Anda di halaman 1dari 19

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pengetahuan

2.1.1 Definisi Pengetahuan

Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang

melakukan pengindraan terhadap suatu objek tertentu. Pengindraan

terjadi melalui panca indra manusia yakni indra penglihatan,

pendengaran, penciuman, rasa dan raba (Notoatmodjo, 2011).

2.1.2 Tingkat pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011), pengetahuan mempunyai 6

tingkatan yaitu:

2.1.2.1 Tahu (Know)

Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumnya.

2.1.2.2 Memahami (Comprehension)

Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan

menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan

dapat mengintrepretasi materi tersebut secara benar.

2.1.2.3 Aplikasi (Application)

Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau

kondisi sebenarnya.
2.1.2.4 Analisis (Analysis)

Analisi adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan

materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen, tetapi

masih dalam suatu struktur organisasi tersebut dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

2.1.2.5 Sintesis (Syntesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan untuk

meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru.

2.1.2.6 Evaluasi (Evalution)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seeorang

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu

obyek tertentu.

2.1.3 Cara Memperoleh Pengetahuan

Menurut Notoatmodjo (2011), ada beberapa cara untuk

memperoleh pengetahuan, yaitu :

2.1.3.1 Cara Coba-Salah

Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan

kemungkinan dalam memecahkan masalah apabila

kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan

yang lain. Apabila kemungkinan kedua ini gagal pula, maka

dicoba dengan kemungkinan ketiga, dan apabila

kemungkinan ketiga gagal dicoba kemungkinan keempat dan


seterusnya, sampai maslah tersebut dapat dipecahkab. Itulah

sebabnya maka cara ini disebut metoda trial (coba) and error

(gagal atau salah ) atau metode coba slah coba-coba.

2.1.3.2 Secara Kebetulan

Penemuan kebenaran secara kebetulan terjadi karena

tidak disengaja oleh orang yang bersangkutan.

2.1.3.3 Cara Kekuasaan atau Otoritas

Dalam kehidupan manusia sehari-hari, banyak sekali

kebiasaan-kebiasaan dan tradisi-tradisi yang dilakukan oleh

orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan

tersebut baik atau tidak. Kebiasaan-kebiasaan ini biasanya

diwariskan turun temurun dari generasi ke generasi

berikutnya.

2.1.3.4 Berdasarkan Pengalaman Pribadi

Pengalaman adalah guru yang baik, demikian bunyi

pepatah. Pepatah ini mengandung maksud bahwa pengalaman

itu merupakan sumber pengetahuan atau pengalaman itu

merupakan suatu cara untuk memperoleh pengetahuan.

2.1.3.5 Cara Akal Sehat

Akal sehat atau common snese kadang-kadang dapat

menemukan teori atau kebenaran. Sebelum ilmu pendidikan

ini berkembang. Para orang tua zaman dahulu agar anaknya

menuruti nasehat orang tuanya atau agar anak displin

menggunakan cara hukuman fisikbila anaknya berbuat salah,


misalnya dijewer telinganya atau dicubit. Ternyata cara

menghukum anak sampai seklarang berkembang menjadi

teori kebenaran bahwa hukuman merupakan metode

(meskipun bukan yang paling baik) bagi pendidikan anak.

2.1.3.6 Kebenaran Melalui Wahyu

Ajaran dan dogma agama adalah suatu kebenaran

yang diwahyukan dari Tuhan melalui para Nabi. Kebenaran

ini harus diterima dan diyakini oleh pengikut-pengikut agama

yang bersangkutan.

2.1.3.7 Kebenaran Secara Intuitif

Kebenaran secara Intuitif diperoleh manusia secara

cepat sekali melalui proses diluar kesadaran dan tanpa

melalui proses penlaran atau berpikir. Kebenaran yang

diperoleh melalui Intuitif sukar dipercaya karena kebenaran

ini tidak menggunakan cara-cara yang rasional dan yang

sistematis.

2.1.3.8 Melalui Jalan Pikiran

Sejalan dengan perkembangan umat manusia, cara

berpikir pun ikut berkembang. Dari sini manusia telah

mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh

pengetahuannya. Dengan kata lain, dalam memperoleh

kebenaran pengetahuan manusia telah menggunakan jalan

pikirannya baik melalui induksi maupun dedukasi.


2.1.3.9 Induksi

Induksi merupakan proses penarikan kesimpulan yang

dimulai dari pernyataan-pernyataan khusus ke pernyataan-

pernyataan umum. Hal ini berarti dalam berpikir induksi

pembuatan kesimpulan tersebut berdasarkan pengalaman

empiris yang ditangkap oleh indra.

2.1.3.10 Dedukasi

Dedukasi adalah pembuatan kesimpulan dari

pernyataan-pernyataan umum ke khusus. Silogisme yaitu

bentuk dedukasi yang memungkinkan seseorang untuk dapat

mencapai kesimpulan yang lebih baik.

2.1.4 Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan

Menurut Wahid Mubarok, dkk (2010), faktor-faktor yang

mempengaruhi pengetahuan yaitu:

2.1.4.1 Pendidikan

Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan

seseorang pada orang lain terhadap sesuatu hal agar mereka

dapat memahami. Tidak dapat dipungkiri bahwa maka tinggi

pendidikan sesorang semakin mudah pula mereka menerima

informasi dan pada akhirnya makin banyak pula pengetahuan

yang dimilikinya.
2.1.4.2 Pekerjaan

Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang

memperoleh pengalaman dan pengtahuan baik secara

langsung maupun tidak langsung.

2.1.4.3 Umur

Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi

perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental).

2.1.4.4 Minat

Minat sebagai kecenderungan atau keinginan yang

tinggi terhadap sesuatu. Minat menjadikan sesorang untuk

mencoba dan menekuni suatu hal dan pada akhirnya diperoleh

pengetahuan yang lebih mendalam.

2.1.4.5 Pengalaman

Pengalaman adalah suatu kejadian yang pernah

dialami seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungannya.

2.1.4.6 Kebudayaan lingkungan sekitar

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap perubahan sikap.

2.1.4.7 Informasi

Kemudahan untuk memperoleh suatu informasi dapat

membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh

pengetahuan yang baru.


2.1.5 Pengukuran Pengetahuan

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara

yang menyatakan tentang isi materi yang ingin diketahui dari subyek

penelitian atau responden, pengetahuan yang ingin kita ukur dapat

disesuaikan dengan tingkat tersebut di atas (Notoatmodjo, 2012).

Cara pengukuran menggunakan skala pengukuran ordinal

yaitu pengukuran dimana angka yang digunakan dalam skala ordinal

menetapkan posisi relatif dari beberapa sub kelas. Sedangkan

pengelompokkan pengetahuan dikategorikan :

Baik : bila skor lebih dari 76%

Cukup : bila skor 56-75%

Kurang : bila skor kurang dari 56%.

Sebaliknya data kualitatif yang ada sering kali

dikualifikasikan, diangkat untuk sekedar mempermudah

penggabungan 2 atau lebih data variabel. Setelah terdapat hasil akhir

lalu dikualifikasikan kembali dan tehnik ini disebut tehnik deskriptif

(Arikunto S, 2011).

2.2 Konsep Sikap

2.2.1 Definisi Sikap

Sikap adalah derajat efek positif atau efek negatif terhadap

suatu objek psikologis. Sikap sebagai suatu pola perilaku, tendensi

atau kesiapan antisipasi, predisposisi untuk menyesuaikan diri dalam


situasi sosial atau secara sederhana. Sikap adalah respon terhadap

stimuli sosial terkondisikan. Sikap sebagai keteraturan tertentu

terhadap perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi

tindakan (konasi) seseorang terhadap dirinya sendiri, orang lain, objek

atau lain-lain (Azwar, 2013).

Sikap adalah penilaian (bisa berupa pendapat) seseorang

terhadap stimulus atau objek (dalam hal ini adalah masalah kesehatan,

termasuk penyakit). Setelah seseorang mengetahui stimulus atau

objek, proses selanjutnya akan menilai atau bersikap terhadap

stimulus atau objek kesehatan tersebut (Notoatmodjo, 2012).

2.2.2 Struktur Sikap

Struktur sikap terdiri atas tiga komponen yang saling

menunjang yaitu :

2.2.2.1 Komponen Kognitif

Berisi kepercayaan seseorang mengenai apa yang

berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap. Mengapa orang

percaya atau mempunyai kepercayaan, kepercayaan datang

dari apa yang telah kita lihat atau apa yang telah kita ketahui.

Berdasarkan apa yang telah kita lihat itu kemudian terbentuk

suatu ide atau gagasan mengenai sifat atau karakteristik

umum suatu objek. Sekali kepercayaan itu telah terbentuk,

maka ia akan menjadi dasar pengetahuan seseorang mengenai

apa yang dapat diharapkan dari objek tertentu. Dengan

demikian, interaksi kita dengan pengalaman di masa datang


serta prediksi kita mengenai pengalaman tersebut akan lebih

mempunyai arti dan keteraturan. Tanpa adanya sesuatu yang

kita percayai, maka fenomena dunia di sekitar kita pasti

menjadi terlalu kompleks untuk dihayati dan sulit untuk

ditafsirkan artinya.

2.2.2.2 Komponen Afektif

Menyangkut masalah emosional subjektif seseorang

terhadap suatu objek sikap. Secara umum, komponen ini

disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

Namun, pengertian perasaan pribadi seringkali sangat

berbeda perwujudannya bila dikaitkan dengan sikap. Pada

umumnya, reaksi emosional yang merupakan komponen

afektif ini banyak dipengaruhi oleh kepercayaan atau apa

yang kita percayai.

2.2.2.3 Komponen Perilaku atau Konatif Perilaku

Menunjukkan bagaimana perilaku atau

kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang

berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya. Kaitan ini

didasari oleh asumsi bahwa kepercayaan dan perasaan

banyak mempengaruhi perilaku. Maksudnya, bagaimana

orang berperilaku dalam situasi tertentu dan terhadap

stimulus tertentu akan banyak ditentukan oleh bagaimana

kepercayaan dan perasasannya terhadap stimulus tersebut.

Kecenderungan berperilaku secara konsisten, selaras dengan


kepercayaan dan perasaan ini membentuk sikap individual.

Karena itu, adalah logis untuk mengharapkan bahwa sikap

seseorang akan dicerminkannya dalam bentuk tendensi

perilaku terhadap objek. (Azwar, 2013)

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Sikap

Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan sikap adalah :

2.2.3.1 Pengalaman Pribadi

Tanggapan akan menjadi salah satu dasar

terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan

penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang

berkaitan dengan objek psikologis. Apakah penghayatan itu

kemudian akan membentuk sikap positif ataukah sikap

negatif, akan tergantung pada berbagai faktor lain.

2.2.3.2 Pengalaman Orang yang Dianggap Penting

Orang lain disekitar kita murupakan salah satu

diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap

kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang

kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan

pendapat kita, seseorang yang tidak ingin kita kecewakan,

atau seseorang yang berarti khusus bagi kita.

2.2.3.3 Kebudayaan

Kebudayaan dimana kita hidup dan dibesarkan

mempunyai pengaruh besar terhadap pembentukan sikap kita.

Apabila kita hidup dalam budaya yang mempunyai norma


longgar bagi pergaulan heteroseksual, sangat mungkin kita

akan mempunyai sikap yang mendukung terhadap masalah

kebebasan pergaulan heteroseksual.

Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup

pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, keagamaan,

hukum, adat istiadat, dan lain kemampuan serta kebiasaan-

kebiasaan yang didapatkan manusia sebagai anggota

masyarakat.

2.2.3.4 Media Massa

Sebagai sarana komunikasi, berbagai bentuk media

massa seperti televisi, radio, surat kabar, majalah, dll.

Mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan

kepercayaan orang. Dalam penyampaian informasi sebagai

tugas pokoknya, media massa membawa pula pesan-pesan

yang berisi sugesti yang dapat mengarahkan opini seseorang.

2.2.3.5 Lembaga Pendidikan dan Lembaga Agama

Lembaga pendidikan serta lembaga agama sebagai

suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap

dikarenakan keduanya meletakan dasar pengertian dan

konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan

buruk, garis pemisah antara sesuatu yang boleh dan yang

tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari

pusat keagaman serta ajaran-ajarannya.


2.2.3.6 Faktor Emosional

Tidak semua bentuk sikap ditentukan oleh situasi

lingkungan dan pengalaman pribadi seseorang. Kadang-

kadang, suatu bentuk sikap merupakan pernyataan yang

didasari oleh emosi yang berfungsi sebagai semacam

penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme

pertahanan ego.

2.2.3.7 Penyuluhan kesehatan

Sejalan dengan teori yang diungkapkan oleh Brooker

(2013) bahwa dengan penyuluhan kesehatan dapat

memodifikasi perilaku seseorang karena proses dalam

penyuluhan kesehatan adalah dengan mengklarifikasikan

sikap. Salah satu cara yang digunakan untuk merubah sikap

seseorang adalah dengan pemberian informasi. Informasi

tidak selalu mencukupi untuk mencukupi untuk merubah

sikap, akan tetapi informasi akan membantu waktu agar

orang tersebut dapat menyesuaikan dengan informasi yang

baru saja didapatkan (Azwar, 2013)

2.2.4 Tingkatan Sikap

Seperti halnya dengan pengetahuan dibagi menjadi 4 tindakan

sikap antara lain :

2.2.4.1 Menerima
Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan

memberikan stimulus yang diberikan (objek).

2.2.4.2 Merespon (responding)

Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan

dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu

indikasi dari sikap. Karena dengan suatu usaha untuk

menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang

diberikan. Lepas pekerjaan itu benar atau salah adalah berarti

orang menerima ide tersebut.

2.2.4.3 Menghargai (valuing)

Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau

mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah

adalah indikasi dan sikap tingkat tiga.

2.2.4.4 Bertanggung Jawab

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah

dipilihnya dengan segala resiko (Notoatmodjo, 2012)

2.2.5 Pengukuran Sikap

Pengukuran sikap skala sikap yang berisi pernyataan-

pernyataan terpilih dan telah diuji reabilitas dan validitasnya maka

dapat digunakan untuk mengungkapkan sikap kelompok responden.

2.2.5.1 Keterangan dari item pernyataan untuk sikap positif

1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan

pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban

kuesioner skor 4.
2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan

kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor

3.

3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan

pernyaan kuesioner, dan diberikan melalui kuesioner skor

2.

4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak

setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan

melalui jawaban kuesioner skor 1.

2.2.5.2 Jawaban dari item pernyataan untuk sikap negatif

1) Sangat setuju (SS) jika responden sangat setuju dengan

pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui jawaban

kuesioner skor 1.

2) Setuju (S) jika responden setuju dengan pernyataan

kuesioner, dan diberikan melalui jawaban kuesioner skor

2.

3) Tidak setuju (TS) jika responden tidak setuju dengan

pernyataan kuesioner, dan diberikan melalui kuesioner

skor 3.

4) Sangat tidak setuju (STS) jika responden sangat tidak

setuju dengan pernyataan kuesioner, dan diberikan

melalui jawaban kuesioner skor 4.

(Hidayat, 2012).
2.2.5.3 Kriteria pengukuran sikap yakni :

1) Sikap positif jika nilai T skor yang diperoleh responden

dari kuesioner ≥ T mean.

2) Sikap negatif jika nilai T skor yang diperoleh responden

dari kuesioner < T mean.

Untuk mengkonversi dari jawaban skala likert

menjadi bentuk T skor dengan menggunakan rumus (Azwar,

2013) yaitu :

Keterangan :

s : simpang baku deriviat

: rata-rata dari skor kelompok

X : skor jawaban yang akan diubah dalam bentuk T

skor

n : besar sampel

Untuk mencari s digunakan rumus :

Keterangan :

s : varian skor pernyataan

n : jumlah responden

(Azwar, 2013)
2.1 Konsep Teori Tali Pusat

2.1.1 Pengertian Tali Pusat

Pengertian tali pusat yaitu jembatan penghubung antara lasenta

dan bayi. Tali pusatlah yang bertugas untuk menyalurkan darah, nutrisi

dan oksigen yang juga dibutuhkan oleh bayi. Setelah masa kehamilan

berakhir, maka tugas dan fungsi plasenta dan tali pusat pun berakhir.

Tali pusat adalah jaringan pengikat yang menghubungkan plasenta (ari-

ari) dengan janin. Tali pusat ini berbentuk seperti tali yang memanjang

saat berada didalam kandungan. Fungsi tali pusat adalah menjaga

kelangsungan hidup pertumbuhan janin didalam kandungan dengan

mengalirkan oksigen dan nutrisi dari ibu ke aliran darah janin (Abata,

2015:91).

Tali pusat atau dalam istilah medis dikenal dengan funiculus

umbilicalis merupakan sebuah saluran kehidupan bagi janin selama

dalam kandungan. Tali pusat memiliki peran penting dalam

pertumbuhan dan perkembangan janin Melalui tali pusat inilah,

makanan, oksigen, serta nutrisi lain yang dibutuhkan oleh bayi

disalurkan dari peredaran darah sang ibu. Tali pusat hanya berperan

selama proses kehamilan. Ketika bayi sudah dilahirkan maka tali pusat

sudah tidak dibutuhkan lagi. Itu sebabnya, tindakan yang paling sering

dilakukan adalah memotong dan mengikat tali pusat hingga akhirnya

beberapa hari setelah itu tali pusat akan mengering dan lepas dengan

sendirinya (Riksani, 2012:2).


2.1.2 Perawatan Tali Pusat

Perawatan tali pusat adalah melakukan pengobatan dan

pengikatan yang menyebabkan pemisahan fisik dengan bayi.

Kemudian, tali pusat dirawat dalam keadaan bersih dan terhindar

dari infeksi tali pusat. Perawatan tali pusat dimaksudkan agar luka tali

pusat tetap bersih serta tidak terkena air kencing, kotoran bayi, nanah,

dan kotoran lain. Hal ini dilakukan agar bayi terhindar dari infeksi.

Berikut ini beberapa tanda-tanda infeksi pada tali pusat yaitu ada pus

atau nanah, berbau busuk, dan kulit sekitar pusat kemerahan (Ronald,

2011:41). Selain karena tubuh bayi baru lahir terlihat masih begitu

lemah, adanya tali pusat yang masih menempel di badan bayi, juga

menjadi salah satu alasan bagi para ibu, terutama wanita yang pertama

kali melahirkan merasa rishi, takut, khawatir tali pusatnya akan

terlepas, tidak leluasa terutama ketika memandikan atau memakaikan

pakaian, dan ketakutan lainnya sehingga membuat ibu atau keluarga

tidak leluasa untuk bersentuhan dengan sang bayi (Riksani, 2012:70).

menurut Abata (2012:93), jika tali pusat bayi dirawat dengan baik dan

benar, bayi terhindar dari penyakit tetanus dan radang selaput otak.

Tali pusat yang sehat akan puput setelah bayi berumur 6-7 hari.

Berikut beberapa langkah perawatan tali pusat menurut Riksani

(2012):

1) Cuci tangan terlebih dahulu sebelum menyentuh tali pusat.


2) Saat memandikan bayi, usahakan agar anda tidak menarik tali

pusat.

3) Bungkus longgar tali pusat menggunakan kasa steril atau tali

pusat dapat dibiarkan terbuka (tanpa dibungkus kassa) dan

tanpa dibubuhi apa pun (obat antiseptic atau alcohol),

apalagi jika orangtua atau kerabat menyarankan untuk

menambahkan bahan-bahan lain di atas tali pusat.

4) Tali pusat sebaiknya tidak tertutup dengan rapat karenakan

membuat menjadi lembap yang bisa meningkatkan resiko

tumbuhnya bakteri. Mungkin sebagian orangtua baru merasa

takut melihat tali pusat yang belum terlepas. Tali pusat boleh

ditutup atau diikat dengan longgar pada bagian atas tali pusat

dengan menggunakan kassa steril. Pastikan tali pusat tidak

tertekan oleh pakaian ataupun tali kain popok. Bila bayi

menggunakan popok sekali pakai, pilihah popok khusus bayi

baru lahir (terdapat lekukan dibagian depan). Hindari

pemakaian celana sebelum tali pusat terlepas. Sebaiknya,

kenakan popok pada pakaian atasan. Bila bayi menggunakan

popok terbuat dari kain, jangan masukkan baju atasannya ke

dalam popok.Ini semua dimasukkan untuk membiarkan tali

pusat terkena udara agar lebih cepat kering dan lepas.

5) Tali pusat akan terlepas dengan sendirinya, sehingga sangat

tidak dianjurkan untuk memegang atau menarik-narik tali


pusat, meskipun anda gemas melihat bagian tali pusat yang

terlihat menggantung diatas perut sang buah hati.

Anda mungkin juga menyukai