Anda di halaman 1dari 14

PELAKSANAAN PROGRAM

PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

A) LATAR BELAKANG
Penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare
Associated Infection (HAIs) merupakan salah satu masalah kesehatan
diberbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam forum Asian
Pasific Economic Comitte (APEC) atau Global health Security Agenda
(GHSA) penyakit infeksi terkait pelayanan kesehatan telah menjadi
agenda yang di bahas. Hal ini menunjukkan bahwa HAIs yang
ditimbulkan berdampak secara langsung sebagai beban ekonomi negara.

Secara prinsip, kejadian HAIs sebenarnya dapat dicegah bila fasilitas


pelayanan kesehatan secara konsisten melaksanakan program PPI.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan upaya untuk
memastikan perlindungan kepada setiap orang terhadap kemungkinan
tertular infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan.

Dengan berkembangnya ilmu pengetahuan, khususnya di bidang


pelayanan kesehatan, perawatan pasien tidak hanya dilayani di rumah
sakit saja tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan di
rumah (home care).

Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas


pelayanan kesehatan sangat penting bila terlebih dahulu petugas dan
pengambil kebijakan memahami konsep dasar penyakit infeksi. Oleh
karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
di fasilitas pelayanan kesehatan agar terwujud pelayanan kesehatan yang
bermutu dan dapat menjadi acuan bagi semua pihak yang terlibat dalam
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di dalam fasilitas
pelayanan kesehatan serta dapat melindungi masyarakat dan
mewujudkan patient safety yang pada akhirnya juga akan berdampak
pada efisiensi
pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualitas
pelayanan.

Selanjutnya, WHO dalam Primary Health Care on the Road to Universal


Health Coverage, 2019 Monitoring Report, menyimpulkan bahwa
pelayanan kesehatan primer merupakan jalan atau rute menuju UHC,
bahkan merupakan "the eng7ne for UHC”.
Berikut ini berbagai informasi yang menggambarkan kondisi global
maupun lokal di Indonesia mencerminkan pentingnya pelayanan yang
bermutu termasuk kaitannya dengan penerapan pencegahan dan
pengendalian infeksi (baca daftar Pustaka), sebagai berikut:
Data di Dunia:

• Pelayanan tidak sesuai standard: WHO, OECD dan WB 2018,


melaporkan bahwa 8-10 % kemungkinan seseorang terinfeksi setelah
mengalami perawatan di fasilitas kesehatan akibat pelayanan yang tidak
sesuai standar. Pelayanan tidak sesuai standar dapat menyebabkan
kerugian ekonomi hingga mencapai Trilliunan Dollars setiap tahun serta
dapat mengakibatkan kecatatan dan pelayanan ber-biaya tinggi, (Wodd
Health Organization, OECD, and
International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank,
2018 — page 15-17).

• Angka kejadian HAls (Healthcare Associated Infections): rata-rata 1 dari

10 pasien terkena HAIs. Di negara maju setiap 100 pasien ditemukan 7


kasus HAls sedangkan di negara berkembang terdapat 15 kasus. HAIs di
ICU mencapai angka 30% pasien di negara maju sementara di negara
berkembang bisa lebih tinggi 2-3 kalinya. Data menunjukkan terdapat 4-
6% kematian neonatal yang dirawat di rumah sakit berkaitan dengan
HAIs, (wi-io
2016, Health care without avoidable infection — page 6).

• Beban ekonomi dan kemanusiaan: diperkirakan 15% belanja fasilitas


kesehatan habis terpakai oleh karena kesalahan penanganan atau akibat
pasien terinfeksi saat perawatan di rumah sakit. Beban pembiayaan
meningkat disebabkan oleh waktu rawat lebih panjang, kecacatan dan
kemungkinan bertambahnya risiko resisten anti mikroba. Oleh sebab itu
HAIs menambah beban kemanusiaan dan ekonomi suatu bangsa akibat
kematian yang sebenarnya tidak seharusnya terjadi, (World Health
Organization, OECD, and
International Bank for Reconstruction and Development/The World Bank,
2018 — page 15-18)

• Penyuntlkan yang tidak aman: terdapat sekitar 16 milliar injeksi yang


diberikan setiap tahun di seluruh dunia, 70% diantaranya merupakan
penggunaan ulang alat suntik di negara berkembang yang sangat
berisiko terhadap HAIs, wi-io 2016, Health care without avoidable
infection – page
6).

• Hand hygiene: secara global, rata-rata 61% petugas kesehatan tidak


mematuhi praktek kebersihan tangan yang direkomendasikan, woo z0i6.
Health care without avoidable infection - page 6).
• Persalinan dan tenaga kesehatan terlatih: walaupun angka ketersediaan
tenaga kesehatan terlatih dalam persalinan meningkat dari 58% pada
tahun 1990 menjadi 73% pada tahun 2013, terutama disebabkan oleh
bertambahnya jumlah persalinan di fasilitas kesehatan, masih ada ibu
dan bayi yang setelah tiba di fasilitas kesehatan meninggal atau
mengalami kecacatan akibat rendahnya mutu pelayanan kesehatan.
WHO memperkirakan bahwa terdapat sekitar 303.000 ibu dan 2.7 juta
bayi meninggal tiap tahun karena terkait mutu layanan saat persalinan
dan lebih banyak lagi akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah,
bahkan terdapat 2.6 juta bayi terlahir dalam keadaan meninggal tiap
tahunnya, world Health
Organization, OECD, and International Bank for Reconstruction and
DevelopmenWhe World Bank, zoi8 — page 17).

• Dampak luka operasi pada kesehatan wanita: di Afrika, 20% wanita


mendapatkan infeksi luka pasca operasi caesar, yang selanjutnya
berdampak pada kesehatan dan kemampuan mereka untuk merawat
bayinya (wi-io z016, Health care without avoidable infection - page 6).
• Resisten anti-mikroba: pasien yang terinfeksi Staphylococcus Aureus
yang menjadi Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA)
meninggal 50% lebih tinggi dibandingkan dengan mereka yang tidak
resisten, (wnO 2016, Health care without avoidable infection, WHO 2016 -
page 6).
Data di Indonesia:
• Kejadian HAls: kejadian HAIs mencapai 15,74% jauh lebih tinggi di atas
negara maju yang berkisar 4,8 — 15,5%. Infeksi saluran kemih (ISK)
adalah salah satu kejadian infeksi yang paling sering terjadi yakni sekitar
40% dari seluruh kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit setiap
tahunnya (Arisandy, 2013).
• Penggunaan antibiotik: kasus HAls diperburuk oleh peresepan antibiotik
di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak terutama pada ISPA dan
Diare. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul mikroba
yang resisten untuk Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus (MRSA),
resisten multi obat pada penyakit tuberculosis (MDR-TB) dan lain-lain.
Dampak dari resisten obat adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas
dan biaya kesehatan termasuk saat dirawat di fasilitas kesehatan yang
pada akhirnya akan menjadi ancaman nasional bagi kesehatan (MRSA di
Indonesia, Unairs News, Nov 2020).
• Germas: Riskesdas 2018 menunjukkan indikator Germas (aktifitas fisik,
makan buah, sayur, tidak merokok) tidak menunjukkan pebaikan sejak 5
tahun IaIu. Proporsi perilaku cuci tangan dengan sabun di masyarakat
secara nasional 49, 5%. Sementara itu, hasil penelitian di RSUD Badung
— Bali, tahun 2013 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang
memiliki disiplin baik dalam mencuci tangan sebanyak 58,1%, (Kemkes,
Riskesdas 2018).
C) TUJUAN UMUM
1. Menurunkan Angka Infeksi Healthcare Associated Infection (HAIs)
Memutuskan rantai penularan di Fasyankes

2. Memberikan Perlindungan petugas dari sisi penularan infeksi

3. Mencegah terjadinya Mikroba Multi Drug Resistant (MDR), yaitu


resistensi antibiotik
D) SASARAN

Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama, Kedua dan Ketiga.

Klinik sebagai Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama.

E) PRINSIP
Penyelenggaraan PPI harus dilaksanakan oleh semua elemen klinik
dimulai dari komitmen dari pimpinan dan managemen, melalui tata
kelola mutu dan keselamatan dengan manajemen resiko dan kelola
klinis yang baik sehingga terciptanya keamanan, keselamatan dan
kesehatan kerja bagi petugas, serta keamanan dan kesehatan bagi
pasien maupun pengunjung.

F) TUGAS DAN TANGGUNG JAWAB TIM PPI

1. Identifikasi dan Assessment Risiko

2. Membuat Rencana Kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

3. Menerapkan solusi untuk mengurangi serta meminimalisir risiko

4. Monitoring dan Evaluasi PPI

5. Membuat laporan terkait Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

6. Pelaporan kejadian Infeksi Healtcare Associated Infections (HAIs)

7. Menindaklanjuti Pelaporan terkait Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi
F) RENCANA PELAKSANAAN KEGIATAN PPI 2023
No KEGIATAN TUJUAN SASARAN PELAKSANA WAKTU
PELAKSANAAN

1. Sosialisa Agar Karyawa Tim PPI, KP Mei


si PPI Seluruh n Klinik
Karyawan Pratama
Klinik Tali Baju
Pratama Tali
Baju memiliki
pengetahuan
tentang PPI

2 Pelatihan Meningkatka Karyawa Tim PPI Mei


PPI n wawasan n Klinik
petugas Pratama
3 Monitorin Karyawan Layana Tim PPI Mei
g Klinik n serta
Kepatuha Pratama Unit
n lainnya
Kebersih
a
n
Tangan

4 Monitorin Melakukan Unit Tim PPI Mei


g Pemantaua Layanan
Kepatuha n serta
n Kepatuhan Unit
Pengguna Penggunaa kerja
an n Alat Lainnya
Alat Pelindung Diri
Pelindu
ng Diri

5 Monitori Melakukan Unit Tim PPI


ng Pemantaua Layanan
Sterilisas n
i Sterilisasi

6 Pelaksa Untuk Semua Tim PPI


na an mengetahui Karyawan
Kegiatan dan
Pemerik menindakla
sa an nj uti
Kesehata kesehatan
n Karyawan
Karyawa
n

G) PENERAPAN KEWASPADAAN STANDAR

Kebersihan tangan
Penggunaan APD
Pemakaian APD di Nurse Station
Pengendalian lingkungan
Pengelolaan alat medis
Alat sterilisasi
Penyuntikan yang aman
Etika batuk
Pengelolaan limbah
Instal
asi Penyimpanan Limba Sementara
Perlindungan karyawan
I) KESIMPULAN

Klinik Pratama Tali Baju memiliki komitmen memberikan


Pelayanan

Kesehatan yang bermutu, mengutamakan Keselamatan Pasien &


memperhatikan Keselamatan & Kesehatan Kerja dengan salah
upayanya yaitu menjalankan program PPI yg dilaksanakan oleh
seluruh tenaga medis & tenaga kesehatan yang didukung penuh
oleh Pimpinan Klinik Pratama Bhakti Periwi melalui :
1. Perencanaan (P1) berupa pembuatan Rencana Kegiatan dan
Penyediaan Anggaran Kegiatan & Sarpras pendukung PPI. 2.
Penggerakan dan Pelaksanaan (P2) berupa pembuatan SK, SOP,
dan Pedoman PPI, Pelaksanaan Kegiatan, Pengadaan,
Pemeliharaan dan Pengendalian Sarpras Pendukung PPI,
Sosialisasi & Peningkatan Wawasan PPI untuk Petugas . 3.
Pengawasan, Pengendalian & Penilaian (P3) berupa monitoring,
evaluasi & pelaporan yang dilakukan baik internal & eksternal
sesuai dengan regulasi & mendukung Indikator Nasional Mutu
(INM).

Anda mungkin juga menyukai