PENDAHULIAN
Umumnya kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu penyebabnya yang dapat
mengakibatkan berbagai cedera sampai kematian seperti cedera kepala (trauma kapitis),
fraktur (patah tulang) dari single sampai multiple, rupture lien (pecah limpa)
(Amiruddin, 2010).
penyakit jantung coroner dan Tuberculosis, World health organization (WHO, 2011).
menurut Global Status Report On Road Sfety (2013) yang di buat oleh World health
organization (WHO),sebanyak 1,24 juta korban yang meninggal tiap tahunnya di seluruh
Di A.S, sekitar 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya dan
merupakan 2% dari kejadian trauma (Parahita & Kurnianta, 2012).Di Indonesia kasus
fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas
dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa kecelakaan yang mengalami
fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang
mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam atau
tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%) menurut Riset Kesehatan
Tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang bekerja di UGD memiliki
resiko lebih tinggi tertular penyakit dibanding petugas dibagian lain karena mereka
menangani pasien yang belum diketahui riwayat penyakitnya (Oman, Jane & Scheetz,
2008). Penularan penyakit biasa terjadi dalam sarana medis, melalui cipratan darah/cairan
tubuh pasien yang mengenai luka terbuka, cedera jarum suntik, pajanan mukokutaneus
yang kemudian masuk ke aliran darah orang lain, dalam hal ini biasanya petugas
Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program di dasari pendekatan ilmiah
dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (Hazard) dan risiko (risk)
terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu
pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan
keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari keselamatan dan
kesehatan kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita megendalikan
risiko (Risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Milyandra, 2010).
Dalam UU No. 1/1970 tentang keselamatan kerja dan UU No. 36/2009 tentang
kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan kerja, ditegaskan bahwa tempat kerja
wajib menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki
risiko bahaya kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit. Rumah sakit sebagai industri
keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit. Program ini bertujuan untuk melindungi
pasien, tenaga medis dan para medis, karyawan serta masyarakat dari kemungkinan
terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Terjadinya infeksi nosokomial paling
besar oleh karena faktor manusia karena kurangnya pengetahuan, keterampilan dan
demikian juga dikalangan medis dan para medis banyak yang menganggap remeh atau
acuh tak acuh dalam memenuhi Standard Oprational Prosedure (SOP) kerja.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang
penderita yang sedang dalam proses perawatan. Infeksi dapat terjadi karena adanya
transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan
perangkatnya. Infeksi nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah penderita masuk
Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan infeksi nosokomial sekitar 8,7%
dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berada di Eropa, Timur tengah, Asia Tenggara dan
Asia Pasifik, dengan jumlah infeksi nosokomial di Asia Tenggara sebanyak l0%.5
Sementara di Amerika Serikat, ada sekitar 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi
Salah satu program penanganan infeksi nosokomial kepada petugas kesehatan rumah
sakit untuk melindungi dan mencegah agar tidak terjadinya infeksi nosokomial yaitu
Pelindung Diri (APD) satu diantaranya adalah penggunaan sarung tangan saat melakukan
tindakan sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP), karena sarung tangan
merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi
Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk
melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari
potensi bahaya ditempat kerja (Permenaketrans, 2010). Alat Pelindung Diri (APD) yang
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi meliputi penggunaan sarung
tangan, kaca mata pelindung, masker, apron, gown, sepatu, dan penutup kepala. Pemakaian
APD merupakan upaya untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja yang optimal.
Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sangat penting untuk melindungi mukosa –
mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi. Mengingat bahwa
tangan dikenal untuk mengirimkan patogen ke bagian lain dari tubuh ataupun individu
lainnya.Kebersihan tangan dan sarung tangan sangat penting baik untuk melindungi
pekerja kesehatan dan untuk mencegah penularan kepada orang lain. Penutup wajah,
pelindung kaki, gaun atau baju, dan penutup kepala yang juga dianggap penting
(Arifianto, 2017).
Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah,
perilaku ini bertahan karena adanya pengawasan. Perilaku kepatuhan yang optimal jika
perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif (Evaldiana,2013). Faktor
yang mempengaruhi Kepatuhan terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor
intrinsik antara lain pengetahuan, masa kerja, pendidikan dan sikap. Faktor ekstrinsik
Masalah ketidakpatuhan terjadi karena sikap yang negatif dan pengetahuan rendah yang
dilakukan petugas kesehatan serta masalah kurangnya ketersediannya sarana dan fasilitas
rumah sakit untuk Masalah ketidakpatuhan karena sikap yang negatif dan pengetahuan
rendah yang dilakukan petugas kesehatan serta masalah kurangnya ketersediannya sarana
dan fasilitas rumah sakit untuk menjamin keselamatan pasien dan petugas kesehatan,
padahal rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang secara
keseluruhan memberikan pelayanan kuratif maupun preventif sehingga jika tidak dilakukan
sesuai prosedur kewaspadaan universal maka akan berpotensi untuk menularkan penyakit
infeksi baik bagi pasien lain atau bahkan petugas itu sendiri.( Departemen Kesehatan RI,
2008 Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang UGD RSUD piru bahwa ditemukan
meggunakan APD sehingga perawat berpotensi terkena penyakit. Dalam hal ini pada saat
nyaman, juga ada yang karena terburu-buru sehingga perawat dalam melakukan tidakan
Berdasarkan data yang di peroleh dari UGD RSUD Piru di dapatkan jumlah perawat di
ruang UGD adalah sebanyak 20 orang. terdiri dari 13 Amd keperawatan, 4 nurse, 1 Amd
Anst dan 2 SPK. Jenis APD yang ada di ruang UGD adalah masker, hanscoond,
baju,celemek dan topi. Kemudian Jumlah pasien kecelakaaan lalu lintas pada tahun 2016
sebanyak 22 orang, 2017 sebanyak 5 orang, 2018 sebanyak 140 orang, dan Jumlah pasien
infeksi nokomial di UGD RSUD PIRU pada tahun 2017 sebanyak 235 orang dan tahun
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul
Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peniliti merumuskan masalah sebagai
Pelindung Diri (APD) dalam menangani pasien kecelakaan di UGD RSUD PIRU
APD (Alat Pelindung Diri) dalam menangani pasien kecelakaan di UGD RSUD
PIRU
Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepada kepala RSUD PIRU agar
2. Bagi perawat
Agar perawat dapat lebih memperhatikan tentang pentingnya peggunaan APD dalam
3. Bagi peneliti
Hasil penelitian ini di harapkan bisa menambah wawasan dan pengalaman bagi
Hasil dari penelitian ini dapat menambah kepustakaan dalam penelitian di bidang
kecelakaan.