S-O-R, proses dari perubahan sikap adalah serupa dengan
proses belajar. Berikut proses belajar yang dilakukan oleh individu:
Komunikator
3. Hambatan
Sama seperti teori-teori lainnya, teori keberhasilan penerapan teori SOP dalam
komunikasi juga bergantung pada banyak faktor. Berikut beberapa faktor yang juga
dapat menghambat teori SOP:
Gangguan Mekanik
Gangguan Semantik
Kepentingan
Motivasi Terpendam
Prasangka
Evasi Komunikasi
Selain beberapa elemen yang ada di teori S-O-R, terdapat pula berbagai
proses tahapan yang diadaptasi dari teori S-O-R tersebut. iantaranya:
1. Tahap pertama, komunikator mencari cara pemberian stimulus yang tepat agar
mendapatkan perhatian dari komunikan
2. Setelah mendapatkan perhatian, selanjutnya komunikator berusaha bagaimana
caranya agar komunikan mendapatkan perngertian bahwa membuang sampah
ke sungai itu tidak baik.
3. Selanjutnya komunikan mengolah gagasan yang diterimanya dari
komunikator, disii komunikan menentukan sikap apa yang dipilihnya.
4. Tahap terakhir, masyarakat mulai mengubah prilakunya dengan tidak lagi
membuang sampah di sungai dan lebih mencintai lingkungan.
A. Kelebihan:
B. Kekurangan:
1. Teori ini tidak menjamin bahwa stimuli yang diberikan akan berkasil
mempersuasi seseorang atau sekelompok orang untuk merubah sikapnya.
Sebab gagasan yang disampaikan komunikator dapat ditolak oleh
komunikan
2. Keberhasilan teori S-O-R sangat bergantung pada proses yang terjadi
antara komunikator dan komunikan. Jika komunikan tidak memperhatikan
komunikator, komunikan tidak akan mengerti gagasan yang diberikan oleh
komunikator, akibatnya tidak akan terjadi pemahaman sehingga gagasan
tersebut akhirnya ditolak.