Anda di halaman 1dari 7

BAB I

PENDAHULIAN

1.1. Latar Belakang

Umumnya kecelakaan lalu lintas menjadi salah satu penyebabnya yang dapat

mengakibatkan berbagai cedera sampai kematian seperti cedera kepala (trauma kapitis),

fraktur (patah tulang) dari single sampai multiple, rupture lien (pecah limpa)

(Amiruddin, 2010).

Kecelakaan lalu lintas merupakan pembunuh ketiga terbesar didunia dibawah

penyakit jantung coroner dan Tuberculosis, World health organization (WHO, 2011).

menurut Global Status Report On Road Sfety (2013) yang di buat oleh World health

organization (WHO),sebanyak 1,24 juta korban yang meninggal tiap tahunnya di seluruh

dunia akibat kecelakaan lalu lintas.

Di A.S, sekitar 5,6 juta kejadian patah tulang terjadi setiap tahunnya dan

merupakan 2% dari kejadian trauma (Parahita & Kurnianta, 2012).Di Indonesia kasus

fraktur yang disebabkan oleh cedera antara lain karena jatuh, kecelakaan lalu lintas

dan trauma benda tajam/tumpul. Dari 45.987 peristiwa kecelakaan yang mengalami

fraktur sebanyak 1.775 orang (3,8%), dari 20.829 kasus kecelakaan lalu lintas, yang

mengalami fraktur sebanyak 1.770 orang (8,5%), dari 14.127 trauma benda tajam atau

tumpul, yang mengalami fraktur sebanyak 236 orang (1,7%) menurut Riset Kesehatan

Dasar (RISKESDAS, 2007 dalam Utami, 2014) .

Tenaga kesehatan baik dokter maupun perawat yang bekerja di UGD memiliki

resiko lebih tinggi tertular penyakit dibanding petugas dibagian lain karena mereka
menangani pasien yang belum diketahui riwayat penyakitnya (Oman, Jane & Scheetz,

2008). Penularan penyakit biasa terjadi dalam sarana medis, melalui cipratan darah/cairan

tubuh pasien yang mengenai luka terbuka, cedera jarum suntik, pajanan mukokutaneus

yang kemudian masuk ke aliran darah orang lain, dalam hal ini biasanya petugas

kesehatan (Yayasan Spiritia, 2014).

Keselamatan dan kesehatan kerja sebagai suatu program di dasari pendekatan ilmiah

dalam upaya mencegah atau memperkecil terjadinya bahaya (Hazard) dan risiko (risk)

terjadinya penyakit dan kecelakaan, maupun kerugian-kerugian lainnya yang mungkin

terjadi. Jadi dapat dikatakan bahwa keselamatan dan kesehatan kerja adalah suatu

pendekatan ilmiah dan praktis dalam mengatasi potensi bahaya dan risiko kesehatan dan

keselamatan yang mungkin terjadi. Dengan kata lain hakekat dari keselamatan dan

kesehatan kerja adalah tidak berbeda dengan pengertian bagaimana kita megendalikan

risiko (Risk management) agar tidak terjadi hal yang tidak diinginkan (Milyandra, 2010).

Dalam UU No. 1/1970 tentang keselamatan kerja dan UU No. 36/2009 tentang

kesehatan yang secara eksplisit mengatur kesehatan kerja, ditegaskan bahwa tempat kerja

wajib menyelenggarakan upaya kesehatan kerja apabila tempat kerja tersebut memiliki

risiko bahaya kesehatan yaitu mudah terjangkitnya penyakit. Rumah sakit sebagai industri

jasa termasuk dalam katagori tersebut sehingga wajib menyelenggarakan upaya

keselamatan dan kesehatan kerja rumah sakit. Program ini bertujuan untuk melindungi

pasien, tenaga medis dan para medis, karyawan serta masyarakat dari kemungkinan

terjadinya penyakit dan kecelakaan akibat kerja. Terjadinya infeksi nosokomial paling

besar oleh karena faktor manusia karena kurangnya pengetahuan, keterampilan dan

kurangnya kesadaran dari direksi untuk melaksanakan peraturan perundangan K3 serta


masih banyak pihak direksi menganggap upaya K3RS sebagai pengeluaran yang mubazir,

demikian juga dikalangan medis dan para medis banyak yang menganggap remeh atau

acuh tak acuh dalam memenuhi Standard Oprational Prosedure (SOP) kerja.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terjadi di rumah sakit dan menyerang

penderita yang sedang dalam proses perawatan. Infeksi dapat terjadi karena adanya

transmisi mikroba pathogen yang bersumber dari lingkungan rumah sakit dan

perangkatnya. Infeksi nosokomial terjadi lebih dari 48 jam setelah penderita masuk

rumah sakit (Septiari, 2012; Raihana, 2011).

Penelitian yang dilakukan oleh WHO menunjukkan infeksi nosokomial sekitar 8,7%

dari 55 rumah sakit dari 14 negara yang berada di Eropa, Timur tengah, Asia Tenggara dan

Asia Pasifik, dengan jumlah infeksi nosokomial di Asia Tenggara sebanyak l0%.5

Sementara di Amerika Serikat, ada sekitar 20.000 kematian setiap tahun akibat infeksi

nosokomial. (Nasution HL,12)

Salah satu program penanganan infeksi nosokomial kepada petugas kesehatan rumah

sakit untuk melindungi dan mencegah agar tidak terjadinya infeksi nosokomial yaitu

dengan cara melaksanakan standar keselamatan pasien dengan menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) satu diantaranya adalah penggunaan sarung tangan saat melakukan

tindakan sesuai dengan Standar Operating Procedure (SOP), karena sarung tangan

merupakan penghalang (barrier) fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi

(Potter, P.A, Perry.,2006)

Alat Pelindung Diri (APD) adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk

melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari

potensi bahaya ditempat kerja (Permenaketrans, 2010). Alat Pelindung Diri (APD) yang
dapat digunakan untuk mencegah terjadinya kontaminasi meliputi penggunaan sarung

tangan, kaca mata pelindung, masker, apron, gown, sepatu, dan penutup kepala. Pemakaian

APD merupakan upaya untuk menciptakan kesehatan dan keselamatan kerja yang optimal.

Penggunaan alat pelindung diri (APD) yang sangat penting untuk melindungi mukosa –

mulut, hidung dan mata dari tetesan dan cairan yang terkontaminasi. Mengingat bahwa

tangan dikenal untuk mengirimkan patogen ke bagian lain dari tubuh ataupun individu

lainnya.Kebersihan tangan dan sarung tangan sangat penting baik untuk melindungi

pekerja kesehatan dan untuk mencegah penularan kepada orang lain. Penutup wajah,

pelindung kaki, gaun atau baju, dan penutup kepala yang juga dianggap penting

untuk mencegah penularan ke petugas kesehatan World Health Organization (WHO)

(Arifianto, 2017).

Kepatuhan adalah suatu perilaku manusia yang taat terhadap aturan, perintah,

prosedur, dan disiplin. Perilaku kepatuhan bersifat sementara karena

perilaku ini bertahan karena adanya pengawasan. Perilaku kepatuhan yang optimal jika

perawat itu sendiri menganggap perilaku ini bernilai positif (Evaldiana,2013). Faktor

yang mempengaruhi Kepatuhan terdiri dari faktor intrinsik dan faktor ekstrinsik. Faktor

intrinsik antara lain pengetahuan, masa kerja, pendidikan dan sikap. Faktor ekstrinsik

antara lain kelengkapan APD,kenyamanan APD, peraturan tentang APD dan

pengawasan penggunaan APD.

Masalah ketidakpatuhan terjadi karena sikap yang negatif dan pengetahuan rendah yang

dilakukan petugas kesehatan serta masalah kurangnya ketersediannya sarana dan fasilitas

rumah sakit untuk Masalah ketidakpatuhan karena sikap yang negatif dan pengetahuan

rendah yang dilakukan petugas kesehatan serta masalah kurangnya ketersediannya sarana
dan fasilitas rumah sakit untuk menjamin keselamatan pasien dan petugas kesehatan,

padahal rumah sakit merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan yang secara

keseluruhan memberikan pelayanan kuratif maupun preventif sehingga jika tidak dilakukan

sesuai prosedur kewaspadaan universal maka akan berpotensi untuk menularkan penyakit

infeksi baik bagi pasien lain atau bahkan petugas itu sendiri.( Departemen Kesehatan RI,

2008 Berdasarkan hasil studi pendahuluan di ruang UGD RSUD piru bahwa ditemukan

masi banyaknya perawatn yang kurang perhatian dan kesadaran/kepatuhan dalam

meggunakan APD sehingga perawat berpotensi terkena penyakit. Dalam hal ini pada saat

pemasangan infus perawat tidak menggunakan hanscoon di karenakan tidak merasa

nyaman, juga ada yang karena terburu-buru sehingga perawat dalam melakukan tidakan

tidak menggunakan APD.

Berdasarkan data yang di peroleh dari UGD RSUD Piru di dapatkan jumlah perawat di

ruang UGD adalah sebanyak 20 orang. terdiri dari 13 Amd keperawatan, 4 nurse, 1 Amd

Anst dan 2 SPK. Jenis APD yang ada di ruang UGD adalah masker, hanscoond,

baju,celemek dan topi. Kemudian Jumlah pasien kecelakaaan lalu lintas pada tahun 2016

sebanyak 22 orang, 2017 sebanyak 5 orang, 2018 sebanyak 140 orang, dan Jumlah pasien

infeksi nokomial di UGD RSUD PIRU pada tahun 2017 sebanyak 235 orang dan tahun

2018 sebanyak 116 orang.

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti tertarik melakukan penelitian yang berjudul

“Hubungan Perilaku Perawat Dengan Kepatuhan Menggunakan APD Dalam Menangani

Pasien Kecelakaan di UGD RSUD PIRU”


1.2. Rumusan masalah

Berdasarkan uraian pada latar belakang, maka peniliti merumuskan masalah sebagai

berikut “Adakah hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan Alat

Pelindung Diri (APD) dalam menangani pasien kecelakaan di UGD RSUD PIRU

1.3. Tujuan penelitian

1.3.1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan perilaku perawat dengan kepatuhan menggunakan

APD (Alat Pelindung Diri) dalam menangani pasien kecelakaan di UGD RSUD

PIRU

1.3.2. Tujuan khusus

1. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan dengan kepatuhan menggunakan APD

dalam menangani pasien kecelakaan at di UGD RSUD PIRU

2. Untuk Mengetahui hubungan sikap perawat dngan kepatuhan menggunakan APD

Dalam menangani pasien kecelakaan di UGD RSUD PIRU.

3. Untuk mengetahui hubungan tindakan perawat dengan kepatuhan menggunakan

APD dalam menangani pasien dengan kecelakaan di UGD RSUD PIRU

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Manfaat teoritis


Dapat menambah wawasan dan pengetahuan bagi perawat, khususnya di bidang

kegawat daruratan terutama mengenai penggunaan APD di rumah sakit

1.4.2. Manfaat praktis

1. Bagi rumah sakit

Sebagai bahan masukan dan evaluasi kepada kepala RSUD PIRU agar

memperhatikan kesehatan dan keselamatan perawat juga pasien.

2. Bagi perawat

Agar perawat dapat lebih memperhatikan tentang pentingnya peggunaan APD dalam

memberikan tidakan keperawatan.

3. Bagi peneliti

Hasil penelitian ini di harapkan bisa menambah wawasan dan pengalaman bagi

peneliti untuk meningkatkan pengetahuan di bidang keperawatan “kegawat

daruratan” tentang penggunaan APD

4. Bagi program studi ilmu keperawatan STIKes Maliku Husada

Hasil dari penelitian ini dapat menambah kepustakaan dalam penelitian di bidang

keperawatan “kegawat daruratan” tentang hubungan perilaku perawat dengan

kepatuhan menggunakan APD (Alat Pelindung Diri) dalam menangani pasien

kecelakaan.

Anda mungkin juga menyukai