Anda di halaman 1dari 19

RESUME PERILAKU KESEHATAN

“Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan”

DOSEN PEMBIMBING :

Fizran, S. KM., M. Kes

DISUSUN OLEH:

Annisa Aulia Fitri

(196110731)

JURUSAN PROMOSI KESEHATAN

POLTEKKES KEMENKES RI PADANG

2020
A. Konsep Perilaku dan Perilaku Kesehatan

1. Konsep Perilaku

Perilaku dari pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas dari pada manusia
itu sendiri. Perilaku adalah apa yang dikrjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati
secara langsung atau tidak langsung.

Menurut WHO, yang dikutip oleh Notoatmodjo (1993), perubahan perilaku dikelompokkan
menjadi 3 (tiga), yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change), ialah perubahan yang dikarenakan perubahan


pada lingkungan fisik, sosial, budaya ataupun ekonomi dimana dia hidup dan
beraktifitas.
2. Perubahan terencana (planned change), ialah perubahan ini terjadi, karena memang
direncanakan sendiri oleh subjek.
3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change), ialah
perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program
baru,maka yang terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku
dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesediaan
untuk berubah yang berbeda-beda.

Tim ahli WHO (1984), menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku
ada empat alasan pokok, yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap dan lain-
lain.

2. Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita, maka apapun yang ia katakan dan lakukan
cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti :
guru, kepala suku dan lain-lain.

3. Sumber-sumber daya
Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya : waktu, uang, tenaga kerja,
ketrampilan dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat
positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu
masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut kebudayaan. Perilaku yang
normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai
pengaruh yang dalam terhadap perilaku.

Robert Kwick (1994) menyatakan perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati bahkan dapat dipelajari (Soekidjo Notoatmodjo, 1997).

Dari uraian tersebut diatas dapat dilihat bahwa, alasan seseorang itu berperilaku. Oleh
karena itu, perilaku yang sama diantara beberapa orang dapat berbeda-beda penyebab atau
latar belakangnya.

2. Ruang Lingkup Perilaku

A. Domain Perilaku

Benyamin Bloom (1908) seorang ahli psikologi pendidikan, membedakan adanya


tiga area, wilayah, ranah atau domain perilaku yaitu kognitif, afektif dan psikomotor.
Dalam perkembangan ini dikembangkan menjadi tiga tingkat yaitu:

1. Pengetahuan (Knowledge)
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang
melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengetahuan yang tercakup
dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan yaitu :

 Tahu (know), tahu diartikan sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada


sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya: Untuk mengetahui atau
mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan,
misalnya: apa tanda-tanda anak kurang gizi.
 Memahami (comprehension), memahami suatu objek bukan sekedar tahu
terhadap objek tersebut, tetapi harus dapat menginterpretasikan secara benar
tentang objek yang diketahui. Misalnya, orang yang memahami pemberantasan
penyakit demam berdarah, bukan hanya sekedar mnyebutkan 3M (mengubur,
menutup dan menguras), tetapi harus dapat menjelaskan mengapa harus menutup,
mengubur, dan menguras.
 Aplikasi (application), aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan
materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya. Misalnya,
seseorang yang telah paham tentang proses perencanaan, ia harus dapat membuat
perencanaan program kesehatan di tempat ia bekerja atau dimana saja.
 Analisis (analysis), analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi
atau suatu objek ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam satu
struktur organisasi, dan masih ada kaitannya satu sama lain. Seseorang dapat
membedakan atau memisahkan, mengelompokkan, membuat diagram (bagan)
terhadap pengetahuan atas objek tersebut. Misalnya, dapat membedakan antara
nyamuk Aeds Agepty dengan nyamuk biasa.
 Sintesis (synthesis), sintesis menunjuk kepada suatu kemampuan untuk menyusun
formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada. Misalnya, dapat membuat
atau meringkas dengan kata-kata atau kalimat sendiri tentang hal-hal yang telah
dibaca atau didengar, dapat membuat kesimpulan tentang artikel yang telah
dibaca.
 Evaluasi (evaluation), evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk
melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Misalnya,
seseornag dapat menilai manfaat ikut keluarga berencana,

2. Sikap (Attitude)

Sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang
terhadap suatu stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat
dan emosi yang bersangkutan, sikap ini terdiri dari berbagai tindakan yaitu:

1. Menerima (receiving), bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus


yang diberikan (objek). Misalnya sikap seseorang terhadap periksa hamil, dapat
diketahui dan diukur dari kehadiran si ibu untuk mendengarkan penyuluhan di
lingkungannya.
2. Merespon (responding), memberikan jawaban apabila ditanya. Misalnya, ibu
yang mengikuti penyuluhan ante natal care diminta menanggapi oleh penyuluh,
kemudian ia menanggapinya.
3. Menghargai (valuing), diartikan seseorang memberikan nilai positif terhadap
objek atau stimulus. Misalnya, ibu mendiskusikan ante natal care dengan
suaminya.
4. Bertanggung jawab (responsible), bertanggung jawab atas segala sesuatu yang
telah dipilihnya dengan segala risiko merupakan sikap yang paling tinggi.
Misalnya, ibu berani mengorbankan waktunya demi ikut penyuluhan ante natal
care.
5. Tindakan atau Praktik (Practice). Praktik atau tindakan dibedakan menjadi tiga
tingkatan menurut kualitasnya, yaitu:
 Praktik terpimpin (guided respons), apabila seseorang melakukan sesuatu
tetapi masih tergantung pada tuntunan atau menggunakan panduan. Misalnya,
seorang ibu hamil memeriksakan kandungannya jika sudah diingatkan bidan.
 Praktik secara mekanisme (mechanism), apabila seseorang telah melakukan
atau mempraktikkan sesuatu hal secara otomatis. Misalnya, seorang ibu
membawa anaknya ke posyandu secara rutin tanpa menunggu perintah dari
kader atau petugas kesehatan.
 Adopsi (adoption), tindakan atau praktik yang sudah berkembang. Misalnya,
menggosok gigi bukan sekedar gosok gigi, melainkan dengan teknik-teknik
yang benar.
B. Teori Perilaku

Skinner (1938) adalah seorang ahli psikologi, merumuskan bahwa perilaku


merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar). Oleh
karena itu, perilaku ini terjadi melalui proses adanya stimulus terhadap organisme dan
kemudian organisme tersebut merespons, maka teori Skinner ini disebut teori “S-O-R”
atau Stimulus Organisme Respons. Skinner membedakan adanya dua respon yaitu :

1. Respondent Response atau reflexive, yakni respons yang ditimbulkan stimulus


tertentu.
2. Operant Response atau instrumental response, yakni respons yang timbul dan
berkembang dan diikuti oleh rangsangan tertentu.

Dilihat dari bentuk respons terhadap stimulus ini dapat dibedakan menjadi dua perilaku,
yaitu :

1. Perilaku tertutup (covert behavior), yaitu respons seseorang terhadap bentuk


terselubung atau tertutup (covert).
2. Perilaku terbuka (overt behavior), yaitu respons seseorang terhadap stimulus
dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka.

Proses pembentukan dan perubahan perilaku masyarakat dipengaruhi oleh beberapa


faktor yang berasal dari dalam individu dan dari luar individu (Notoatmodjo, 2003 ),yaitu

1. Faktor dari dalam individu, berupa karakteristik orang yang bersangkutan, yang
bersifat bawaan, misalnya tingkat kecerdasan.
2. Faktor dari luar individu, berupa lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial,
budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

Di dalam kehidupan sehari-hari, respons jenis pertama (respondent respons atau


respondent behaviour ) sangat terbatas keberadaanya pada manusia. Hal ini disebabkan
karena hubungan yang pasti antara stimulus dan respons kemungkinan untuk
memodifikasikannya adalah sangat kecil.

Sebaliknya operant respons atau instrumuntal behaviour merupakan bagian terbesar dari
perilaku manusia, dan kemungkinan untuk memodifikasi sangat besar, bahkan dapat
dikatakan tidak terbatas. Fokus teori skinner ini adalah pada respons atau jenis perilaku yang
kedua ini.
3. Pembentukan Perilaku

Perilaku manusia sebagian besar ialah perilaku yang dibentuk dan dapat dipelajari.
Berikut ini adalah cara terbentuknya perilaku seseoarang (Walgio, 2003):
1. Kebiasaan, terbentuknya perilaku karena kebiasaan yang dilakukan, misal
menggosok gigi sebelum tidur, bangun pagi dan sarapan.
2. Pengertian (insight), terbentuknya perilaku ditempuh dengan pengertian, misalnya
bila naik motor harus memakai helm, karena helm tersebut untuk keamanan diri.
3. Penggunaan model, pembentukan perilaku melalui contoh atau model. Model yang
dimaksud adalah pemimpin, orang tua dan tokoh panutan lainnya.

Perilaku dapat dibentuk dimana pengetahuan selalu menjadi andalan untuk


membentuk perilaku seseorang, padahal perlu juga diperhatikan faktor-faktor lain yang
membuat stabil perilaku seseorang ( Smet, 1994). Menurut Ajazen (1981) untuk
membuat seseorang berperilaku seperti yang dianjurkan harus ada keyakinan mengenai
tersedia-tidaknya kesempatan dan sumber daya yang diperlukan (Aswar, 2000).

Prosedur pembentukan perilaku dalam operant conditioning ini menurut Skinner


adalah sebagai berikut:

1. Melakukan identifikasi tentang hal-hal yang merupakan penguat atau reinforcer.


berupa hadiah- hadiah atau rewards bagi perilaku yang akan dibentuk.
2. Melakukan analisis untuk mengidentifikasi komponen-komponen kecil yang
membentuk perilaku yang dikehendaki.
3. Menyusun komponen-komponen itu sebagai tujuan- tujuan sementara,
mengidentifikasi reinforcer atau hadiah untuk masing-masing komponen tersebut.
4. Melakukan pembentukan perilaku dengan menggunakan urutan komponen
yang telah tersusun itu.
Apabila komponen pertama telah dilakukan maka hadiahnya diberikan. Hal ini akan
mengakibatkan perilaku tersebut cenderung akan sering dilakukan. Kalau perilaku ini
sudah terbentuk kemudian dilakukan komponen yang kedua demikian berulang-ulang
sampai komponen kedua terbentuk. Setelah itu dilanjutkan dengan komponen ketiga,
keempat, dan selanjutnya sampai seluruh perilaku yang diharapkan terbentuk.

1. Perilaku Kesehatan

Skinner mendefinisikan perilaku kesehatan ( Health Behaviour ) adalah suatu respon


seseorang terhadap stimulus atau objek yang berkaitan dengan sehat-sakit, penyakit, dan
factor-faktor yang mempengaruhi sehat-sakit (kesehatan). Pemeliharaan kesehatan ini
mencakup mencegah atau melindungi diri dari peyakit dan masalah kesehatan lain,
meningkatkan kesehatan, dan mencari penyembuhan apabila sakit atau terkena masalah
kesehatan. perilaku kesehatan dapat diklasifikasikan menjadi 3 kelompok, yaitu :

1. Perilaku Pemeliharaan Kesehatan (Health Maintenance).

Health Maintenance adalah perilaku atau usaha-usaha seseorang untuk memelihara


atau menjaga kesehatan agar tidak sakit dan usaha untuk menyembuhkan bila sakit.
Oleh sebab itu, perilaku pemeliharaan kesehatan ini terdiri dari 3 aspek yaitu :

 Perilaku pencegahan penyakit, dan penyembuhan penyakit bila sakit, serta


pemulihan kesehatan bilamana telah sembuh dari penyakit.
Contoh : Mengimunisasi bayi atau anak ke fasilitas kesehatan

 Perilaku peningkatan kesehatan, apabila seseorang dalam keadaan sehat.


Perlu dijelaskan disini bahwa kesehatan itu sangat dinamis dan dan relative,
maka dari itu orang yang sehat pun perlu diupayakan perilaku supaya
mencapai tingkat kesehatan yang seoptimal mungkin.

Contoh : Seorang ibu memasak makanan yang mengandung gizi dan


bervitamin bagi keluarganya

 Perilaku gizi (makanan dan minuman). Makanan dan minuman dapat


memelihara serta meningkatkan kesehatan seseorang tetapi sebaliknya
makanan dan minuman dapat menjadi penyebab menurunnya kesehatan
seseorang, bahkan dapat mendatangkan penyakit. Contoh : Apabila
seseorang makan dengan makanan dengan gizi seimbang maka dapat tubuh
orang tersebut sehat sedangkan apabila seseorang makan makanan dengan
gizi berlebih dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan seperti
obesitas.

2. Perilaku Pencarian dan Penggunaan Sistem atau Fasilitas Pelayanan


Kesehatan/Perilaku Pencarian Pengobatan (Health Seeking Behaviour)

Perilaku ini menyangkut upaya atau tindakan seseorang pada saat menderita
penyakit dan atau kecelakaan. Tindakan atau perilaku ini dimulai dari mengobati sendiri
(self treatment) sampai mencari pengobatan keluar negeri.
Contoh : Membeli obat influenza ke apotek.

3. Perilaku Kesehatan Lingkungan


Adalah bagaimana seseorang merespon lingkungan, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial budaya, dan sebagainya sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya. Contoh : Bagaimana mengelola pembuangan tinja, air
minum, tempat pembuangan sampah, pembuangan limbah, dan lainnya.

Seorang ahli lain (Becker, 1979) membuat klasifikasi tentang perilaku kesehatan
yang berhubungan dengan kesehatan ( health related behavior ) adalah sebagai beriku

1. Perilaku Hidup sehat

Perilaku hidup sehat dalah perilaku yang berkaitan dengan upaya atau kegiatan
seseorang untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatannya. Perilaku ini
mencakup antara lain:

 Respon seseorang terhadap makanan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,


persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang
terkandung di dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan, dan makanan
dengan menu seimbang (appropriate diet).
 Olah raga teratur, juga mencakup kualitas dan kuantitas dalam arti frekuensi
dan waktu yang digunakan untuk olahraga.
 Tidak merokok, yang merupakan kebiasan jelek yang mengakibatkan
berbagai macam penyakit.
 Tidak minum-minuman keras dan narkoba.
 Istirahat yang cukup. Dengan meningkatkannya kebutuhan hidup akibat
tuntutan untuk penyesuaian dengan lingkungan modern, mengharuskan
orang untuk bekerja keras dan berlebihan, sehingga waktu beristirahat
berkurang. Hal ini juga membahayakan kesehatan
 Mengendalikan stress. Stres akan terjadi pada siapa saja, dan akibatnya
bermacam-macam bagi kesehatan. Terlebih sebagai akibat dari tuntutan
hidup yang keras. Stress tidak dapat kita hindari, yang penting dijaga agar
stress tidak menyebabkan gangguan kesehatan dengan cara berpikir yang
positif dan mengendalikannya dengan baik.
 Perilaku atau gaya hidup lain yang positif bagi kesehatan, yaitu tindakan atau
perilaku seseorang agar dapat terhindar dari berbagai macam penyakit dan
masalah kesehatan termasuk perilaku untuk meningkatkan kesehatan.
Contoh : Tidak berganti-ganti pasangan dalam berhubungan seks.

2. Perilaku Sakit (illness behavior)

Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang yang sakit
atau terkena masalah kesehatan pada dirinya atau keluarganya, untuk mencari
penyembuhan, atau untuk mengatasi masalah kesehatan yang lainnya. Pada saat orang
sakit, ada beberapa tindakan atau perilaku yang muncul, antara lain :
 Didiamkan saja (no action), artinya sakit tersebut diabaikan, dan tetap
menjalankan kegiatan sehari-hari.
 Mengambil tindakan dengan melakukan pengobatan sendiri (self
treatment atau self medication). Pengobatan sendiri ini ada 2 cara, yakni :
cara tradisional (kerokan, minum jamu, obat gosok dan sebagainya), dan cara
modern, misalnya minum obat yang dibeli dari warung, toko obat atau
apotek.
 Mencari penyembuhan atau pengobatan keluar yakni ke fasilitas pelayanan
kesehatan, yang dibedakan menjadi 2, yakni : fasilitas pelayanan kesehatan
tradisional (dukun, sinshe, dan paranormal), dan fasilitas pelayanan kesehatan
modern atau professional (puskesmas, poliklinik, rumah sakit, dan lain-lain)

3. Perilaku Peran Sakit (the sick role behavior)

Dari segi sosiologi, orang sakit (pasien) mempunyai peran, yang mencangkup hak-
hak orang sakit (right) dan kewajiban sebagai orang sakit (obligation). Hak dan
kewajiban ini harus diketahui oleh orang sakit sendiri maupun orang lain (terutama
keluarganya), yang selanjutnya disebut perilaku peran orang sakit (the sick role). Perilaku
ini meliputi :
 Tindakan untuk memperoleh kesembuhan.
 Mengenal/mengetahui fasilitas atau sarana pelayanan penyembuhan penyakit
yang layak.
 Melakukan kewajibannya sebagai pasien antara lain mematuhi nasehat-
nasehat dokter atau perawat untuk mempercepat kesembuhan.
 Tidak melakukan sesuatu yang merugikan bagi proses penyembuhan.
 Mengetahui hak (misalnya: hak memperoleh perawatan, memperoleh
pelayanan kesehatan, dan sebagainya).

Untuk berperilaku sehat, masyarakat kadang-kadang bukan hanya perlu pengetahuan


dan sikap positif dan dukungan fasilitas saja, melainkan diperlukan contoh (acuan) dari
para tokoh masyarakat, tokoh agama, dan para petugas terutama petugas kesehatan dan
diperlukan juga undang-undang kesehatan untuk memperkuat perilaku tersebut
(Notoatmodjo, 2003).

4. Klasifikasi Perilaku

Perilaku seseorang atau    masyarakat ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan,


tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Selain itu,
ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku petugas kesehatan terhadap kesehatan akan
mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku. Perubahan perilaku ditentukan oleh
konsep risiko.

Penentu respon individu untuk mengubah perilaku adalah tingkat beratnya risiko atau
penyakit. Secara umum, bila seseorang mengetahui ada risiko terhadap kesehatan maka
secara sadar orang tersebut akan menghindari risiko. Perilaku kesehatan diklasifikasikan
menjadi 3, kelompok yaitu:

A. Perilaku pemeliharaan kesehatan (health maintenance), yaitu usaha seseorang untuk


memelihara kesehatan agar tidak sakit dan usaha penyembuhan jika sedang sakit.
B. Perilaku pencarian dan penggunaan sistem pelayanan kesehatan (health seeking
behavior), yaitu perilaku yang menyangkut upaya atau tindakan seseorang saat sakit
dan atau kecelakaan untuk berusaha mulai dari self treatment sampai mencari
pengobatan ke luar negeri.
C. Perilaku kesehatan lingkungan, yaitu cara seseorang merespon lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun sosial budaya, sehingga lingkungan tersebut tidak
mempengaruhi kesehatannya.

5. Dasar- dasar Perilaku

Di dalam memahami perilaku individu, perlu mengkaji berbagai karakteristik


yang melekat pada individu tersebut. Adapun berbagai karakteristik individu yang utama
dapat dijelaskan sebagai berikut :
A. Karakteristik Biografis

 Usia
Bertambahnya usia memperkecil kemungkinan berhenti dari pekerjaan.
Penyebabnya adalah makin kecil pekerjaan alternatif dan tingkat upah atau
gaji yang sudah atau lebih tinggi. Bertambahnya usia juga berpengaruh
terhadap absensi. Hasil penelitian terdapat tingkat absensi yang dapat
dihindari. Selain juga terdapat tingkat absensi yang tidak dapat dihindari,
penyebabnya bisa kesehatan juga bisa karena cedera.

 Jenis Kelamin
Telaah psikologis disebutkan wanita lebih bersedia mematuhi otoritas
sementara pria lebih agresif pada pengharapan sukses. Selain itu tidak ada
bukti penelitian yang menyatakan jenis kelamin berpengaruh terhadap
kepuasan kerja. Apabila jenis kelamin dihubungkan dengan tingkat keluaran,
hasil penelitian menunjukkan bahwa wanita memiliki tingkat keluaran yang
tinggi dibandingkan dengan pria. Sementara terdapat penelitian lain yaitu jenis
kelamin dihubungkan dengan tingkat keluaran menunjukkan hasi yangl
sebaliknya. Sedangkan jenis kelamin dihubungkan dengan absensi, bukti
konsisten menunjukkan wanita lebih tinggi tingkat absensinya apabila
dibandingkan dengan pria.

 Status Kawin
Hasil riset yang sangat konsisten menunjukkan hasil bahwa untuk
karyawan yang menikah maka dapat dikatakan tingkat absensi dan keluaran
organisasi mengalami penurunan sedangkan kepuasan kerjanya cenderung
meningkat. Penyebab hal ini disebabkan perkawinan menyebabkan meningkatnya
tanggung jawab seseorang. Hal ini pada gilirannya membuat orang yang sudah
berkeluarga melihat pekerjaannya lebih bernilai dan penting, dan ikut menentukan
bagaimana tingkat kepuasan kerja mereka. Bagaimana dengan status janda atau
duda.

 Banyaknya Tanggungan
Tidak ada informasi yang cukup mengenai hubungan antara jumlah
tanggungan seseorang dengan produktivitas kerjanya. Akan tetapi sejumlah
penelitian telah menunjukkan bahwa jumlah anak yang dimiliki oleh pekerja
berhubungan erat dengan tingkat absensi dan kepuasan kerjanya.

 Masa Kerja
Meskipun hubungan senioritas dan produktivitas telah diselidiki secara
luas, tidak ada indikasi bahwa pekerja dengan masa kerja yang lebih lama lebih
produktif dari pada mereka yang baru bekerja. Akan tetapi diakui oleh para ahli
bahwa masa kerja  sebelumnya menjadi peramal yang ampuh terhadap keluarnya
karyawan (turnover) di masa depan, artinya semakin lama seseorang bekerja di
suatu instansi akan semakin kecil kemungkinan dia untuk keluar dari tempat
bekerja. Dapat dikatakan masa kerja  berhubungan negatif dengan turnover dan
sekaligus merupakan peramal terbaik bagi turnover. Dikatakan pula masa kerja
berhubungan secara positif dengan kepuasan kerja, dalam arti apabila seseorang
bekerja dalam waktu yang lama dalam suatu tempat maka dapat dikatakan orang
tersebut mengalami kepuasan kerja yang baik.

B. Kemampuan

Berbicara kemampuan dapat dibedakan dari 2 (dua) jenis yaitu :


1. Kemampuan Intelektual
2. Kemampuan Fisik

Kemampuan intelektual mempunyai arti yaitu kemampuan yang merujuk pada


suatu kapasitas individu untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu
pekerjaan. Artinya kemampuan intelektual merupakan kemampuan yang
diperlukan untuk menjalankan kegiatan mental. Kemampuan intelektual meliputi :

 Kemampuan berhitung
Kemampuan untuk berhitung dengan cepat dan tepat.

 Pemahaman verbal
Kemampuan memahami apa yang dibaca/didengar serta hubungan kata
satu sama lain
 Kecepatan perseptual
Kemampuan mengenali kemiripan dan beda visual dengan cepat dan tepat

 Penalaran induktif
Kemampuan mengenali suatu urutan logis dalam suatu masalah dan
kemudian memecahkan masalah itu.

 Penalaran deduktif
Kemampuan menggunakan logika dan menilai implikasi dari suatu
argumen

 Visualisasi ruang
Kemampuan membayangkan bagaimana suatu obyek akan tampak
seandainya posisinya dalam ruang diubah

 Ingatan
Kemampuan menahan dan mengenang kembali pengalaman masa lalu
Sedangkan kemampuan fisik didefinisikan sebagai kemampuan yang diperlukan
untuk melaksanakan tugas-tugas yang menuntut stamina, kecepatan, kekuatan dan
ketrampilan serupa. Menurut Robbin (2001) terdapat riset mengenai persyaratan-
persyaratan yang diperlukan dalam ratusan pekerjaan telah mengidentifikasi 9 (sembilan)
kemampuan dasar yang dilibatkan dalam melakukan tugas-tugas jasmani. Adapun 9
(sembilan) kemampuan fisik dasar tersebut sebagai berikut :
1. Faktor-faktor kekuatan yaitu :
 Kekuatan dinamis
Kemampuan untuk menggunakan otot secara berulang-ulang/sinambung
sepanjang suatu kurun waktu

 Kekuatan tubuh
Kemampuan menggunakan kekuatan otot dengan menggunakan otot-otot
tubuh (terutama perut)

 Kekuatan statis
Kemampuan menggunakan kekuatan terhadap obyek luar

 Kekuatan
Kemampuan menghabiskan suatu maksimum energi eksplosif dalam
satu/sederetan tindakan eksplosif

2. Faktor-faktor keluwesan yaitu :


 Keluwesan extent
Kemampuan menggerakkan otot tubuh dan meregang punggung sejauh
mungkin

 Keluwesan dinamis
Kemampuan melakukan gerakan cepat

3. Faktor-faktor lain yaitu :

 Koordinasi tubuh
Kemampuan mengkoordinasikan tindakan-tindakan serentak dari bagian-
bagian tubuh yang berlainan
  
 Keseimbangan
Kemampuan mempertahankan keseimbangan meski ada kekuatan yang
mengganggu keseimbangan

 Stamina
Kemampuan melanjutkan upaya maksimal yang menuntut upaya yang
diperpanjang sepanjang suatu kurun waktu

C. Kepribadian

Mengenai kepribadian menurut pendapat Gordon Allport dalam buku


Robbin (2001) diartikan sebagai pengorganisasian yang dinamis dari sistem-
sistem psikosifik dalam diri individu yang menentukan penyesuaian dirinya
dengan lingkungannya. Lebih jelasnya dapat didefinisikan sebagai total jumlah
dari cara-cara dalam mana seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan
orang-orang lain. Sedangkan menurut pendapat Toha (2001) kepribadian diartikan
sebagai suatu sistem yang dinamis dan memberikan dasar dari semua perilaku.
Kepribadian terdiri dari 3 (tiga) subsistem yaitu :
1. Konsepsi id
Menurut Toha (2001) id adalah penampungan dan sumber dari semua
kekuatan jiwa yang menyebabkan berfungsinya suatu sistem. Menurut
Gibson et al. (1986) id diartikan sebagai bagian yang primitif dan tidak
sadar dari kepribadian, gudang dari perangsang pokok. Id bekerja secara
tidak rasional artinya dalam rangka mencari pemuasan dari keinginannya.
Id tidak terbelenggu oleh faktor-faktor pembatas seperti etik, moral, alasan
dan logika. Upaya id diwujudkan lewat libido atau agresi.

2. Konsepsi ego
Kalau id sebagai sumber ketidaksadaran sedang ego merupakan sumber
rasa sadar. Ego mewakili logika dan yang dihubungkan dengan prinsip-
prinsip realitas. Ego menurut Toha (2001) merupakan subsistem yang
berfungsi ganda yakni melayani dan sekaligus mengendalikan dua sistem
lainnya (id dan superego) dengan cara berinteraksi dengan dunia luar atau
lingkungan luar. Sedangkan menurut Gibson et al. (1986) ego merupakan
wasit dari pertentangan antara id dan superego. Bagian dari tugas ego
adalah memilih tindakan yang akan memberi kepuasan kepada desakan
hati tanpa menimbulkan akibat yang tidak dikehendaki.

3. Konsepsi superego
Menurut Gibson et al. (1986) superego adalah gudang dari nilai
individu, termasuk sikap moral yang dibentuk oleh masyarakat.
Selanjutnya menurut Toha (2001) superego adalah kekuatan moral dari
personalitas. Superego merupakan sumber norma atau standard yang tidak
sadar yang menilai dari semua aktivitas ego. Superego seringkali
bertentangan dengan id. Id ingin mengerjakan apa yang dirasa baik,
sedangkan superego mendesak mengerjakan apa yang benar.

Kepribadian seseorang tidak terbentuk dengan sendirinya tetapi terdapat hal-hal


yang mempengaruhi kepribadian tersebut. Faktor-faktor yang menentukan terhadap
kepribadian seseorang yaitu faktor keturunan, lingkungan serta situasi. Seperti pendapat
menurut Gibson, et al. (1986) kepribadian diartikan sebagai serangkaian ciri yang relatif
mantap, kecenderungan dan perangai yang sebagian besar dibentuk oleh faktor keturunan
dan oleh faktor-faktor sosial, kebudayaan dan lingkungan. Serangkaian variabel ini
menentukan persamaan dan perbedaan dalam perilaku individu. Kemampuan seseorang
yang dipengaruhi keturunan dan lingkungan pada umumnya mantap dan konsisten tetapi
terkadang berubah dalam situasi yang berbeda.

Berbicara menyangkut keturunan diartikan merujuk pada faktor-faktor yang


ditentukan pada saat kehamilan. Sosok fisik, daya tarik, wajah, jenis kelamin,
temperamen, komposisi otot dan refleks, tingkat enegi dan ritme hayati, sebagian besar
dipengaruhi oleh siapa orang tuanya. Sedangkan lingkungan mempunyai arti yaitu
merujuk kepada budaya dimana kita dibesarkan, pengkondisian dini kita, norma-norma
keluarga, teman-teman dan kelompok sosial serta pengaruh lain yang dialami.

Adapun situasi akan mempengaruhi efek keturunan dan lingkungan pada


kepribadian.
           
Tanpa memperhatikan bagaimana orang mendefinisikan kepribadian, beberapa
prinsip pada umumnya diterima oleh para ahli psikologi. Prinsip-prinsip ini adalah :

1. Kepribadian adalah suatu keseluruhan yang terorganisasi. Apabila tidak


demikian maka individu tersebut tidak akan mempunyai arti.
2. Kepribadian kelihatannya diorganisasi dalam pola-pola. Pola ini sedikit
banyak dapat diamati dan diukur
3. Walaupun kepribadian mempunyai dasar biologis, tetapi perkembangannya
khususnya adalah hasil dari lingkungan sosial dan kebudayaan. 
4. Kepribadian mempunyai segi-segi yang dangkal, seperti sikap untuk menjadi
seorang pemimpin tim dan inti yang lebih dalam seperti sentimen atau
perasaan mengenai wewenang.
5. Kepribadian mencakup ciri-ciri umum dan khas. Setiap orang berbeda dari
setiap orang lain dalam beberapa hal, sedangkan dalam beberapa hal serupa.

D. Pembelajaran

Belajar merupakan salah satu proses fundamental yang mendasari perilaku.


Sebagian besar perilaku dalam organisasi merupakan perilaku yang diperoleh dengan
belajar. Belajar menurut pendapat Gibson et al. (1986) didefinisikan sebagai proses
terjadinya perubahan yang relatif tetap dalam perilaku sebagai akibat dari praktek.  Kata
relatif tetap menandakan bahwa perubahan dalam perilaku harus sedikit banyak bersifat
permanen.

Pendapat secara umum mengatakan pembelajaran adalah setiap perubahan yang


relatif permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Sedangkan ahli
psikologi menyebutkan belajar merupakan apa yang kita lakukan ketika kita bersekolah.
Sedangkan komponen dari definisi pembelajaran bisa dikatakan sebagai berikut :
1. Belajar melibatkan perubahan, bisa perubahan positif maupun negatif
2. Perubahan harus relatif permanen
3. Adanya perubahan perilaku, sebab apabila terjadi perubahan proses berpikir dan
sikap individu jika tidak diiringi atau diimbangi dengan perubahan perilaku bisa
dikatakan bukan merupakan pembelajaran.
Berbicara pembelajaran terdapat beberapa teori pembelajaran. Adapun
teori-teori pembelajaran tersebut sebagai berikut :
1. Pengkondisian Klasik
Diartikan suatu tipe pengkondisian dimana seorng individu
menanggapi beberapa rangsangan yang tidak akan selalu menghasilkan
respon semacam itu.
2. Pengkondisian Operan
Diartikan suatu tipe pengkondisian dimana perilaku sukarela yang
diinginkan menyebabkan suatu ganjaran atau mencegah suatu
hukuman.
3. Pengkondisian Sosial
Diartikan orang dapat belajar lewat pengamatan dan pengalaman l
angsung.

6. SOR Theory
Teori S-O-R (Stimulus Organism Respon) yang di kemukakan oleh Houland, et. al
pada tahun 1953 ini lahir karena adanya pengaruh dari ilmu psikologi dalam ilmu
komunikasi. Hal ini bisa terjadi karena psikologi dan komunikasi memiliki objek kajian
yang sama, yaitu jiwa manusia; yang meliputi sikap, opini, prilaku, kognisi, afeksi dan
konasi. Asumsi dasar teori S-O-R adalah bahwa penyebab terjadinya perubahan prilaku
bergantung ada kualitas rangsangan (stimulus) yang berkomunikasi dengan organisme

Sebuah perubahan dalam masyarakat tidak dapat dilakukan tanpa adanya bantuan
serta dorongan dari pihak luar, meskipun masyarakat tersebut menginginkan perubahan.
Teori ini dapat diterapkan sebagai strategi untuk melakuka penyuluhan atau penyadaran
masyarakat mengenai suatu hal, misalnya penyadaran akan pentingnya gaya hidup sehat
yang dilakukan pemerintah pada masyarakat yang tinggal di pinggiran sungai.
1. Proses Belajar Individu
Menurut teori S-O-R, proses dari perubahan sikap adalah serupa dengan
proses belajar. Berikut proses belajar yang dilakukan oleh individu:

 Pesan (stimulus) yang diberikan komunikator kepada komunikan


(organisme) dapat diterima atau ditolak oleh komunikan tersebut. Jika
komunikan menolak stimulus yang diberikan, berarti stimulus tersebut
kurang efektif untuk digunakan dalam mempengaruhi perhatian individu;
sehingga proses belajar berhenti disini.
 Namun apabila stimulus diterima, menandakan adanya perhatian dari
komunikan (organisme). Komunikan mengerti stimulus yang diberikan
oleh komunikator ini, berarti stimulus tersebut efektif digunakan dan
proses belajar berlanjut
 Setelah itu komunikan (organisme) mengolah stimulus yang diterimanya,
sehingga terjadi kesediaan untuk bertindak demi stimulus yang telah
diterimanya atau dengan kata lain mengambil sikap
 Ditambah dukungan fasilitas serta dorongan dari lingkungan, maka
akhirnya sikap yang diambil komunikan (individu) tersebut berlanjut
menjadi sebuah tindakan, yaitu perubahan prilaku.

2. Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Teori SOR


Berhasil atau tidaknya penerapan teori S-O-R dalam sebuah proses
komunikasi, dipengaruhi oleh berbagai faktor. Berikut beberapa  beberapa faktor
yang sangat mempengaruhi keberhasilan teori ini:

 Komunikator

Komunikator adalah penyampai pesan, dalam hal ini berkaitan dengan


pemberi stimulus. Komunikator dituntut untuk memiliki kredibilitas yang
tinggi di mata komunikan (penerima stimulus). Selain itu komunikator juga
harus memiliki kemampuan berkomunikasi serta daya tarik yang memadai
sehingga dapat menarik perhatian komunikan.
 Media

Dalam komunikasi, media merupakan alat atau sarana yang digunakan


oleh komunikator untuk menyampaikan pesan kepada komunikan. Media
yang digunakan perlu dipilih secermat mungkin agar dapar pesan atau
stimulus yang diberikan oleh komunikator dapat diterima dengan mudah oleh
komunikan. Media yang digunakan komunikator harus sesuai dengan
karakteristik komunikan, sehingga dapat mempermudah proses pemahaman
komunikan Karakteristik Komunikan (Organisme)

Diterima atau tidaknya suatu stimulus yang diberikan komunikator kepada


komunikan, sangat ditentukan oleh karakteristik komunikan. Oleh karena itu
pendalaman terhadap karakteristik komunikan sangat diperlukan, untuk
memperkuat tingkat keberhasilan stimuli yang diberikan.

3. Hambatan
Sama seperti teori-teori lainnya, teori keberhasilan penerapan teori SOP dalam
komunikasi juga bergantung pada banyak faktor. Berikut beberapa faktor yang juga
dapat menghambat teori SOP:

 Gangguan Mekanik

Gangguan mekanik berupa gangguan fisik, yang disebabkan oleh adanya


suara atau kebisingan lain di sekitar tempat pemberian stimulus dilakukan.
Misalnya suara mobil yang lalu lalang, suara musik dari luar, dll.

 Gangguan Semantik

Gangguan semantik berupa gangguan disebabkan oleh adanya perbedaan


makna yang dipahami oleh sumber dan penerima. Gangguan ini biasanya
berhubungan dengan keterbatasan atau perbedaan bahasa, misalnya perbedaan
pemahaman mengenai istilah – istilah rumit atau jargon – jargon tertentu

 Kepentingan

Komunikan akan selektif dalam menerima pesan/ stimulus yang diberikan


berdasarkan kepentingannya. Contohnya materi mengenai penyajian makanan
dengan gizi yang seimbang bagi keluarga akan lebih menarik bagi ibu rumah
tangga daripada materi mengenai cara menghitung kalori makanan yang
dibutuhkan untuk suatu kegiatan olahraga

 Motivasi Terpendam

Motivasi akan mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu yang sesuai


dengan keinginan, kebutuhan, dan kekurangannya. Perbedaan motivasi dapat
menjadi penghambat keberhasilan penerapan teori S-O-R. Ketika motivasi
yang terkandung dalam stimulus yang diberikan komunikator sesuai dengan
motivasi komunikan, maka stimulus akan diterima. Jika tidak sesuai,
komunikan akan mengabaikannya. Semakin sesuai stimulus yang diberikan
dengan motivasi yang dimiliki komunikan, akan semakin tinggi pula tingak
keberhasilan penerapan teori S-O-R ini.

 Prasangka

Prasangka berkaitan dengan rasa curiga yang timbul dalam diri


komunikan. Prasangka bisa menjadi hambatan yang sangat berat dalam
keberhasilan teori S-O-R, sebab rasa curiga akan membuat komunikan
bersikap menentang komunikator, bahkan sebelum komunikator
menyampaikan apapun. Prasangka dapat timbul pada etnis, agama, pandangan
politik, atau kelompok tertentu

 Evasi Komunikasi

Evasi komunikasi berkaitan gejala mencemooh atau mengelakkan pesan


(stimulus) yang diberikan komunikator dengan tujuan untuk mendiskreditkan
pesan tersebut. Terdapat tida jenis evasi, yaitu menyesatkan pengertian,
mencacatkan pesan komunikasi, dan merubah kerangka referensi.
Menyesatkan pengertian misalnya, dengan menyebut seorang pejabat
pemerintah mencari muka  ketika pejabat tersebut terlihat sedang melakukan
upaya menanam pohon.

4. Pengaplikasian Teori SOR


Teori ini dapat digunakan dalam berbagai bidang, baik dalam bidang bisnis,
kesehatan politik, pemerintahan, atau bidang lain yang memiliki tujuan untuk
merubah sikap seseorang atau suatu kelompok. Dalam contoh ini penulis mengambil
kasus dalam bidang kesehatan, merubah prilaku masyarakat yang tinggal di
pinggiran sungai agar tidak membuang sampai kesungai, karena selain merusak
lingkungan, air sungai juga digunakan untuk mencuci, mck, dan semacamnya oleh
masyarakat di hilir sungai.

A. Elemen Teori SOR

Berikut adalah beberapa elemen yang ada di dalam teori S-O-R,


diantaranya adalah:

1. Stimulus (S): gagasan untuk menyadarkan masyarakat yang tinggal di sekitar


aliran sungai untuk tidak membuang sampah kesungai
2. Orgamisme (O): masyarakat yang tinggal di pinggir sungai
3. Respon (R): berupa efek yang diharapkan terjadi, yaitu masyarakat merubah
kebiasaan mereka mencemari lingkungan.
B. Proses Tahapan

Selain beberapa elemen yang ada di teori S-O-R, terdapat pula berbagai
proses tahapan yang diadaptasi dari teori S-O-R tersebut. iantaranya:

1. Tahap pertama, komunikator mencari cara pemberian stimulus yang tepat agar
mendapatkan perhatian dari komunikan
2. Setelah mendapatkan perhatian, selanjutnya komunikator berusaha bagaimana
caranya agar komunikan mendapatkan perngertian bahwa membuang sampah
ke sungai itu tidak baik.
3. Selanjutnya komunikan mengolah gagasan yang diterimanya dari
komunikator, disii komunikan menentukan sikap apa yang dipilihnya.
4. Tahap terakhir, masyarakat mulai mengubah prilakunya dengan tidak lagi
membuang sampah di sungai dan lebih mencintai lingkungan.

5. Kelebihan dan Kekurangan


Sebagai sebuah teori komunikasi, terdapat beberapa kelebihan dan
kekurangan dalam penerapan teori S-O-R dalam mewujudkan komunikasi yang
efektif, diantaranya:

A. Kelebihan:

1. Cukup efektif untuk mempersuasi seseorang, atau sekelompok


orang sebab teori S-O-R menekankan untuk melakukan kajian
mendalam mengenai komunikan agar proses persuasi dapat
dilakukan dengan mudah

2. Kemungkinan keberhasilan teori S-O-R cukup tinggi, terutama


jika dilakukan dalam konteks antarpribadi yang memiliki
komunikasi dan diskusi yang lebih intens Teori S-O-R dapat
digunakan untuk memprediksi respon yang timbul, berdasakan
stimuli dan data karakteristik komunikan yang dimiliki.

B. Kekurangan:

1. Teori ini tidak menjamin bahwa stimuli yang diberikan akan berkasil
mempersuasi seseorang atau sekelompok orang untuk merubah sikapnya.
Sebab gagasan yang disampaikan komunikator dapat ditolak oleh
komunikan
2.  Keberhasilan teori S-O-R sangat bergantung pada proses yang terjadi
antara komunikator dan komunikan. Jika komunikan tidak memperhatikan
komunikator, komunikan tidak akan mengerti gagasan yang diberikan oleh
komunikator, akibatnya tidak akan terjadi pemahaman sehingga gagasan
tersebut akhirnya ditolak.

Anda mungkin juga menyukai