Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Rumah sakit merupakan salah satu sarana tempat pelayanan kesehatan
dengan memberdayakan berbagai kesatuan personel terlatih dan terdidik dalam
menghadapi dan menangani masalah kesehatan untuk pemulihan dan
pemeliharaan kesehatan yang baik. Salah satu pelayanan yang disediakan dan
diberikan rumah sakit adalah pelayanan di kamar operasi (Sudibyo, 2020).
Kamar operasi adalah salah satu unit khusus dirumah sakit yang berfungsi
sebagai tempat untuk melakukan tindakan pembedahan secara elektif maupun
akut, yang membutuhkan kondisi steril dan kondisi khusus lainnya. Pelayanan
di kamar operasi diperuntukan bagi pasien yang memerlukan tindakan
pembedahan (Kemenkes, 2012).
Pembedahan atau operasi adalah semua tindak pengobatan dengan
menggunakan prosedur invasif, dengan tahapan membuka atau menampilkan
bagian tubuh yang ditangani. Pembukaan bagian tubuh yang dilakukan
tindakan pembedahan pada umumnya dilakukan dengan membuat sayatan,
setelah yang ditangani tampak, maka akan dilakukan perbaikan dengan
penutupan serta penjahitan luka (Sjamsuhidayat & Jong, 2017). Pembedahan
dilakukan untuk mendiagnosa atau mengobati suatu penyakit, cacat atau
cedera, serta mengobati kondisi yang tidak mungkin disembuhkan dengan
tindakan atau obat-obatan sederhana (Potter, P.A, Perry, 2016).
Tindakan pembedahan atau operasi bertujuan untuk menyelamatkan nyawa,
mencegah kecacatan dan komplikasi. Pembedahan juga dapat menimbulkan
komplikasi yang dapat membahayakan nyawa. Oleh sebab itu diperlukan
pelayanan pembedahan yang aman untuk mengatasi komplikasi pembedahan
(Irmawati. 2017 dalam Negar, 2019). Tindakan pembedahan dilakukan secara
tim, yang terdiri dari dokter sebagai operator, serta perawat meliputi perawat
instrument, perawat anestesi, perawat sirkulasi dan perawat pemulihan. Setiap
anggota dalam tim operasi diharapkan selalu menjalankan posedur sesuai

1
2

dengan standar dan pedoman pelayanan bedah demi terciptanya Patient Safety
(Rahmah dkk, 2021).
Penanganan kesehatan pasien memerlukan kehati-hatian dan mematuhi
prinsip dasar Patient Safety (Hasanuddin, 2020). Konsep keselamatan pasien
(Patient Safety) secara mendasar diartikan sebagai “Freedom From Accidental
Injury” oleh Institute Of Medicine (IOM, 2010). Patient Safety adalah suatu
system di rumah sakit yang bertujuan membuat asuhan pasien menjadi lebih
aman (Rahmah dkk, 2021). Menurut World Health Organization (WHO) atau
Badan Kesehatan Dunia adalah prinsip dasar perawatan kesehatan adalah
Patient Safety dimana salah satu program Patient Safety adalah Surgical Safety
Checklist (WHO, 2017).
World Health Organization (WHO) melalui Word Alliance For Patient
Safety telah membuat Surgical Safety Checklist (selanjutnya disingkat SSC)
sebagai tool / alat yang digunakan oleh para praktisi klinis di kamar operasi
untuk meningkatkan keamanan operasi, mengurangi kematian dan komplikasi
akibat pembedahan. Surgical Safety Checklist digunakan melalui tiga tahap,
masing – masing sesuai dengan alur waktunya yaitu saat sebelum induksi
anestesi “Sign In”, sebelum dilakukan insisi kulit “Time Out”), dan sebelum
mengeluarkan pasien “Sign Out” (Sudibyo, 2020).
Salah satu penelitian menyebutkan bahwa Surgical Safety Checklist yang
diuji coba penggunaannya di delapan rumah sakit di dunia dan mengumpulkan
data pada sekitar 4000 pasien dari beragam kelompok. Mulai Oktober 2007-
September 2008, hasilnya diterbitkan pada bulan Januari 2009 dan
menunjukkan hasil bahwa pengaplikasian Checklist Keselamatan Bedah ini
berdampak positif seperti menurunkan angka komplikasi rawat inap (11,0-
7,0%) dan kematian (1,5-0,8%). Daftar periksa keselamatan bedah dirancang
terutama untuk mencegah kematian akibat kesalahan perioperatif dan pada
tahun 2009 penerapan Checklist keselamatan bedah mulai dilaksanakan di
beberapa rumah sakit. (Russ et al., 2014 dalam Rini, dkk., 2020).
Penelitian yang dilakukan Weiser & Haynes (2018), melaporkan
penggunaan Surgical Safety Checklist berdasarkan data yang dikumpulkan
3

pada tahun 2011 (2 tahun setelah publikasi World Health Organization),


penggunaan daftar periksa mendekati 100% di Denmark, Prancis, Irlandia,
Belanda dan Inggris, sementara itu 30 % lebih rendah di Kroasia, Siprus, Ceko
Republik, Estonia, Yunani, Hungary, Latvia, Lithuania, Polandia. Sekarang
lebih dari 4000 rumah sakit di dunia telah menerapkan Surgical Safety
Checklist atas saran dari World Health Organization (WHO) Checklist tersebut
dapat dimodifikasi sesuai keadaan. Hasil penelitiannya menunjukkan adanya
penurunan kematian dan komplikasi akibat pembedahan setelah menggunakan
Surgical Safety Checklist.
Pelaksanaan Surgical Safety Checklist pada tahap Sign In merupakan salah
satu tahap titik terberat dalam pengaplikasiannya. Hal ini dikarenakan
melakukakan kroscek ulang bahwa tidak terjadi kesalahan identifikasi,
penandaan area operasi telah benar dilakukan, antisipasi terhadap perdarahan,
memastikan kelengkapan peralatan pendukung setelah melakukan timbang
terima dengan perawat ruangan. Jadi dapat dilihat bahwa pada tahap Sign In
adalah pemeriksaan keselamatan pasien dimana tahap ini harus terselesaikan
sebelum dilakukan induksi anestesi setidaknya membutuhkan kehadiran
personel anestesi dan perawat, terutama Coordinator Checklist yang telah
ditunjuk dan dapat menyelesaikan bagian ini (Yusyka, dkk, 2018).
Hal ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Karlina (2016),
tentang evaluasi kepatuhan tim bedah dalam penerapan Surgical Safety
Checklist World Health Organization (WHO) yang dilaksanakan di Instalasi
bedah sentral di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Bantul. Pada fase Sign In,
belum seluruh perawat melaksanakannya sesuai dengan prosedur
implementasinya. Kepatuhan pengisian paling tinggi adalah identifikasi gelang
pasien, lokasi operasi, dan telah melakukan informed consent kepada pasien
terkait prosedur operasi dan anestesi. Kepatuhan pengisian paling rendah
adalah penilaian resiko pasien yaitu penilaian riwayat alergi, penilaian penyulit
pernafasan/resiko aspirasi, penilaian resiko kehilangan darah, dan penilaian
perlunya akses intravena 2 jalur. atu ahap Dalam rangka menciptakan layanan
yang aman bagi pasien, tim bedah profesional yang bertugas di rumah sakit
4

memberikan pelayanan secara interdependen yang tidak terlepas dari


kepatuhan tim dalam menerapkan Surgical Patient Safety pada tahap Sign In.
Adanya salah satu contoh hasil penelitian diatas, maka betapa pentingnya
patuh dalam pelaksanaan Sign In yang harus dilakukan sesuai prosedur
tersebut. Hal ini dikarenakan Sign In merupakan asesmen pertama dari
serangkaian Surgical Safety Checklist yang apabila tidak dilakukan sesuai
standar operasional prosedur dapat meningkatkan risiko yang terjadi pada
pasien di meja operasi (Hermawan, 2014).
Institute of Medicine menyatakan jika tim bedah tidak patuh dalam
menerapkan Surgical Safety Checklist mengakibatkan cedera pada pasien, bisa
berupa Near Miss atau kejadian yang tidak diharapkan (Anggi, 2019). Faktor
yang penting dalam mempengaruhi pengisian Surgical Patient Safety (Sign In),
adalah kepatuhan. Kepatuhan merupakan perubahan perilaku atau kepercayaan
seseorang dari akibat adanya kelompok yang terdiri dari pemenuhan dan
penerimaan, serta mengikuti peraturan atau perintah langsung yang diberikan
kepada suatu kelompok maupun individu (Ulum, 2013).
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Prasetyo (2017), di RSKIA
Sadewa Yogyakarta didapat sebagian besar tim operasi melaksanakan operasi
elektif yaitu 36 kegiatan operasi 55,4% tidak patuh dalam menerapkan
Surgical Safety Checklist fase Sign In yaitu 26 kegiatan 40% tidak patuh dalam
menerapkan Surgical Sign In. Sedangkan menurut Warsono (2013), penelitian
di RSUP Dr. Sardjito Yogyakarta didapat data sejumlah 31 dari 38 responden
memiliki kategori patuh sebanyak 18,6% dan 7 orang dari 38 responden tidak
patuh dalam observasi pelaksanaan Sign In sebanyak 18,4%.
Pada penerapan Sign In, perawat bekerja langsung sehingga dibutuhkan
pengetahuan yang baik dalam pelaksanaannya. Pengetahuan merupakan salah
satu faktor yang menjadi pendukung seseorang melakukan kepatuhan (Ifah
Wulandari, 2020). Pengetahuan merupakan fungsi dari sikap, menurut fungsi
ini manusia mempunyai dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencapai
penalaran dan untuk mengorganisasi pengalaman. Pengetahuan hasil tahu
setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu, dari
5

pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku didasari oleh pengetahuan


akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan.
Pengetahuan diperlukan sebagai dorongan piker dalam menumbuhkan
kepercayaan diri maupun dorongan sikap dan perilaku, sehingga dapat
dikatakan bahwa pengetahuan merupakan stimulus terhadap tindakan sesuatu
seseorang (Notoatmodjo, 2012).
Tahapan pengetahuan menurut ada enam yaitu tahu (know), memahami
(comprehension), aplikasi (application), analisis (analysis), sintesis (synthesis),
dan evaluasi (evaluation). Upaya pelaksanaan Surgical Safety Checklist fase
Sign In sangat tergantung dengan pengetahuan perawat (Neger Kogoya, 2019).
Apabila pengetahuan perawat memadai, maka pelaksanaan Sign In kepada
pasien dilakukan secara patuh dan dilakukan kepada seluruh pasien. Seorang
perawat ketika memberikan pelayanan berupa asuhan keperawatan harus
memiliki pengetahuan yang benar, keterampilan, dan sikap untuk menangani
kompleksitas perawatan kesehatan. Tanpa pengetahuan perawat tidak bisa
menerapkan dan mempertahankan budaya keselamatan pasien (Myers, 2012).
Salah satu hasil penelitian menyebutkan adanya perbedaan jumlah
komplikasi yang telah dilakukan dan tidak dilakukannya pengenalan Surgical
Patient Safety kepada petugas kamar bedah. Dari total 1.750 pasien, yang
dilaksanakan operasi dengan tidak dilakukan pengenalan Surgical Patient
Safety kepada petugas kamar bedah dengan jumlah 842 pasien didapatkan
komplikasi 18,4% dan data kematian berjumlah 3,7%. Sedangkan petugas
kamar bedah yang sudah mendapatkan pengenalan Surgical Patient Safety
dengan jumlah 908 pasien, kejadian komplikasi hanya 11.7% dan data
kematian menjadi 1.4%. Selain itu, komplikasi bedah setelah penggunaan
Surgical Safety Checklist secara keseluruhan turun dari 19.9% menjadi 11,5%,
dan angka kematian menurun dari 1,9% menjadi 0,2%. Pelaksanaan Surgical
Safety Checklist telah membuktikan pengurangan dalam angka mordibiti dan
morbiliti dalam perawatan dirumah sakit (Muslihin, 2016).
Penelitian yang dilakukan Weiser at al. (2010), telah menerapkan Checklist
Sign In dengan hasil penelitiannya menunjukan penurunan angka kematian dan
6

komplikasi akibat pembedahan. Total sebanyak 1750 pasien yang dilaksanakan


operasi dalam 24 jam (emergency) dibandingkan 842 pasien sebelum
pengenalan Sign In dan 908 pasien setelah pengenalan Sign In. Dari 842 pasien
yang belum diberikan pengenanlan Sign In didapatkan komplikasi pembedahan
18,4% dan stelah diberikan Sign In angka komplikasi menjadi 11,7%. Data
kematian sebelum pengenalan Sign In 3,7% menjadi 1,4%.
Hasil wawancara kepada Kepala Ruangan Kamar Operasi RSUD dr. Rubini
Mempawah, data survey yang didapatkan pada bulan Oktober 2018 dari 117
pasien yang diberikan tindakan pembedahan terdapat 1 pasien yang mengalami
Kejadian Tidak Diinginkan (KTD) karena mesin anestesi rusak yang
mengakibatkan hemodinamik pasien terganggu, terdapat 1 pasien yang
mengalami Kejadian Nyaris Cedera (KNC) dimana ditemukan salah satu obat
anestesi Expired Date yang diberikan oleh petugas farmasi, hal itu diketahui
saat salah satu petugas anestesi melakukan double cek. Pada bulan September
2021, terdapat 1 pasien yang mengalami Kejadian Nyaris Cedera (KNC)
dikarenakan pasien masih memakai gigi palsu saat diantar ke Kamar Operasi
namun dilembar Surgical Safety Checklist sudah dicentang kolom lepas gigi
palsu, hal itu diketahui saat Scrub Nurse melakukan double cek ke pasien.
Peneliti juga melakukan observasi di RSUD dr. Rubini Mempawah
tentang pelaksanaan Surgical Safety Checklist. Untuk penerapannya sudah
terlaksana pada tanggal 8 oktober 2018 yang mengacu pada Word Health
Organization (WHO) dan Panduan Pelayanan Anestesi dan Bedah di RSUD dr.
Rubini Mempawah. Akan tetapi dalam pelaksanaannya belum 100% dilakukan
sepenuhnya. Pada saat wawancara, Kepala Ruangan Kamar Operasi
mengatakan bahwa baru 60% tim bedah yang melakukan Surgical Safety
Checklist. Ada beberapa hal penyebabnya antara lain, keterbatasan
pengetahuan untuk petugas yang baru, jumlah pasien yang semakin banyak
dikarenakan jumlah operator yang semakin bertambah serta minimnya petugas
di Kamar Operasi (pengurangan petugas semenjak pandemic covid).
Kepala Ruangan Kamar Operasi juga mengatakan bahwa, Surgical Safety
Checklist pada point Sign In terkadang tidak sepenuhnya dilakukan oleh
7

petugas kamar operasi jika pasien banyak. Hal ini dikarenakan jumlah petugas
kamar operasi minim, yakni berjumlah 30 orang. Contohnya salah satu tim
bedah tidak melakukan double cek Sign In yakni melakukan verifikasi pertama
sesaat pasien tiba di ruang terima atau ruang persiapan, mengkonfirmasi lokasi
(Site Marking) pada tubuh atau sisi yang akan dilakukan manipulasi oleh
pembedahan. Informed Consent terhadap persetujuan pembedahan, konfirmasi
kesiapan peralatan serta anastesi yang akan digunakan.
Hasil wawancara dari Kepala Ruangan Kamar Operasi, kendala lainnya
adalah operasi yang bersamaan dengan operator yang berbeda diwaktu yang
sama dengan jumlah petugas kamar operasi satu tim hanya 3 orang sehingga
pelaksanaan Surgical Safety Checklist (Sign In) kadang tidak dilakukan. Dari
30 petugas Kamar Operasi yang sudah mendapakan pelatihan khusus Basic
Skill Course Of Operating Room Nurse (BSCORN) berjumlah 3 orang dan
yang mengikuti pelatihan Manajemen Kamar Bedah hanya 1 orang, dimana
pelatihan ini diadakan oleh HIPKABI. Salah satu materinya adalah penerapan
Patient Safety dan penggunaan Surgical Safety Checklist di Kamar Operasi itu
sendiri.
Kualitas pelayanan tim yang baik dapat dinilai melalui beberapa indikator,
salah satunya adalah kepatuhan dalam menerapkan Checklist Sign In yang
berkaitan langsung dengan pengetahuan tim kamar operasi. Minimnya
kepatuhan dan pengetahuan petugas dalam pengisian Surgical Safety Checklist
(Sign In), serta kurangnya kontrol dari pihak mutu pelayanan membuat
pelaksanaan Surgical Safety Checklist (Sign In) belum terlaksana secara
optimal.
Keberhasilan dalam penerapannya tentulah harus ada kesepakatan dan
kedisiplinan dalam menjalankan kebijaksanaan yang diterapkan oleh Instansi.
Berdasarkan Latar belakang diatas maka peneliti tertarik untuk mengajukan
proposal tentang “Hubungan Pengetahuan Dengan Kepatuhan Tim Bedah
Dalam Pengisian Surgical Safety Checklist (Sign In) Di Kamar Operasi RSUD
dr. Rubini Mempawah Tahun 2021”.
8

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan studi pendahuluan oleh peneliti dan latar belakang diatas,
maka peneliti merumuskan masalah yaitu “Apakah Ada Hubungan
Pengetahuan Dengan Kepatuhan Tim Bedah Dalam Pengisian Surgical Safety
Checklist (Sign In) Di Kamar Operasi RSUD dr. Rubini Mempawah Tahun
2021?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui “Hubungan
Pengetahuan Dengan Kepatuhan Tim Bedah Dalam Pengisian Surgical
Safety Checklist (Sign In) Di Kamar Operasi RSUD dr. Rubini Mempawah
Tahun 2021”.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi pengetahuan Tim Bedah tentang Surgical Safety
Checklist (Sign In) di Kamar Operasi RSUD dr. Rubini Mempawah
Tahun 2021.
b. Mengedentifikasi kepatuhan Tim Bedah dalam pengisian Surgical Safety
Checklist (Sign In)) di RSUD dr. Rubini Mempawah Tahun 2021.
c. Menganalisa hubungan antara pengetahuan dan kepatuhan.

D. Ruang Lingkup Penelitian


Ruang lingkup dari penelitian ini adalah:
1. Ruang lingkup waktu
Penyusunan skripsi dilaksanakan mulai bulan Oktober 2021 – Februari 2021
dimulai dari pengamiblan data, penyusunan skripsi, pengambilan data
penelitian, penyajian sampai pengumpulan skripsi.
2. Ruang lingkup tempat
Penelitian dilaksanakan di Kamar Operasi di RSUD dr. Rubini Mempawah.
9

3. Ruang lingkup materi


Materi dalam penelitian ini mengenai Surgical Safety Checklist (Sign In),
pengetahuan dan kepatuhan.

E. Manfaat Penelitian
Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat
sebagai berikut:
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi kajian ilmiah tentang
keperawatan serta menambah teori, wacana dan referensi untuk dapat
digunakan sebagai masukan pengembangan ilmu khususnya tentang
kepatuhan pelaksanaan Surgical Safety Checklist (Sign In) di kamar operasi.
2. Bagi rumah sakit
Sebagai bahan masukan dalam rangka meningkatkan pelayanan rumah
sakit khususnya tentang kepatuhan tim bedah kamar operasi dalam mengisi
Surgical Safety Checklist (Sign In) guna meningkatkan indikator mutu rumah
sakit terhada ketepatan tindakan operasi dan salah satu syarat
perlengkapan akreditasi rumah sakit untuk melayani pasien.
3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
kepatuhan dalam pengisian Surgical Safety Checklist (Sign In) di Kamar
Operasi RSUD dr. Rubini Mempawah.
10

F. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
No. Nama Judul Penelitian Perbedaan
Peneliti
1. Andri Pengisian Sign In Penelitian yang dilakukan oleh Andri Firman
Firman Dalam Saputra menggunakan jumlah sampel 6 orang.
Saputra Meningkatkan Data dikumpulkan dengan cara observasi
Kepatuhan Safe wawancara kepada seluruh perawat anestesi
Surgery Di  Rumah dan dokter anestei dengan lembar Surgical
Sakit PKU Safety Checklist: Sign In RS PKU
Muhammadiyah Muhammadiyah Yogyakarta Unit II.
Yogyakarta II Sedangkan penelitian yang akan dilakukan
(2015). oleh peneliti menggunakan sampel 30 orang.
Data dikumpulkan dengan kuesioner kepada
seluruh perawat pelaksana di Kamar Operasi
RSUD dr. Rubini Mempawah

2. Muslihin Hubungan Penelitian yang dilakukan oleh Hesti


Pengetahuan Dengan Oktaviani menggunakan purposive sampling.
Kepatuhan Pearawat Waktu dan tempat penelitian pada bulan Mei
Dalam Pelaksanaan – Juni 2015 di Rumah sakit Panti Waluyo
Standar Prosedur Surakarta.
Operasional Sedangkan penelitian yang akan dilakukan
Pencegahan Resiko oleh peneliti menggunakan total sampling.
Jatuh Pasien Di Waktu dan tempat penelitian pada bulan
Rumah sakit Panti Oktober 2021 - Februari 2022 di Kamar
Waluyo Surakarta Operasi RSUD Dr. Rubini Mempawah
(2015)

3. Muslihin Faktor – Faktor yang Penelitian yang dilakukan oleh Muslihin


Mempengaruhi menggunakan variabel kepatuhan, variabel
Kepatuhan surgical patient safety, dan variabel fase time
Penerapan Surgical out. Sampel yang diambil 25 sampling.
Patient Safety Fase Sedangkan penelitian yang akan dilakukan
Time Out di Instalasi peneliti adalah menggunakan variabel
Bedah Sentral pengetahuan, dan variabel kepatuhan perawat
Rumah Sakit PKU dalam pengisian surgical safety checklist (time
Muhammadiyah out). Sampel yang diambil 30 sampling.
Gombong (2016).

4. Neger Hubungan Penelitian yang dilakukan oleh Neger Kogoya


Kogoya Kepatuhan Perawat adalah penelitian kuantitatif, menggunakan
Dalam Pelaksanaan desain observasi analitik dengan rancangan
Sign In Terhadap penelitian cross sectional. Penelitian ini
Ketepatan Tindakan dilaksanakan pada bulan Maret 2019. Subjek
Operasi Di Instalasi penelitian adalah populasi perawat yang
Bedah Sentral RSUP bekerja di Instalasi Bedah Sentral RSUP DR.
Dr Soeradji Soeradji Tirtonegoro Klaten yang terlibat
Tirtonegoro Klaten dalam pelaksanaan Sign In sebanyak 35
(2019). orang.
Sedangkan penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti adalah menggunakan metode
penelitian deskriptif korelational. Subjek
11

penelitian ini adalah semua perawat di Kamar


Operasi RSUD dr. Rubini Mempawah
Kabupaten Mempawah, Propinsi Kalimantan
Barat selama bulan Oktober 2021 - Februari
2022 yang berjumlah 30 0rang.

5. Ifah Hubungan Jenis penelitian yang digunakan oleh Ifah


Wulandari Pengetahuan Dan Wulandari adalah observasional analitik
Motivasi Perawat dengan desain cross sectional. Subyek
Dengan Kepatuhan penelitian berjumlah 39 orang. Analisis data
Pelaksanaan Sign In dilakukan dengan uji statistic Chi Square dan
Di Instalasi Bedah uji Regresi Linear Berganda.
Sentral RSUD Sedangkan penelitian yang akan digunakan
Wilayah Daerah oleh peneliti adalah menggunakan desain
Istimewa deskriptif korelational, dalam bentuk
Yogyakarta. (2020) kuesioner (dengan 30 sampling yakni perawat
kamar operasi).

Anda mungkin juga menyukai