Anda di halaman 1dari 32

UNIVERSAL PRECAUTION/ STANDAR PRECAUTION DAN

DEKONTAMINASI TERHADAP PENCEGAHAN HIV/AIDS

dr. Setya Budi Pamungkas, Sp.OG

Dewan Pengawas Rumah Sakit Airlangga Surabaya


DAFTAR ISI

DAFTAR ISI.............................................................................................................i
PENDAHULUAN...................................................................................................1
PEMBAHASAN......................................................................................................4
2.1 Universal Precaution (Kewaspadaan Universal)......................................4
2.1.1 Definisi..................................................................................................4
2.1.2 Tujuan....................................................................................................5
2.1.3 Ruang Lingkup......................................................................................6
2.1.4 Pentingnya Universal Precaution/ Standart Precaution.....................14
2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan agar universal precaution terjamin
pelaksanaannya...................................................................................14
2.2 Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien............................................19
2.2.1 Definisi................................................................................................20
2.2.2 Tujuan..................................................................................................20
2.2.3 Ruang Lingkup Dekontaminasi...........................................................25
PENUTUP..............................................................................................................28
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................29

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi i


PENDAHULUAN

Pembangunan kesehatan bertujuan untuk mewujudkan derajat kesehatan yang


optimal salah satu upaya adalah dengan pencegahan penyebaran infeksi terutama
Human Immunodeficiency Virus (HIV)/Acquired Immunodeficiency Syndrome
(AIDS) (Dirjen P2MPL, 2010). Peningkatan prevalensi HIV/AIDS meningkatkan
risiko tenaga kesehatan yang bekerja di fasilitas kesehatan akan terpapar oleh
infeksi yang secara potensial dapat membahayakan jiwanya. Hal ini dapat terjadi
apabila tenaga kesehatan dalam melakukan tindakan kesehatan tanpa
memperhatikan dan melaksanakan prosedur yang telah ditetapkan.
Penyakit menular menjadi masalah kesehatan di duniadan telah menjadi
ancaman globalkarena dalam penyebarannya penderita tidak menampakkan
gejala. Penyakit infeksi menular (HIV/AIDS, Hepatitis B, Hepatitis C) dan TB
dapat disebabkan karena infeksi virus, bakteri, jamur atau parasit yang
penularannya melalui keringat, udara, kotoran, dan media lainnya. Pada tahun
2013,di seluruh dunia ada 35 juta orang hidup dengan HIV yang meliputi 16 juta
perempuan dan 3,2 juta anak berusia < 15 tahun sedangkan prevalensi TB di
Indonesia menempati urutan ketiga setelah India dan China yaitu hampir 700 ribu
kasus (WHO, 2013). Jumlah kumulatif penderita HIV di Indonesia dari tahun 198
samapi 2014 sebanyak 150.296 orang, sedangkan total kumulatif kasus AIDS
sebanyak 55.799 orang (Ditjen PP & PL, 2014). Hal ini menunjukkan bahwa
penyakit ini tergolong penyakit yang berbahaya.
Dalam upaya menurunkan risiko terinfeksi HIV/AIDS maka diperlukan peran
Pemerintah dan masyarakat untuk melaksanakan upaya pemeliharaan dan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya secara optimal
sesuai amanat Undang-undang Kesehatan No. 36 tahun 2009 (Depkes RI, 2009).
Sejak adanya pandemik AIDS, konsep universal precaution telah diterapkan pada
semua pasien dan spesimen laboratorium tanpa mempedulikan diagnosis. Semua
pasien yang dirawat di fasilitas kesehatan dianggap berpotensi terinfeksi dan
menularkan virus HIV dan Hepatitis. Tindakan kewaspadaan universal bertujuan
untuk mencegah paparan tenaga kesehatan dan pasien terhadap darah dan cairan
tubuh yang dianggap berpotensi terinfeksi dan dapat ditularkan melalui darah
seperti virus HIV dan hepatitis B dan C (WHO, 2011).

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 1


Dalam upaya mewujudkan derajat kesehatan yang optimal, maka diperlukan
pelayanan kesehatan yang optimal. Pelayanan kesehatan adalah merupakan suatu
hal yang sangat penting dalam upaya pemenuhan kebutuhan masyarakat, sehingga
perlu sarana pelayanan kesehatan yang strategis dan terjangkau oleh masyarakat
(Dirjen P2MPL, 2011). Oleh karena itu, diperlukan upaya peningkatan mutu
fasilitas kesehatan yang menjadi prioritas dalam pembangunan bidang kesehatan.
Dalam upaya penyelenggaraan pelayanan kesehatan diperlukan tenaga
kesehatan yang berkualitas, karena tenaga kesehatan mempunyai peranan penting
dalam meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Tenaga kesehatan yang
berkualitas tidak hanya memiliki etika dan moral yang tinggi tetapi juga upaya
untuk meningkatkan keahliannya secara terus menerus melalui peningkatan
pendidikan salah satunya. Pendidikan yang tinggi diharapkan mampu membuat
tenaga kesehatan berperilaku positif dalam memahami dan melaksanakan
prosedur universal precaution, selain ditunjang oleh sarana dan prasarana, serta
Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur langkah langkah tindakan
universal precaution.
Universal precaution merupakan pendekatan yang fokus pada tujuan untuk
melindungi pasien dan petugas kesehatan dari semua cairan lendir dan zat tubuh
(sekret dan ekskret) yang berpotensi menginfeksi bukan hanya darah (Permenkes
27, 2017). Tenaga kesehatan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada
pasien terjadi kontak langsung dengan cairan tubuh atau darah pasien, sehingga
dapat menjadi tempat dimana agen infeksius dapat hidup dan berkembang biak
yang kemudian menularkan dari pasien satu ke pasien yang lainnya, khususnya
bila kewaspadaan terhadap darah dan cairan tubuh tidak dilaksanakan terhadap
semua pasien (Efstathiou dkk, 2011).
Universal precaution merupakan metode yang efektif untuk melindungi
petugas kesehatan dan pasien. Kemungkinan pasien menularkan HIV pada saat
pelayanan kesehatan sangat rendah yaitu sekitar 0,3% dan hal ini kebanyakan dari
kecelakaan jarum suntik dari pasien yang terinfeksi HIV yang belum melalui
proses dekontaminasi/ desinfeksi atau sudah didesinfeksi namun tidak adekuat.
Metode ini sebenarnya bukan hal khusus untuk mencegah infeksi HIV, melainkan
prosedur yang sama untuk mencegah infeksi penyakit lainnya.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 2


Penerapan universal precaution ini tidak lepas dari peran masing-masing
pihak yang terlibat di dalamnya seperti pelaksana pelayanan, mahasiswa/ peserta
didik di Rumah Sakit/ Fasilitas Kesehatan dan para pengguna jasa, yaitu pasien
dan pengunjungnya. Untuk dapat bekerja secara maksimal, tenaga kesehatan harus
selalu mendapatkan perlindungan dari risiko tertular penyakit.
Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) No. 27 tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
telah menyebutkan bahwa infeksi dapat muncul setelah pasien pulang. Hal ini
terkait dengan proses pelayanan yang dilakukan oleh tenaga kesehatan.. Centers
for Disease Control and Prevention (CDC) Atlanta juga merekomendasikan
bahwa seluruh petugas kesehatan harus melakukan tindakan pencegahan untuk
mencegah cedera yang disebabkan oleh jarum, pisau bedah, dan intrumen atau
peralatan yang tajam. Data dari CDC memperkirakan setiap tahun terjadi 385.000
kejadian luka akibat benda tajam yang terkontaminasi darah pada tenaga
kesehatan di rumah sakit di Amerika (Yusran, 2008).
Dari hasil penelitian yang dilakukan di RS Karyadi Semarang menunjukkan
angka kepatuhan tenaga kesehatan untuk menerapkan penerapan beberapa
elemen universal precaution kurang dari 50 persen (Khoidrudin, 2011).
Adapun hasil penelitian jaringan epidemiologi nasional tahun 1992 tentang
pengetahuan, sikap, persepsi dan perilaku petugas kesehatan dalam rangka
penerapan universal precaution terutama yang berhubungan dengan potensi
penyebaran HIV/AIDS dalam tingkat memprihatinkan. Hal ini merupakan
kontribusi dari kelalaian tenaga kesehatan yang kurang, bahkan tidak
melaksanakan protokol universal precaution. Di RS Dr. Soetomo dan rumah
sakit swasta di Surabaya, terdapat 16 kasus kecelakaan kerja pada petugas
kesehatan dalam dua tahun terakhir meskipun setelah dievaluasi dan
ditindaklanjuti terbukti tidak terpapar HIV (Nasronudin, 2007).
Keberhasilan pelaksanaan program kewaspadaan standar/ universal di Rumah
Sakit sangat bergantung pada kepedulian dan peran aktif Direktur/ Direksi Rumah
Sakit dalam hal: Perencanaan program, pendanaan program, pelaksanaan program
serta monitoring dan evaluasi program.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 3


PEMBAHASAN

2.1 Universal Precaution (Kewaspadaan Universal)


Untuk mencegah transmisi HIV/AIDS pada pelayanan kesehatan maka
Center for Disease and Prevention (CDC) pada tahun 200 membuat sebuah
program pencegahan infeksi penyakit menular melalui darah yaitu standard
precautions. Standard precautions merupakan penyempurnaan dari program
universal precautions (CDC, 2007). Di Indonesia melalui Direktorat Jenderal
Pengendalian Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan dibentuklah suatu
program kewaspadaan universal/standar.
Kewaspadaan standar/universal merupakan bagian dari upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah (HIV, HBV dan
HCV) di sarana pelayanan kesehatan. Prinsip penerapan kewaspadaan
universal/standar didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh
berpotensi menularkan penyakit baik yang berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan (CDC, 2011).

2.1.1 Definisi
Kewaspadaan standar merupakan kewaspadaan yang terpenting, dirancang
untuk diterapkan dalam perawatan seluruh pasien dalam rumah sakit, baik yang
terdiagnosis infeksi, diduga terinfeksi atau kolonisasi (Maryunani, 2011).
Kewaspadaan standar merupakan strategi utama pencegahan dan
pengendalian infeksi, yang menyatukan UP (Universal Precaution/
Kewaspadaan Universal) dan BSI (kewaspadaan terhadap darah dan cairan
tubuh) (Maryunani, 2011).
Kewaspadaan standar merupakan kombinasi segi-segi utama dari
kewaspadaan universal (dirancang untuk mengurangi risiko penularan patogen
melalui darah dari darah dan cairan tubuh) dan isolasi zat tubuh (dirancang
untuk mengurangi risiko penularan penyakit dari zat tubuh yang lembab)
(Maryunani, 2011).
Diberlakukan terhadap setiap pasien, tidak tergantung terinfekksi atau
terkolonisasi. Disusun untuk mencegah kontaminasi silang, sebelum ddiagnosis
diketahui beberapa merupakan praktek rutin (Maryunani, 2011).

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 4


Kewaspadaan standar yaitu kewaspadaan yang utama, dirancang untuk
diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien di rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, baik yang telah didiagnosis,diduga
terinfeksi atau kolonisasi. Diterapkan untuk mencegah transmisi silang sebelum
pasien di diagnosis, sebelum adanya hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah
pasien didiagnosis.Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga,
CSSD, pembuang sampah dan termasuk mahasiwa yang praktek di Fasilitas
Kesehatan/ Rumah Sakit juga berisiko besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting
sekali pemahaman dan kepatuhan petugas tersebut untuk juga menerapkan
Kewaspadaan Standar agar tidak terinfeksi.
Pada tahun 2007, CDC dan HICPAC merekomendasikan 11 (sebelas)
komponen utama yang harus dilaksanakan dan dipatuhi dalam kewaspadaan
standar, yaitu kebersihan tangan, Alat Pelindung Diri (APD),dekontaminasi
peralatan perawatan pasien,kesehatan lingkungan, pengelolaan limbah,
penatalaksanaan linen, perlindungan kesehatan petugas, penempatan pasien,
hygiene respirasi/etika batuk dan bersin, praktik menyuntik/ pengambilan darah
yang aman dan praktik lumbal pungsi yang aman.

2.1.2 Tujuan
Kewaspadaan standar diciptakan untuk mencegah transmisi silang sebelum
diagnosis ditegakkan atau hasil pemeriksaan laboratorium belum ada.
Kewaspadaan standar dimaksudkan untuk mengurangi risiko penularan
mikroorganisme dari kedua sumber dari infeksi dirumah sakit yang dikenal
maupun yang tidak dikenal. Dalam prinsip kewaspadaan standar, semua darah
dan cairan tubuh harus dipertimbangkan secara potensial terinfeksi dengan
penyakit menular termasuk TB Paru, HIV dan hepatitis B dan C, tanpa terkait
dengan status ataupun faktor-faktor risiko seseorang (Maryunani, 2011).
Kewaspadaan standar diciptakan untuk menurunkan risiko transmisi
mikroba dari sumber infeksi di sarana pelayanan kesehatan baik yang disadari
maupun yang tidak (Maryunani, 2011).
Tujuan kewaspadaan isolasi yaitu menurunkan transmisi mikroba infeksius
diantara petugas dan pasien: mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 5


patogen dari satu pasien ke pasien lain dan dari pasien ke petugas kesehatan, dan
sebaliknya (Maryunani, 2011).

2.1.3 Ruang Lingkup


Menurut Maryunani (2011), ruang lingkup universal precaution
(kewaspadaan universal) melingkupi:
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung Diri (APD)
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Kesehatan Lingkungan
5. Pengelolaan Limbah
6. Penatalaksanaan Linen
7. Perlindungan Kesehatan Petugas
8. Penempatan pasien
9. Hygiene respirasi/etika batuk dan bersin
10. Praktik Menyuntik yang Aman
11. Praktik Lumbal Pungsi yang Aman.

a. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor.
Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu, tanpa
memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba dan
bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
1. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun
telah memakai sarung tangan.
2. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang
bersih, walaupun pada pasien yang sama.

Indikasi kebersihan tangan:

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 6


a) Sebelum kontak pasien;
b) Sebelum tindakan aseptik;
c) Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
d) Setelah kontak pasien;
e) Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien

Kriteria memilih antiseptik:


a) Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme secara
luas (gram positif dan gram negative,virus lipofilik,bacillus dan
tuberkulosis,fungiserta endospore)
b) Efektifitas
c) Kecepatan efektifitas awal
d) Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam pertumbuhan
e) Tidak menyebabkan iritasi kulit
f) Tidak menyebabkan alergi

Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar
tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari
pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 7


Gambar 2.1 Cara kebersihan tangan dengan sabun dan air. Diadaptasi dari WHO
Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global Patient Safety
Challenge, World Health Organization, 2009

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 8


Gambar 2.2 Cara Kebersihan Tangan dengan Antisepsik Berbasis Alkohol.
Diadaptasi dari WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global
Patient Safety Challenge, World Health Organization, 2009

b. Alat Pelindung Diri (APD)


Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:
1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai
petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan
infeksius.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 9


2) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung
mata (goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun
pelindung/apron, sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari
resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah
atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
5) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
6) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

Jenis-jenis APD terdiri dari:


1) Sarung tangan, terdapat tiga jenis sarung tangan yaitu:
a) Sarung tangan bedah (steril) digunakan waktu melakukan tindakan invasif
atau pembedahan;
b) Sarung tangan pemeriksaan (bersih) dipakai untuk melindungi petugas
pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau
pekerjaan rutin;
c) Sarung tangan rumah tangga dipakai sewaktu memproses peralatan,
menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu memberiskan
permukaan yang terkontaminasi.
2) Masker, terdapat tiga jenis masker yaitu:
a) Masker bedah untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui
droplet;
b) Masker respiratorik untuk mencegah penularan melalui airbone;
c) Masker rumah tangga digunakan dibagian gizi atau dapur.
3) Gaun Pelindung, terdapat empat jenis gaun pelindung yaitu:
a) Gaun pelindung tidak kedap air;
b) Gaun pelindung kedap air;
c) Gaun steril

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 10


d) Gaun non steril
4) Google dan perisai wajah
Harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi wajah dan
mata. Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah adalah melindungi mata dan
wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi.
5) Sepatu pelindung
Tujuan pemakaian sepatu pelindung adalah melindung kaki petugas dari
tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari
kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak
boleh berlubang agar berfungsi optimal.
6) Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap
alat-alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk
melindungi kepala/rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh dari
pasien.
c. Dekontaminasi Peralatan perawatan pasien
1. Buat aturan dan prosedur untung menampung, trransportasi, peralatan
yang mungkin terkontaminasi darah atau cairan tubuh.
2. Lepaskan bahan organik dari peralatan kritikal, semi kritikal dengan bahan
pembersih sesuai dengan sebelum di DTT atau sterilisasi.
3. Tangani peralatan pasien yang terkena darah, cairan tubuh, sekresi,
ekskresi dengan benar sehingga kulit dan mukus membran terlindungi,
cegah baju terkontaminasi, cegah transfer mikroba kepasien lain dan
lungkungan. Pastikan peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius
telah dibersihkan dan tidak dipakai untuk pasien lain. Pastika peralatan
sekali pakai dibuang dan dihancurkan melalui cara yang benar dan
peralatan pakai ulang diproses dengan benar.
4. Peralatan nonkritikal terkontaminasi didisinfeksi setelah dipakai. Peralatan
semikritikal didisinfeksi atau disterilisasi. Peralatan kritikal harus
didisinfesi kemudian desterilkan. Peralatan makan pasien dibersihkan
dengan air panas dan detergen.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 11


d. Kesehatan lingkungan
Pastikan bahwa rumah sakit membuat dan melaksanakan prosedur rutin untuk
pembersihan, disinfeksi permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan
disamping tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering tersentuh,
termasuk lantai dan pastikan kegiatan ini dimonitor oleh IPCN.
e. Pengelolaan limbah benda tajam
1. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
2. Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat
3. Lakukan dekontaminasi pada limbah benda tajam dan sarung tangan
sebelum dibuang
4. Segera buang limbah benda tajam ke kontainer yang tersedia
5. Selalu buang sendiri oleh si pemakai
6. Cara menyarungkan jarum suntik dengan satu tangan/tidak memegang
sarung jarum suntik
7. Kontainer benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan
f. Penatalaksanaan linen
Penanganan, transport dan proses linen yang terkena darah, cairan tubuh,
sekresi, ekskresi dengan prosedur yang benar untuk mencegah kulit, mukus
membran terekspos dan terkontaminasi linen, sehingga mencegah transfer
mikroba kepasien lain, petugas dan lingkungan.
g. Perlindungan Kesehatan Petugas
1. Berhati-hati dalam bekerja untuk mencegah trauma saat menangani jarum,
scalpel dan alat tajam lain yang dipakai setelah prosedur, saat
membersihkan instrumen dan saat membuang jarum.
2. Jangan ‘recap’ jarum yang telah dipakai, memanipulasi jarum dengan
tangan, menekuk jarum, mematahkan, melepas jarum dari spuit.
3. Buang jarum, spuit, pisau scalpel, dan peralatan tajam habis pakai kedalam
wadah tahan tusukan sebelu dibuang ke insenerator.
4. Pakai mouthpiece, resusitasi bag atau peralatan ventilasi lain pengganti
metoda mulut ke mulut.
5. Jangan mengarahkan bagian tajam jarum kebagian tubuh, selain akan
menyuntik.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 12


h. Penempatan pasien
Tempatkan pasien yang potensial mengkontaminasi lingkungan atau yang
tidak dapat diharapkan menjaga kebersihan atau kontrol lingkungan kedalam
ruang rawat yang terpisah. Bila ruang isolais tidak memungkinkan,
konsultasikan dengan petugas pencegahan dan pengendalian infeksi mengenai
cara penempatan sesuai dengan jenis kewaspadaan.
i. Hygiene/etika batuk
Diterapkan untuk semua orang terutama pada kasus infeksi dengan jenis
transmisiairborne dan droplet. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan
sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air mengalir, tisu, sabun cair, tempat
sampah infeksius dan masker bedah.Petugas, pasien dan pengunjung dengan
gejala infeksi saluran napas, harus melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah
sebagai berikut:
a) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas.
b) Tisu dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) dan fasilitas
pelayanan kesehatan lain dapat dilakukan melalui audio visual, leaflet, poster,
banner, video melalui TV di ruang tungguataulisan oleh petugas.

Gambar 2.3 Etika Batuk


j. Praktik menyuntik aman
1. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 13


2. Bila memungkinkan sekali pakai vial walaupun multidose. Jarum atau
spuit yang dipakai ulang mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai
untuk pasien lain.
k. Praktik pencegahan untuk prosedur lumbal pungsi
Pemakaian masker pada insersi kateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal/epidural melalui prosedur lumbal pungsi. Misalnya, saat melakukan
anestesi spinal dan epidural, myeologram, untuk mencegah transmisi droplet
flora orafaring.

2.1.4 Pentingnya Universal Precaution/ Standart Precaution


Kewaspadaan standar merupakan hal yang penting oleh karena hal-hal
dibawah ini:
a. Terpajan darah dan cairan tubuh dapat menyebarkan infeksi seperti hepatitis
B dan C, bakteri, virus dan HIV.
b. Pajanan ini dapat terlihat dengan jelas (seperti ketika menggunakan spuit
untuk menusuk kulit) atau tidak kentara (saat darah atau cairan tubuh dari
orang yang terinfeksi kontak dengan lecet keci pada petugas kesehatan,
termasuk bidan).
c. Infeksi dapat ditularkan dari pasien kepasien yang lain, dari pasien ke tenaga
kesehatan atau dari tenaga kesehatan kepada pasiennya (meskipun hal ini
jarang terjadi).
d. Semua pasien berpotensi terinfeksi dan menularkan virus HIV, Hepatitis B
dan C.
Tidak mengikuti kewaspadaan standar dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya penularan infeksi yang sebenarnya dapat dihindari.

2.1.5 Hal-hal yang perlu diperhatikan agar universal precaution terjamin


pelaksanaannya

1. Sebelum tenaga kesehatan dapat mematuhi prosedur kewaspadaan standar,


otoritas nasional dan lembaga pelayanan kesehatan harus menjamin bahwa

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 14


semua pedoman dan kebijakan mereka cocok diterapkan dilokasi dan bahwa
peralatan dan persediannya mencukupi.
2. Untuk memudahkan tenaga kesehatan mematuhi praktek pengendalian
infeksi, kebijakan dan pedoman tingkat nasional dan lembaga pemerintah
harus:
a. Pendidikan Staf
Harus terintegrasi dengan program pendidikan staf dan peserta didik/
mahasiswa dan melalui proses TNA (Training Need Assesment) dan proses
orientasi staf baru dan mahasiswa.
1) Memastikan bahwa stafnya telah di didik untuk memperlakukan semua
zat/substansi tubuh sebagai bahan yang infeksius.
2) Tenaga kesehatan harus dididik mengenai risiko pekerjaannya dan harus
memahami kebutuhan menggunakan kewaspadaan standar bagi semua
orang, di setiap waktu, tanpa memandang diagnosisnya.
3) Pendidikan selama pelayanan secara reguler harus disediakan bagi semua
tenaga medis maupun nonmedis di lingkungan perawatan kesehatan.
Sebagai tambahan, pendidikan pra-pelayanan untuk semua tenaga
kesehatan harus juga mengagendakan aspek kewaspadaan standar.
4) Mahasiswa dididik mengenai risiko penularan selama melakukan praktek
pelayanan di Rumah Sakit.
5) Keterlibatan pasien dan keluarga dalam kewaspadaan standar.

b. Tersedianya sarana dan prasarana kewaspadaan standar


1) Memastikan bahwa tersedia para staf, pasokan dan saran yang memadai.
Sementara pendidikan bagi tenaga kesehatan adalah esensial, hal itu tidak
cukup untuk menjamin bahwa kewaspadaan standar telah diperhatikan
dengan baik.
2) Untuk mencegah bahaya dan infeksi kepada pasien dan karyawan, sarana
kesehatan harus menyediakan bahan-bahan yang diperlukan untuk
perawatan klinis. Sebagai contoh, pasokan yang steril dan bersih, harus
tersedia dengan cukup, walau dilingkungan dengan sumber daya yang
terbatas.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 15


c. Tersedianya barang alat injeksi disposible dan sarana cuci tangan
1) Penggunaan peralatan injeksi sekali pakai, yang langsung dibuang harus
tersedia dalam jumlah yang cukup bagi setiap obat-obat injeksi yang ada
dalam persediaan.
2) Air, sarung tangan, bahan-bahan pencuci, alat-alat untuk dekontaminasi
dan sterilisasi termasuk alat-alat untuk memantau dan mengawasi proses
ulang yang harus dilakukan hendaknya tersedia.
3) Persediaan air yang cukup dan mudah didapat adalah kunci bagi upaya
pencegahan infeksi yang berkaitan dengan tempat pelayanan kesehatan.
(walaupun air mengalir tidak tersedia disemua tempat, tetapi semua cara
untuk mendapatkan air yang cukup harus terjamin).
4) Alat-alat untuk pembuangan yang aman bagi limbah medis dan
laboraturium, dan tinja harus tersedia.

d. Adopsi standar lokal demi patient safety dan keselamatan petugas


1) Mengadopsi standar-standar lokal yang cocok untuk menjamin keselamatan
pasien dan karyawan, merupakan upaya yang berdasarkan bukti dan efektif.
2) Penggunaan yang tepat dari persediaan, kebutuhan pendidikan dan
pengawasan staf, harus digambarkan dengan jelas dalam kebijakan dan
pedoman lembaga, misal: peran aktif dari IPCN.
3) Lebih lanjut, kebijakan dan pedoman harus didukung oleh ketersediaan
pasokan dan standar untuk memantau dan mengawasi upaya yang telah
ditetapkan.
4) Prosedur penyerahan dan penerimaan alat tajam dari petugas instrumen ke
operator dan sebaliknya selama proses operasi berlangsung.

e. Pengawasan terhadap kewaspadaan standar


1) Pengawasan reguler pada lingkungan perawatan kesehatan dapat membantu
menghambat atau mengurangi risiko bahaya yang berhubungan dengan
parawatan kesehatan ditempat kerja.
2) Jika terjadi cidera atau kontaminasi yang mengakibatkan terpajan dengan
bahan yang telah terinfeksi HIV, konseling, pengobatan, tindak lanjut dan

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 16


perawatan pasca pajanan harus tersedia (Harus disertai dengan alur
penanganan yang jelas).

f. Meminimalkan prosedur yang tidak penting


1) Mencari upaya untuk mengurangi prosedur-prosedur yang tidak digunakan
lagi.
2) Sarana kesehatan harus menentukan kapan prosedur berisiko telah terlihat,
dan tenaga kesehatan butuh untuk dilatih untuk menjalankan prosedur yang
hanya dilakukan saat benar-benar diperlukan.
3) Sebagai contoh, pekerja harus menghindari transfusi darah saat tidak
diperlukan dan harus mengganti dengan prosedur yang lebih aman jika
memungkinkan (seperti penggunaan larutan pengganti).
4) Injeksi yang tidak perlu harus juga dihilangkan. Bilamana pengobatan
dibutuhkan, pedoman harus merekomendasikan penggunaan obat oral bila
sesuai.

g. Kepatuhan terhadap pedoman ini tetap harus dipantau


1) Pembentukan kelompok pengevaluasi pelaksanaan kewaspadaan standar.
2) Membentuk suatu kelompok multidisiplin untuk menilat dan
mengagendakan penggunaan kewaspadaan standar.
3) Sebuah kelompok multidisiplin harus disusun untuk menyampaikan maslah
pencegahan, menilai cara dan sumber daya yang ada sekarang untuk
pencegahan, membangun sistem surveilen untuk mendeteksi pasien dan
tenaga kesehatan dari akuisisi infeksi, membangun kebijakan dan prosedur,
mendidik personil dan memantau kepatuhan, bekerjasama dengan pelaksana
program pengendalian infeksi (PPI).

h. Perhatian terhadap tuntutan konsumen


1) Memperhatikan tuntutan konsumen terhadap praktek perawatan kesehatan
yang lebih aman.
2) Tuntutan untuk prosedur kerja yang aman, seperti penggunaan peralatan
injeksi yang baru, langsung dibuang, sekali pakai dan pengobatan oral,

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 17


dapat membantu mempercepat pelembagaan kewaspadaan standar
(Maryunani, 2011).

i. Monitoring dan evaluasi terhadap pelakasanaan program dengan memakai


indikator-indikator dan pemantauan langsung di lapangan.
1) Proses monev ini harus terintegrasi dengan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien (PMKP).

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 18


2.2 Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
Dekontaminasi alat kesehatan dilakukan untuk menjamin alat kesehatan
dalam keadaan steril sehingga mencegah terjadinya infeksi yang ditularkan
melalui alat kesehatan. Proses dekontaminasi alat kesehatan dilakukan melalui
empat tahap kegiatan yaitu dekontaminasi, pencucian, strelisasi atau desinfeksi
tingkat tinggi (DTT) dan penyimpanan (Dirjen P2MPL, 2010).
Dekontaminasi dan pembersihan merupakan dua tindakan pencegahan yang
sangat efektif, untuk meminimalkan resiko penularan virus kepada petugas
pelayanan kesehatan khususnya petugas yang menangani secara langsung. Proses
pembersihan, pemilahan dan transportasi sebelum dilakukan sterilisasi. Proses
dekontaminasi digunakan untuk menghilangkan material organik dan untuk
mengurangi jumlah mikroorganisme. Metode dekontaminasi bermacam-macam
tergantung bahan / alat yang akan di-dekontaminasi dan pada zat pencemarnya.
Dalam prakteknya, pemilihan metode tergantung pada jenis kontaminannya, baik
secara fisik, kimia atau mekanik. Proses dekontaminasi dilakukan sebelum
disinfeksi atau sterilisasi.

Gambar 2.4 Bagan Arus Proses Dekontaminasi

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 19


2.2.1 Definisi
Dekontamniasi adalah menghilangkan mikroorganisme patogen dan kotoran
dari suatu benda sehingga aman untuk pengelolaan selanjutnya dan dilakukan
sebagai langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan bekas pakai atau
pengelolaan pencemaran lingkungan, misalnya tumpahan darah/cairan tubuh.
Juga sebagai langkah pertama pengelolaan limbah yang tidak di musnahkan dan
juga alat-alat yang perlu dibersihkan dan dipilah-pilah sebelum dilakukan proses
strelisasi.
Dekontaminasi merupakan langkah pertama yang penting dalam menangani
peralatan, perlengkapan, sarung tangan dan benda-benda lain yang
terkontaminasi. Dekontaminasi dilakukan segera setelah pemakaian benda yang
terkontaminasi. Cara dekontaminasi yaitu dengan segera merendam peralatan
maupun perlengkapan ke dalam larutan klorin 0,5% selama ± 10 menit atau
bahan lain seperti cairan enzymatic. Saat melakukan dekontaminasi, petugas
kesehatan perlu memakai alat pelindung diri yang memadai (sarung tangan
tebal/ masker), melakukan prosedur kerja yang meminimalkan risiko pajanan
terhadap lapisan mukosa dan kontak parentral melalui bahan-bahan
terkontaminasi (Dirjen P2MPL, 2010).
Proses fisika atau kimia untuk membersihkan benda-benda yang mungkin
terkontaminasi oleh mikroba yang berbahaya bagi kehidupan, sehingga aman
untuk proses selanjutnya, misalnya cairan enzymatic bisa berfungsi melarutkan
darah dan matikan mikroba. Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh staf sebelum dibersihkan dan mengurangi, tetapi tidak
menghilangkan jumlah mikroorganisme yang mengontaminasi.

2.2.2 Tujuan
Dekontaminasi bertujuan untuk mencegah penyebaran infeksi melalui alat
kesehatan atau suatu permukaan benda, misalnya HIV, HBV dan kotoran lain
yang tidak tampak sehingga dapat melindungi petugas maupun pasien.
Dekontaminasi dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan yaitu
suatu bahan atau larutan kimia atau cairan enzymatic yang digunakan untuk

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 20


membunuh mikroorganisme pada benda mati dan tidak digunakan untuk kulit
dan jaringan mukosa.
Dekontaminasi bertujuan untuk membuat benda-benda lebih aman untuk
ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan (Dirjen P2MPL, 2010).
Tujuan dari dekontaminasi adalah melindungi pekerja yang bersentuhan
langsung dengan alat-alat kesehatan yang sudah melalui proses dekontaminasi
dan melindungi pekerja dari penyakit yang disebabkan m.o pada alat-alat
kesehatan sebelum diproses sterilisasi.

Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko berpotensi


infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang akan
digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan perkakas
lainnya) sewaktu merawat pasien. Kategori Spaulding adalah sebagai berikut:
1. Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan steril atau sistem darah
sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen
sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
2. Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang
berkaitan dengan mukosa dan area kecil di kulit yang lecet.Pengelola perlu
mengetahui dan memiliki keterampilan dalam penanganan peralatan invasif,
pemrosesan alat, Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan
bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
3. Non-kritikal
Pengelolaan peralatan/ bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit utuh
yang merupakan risiko terendah, misalnya tensimeter dan termometer.
Walaupun demikian, pengelolaan yang buruk pada bahan dan peralatan non-
kritikal akan dapat menghabiskan sumber daya dengan manfaat yang terbatas
(contoh: membersihkan tensimeter dengan menggunakan larutan enzymatic).

Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan


peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau cairan

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 21


tubuh (dekontaminasi, cleaning dan sterilisasi) sesuai Standar Prosedur
Operasional (SPO) sebagai berikut:
a) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan detergen atau enzyme lalu
dibersihkan dengan menggunakan spons sebelum dilakukan disinfeksi tingkat
tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus didekontaminasi dan
disterilisasi terlebih dahulu sebelum digunakan untuk pasien lainnya.
c) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai prinsip
pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku untuk alat
yang dipakai berulang, jika akan dibuang.
d) Untuk alat bekas pakai yang akan di pakai ulang, setelah dibersihkan dengan
menggunakan spons, di dekontaminasi dengan klorin 0,5% atau larutan
enzymatic selama 10 menit.
e) Peralatan nonkritikal yang terkontaminasi, dapat didekontaminasi dan
didisinfeksi menggunakan alkohol 70%. Peralatan semikritikal
didekontaminasi atau disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus
didekontaminasi dan disterilisasi.
f) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat didekontaminasi
permukaannya setelah digunakan di ruangan isolasi.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 22


Dekontaminasi menggunakan detergen
atau cairan enzymatic, spons (Petugas
dengan APD sesuai)

Pembersihan
(cuci bersih dan tiriskan)

Sterilisasi (peralatan kritis) DISINFEKSI


Masuk dalam pembuluh
darah/jaringan tubuh

Disinfeksi Tingkat Disinfeksi Tingkat


Tinggi (DTT) Rendah (peralatan
(peralatan semi non kritikal) Hanya
kritikal) pada permukaan
Masuk dalam tubuh. Tensimeter
mukosa tubuh ETT, dan termometer
NGT

Direbus Kimiawi

Bersihkan dengan
air steril

Gambar 2.5 Alur Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien


Keterangan Alur:
1. Dekontaminasi: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani
oleh petugas sebelum di bersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC,
dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme
yang mengkontaminasi.
2. Pembersihan: Proses yang secara fisik membuang kotoran, darah, atau cairan
tubuh lainnya dari permukaan benda mati. Proses ini akan aman bagi petugas
bilasebelumnya dilakukan dekontaminasi. Proses ini dilakukan dengan

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 23


mencuci menggunakan sabun/ detergen dan air atau menggunakan larutan
enzymatic.
3. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
4. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi.
a. Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf):
Sterilisasi uap tekanan tinggi adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi
juga paling sulit untuk dilakukan secara benar.Pada umumnya sterilisasi ini
adalah metode pillihan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-alat lain
yang digunakan pada berbagai fasilitas pelayanan kesehatan. Bila aliran
listrik bermasalah, maka instrumen-instrumen tersebut dapat disterilisasi
dengan sebuah sterilisator uap non-elektrik dengan menggunakan minyak
tanah atau bahan bakar lainnya sebagai sumber panas.Atur agar suhu harus
berada pada 121°C; tekanan harus berada pada 106 kPa; selama 20 menit
untuk alat tidak terbungkus dan 30 menit untuk alat terbungkus. Biarkan
semua peralatan kering sebelum diambil dari sterilisator. Set tekanan kPa
atau lbs/in² mungkin berbeda tergantung pada jenis sterilisator yang
digunakan. Ikuti rekomendasi pabrik, jika mungkin.
b. Sterilisator Panas Kering (Oven):
Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran listrik yang terus
menerus, menyebabkan alat ini kurang praktis pada area terpencil atau
pedesaan. Selain itu sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih
tinggi hanya dapat digunakan untuk benda-benda dari gelas atau logam–
karena akan melelehkan bahan lainnya. Letakkan instrumen di oven,
panaskan hingga 170°C, selama 1 (satu) jam dan kemudian didinginkan
selama 2-2,5 jam atau 160°C selama 2 (dua) jam.Perlu diingat bahwa waktu
paparan dimulai setelah suhu dalam sterilisator telah mencapai suhu sasaran.
Tidak boleh memberi kelebihan beban pada sterilisator karena akan

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 24


mengubah konveksi panas. Sisakan ruang kurang lebih 7,5 cm antara bahan
yang akan disterilisasi dengan dinding sterilisator.

2.2.3 Ruang Lingkup Dekontaminasi


1. Menangani, mengumpulkan dan transportasi benda-benda kotor
a) Sebaiknya petugas yang melakukan tindakan (petugas tangan pertama),
mengumpulkan dan membawa alat-alat yang sudah dipakai dikumpulkan
dalam plastik kuning tertutup, petugas wajib memakai pelindung diri
(APD).
b) Peralatan dan alat-alat yang sudah terkontaminasi harus ditangani,
dikumpulkan dan dibawa ke ruang dekontaminasi dan dilakukan
dekontaminasi sebelum di bersihkan sebaiknya di pilah-pilah selanjutnya
dilakukan sterilisasi untuk mencegah kontaminasi terhadap pasien, pekerja
dan fasilitas lainnya.
2. Pembuangan limbah
Limbah atau buangan harus dipisahkan dari alat-alat pakai ulang di tempat
pemakaian (point of use), diidentifikasi dan dibuang menurut kebijakan
rumah sakit yang mengacu pada peraturan pemerintah (KepMenkes, nomor
1204/Menkes/SK/X/2004).
3. Mencuci (cleaning)
Semua alat-alat pakai ulang harus dicuci bersih sebelum disinfeksi atau di
sterilisasi.
a) Alat yang terkontaminasi di point of use
Dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah kotoran menjadi kering
Peralatan harus :
 Langsung dibungkus dan dibawa ke ruang dekontaminasi
 Langsung dibungkus untuk menghindari cipratan, tumpahan atau
penguapan, sampai di bawa ke ruang dekontaminasi untuk dilakukan
dekontaminasi, setelah didekontaminasi dibersihkan/dicuci, dipilah-pilah
selanjutnya dilakukan sterilisasi
b) Alat yang terkontaminasi di ruang dekontaminasi
4. Bahan pencuci (cleaning agent)

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 25


Tahapan cleaning meliputi: pensortiran, perendaman, pencucian, pembilasan,
dan pengeringan.
Bahan pencuci dapat menghilangkan residu kotoran organik tanpa merusak
alat. Bahan cuci harus memenuhi kriteria:
b) Sesuai dengan bahan bahan, alat dan metode mencuci yang dipilih
 Ikuti rekomendasi dari produsen alat, mengenai tipe bahan cuci yang
dipakai
 Tentukan banyaknya detergen yang diperlukan, tergantung kadar garam
mineral pada air (garam mineral sedikit dan detergent sedikit)
c) Digunakan sesuai petunjuk produsen dan sesuai dengan bahan/alat.

Karakteristik pembersih/ detergent meliputi:


a) Dapat menghilangkan kotoran organik dan inorganik;
b) Dapat mencegah pengendapan deposit air;
c) Pembentukan busa terkendali;
d) Mudah dibilas.Bentuk fisik yang sesuai.
5. Metode merendam/membilas
Proses menghilangkan semua partikel yang kelihatan dan hampir semua
partikel yang tidak kelihatan, menyiapkan permukaan dari semua alat-alat,
agar aman untuk proses disinfeksi dan sterilisasi. Mencuci dapat dilakukan
secara manual atau mekanikal atau kombinasi keduanya yang penting
prinsipnya adalah memastikan kebersihan, tidak merusak alat dan aman buat
pekerjanya.
a) Mencuci secara manual
Beberapa alat/ instrument yang lembut atau rumit, perlu dicuci secara
manual setelah direndam. Alat/ instrument harus :
 Dicuci dalam air untuk mencegah penguapan (jika alat dapat tenggelam/
terendam)
 Dicuci menurut aturan produsen (jika alat tidak dapat tenggelam/
terendam)
 Dicuci dengan alat anti gores bertujuan untuk mencegah kerusakan pada
alat.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 26


b) Mencuci secara mekanis
 Menggunakan mesin cuci dapat meningkatkan produktivitas, lebih bersih
dan lebih aman bagi pekerjanya
 Mesin cuci dapat dipilih, sesuai kebutuhannya
 Pembersih ultrasonic dapat melepaskan semua kotoran dari seluruh
permukaan alat dan instrument.

atau larutan enzymatic

Gambar 2.6 Proses Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 27


PENUTUP

Penerapan universal precaution ini tidak lepas dari peran masing-masing


pihak yang terlibat di dalamnya seperti pelaksana pelayanan, mahasiswa/ peserta
didik di Rumah Sakit/ Fasilitas Kesehatan dan para pengguna jasa, yaitu pasien
dan pengunjungnya.
Kewaspadaan standar/universal merupakan bagian dari upaya pencegahan
dan pengendalian infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah (HIV, HBV dan
HCV) di sarana pelayanan kesehatan. Prinsip penerapan kewaspadaan
universal/standar didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan cairan tubuh
berpotensi menularkan penyakit baik yang berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan.
Universal precaution merupakan langkah yang sangat penting yang harus
dilakukan Rumah Sakit untuk menurunkan kontribusi Rumah Sakit dalam
menambah jumlah penderita HIV, Hepatitis, dll di masyarakat.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 28


DAFTAR PUSTAKA

CDC. 2007. Guidelines for Isolation Precautions: Preventing Transmission of


Infections Agents in Health Setting.
Departemen Kesehatan RI. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
Departemen Kesehatan Ditjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan
Lingkungan. 2010. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di
Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Dirjen P2MPL.
Departemen Kesehatan RI. 2011. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta:
Perhimpunan pengendali Infeksi. Indonesia.
Ditjen PP&PL, Kementerian Kesehatan RI. 2014. Pusat Data dan Informasi
(Infodatin),Situasi dan Analisis HIV AIDS. Jakarta: Kementerian RI.
Efstathiou G, Papastavrou E, Raftopoulos V, Merkouris A. 2011. Factors
influencing nurses’ compliance with Standard Precautions in order to avoid
occupational exposure to microorganisms: A focus group study. Journal
Biomed Central Nursing. 10 (1); 1-12.
Khoidrudin. A, Yosafianti. V., Riwayati. 2011. Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Perilaku Perawat Dalam Menerapkan Prosedur Tindakan
Pencegahan Universal Di Instalasi Bedah Sentral RSUP Dr. Kariadi
Semarang. J Keperawatan FIKKes Univ Muhammadiyah Semarang. 2011;4(1
Maret 2011):1–17.
Maryunani, A. (2011).Pencegahan Infeksi Dalam Kebidanan. Jakarta: TIM.
Menteri Kesehatan RI. 2017. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
Nasronudin. 2007. HIV and AIDS Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis dan
Sosial. Surabaya: Airlangga University Press.
Yusran, Muhammad. 2008. Kepatuhan Penerapan Prinsip-Prinsip Pencegahan
Infeksi (Universal Precaution) Pada Perawat Di Rumah Sakit Umum Daerah

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 29


Abdoel Muluk Bandar Lampung [Internet]. Prosiding Seminar Nasional Sains
dan Teknologi-II 2008 Universitas Lampung, 17-18 November 2008.
World Health Organization. 2002. Guidelines on Prevention and Control of
Hospital Associated Infections [Internet]. New Delhi: WHO Regional Office
for South-East Asia.
WHO (2009) WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care: First Global
Patient Safety Challenge Clean Care is Safer Care, Geneva, Switzerland:
WHO Press.
WHO. 2011. Progress report: Global HIV/AIDS
response,http://www.who.int/hiv/pub/progress_report2011/en, diakses 18
September 2018.
WHO. 2013. Who Guidelines On Hand Hygiene In Health Care (Advanced
Draft): A Summary.
WHO. 2013. WHO Report 2013- Global Tuberculosis Control. [Online]
www.who.int/tb/data.

Universal Precaution/Standar Precaution dan Dekontaminasi 30

Anda mungkin juga menyukai