Anda di halaman 1dari 252

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pada tanggal 21 Oktober 2015 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
mengeluarkan resolusi baru tentang Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs)
yang disepakati oleh 193 negara untuk menjadi acuan pembangunan secara
universal hingga tahun 2030. SDGs dimaksudkan untuk menyikapi perubahan
situasi dunia yang semakin kompleks dan dinamis, menggantikan program
Millennium Development Goals (MDGs) yang telah berakhir di tahun 2015.
Terdapat 17 tujuan dan 169 sasaran pembangunan yang tercamtum dalam SDGs
dimaksud. Pembangunan Kesehatan merupakan penjabaran tujuan 3 dari SDGs,
mengamanatkan bahwa untuk menjamin kehidupan yang sehat dan mendorong
kesejahteraan bagi semua di segala usia maka setiap negara harus mewujudkan
cakupan pelayanan kesehatan universal atau Universal Health Coverage (UHC),
ada jaminan terhadap risiko pembiayaan, tersedianya akses khususnya pelayanan
esensial yang berkualitas, aman, efektif, dan terjangkau termasuk untuk obat
esensial dan vaksin.
Namun, setelah 3 tahun pelaksanaannya, WHO, OECD (Organization for
Economic Co-operation and Development) dan WB (World Bank) dalam
laporannya tahun 2018, mengingtkan semua bangsa bahwa meskipun UHC
mampu dicapai, tersedia jaminan pembiayaan kesehatan tetapi jika pelayanan
kesehatan yang diberikan tidak berkualitas maka hasilnya tetap tidak akan
mencapai tujuan SDGs. Bahkan, pelayanan kesehatan yang tidak berkualitas
hanya akan menghabiskan waktu, sumber daya dan uang suatu negara. Oleh
karena itu pelayanan kesehatan yang berkualitas merupakan kewajiban global
dalam mencapai UHC.
Berikut pernyataan berbagai lembaga dunia tersebut tentang pentingnya kualitas
pelayanan menuju UHC 2030, antara lain:
 Direktur jenderal WHO, Dr Tedros Adhanom Ghebreyesus: “Kita sama-
sama berkomitmen untuk memastikan bahwa setiap orang dimana dan
kapanpun dapat memperoleh layanan kesehatan yang mereka butuhkan.
Namun kita juga harus berkomitmen bahwa layanan kesehatan tersebut

1
berkualitas baik. Karena sejujurnya,, tidak ada cakupan kesehatan universal
tanpa pelayanan yang berkualitas”.
 Sekretaris jenderal OECD, Ángel Gurría: “Tanpa pelayaan kesehatan yang
berkualitas, UHC hanya janji kosong”.
 Presiden Bank Dunia, Jim Yong Kim: “Kesehatan yang baik adalah fondasi
dari sumber daya manusia suatu negara, dan tidak ada negara yang boleh
menyediakanlayanan yang berkualitas rendah atau tidak aman. Layanan
berkualitas rendah secara tidak proporsional berdampak pada orang miskin,
yang tidak hanya tercela secara moral, tetapi juga secara ekonomi, tidak
berkelanjutan untuk keluarga dan seluruh negara”.

Selanjutnya, WHO dalam Primary Health Care on The Road to Universal Health
Coverage, 2019 Monitoring Report sesuai dengan data yang diperoleh dari
berbagai negara anggota menyimpulkan bahwa pelayanan kesehatan primer
merupakan jalan atau rute menuju UHC, bahkan merupakan “the eingine for
UHC”.
Berikut ini berbagai informasi yang menggambarkan kondisi global maupun lokal
Indonesia sendiri berkaitan dengan pelayanan yang tidak berkualitas termasuk
dalam penerapan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI), sbb:
Data di Dunia:

 Pelayanan sub-standard: WHO, OECD dan WB 2018, melaporkan bahwa 8


- 10 % kemungkinan seseorang terinfeksi setelah mengalami perawatan di
fasilitas kesehatan akibat pelayanan yang sub-standar. Pelayanan sub-standar
dapat menyebabkan kerugian ekonomi hingga mencapai trilliunan dollars
setiap tahun serta dapat mengakibatkan kecatatan dan pelayanan ber-biaya
tinggi.
 Angka kejadian HAIs (Healthcare Associated Infections):: rata-rata 1 dari 10
pasien terkena HAIs (Setiap 100 pasien ditemukan 7 kasus di negara maju dan
15 kasus di negara berkembang). HAIs di ICU di negara maju mencapai angka
30% pasien sementara di negara berkembang bisa lebih tinggi 2-3 kalinya.
Tercatat 4-6% kematian neonatal yang dirawat di rumah sakit berkaitan
dengan HAIs.

2
 Beban ekonomi dan kemanuasiaan: diperkirakan 15% belanja fasilitas
kesehatan habis terpakai oleh karena kesalahan penanganan atau akibat pasien
terinfeksi saat perawatan dirumah sakit. Beban pembiayaan meningkat
disebabkan oleh waktu rawat lebih panjang, kecacatan dan kemungkinan
bertambahnya Risiko resisten anti mikroba. Oleh sebab itu HAIs
meningkatkan beban kemanusiaan dan ekonomi setiap bangsa akibat kematian
yang sebenarnya tidak seharusnya terjadi.
 Penggunaan alat suntik ulang: terdapat sekitar 16 milliar injeksi yang
diberikan setiap tahun diseluruh dunia, 70% diantaranya merupakan
penggunaan ulang alat suntik di negera berkembang yang sangat berisiko
terhadap HAIs.
 Hand Hygine: secara global, rata-rata 61% petugas kesehatan tidak mematuhi
praktek kebersihan tangan yang direkomendasikan.

 Persalinan dan Tenaga Kesehatan Terlatih: walaupun angka kehadiran


tenaga kesehatan terlatih dalam persalinan meningkat dari 58% pada tahun
1990 menjadi 73% pada tahun 2013, terutama disebabkan oleh bertambahnya
jumlah persalinan di fasilitas kesehatan, masih ada ibu dan bayi, yang bahkan
setelah tiba di fasilitas kesehatan, meninggal atau mengalami kecacatan
seumur hidup akibat rendahnya mutu layanan kesehatan. World Health
Organization (WHO) memperkirakan bahwa sekitar 303.000 ibu dan 2.7 juta
bayi meninggal tiap tahun karena terkait mutu layanan saat persalinan dan
lebih banyak lagi akibat penyakit yang seharusnya dapat dicegah. Bahkan, 2.6
juta bayi terlahir dalam keadaan meninggal tiap tahunnya
 Dampak Luka Operasi pada kesehatan wanita: di Afrika, 20% wanita
mendapatkan infeksi luka pasca operasi caesar, yang selanjutnya berdampak
pada kesehatan dan kemampuan mereka untuk merawat bayinya.
 Resistensi anti-mikroba: pasien yang terinfeksi Staphylococcus Aureus
(MRSA) yang resistan terhadap metisilin meninggal 50% lebih tinggi jika
dibandingkan dengan mereka yang terinfeksi dengan jenis yang tidak resisten.
Data di Indonesia:

 Kejadian HAIs: kejadian HAIs mencapai 15,74% jauh lebih tinggi diatas
negara maju yang berkisar 4,8 – 15,5%. Infeksi saluran kemih (ISK) adalah

3
salah satu kejadian infeksi yang paling sering terjadi yakni sekitar 40% dari
seluruh kejadian infeksi yang terjadi dirumah sakit setiap tahunnya (Arisandy,
2013).
 Penggunaan abtibiotik: kasus HAIs diperburuk oleh Peresepan antibiotik di
Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak terutama pada ISPA dan Diare.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul mikroba yang resisten
untuk Methicillin Resitant Staphylococcus Aureus (MRSA), resisten multi
obat pada penyakit tuberculosis (MDR- TB) dan lain-lain. Dampak dari
resisten obat adalah meningkatnya morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan
termasuk saat dirawat di fasilitas kesehatan yang pada akhirnya akan menjadi
ancaman nasional bagi kesehatan,
 Germas: Riskesdas 2018 menunjukkan indikator Germas (aktifitas fisik,
makan buah, sayur, tidak merokok) tidak menunjukkan pebaikan sejak 5 tahun
lalu. Proporsi perilaku cuci tangan dengan sabun di masyarakat secara
nasional 49, 5%. Sementara itu, hasil penelitian di RSUD Badung – Bali,
tahun 2013 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang memiliki disiplin baik
dalam mencuci tangan sebanyak 58,1%.
Oleh karena itu pada tahun 2017 telah disusun Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi selanjutnya di singkat PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan,
kemudian ditetapkan sebagai Peraturan Menteri Kesehatan No. 27/2017. Pedoman
ini ditujukan untuk seluruh fasilitas kesehatan baik pelayanan dasar (FKTP)
maupun untuk rumah sakit (FKTL), tanpa kecuali milik pemerintah maupun
swasta. Peraturan Menteri tersebut sekaligus merupakan revisi dari peraturan
sebelumnya yang hanya berfokus di rumah sakit. Sebagaimana diketahui bahwa
penerapan PPI di rumah sakit bukanlah sesuatu hal baru karena sudah dilakukan
sejak beberapa tahun sebelumnya. Namun untuk pelayanan dasar, penerapan PPI
dimaksud masih relatif baru atau belum dilakukan.

Selanjutnya dalam pasal 3 ayat 4 Permenkes tersebut, disebutkan bahwa


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mencakup infeksi terkait pelayanan
kesehatan (HAIs) dan infeksi yang bersumber dari masyarakat. Penjelasan
tentang PPI terkait HAIs cukup detail meskipun belum dibedakan antara RS dan
FKTP. Sementara itu, PPI yang bersumber dari masyarakat belum tersedia

4
pembahasannya.

Seperti diketahui bahwa, prinsip penerapan PPI di fasiltas kesehatan berlaku


sama, namun karena adanya perbedaan ketersediaan sumber daya manusia,
kompetensi dan kewenangan, ketersediaan alat kesehatan, sarana, prasarana,
lingkungan, sasaran maupun tempat pelaksanaan kegiatan maka
penatalaksanaannya perlu penyesuaian. Oleh karena itu dalam Pedoman Teknis
PPI ini, aspek tersebut akan dibahas secara detail agar dapat menjadi acuan bagi
FKTP, khususnya puskesmas yang pelayanannya bukan hanya di fasiltas
kesehatan (dalam Gedung) tetapi juga memberikan pelayanan diluar fasilitas
kesehatan (luar Gedung) atau langsung di masyarakat yang dikenal sebagai Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM).

Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut diatas maka Direktorat Mutu


Pelayanan Kesehatan Kementerian Kesehatan memfasilitasi penyusunan Pedoman
Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP bersama lintas program
terkait di Kementerian Kesehatan dan institusi terkait. Oleh karena itu pedoman
teknis ini diharapkan menjadi acuan bagi semua FKTP dalam memberikan
pelayanan yang bermutu, sesuai standar, mengutamakan keselamatan pasien,
petugas dan masyarakat menuju terwujudnya UHC yang berkualitas di 2030
sebagaimana yang diharapkan oleh WHO.
Akreditasi FKTP adalah salah satu pendekatan untuk mengukur sejauh mana
setiap fasilitas kesehatan melaksanakan tugasnya sesuai dengan peraturan,
pedoman, panduan dan standar yang berlaku di Indonesia. Dengan disusunnya
Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP ini yang
merupakan penjabaran secara teknis dari Permenkes 27/2017 Tentang PPI di
Fasilitas Kesehatan, Permenkes 43/2019 tentang Puskesmas, serta Permenkes
lainnya yang relevan dengan PPI, maka dengan sendirinya akan menjadi salah
satu dasar dalam persiapan, perencanaan, pelaksanaan dan penilaian mutu layanan
di FKTP.

B. DASAR HUKUM
Landasan hukum yang dijadikan acuan dalam penyusunan buku Pedoman Teknis
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini, sbb:
5
1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran

2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan

3. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan

4. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2014 tentang


Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
5. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas Pelayanan Kesehatan
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat
7. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 27 tahun 2017 tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan
8. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2015 tentang Standar
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, TPMD dan TPMDG
10. Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 tahun
2015 tentang Tatacara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.

C. TUJUAN, SASARAN DAN RUANG LINGKUP

1. TUJUAN

Umum :

Tersedianya Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama, agar sumber daya manusia
kesehatan, pasien dan masyarakat terlindungi keselamatannya sebagai
bagian dari upaya peningkatan mutu pelayanan kesehatan di pelayanan
kesehatan dasar.

Khusus:

a) Mengetahui konsep dasar, pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)

6
b) Memahami dan mampu melaksanakan PPI sesuai standar termasuk
edukasi ke pengguna layanan atau masyarakat di FKTP.

c) Tersedianya kebijakan dan sumber daya yang dibutuhkan untuk


penerapan PPI di FKTP.

d) Terlaksananya pencatatan, pelaporan, monitoring, audit atau evaluasi,


pengembangan serta tindaklanjut yang dibutuhkan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan dasar di FKTP.
2. SASARAN

Sasaran Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di FKTP


ini, adalah para pelaku kesehatan di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama, yakni:
a. Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas)

b. Klinik pratama.

c. Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi

d. Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai Pembina FKTP.


3. RUANG LINGKUP

Ruang lingkup Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di


FKTP ini meliputi :

 Kewaspadaan isolasi (kewaspadaan standar dan


kewaspadaan transmisi)
 Pencegahan dan pengendalian infeksi dengan sistem bundles.

 Penerapan PPI di unit pelayanan UKP dan UKM.

 Pendidikan dan pelatihan

 Penggunaan antimikroba yang bijak

 Surveilans

 Manajemen dan tatakelola PPI di FKTP


Materi-materi tersebut merupakan pengetahuan dasar yang harus
dipahami oleh pengelola maupun petugas sebelum menerapkan PPI di

7
FKTP.

Mengingat disparitas kemampuan setiap FKTP cukup beragam maka


dalam pedoman ini juga diuraikan secara detail bagaimana penerapan PPI
di setiap unit pelayanan yang disediakan oleh FKTP termasuk pada
kondisi minimal. Sebagaimana disebutkan dalam Permenkes 27/2017
bahwa PPI mencakup Infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan
(HAIs) serta infeksi yang bersumber dari masyarakat. Di puskesmas,
pelayanan yang diberikan tidak hanya mencakup pelayanan Perseorangan
(UKP) yang disediakan difasilitas kesehatan namun terdapat banyak
kegiatan atau pelayanan yang langsung di masyarakat atau diluar fasilitas
kesehatan yang selama ini dikenal sebagai Upaya Kesehatan Masyarakat
(UKM).

Untuk mencegah atau memutus mata rantai penularan suatu penyakit


infeksi tidak cukup hanya dari sisi petugas, tetapi harus melibatkan pasien
atau masyarakat yang dilayani. Masyarakat atau sasaran pelayanan perlu
diberikan edukasi tentang apa yang harus dilakukan sebelum atau saat
bertemu dengan petugas kesehatan baik di fasilitas kesehatan maupun saat
dilapangan termasuk saat kembali ke rumah.

Penerapan PPI di FKTP harus mampu laksana oleh sebab itu dibutuhkan
perencanaan berkaitan dengan penyediaan sumber daya (SDM, Sarpras,
Alat dan biaya) yang tentu sangat membutuhkan dukungan dari
stakeholders terkait seperti Pemerinrah Daerah, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, atau pemilik FKTP, dll.

D. PENGERTIAN
1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
kesehatan.
2. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Healthcare Associated Infections)
yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien

8
selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang,
juga infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga
kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan
kesehatan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan adalah sarana (tempat dan/atau alat) yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan, baik
promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif yang dilakukan oleh
Pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
4. Bundles adalah merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran poses pelayanan kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten.
5. Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik.
6. Infeksi adalah suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.

7. Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi yang
disertai adanya respons imun dan gejala klinik.
8. Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah
dari satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
9. Disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki
kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara langsung
namun tidak memiliki penetrasi sehingga tidak mampu membunuh
mirkoorganisme yang terdapat di dalam celah atau cemaran mineral.
10. Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan yang hidup
seperti pada permukaan kulit dan membran mukosa.
11. Surveilans adalah Suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus, komprehensif dan dinamis berupa perencanaan,
pengumpulan data, analisis, interprestasi, komunikasi dan evaluasi dari

9
data kejadian infeksi yang dilaporkan secara berkala kepada pihak yang
berkepentingan berfokus pada strategi pencegahan & pengendalian infeksi
12. Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah Penilaian Risiko
Pengendalian Infeksi adalah proses multidisiplin yang berfokus pada
pengurangan risiko dari infeksi ke pasien, dg perencanaan fasilitas, desain,
dan konstruksi kegiatan
13. Audit adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam rangka
mengumpulkan data, informasi secara objektive terhadap suatu masalah.
14. Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah berbagai upaya pelayanan
kesehatan yang diberikan secara Perseorangan yang pada umunnya
bersifat kuratif.
15. Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah berbagai upaya pelayanan
kesehatan yang diberikan di masyarakat yang pada umumnya bersifat
promotif dan preventif.

10
BAB II

KONSEP DASAR PENYAKIT INFEKSI, PENCEGAHAN DAN


PENGENDALIAN INFEKSI

A. KONSEP DASAR DAN DAMPAK INFEKSI


1. Konsep Infeksi
Penyakit infeksi yang didapat di rumah sakit sebelumnya disebut sebagai
Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired Infection), selanjutnya dalam PMK
27/2017 diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan atau Healthcare
Associated Infections (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas, yaitu
kejadian infeksi tidak hanya berasal dari rumah sakit, tetapi juga yang
diperoleh di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi
kepada pasien namun dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung
yang tertular pada saat berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan
kesehatan.
Dalam Permenkes tersebut Infeksi didefinisikan sebagai suatu keadaan yang
isebabkan oleh mikroorganisme patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
Infeksi yang terkait pelayanan kesehatan atau Healthcare Associated
Infections selanjutnya disIngkat HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada
pasien selama perawatan di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya
dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi,
termasuk infeksi dalam rumah sakit tetapi muncul setelah pasien pulang, juga
infeksi karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan
terkait proses pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan. Sumber infeksi
dapat berasal dari masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection)
atau dari fasilitas pelayanan kesehatan dan pelayanan kesehatan
Lainnya termasuk di FKTP. Untuk memahami bagaimana infeksi terkait
layanan kesehatan (HAIs) terjadi serta mampu menyusun strategi pencegahan
dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengetahuan yang baik bagi petugas
mulai penyebab infeksi, rantai penularan penyakit infeksi, faktor risiko dan
dampaknya.

11
Penyebab Penyakit Infeksi, sbb:

a) Infeksi Virus

Virus adalah merupakan salah satu penyebab penyakit infeksi yang


paling sering ditemui. Virus tIdak dapat diamati dengan mikroskop biasa
karena ukurannya yang sangat kecil (+1/50 bakteri). Virus mengandung
sejumlah kecil asam nukleat (DNA atau RNA) tetapi tidak kombinasi
keduanya. Virus diselubungi semacam bahan pelindung yang terdiri atas
protein, lipid, glikoprotein, atau kombinasi ketiganya. Virus bersifat
parasit obligat, hal tersebut disebabkan karena virus hanya dapat
bereproduksi di dalam material hidup dengan menginvasi dan
memanfaatkan sel makhluk hidup. Dengan kata lain Virus tidak bisa
hidup di alam bebas, hanya bisa hidup sebagai parasit dalam inangnya
baik hewan, tumbuhan, atau manusia. Namun tiap-tiap virus hanya
menyerang sel-sel tertentu dari inangnya. Jika tubuh inang tidak mampu
mengatasi atau mengendalikannya maka sel inang akan rusak atau sakit.
Virus berkembangbiak dalam sel inangnya dengan cara memasukkan
asam nukleat ke inti sel inang. Replikasi terjadi melalui penggandaan
materi genetik sel inang dan mengambil alih metabolisme sel inang untuk
membentuk materi genetik virus itu sendiri. Itulah sebabnya virus dapat
berkembang biak dengan sangat cepat menjadi epidemi bahkan pandemi.
Beberapa penyakit akibat infeksi virus yang banyak ditemukan di
Indonesia, antara lain:
 Influenza,

 Campak,

 Hepatitis,

 Demam Berdarah (DBD),

 HIV/AIDS,.

 Flu Burung, SARS, Novel Coronavirus (Covid-19), dll.

12
b) Infeksi Bakteri
Bakteri adalah kelompok mikroorganisme yang tidak memiliki membran
inti sel, dan berukuran sangat kecil, namun lebih besar dari virus. Bakteri
memiliki peran besar dalam kehidupan manusia karena dapat
memberikan manfaat dibidang pangan, pengobatan, dan industri. Namun
kelompok bakteri yang patogen justru sangat merugikan manusia.

Bakteri dapat ditemukan di hampir semua tempat: di tanah, air, udara,


dalam simbiosis dengan organisme lain maupun sebagai agen parasit
(patogen), bahkan dalam tubuh manusia. Pada umumnya, bakteri
berukuran 0,5-5 μm, tetapi ada bakteri tertentu yang dapat berdiameter
hingga 700 μm

Penyakit infeksi yang disebabkan oleh bakteri pathogen yang banyak


ditemukan di Indonesia, adalah sbb:
 Demam Tifoid.

 Tuberkulosis (TB).

 Pneumonia.

 Infeksi saluran kemih.

 Difteri, Batuk Rejan (pertusis), Sepsis, dll.

c) Infeksi Jamur

Di Indonesia, Jamur merupakan salah satu penyebab infeksi yang cukup


banyak. Jamur mudah tumbuh di daerah beriklim tropis, hangat,
kelembaban tinggi, dan tidak higianes. Jamur adalah organisme yang
dapat hidup secara alami di tanah atau tumbuhan. Bahkan jamur bisa
hidup di kulit manusia. Meskipun normalnya tidak berbahaya, namun
beberapa jamur dapat mengakibatkan gangguan kesehatan serius.
Beberapa contoh penyakit jamur yang sering terjadi antara lain:

 Infeksi jamur kaki (Athlete’s foot)

 Infeksi jamur kulit (panau), pada kuku, dan infeksi jamur pada

13
vagina, Histoplasmosis, Blastomycosis, Candidiasis, dan
Aspergillosis.

 Sebagian jenis jamur juga dapat menyebabkan Meningitis dan


Pneumonia.

d) Infeksi parasit

Parasit adalah organisme yang hidup pada atau di dalam makhluk hidup
lain (inang) dengan menyerap nutrisi, tanpa memberi bantuan atau
manfaat lain padanya.
Parasit dapat menyerang manusia dan hewan. Parasit penyebab infeksi
yang banyak ditemui, antara lain:
 Cacing,

 Amuba,

 Malaria,

 Giardiasis,

 Amebiasis,

 Toksoplasmosis, dll.

2. Rantai Penularan Penyakit Infeksi

Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang dibutuhkan


untuk terjadinya infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai
infeksi. Kejadian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan
oleh 6 komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai diputus atau
dihilangkan, maka penularan infeksi dapat dicegah atau dihentikan.

14
Gambar 1. Enam komponen rantai penularan infeksi
Berdasarkan gambar diatas, rantai penularan infeksi dapat dijelaskan sbb:

a) Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab


infeksi sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya berupa bakteri, virus,
jamur dan parasit. Ada tiga faktor pada agen penyebab yang
mempengaruhi terjadinya infeksi yaitu: patogenitas, virulensi dan
jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat diketahui agen infeksi dengan
pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin cepat pula
upaya pencegahan dan penanggulangannya bisa dilaksanakan
b) Reservoir atau wadah tempat/sumber agen infeksi dapat hidup, tumbuh,
berkembang biak dan siap ditularkan kepada pejamu atau manusia.
Berdasarkan penelitian, reservoir terbanyak adalah pada manusia, alat
medis, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air, lingkungan dan bahan-
bahan organik lainnya. Dapat juga ditemui pada orang sehat, permukaan
kulit, selaput lendir mulut, saluran napas atas, usus dan vagina juga
merupakan reservoir.

c) Tempat keluar (portal of exit): adalah tempat agen infeksi


meninggalkan reservoir misalnya melalui saluran napas, saluran cerna,
kemih, luka pada kulit atau transplasenta.
d) Cara penularan: Cara penularan atau metode transmisi adalah metode
transport mikroorganisme dari wadah/reservoir ke pejamu yang rentan
melaui kontak (langsung dan tidak langsung), droplet, airborne, melalui

15
vehikulum (makanan, air/minuman, darah) dan melalui vektor (biasanya
serangga dan binatang pengerat).
e) Tempat masuk (portal of entry): adalah tempat agen infeksi memasuki
host, misalnya saluran napas, saluran cerna, kemih, mata, kelamin atau
kulit yang tidak utuh.
f) Pejamu rentan adalah seseorang dengan kekebalan tubuh menurun
sehingga tidak mampu melawan agen infeksi. Faktor yang dapat
mempengaruhi kekebalan adalah umur, status gizi, status imunisasi,
penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma, pasca pembedahan dan
pengobatan dengan imunosupresan.
Pencegahan suatu penyakit infeksi adalah dengan menghilangkan atau
memutus salah satu komponen diatas. Keberhasilan fasilitas kesehatan
memutus rantai infeksi tersebut sangat bergantung kepada ketaatan petugas
dalam melaksanakan standar prosedur yang telah ditetapkan baik saat
memberikan pelayanan dalam fasiltas kesehatan maupun diluar fasilitas
kesehatan (dilapangan). Selain itu perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS)
pengguna layanan dan masyarakat juga sangat berpengaruh terhadap kejadian
infeksi khususnya yang bersumber dari masyarakat.
Tindakan pencegahan ini dalam PPI dikenal sebagai Kewaspadaan Isolasi
atau Isolation Precautions yang terdiri dari dua pilar, tingkatan atau lapis
yaitu Kewaspadaan Standar (Standard Precautions) dan Kewaspadaan
Transmisi (Transmission based Precautions) yang merupakan prinsip dalam
Pencegahan dan pengendalian infeksi. Tindakan Kewaspadaan Isolasi
dimaksud akan menjadi pokok bahasan pedoman teknis PPI ini pada bab
berikutnya.

3. Dampak Infeksi Pada Pelayanan Kesehatan


Infeksi yang didapat di fasilitas pelayanan kesehatan dapat berkembang dan
menciptakan serangkaian masalah baru bagi pasien sehingga menjadi risiko
dan ancaman pada kelangsungan hidup mereka. Menurut CDC, sekitar satu
dari 25 pasien memiliki infeksi yang didapat di peayanan kesehatan. Ada
berbagai jenis infeksi yang berhubungan dengan fasilitas pelayanan

16
kesehatan, seperti infeksi aliran darah akibat pemasangan intra vena kateter,
infeksi saluran kemih terkait pemasangan urine kateter, infeksi di lokasi
pembedahan dan infeksi pneumonia terkait pemasangan ventilator.

Di FKTP (Puskesmas, klinik, praktek pratama), tindakan medis/invasif


sederhana biasa dilakukan kepada pasien sebagai salah satu bentuk pelayanan
kesehatan yang tentunya akan berisiko terjadinya infeksi jika standar
prosedur pelayanan kesehatan diabaikan. Dalam beberapa kasus infeksi dapat
ditularkan dari pasien ke pasien atau dari petugas ke pasien atau sebaliknya
pada saat pelayanan umum berjalan disebabkan antrian yang panjang karena
menunggu pelayanan atau pada saat tindakan pelayanan persalinan serta
tindakan medis sederhana lainnya.
Beberapa dampak terjadinya infeksi pada pelayanan kesehatan yang
dilaksanakan tidak sesuai standar antara lain:
a) Meningkatkan morbiditas: lama hari rawat meningkat pada orang yang
mengalami HAIs. Masa tinggal yang lebih lama menyebabkan potensi
tertular dan menularkan lebih tinggi, serta mengurangi hak pengguna
lain.
b) Meningkatkan motalitas: dalam beberapa kasus, infeksi yang didapat di
fasilitas kesehatan bisa berakibat fatal menyebabkan komplikasi dan
kematian.
c) Menurunnya produktifitas pasien atau masyarakat: HAIs
memperpanjang waktu pemulihan dan menghilangkan produktifitas
(pasien tidak bisa segera kembali bekerja, yang berakibat hilangnya
upah).
d) Karena waktu rawat yang lama menyebabkan penggunaan sumber daya
menjadi tidak efisien sehingga mengganggu kemampuan pembiayaan
fasilitas kesehatan.
e) Memicu munculnya ketidakpuasan pelanggan dan citra buruk bagi
fasilitas pelayanan kesehatan. Sehingga potensi meningkatnya tuntutan
hukum semakin besar yang dapat menimbulkan kerugian material dan
immaterial bagi fasilitas kesehatan.

17
B. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
1. Tujuan PPI

Pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi bertujuan untuk


melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung yang menerima
pelayanan kesehatan termasuk masyarakat dalam lingkungannya dengan cara
memutus mata rantai penularan penyakit infeksi melalui penerapan PPI yang
meliputi kewaspadaan Isolasi, pencegahan dan pengendalian infeksi dengan
bundles, pendidikan dan pelatihan, surveilans HAIs, dan penggunaan anti
mikroba yang bijak.

2. Manfaat PPI

a) Mencegah dan melindungi pasien, petugas, pengunjung serta


masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dapat terhindar dari
risiko dan paparan terjadinya penularan infeksi baik yang terjadi saat
pelayanan di fasilitas kesehatan (dalam Gedung) maupun pelayanan di
masayarakat diluar fasilitas kesehatan.
b) Menurunkan atau meminimalkan kejadian infeksi berhubungan dengan
pelayanan kesehatan pada pasien, petugas dan pengunjung serta
masyarakat sekitar fasilitas kesehatan, dengan mempertimbangkan cost
effectiveness.
c) Dapat memberikan gambaran atau informasi tentang kualitas
pelayanan kesehatan yang diberikan oleh FKTP sesuai standar yang
berlaku.
d) Pengelolaan sumberdaya dapat lebih efektif dan efesien melalui
manajemen PPI sejak perencanaan, pelaksanaan, pengawasan,
pembinaan, monintoring dan evaluasi (audit) serta pelaporan kejadian
infeksi.

3. Strategi Implementasi PPI

Penerapan PPI di FKTP diharapkan mampu laksana, efesien, efektif namun


harus tetap mengikuti kebijakan dan standar yang sudah ditetapkan. Untuk
itu setiap FKTP perlu menerapkan strategi berikut ini:
a) Membuat kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas
18
pelayanan kesehatan (membuat kebijakan, menetapkan
komite/Tim/Penanggungjawab PPI, menyediakan
pedoman/panduan/SOP pelaksanaan PPI) mengacu pada peraturan dan
perundangan undangan yang berlaku.
b) Merencanakan dan memenuhi sarana, prasarana dan anggaran untuk
pelaksanaan PPI di lapangan sesuai kemampuan dan skala prioritas
yang ditetapkan oleh FKTP.

c) Menerapkan PPI secara konsisten dan berkelanjutan dalam pelayanan


kesehatan di FKTP baik didalam fasilitas kesehatan maupun yang
dilaksanakan diluar fasilitas kesehatan (luar gedung) yang tercermin
dalam perencanaan, pelaksanaan, pemantauan, pengawasan, evaluasi
dan pembinaan.
d) Pelaporan kejadian infeksi, melakukan Infection Control Risk
Assessment (ICRA) sebagai bentuk tindak lanjut perbaikan mutu
pelayanan yang berkesinambungan.

19
BAB III

RUANG LINGKUP PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI DI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit, puskesmas, klinik


kesehatan menjadi salah satu sumber infeksi terbesar dalam dunia kesehatan, dimana
infeksi dapat berasal dari pasien, petugas, maupun pengunjung melalui obyek yang
terkontaminasi berupa darah, saliva, sputum, cairan nasal, cairan dari luka, urin dan
eksresi lainnya.

PPI di FKTP harus dapat mencakup pencegahan dan pengendalian infeksi yang
terjadi berkaitan dengan pelayanan yang diberikan didalam fasilitas kesehatan (HAIs),
maupun infeksi yang bersumber dari masyarakat melalui pelayanan yang diberikan
diluar fasilitas kesehatan. Infeksi terkait pelayanan di fasilitas kesehatan (HAIs) relatif
lebih mudah diidentifikasi sumber penularannya sehingga pencegahan dan
pengendaliannya juga relatif lebih mudah dibandingkan dengan infeksi yang
bersumber dari masyarakat.

Upaya pencegahan dan pemutusan rantai penularan penyakit infeksi, baik untuk
pelayanan yang diberikan didalam fasilitas kesehatan maupun diluar fasilitas
kesehatan seharusnya dilakukan secara parallel. Penyesuaian mungkin diperlukan
karena pelayanan yang dilaksanakan diluar fasilitas kesehatan pada umumnya
terkendala oleh ketesediaan sarana, prasarana, alat kesehatan, obat dan sumberdaya
lainnya yang terbatas namun harus tetap memenuhi prinsif dasar PPI (secara detail
akan dibahas pada Bab IV).

Upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di FKTP meliputi penerapan


Kewaspadaan Isolasi (kewaspadaan standar dan transmisi), sistem bundles,
pendidikan dan pelatihan, penggunaan Antimikroba yang bijak, surveilance
serta monitoring dan evaluasi.

20
A. KEWASPADAAN ISOLASI
Kewaspadaan isolasi adalah tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang
harus diterapkan difasilitas pelayanan kesehatan, dimaksudkan untuk menurunkan
risiko trasmisi penyakit dari pasien ke pasien lain, pasien ke petugas
kesehatan/pengunjung/masyarakat atau sebaliknya. Kewaspadaan isolasi dibagi
menjadi dua (2) pilar atau tingkatan, yaitu Kewaspadaan Standar (Standard
precautions) dan Kewaspadaan Transmisi atau berdasarkan cara penularan
(Transmission based precautions)
1. Kewaspadaan Standar (standard precautions)

Pengertian: kewaspadaan Standar adalah praktek pencegahan infeksi minimum


yang berlaku untuk semua prosedur atau perawatan pasien, terlepas dari status
infeksi pasien yang dicurigai atau konfirmasi yang dilaksanakan dalam standar
apapun perawatan kesehatan diberikan. Kewaspadaan standar harus dilaksanakan
secara rutin dan berkelanjutan di semua fasilitas pelayanan kesehatan terutama
saat memberikan pelayanan kepada pasien atau di masyarakat. Kewaspadaan
Standar yang merupakan dasar PPI sangat penting dalam pencegahan penularan
infeksi kepada pasien, petugas, atau pengguna layanan. Bila dilakukan dengan
benar, akan mencegah risiko kontaminasi melalui cairan tubuh, darah, sekret,
ekskresi, kulit yang tidak utuh.
Kewaspadaan Standar meliputi kebersihan tangan, penggunaan APD,
Pengendalian lingkungan, pengelolaan alat medis yang telah digunakan,
pengelolaan linen, penyuntikan yang aman, pengelolaan limbah dan benda tajam,
kebersihan pernapasan, etika batuk, jaminan kesehatan karyawan.

a) Kebersihan Tangan (Hand Hygiene)


(1) Pengertian: Kebersihan tangan adalah cara membersihkan tangan dengan
menggunakan sabun dan air mengalir bila tangan terlihat kotor atau
terkena cairan tubuh, atau menggunakan cairan yang berbasis alkohol
(alcohol – base handrubs) bila tangan tidak tampak kotor. Kebersihan
tangan dianggap sebagai salah satu elemen terpenting dari PPI. Infeksi
sebagian besar dapat dicegah melalui kebersihan tangan dengan cara yang
benar dan dengan waktu yang tepat (WHO, 2019). Sebagaimana diketahui
bahwa tangan petugas kesehatan sering terpapar dengan bakteri patogen
21
dari pasien dan permukaan lingkungan kerja. Bakteri patogen dipindahkan
dari tangan petugas ke pasien, atau sebaliknya atau dari lingkungan yang
terkontaminasi. Tangan yang terkontaminasi merupakan salah satu media
penyebab penularan infeksi di fasiltas pelayanan kesehatan.
(2) Tujuan untuk mencegah terjadi kontaminasi silang dari tangan petugas
saat melakukan tindakan aseptik atau saat memberikan pelayanan
kesehatan.
(3) Manfaat mencegah agar tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan
mencegah kontaminasi dari pasien ke lingkungan kerja petugas.
(4) Prinsip Kebersihan Tangan

(a) Pastikan semua petugas kesehatan sudah memahami 5 momen


(waktu) serta

6 (enam) langkah kebersihan tangan dan melaksanakan dengan benar,


melakukan cuci tangan dengan air mengalir dan sabun jika tangan
kotor serta menggunakan cairan berbasis alkohol jika tangan tampak
bersih.

22
Ratakan cairan Gosok pungung Gosok telapak
dikedua telapak tangan dan sela sela tangan dan sela
tangan jari kiri dan kanan sela jari

Punggung jari jari Gosok ibu jari kiri dan Gosok ujung jari
dengan kedua kanan berputar dalam jari dengan
tangan saling genggaman tangan gerakan memutar
mengunci
di tengah telapak
tangan

Gambar 2. Enam langkah kebersihan tangan


(b) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 (lima) momen yaitu sebelum
menyentuh pasien, setelah menyentuh pasien, sebelum tindakan
aseptik, setelah terkontaminasi cairan tubuh pasien atau benda yang
sudah terkontaminasi atau kotor.

23
Gambar.3 Lima momen untuk kebersihan tangan

24
(c) Tersedia sarana kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun
serta cairan berbasis alkohol dalam dispenser tertutup.
(d) Dilakukan audit kepatuhan kebersihan tangan secara berkala serta
upaya peningkatan kepatuhan dalam memenuhi target pencapaian
kepatuhan petugas.
(e) Sebelum melakukan kebersihan tangan, jaga kebersihan tangan
individu dengan memastikan kuku tetap pendek, bersih dan bebas
dari perwarnaan kuku dan tidak menggunakan kuku palsu, hindari
pemakaian asesoris tangan (jam tangan, perhiasan di tangan), tutupi
luka atau lecet dengan pembalut anti air.
(f) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bila jelas terlihat kotor
atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein dan lemak.
(g) Bebaskan area tangan sampai pergelangan tangan jika menggunakan
baju lengan Panjang (digulung keatas).
(h) Gunakan bahan yang mengandung alkohol untuk mendekontaminasi
tangan secara rutin, bila tangan TIDAK jelas terlihat kotor.
(i) JANGAN gunakan antiseptik berbasis alkohol bila tangan jelas
terlihat kotor.

(j) Sabun cair dianjurkan didalam botol ber dispenser, jika menggunakan
sabun batangan maka sabun di potong kecil untuk sekali pakai.
(k) Kertas tisu sekali pakai sebagai pengering tangan, jika tidak
memungkinkan dapat menggunakan handuk sekali pakai lalu dicuci
kembali.
(5) Jenis-Jenis Kebersihan Tangan

(a) Membersihkan tangan dengan sabun dan air mengalir.

(b) Menggosok tangan menggunakan cairan berbasis alkohol.

(6) Indikasi dan Prosedur Kebersihan Tangan

(a) Membersihkan Tangan dengan Sabun dan Air Mengalir

 Indikasi: Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir harus


dilakukan ketika tangan terlihat kotor atau ketika akan
25
menggunakan sarung tangan yang dipakai dalam perawatan
pasien.
 Prosedur:

 Pastikan semua assesoris yang menempel di tangan (Cincin,


jam tangan) tidak terpakai dan kuku harus pendek serta tidak
menngunakan pewarna kuku (Kuteks dll).
 Jika lengan baju sampai ke pergelangan tangan maka sisihkan
terlebih dahulu dengan menaikan lengan baju sampai ke 2/3
tangan ke arah siku tangan.

 Atur aliran air mengalir dan temperatur (jika ada).

 Basahi tangan dan ambil cairan sabun/sabun antiseptik + 2 cc


ke telapak tangan.
 Lakukan langkah kebersihan tangan dengan langkah berikut

26
Gambar 4. Langkah cuci tangan dengan air mengalir
(b) Membersihkan tangan dengan cairan berbasis alkohol/handrubs

 Indikasi: handrub berbasis alkohol digunakan sebagai


alternatif untuk membersihkan tangan bila terlihat tidak kotor
atau terkontaminasi dan bila cuci tangan dengan air mengalir
sulit untuk di akses (mis. ambulans, home care, imunisasi di
luar gedung, pasokan air yang terputus).
 Prosedur:

 Siapkan Handrub (kemasan siap pakai dari pabrik atau


campuran 97 ml alkohol 70% dalam 3 ml gliserin, jika
dibuat secara masal tidak lebih dari 50 liter persekali
pembuatan). Jika sudah tersedia dalam produk siap pakai
pakai maka ikuti instruksi pabrik cara penggunaannya.
 Lakukan kebersihan tangan dengan cairan berbasis alkohol
dengan waktu 20 – 40 detik.
Gambar 5. Langkah kebersihan tangan dengan hundrub

27
(7) Sarana Kebersihan Tangan

(a) Wastafel dengan air mengalir menggunakan keran bertangkai, sabun


cair dalam dispenser, pengering tangan (tisu atau handuk sekali
pakai) dan tempat sampah non infeksius atau Penampung air (ember)
yang diberi keran air dan penampung air limbah cuci tangan sabun
dalam dispenser, tisu atau handuk sekali pakai, tempat limbah non
infeksius.

Gambar 6. Contoh wastafel atau penampung air yang dipasangi


keran

(b) Handrub kemasan pabrik yang banyak tersedia dalam produk siap
pakai pakai (jika demikian, ikuti instruksi pabrik untuk digunakan)
atau siapkan alkohol tangan dengan mencampurkan 97 ml alkohol
70% dalam 3 ml gliserin. Ini dapat disiapkan secara massal (tidak
28
lebih dari 50 Liter dibuat sekali waktu

Campurkan: 97 ml alkohol 70%


dalam 3 ml gliserin
=
ATAU
100 ml handrub

Gambar 7. Hundrub dan alternatif pembuatan hundrubs

b) Alat Pelindung Diri (APD)


(1) Pengertian: Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat yang
dirancang sebagai penghalang terhadap penetrasi zat, partikel padat, cair,
atau udara untuk melindungi pemakainya dari cedera atau penyebaran
infeksi atau penyakit. Apabila digunakan dengan benar, APD bertindak
sebagai penghalang antara bahan infeksius (misalnya virus dan bakteri)
dan kulit, mulut, hidung, atau mata (selaput lendir) tenaga kesehatan dan
pasien. Penghalang memiliki potensi untuk memblokir penularan
kontaminan dari darah, cairan tubuh, atau sekresi pernapasan. Penggunaan
APD yang efektif perlu mengidentifikasi potensial paparan penularan
yang ditimbulkan serta memahami dasar kerja setiap jenis APD yang
akan digunakan di tempat kerja dimana potensial bahaya tersebut
mengancam pada petugas kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan, dan
semua APD yang digunakan harus mengikuti standar konsensus yang
berlaku.

(2) Prinsip Penggunaan APD


Penggunaan APD perlu memperhatikan prinsip-prinsip berikut ini:
(a) Alat Pelindung Diri (APD) harus digunakan sesuai dengan risikonya
paparan. Petugas kesehatan harus menilai apakah mereka benar atau
tidak berisiko terkena darah, cairan tubuh, ekskresi atau sekresi dan
29
gunakan alat pelindung diri sesuai dengan risiko.
(b) Hindari kontak antara APD yang terkontaminasi (bekas) dan
permukaan, pakaian atau lingkungan pelayanan kesehatan. Buang
APD bekas pakai yang sesuai tempat limbah, dan standar yang
ditetapkan.
(c) Jangan berbagi APD yang sama antara dua petugas/ individu.

(d) Ganti APD secara keseluruhan jika tidak digunakan lagi.

(e) Cuci tangan setiap kali melepas APD ketika meninggalkan pasien
untuk merawat pasien lain atau tugas lain.

(3) Jenis, Tujuan dan Indikasi Penggunaan APD


(a) Pelindung Kepala (Topi)

 Tujuan: sebagai pelindung kepala dan rambut tenaga kesehatan


dari percikan cairan infeksius pasien selama melakukan
perawatan, terbuat dari bahan tahan cairan, tidak mudah robek
dan ukuran nya pas di kepala tenaga kesehatan. Penutup kepala
ini digunakan sekali pakai dan yang terbuat dari bahan kain dapat

dilakukan pencucian .
Gambar 8. Topi atau penutup kepala
Apabila petugas menggunakan hijab pada prosedur medis maka
gunakan jilbab yang menutupi kepala dan dimasukan kedalam
baju kerja atau diikat kebagian belakang leher dan jika jilbab
akan digunakan pada prosedur berikutnya maka jilbab ditutup
Kembali dengan penutup kepala (topi).

30
Gambar 9 Penutup kepala bagi yang berhijab
 Indikasi Penggunaan Topi atau Penutup Kepala:

 Tindakan operasi

 Pertolongan dan tindakan persalinan

 Tindakan insersi CVL

 Intubasi Trachea

 Penghisapan lender massive

 Pembersihan alat kesehatan


(b) Kacamata dan Pelindung Wajah
 Tujuan: untuk melindungi selaput mukosa mata, hidung, atau
mulut petugas kesehatan dari risiko kontak dengan sekret
pernapasan atau percikan darah, cairan tubuh, sekresi, atau
ekskresi pasien. Pelindung wajah dapat dipergunakan sebagai
masker bedah bila ketersediaan masker bedah kurang.
 Indikasi: Pelindung wajah (masker bedah dan pelindung mata)
harus digunakan oleh petugas kesehatan sesuai dengan indikasi
bila kegiatan yang dilakukan dapat menimbulkan percikan atau
semburan darah, cairan tubuh, sekret, dan ekskresi ke mukosa
mata, hidung, atau mulut. Transmisi airborne misalnya pada
tindakan : tindakan gigi (scaler ultrasonic dan high speed air
driven), swab hidung/tenggorakan, RJP, intubasi ETT, ventilasi ,
trakeostomi, pada saat tindakan operasi, tindakan persalinan,
pencampuran B 3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan linen
terkontaminasi di laundry, di ruang dekontaminasi atau CSSD.

31
Tabel 1. Jenis dan kegunaan pelindung wajah

1. Safety Glasses/Spectacles googles


Deskripsi:
Melindungi mata, rongga mata dan area wajah
yang mengelilingi mata dari bahaya seperti
benda-benda dan atau partikel yang
berterbangan.
Indikasi:
 Digunakan saat membutuhkan
perlindungan dari percikan-percikan
darah, sekret yang biasa digunakan di
laboratorium.
2. Full Face Shield
Deskripsi:
Full face shield ini memberikan perlindungan
dari aerosol maupun cairan tubuh dan
biasanya di gunakan sebagai alternatif
kacamata karena mem- berikan perlindungan
pada area wajah yang lebih luas.
Indikasi:
 Pengunaan alat respiratoir sangat di
butuhkan (misal,N95) saat
menggunakan full face shield ini.

32
3. Full face shield respirator
Deskripsi:
Face shield ini memberikan perlindungan
yang lebih baik daripada full face maupun
short face shield dan memberikan
perlindungan pada mata.
Dalam kondisi panas menyebabkan beberapa
kesulitan dan ketidaknyamanan.

Indikasi:
 Pengunaan face shield ini dikaitkan
dengan peningkatan suhu wajah.
(c) Masker
 Tujuan: untuk melindungi wajah dan membrane mukosa mulut
dan hidung dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau
permukaan lingkungan yang kotor dan melindungi pasien atau
permukaan lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau
bersin, masker yang digunakan harus menutupi hidung dan mulut
serta penggunaan masker N95 harus dilakukan Fit Test
(penekanan di bagian hidung dan penilaian kerapatan
penggunaan masker).
 Indikasi:

 Kenakan masker untuk melindungi selaput lendir mulut dan


hidung saat melakukan prosedur yang cenderung
menghasilkan cipratan darah, tubuh cairan, sekresi atau
ekskresi atau jika petugas berisiko menghasilkan cipratan

33
cairah dari selaput lendir mulut dan hidung.
 Masker N95 digunakan pada risiko paparan penularan infeksi
melalui udara (airborne disease) dan diganti setiap 8 jam
supaya fungsinya tetap effektif dan aman dan dapat didaur
ulang sesuai ketentuan.
 Transmisi droplet dan kontak, transmisi airborne pada
tindakan yang menghasilkan aerosol.

Tabel 2 Jenis dan kegunaan masker

Masker Masker Masker


N95 KN95 Bedah

KEGUNAAN

 Pelindung
pernapasan yang
dirancang dengan
segel ketat di sekitar
hidung dan mulut
untuk menyaring
hampir 95 % partikel
yang lebih kecil <
0,3 mikron dan
kontaminasi melalui
airborne.
 Penghalang fisik
antara mulut dan
hidung, pengguna
dengan kontaminan
potensial (percikan
atau droplet selaput
mukosa mulut dan
hidung serta debu)

34
 Mencegah percikan
pada saat batuk,
bersin atau debu.
 Reusable atau
Penggunaan kembali

 Cara Menggunakan
 Masker Bedah

Gambar 10. Cara menggunakan masker bedah

 Masker N95 dan KN95

Gambar 11. Cara menggunakan Masker N95 dan KN95


(d) Gaun
 Tujuan: untuk melindungi baju petugas dari kemungkinan
paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, eksresi atau

35
melindungi pasien dari paparan pakian petugas pada tindakan
steril.

 Indikasi

 Transmisi kontak misal saat adanya wabah dan transmisi


droplet, saat

pencegahan infeksi sebelum operasi atau pra bedah.

 Membersihkan luka, tindakan drainase, menuangkan cairan


kontaminasi ke pembuangan atau WC/toilet.

 Menangani pasien perdarahan masif, tindakan bedah dan


perawatan gigi.
 Jenis Gaun dan Kegunaanya
Tabel 3. jenis gaun dan kegunaannya

Gaun yang Celemek Gaun Bedah Gaun


dapat atau Apron Disposable proteksi
digunakan
Disposable
kembali
(Kain)

Gaun steril Gaun anti air Gaun steril yang Peralatan


yang untuk digunakan pada pelindung
digunakan melindungi tindakan bedah sekali pakai
untuk tubuh/baju untuk mencegah yang
menutupi pemakai dari paparan cairan dikenakan

36
pakaian kerja percikan dan tubuh, darah, oleh stafklinis
bersih (baju kontaminasi sekresi, eskresi dan ketika
dan celana) mikroorganism bahan kontaminan terpapar
saat melakukan e lainnya selama dengan pasien
kegiatan prosedur bedah. penyakit
menular
Airborne,
droplet

(e) Sarung tangan


 Tujuan: melindungi tangan dari paparan cairan tubuh, darah,
sekresi, eksresi dan bahan infeksius lainya. Menggunakan sarung
tangan sesuai dengan ukuran tangan dan digunakan di kedua
belah tangan dan hanya digunakan untuk satu kali prosedur pada
satu pasien, jika rusak atau robek maka mengganti dengan sarung
tangan yang baru.

 Indikasi

 Digunakan pada saat tindakan aseptik, tindakan steril


untuk mencegah Risiko penularan mikroorganisme
(tindakan bedah)

Tabel 4. Macam dan indikasi sarung tangan

Sarung tangan Sarung Sarung tangan


bersih tangan steril rumah tangga
Mencegah
kontaminasi darah,
cairan tubuh,
sekresi dan eksresi,
Tindakan steril
37
untuk Mencegah
Risiko penularan
mikroorganisme
(tindakan bedah)
Mencegah
kontaminasi dari
kotoran atau bahan
terkontaminasi
Re Usesable
/penggunaan
kembali

 Langkah langkah penggunaan atau pemasangan sarung tangan


steril

Gambar. 12. Langkah langkah penggunaan sarung tangan


steril

38
 Langkah – Langkah Pelepasan Sarung tangan steril

Gambar. 13. Langkah langkah pelepasan sarung tangan


steril

(f) Sepatu

 Tujuan: sepatu untuk melindungi kaki petugas dari


tumpahan/percikan darah atau cairan tubuh lainnya dan
mencegah dari kemungkinan tusukan benda tajam atau kejatuhan
alat kesehatan yang berisiko melukai kulit . Sepatu atau sendal
yang dipergunakan harus tertutup dan tahan air serta tahan
tusukan. Segera lepaskan sepatu jika terkontaminisasi darah atau
cairan tubuh untuk dilakukan proses pembersihan/dekontaminasi
sesuai ketentuan dan ersihkan dan disinfeksi sepatu bot yang
dapat digunakan kembali.

 Indikasi

 Penanganan pemulasaraan jenazah

 Penganganan limbah

 Tindakan operasi

 Pertolongan dan tindakan persalinan

39
 Penanganan linen

 Pencucian peralatan di ruang gizi

 Ruang dekontaminasi atau CSSD


 Jenis Sepatu dan Kegunaannya.

Berikut ini dijelaskan jenis sepatu serta perbedaan dalam


penggunaannya.

Tabel 5. Jenis sepatu dan kegunaannya

Sendal Tertutup Sepatu Boot Sepatu Kerja


Melindungi kaki dari
Risiko kontaminasi
darah, cairan tubuh
dan benda tajam
Melindungi kaki dari
kontaminasi darah,
cairan tubuh dengan
percikan jumlah
banyak
Mencegah kaki dari
kenyamanan bekerja
dan Risiko
kontaminasi benda
infeksius dan benda
tajam

(4) Penggunaan APD di Pelayanan


(a) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di

40
pakai petugas untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia,
biologi/bahan infeksius. APD terdiri dari sarung tangan,
masker/Respirator Partikulat, pelindung mata (goggle),
perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
(b) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran
mukosa dari risiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit
yang tidak utuh dan selaput lendir dari pasien ke petugas dan
sebaliknya.
(c) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik
darah atau cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari
petugas.
(d) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di
lakukan.

(e) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung


tangan sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

Dalam Matriks berikut ini diuraikan penggunaan APD di unit pelayanan


dalam keadaan normal (tidak ada outbreak), sbb: Lihat lampiran (Tabel 7.
Jenis APD untk setiap unit pelayanan)

Tabel 6. Gambar cara penggunaan APD

Memakai APD Gambar

 Lakukan kebersihan tangan


sebelum mengenakan APD
menggunakan sabun dan air
atau pembersih non- air

 Gunakan gaun untuk seluruh


tubuh dan tangan dengan
belahan ikatan berada

41
dibelakang tubuh.
 Kencangkan di belakang leher
dan pinggang.

 Gunakan masker dengan tali


kebagian belakang kepala
dengan aman dan nyaman.
 Pasang penjempit fleksibel ke
atas tulang hidung. Menutupi
hidung, wajah dan dibawah
dagu (fit test).
 Tempatkan kacamata atau
pelindung wajah dan mata
sesuaikan agar pas dan nyaman

 Pasang sarung tangan dengan


menutup ujung pergelangan
tangan gaun

42
Tabel 7. Gambar Cara Pelepasan APD

Melepaskan APD Gambar

 Bagian luar sarung tangan adalah


bagian terkontaminasi!
 Pegang bagian luar sarung tangan
dengan tangan yang memakai
sarung tangan berlawanan; jepit
dan. Pegang sarung tangan tarik
kebawah tangan dilepas untuk
menyatu dalam genggaman tangan
 Geser jari-jari tangan yang tidak
bersarung tangan di bawah sarung
tangan yang tersisa di pergelangan
tangan.Lepaskan sarung tangan dari
sarung tangan pertama.
 Buang sarung tangan dalam wadah
limbah.
 Lakukan kebersihan tangan setelah
sarung tangan menggunakan sabun
dan air mengalir atau handrub

 Bagian luar kacamata atau


pelindung wajah adalah
terkontaminasi!
 Jika tangan Anda terkontaminasi
selama pelepasan goggle atau
pelindung wajah, segera cuci tangan
Anda atau gunakan pembersih
tangan berbahan dasar alkohol
 Lepaskan kacamata atau pelindung

43
wajah dari belakang dengan
mengangkat pita kepala dan tanpa
menyentuh bagian depan kacamata
atau pelindung wajah
 Jika item dapat digunakan kembali,
letakkan di wadah yang ditunjuk
untuk diproses ulang. Jika tidak,
buang dalam wadah limbah

 Gaun bagian depan dan lengan serta


bagian luar sarung tangan
terkontaminasi!
 Jika tangan Anda terkontaminasi
selama pelepasan gaun atau sarung
tangan, segera cuci tangan Anda
atau gunakan pembersih tangan
berbahan dasar alkohol
 Pegang gaun di bagian depan dan
tarik keluar dari tubuh Anda
sehingga ikatannya putus,
menyentuh bagian luar gaun hanya
dengan tangan bersarung

44
 Saat melepaskan gaun, lipat atau
gulir gaun itu ke dalam-ke
 sebuah bundel D E
 Saat Anda melepas gaun itu,
lepaskan

 Bagian depan masker


terkontaminasi! - JANGAN
SENTUH!
 Lepaskan dengan menyentuh tali
atau ikatan dari bagian belakang
kepala ke arah depan
 Buang dalam tempat limbah yang
ditunjuk
 Lakukan kebersihan tangan kembali
 Segera setelah melepaskan semua
 APD menggunakan sabun dan air
atau handrub

c) Pengendalian Lingkunga
Pengendalian lingkungan adalah upaya perbaikan kualitas air, udara dan
permukaan lingkungan, serta desain dan konstruksi bangunan dilakukan untuk
mencegah transmisi mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.

(1) Air

45
(a) Sistim air bersih

 Sistem air bersih harus direncanakan dan dipasang dengan


mempertimbangkan sumber air bersih dan sistem pengalirannya.
 Sumber air bersih dapat diperoleh langsung dari sumber air
berlangganan dan/atau sumber air lainnya dengan baku mutu yang
memenuhi dan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Memiliki risiko tinggi terjadinya pencemaran/ kontaminasi,
meliputi: tangki utama, kamar bersalin, dapur gizi, laundry,
laboratorium, poliklinik gigi.
(b) Persyaratan kesehatan air

 Sistem air bersih untuk keperluan fasilitas pelayanan kesehatan


dapat diperoleh dari Perusahaan air minum, sumber air tanah, air
hujan atau sumber lain yang telah diolah sehingga memenuhi
persyaratan kesehatan.
 Memenuhi persyaratan kualitas air bersih, memenuhi syarat fisik,
kimia, bakteriologis yang sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
 Distribusi air ke ruang-ruang menggunakan sarana perpipaan
dengan tekanan positif.
 Sumber air bersih dan sarana distribusinya harus bebas dari
pencemaran fisik, kimia dan bakteriologis .
 Tersedia air dalam jumlah yang cukup.

(c) Sistem pengelolaan limbah cair baik medis dan non medis

 Tersedia sistem pengolahan air limbah yang memenuhi


persyaratan kesehatan.
 Saluran air limbah harus kedap air, bersih dari sampah dan
dilengkapi penutup dengan bak kontrol untuk menjaga
kemiringan saluran minimal 1%.
 Di dalam sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari
ruang penyelenggaraan makanan disediakan penangkap lemak
untuk memisahkan dan/atau menyaring kotoran/lemak.

46
 Sistem penyaluran air kotor dan/atau air limbah dari pengelolaan
sterilisasi termasuk linen harus memenuhi persyaratan sesuai
dengan ketentuan peraturan perundangundangan.
 Ketentuan mengenai pengelolaan limbah cair mengacu pada
peraturan perundang-undangan mengenai pengelolaan limbah.
(2) Ventilasi Ruangan

Sistem ventilasi. Sistem ventilasi di puskesmas harus memenuhi


persyaratan sebagai berikut:
(a) Bangunan fasilitas pelayanan Kesehatan (fasilitas pelayanan
kesehatan) harus mempunyai ventilasi alami dan/atau ventilasi
mekanik/buatan yang optimal apabila diperlukan.
 Sistem ventilasi yang menggunakan peralatan mekanik untuk
mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara
paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu
sehingga terjadi tekanan udara positif dan negatif termasuk
exhaust fan, kipas angin berdiri (standing fan) atau duduk.
Penggunaan exhaust fan sebaiknya udara pembuangannya tidak
diarahkan ke ruang tunggu pasien atau tempat lalu lalang orang.
 Sistem ventilasi alami adalah yang mengandalkan pada pintu dan
jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa
dibuka/terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar kedalam
gedung dan sebaliknya. Sebaiknya menggunakan ventilasi alami
dengan menciptakan aliran udara silang (cross ventilation) dan
perlu dipastikan arah angin yang tidak membahayakan
petugas/pasien lain . ventilasi alami yang effektif antara lain.
 Ventilasi gabungan memadukan penggunaan ventilasi mekanis
dan alami. Jenis ventilasi ini dibuat dengan pemasangan exhaust
fan untuk meningkatkan tingkat pergantian udara di dalam kamar.
(b) Bangunan Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai pintu
bukaan permanen, kisi-kisi pada pintu dan jendela dan/atau bukaan
permanen yang dapat dibuka untuk kepentingan ventilasi alami.
Bukaan minimal 15% dari luas total lantai.
47
(c) Ventilasi Ruang pada bangunan di fasilitas pelayanan kesehatan,
dapat berupa ventilasi alami dan/atau ventilasi mekanis. Jumlah
bukaan ventilasi alami tidak kurang dari 15% terhadap luas lantai
ruang yang membutuhkan ventilasi. Sedangkan sistem ventilasi
mekanis diberikan jika ventilasi alami yang memenuhi syarat tidak
memadai.
(d) Besarnya pertukaran udara yang disarankan untuk berbagai fungsi
ruang di bangunan Puskesmas minimal 12x pertukaran udara per jam
dan untuk KM/WC 10x pertukaran udara per jam.
(e) Penghawaan/ventilasi dalam ruang perlu memperhatikan 3 (tiga)
elemen dasar, yaitu:
 Jumlah udara luar berkualitas baik yang Ventilasi harus dapat
mengatur pertukaran udara (air change) sehingga ruangan tidak
terasa panas, tidak terjadi kondensasi uap air atau lemak pada
lantai, dinding, atau langit- langit. masuk dalam ruang pada
waktu tertentu;
 Arah umum aliran udara dalam gedung yang seharusnya dari
area bersih ke area terkontaminasi serta distribusi udara luar ke
setiap bagian dari ruang dengan cara yang efisien dan
kontaminan airborne yang ada dalam ruang dialirkan ke luar
dengan cara yang efisien
 Setiap ruang diupayakan proses udara di dalam ruang bergerak
dan terjadi pertukaran antara udara didalam ruang dengan udara
dari luar.
(f) Pemilihan sistem ventilasi yang alami, mekanik atau campuran, perlu
memperhatikan kondisi lokal, seperti struktur bangunan, cuaca, biaya
dan kualitas udara.
(g) Tersedia toilet yang terpisah antara laki-laki dan perempuan.

(3) Konstruksi Bangunan

(a) Design Bangunan

 Bentuk denah bangunan simetris dan sederhana untuk


48
mengantisipasi kerusakan apabila terjadi gempa.
 Massa bangunan harus mempertimbangkan sirkulasi udara dan
pencahayaan.
 Tata letak bangunan-bangunan (siteplan) dan tata ruang dalam
bangunan harus mempertimbangkan zonasi berdasarkan tingkat
risiko penularan penyakit, zonasi berdasarkan privasi, dan
zonasi berdasarkan kedekatan hubungan fungsi antar ruang
pelayanan.
 Tinggi rendah bangunan harus dibuat tetap menjaga keserasian
lingkungan dan peil banjir.
 Aksesibilitas di luar dan di dalam bangunan harus
mempertimbangkan kemudahan bagi semua orang termasuk
penyandang cacat dan lansia.

 Bangunan rumah sakit harus menyediakan area parkir


kendaraan dengan jumlah area yang proporsional disesuaikan
dengan peraturan daerah setempat.
 Perancangan pemanfaatan tata ruang dalam bangunan harus
efektif sesuai dengan fungsi-fungsi pelayanan.
 Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat,halus, kedap air
mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak
bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air dan
dianjurkan berwarna terang dan pertemuan antara dinding dan
lantai berbentuk melengkung supaya mudah dibersihkan serta
dianjurkan menggunakan vinyl terutama di ruangan IGD, ruang
perawatan intensif dan ruang penyimpanan peralatan steril.
 Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca tidak mudah
berjamur dan tidak berpori dan pertemuan dinding tidak bersiku
yang dapat menyimpan debu.
 Permukaan dinding sebaiknya tidak dipasang assesoris yang
akan menjadi tempat akumulasi debu dan sulit untuk
dibersihkan, jika diperlukan maka sebaiknya dilapisi oleh bahan
yang datar, mudah dibersihkan (misalnya dilapisi kaca pada

49
lukisan atau media informasi) dan tidak menempelkan kertas
kertas informasi pada dinding.
 Komponen langit langit berawrna terang, mudah dibersihkan
dan tidak memiliki lekukan atau berpori yang dapat menyimpan
debu.

(b) Persyaratan Kehandalan Bangunan, meliputi :

 Persyaratan keselamatan struktur bangunan, kemampuan


bangunan menanggulangi bahaya kebakaran, bahaya petir,
bahaya kelistrikan, persyaratan instalasi gas medik, instalasi
uap dan instalasi bahan bakar gas.
 Persyaratan sistem ventilasi, pencahayaan, instalasi air, instalasi
pengolahan limbah, dan bahan bangunan.
 Persyaratan kenyamanan ruang gerak dan hubungan antar
ruang, kenyamanan termal, kenyamanan terhadap tingkat
getaran dan kebisingan.
 Persyaratan tanda arah (signage), koridor, tangga, ram, lift,
toilet dan sarana evakuasi yang aman bagi semua orang
termasuk penyandang cacat dan lansia.

(c) Sistem pencahayaan.

 Bangunan fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai


pencahayaan alami dan/atau pencahayaan buatan.
 Pencahayaan harus didistribusikan rata dalam ruangan.

Tabel 8. Tingkat pencahayaan ruangan

Tingkat pencahayaan min.


Jenis dan Fungsi ruangan
(lux)
Ruang administrasi dan ruang rapat 200
Laboratorium, Ruang Tindakan, Ruang 300
Gawat Darurat dan ruang persalinan
Ruang pantry/dapur, Koridor 100

50
(d) Penataan Lingkungan

 Pastikan semua benda atau barang tertata dengan baik dan


tersimpan pada tempatnya.
 Penyimpanan barang atau benda tersusun sesuai jenis barang
misalnya susunan linen, penyimpanan alkes, peyimpanan
dokumen dan tidak menempatkan barang steril bersatu dengan
barang kotor dalam satu area
 Berikan jarak antara tempat tempat tidur atau tempat
pemeriksaan pasien lebih dari satu orang dalam waktu
bersamaan minimal < 1 meter misalnya: penempatan Kursi
pemeriksaan di Poli Gigi, dll.
 Tidak menempelkan benda yang dapat menjadi tempat
akumulasi debu di dinding dan jika diperlukan sebagai bahan
edukasi atau informasi maka sebaiknya dilapisi bahan yang
mudah dibersihkan misal nya dilapisi kaca
 Pastikan bahwa area bersih dan area kotor terpisah dan berbatas
tegas sehingga tidak menimbulkan kontaminasi dan ketidak
nyamanan atau Risiko kecelakaan kerja.
 Penempatan tempat limbah di ruangan pelayanan pasien pada
tempat yang aman dan tidak berada di dekat pasien atau
dibawah meja tindakan atau tempat tidur pasien kecuali pada
tindakan sedang berlangsung (selesai tindakan segera
dibersihkan).
 Tidak dianjurkan menggunakan karpet atau menempatkan
bunga hidup atau bunga plastik atau aquarium di ruang
pelayanan pasien kecuali mampu membersihkan nya setiap hari
untuk menghidari akumulasi debu atau penyebab kontaminasi
lingkungan.
 Penggunaan tirai atau hordeng pembatas pasien atau penutup
jendela disarankan menggunakan bahan yang kuat dan tidak
tembus air, penggunaan tirai jendela jika memungkinkan dapat

51
menggunakan penghalang yang dilapisi dengan kaca film
supaya mudah dibersihkan dan terlihat rapi.
 Pastikan tidak ada tempat masuk atau kumpulan dari binatang,
binatang pengerat atau serangga berada di ruangan pelayanan
pasien.
 Petugas kesehatan yang tinggal dlingkungan fasilitas kesehatan
agar tidak memelihara hewan peliharaan, untuk menghindari
masuk ke fasilitas kesehatan.
(e) Pembersihan Lingkungan

 Pastikan bahwa fasilitas pelayanan kesehatan membuat dan


melaksanakan prosedur rutin untuk pembersihan, disinfeksi
permukaan lingkungan, tempat tidur, peralatan disamping
tempat tidur dan pinggirannya, permukaan yang sering
tersentuh dan pastikan kegiatan ini dimonitor (kategori IB).
 Fasilitas pelayanan kesehatan harus mempunyai disinfektan
standar untuk menghalau patogen dan menurunkannya secara
signifikan di permukaan terkontaminasi sehingga memutuskan
rantai penularan penyakit. Disinfeksi adalah membunuh secara
fisikal dan kimiawi mikroorganisme tidak termasuk spora.
Pembersihan harus mengawali disinfeksi. Benda dan
permukaan tidak dapat didisinfeksi sebelum dibersihkandari
bahan organik (ekskresi, sekresi pasien, kotoran). Pembersihan
ditujukan untuk mencegah aerosolisasi, menurunkan
pencemaran lingkungan. Ikuti aturan pakai pabrik cairan
disinfektan, waktu kontak, dan cara
pengencerannyaPembersihan permukaan lingkungan harus
dilakukan sebelum proses disinfeksi terutama pada area yang
sering disentuh oleh petugas kesehatan.
 Cairan disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik
dan memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang
terpapar secara langsung pada benda mati (dinding, lantai,
permukaan meja dll) misalnya Klorin 0,5

52
% untuk pembersihan tumpahan darah atau cairan tubuh atau
klorin pengenceran 0.05 % untuk pembersihan rutin
permukaan, Detergent atau cairan pemutih (1:99 cc Air) atau
Hidrogen peroksida 8 % untuk pembersihan rutin.

 Pembersihan lingkungan pelayanan Kesehatan menggunakan


trolly khusus, minimal menggunakan 2 (dua) buah ember yang
memiliki alat pemerasan kain lap pel secara otomasti tampa
bersentuhan langsung dengan tangan dan selalu dicuci dengan
kondisi bersih.
Gambar 14. Contoh Troley Kebersihan

 Petugas kesehatan dalam melakukan pembersihan lingkungan


harus mengenakan APD untuk melindungi dari risiko terpajan
benda-benda infeksius atau benda tajam atau cairan atau benda
yang infeksius antara lain:
 Sarung tangan karet (rumah tangga);

 Gaun pelindung dan celemek karet; dan

 Sepatu yang rapat dan kuat, seperti sepatu bot.


 Prinsip dasar pembersihan lingkungan

 Semua permukaan horizontal di tempat pelayanan yang


disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan
bila terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus
dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien
baru masuk.
 Permukaan meja pemeriksaan pasien, atau peralatan lainnya

53
bersentuhan langsung dengan pasien segera dibersihkan dan
didisinfeksi di antara pemeriksaan pasien yang berbeda.
 Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum
digunakan untuk membersihkan debu jangan menggunakan
kain kering atau dengan sapu dapat menimbulkan
aerosolisasi debu dan harus dihindari dan larutan, kain lap,
dan kain pel harus diganti secara berkala atau jika kotor.
 Pengunjung yang datang ke fasilitas pelayanan kesehatan
dengan sepatu atau sendal nya kotor (bercampur tanah atau
lumpur) harus membersihkan terlebih dahulu sebelum
masuk.

 Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan


dikeringkan setelah digunakan.
 Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan
dikeringkan setelah digunakan dan sebelum disimpan.
 Tempat-tempat di sekitar pasien harus bersih dari peralatan
serta perlengkapan yang tidak perlu, sehingga memudahkan
pembersihan menyeluruh setiap hari.
 Meja pemeriksaan dan peralatan di sekitarnya yang telah
digunakan pasien yang diketahui atau suspek terinfeksi
ISPA yang dapat menimbulkan kekhawatiran harus
dibersihkan dengan disinfektan segera setelah digunakan.

Tabel 9. Ringkasan prinsip pembersihan lingkungan

54
 Pembersihan tumpahan dan percikan

Jika ada cairan tubuh, darah, muntahan, percikan ludah, darah


atau eksudat Iuka pada permukaan (lantai, dinding atau tirai
pembatas) dibersihkan menggunakan spill kit, isinya sbb:
 Spiil Kit Infekisus (Topi, sarung tangan, kacamata,
masker, sepatu boot, serok dan sapu kecil, cairan detergent,
cairan klorin 0,5 % dan kain perca/tisu/koran bekas),
plastik warna kuning.

 Spill Kit B3 (Topi, sarung tangan, kacamata, masker,


sepatu boot, gaun, serok dan sapu kecil, detergent, larutan
tertentu berdasarkan bahan kimianya, dan kain
perca/tisu/koran bekas), plastik warna coklat.

Gambar 15. Contoh Spill Kit


 Pembersihan tumpahan cairan Infeksius

 Petugas menggunakan APD.

 Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.

 Serap cairan yang tumpah dengan kain


perca/handuk/tisu/koran bekas penyerap bersih yang dapat
menyerap sampai bersih kemudian buang ke kantong
warna kuning,
 Tuangkan cairan detergent kemudian serap dengan kain
perca/handuk/tisu/koran bekas masukan ke kantong warna
kuning.
 Lanjutkan dengan cairan klorin 0.5 % kemudian serap dan

55
buang ke kantong warna kuning kategori II.
 Pembersihan tumpahan cairan B3
 Petugas menggunakan APD.

 Beri tanda untuk menunjukan area adanya tumpahan.

 Tumpahan bahan kimia: tuangkan air bersih pada


tumpahan, lalu keringkan dengan kertas/koran/kain perca
kemudian masukan ke kantong warna coklat, tuangkan
detergent dan serap/keringkan dengan kertas/koran/kain
perca buang ke kantong warna coklat. Berikan label B3
pada plastik warna coklat tumpahan kimia.
 Tumpahan reagen: lokalisir area tumpahan dengan
menaburkan Natrium Bicarbonat (Bicnat) sekitar area
tumpahan, kumpulkan bekas resapan kedalam plastic
hitam/coklat, kemudian bersihkan lantai dengan detergen
serap dan buang ke kantong warna hitam/coklat.
 Buang plastik sampah infeksius ke tempat penampungan
sampah infeksius dan kumpulkan limbah tumpahan B3
dalam ruang penyimpanan limbah B3.

 Dekontaminasi Ambulans

 Ambulans dibersihkan dan didesinfeksi seluruh


permukaannya secara berkala dan setiap setelah
digunakan.
 Setiap selesai digunakan biarkan pintu belakang kendaraan
terbuka untuk memudahkan pembuangan partikel
infeksius.
 Pintu harus tetap terbuka saat proses pembersihan dengan
bahan kimia untuk memberikan ventilasi yang cukup.
 Petugas kebersihan menggunakan APD (Masker bedah,
gaun, sarung tangan, pelindung mata), jika berisiko
terkena percikan dari bahan organik/bahan kimia gunakan
sepatu boots/sepatu tertutup.

56
 Perhatikan pembersihan pada area yang bersentuhan
dengan pasien, semua benda/alat yang terkontaminasi
selama membawa pasien seperti: stretcher, rails, dinding,
lantai & alat lainnya.
 Pembersihan menggunakan desinfektan yang mengandung
0,5% natrium hipoklorit (yaitu setara dengan 5000 ppm)
dengan perbandingan 1 bagian disinfektan untuk 9 bagian
air.
 Bersihkan dan disinfeksi semua peralatan yang
digunakan ulang

(reusable) sebelum digunakan untuk pasien lain.

 Lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah


menggunakan sarung tangan.
 Ikuti prosedur membuang APD yang digunakan saat
pembersihan.

Gambar 16. Pembersihan Ambulans


d) Pengelolaan Limbah Hasil Pelayanan Kesehatan
(1) Tujuan: melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi
akibat limbah yang tidak dikendalikan, termasuk dari risiko Cedera.
(2) Jenis dan pengertian Limbah:

(a) Berdasarkan jenisnya, limbah di fasilitas pelayanan kesehatan


dibagi atas limbah padat domestik, limbah bahan berbahaya dan

57
beracun (B3), limbah cair, dan limbah gas.

(b) Limbah B3 pelayanan medis dan penunjang medis terdiri atas


iimbah infeksius dan benda tajam, limbah farmasi, limbah
sitotoksis dan limbah bahan kimia.

(c) Limbah infeksius adalah limbah yang dihasilkan dari pelayanan


pasien yang terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi
pasien atau limbah yang berasal dari ruang isolasi pasien dengan
penyakit.

(d) Limbah non infeksius adalah semua limbah yang tidak


terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi. Limbah ini
meliputi kertas-kertas pembungkus atau kantong dan plastik yang
tidak berkontak dengan cairan tubuh atau bahan infeksius.

(e) Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut
tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau
menusuk kulit seperti jarum suntik, perlengkapan intravena, pipet
pasteur, pecahan gelas, pisau bedah.

(3) Pengelolaan limbah pelayanan kesehatan, didasarkan pada jenis


limbah, sbb:
(a) Pengelolaan Limbah infeksius

 Limbah infeksius dimasukan kedalam wadah yang kuat, tahan air


dan mudah dibersihkan dengan kode infeksius/medis dengan
didalamnya terdapat kantong berwarna kuning atau jika tidak
memungkin maka diberi label infeksius.

Gambar 17. Contoh wadah limbah infeksius

58
 Penempatan limbah infeksius diletakan dekat dengan area
tindakan atau prosedur tindakan yang akan dikerjakan.
 Limbah infeksius jika sudah menempati ¾ kantong sampah
segera diangkat dan diikat kuat agar tidak dibongkar untuk
mengeluarkan isinya untuk menghindari risiko penularan infeksi,
selanjutnya dibawah ke tempat penampungan sementara. Tempat
limbah dibersihkan dan dipasangi kembali kantong plastik yang
baru.
 Limbah infeksius, patologis, benda tajam harus disimpan pada
TPS dengan suhu dan lama penyimpanan, sbb:
 Pada suhu lebih kecil atau sama dengan 0 °C (nol derajat
celsius) dalam waktu sampai dengan 90 (sembilan puluh)
hari.

 Jika suhu 3 - 8 °C dapat disimpan sampai dengan 7 (tujuh)


hari.

 Limbah yang sangat infeksius seperti biakan dan persediaan agen


infeksius dari laboratorium harus disterilisasi dengan pengolahan
panas dan basah seperti dalam Auntoclave sebelum dilakukan
pengolahan.
 Limbah padat farmasi dalam jumlah besar harus dikembalikan
kepada distributor, sedangkan bila dalam jumlah sedikit dan tidak
memungkinkan dikembalikan, dapat dimusnahkan menggunakan
insenerator atau dikelola oleh perusahaan pengolahan limbah B3.
 Limbah sitotoksis sangat berbahaya dan dilarang dibuang
dengan cara penimbunan (landfill) atau dibuang ke saluran
limbah umum. Pengolahan dilaksanakan dengan cara
dikembalikan keperusahaan atau distributornya, atau dilakukan
pengolahan dengan insinerator pada suhu tinggi 1.000 oC s/d
1.200 °C untuk menghancurkan semua bahan sitotoksiknya.
 Pengolahan limbah kimia biasa dalam jumlah kecil maupun
besar harus diolah ke perusahaan pengolahan limbah B3. Bahan

59
kimia dalam bentuk cair sebaiknya tidak dibuang ke jaringan
pipa pembuangan air limbah, karena sifat toksiknya dapat
mengganggu proses biologi yang ada dalam unit pengolah air
limbah (IPAL).
 Pembuangan akhir limbah infeksius, dapat dimusnahkan
dengan insenerator atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Jika
bekerjasama dengan pihak ketiga maka pastikan mereka
memiliki fasilitas pengelolaan limbah sesuai dengan perturan dan
perundang undangan.

(b) Pengelolaan Limbah Non Infeksius

 Limbah non infeksius (Medis) di tempatkan dalam wadah yang


kuat, mudah dibersihkan pada tempat sampah berlabel limbah
non infeksius.
 Tempatkan kantong plastik berwarna hitam atau kantong plastik
dengan lebel non infeksius.

Gambar 18. Contoh wadah limpah non infeksius


 Limbah non infeksius harus diangkat dan dikosongkan setelah ¾
kantong kemudian diikat untuk dibawa ke tempat penampungan
sementara dan tempat limbah tersebut dibersihkan dan
dipasangkan kantong palstik yang baru.
 Limbah non infekisus seperti botol botol obat dapat dilakukan
recycle dengan melakukan pembersihan untuk dipergunakan
kembali atau dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga secara

60
resmi dari fasilitas pelayanan kesehatan dalam bentuk kerjasama.
 Pembuangan akhir limbah non infeksius dibuang di Tempat
Pembuangan Akhir (TPA) yang sudah ditentukan oleh pihak
pemerintah daerah setempat.

(c) Pengelolaan limbah benda tajam


 Semua limbah benda tajam dimasukan kedalam kotak benda
tajam (safety box) yang kuat, tahan air, tahan tusukan, berwarna
kuning atau kotak benda tajam yang diberi label limbah benda
tajam.

Gambar 19. Safety box wadah limbah benda tajam

 Persyaratan penempatan safety box ditempatkan pada area yang


aman dan mudah dijangkau atau pada trolly tindakan dengan
digantung atau ditempatkan dengan aman (tidak menempatkan
safety box di lantai).
 Pembuangan safety box setelah kotak terisi 2/3 dengan menutup
rapat permukaan lobang box sehingga jarum tidak dapat keluar,
jika pembuangannya memerlukan waktu yang lama makan
pertimbangkan penggunaan safety box sesuai ukuran atau
membuat kebijakan tersendiri waktu pembuangan berdasarkan
peraturan perundang undangan.

61
 Pembuangan akhir limbah benda tajam dapat dilakukan melalui
pembakaran di insenerator atau dikelola sama dengan limbah B3
lainnya.

(d) Pengelolaan limbah cair


 Limbah cair yang berasal dari seluruh sumber bangunan atau
kegiatan fasilitas pelayanan kesehatan harus diolah melalui Unit
Pengolah Limbah Cair (IPAL). Kualitas limbah cair efluennya
harus memenuhi baku mutu sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan sebelum dibuang ke perairan umum.
 Limbah cair seperti feces, urin, darah dibuang atau ditampung
pada pembuangan/pojok limbah (spoelhoek).
 Pastikan terdapat tempat penampungan limbah sementara di
fasilitas pelayanan kesehatan, yang terpisah atau terletak diluar
area pelayanan dengan ruangan tertutup. Penyimpanan limbah
tidak menempel di lantai (diberi jarak menggunakan valey) dan
dilakukan pembersihan secara rutin serta dikelola sesuai
peraturan perundang undangan.
 Pastikan pembuangan akhir limbah sesuai dengan peraturan
perundangan undangan dan jika bekerjasama dengan pihak ketiga
maka pastikan bahwa pengelolaan yang dilakukan oleh pihak
ketiga sesuai peraturan perundangan ungangan yang berlaku .

e) Pengelolaan Alat Medis (Instrumen) Yang Sudah Dipergunakan


(1) Tahapan Pengelolan: pemrosesan alat dimulai dari pre cleaning di point
of use dengan flushing/penyemprotan menggunakan air mengalir atau
direndam dengan larutan detergen, dilanjutkan cleaning/pembersihan dan
pengeringan, secara rinci dijelaskan sbb:
(a) Pre-Cleanning

Pengertian: tindakan pada pengelolaan alat medis habis pakai


pertama kali dilakukan pembersihan awal (pre-cleaning) yaitu proses

62
yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh petugas
sebelum di bersihkan tujuannya untuk menginaktivasi HBV, HBC,
dan HIV dan mengurangi risiko, akan tetapi tidak menghilangkan.
Mikroorganisme yang mengkontaminasi alat medis dapat dihilangkan
dengan melakukan perendaman, termasuk pada alat medis bekas
pakai untuk menghilangkan noda darah, cairan tubuh. dan
Perendaman menggunakan enzyimatik atau detergen dilakukan
dengan merendam semua peralatan sampai seluruh permukaan alat.

(b) Pembersihan/pencucian

Pengertian: suatu proses yang secara fisik membuang semua


kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati
ataupun membuang mikroorganisme untuk mengurangi risiko infeksi
bagi mereka yang tersentuh kulitnya atau saat menangani objek
tersebut. Proses pencucian dengan sabun atau detergen dan air atau
menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.

(c) Proses Pengemasan

Pengertian: pengemasan yang dimaksud dalam hal ini mencakup


semua peralatan yang tersedia difasilitas kesehatan mulai dari
membungkus, mengemas dan menampung alat-alat yang akan dipakai
ulang untuk tujuan sterilisasi, penyimpaan atau pemakaian kembali.
Tujuan: untuk menjaga keamanan, sterilitas dan ketersediaan alat
saat akan digunakan kembali. Proses pengemasan merupakan
tanggungjawab bagian sterilisasi.
Persyaratan: bahan kemasan atau pembungkus harus memenuhi
persyaratan antara lain dapat menahan mikroorganisme, kuat, tahan
lama, mudah digunakan, tidak mengandung bahan beracun, segelnya
baik, saat dibuka mudah dan aman serta tersedia masa kadaluarsanya.
Beberapa bahan kemasan yang sering digunakan saat ini terbuat dari
kertas, film plastic, kain (linen), dan kain campuran. Berikut ini alur
dekontaminasi peralatan yang ada di fasilitas kesehatan.

63
Gambar 20. Skema Alur Dekontaminasi Peralatan di FKTP

Pre-Cleaning ( Pembersihan Awal) menggunakan detergen atau enzymatic, spons (petugas dengan APD yang sesuai

PEMBERSIHAN

STERILISASI DESINFEKSI
(Peralatan Kritis) masuk dalam pembuluh darah dan jaringan tubuh)

Autoclave Pemanasan Kering


Disinfeksi Tingkat Tinggi (peralatan yang masuk dalam mukosa tubuh (ETT)
Disinfeksi Tingkat Rendah
(peralatan yang nempel pada permukaan tubuh)

Direbus Zat Kimia


(Disinfenkatan)

Simpan (hindari kontaminasi d

Cuci bersih dengan air steril dan tiriskan

(2) Tujuan: menyiapkan peralatan perawatan dan kedokteran dalam keadaan


siap pakai, mencegah peralatan cepat rusak, mencegah terjadinya infeksi
silang, menjamin kebersihan alat untuk dapat dipergunakan kembali,
menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman digunakan
pasien.

64
(3) Indikasi: semua Peralatan bekas pakai perawatan yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh dilakukan pre cleaning, disinfeksi, dan sterilisasi
sesuai SOP.

(4) Manfaat
(a) Menyiapkan peralatan perawatan dan kedokteran dalam keadaan siap
pakai

(b) Mencegah peralatan cepat rusak

(c) Mencegah terjadinya infeksi silang

(d) Menjamin kebersihan alat untuk dapat dipergunakan kembali

(e) Menetapkan produk akhir dinyatakan sudah steril dan aman


digunakan pasien.

(5) Hal Yang Perlu Diperhatikan Pada Pengelolaan Alat Medis Yang
Telah di Pergunakan, sbb:

(a) Pastikan petugas kesehatan pada saat mengelola peralatan kesehatan


bekas pakai menggunakan APD yang terdiri topi, gaun/apron, masker
dan sarung tangan rumah tangga serta sepatu tertutup (boot) saat
bekerja.
(b) Faktor-faktor yang memperngaruhi proses cleaning antara lain bahan
kimia (jenis detergen) yang digunakan, waktu dan suhu perendaman
serta air yang digunakan (idealnya air dengan kandungan mineral
rendah 70-150 mg/L/soft water).
(c) Tersedia ruangan khusus pengelolaan alat medis setelah digunakan
dengan tenaga kesehatan yang ditunjuk dan terlatih dalam
pengelolaan dekontaminasi peralatan. Disain konsep ruangan terdiri
dari :
 Ruang kotor (Unclean area) adalah daerah untuk menerima
barang kotor, ruang tersendiri, lantai mudah dibersihkan, tersedia
bak untuk desinfeksi. Tekanan udara negatif.
 Ruang bersih (Clean area) untuk mempersiapkan barang yang

65
akan disetting, packing dan disterilkan, ruang udara berttekanan
seimbang.
 Ruang steril (Sterille Area) untuk menyimpan alat atau barang
yang sudah steril, ruang udara bertekanan positif.
Catatan : Jika tidak memungkinkan dengan 3 (tiga ) ruangan
terpisah tersedia maka minimal di satu ruangan dengan
masing masing jarak zona minimla 2 meter.

Zona Bersih

Benda telah diproses Benda bersih/steril

Zona Kotor Zona Kerja


Benda telah digunakan

Gambar. 21. Denah ruangan khusus pengelolaan alat medis


(d) Prinsip dalam pengemasan:

 Sterilan harus dapat diseap dengan baik, menjangkau seluruh


permukaan kemasan dan isinya.
 Harus dapat menjaga isinya tetap steril hingga kemasan dibuka.

 Kemasan harus mudah dibuka, isinya mudah diambil tanpa


menyebabkan kontaminasi.

(6) Pembangian Peralatan Berdasarkan Spalding

(a) Peralatan kritis adalah alat yang masuk ke dalam pembuluh darah

66
atau jaringan mulut. Semua peralatan kritis wajib dilakukan sterilisasi
dengan menggunakan panas. Sebagai contoh peralatan yang
dimasukkan dalam kategori kritis adalah semua instrumen bedah,
periodontal scalier, bur tulang, dll.

(b) Peralatan semi kritis adalah alat yang masuk ke dalam rongga mulut
tetapi tidak masuk ke dalam jaringan mulut. Semua peralatan semi
kritis wajib dilakukan minimal desinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau
apabila terdapat alat yang dapat bertoleransi terhadap panas, maka
dapat dilakukan sterilisasi dengan menggunakan panas. Sebagai
contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori semi kritis adalah
ambu bag, ETT, handpiece, dll.
(c) Peralatan non kritis adalah alat yang tidak masuk ke dalam rongga
mulut dan dapat dilakukan dengan menggunakan disinfektan tingkat
rendah. Sebagai contoh peralatan yang dimasukkan dalam kategori
nonkritis adalah tensimeter, stetoscope,

(7) Sarana dan Peralatan untuk sterilisasi

(a) Pre cleaning : perendaman dengan enzymatik 0,8 % atau detergen


atau glutaradehida 2 %bahan kimia (jenis detergen) atau enzymatik,
air yang digunakan (idealnya air dengan kandungan mineral rendah
70-150 mg/L/soft water) dan wadah untuk perendaman (ember):

 larutan Klorin 0,5 % adalah 1 bagian larutan klorin : 9 bagian


air

 larutan Klorin 0,05 % adalah 1 bagian larutan klorin : 10 bagian


air
(b) Pembersihan

 Pembersihan manual dengan sabun atau detergen dan air atau


menggunakan enzim atau air deionisasi atau air sulingan, sikat,
wadah untuk membilas dan mengeringkan.
 Pembersihan mekanik dengan mesin cuci khusus.

67
(c) Pengemasan: bahan pengemasan tersedia dari bahan kertas, film

plastic dan kain (linen).

Gambar 22. Pengemasan alat kesehatan

(d) Peralatan untuk Sterilisasi dan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


 Sterilisator uap tekanan tinggi (Autoklaf)

68
Gambar 23. Sterisator Uap Tekanan Tinggi (Autoklaf)

 Sterilisator panas kering (dry heat sterilizer)

Gambar 24. Sterilisator Panas Kering


 Sterilisasi Uap

Gambar 25. Sterilsator Uap


 Alat untuk desinfeksi tingkat tinggi dengan merebus atau
mengukus

Gambar 26. Alat untuk perebusan dan dandang


(8) Prosedur Pengelolaan Peralatan

(a) Menggunakan APD: petugas memakai APD sesuai indikasi paparan


terdiri dari topi, gaun/apron, masker, sarung tangan rumah tangga dan

69
sepatu boot.

Gambar 27. Penggunaan APD saat pengelolaan peralatan


(b) Lakukan pre-cleaning: untuk semua peralatan atau alat medis yang
telah dipergunakan, pertama kali dilakukan pembersihan awal (pre-
cleaning) dengan merendam seluruh permukaan peralatan kesehatan
menggunakan enzymatik 0,8 % atau detergent atau glutaradehida 2
%, atau sesuai instruksi pabrikan selama 10 – 15 menit untuk
menghilangkan noda darah, cairan tubuh.
Cara pembuatan, sbb:

 larutan Klorin 0,5 % adalah 1 bagian larutan klorin : 9 bagian


air

 larutan Klorin 0,05 % adalah 1 bagian larutan klorin : 10


bagian air

(c) Pembersihan/pencucian: melalui proses secara fisik untuk


membuang semua kotoran, darah, atau cairan tubuh lainnya dari
permukaan benda mati untuk membuang sejumlah mikroorganisme
dengan mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau

70
menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
 Pembersihan manual dengan mengunakan sikat sesuai kebutuhan
atau yang disarankan oleh produsen alat, lalu bilas dengan air
mengalir dengan suhu 40 C – 50 C lebih disarankan
menggunakan air deionisasi atau air sulingan. Selanjutnya dicuci,
dibilas dengan air mengalir kemudian tiriskan (keringkan)
sebelum di proses selanjutnya.
 Pembersihan mekanik dengan menggunakan mesin cuci khusus
untuk meningkatkan produktifitas, lebih bersih dan llebih aman
untuk petugas. Pembersih ultrasonic melepas semua kotoran dari
seluruh permukaan alat/instrument. Alat pembersih juga perlu
dilakukan pembersihan secara rutin
(d) Pengemasan: pastikan semua peralatan yang akan disterilkan
dilakukan pengemasan dengan membungkus semua alat-alat dan
menjaga keamanan dan efektivitas sterilisasi menggunakan
pembungkus kertas khusus atau kain (linen), dengan prinsip, sbb:

 Prosedur pengemasan harus mencakup: label nama alat, tanggal


pengemasan, metode sterilisasi, tipe dan ukuran alat yang
dikemas, penempatan alat dalam kemasan, dan penempatkan
indicator kimia eksternal dan internal.
 Pengemasan sterilisasi harus dapat menyerap dengan baik dan
menjangkau seluruh permukaan kemasan dan isinya.
 Kemasan harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tampa

menyebabkan kontaminasi.
(e) Proses Sterilisasi Peralatan Kritikal dengan Autoclave.

Merupakan metode sterilisasi yang paling umum dan dapat


diandalkan pengaturan perawatan kesehatan, karena uap di bawah
tekanan telah terbukti menghancurkan bahkan bakteri yang paling
resisten termasuk spora secara efektif. Autoclave digunakan untuk
sterilisasi peralatan tahan panas, dgn catatan sbb:

 Autoclaving adalah sterilisasi dengan menggunakan uap pada

71
tekanan tinggi 15 pound per inci persegi (PSI) pada suhu 121˚C
selama 30 menit dari suhu yang disetel atau,
 Jika menggunakan proses sterilisasi panas kering (dry heat
sterilization) pastikan penggunaan sterilisasi pemanasan kering
dengan temperatur 340oF (170*C) dalam waktu 1 jam atau
temperatur 320oF (160*C) dalam waktu 2 jam.
 30 menit harus dihitung setelah suhu mencapai 121*C, bukan
dari mulai pengoperasian mesin autoclaving.
 Gunakan pita penunjuk autoklaf untuk memantau kemanjuran
autoklaf setiap beban.
 Semua instrumen dengan engsel dan kunci harus tetap terbuka
dan tidak terkunci selama autoclaving.
 Tulis tanggal sterilisasi dan kadaluwarsa pada kemasan setelah
otoklaf.

 Jika menggunakan sterilisasi dengan pemanasan uap (steam


sterilization or autoclave) pastikan temperatur uap maksimum,
yaitu sekitar 250 ᴼF (121 ᴼC) dengan tekanan 15 psi dalam
waktu 15-20 menit atau dalam suhu 273 ᴼF (134 ᴼC) dengan
tekanan 30 psi dalam waktu 3-5 menit.

72
Gambar 28. Contoh Autoklaf
(f) Peralatan Semi Kritikal, setelah dilakukan pre-cleaning dan
pembersihan dilakukan proses disinfeksi agar dapat digunakan
kembali dengan cara, sbb:
 Proses Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) dengan melakukan
perendaman dengan cairan disinfektan (Klorin pemutih 0.5 %
atau Glutardehida 2 % atau peroxide hydrogen 6 %) selama 15
– 20 menit dengan menempatkan seluruh permukaan peralatan
terendam dalam cairan tersebut dan membiasakan melihat
instruksi sesuai petunjuk produk disinfektan yang dipilih untuk
menjaga risiko terhadapat peralatan.
 Proses DTT dengan cara perebusan setelah dilakukan proses
pre cleaning dan pembersihan kemudian dilakukan perebusan
dengan waktu dihitung sejak 20 menit setelah air mendidih atau
terbentuknya uap yang diakibatkan oleh air yang mendidih.
Tidak diperkenankan menambah air atau apapun apabila proses
perebusan atau pengukusan belum selesai. Ingat: uap air panas
pada 100 C, membunuh semua bakteri, virus, parasit, dan jamur
dalam 20 menit.

Gambar 29. Peralatan Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)


73
(g) Peralatan Non Kritikal

 Dilakukan pencucian dengan detergen dan air mengalir


kemudian keringkan dengan digantung, misalnya manset
tensimeter, dll.
 Dilakukan desinfeksi dengan swab alkohol 70 %, misalnya
stetoscope, termometer, dll.
 Dilakukan pembersihan semua permukaan dengan
menggunakan lap bersih yang sudah dilembabkan (dsemprot)
dengan cairan klorin 0,05% dan menggosok/mengelap
permukaan tersebut misalnya: permukaan tempat tidur, meja,
dll.

(h) Penyimpanan Paket Steril


Penyimpanan instrumen/peralatan steril dengan benar sangat penting
untuk menjaga tetap steril, tulis tanggal sterilisasi dan tanggal
kadaluwarsa pada bungkus alat steril sebelum penyimpanan.
Instrumen /peralatan kering, steril, dan dikemas harus disimpan di
lingkungan yang bersih dan kering. Item yang tidak dibungkus, tidak
disimpan jika akan digunakan segera.

Tabel 10. Jenis peralatan dan pengelolaan yang diperlukan

Prosedur Pengelolaan
Pembersihan

DTR
DTT
Pre claning

Sterilisasi
Pengemasan

No Jenis Peralatan Kesehatan

1 Peralatan Kritikal
Contoh : Instrumen bedah
(pincet, sonde, klem, needle√ √ √ √

74
hecting, bak isntrumen dll)
2 Peralatan Semi kritikal Contoh :
Ambu bag, masker √ √ √
resusitasi, kaca mulut
3 Peralatan Non kritikal Contoh :
Manset Tensimeter,
stetoscope. Mesin EKG, Mesin √ √
nebulizer

75
Tabel 11. waktu penyimpanan peralatan steril’

Disimpan dalam Diletakan dalam rak


Jenis pembungkus tempat tertutup terbuka
Dibungkus tunggal (2 lapis) 1 minggu 2 hari

Dibungkus double (2 lapis) 3 minggu 2 minggu

f) Pengelolaan Linen
(1) Pengertian: adalah pengelolaan linen melalui tahapan-tahapan pencucian
linen sesuai dengan prinsip prinsip yang ditetapkan.
(2) Tujuan: untuk mencegah infeksi silang bagi pasien dan petugas, menjaga
ketersediaan bahan linen dan kualitas linen, mengelola sumber daya agar
mampu menyediakan linen sesuai kebutuhan dan harapan pasien dengan
memperhatikan proses pembiayaan dan meningkatkan kepuasan pasien.
(3) Manfaat: pengelolaan linen yang baik akan mencegah potensi penularan
penyakit bagi pasien, staf dan pengguna linen lainnya serta gangguan pada
lingkungan.
(4) Prinsip pengelolaan linen

(a) Semua petugas yang terlibat dalam pengelolaan linen


(pengumpulan, pengangkutan, pemilahan, dan pencucian linen kotor
dan linen infeksius) untuk melaksanakan tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi dengan tepat.
(b) Perlakuan Linen disesuaikan dengan kategorinya, yang terbagi
atas linen

bersih, steril. linen kotor dan linen infeksius:

 Linen bersih adalah linen yang sudah dilakukan proses


pencucian dan siap untuk pemakaian non steril.
 Linen steril adalah linen yang sudah dilakukan sterilisasi,

 Linen kotor adalah linen yang sudah dipakai oleh


pasien/keluarga/ pegawai.

76
 Sedangkan linen infeksius adalah linen yang sudah
terkontaminasi darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi.
(c) Linen dari ruang isolasi diperlakukan sebagai linen infeksius,
kantong ganda (double) tidak diperlukan kecuali jika kantong utama
rusak atau bocor
(d) Pencucian linen bersih, steril dan kotor dilakukan terpisah melalui
pintu masuk yang berbeda atau satu arah, jika memungkinkan
menggunakan mesin cuci yang berbeda atau waktu pencucian yang
berbeda.

(e) Area pencucian linen kotor dan penempatan linen bersih berada
pada tempat dengan pintu yang berbeda atau satu arah.

(5) Sarana Prasarana

(a) Mesin cuci dan pengering (dryer)

(b) Penyeterikaan dengan mesin seterika uap, mesin flat ironer.

(c) Kantong untuk membungkus linen bersih dan linen kotor.

(d) Kereta dorong.

(e) Tempat penyimpanan linen.

(6) Prosedur Pengelolaan Linen

(a) Pastikan petugas menggunakan APD: topi, apron/celemek, masker,


sarung tangan rumah tangga dan sepatu boot untuk melindungi
kontaminasi dari paparan cairan atau percikan yang mengenai
pakaian dan tubuh petugas.
(b) Jangan menarik dan meletakan linen yang kotor di lantai,
kumpulkan linen kotor sedemikian rupa untuk mencegah
kontaminasi lingkungan.
(c) Pastikan troli linen yang digunakan berbeda antara troli linen kotor,
linen infeksius atau linen bersih namun jika tidak memungkinkan
cuci atau disinfeksi troli tersebut sebelum digunakan untuk
mengangkut linen bersih.

77
(d) Pencucian linen kotor dilakukan berbeda dengan linen infeksius
dengan menggunakan mesin yang berbeda (jika memungkinkan
menggunakan mesin cuci yang berbeda) atau waktu pencucian yang
berbeda dengan persyaratan, sbb:
 Tersedia air bersih mengalir dan jika memungkinkan ada air
panas untuk pencucian dengan suhu 70°C dalam waktu 25
menit atau 95°C dalam waktu 10 menit dengan menggunakan
detergen.
 Jika tidak tersedia air panas maka pencucian linen infeksius
dapat menggunakan detergen dengan penambahan cairan
disinfektan (bleaching atau pemutih dengan pengenceran 1 :
99 cc air), namun perlu diperhatikan waktu perendaman tidak
lebih dari 10 -15 menit (jika lebih merusak struktu kain linen).
 Proses pengeringan dilakukan dengan peralatan mesin cuci
(dry cleanning) jika akan dilakukan proses pengeringan
manual maka menjemur cucian harus ditempat tertutup untuk
menghindari kontaminasi debu atau kotoran.

(e) Pelipatan hasil cucian jika dilakukan secara manual maka dilakukan
di meja khusus pelipatan dan jangan melakukan di lantai atau
permukaan yang dapat mengkontaminasi linen bersih.
(f) Penyimpanan linen bersih atau linen steril harus disimpan di lemari
(kering dan bersih) dan sebagian bisa langsung dipergunakan.
Lemari penyimpanan tidak boleh tercampur dengan linen kotor
untuk menghindari kontaminasi.
(g) Tempatkan linen bersih pada lemari tertutup dan tidak tercampur
dengan peralatan atau benda lainnya.
(h) Peyimpanan linen steril harus memenuhi ketentuan: diruangan
khusus dengan suhu 22-24 ᴼC dan kelembaban 40 -60 %, lantai
terbuat dari bahan yang rata tidak bersudut (menggunakan vinyl).
(i) Pengangkutan linen: saat dilakukan pengangkutan linen bersih dan
kotor tidak boleh dilakukan bersamaan.

78
INFEKSIUS
Linen kotor yang telah dipakai pasien Dikirim ke laundry

Non Infeksius

2) Dipisahkan – dan
ngkadan
Dikerin
3) disDteisritkraibusi dicuci

Distribusi

Steril Bersih

Gambar 30. Alur pengelolaan linen

(j) Alur denah ruangan penerimaan linen kotor dan linen bersih
berbeda dengan prinsip pintu penerimaan dan pengeluaran satu arah.

R.KotorR.Simpan R.Bersih
Pintu masuk
Pintu keluar linen
Linen kotor

Gambar. 31 Denah Pintu masuk linen kotor dan pintu keluar linen
bersih
g) Penyuntikan Yang Aman
(1) Pengertian: adalah penyuntikan yang dilakukan dengan mengindahkan
prinsip- prinsip penyuntikan yang benar (penyimpanan, persiapan,
penyuntikan obat ke pasien sampai penanganan alat alat bekas pakai),
sehingga aman untuk pasien dan petugas dari Risiko terinfeksi (CDC).
(2) Tujuan:

(a) Tidak terjadi penyebaran penyakit infeksi pada pasien maupun


petugas kesehatan.

79
(b) Menurunkan atau meminimalkan angka kejadian infeksi (lokal atau
sistemik).

(3) Prinsip Penyuntikan Yang Aman

(a) Pastikan pelaksanaan penyuntikan yang aman dilaksanakan dengan


prisnip satu spuit, satu jenis obat, satu prosedur penyuntikan.
(b) Pastikan petugas dalam mempersiapkan penyuntikan menggunakan
teknik aseptik untuk menghindari kontaminasi peralatan injeksi
steril, sbb:
 Trolly tindakan yang berisi cairan handrubs, safety box, bak
instrumen bersih, bengkok penampung limbah sementara,
boks berisi gunting, plester , tournique, transparan dressing
atau kasa steril pada tempatnya dan alkohol swab sekali pakai.
 Nampan untuk menempatkan bak instrumen berisi obat suntik
yang sudah disiapkan, kasa steril dan alkohol swab sekali
pakai , plester dan gunting yang ditempatkan dalam bengkok
bersih.
 Tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih
dari satu pasien walaupun jarum suntiknya diganti.
 Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai
untuk satu pasien dan satu prosedur.
 Jangan memanipulasi jarum suntik (merecaping, mematahkan,
menekuk) dan segera buang kedalam safety box jika sudah
dipakai.
 Gunakan cairan pelarut atau flushing hanya untuk satu kali
pemberian (NaCL, WFI), Jangan menggunakan plabot cairan
infus atau botol larutan intravena sebagai sumber cairan
pelarut obat yang akan digunakan untuk banyak pasien.
 Tidak memberikan obat obat single dose kepada lebih dari
satu pasien atau mencapur obat obat sisa dari vial atau ampul
untuk pemberian berikutnya.
 Jangan menyimpan botol multi-dosis di area perawatan pasien
langsung. Simpan di sesuai dengan rekomendasi pabrikan
80
dan buang jika sterilitas diragukan. Simpan obat obat multi
dose sesuai dengan rekomendasi pabrik yang membuat.
 Gunakan sarung tangan bersih jika akan berisiko terpapar
darah atau produk darah, gunakan satu sarung tangan untuk
satu pasien.

(4) Sarana

Untuk terlaksanannya penyuntikan yang aman diperlukan tempat


penyediaan alat dan bahan seperti Troli, bak instrumen, swab alkohol,
botol dispenser, kapas dan troly. Minimal tersedia nampan khusus untuk
menempatkan bak instrumen berisi obat suntik, kasa steril dan alkohol
swab sekali pakai, plester, gunting, dll.

Gambar 32. Troli dan bak instrument untuk alat suntik

h) Kebersihan Pernapasan dan Etika Batuk


(1) Pengertian: etika batuk adalah tata cara batuk yang baik dan benar
dengan cara menutup hidung dan mulut dengan tissue atau lengan baju,
sehingga bakteri tidak menyebar ke udara dan tidak menular ke orang
lain.
(2) Tujuan: mencegah penyebaran bakteri atau virus secara luas melalui
udara bebas (Droplets) dan membuat kenyamanan pada orang di
sekitarnya
(3) Prosedur etika batuk dan kebersihan pernapasan, sbb:

a. Pastikan dan ajarkan petugas, pasien dan pengunjung melakukan etika


batuk dan kebersihan pernapasan apabila mengalami gangguan

81
pernapasan, batuk, flu atau bersin.
a. Lakukan prosedur etika batuk saat anda flu atau batuk, gunakan
masker dengan baik dan benar agar orang lain tidak tertular.
b. Tidak mengantungkan masker bekas dipakai pada leher karena bisa
menyebar kembali virus dan bakteri ketika digunakan kembali.

c. Bila tidak tersedia masker bedah, gunakan metode lain untuk


pengendalian sumber patogen (misalnya, sapu tangan, tisu, atau
tangan) saat batuk dan bersin
d. Praktekkan atau lakukan langkah etika batuk yang baik dan benar
sesuai gambar berikut ini:

Gambar 33 Etika batuk

i) Penempatan Pasien
(1) Pengertian: adalah menempatkan pasien pada suatu tempat yang telah
ditentukan untuk memudahkan pelayanan dengan mempertimbangkan
aspek keamanan serta keselamatan pasien maupun petugas. Untuk pasien
penyakit menular maka penempatannya dilakukan disuatu tempat atau
ruangan tersendiri (isolasi).
82
Jika tidak tersedia maka dapat ditempatkan dalam satu ruangan dengan
pengaturan jarak antara tempat tidur minimal 2 meter serta diberi
penghalang fisik atau tirai, namun perlu dilakukan pemisahan antara
pasien terkonfirmasi dan yang belum.
(2) Tujuan: agar pelayanan yang diberikan mempertimbangkan aspek
keamanan, keselamatan pasien, pengunjung dan petugas kesehatan
pelayanan bagi pasien.
(3) Manfaat: pelayanan dapat berjalan efektif dan efisien serta melindungi
dari aspek keamanan serta terjadinya infeksi silang.

(4) Prinsip penempatan pasien

a) Kamar terpisah bila dikhawatirkan terjadinya kontaminasi luas


terhadap lingkungan misalnya pada luka lebar dengan cairan keluar,
diare, perdarahan tidak terkontrol.
b) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui
udara ke kontak, misalnya : luka dengan infeksi kuman gram positif,
Ccovid, dll
c) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan
exhaust

ke area tidak ada orang lalu lalang, misalnya: TB

d) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi


airborne luas, misalnya pada pasien dengan varicella.
e) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan
(anak, gangguan mental).
f) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat dilakukan dengan
sistem cohorting (pengelompokan pasien dengan jenis yang sama).
Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien,
petugas dan pengunjung menjaga kewaspadaan untuk mencegah
transmisi infeksi.

(5) Triase dan Ruangan pemeriksaan

a) Penempatan pasien di ruang triase harus dipertahankannya jarak

83
minimal 1 meter antara pasien.
b) Ruangan pemeriksaan yang digunakan untuk memeriksa pasien
harus berventilasi baik dengan sirkulasi udara minimal 12 Air
Change Hour (ACH)/pertukaran udara per jam.

(6) Prosedur Penempatan Pasien (termasuk penderita Covid-19)

a) Pastikan pasien infeksius ditempatkan terpisah dengan pasien non


infeksius.

b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi


penyakit pasien (kontak, droplet, airborne), sebaiknya ruangan
tersendiri.
c) Bila tidak tersedia ruang tersendiri, dibolehkan dirawat bersama
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan sistem
cohorting (penggabungan). Untuk menentukan pasien dapat
disatukan dalam satu ruangan, perlu dikonsultasikan terlebih dahulu
kepada tim PPI atau penanggung jawab PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak,droplet, airborne).
Penggabungan pasien dalam satu ruangan sebagai tempat pasien
yang diisolasi maka harus memperhatikan:

 Jarak antara pasien minimal 1 meter harus dipertahankan. Ini


sangat penting karena pasien mungkin mengalami penyakit
menular lainnya selain infeksi yang sudah dipastikan.
e) Staf yang sudah ditentukan tidak boleh ditugaskan memberi
pelayanan kepada pasien lain yang tidak digabungkan.
f) Jumlah orang yang diizinkan untuk memasuki tempat
penggabungan atau isolasi harus dibatasi seminimal mungkin.
g) Pasien yang tidak dapat menjaga kebersihan diri atau lingkungannya
seyogyanya dipisahkan tersendiri.
h) Mobilisasi pasien infeksius yang jenis transmisinya melalui udara
(airborne) agar dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan
untuk menghindari terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu

84
kepada yang lain.
i) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB
dalam satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan
sesama pasien TB.
j) Hindari penggunaan peralatan yang sama untuk beberapa pasien,
tapi bila tak dapat dihindarkan, pastikan bahwa peralatan yang
digunakan kembali didisinfeksi dengan benar sebelum digunakan
pada pasien lain.
k) Lakukan pembersihan berkala dan disinfeksi yang benar di tempat-
tempat umum dan membersihkan tangan yang memadai oleh pasien,
pengunjung, dan perawat

j) Perlindungan Kesehatan Karyawan


(1) Pengertian: terciptanya tatanan kerja di setiap FKTP yang
mempertimbangkan aspek keselamatan dan kesehatan petugas kesehatan
atau semua karyawan.
(2) Tujuan: melindungi kesehatan dan keselamatan petugas baik tenaga
medis, perawat maupun staff penunjang sebagai orang yang paling
berisiko terpapar penyakit infeksi, karena berhadapan langsung dengan
pasien penderita penyakit menular setiap saat atau akibat terpapar dari
lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan yang tidak terkelola sesuai
standar.
(3) Manfaat: menjaga kesehatan dan keselamatan petugas sehingga
pelayanan dan pengelolaan yang disediakan oleh FKTP dapat tetap
terlaksana dengan baik.
(4) Prosedur:

(a) Semua petugas kesehatan menggunakan APD saat memberi


pelayanan yang berisiko terjadi paparan darah, produk darah, cairan
tubuh, bahan infeksius atau bahan berbahaya lainnya.

(b) Semua petugas kesehatan saat melaksanakan tugas, menggunakan


baju kerja dan tidak menggunakan baju kerja yang dipakai dari
rumah maupun saat kembali kerumah (dianjurkan baju kerja ganti di

85
fasilitas kesehatan).
(c) Dilakukan pemeriksaan berkala terhadap semua petugas kesehatan
terutama pada area risiko tinggi (misalnya: ruang TB, ruang VCT,
dll) yang dapat terpapar penyakit menular infeksi sehingga perlu
diberikan immunisasi sesuai risiko paparan kinerja petugas yang
dihadapi dan hasil konsultasi professional kesehatan misalnya
immunisasi Hepatitis B.
(d) Tersedia kebijakan penatalaksanaan akibat tusukan jarum/benda
tajam bekas pakai pasien:
 Alur pelaporan kejadian.

 Prosedur pemeriksaan dan pencegahan imunisasi.

 Tersedia obat dan tim kesehatan yang ditunjuk.

 Sistem pendokumentasian.

(e) Tata laksana paska pajanan sebagai berikut :

 Jangan panik.

 Bersihkan area luka dengan air mengalir tanpa melakukan


pemijatan untuk mengeluarkan darah (biarkan darah keluar
secara pasif) kemudian cuci dengan sabun dan air mengalir.
 Bila percikan mengenai mulut segera ludahkan dan kumur
kumur dengan air bersih berulang kali.
 Bila terpercik mengenai mata maka cuci mata dengan air
mengalir (irigasi) dengan posisi kepala miring kearah area mata
yang terkena percikan.
 Bila terkena hidung segera hembuskan keluar dan bersihkan
dengan air mengalir.
 Laporkan pada atasan langsung untuk proses tindak lanjut
sesuai ketentuan yang berlaku.
(f) Tersedia sistem atau skema pembiayaan yang disediakan oelh FKTP
bagi petugas kesehatan yang memerlukan perawatan kesehatan.

86
Gambar 35. Contoh PPP pada pajanan HIV

87
2. KEWASPADAAN TRANSMISI
Kewaspadaan transmisi merupakan lapis kedua dari kewaspadaan standar, yaitu
tindakan pencegahan atau pengendalian infeksi yang dilakukan baik yang belum
atau yang sudah terdiagnosa penyakit infeksinya. Kewaspadaan ini diterapkan
untuk mencegah dan memutus rantai penularan penyakit lewat kontak, droplet,
dan udara, Transmisi penyakit infeksi dapat terjadi melalui satu cara atau lebih.

a) Kewaspadaan Transmisi Kontak


(1) Pengertian: tindakan kewaspadaan yang dirancang untuk mencegah
terjadinya infeksi yang ditularkan melalui kontak langsung (menyentuh
kulit, lesi, sekresi atau cairan tubuh yang terineksi) atau kontak tidak
langsung (melalui tangan petugas atau orang lain saat menyentuh
peralatan, air, makanan atau sarana lain). Penyakit yang dapat ditularkan
melalui transmisi kontak antara lain HIV/AIDS, Hepatitis B, Diiare,
Scabies, dll.
(2) Tujuan: untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab
infeksi, yang terjadi melalui transmisi kontak.
(3) Prinsip:

 Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar


yang telah ditetapkan.
 Tidak menyentuh atau menghindari memegang sesuatu secara
langsung tanpa memperhatikan prinsip dan kriteria atau SOP
penggunaan APD (lihat pembahasan APD).
 Untuk mengurangi kemungkinan terjadinya kontak langsung dan tidak
langsung yang semestinya tidak perlu terjadi, tempatkan pasien sesuai
kategori penyakitnya (isolasi atau cohorting).
 Jika tidak memungkinkan penyediaan ruang isolasi yang cukup maka
dilakukan pengelompokan (lebih dari satu orang dalam ruangan yang
sama dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama atau kohort
sistem) dengan menempatkan pasien dengan jarak ≥ 1 meter antar
tempat tidur, pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.
 Segera lakukan pembersihan setiap menemukan sumber penularan

88
(alat bekas pakai, makanan, minuman, darah, sekresi, cairan tubuh,
kotoran, dll.
 Jika terjadi wabah, pehatikan petujuk, aturan, pedoman atau ketetapan
berkaitan dengan penanggunalangan wabah yang dikeluarkan
pemerintah atau gugus tugas yang ditetapkan.

(4) Prosedur PPI:

(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan


pasien dan lingkungan sekitar pasien atau sesuai dengan lima
momen kebersihan tangan dengan menggunakan sabun dan air dan
cairan handrub berbasis alkohol.
(b) Jika diperlukan minta pasien atau pengguna layanan melakukan
kebersihan tangan sebelum dilayani atau mendapatkan pelayanan.
(c) Batasi orang yang berada didalam kamar dan hindari kontaminasi
penggunan peralatan, jika memungkinkan satu peralatan satu pasien,
dan dilakukan disinfeksi terlebih dahulu sebelum dipakai pasien
yang lain.
(d) Kenakan celemek plastik sekali pakai saat memberikan perawatan
langsung kepada pengguna layanan. Lepaskan tanpa menyentuh
area yang terkontaminasi. Buang limbah klinis sesuai prosedur yang
telah ditetapkan.
(e) Kenakan sarung tangan sekali pakai saat memberikan perawatan
langsung kepada pengguna layanan. Hapus tanpa menyentuh area
yang terkontaminasi. Buang sebagai limbah klinis.
(f) Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering
serta didekontaminasi antara setiap penggunaan peralatan pasien,
(g) Pada kondisi wabah atau outbreak terapkan jaga jarak (fisical
distancing) baik antara petugas dengan pasien maupun diantara
pengguna layanan.

(5) Penggunaan Kamar Isolasi

Pengguna layanan pada tindakan pencegahan kontak untuk organisme


seperti Norovirus harus ditempatkan di kamar tersendiri. (APIC, 2013).

89
Jika terjadi wabah, jika tidak memungkinkan dapat dilakukan
mengelompokkan lebih dari satu orang dalam ruangan yang sama dengan
jenis penyakit atau bakteri yang sama (kohort sistem). Bila cohorting
maka tempatkan pasien dengan jarak ≥ 1 meter antar Tempat Tidur,
pastikan pintu selalu tertutup setiap saat.

(6) Tindakan Pencegahan

(a) Pasien dengan penularan melalui kontak ditempatkan dalam ruangan


tersendiri, jika tidak memungkinkan dapat dilakukan
mengelompokkan lebih dari satu orang dalam ruangan yang sama
dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama (kohort sistem) dengan
jarak ≥ 1 meter antar tempat tidur, pastikan pintu selalu tertutup
setiap saat.

(b) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan


pasien dan lingkungan sekitar pasien dengan menggunakan sabun dan
air dan cairan handrub berbasis alkohol.

(c) Batasi orang yang berada didalam kamar dan hindari kontaminasi
penggunan peralatan, jika memungkinkan satu peralatan satu pasien,
dan dilakukan disinfeksi terlebih dahulu sebelum dipakai pasien yang
lain.
(d) Gunakan APD sesuai indikasi:

 Kenakan gaun/apron/celemek plastik sesuai indikasi.

 Gunakan sarung tangan jika akan terpapar darah, cairan


tubuh, sekresi atau eksresi saat memberikan pelayanan dan
segera lepaskan tanpa menyentuh area yang terkontaminasi,
selanjutnya buang sebagai limbah klinis.
(e) Peralatan perawatan pasien harus dijaga agar tetap bersih dan kering
serta didekontaminasi antara setiap penggunaan peralatan pasien.

90
b) Kewaspadaan Transmisi Droplet

(1) Pengertian : adalah tindakan kewaspadaan untuk menghindari penularan


penyakit infeksi melalui droplet (sekresi yang dikeluarkan melalu saluran
pernapasan) selama batuk, bersin atau berbicara. Karena sifatnya droplet
maka biasanya tidak akan terpercik jauh, tidak melayang diudara namun
akan jatuh pada suatu permukaan benda. Berbagai studi menunjukkan
bahwa mukosa hidung, konjungtiva dan mulut, merupakan portal masuk
yang rentan untuk virus pernapasan (CDC dan Hall et al, 1981). Penyakit
infeksi yang dapat ditularkan melalui droplet antara lain Influenza, ISPA,
SARS (Covid-19, dll), Pertusis, dll.
(2) Tujuan: untuk memutus mata rantai penularan mikroorganisme penyebab
infeksi, yang mungkin terjadi melalui transmisi droplet.
(3) Prinsip Kewaspadaan Droplet

(a) Pastikan semua petugas mematuhi prosedur kewaspadaan standar


yang telah ditetapkan saat akan memberikan pelayanan.
(b) Petugas tidak memberikan pelayanan saat sedang sakit (batuk, flu,
dll) atau perhatikan prinsip dan kriteria atau SOP penggunaan APD
(lihat pembahasan APD).
(c) Pasien dengan penularan melalui kontak ditempatkan dalam
ruangan tersendiri, jika tidak memungkinkan dapat dilakukan
mengelompokkan lebih dari satu orang dalam ruangan yang sama
dengan jenis penyakit atau bakteri yang sama (kohort sistem)
dengan jarak ≥ 1 meter antar Tempat Tidur, pastikan pintu selalu
tertutup setiap saat.
(d) Pasien, pengunjung, keluarga dan petugas kesehatan harus dididik
tentang tindakan pencegahan yang digunakan, durasi tindakan
pencegahan, serta pencegahan penularan penyakit pada orang lain
dengan fokus khusus pada kebersihan tangan dan etika pernapasan.

(4) Prosedur PPI :

(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan


pasien dan lingkungan sekitar pasien dengan menggunakan sabun

91
dan air dan cairan handrub berbasis alkohol.
(b) Gunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai jenis paparan dan
indikasi:

 Gunakan masker bedah dan yakin penggunaannya tertutup


rapat (fit test), lepaskan tanpa menyentuh area yang
terkontaminasi setelah keluar dari kamar perawatan atau
pelayanan, buang ke limbah infeksius dan segera lakukan
kebersihan tangan dengan air dan sabun.
 Pertimbangkan untuk menggunakan masker N95 pada
tindakan yang menghasilkan aerosol pada pasien dengan
gangguan Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA),
misalnya pada tindakan Intubasi, Bronchoscopy, Nebulizer,
dll.
(c) Lakukan penilaian risiko paparan dan gunakan APD sesuai indikasi
paparan seperti yang dipersyaratkan dalam tindakan pencegahan
standar.

c) Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne)

(1) Pengertian: adalah tindakan pencegahan yang dirancang untuk mencegah


penyebaran infeksi yang ditularkan melalui udara dengan menghirup atau
mengeluarkan mikroorganisme dari saluran napas. Secara teroritis partikel
yang mengandung berukuran < 5 µm dikeluarkan dari saluran pernapasan
dan dapat tetap melayang di udara untuk beberapa waktu. Sumber
penularan juga dapat dihasilkan dari tindakan yang menghasilkan aerosol,
pengisapan cairan, induksi dahak atau endoskopi.
Penyakit infeksi yang bisa ditularkan melalu udara antara lian TB, virus
(Afian flu, Corona virus, SARS, Varicella zoster dan Campak, dll).
(2) Tujuan: untuk mencegah penularan infeksi akibat penularan
mikroorganisme sebagai partikel yang beradar di udara, yang dapat
bertahan lebih lama serta dapat melayang keluar area dengan jarak lebih
jauh yang memungkin terhirup atau mencemari jaringan dan selaput lendir
bagi yang terpapar.
92
(3) Sarana: untuk ruang perawatan diperlukan ruangan isolasi dengan
ventilasi tekanan negatif untuk kondisi penularan infeksi yang
ditransmisikan melalui rute udara serta ketersediaan APD yang memenuhi
syarat kualitas maupun kuantitas.

(4) Prosedur:

(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan


pasien dan lingkungan sekitar pasien dengan menggunakan sabun
dan air dan cairan handrub berbasis alkohol.
(b) Gunanakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai indikasi :

 Gunakan bedah atau masker N95 (respiratorik) dan yakinkan


penggunaannya tertutup rapat (fit test) serta Lepaskan tanpa
menyentuh area yang terkontaminasi setelah keluar dari kamar.
 Gunakan kacamata/pelindung wajah (face shiled) sesuai jenis
risiko paparan droplet (percikan).
 Gunakan gaun jika akan terjadi risiko paparan kontaminasi pada
tubuh atau pakaian petugas.
 Gunakan sarung tangan jika akan terjadi kontaminasi pada
tangan.

(c) Ruangan dengan ventilasi tekanan negatif, jika tidak memungkinkan


dapat menggunakan ventilasi tekanan mekanik atau ventilasi natural
dan pintu harus selalu tertutup.
(d) Lakukan penilaian risiko paparan dan gunakan APD sesuai indikasi
paparan seperti yang dipersyaratkan dalam tindakan pencegahan
standar.
(e) Perlu edukasi oleh petugas kepada pendamping keluarga agar
menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi
untuk mencegah penyebaran infeksi kepada mereka sendiri ataupun
kepada pasien lain. Kewaspadaan yang dijalankan seperti yang
dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung tangan.
(f) Upaya Pencegahan infeksi saat pemulangan pasien (edukasi pada
keluarga:

93
 Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai batas
waktu masa penularan.
 Bila dipulangkan sebelum masa isolasi berakhir, pasien yang
dicurigai terkena penyakit menular melalui udara / airborne
harus diisolasi di dalam rumah selama pasien tersebut
mengalami gejala sampai batas waktu penularan atau sampai
diagnosis alternatif dibuat atau hasil uji diagnosa menunjukkan
bahwa pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut.
 Edukasi Keluarga harus diajarkan cara menjaga kebersihan diri,
pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
 Pembersihan dan disinfeksi ruangan yang benar perlu dilakukan
setelah pemulangan pasien.
(5) Ringkasan Kewaspadaan Transmisi : Lihat tabel 14 dan 15 pada
lampiran.

B. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DENGAN


PENERAPAN BUNDLE DAN STANDAR PPI LAINNYA DI FKTP
Bundles merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan
perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila dilakukan secara kolektif dan
konsisten (Permenkes 27, 2017). Menurut Camporota, 2011 dan beberapa
penelitian lain, penerapan Bundle dapat menurunkan angka HAIs, kematian, biaya
perawatan dan lama hari rawat jika dilaksanakan dengan konsisten. Penerapan
Bundle ini harus didukung oleh kompetensi petugas pelayanan kesehatan baik
pengetahuan, sikap dan keterampilannya (Sadli, 2017). Pembahasan tentang
penerapan Bundle hanya difokuskan tindakan atau pelayanan yang tersedia atau
sering dilakukan di FKTP meliput :

 Bundle HAIs : CAUTI/ISK, Infeksi aliran darah akibat pemasangan perifer


Line (PLABSI), Infeksi Daerah Operasi (IDO).

 PPI pada penggunaan peralatan peralatan kesehatan lainnya seperti


penggunaan alat bantu pernapasan, terapi inhalasi, penggunaan infus,
penggunaan kateter urine dan perawatan luka.

94
1. Penerapan Bundle HAIs, sbb:

a) Bundle Chateter Associated Urinary Tract Infections (CAUTI) atau


Infeksi Saluran Kemih (ISK).
(1) Pengertian: Infeksi Saluran Kemih (ISK) atau CAUTI adalah infeksi
terkait pemasangan urine menetap yang terjadi pada sistim saluran
kemih setelah pemasangan kateter urine > 2 (dua) hari.
(2) Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi saluran kemih atau
komplikasi lain pada pasien yang terpasang urine kateter menetap.
(3) Kriteria ISK, pasien harus memenuhi 1, 2, dan 3 di bawah ini:

(a) Kateter urin menetap yang telah terpasang selama lebih dari 2 hari
berturut- turut di lokasi rawat inap pada tanggal kejadian.
(b) Terdapat setidaknya satu dari tanda atau gejala berikut:

 Demam (> 38,0 ° C)

 Nyeri tekan suprapubik

 Nyeri atau nyeri pada sudut kostovertebralis

 Urgensi kemih

 Frekuensi kencing

 Disuria

(c) Hasil kultur urin dengan tidak lebih dari dua spesies organisme
yang teridentifikasi, setidaknya salah satunya adalah bakteri ≥105
CFU / ml.

(4) Penerapan bundle ISK


(a) Bundle Insersi

i) Kaji kebutuhan: pemasangan kateter hanya jika betul- betul


diperlukan seperti pada retensi urine, obstruksi kemih, kandung
kemih neurogenik, pasca bedah urologi, untuk memonitor
output yang ketat Indikasi pemasangan kateter urine menetap,
bukan untuk kenyamanan petugas, jika memungkinkan pakai

95
kondom kateter untuk pasien laki-laki
ii) Pemasangan oleh petugas yang terlatih:

 Ukuran kateter sekecil mungkin dengan aliran adekuat


untuk mengurangi trauma urethra.
 Kembangkan balon dengan jumlah air yang
direkomendasikan pabrik.
 Setelah terpasang harus difiksasi untuk mencegah
pergerakan dan traksi urethra
iii) Kebersihan Tangan

 Sebelum mempersiapkan peralatan

 sebelum memakai sarung tangan saat insersi

 Setelah melepas sarung tangan Setelah insersi

 Setelah membereskan seluruh peralatan

iv) Tehnik steril

 Gunakan teknik aseptik saat pemasangan kateter, (sarung


tangan steril)
 Gunakan jeli pelicin anestetik steril “single use”.

(b) Bundle maintenans


i) Kebersihan Tangan: lakukan kebersihan tangan sebelum dan
sesudah memanipulasi kateter urine atau perangkatnya.
ii) Perawatan kateter, sbb:

 “Catheter-meatal junction” harus dibersihkan tiap hari


dengan sabun dan air bersih, tidak perlu dibalut.
 Tidak menggunakan antibiotik/antiseptik topikal karena
akan beresiko terjadi koloni patogen resisten (pseudomonas
spp).
 Pertahankan sistem aliran urine lancar, steril dan tertutup.

96
 Hubungan kateter dan pipa drainase tidak boleh terbuka
kecuali atas indikasi.
 Tidak dianjurkan melakukan irigasi buli-buli, kecuali bila
ada sumbatan bekuan darah, misalnya pasca “TUR” prostat
tetap pertahankan tehnik aseptik dan antiseptik, gunakan
spuit steril ukuran besar dan larutan saline steril. Bila
penyebab sumbatan berasal dari kateter, segera ganti
kateter.

iii) Pemeliharaan kateter

 Jangan ada bagian yang terlipat/”kinking”.

 Kantong urin harus dikosongkan secara teratur dengan


penampung berbeda untuk setiap pasien.
 Pakailah sarung tangan bersih, jika memanipulasi kateter
atau pengosongan urine bag.
 Urine bag harus selalu lebih rendah dari kandung kemih dan
tidak boleh menyentuh lantai atau roda tempat tidur
 Bersihkan daerah genital dan kateter dengan menggunakan
sabun dan dibilas dengan air mengalir/shower.
 Jangan gunakan antibiotik/antiseptik topikal untuk
mencegah resistensi antibiotika dan tidak boleh dibalut
untuk mencegah kolonisasi.
 Penggantian Kateter, hanya bila terjadi infeksi ,tidak ada
jadwal rutin penggantian kateter urine.
 Fiksasi kateter untuk mencegah gerakan dan trauma pada
meatus.

 Letakan urine bag lebih rendah dari kandung kemih dan


buang urine setiap 8 jam atau jika penuh.
 Tidak meletakan urine bag di lantai.

 Periksa slang urine sesering mungkin jangan sampai terlipat


(kingking).

97
 Menjaga sistim drainase agar tidak tertutup.

 Gunakan penampung urine untuk satu pasien satu alat

 Gunakan tehnik aseptik untuk mendapatkan spesimen

 Pemeriksaan mikrobiologi, tidak dilakukan secara rutin,


kecuali ada indikasi
iv) Kaji Indikasi pemasangan kateter urine menetap, dan segera
lepas jika tidak dibutuhkan lagi atau tidak ada Indikasi.

b) Bundles PLABSI (Peripheral Line Associated Blood Stream Infection)

(1) Pengertian: PLABSI adalah infeksi yang terjadi pada sistem aliran
darah, dimana tidak ada infeksi di daerah lain, setelah dua hari
kalender pemasangan Peripheral Vena Line.
(2) Tujuan: untuk mencegah terjadinya infeksi aliran darah pada pasien
yang terpasang Pheriperal Vena Line
(3) Kriteria penetapan PLABSI, sbb:

(a) Pasien dengan bakteri patogen yang diidentifikasi dari 1 atau


lebih spesimen kultur darah yang dilakukan untuk tujuan
diagnosis klinis atau pengobatan dan organisme yang
teridentifikasi dalam darah tidak terkait dengan infeksi di tempat
lain.
(b) Pasien memiliki setidaknya 1 dari tanda atau gejala berikut:
demam (> 38.0° C), menggigil, atau hipotensi dan organisme
yang diidentifikasi dari darah tidak terkait dengan infeksi di
tempat lain dan komensal umum yang sama diidentifikasi dari
dua atau lebih spesimen darah yang diambil kultur pada tempat
yang berbeda untuk tujuan diagnosis atau pengobatan klinis.
(4) Penerapan Bundle PLABSI

(a) Bundle inserdi

 Kebersihan tangan: lakukan kebersihan tangan sebelum dan


sesudah insersi, perawatan, dan melepaskan kateter intra
vena perifer.
98
 Gunakan APD sesuai indikasi dan tehnik aseptik.

 Sebelum melakukan insersi pada area pemasangan intra


vena kateter maka lakukan antisepsis area insersi dan
pasang konektor (sambungan IV kateter) tampa jarum.
 Pemilihan area /lokasi insersi dilakukan dengan
mempertimbangkan resiko paling rendah akibat dari
pemasangan IV kateter.
 Lakukan penutupan area insersi intra vena kateter
menggunakan kasa atau penutup transparan steril (dressing
steril).
 Perhatikan penggunaan slang kateter yang elastis sehingga
dapat terlipat dengan baik dan tidak mudah terlipat dan
rusak (kingking).
 Pastikan perangkat infus (administrasi set) dalam kondisi
tertutup tertutup dan diberi label tanggal pemasangan.
(b) Bundle maintenans

 Lakukan kebersihan tangan setiap sebelum dan sesudah


melakukan perawatan atau memanipulasi kateter intra vena
perifer.

 Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan.

 Lakukan perawatan area insersi dengan tindakan asepsis.

 Kaji kebutuhan IV kateter setiap hari untuk memastikan


apakah IV kateter perifer masih diperlukan atau sudah
dapat dilakukan pelepasan segera jika tidak ada indikasi
lagi.
 Gunakan balutan steril (dressing steril) dengan pemasangan
yang aman dan nyaman buat pasien.
 Pastikan konektor dengan sistim tertutup.

 Pastikan perangkat infus (administrasi set) dalam kondisi


tertutup tertutup dan diberi label tanggal pemasangan.

99
 Penggantian administrasi set setiap 96 jam atau sesuai
standar yang ditetapkan.

c) PPI Pada Infeksi Daerah Operasi (IDO)


(1) Pengertian: IDO adalah infeksi pada daerah operasi atau organ atau
ruang yang terjadi dalam 30 hari pasca operasi atau dalam kurun 1
tahun apabila terdapat implant (Hidajat, 2012). Infeksi luka operasi
merupakan infeksi insisi ataupun organ/ruang yang terjadi dalam 30
hari setelah operasi atau dalam kurun 1 tahun apabila terdapat implant
yang melibatkan kulit dan jaringan lunak yang lebih dalam (Tietjen,
Bossemeyer & Noel, 2011).
(2) Tujuan: penatalaksanaan Infeksi daerah operasi (IDO) agar sesuai
dengan prinsif PPI untuk mencegah terjadinya infeksi.
(3) Kriteria: untuk menentukan jenis IDO menurut National Nosocomial
Infection Surveilance (NNIS), sbb:
(a) Superficial Incision SSI (ITP Superfisial) merupakan infeksi yang
terjadi paska operasi dalam kurun waktu 30 hari dan infeksi
tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan subkutan pada tempat
insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu tanda sebagai
berikut :
 Gejala Infeksi: kemerahan, panas, bengkak, nyeri, fungsi
laesa terganggu (Septiari, 2012).
 Cairan purulent.

 Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan


superfisial.

(b) Deep Insicional SSI (ITP Dalam) merupakan infeksi yang terjadi
paska operasi dalam kurun waktu 30 hari paska jika tidak
menggunakan implan atau dalam kurun waktu 1 tahun jika terdapat
implan dan infeksi tersebut memang tampak berhubungan dengan
insisi dan melibatkan jaringan yang

100
lebih dalam misalnya jaringan otot atau fasia pada tempat insisi
dengan setidaknya terdapat salah satu tanda berikut :
 Keluar cairan purulen dari tempat insisi.

 Dehidensi dari fasia atau dibuka oleh ahli bedah karena ada
tanda inflamasi.
 Ditemukannya adanya abses pada preoperasi dan
radiologis.

 Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter yang


merawat.

(c) Organ/Space SSI merupakan infeksi yang terjadi pasca operasi


dalam kurun waktu 30 hari atau 1 tahun dengan penggunaan
implant yang melibatkan suatu bagian anotomi tertentu contoh
organ atau ruang pada tempat insisi yang dibuka atau 14
dimanipulasi pada saat operasi dengan setidaknya terdapat salah
satu tanda berikut :
 Keluar cairan purulen dari drain organ dalam.

 Didapat isolasi bakteri dari organ dalam.

 Ditemukan abses.

 Dinyatakan infeksi oleh ahli bedah atau dokter.


(4) Penerapan PPI pada IDO

(a) Langkah-langkah pencegahan pra-operasi

 Pasien yang akan menjalani pembedahan disarankan untuk


mandi sebelum tindakan operasi maka disarankan bagi pasien
yang akan menjalani pembedahan untuk melakukan mandi
sebelum operasi setidaknya 1 kali dengan menggunakan sabun
(sabun antimikroba atau non-antimikroba).
 Pencukuran rambut harus dihindari kecuali jika rambut dapat
mengganggu prosedur operasi dan penggunaan pisau cukur
harus dihindari dan sebaliknya gunakan Surgical Electrical
Clipper.
101
 Pembersihan usus pasien dengan persiapan puasa dan
pemberian pencahar lambung (jika diperlukan).
 Petugas tidak menggunakan assesoris di tangan (cincin, jam
tangan, gelang, cat kuku atau berkuku panjang).
 Sebelum tindakan pembedahan harus melakukan kebersihan
tangan (cuci tangan pembedahan) menggunakan sabun anti
septik.
 Alat pelindung diri (APD) (sarung tangan, baju, masker, kaca
mata pelindung) tersedia dan harus dikenakan sesuai dengan
pedoman fasilitas dan Semua baju bedah yang dapat dipakai
kembali harus dicuci sesuai standar pengelolaan linen di
fasilitas pelayanan kesehatan.
 Profilaksis pembedahan maka pemberian antimikroba
profilaksis hanya boleh dilakukan jika memang
diindikasikan.dan diberikan 1 jam sebelum insisi.
 Dianjurkan untuk mempertahankan kadar glukosa darah antara
140-200 mg/dL (7,8-11,1 mmol/L) pada pasien yang menderita
maupun tidak menderita diabetes yang hendak menjalani
pembedahan.
 Batasi jumlah orang di dalam ruang OK (kamar Tindakan)
untuk memastikan ketersediaan ruang yang memadai untuk
menjalankan prosedur Tindakan secara aman.

(b) Langkah pencegahan intra operasi

 Antiseptik permukaan kulit dilakukan dengan menggunakan


Alkohol 70

%/iodine tincture 2 % atau clorhexidine 2-4 %. Manfaat iodin


atau clorheksidin dan larutan alkohol adalah untuk
memperpanjang aktivitas bakterisidal.
 Lingkungan area operasi (OK): tekanan positif, sirkulasi uadara
15 kali/jam, temperatur 19 – 24’C dengan kelembaban 40 – 60
% dan dibersihkan setiap selesai tindakan dan secara periodik

102
(jika tidak memungkinkan maka kendalikan lingkungan tempat
akan dilakukan tindakan dibuat sedemikian rupa untuk
mencengah kontaminasi lingkungan terhadap resiko infeksi ).
 Pertahankan suhu tubuh pasien normothermia perioperasi
dengan menggunakan alat penghangat jika diperlukan.
 Hindari penggunaan agen antimikroba untuk mengirigasi luka
insisi sebelum penutupan untuk menekan risiko IDO karena
Tidak terdapat cukup bukti untuk menganjurkan penggunaan
atau tidak menggunakan irigasi larutan garam steril atau anti
septik terhadap luka insisi sebelum penutupan untuk tujuan
pencegahan IDO.
 Jangan mengaplikasikan bubuk vankomisin( anti mikroba) ke
daerah sayatan pembedahan untuk mencegah infeksi daerah
operasi.
 Gunakan baju bedah, drape (linen operasi) yang bersih atau dan
steril.

 Peralatan dipergunakan sesuai dengan kriteria alat kritikal,


semi kritikal atau non kritikal.

(c) Manajemen luka paska-operasi

 Lakukan teknik aseptik saat melakukan pemasangan dressing


dan penatalaksanaan luka.
 Tidak menggunakan topikal antimikorbial untuk perawatan
luka.

 Melepaskan dressing (penutup luka) lebih awal (< 48 jam)


untuk mempercepat proses oksigenisasi untuk penyembuhan
luka, jika diperlukan gunakan dressing yang tipis
 Pilih dressing (penutup luka) berdasarkan kebutuhan pasien da
kondisi luka, misalnya tingkat eksudat, kedalaman luka,
kebutuhan akan kenyamanan, efikasi antimikroba,
pengendalian bau, kemudahan melepaskan, keselamatan dan
kenyamanan pasien.

103
2. PPI pada penggunaan peralatan peralatan kesehatan

a) PPI Pada Penggunaan Alat Bantu Pernapasan (Oksigen Nasal)

(1) Pengertian: Pemberian oksigen secara kontinyu menggunakan slang


oksigen dengan kecepatan aliran 1–6 liter/menit serta konsentrasi 21–
44%, dengan cara memasukkan selang yang terbuat dari plastik ke
dalam hidung dan mengaitkannya di belakang telinga
(2) Tujuan: mengelola pemberian asupan tambahan oksigen melalui
hidung dengan alat bantu kanula yang diberikan pada pasien yang
bernapas spontan dengan sesak atau tidak sesak agar sesuai dengan
prinsif PPI.
(3) Sarana dan pesiapan:

 Tabung oksigen lengkap dengan flowmeter dan humidifier

 Nasal kateter, kanula atau masker oksigen

 Vaselin/lubrikan atau pelumas (jelly)

Gambar 36. Nasal canule/kateter dan tabung Oksigen

(4) Prosedur PPI pada therapy oksigen nasal

(a) Lakukan kebersihan tangan sebelum mempersiapkan peralatan dan


melaksanakan prosedur pemberian oksigen nasal.

(b) Pastikan slang oksigen satu pasien untuk satu slang oksigen,
flowmeter dan humidifier harus dalam kondisi bersih dan kosong.
(c) Hidupkan tabung oksigen dan atur posisi semifowler atau posisi
yang telah disesuaikan dengan kondisi pasien berikan oksigen
melalui kanula atau masker dengan aliran oksigen sesuaikan
104
dengan kondisi pasien, hindari risiko iritasi pada selaput mukosa
hidung.
(d) Pastikan slang oksigen tidak terkontaminasi dengan lingkungan
benda infeksius sebelum dipakai oleh pasien karena akan terjadi
risiko infeksi saluran pernapasan.
(e) Slang oksigen/oksigen mask yang yang tidak terpakai, dan jika
akan dipergunakan lagi lakukan disinfeksi keringkan dan simpan/
bungkus dalam tempat bersih dan kering untuk dipergunakan oleh
pasien yang sama.
(f) Slang oksigen/oksigen mask adalah single use, namun pada kondisi
tertentu dapat dilakukan dekontaminasi sesuai peralatan
semikritikal yang ditetapkan
(g) Slang oksigen/oksigen mask yang sudah tidak terpakai lagi buang
ke limbah infeksius (sebaiknya dirusak terlebih dahulu sebelum
dibuang).
(h) Pastikan slang oksigen/oksigen mask yang sudah tidak
dipergunakan lagi tidak berada atau tergantung pada flow meter
oksigen (segera dilepas)
(i) Pastikan tabung humidifier segera dibersihkan setelah dipakai oleh
pasien dan selalu dalam kondisi kosong dan bersih sebelum
dipergunakan oleh pasien lain.

b) PPI Pada Terapi Inhalasi (Nebulizer)

(1) Pengertian: terapi inhalasi adalah pemberian obat yang dilakukan


secara hirup/inhalasi dalam bentuk aerosol ke dalam saluran napas
dengan alat nebulizer yang berfungsi mengubah obat yang berbentuk
larutan menjadi aerosol sehingga dapat dihirup penderita dengan
menggunakan mouthpiece atau masker. Dengan nebulizer dapat
dihasilkan partikel aerosol berukuran antara 2- 5 µ.
(2) Tujuan: mencegah terjadinya transmisi penularan penyakit melalui
tatalaksana pemberian terapi Inhalasi yang substandar dan tidak sesuai
prinsip PPI.

105
(3) Sarana atau peralatan: berupa alat nebulizer yang terdiri dari
beberapa bagian yang terpisah yang terdiri dari generator aerosol, alat
bantu inhalasi (kanul nasal, masker, mouthpiece) dan cup (tempat obat
cair).

Gambar 37 Peralatan Nebulizer

(4) PPI pada penggunaan nebulizer

(a) Pastikan peralatan nebulizer dalam kondisi siap pakai dan bersih
dan dilakukan test kelayakan penggunaan.
(b) Lakukan kebersihan tangan sebelum menyiapkan /menyentuh
peralatan dan pasien dan petugas menggunakan masker jika
diperlukan.
(c) Penggunaan alat, sbb :

 Slang oksigen dan masker dan nebulizer kit adalah alat


kesehatan sekali pakai kecuali dipakai oleh orang yang sama.
 jika tidak memungkinkan untuk peralatan sekali pakai dan
akan dipergunakan ulang maka lakukan dekontaminasi dengan
pembersihan dan perendaman cairan ezymatik 0,8 % atau
detergent selama 10-15 menit keringkan kemudian bungkus
dengan plastic transparan simpan di tempat kering dan
106
tertutup dan swab alkohol 70 % sebelum dipakai oleh pasien.
 Gunakan mouth piece atau masker tersendiri untuk satu pasien
satu jika tidak memungkinkan maka lakukan pembersihan
setiap selesai dipakai dekontaminasi dengan cairan disinfektan
0.5 %/detergent atau alcohol 70 %.
 Semua peralatan yang sudah dibersihkan disimpat di tempat
yang kering, bersih dan tidak menempatkan di lantai atau
permukaan yang kotor
(d) Penggunakan cairan dan obat campuran sekali pakai, buang
setelah selesai dipergunakan dan jika berbagi untuk pasien yang
berbeda maka lakukan tehnik aseptik dengan waktu yang sama
(tidak menyimpan sisa obat dan cairan sisa kecuali
direkomendasikan pabrik)
(e) Semua limbah yang dihasilkan setelah pemakaian dianggap
sebagai limbah infeksius.
c) PPI Pada Penggunaan Kateter Intravena (Infus)
(1) Pengertian Infus cairan intravena adalah pemberian sejumlah cairan
kedalam tubuh melalui sebuah jarum kedalam pembuluh vena untuk
menggantikan kehilangan cairan atau zat-zat makanan dari tubuh atau
memberikan terapi melalui cairan infus yang diberikan secara langsung
ke dalam pembuluh darah.
(2) Tujuan: mencegah terjadinya transmisi penularan penyakit melalui
penngunaan kateter intravena yang tidak sesuai prinsip PPI.
(3) Prosedur PPI pada penggunaan infus

(a) PPI pada pemasangan Infus, sbb:

i) Petugas mematuhi terhadap tehnik aseptic dan kebersihan


tangan yang tepat dan benar.
ii) Gunakan troly tindakan sebagai tempat peralatan yang akan
digunakan (bak instrument bersih yang telah di swab alcohol 70
% untuk menempatkan peralatan steril dan bengkok untuk
menempatkan sampah hasil kegiatan).

107
Gambar 38. Troli Tindakan dan pemasangan infus (IV line)
iii) Lakukan kebersihan tangan untuk mengurangi mikrooragnisme
pada tangan petugas sebelum memegang peralatan invasive
yang akan digunakan, sbb:
 Sebelum melakukan prosedur invasif, misalnya
pemasangan kanula perifer.
 Sebelum kontak dengan bagian manapun dari sistem IV
selama perawatan kateter.
iv) Gunakan sarung tangan bersih saat melakukan pemasangan dan
perawatan infus dan hindari kontaminasi dengan lingkungan
misalnya memegan tempat tidur, meja, dll.

v) Lakukan disinfeksi permukaan kulit dengan alcohol 70 % atau


chlorhexidine 2 % pada neonates chlorxidine 0,5 % (jika pasien
alergi alcohol 70 %) dan tunggu mengering sebelum dilakukan
insersi.
vi) Pemasangan Infus dilakukan dengan tehnik tidak menyentuh
area insersi ketika menganti kolf infus atau memasang
sambungan (hub) atau port infus, jika tersentuh lakukan
disinfeksi dengan swab alcohol 70 %.
vii) Tutup area insersi dengan transparan dressing atau kasa steril
dan lakukan fixasi dengan baik.
viii) Tidak melakukan penusukan pada plastic kolf infus
sebagai cara memasukan obat.
ix) Perangkat infus harus digantung dengan aman ditempat yang
bersih dan hindari pemindahan yang akan membawa mikroba
oragnisme dari kulit ke dalam aliran darah misalnya : infus

108
diletakan di tempat tidur atau di meja,

(b) PPI pada Pemeliharaan kateter Infus

(i) Dekontaminasi semua permukaan area insersi saat akan


mengakses atau menyetuh peralatan infus
(ii) Gunakan penutup area insersi dengan transparan dressing dan
diganti setiap 7 hari jika tidak memungkinkan gunakan kassa
steril yang dilakukan dressing care setiap hari jika kotor atau
terlepas.
(iii)Pertimbangkan penngunaan kasa steril yang ditutup dengan
transparent dressing pada pasien yang berkeringat banyak atau
terjadi perdarahan pada area insersi dan lakukan penggantian
setiap 24 jam atau lebih cepat jika kotor atau terlepas.
(iv)Setiap akan mengakses (membuka atau menutup) sambungan
infus (hub) maka lakukan disinfeksi dengan alcohol 70 %.
(v) Profilaksis anti mikroba tidak boleh digunakan secara rutim
untuk mencegah infeksi.

(c) PPI Pada Pelepasan Kateter Infus

(i) Secara umum admisitrasi set infus yang digunakan secara terus
menerus diganti 3 – 7 Hari kecuali terlepas atau ditemukan
tanda tanda infeksi
(ii) Perangkat adminsitrasi untuk darah (transfuse set) dan
komponen darah harus diganti setiap 24 jam keculi ditemukan
tanda tanda bekuan yang tidak jalan
(iii)Perangkat administrasi set untuk infus nutrisi perentral harus
diganti setiap 24 jam dan jika penggunaannya hanya
mengandung glukosa (dextrose) secara terus menerus maka
tidak perlu diganti lebih sering dari 72 jam.
(iv)Dengan tetap mempertahankan abbocath (alat insersi) dalam
kondisi baik dan bersihkan dengan alcohol di sekitar area
insersi.
(v) Dokumentasi hasil pengamatan pemasangan infus.

109
d) PPI Pada Perawatan Luka

(1) Pengertian: perawatan luka adalah suatu tehnik aseptik yang


bertujuan membersihkan luka dari debris untuk mempercepat proses
penyembuhan luka
(2) Tujuan: adalah untuk menghentikan perdarahan, mencegah infeksi,
menilai kerusakan yang terjadi pada struktur yang terkena dan untuk
menyembuhkan luka.
(3) Prinsip Perawatan Luka

(a) Jangan pernah menutup luka yang terinfeksi, luka yang


terkontaminasi dan luka bersih yang berumur lebih dari enam
jam.
(b) Lakukan perawatan luka terkontaminasi kemudian tutup 48 jam

(c) Tindakan pencegahan infeksi pada luka, perhatikan, sbb:

 Biarkan terjadi oksigenisasi dan terjadi sirkulasi darah


sesegera mungkin setelah Cedera pada area luka.
 Menghangatkan korban dan pada kesempatan
paling awal memberikan energi tinggi nutrisi dan
pereda nyeri.
 Jangan gunakan tournique.

 Luka yang lebih dari 12 jam (luka ini biasanya telah


terinfeksi).

 Luka tembus ke dalam jaringan (vulnus pungtum), harus


disayat/dilebarkan untuk membunuh bakteri anaerob.
 Lakukan pembersihan luka dan debridemen sesegera
mungkin (dalam 8 jam jika memungkinkan).
 Patuhi pelaksanaan pencegahan kewaspadaan transmisi
untuk menghidari penularan infeksi.
 Berikan antibiotik profilaksis kepada korban dengan luka
yang dalam dan lainnya sesuai indikasi. Penggunaan
antibiotik topikal dan mencuci luka dengan larutan antibiotik

110
tidak dianjurkan.
(4) PPI pada perawatan luka

(a) Lakukan teknik aseptik dan gunakan peralatan steril ketika


melakukan perawatan luka.

(b) Lakukan kebersihan tangan dan gunakan sarung tangan atau


APD lainnya sesuai indikasi, contoh: gunakan gaun jika akan
mencuci luka atau gunakan masker/pelindung wajah jika luka
berisiko terjadi cipratan ke muka.
(c) Lakukan tindakan perawatan luka dengan langkah, sbb :

 Untuk tehnik pembersihan luka lakukan pembersihan dari


bagian atas kebawah atau dari bagian tengah keluar.
 Pada luka yang terkontaminasi, bersihkan mulai dari daerah
perifer ke tengah (gerakan memutar untuk membersihkan
luka melingkar)
 Gunakan satu kapas usap/kasa untuk satu kali usapan, buang
setiap kapas/kasa ke dalam kantung plastik setelah
mengusap. Jangan menyentuh kantung plastik dengan
forsep.
 Bila ada sekret, bersihkan sekitarnya, mulai dari bagian
tengah mengarah keluar dengan gerakan melingkar dan hati
hati untuk tidak merusak granulasi yang baru tumbuh pada
area luka.
 Keringkan luka menggunakan kasa dengan gerakan yang
sama.

(d) Gunakan penutup luka (kasa) steril dan tipis dengan tujuan
terjadinya oksigenisasi luka dan ganti jika basah kotor atau lepas.
(e) Semua limbah yang dihasilkan dalam perawatan luka adalah
infeksius.

(5) Profilaksis tetanus

(a) Jika belum divaksinasi tetanus, beri ATS dan TT. Pemberian

111
ATS efektif bila diberikan sebelum 24 jam luka
(b) Jika telah mendapatkan vaksinasi tetanus, beri TT ulangan sesuai
jadwal.

(6) Menutup luka

(a) Jika luka terjadi kurang dari sehari dan telah dibersihkan dengan
seksama, luka dapat benar-benar ditutup/dijahit (penutupan luka
primer).
(b) Luka tidak boleh ditutup bila: telah lebih dari 24 jam, luka sangat
kotor atau terdapat benda asing, atau luka akibat gigitan binatang.
(c) Luka bernanah tidak boleh dijahit, tutup ringan menggunakan
kasa lembab.

(d) Luka yang tidak ditutup dengan penutupan primer, harus tetap
ditutup ringan dengan kasa lembab. Jika luka bersih dalam waktu
48 jam berikutnya, luka dapat benar-benar ditutup (penutupan
luka primer yang tertunda).
(e) Jika luka terinfeksi, tutup ringan luka dan biarkan sembuh
dengan sendirinya

C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA YANG BIJAK DAN RASIONAL


1. Pengertian: Pengendalian resistensi antimikroba/antibiotik melalui dua
kegiatan utama yaitu penerapan penggunaan antibiotik secara bijak dan
penerapan prinsip pencegahan penyebaran mikroba resisten melalui
kewaspadaan standar. Antimikroba memiliki pengertian yang lebih luas
mencakup antivirus, antibiotik, antiprotozoal, antelmintik, dll. Penggunaan
antibiotik secara bijak merupakan penggunaan antibiotik secara rasional
sesuai dengan penyebab infeksi, dengan rejimen dosis optimal, lama
pemberian optimal, efek samping minimal dan dengan mempertimbangkan
dampak muncul dan menyebarnya mikroba resisten.
Sebagai upaya untuk mengendalikan penggunaan antibiotik, perlu ditetapkan
Kebijakan Penggunaan Antibiotik di masing-masing FKTP dan disusun serta
diterapkan Panduan Penggunaan Antibiotik Profilaksis dan Terapi di tiap
112
FKTP dengan mengacu pada peraturan dan perundang undangan yang
berlaku. Penerapan program pengendalian resistensi antimikroba di fasilitas
pelayanan kesehatan secara rinci dapat merujuk pada Peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 8 Tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi
Antimikroba di Fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk itu, Kementerian
Kesehatan telah mengupayakan agar fasilitas pelayanan kesehatan termasuk
FKTP menerapkan pengendalian resistensi antimikroba.

2. Prinsip Penggunaan Antimikroba Yang Bijak, sbb:

a) Penggunaan antibiotik bijak yaitu penggunaan antibiotik dengan spektrum


sempit, pada indikasi yang ketat dengan dosis yang adekuat, interval dan
lama pemberian yang tepat.
b) Kebijakan penggunaan antimikroba ditandai dengan pembatasan
penggunaan antibiotik dan mengutamakan penggunaan antibiotik lini
pertama.
c) Pembatasan penggunaan antibiotik dapat dilakukan dengan menerapkan
panduan penggunaan antibiotik, penerapan penggunaan antibiotik secara
terbatas (restricted), dan penerapan kewenangan dalam penggunaan
antibiotik tertentu (reserved antibiotics).
d) Indikasi ketat penggunaan antibiotik dimulai dengan menegakkan diagnosis
penyakit infeksi, menggunakan informasi klinis dan hasil pemeriksaan
laboratorium seperti mikrobiologi, serologi, dan penunjang lainnya.
Antibiotik tidak diberikan pada penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
atau penyakit yang dapat sembuh sendiri (self- limited) contoh ISPA atau
diare nonspesifik.
e) Pemilihan jenis antimikroba harus berdasar pada, sbb:

(1) Informasi tentang spektrum kuman penyebab infeksi dan pola


kepekaan kuman terhadap antibiotik.
(2) Hasil pemeriksaan mikrobiologi atau perkiraan kuman penyebab
infeksi.

(3) Profil farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik.

(4) Melakukan de-eskalasi setelah mempertimbangkan hasil mikrobiologi

113
dan keadaan klinis pasien serta ketersediaan obat.
(5) Cost effective: obat dipilih atas dasar yang paling cost effective
dan aman.

3. Penggunaan Antimikroba Berdasarkan Keperluan.

a) Antibiotik Terapi

Pemberian antibiotik terapi meliputi antibiotik empiris dan antibiotik


definitif. Prinsip penggunaan antibiotik untuk Terapi Empiris dan
Definitif, sbb:
(1) Antibiotik Terapi Empiris

(a) Pengertian: penggunaan antibiotik untuk terapi empiris adalah


penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang belum diketahui
jenis bakteri penyebabnya.
(b) Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi empiris adalah eradikasi
atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang diduga menjadi
penyebab infeksi, sebelum diperoleh hasil pemeriksaan
mikrobiologi.
(c) Indikasi: ditemukan sindrom klinis yang mengarah pada
keterlibatan bakteri tertentu yang paling sering menjadi penyebab
infeksi
(d) Pemilihan jenis dan dosis antibiotikberdasarkan
pertimbangan, sbb :

(i) Data epidemiologi dan pola resistensi bakteri yang tersedia di


komunitas atau fasilitas pelayanan kesehatan setempat.
(ii) Kondisi klinis pasien.

(iii) Ketersediaan antibiotik.

(iv) Kemampuan antibiotik untuk menembus ke dalam


jaringan/organ yang terinfeksi.
(v) Untuk infeksi berat yang diduga disebabkan oleh polimikroba
dapat digunakan antibiotik kombinasi.
(vi) Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan

114
pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat
dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral.
(vii)Lama pemberian: antibiotik empiris diberikan untuk jangka
waktu 48- 72 jam. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi
berdasarkan data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta
data penunjang lainnya.

(2) Antibiotik untuk Terapi Definitif

(a) Pengertian: penggunaan antibiotik untuk terapi definitif adalah


penggunaan antibiotik pada kasus infeksi yang sudah diketahui
jenis bakteri penyebab dan pola resistensinya.
(b) Tujuan pemberian antibiotik untuk terapi definitif adalah eradikasi
atau penghambatan pertumbuhan bakteri yang menjadi penyebab
infeksi, berdasarkan hasil pemeriksaan mikrobiologi.
(c) Indikasi: sesuai dengan hasil mikrobiologi yang menjadi penyebab
infeksi.

(d) Dasar pemilihan jenis dan dosis antibiotik, sbb:

i) Efikasi klinik dan keamanan berdasarkan hasil uji klinik.

ii) Sensitivitas.

iii) Biaya.

iv) Kondisi klinis pasien.

v) Diutamakan antibiotik lini pertama/spektrum sempit.

vi) Ketersediaan antibiotik (sesuai formularium nasional sebagai


acuan FKTP dalam Menyusun formulariumnya).
vii) Sesuai dengan Panduan Praktek Klinis

viii) Paling kecil memunculkan risiko terjadi bakteri resisten.

ix) Pedoman penggunaan antibiotikyang berlaku.

(3) Rute pemberian: antibiotik oral seharusnya menjadi pilihan


pertama untuk terapi infeksi. Pada infeksi sedang sampai berat
dapat dipertimbangkan menggunakan antibiotik parenteral. Jika
115
kondisi pasien memungkinkan, pemberian antibiotik parenteral
harus segera diganti dengan antibiotik per oral.
(4) Lama pemberian antibiotik definitif berdasarkan pada efikasi
klinis untuk eradikasi bakteri sesuai diagnosis awal yang telah
dikonfirmasi. Selanjutnya harus dilakukan evaluasi berdasarkan
data mikrobiologis dan kondisi klinis pasien serta data penunjang
lain.

b) Antibiotik Profilaksis

Pemberian antibiotik profilaksis tindakan/bedah meliputi


antibiotikprofilaksis atas indikasi tindakan/bedah bersih dan bersih
terkontaminasi termasuk pula prosedur gigi. Antibiotik profilaksis
tindakan/bedah merupakan penggunaan antibiotik sebelum, selama dan
paling lama 24jam paska tindakan pada kasus yang secara klinis tidak
menunjukkan tanda infeksi dengan tujuan mencegah terjadinya Infeksi
Daerah Operasi (IDO).

Faktor risiko terkait IDO yang meliputi karakteristik luka, faktor host,
lokasi tindakan/bedah, kompleksitas tindakan dan tehnik
pembedahan/tindakan menjadi pertimbangan dalam pemberian
antibiotikprofilaksis. Adanya risiko alergi, anafilaksis, resistensi obat dan
efek samping obat perlu dipertimbangkan pula dalam pemberian
antibiotikprofilaksis.

Antibiotika yang dapat digunakan sebagai antibiotik profilaksis adalah


antibiotika untuk mencegah infeksi kuman gram positif dari kulit meliputi
antibiotik sefalosporin generasi pertama dan kedua diberikan dalam dosis
tunggal, 30-60 menit sebelum tindakan insisi.
4. Penerapan penggunaan antibiotik secara bijak di FKTP, dilakukan
melalui tahapan:

a) Meningkatkan pemahaman dan ketaatan tenaga kesehatan dalam


penggunaan antibiotik secara bijak.
b) Meningkatkan peranan pemangku kepentingan di bidang penanganan
penyakit infeksi dan penggunaan antibiotik.

116
c) Mengembangkan dan meningkatkan fungsi laboratorium yang berkaitan
dengan penanganan penyakit infeksi.
d) Meningkatkan pelayanan farmasi klinik dalam memantau penggunaan
antibiotik,

e) Meninkatkan penanganan kasus infeksi secara multidisplin dan terpadu.

f) Melaksanakan surveilans pada penggunaan antibiotik, serta melaporkan


secara berkala.
5. Penerapan pengendalian resistensi antimikroba di FKTP, sbb :

a) Menetapkan Kebijakan Penggunaan Antibiotik Panduan Penggunaan


Antibiotik Profilaksis dan Terapi
b) Implementasi penggunaan antibiotik secara rasional yang meliputi
antibiotik profilaksis dan antibiotikterapi
c) Monitoring, evaluasi dan pelaporan penggunaan antibiotik.

D. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN


1. Pengertian: adalah pendidikan dan pelatihan yang berkiatan dengan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) baik untuk tenaga dokter/medis
mauoun untuk perawat dan tenaga kesehatan lainnya yang diadakan oleh
Kementerian Kesehatan, pemerintah daerah, organisasi profesi atau organisasi
lainnya sesuai dengan ketentuan perundang- undangan yang berlaku.

2. Pernyaratan bagi pengelola PPI: untuk dapat melakukan pencegahan dan


pengendalian infeksi dibutuhkan pendidikan dan pelatihan bagi pengelola PPI.
Pengelola PPI di fasilitas pelayanan kesehatan harus memiliki kompetensi di
bidang PPI, terutama Tim PPi atau Penanggung Jawab PPI. Pendidikan dan
pelatihan bagi Tim PPi atau Penanggung Jawab PPI dengan ketentuan, sbb:
a) Wajib mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar dan pengembangan
pengetahuan PPI lainnya.
b) Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
c) Mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya dan
sejenisnya.

117
d) Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan.

3. Penyebaran Informasi dalam Lingkup FKTP

a) Semua staf pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan harus


mengetahui prinsip-prinsip PPI antara lain melalui Pelatihan
internal/workshop/bimbingan teknis/sosialisasi PPI .
b) Semua staf non pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih
dan mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi hand
hygiene, etika batuk, penanganan limbah, APD (masker dan sarung
tangan) yang sesuai.
c) Semua karyawan baru, mahasiswa praktek harus mendapatkan orientasi
PPI.

4. Sosialisasi kepada Masyarakat, materinya meliputi:

a) Penularan penyakit infeksi untuk awam

b) Kewaspadaan isolasi (secara garis besar), simulai kebersihan tangan,


etika batuk, penggunaan APD untuk masyarakat, pembuangan limbah
dan penegndalian lingkungan.
c) Pola Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) dan Germas.

E. SURVEILANS

1. Pengertian : Surveilance adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-


menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan
secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan
dengan kesehatan dalam upaya penilaian risiko Healthcare Assosiated
infections (HAIS)
Pada sistem pencatatan dan pelaporan, pengumpulan data berjalan vertikal,
sedangkan sistem surveilans membentuk suatu siklus. Siklus dimulai dari
pengumpulan, pengolahan, analisis, interpretasi data hingga menjadi

118
informasi. Dengan dilakukan diseminasi informasi diharapkan menghasilkan
suatu rekomendasi dapat dilakukan sebagai bahan masukan dalam melakukan
aksi/intervensi. Aksi atau intervensi ini merupakan salah satu yang
membedakan antara sistem pencatatan dan pelaporan dengan surveilans, selain
alur sistem yang berbeda. Dengan adanya aksi/intervensi ini, permasalahan
kesehatan dapat segera ditanggulangi. Sistem pencatatan dan pelaporan
merupakan bagian dari sistem pelayanan kesehatan dan merupakan sumber
data yang paling sering dimanfaatkan dalam sistem surveilans dibandingkan
sumber data lainnya (seperti: data statistik vital, data survei dan data
laboratorium). Sistem pencatatan dan pelaporan biasanya dilaksanakan secara
rutin dan berjenjang mulai dari pelayanan kesehatan terdepan ke sistem
pelayanan kesehatan diatasnya
2. Tujuan Surveilans adalah mendapatkan data dasar Infeksi di pelayanan
FKTP, untuk menurunkan laju Infeksi yang terjadi di FKTP, Identifikasi dini
Kejadian Luar Biasa (KLB) Infeksi di FKTP, meyakinkan para tenaga
kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan,
mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPI, memenuhi standar
mutu pelayanan medis dan keperawatan, dan salah satu unsur pendukung
untuk memenuhi standar penilaian akreditasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Sasaran surveilans difokuskan pada kejadian Healtcare Associated Infection
(HAIs) yang terfokus pada kejadian infeksi yang berhubungan erat dengan
proses pelayanan medis dan keperawatan yang dilaksanakan di FKTP
berdasarkan definisi, sbb:
a) Infeksi Saluran Kemih (ISK) yaitu infeksi yang terjadi akibat
penggunaan indwelling kateter dalam kurun waktu 2 x 24 jam ditemukan
tanda tanda infeksi : demam (> 38’C), Disuria, nyeri supra pubik, urine
berubah warna dan pada anak anak (hipotermia < 37Ç, bradikardia,
apneu) serta test konfirmasii laboratorium positif bakteri.

b) Infeksi Daerah Operas(IDO) adalah suatu tindakan insisi pada


permukaan jaringan kulit sampai ke organ tubuh yang terjadi dalam kurun
waktu 30 -90 hari (pada tindakan operasi atau tindakan insisi pada
permukaan jaringan kulit dan pembuluh darah) dengan gejala rasa nyeri,

119
pembebangkakan yang terlokalisir, kemerahan atau hangat pada perabaan,
drainase bahan purulent dari insisi superfisial. serta hasil biakan
laboratorium positif bakteri.
c) Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Tanda klinis adanya daerah yang merah pada sekitar insisi, nyeri
dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang pembuluh darah
vena.
d) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI) dalam hal ini akibat kesalahan
proses imunisasi adalah salah satu reaksi tubuh pasien yang tidak
diinginkan yang muncul setelah pemberian vaksin. KIPI dapat terjadi
dengan tanda atau kondisi yang berbeda-beda. Mulai dari gejala efek
samping ringan hingga reaksi tubuh yang serius seperti anafilaktik shok
terhadap kandungan vaksin.
e) Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi.
Abses gigi disebabkan oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar
akar gigi maupun di gusi ditandai dengan demam, gusi bengkak, rasa sakit
saat mengunyah dan mengigit, sakit gigi yang menyebar ke telinga,
rahang, dan leher, bau mulut, kemerahan dan pembengkakan pada wajah.
Abses gigi menjadi indikator surveilans pada kasus sesuai kriteria HAIs
(tindakan pelayanan gigi sebelumnya tidak ditemukan tanda tanda abses).

4. Penetapan Numerator dan Denominator

a) Numerator adalah jumlah kejadian infeksi dalam kurun waktu tertentu.


(bulan, tri wulan, semester dan tahunan), sbb:
(1) Jumlah pasien Infeksi daerah insisi paska pertolongan persalinan.

(2) Jumlah pasien yang terjadi infeksi (abses) setelah dilakukan tindakan
pelayanan gigi (yang sebelumnya tidak ada tanda tanda Infeksi) di
pelayanan UKP dan UKM.
(3) Jumlah kejadian plebitis pada pemasangan infus.

(4) Jumlah pasien terjadi infeksi (KIPI) pada area suntikan immunisasi di
UKP dan UKM.
(5) Jumlah pasien yang terjadi infeksi akibat pemasangan urine kateter.

120
b) Denominator adalah jumlah hari pemasangan alat dalam kurun waktu
tertentu atau jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam
kurun waktu tertentu.(bulan, tri wulan, semester dan tahunan), sbb:

(1) Jumlah pasien yang dilakukan pertolongan persalinan dengan


tindakan insisi di Fasilitas pelayanan kesehatan
(2) Jumlah pasien yang dilakukan pelayanan gigi tanpa tanda tanda
infeksi di UKP dan UKM
(3) Jumlah tindakan pemasangan infus.

(4) Jumlah klien yang dilakukan suntikan immunisasi di UKP dan UKM

(5) Jumlah hari pasien terpasang urine kateter.

5. Tahapan Surveilan

a) Perencanaan

(1) Persiapan: tetapkan panduan, SOP, metode, buat formulir dan waktu
pelaksanaan surveilan.
(2) Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survei apakah semua
pasien/sekelompok pasien/pasien yang berisiko tinggi saja.
(3) Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian
paling sering/dampak biaya/diagnosis yang paling sering.
(4) Gunakan definisi infeksi yang mudah dipahami dan mudah
diaplikasikan, Nosocomial Infection Surveillance System (NISS)
misalnya menggunakan National Health Safety Network (NHSN),
Center for Disease Control (CDC) atau Kementerian Kesehatan.
b) Pengumpulan data

Lakukan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung dilapangan


oleh Ketua TIM PPI/Penanggung jawab atau orang yang ditunjukan
sebagai pengumpul data (Metode observasi langsung merupakan gold
standard):
(1) Berdasarkan sumber data dari : Sistem Pencatatan dan Pelaporan unit
kerja, Sistem Pencatatan dan Pelaporan Terpadu, pencatatan
pelaporan kesakitan dan kematian
121
(2) Catatan medical record pasien/ catatan dokter atau tenaga medis
lainnya (bidan/perawat)
(3) Pencatatan data berdasarkan :

(a) Data demografik: nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor


catatan medik, tanggal masuk FKTP.
(b) Data Infeksi: tanggal infeksi muncul, lokasi
infeksi, ruang pelayanan/perawatan saat infeksi muncul pertama
kali.
(c) Faktor risiko: alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan
dengan Tindakan medis, data laboratorium: jenis mikroba (jika
ada).

(d) Formulir Suveilans pengumpulan data

(e) Data yang dikumpulkan adalah data enumertor dan data


denominator

Tabel 12. Contoh form surveilans di rawat inap

Tindakan pelayanan Kejadian Infeksi (Hais)


Infeksi Infeksi

Nama Infus Urine Tindakan Plebitis Saluran Daerah Anti


Tanggal
Pasien kateter Operasi Kemih Operasi Biotik
(ISK) (IDO)
1….

30…
Jumlah

Tabel 13. Contoh form surveilans tindakan rawat jalan dan UKM

Jml orang Tindakan Kejadian Infeksi


pelayanan (HAIs)
Tanggal Keterangan

122
Imunisasi Gigi KB KIPI Abses Plebitis
suntik

Jumlah

c) Analisis

(1) Analisis data dilihat dari data yang dicatat secara manual dalam
formulir surveilan atau jika memungkinkan dicatat dalam sistem
sistim komputer fasilitas pelayanan kesehatan (SIMPUS)
(2) Untuk mengetahui besaran masalah infeksi digunakan insiden rate,
sbb:

(3) Tetapkan terget kejadian infeksi yang diharaokan pada pemantauan


kejadian HAIs berdasarkan penetapan dari FKTP dan data
pembanding (benchmarking) Dilakukan penetapan insiden rate (rate
infeksi).
d) Interprestasi data surveilans insiden rate (rate infeksi):

(1) dibuat dalam bentuk tabel, grafik , pie dll yang dapat memberikan
gambaran angka kejadian infeksi.
(2) penyajian data harus jelas, sederhana, mudah dipahami yang
memperlihatkan pola kejadian infeksi dan perubahan yang terjadi
(trend).
(3) Bandingkan dengan target angka kejadian infeksi yang ditetapkan
oleh Fasilitas pelayanan kesehatan. Bandingkan kecenderungan
menurut jenis infeksi, ruang perawatan, lakukan analisa
kecenderungan dan jelaskan sebab-sebab peningkatan atau penurunan
angka infeksi selanjutnya buat rekomendasi.
e) Laporan dan rekomendasi hasil surveilans oleh Ketua Tim
PPI/Penanggung jawab PPI kepada pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan secara periodik tergantung fasilitas pelayanan kesehatan setiap
bulan, triwulan , tahunan untuk dilakukan tindak lanjut hasil persetujuan.
f) Hasil laporan data surveilan di disseminasi dan komunikasikan kepada

123
unit atau terkait yang berkepentingan untuk dilakukan langkah tindak
lanjut atau perbaikan.

6. Kamus Indikator Penilaian Risiko Infeksi


(a) Indikator Penilaian Insiden Rate Infeksi Saluran Kemih (ISK)
Tabel 14. Indikator penilaian Insiden Rate ISK

Judul Indikator Insiden Rate ISK


Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus mengurangi
risiko infeksi akibat perawatan kesehatan.

2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di Fasilitas pelayanan kesehatan,
pasal 3 ayat 1 setiap Fasilitas pelayanan kesehatan
harus melaksanakan program PPI.

3. FKTP harus melakukan surveilans HAIs dalam mutu


pelayanan kesehatan .
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas

124
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIS pada angka kejadian
Infeksi Saluran Kemih akibat penggunaan urine
kateter.

2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat


kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definisi 1. Pemasangan urine kateter adalah pemasangan alat
Operasional kateter urine yang bertujuan mengeluarkan urine sesuai
dengan indikasi.
2. Infeksi Saluran Kemih adalah infeksi yang terjadi
akibat penggunaan urine kateter > 2 hari ditemukan
tanda tanda Infeksi.
3. Terpasang urine kateter selama lebih dari 2 hari.
4. Pasien memiliki setidaknya satu dari tanda atau gejala
berikut:
 Demam (> 38,0 ° C)
 Nyeri tekan suprapubik
 Nyeri atau nyeri pada sudut kostovertebralis
 Urgensi kemih
 Frekuensi kencing
 Disuria
5. Memiliki kultur urin dengan tidak lebih dari dua
spesies
organisme yang teridentifikasi, setidaknya salah
satunya adalah bakteri ≥105 CFU / ml.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Permill

Numerator Jumlah kasus Infeksi Saluran Kemih (ISK)


(pembilang)
Denominator Jumlah lama hari terpasang alat pada seluruh pasien
(penyebut) terpasang urine kateter

125
Target Pencapaian Per mill (‰)

Kriteria: Kriteria Inklusi:


 Semua pasien yang dipasang urine kateter di fasilitas
pelayanan kesehatan tempat terjadinya infeksi
Kriteria Eksklusi:
 Jika urine kateter sudah terpasang dari fasilitas
pelayanan kesehatan lain.
Formula Jumlah kejadian ISK
X 1000 = … ‰
Jumlah hari seluruh pasien terpasang

urine kateter
Desain Concurrent (Survei harian)
Pengumpulan Data

126
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Triwulan
Data
Penyajian Data  Tabel

 Control chart  Run chart


Penanggung Jawab Penanggung jawab PPI

(b) Indikator Penilaian PLABSI

Tabel 15. Indikator penilaian PLABSI

Judul Indikator Insiden Rate PLABSI


Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengurangi resiko infeksi akibat perawatan
kesehatan.
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan
dan pengendalian infeksi di Fasilitas pelayanan
kesehatan, pasal 3 ayat 1 setiap Fasilitas pelayanan
kesehatan harus melaksanakan program PPI.

3. FKTP harus melakukan surveilans HAIs dalam


mutu pelayanan kesehatan.

127
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIS pada angka kejadian
PLABSI akibat penggunaan kateter perifer line.

2. Menjamin keselamatan pasien yang terpasang alat


kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Pemasangan intra vena kateter perifer line adalah
pemasangan alat intra vena yang bertujuan
memberikan cairan atau obat sesuai dengan
indikasi.
2. PLABSI adalah infeksi yang terjadi akibat
penggunaan intra vena perifer line > 2 hari
ditemukan tanda tanda Infeksi, sbb:

 Pasien dengan bakteri patogen yang diidentifikasi


dari 1 atau lebih spesimen kultur darah yang
dilakukan untuk tujuan diagnosis klinis atau
pengobatan dan organisme yang teridentifikasi
dalam darah tidak terkait dengan infeksi di
tempat lain.

 Pasien memiliki setidaknya 1 dari tanda atau


gejala berikut: demam (> 38.0 ° C), menggigil,
atau hipotensi dan organisme yang diidentifikasi
dari darah tidak terkait dengan infeksi di tempat
lain dan komensal umum yang sama
diidentifikasi dari dua atau lebih spesimen darah
yang diambil kultur pada tempat yang berbeda
untuk tujuan diagnosis atau pengobatan klinis.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Permill (‰)
Numerator Jumlah kasus PLABSI
(pembilang)
Denominator Jumlah lama hari terpasang alat pada seluruh pasien
(penyebut) terpasang intravena perifer line
Target Pencapaian …..per mill
128
Kriteria: Kriteria Inklusi:

 Semua pasien yang dipasang Intra vena perifer line


di fasilitas pelayanan kesehatan tempat terjadinya
infeksi
Kriteria Eksklusi:

 Jika intra vena perifer line sudah terpasang dari


fasilitas pelayanan kesehatan lain
Formula Jumlah kejadian PLabsi
X 1000 = … ‰
Jumlah hari seluruh pasien terpasang
Intra vena perifer line
Desain Pengumpulan Concurrent (Survei harian)
Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Data Triwulan

Penyajian Data  Tabel

 Control chart  Run chart


Penanggung Jawab Penanggung jawab PPI

(c) Indkator Penilaian Infeksi Daerah Operasi (IDO)

Tabel 16. Indikator penilaian IDO

Judul Indikator Insiden Rate IDO

Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan

129
Pasien pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengurangi resiko infeksi akibat perawatan
kesehatan
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang Pencegahan
dan pengendalian infeksi di Fasilitas pelayanan
kesehatan, pasal 3 ayat 1 setiap Fasilitas pelayanan
kesehatan harus melaksanakan program PPI.
3. FKTP harus melakukan surveilans HAIs dalam
mutu pelayanan kesehatan.
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Melakukan surveilans HAIs pada angka kejadian
IDO akibat tindakan operasi.
2. Menjamin keselamatan Pasien yang terpasang alat
kesehatan untuk mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Infeksi daerah operasi (IDO) adalah infeksi pada
daerah operasi akibat tindakan operasi.
2. IDO dengan tindakan operasi pemasangan implan
diawasi selama 90 hari sedangkan tanpa implan
diawasi selama 30 hari.
3. Pasien memiliki tanda atau gejala IDO berikut:

 Merah, basah, bengkak dan ber pus.

 Memiliki kultur darah dengan tidak lebih dari


dua spesies organisme yang teridentifikasi,
setidaknya salah satunya adalah bakteri ≥105
CFU / ml.
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Pecent (%)
Numerator Jumlah kasus IDO
(pembilang)
Denominator Jumlah pasien yang dilakukan operasi dengan jenis
(penyebut) operasi yang sama

130
Target Pencapaian …..persen
Kriteria: Kriteria Inklusi:

 Semua pasien yang dilakukan tindakan operasi di


fasilitas pelayanan kesehatan.
Kriteria Eksklusi:

 Tindakan operasi dilakukan di fasilitas pelayanan


kesehatan yang berbeda.
Formula Jumlah kejadian IDO
X 100 = …%
Jumlah pasien operasi
Desain Pengumpulan Concurrent (Survei harian)
Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Data Triwulan

Penyajian Data  Tabel

 Control chart  Run chart


Penanggung Jawab Penanggung jawab PPI

(d) Indikator penilaian risiko infeksi Pelayanan Gigi

Tabel 17. Indikator infeksi Pelayanan Gigi

Indikator Uraian

Sasaran Strategis Tercapainya mutu pelayanan kesehatan melalui

131
kegiatan PPI.
Nama Key Tercapai angka kejadian infeksi sesuai standar yang
Performance ditetapkan oleh Tim PPI.
Indikator (KPI)
Alasan memilih 1. Standar Akreditasi FKTP.
indikator 2. Meningkatkan keselamatan pasien.
3. Pemantauan kejadian infeksi paska pemberian
pelayanan kesehatan.
Defenisi Infeksi pada pelayanan gigi dengan tindakan terencana
tanpa ada gejala risiko infeksi namun setelah tindakan
terjadi infeksi.
Formula  Jumlah pasien yang ditemukan dengan Infeksi setelah
pelayanan gigi (Numerator).
 Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pelayanan
gigi (Denominator).
Kriteria Kriteria Inklusi:

 Ditemukan tanda-tanda: dolor, tumor, fungsio laesa,


kalor, rubor yang dilakukan setelah tindakan
pelayanan gigi terencana yang sebelumnya tidak
ditemukan tanda tanda infeksi.
Kriteria Eksklusi:

 Pasien sudah mengalami salah satu tanda infeksi.


Perhitungan Jumlah pasien infeksi paska tindakan pelayanan gigi
terencana/jumlah pasien dilakukan tindakan pelayanan
gigi terencana X 100 = …..%
Pengumpul data Penanggung jawab PPI atau orang yang ditugaskan.
Frequensi penilaian Perbulan
data
Periode pelaporan 1 – 3 Bulan

Rencana penyebaran Melalui pertemuan rutin 3 bulan dan jika diperlukan.


hasil

132
Target pencapaian <5%

(e) Indikator Penilaian Infeksi Pelayanan Imunisasi

Tabel 18. Indikator infeksi Pelayanan Imunisasi

Indikator Uraian

Sasaran Strategis Tercapainya mutu pelayanan kesehatan melalui


kegiatan PPI.
Nama Key Tercapai angka kejadian infeksi sesuai standar yang
Performance ditetapkan oleh Tim PPI.
Indikator (KPI)
Alasan memilih 1) Standar Akreditasi FKTP.
indikator 2) Meningkatkan Keselamatan pasien.

3) Pemantauan kejadian infeksi paska pemberian


pelayanan kesehatan.
Defenisi Infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi dimana
ditemukan tanda tanda infeksi.
Formula  Jumlah pasien yang ditemukan dengan Infeksi
setelah pelayanan Imunisasi (Numerator)

 Jumlah Pasien yang dilakukan tindakan


pelayanan immunisasi (Denominator)
Kriteria Kriteria Inklusi:

 Ditemukan tanda-tanda: dolor, tumor, fungsio


laesa, kalor, rubor yang dilakukan setelah tindakan
pelayanan gigi terencana yang sebelumnya tidak
ditemukan tanda tanda infeksi

133
Kriteria Eksklusi:

 Pasien sudah mengalami salah satu tanda infeksi


Perhitungan Jumlah pasien infeksi paska persalinan /jumlah pasien
persalinan X 100 = …….%
Pengumpul data Penanggung jawab PPI atau orang yang ditugaskan
Frequensi penilaian Perbulan
data
Periode pelaporan 1 – 3 Bulan
Rencana penyebaran Melalui pertemuan rutin 3 bulan dan jika diperlukan
hasil
Target pencapaian <5%

(f) Indikator Penilaian Plebitis

Tabel 19. Indikator penilaian Plebitis

Indikator Uraian

Sasaran Strategis Tercapainya mutu pelayanan kesehatan melalui


kegiatan PPI.
Nama Key Tercapai angka kejadian Plebitis sesuai standar yang
Performance ditetapkan oleh Tim PPI.
Indikator (KPI)
Alasan memilih 1. Standar Akreditasi FKTP.
indikator
2. Meningkatkan Keselamatan pasien.

3. Pemantauan kejadian infeksi paska pemberian


pelayanan kesehatan.
Defenisi Infeksi yang terjadi pada daerah lokal tusukan infus
atau pengambilan sample darah ditemukan tanda panas,
bengkak, sakit bila ditekan, ulkus sampai eksudat
purulen atau mengeluarkan pus.
Formula 1. Jumlah pasien yang terjadi Plebitis (Numerator)

2. Jumlah pasien yang dilakukan tindakan pemasangan

134
infus atau tusukan pengambilan sample darah
(Denominator)
Kriteria Kriteria Inklusi:
 Ditemukan tanda-tanda: dolor, tumor, fungsio
laesa, kalor, rubor yang dilakukan setelah tindakan
pemasangan infus atau pengembalilan darah.
Kriteria Eksklusi:
 Pasien dipasang infus atau diambil darah di fasilitas
pelayanan kesehatan berbeda.
Perhitungan Jumlah pasien Plebitis/Jumlah pasien yang dilakukan
tindakan pemasangan infus atau tusukan pengambilan
sample darah X 100 = ……%
Pengumpul data Penanggung jawab PPI atau orang yang ditugaskan
Frequensi penilaian Perbulan
data
Periode pelaporan 1 – 3 Bulan
Rencana penyebaran Melalui pertemuan rutin 3 bulan dan jika diperlukan
hasil
Target pencapaian <5%

(g) Indikator Penilaian Risiko Infeksi Alat Pelindung Diri (APD)

Tabel 20. Indikator Penilaian Plebitis

Judul Indikator Kepatuhan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)


Dasar Pemikiran 1. Permenkes No.11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien pada pasal 5 ayat 5 mengamanatkan bahwa
setiap fasilitas pelayanan kesehatan harus
mengurangi resiko infeksi akibat perawatan
kesehatan.

135
2. Permenkes No.27 tahun 2017 tentang PPI di
fasilitas pelayanan kesehatan, pasal 3 ayat 1 setiap
Fasilitas pelayanan kesehatan harus melaksanakan
program PPI.
3. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
HK.01.07/Menkes/413/2020 Tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Coronavirus Disease
2019 (Covid-19)
4. Petunjuk Teknis Alat Pelindung Diri (APD) dalam
menghadapi wabah Covid 19 (Dirjen Yankes tahun
2020).
5. FKTP harus memperhatikan kepatuhan pemberi
pelayanan dalam menggunakan APD sesuai dengan
prosedur.
Dimensi Mutu Keselamatan dan Efektifitas
Tujuan 1. Mengukur kepatuhan petugas FKTP dalam
menggunakan APD
2. Menjamin keselamatan petugas dan pengguna
layanan dengan cara mengurangi risiko infeksi.
Definisi Operasional 1. Alat pelindung diri (APD) adalah perangkat alat
yang dirancang sebagai penghalang terhadap
penetrasi zat, partikel padat, cair, atau udara untuk
melindungi pemakainya dari cedera atau
penyebaran infeksi atau penyakit.
2. APD digunakan sesuai dengan standar dan indikasi
3. Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan
tindakan yang memungkinkan tubuh atau membran
mukosa terkena atau terpercik darah atau cairan
tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi
dari petugas.
4. Kepatuhan penggunaan APD adalah kepatuhan
petugas kesehatan dalam menggunakan APD
136
sesuai standar dan indikasi.
5. Penilaian kepatuhan penggunaan APD adalah
penilaian yang dilakukan terhadap petugas
kesehatan dalam menggunakan APD saat
melakukan tindakan atau prosedur pelayanan
kesehatan
Jenis Indikator Proses
Satuan Pengukuran Persentase (%)
Numerator Jumlah petugas kesehatan yang menggunakan APD
(pembilang) sesuai indikasi dan standar dalam periode pengamatan
Denominator Jumlah petugas kesehatan diamati
(penyebut)
Target Pencapaian 100%

137
Kriteria: Kriteria Inklusi:

 Semua petugas yang terindikasi harus


menggunakan APD
Kriteria Eksklusi:

 Tidak ada
Formula

Desain Pengumpulan Concurrent (Survei harian)


Data
Sumber Data Sumber data primer yaitu melalui observasi
Instrumen Formulir observasi
Pengambilan Data
Besar Sampel Sampel dihitung sesuai dengan kaidah statistik
Frekuensi Harian
Pengumpulan Data
Periode Pelaporan Bulanan
Data
Periode Analisis Data Triwulan

Penyajian Data  Tabel

 Control chart  Run chart


Penanggung Jawab Penanggung jawab mutu

7. Pelaporan Hasil Surveilan


Laporan kegiatan PPI di FKTP dibuat secara konprehensif dan
berkesinambungan untuk mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program
PPI di lapangan.
Laporan dibuat secara periodik, tergantung fasilitas pelayanan kesehatan bisa
setiap triwulan, semester, tahunan atau sewaktu-waktu jika diperlukan.

138
F. AUDIT, MONITORING DAN ICRA
1. Audit

a) Pengertian: adalah proses pengumpulan, mengolah dan menganalisa data


untuk menilai kondisi yang ada dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan.
b) Tujuan audit pada PPI :

 Menilai adanya gap atau tingkat kepatuhan petugas kesehatan


dibandingkan dengan standar yang sudah ditetapkan oleh FKTP.
 Mengidentifikasi area yang perlu perbaikan dalam pelayanan
kesehatan di FKTP.
c) Sasaran audit PPI : semua petugas kesehatan yang melaksanakan kegiatan
pelayanan kesehatan, berkaitan dengan sarana, prasarana pelayanan
kesehatan di FKTP.
d) Langkah-langkah audit pada PPI:

(1) Membuat rencana (kegiatan audit, tim, dll), sesuai prioritas masalah.

(2) Menyiapkan tolls audit berdasarkan pedoman audit sesuai


standar/peraturan, review alur, protokol dan kebijakan, persediaan dan
peralatan.
(3) Lakukan pengumpulan data, observasi, wawancara, dll pada kegiatan,
sarana, prasarana yang akan di audit.
(4) Lakukan penilaian hasil audit dan analsisi dengan menentukan skoring:

(a) Ditetapkan beradasarkan hasil pengumpulan data dengan


kategori kepatuhan
 < 75 % : Kepatuhan Minimal

 76 – 84 % : Kepatuhan Intermediate

 > 85 % : Kepatuhan baik

(b) Kriteria ditandai dengan ya dan tidak

(c) Nilai kepatuhan jumlah total ya dibagi jumlah total ya dan


tidak dikali 100% .

139
(d) Hitung skoring menggunakan formula, sbb:

Total jumlah ya
X 100 = …….. %
Total jumlah Ya +
tidak
Berikut beberapa contoh instrumen penilaian kepatuhan
terhasap SOP yang ada di FKTP, sbb:

140
 Contoh 1: Kepatuhan kebersihan tangan untuk 5 momen Tabel
21. Instrumen penilaian kebersihan tangan lima momen

Elements penilaian Ya Tidak NA


Sebelum menyentuh pasien √

Setelah menyentuh pasien √

Sebelum tindakan aseptik √


Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien

Setelah meninggalkan lingkungan pasien √

Total 4 1

Keterangan : Ya = dilakukan sesuai standar Tidak = tidak


dilakukan sesuai standar
NA = tidak bisa diukur (tidak berlaku)

Maka sesuai contoh penilaian diatas maka hasil perhitungan tingkat


kepatuhan kebersihan tangan sesuai dengan 5 moment penting adalah

Total jumla ya (4)


X 100 = 80 %

Total jumlah Ya + tidak (4


+1)

141
 Contoh 2: Kepatuhan penggunaan APD pada pertolongan
persalinan

Tabel 22. Instrumen penilaian kepatuhan penggunaan


APD pada persalinan

NO APD YA TIDAK Keterangan


1 Topi √
2 Masker √
3 Apron √

4 Googles/pelindung wajah √
5 Sarung tangan √
6 Sepatu √
Jumlah 4 2

Maka sesuai contoh penilaian diatas maka hasil perhitungan tingkat


kepatuhan kebersihan tangan sesuai dengan 5 moment penting adalah

Jumlah Kepatuhan penggunaan APD


(4) Jumlah APD yang diamati (6) X 100 = 66,6 %

2. Monitoring Program PPI

a) Pengertian: Monitoring pelaksanaan atau penerapan PPI di FKTP


dilaksanakan mengikuti siklus manajemen di FKTP melalu Pengawasan,
Pengendalian dan Penilaian Kinerja (P3). Monitoring harusnya dialkukan
secara rutin dan berkelanjutan dalam rangka perbaikan kinerja fasilitas
kesehatan termasuk PPI.
b) Tujuan dilakukannya monitroing adalah untuk mengetahui apakah rencana
maupun pelaksanaan kegiatan yang telah dibuat dapat terlaksana dengan

142
baik. Jika tidak terlaksana dengan baik maka harus segera dicari penyebab
masalahnya dengan demikian tindak lanjut pemecahan masalah dapat
dialkukan secara dini. Sehingga kinerja PPI dapat tercapai sesuai target
yang sudah direncakan sebelumnya.
c) Proses monitoring dapat dilakukan sejak Penggerakan dan Pelkasanaan
(P2). FKTP atau Tim PPI dapat mengembangkan alat bantu monitoring
berupa ceklist atau daftar tilik monitoring pelaksanaan program PPI yang
diadaptasi dari matriks perencanaan PPI yang sudah dibuat sebelumnya.

Tabel 23. Contoh tabel rencana dan monitoring program PPI di FKTP

RTL
WAKTU STATUS
VOLUME

PIC

PENYEBAB
PELAKSAN
NO KEGIATA
AAN
N
YA TDK
1 Pelatihan 2 orang Maret dr.Anita 1…….. 1. ,,,,,,,,
Dasar PPI 2021 2…….. 2……..
3…dst 3…dst
2 Sosialisasi PPI 2 kali Juni – Bidan
kepada pertemu Juli Yunita
petugas an 2021
3 Penyiapan
Kebijakan (SK
Tim,
Pedoman,
SOP, dll)
4 Penerapan PPI
5 Surveilan
6 Audit
7 Pelaporan
8 Dst……

143
3. Peningkatan Mutu PPI Melalui Penilaian Risiko Pengendalian Infeksi
(ICRA: Infection Control Risk Assessment)

a) Pengertian: Infection Control Risk Assessment (ICRA) adalah proses multi


disiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi, pendokumentasian
dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas dan program. ICRA
merupakan kegiatan dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan
untuk menilai dan mengontrol risiko infeksi baik itu dilakukan per unit
bagian/instalasi maupun dapat dilakukan secara keseluruhan. ICRA sebagai
sistem pengontrolan pengendalian infeksi yang terukur dengan melihat
kontinuitas dan probabilitas aplikasi pengendalian infeksi di lapangan
berbasiskan hasil yang dapat dipertanggungjawabkan,

b) Tujuan (Subhan, 2011):

(1) Tercapainya perlindungan terhadap pasien, petugas dan pengunjung


dari risiko infeksi.
(2) Tersusunnya data identifikasi dan grading risiko infeksi di FKTP.

(3) Tersedianya acuan penerapan langkah-langkah penilaian risiko infeksi


di FKTP.

(4) Tersedianya rencana program pencegahan dan pengendalian risiko


infeksi di seluruh area FKTP.

c) Pembagian ICRA: penilian risiko infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan


menurut PMK 27/2017 terdiri atas:
(1) ICRA external: meliputi penilaian risiko infeksi pada KLB di
komunitas (covid), kontaminasi pada makanan (salmonella), bencana
alam, kecelakaan massal, dll
(2) ICRA internal, kajian risiko infeksi mencakup:

(a) Risiko terkait pasien, petugas

(b) Risiko terkait pelaksanaan prosedur

(c) Risiko terkait peralatan

(d) Risiko terkait lingkungan

144
d) Langkah pengkajian ICRA, sbb:

(1) Identifikasi risiko yaitu melihat seberapa beratnya dampak potensial


dan kemungkinan seberapa sering frekuensi munculnya risiko,
identifikasi aktifitas yang dilakukan pada risiko dan cara transmisinya.
(2) Analisa risiko yaitu mengapa terjadi, seberapa sering terjadi, siapa
yang berkontribusi, dimana kejadinnya dan apa dampak serta biaya
untuk mencegahnya.

(3) Kontrol risiko dengan melakukan strategi mengurangi atau


mengeliminasi kemungkinan risiko yang menjadi masalah.
(4) Monitoring risiko dengan memastikan rencana pengurangan risiko
dilaksanakan dan dapat menjadi umpan balik perbaikan.

e) Tahap pelaksanaan kegiatan

(1) Tahap pertama meliputi :

(a) Menggambarkan faktor dan karakteristik yang meningkatkan risiko


infeksi.

(b) Karakteristik yang menurunkan risiko infeksi.

(c) Menentukan adanya risiko infeksi.

(d) Melaksanakan pertemuan untuk menentukan langkah dan tindakan


lebih lanjut.
(2) Tahap kedua adalah proses penilaian perencanaan penilaian risiko,
standar, laporan program PPI dan pengetahuan saat ini yang terkait
dengan isu pengendalian infeksi.
(3) Tahap ketiga adalah melaksanakan pertemuan untuk mengukuhkan
komitmen dan partisipasi, saat pelaksanaan diskusi, prioritas risiko,
dan merencanakan kontrol infeksi, dan komitmen kultural dalam
meningkatkan mutu pelayanan melalui proses pelatihan dan
pendidikan bahkan learning by doing.

f) Peniliaian risiko infeksi di FKTP: untuk memudahkan pengkajian risiko


infeksi di fasilitas kesehatan tngkat pertama maka pembahasan akan
difokuskan pada penilaian risiko infeksi yang berkaitan dengan program
145
pengendalian infeksi seperti kepatuhan cuci tangan, pencegahan
penyebaran infeksi, manajemen kewaspadaan kontak, dan pengelolaan
resistensi antibiotik (ICRA Program) serta penilaian risiko infeksi terkait
fasiitas kesehatan: perencanaan, design, kontruksi, renovasi dan
pemeliharaan fasilitas (ICRA Konstruksi), dijelaskan sbb:

(1) Penilaian Risiko Infeksi pada Pelaksanaan Program PPI (ICRA


Program)
(a) Pengertian: adalah pengkajian risiko infeksi terkait pelaksanaan
program pencegahan dan pengendalian infeksi atau pelayanan yang
diberikan oleh FKTP. Pengkajian risiko sebaiknya dilakukan setiap
awal tahun sebelum memulai program dan dapat setiap saat ketika
dibutuhkan dengan melakukan penilaian.
(b) Langkah-langkah Penilaian Risiko Infeksi Program

(i) Penilaian probabilitas yaitu penilaian awal dilakukan untuk


menilai seberapa sering kejadian terjadi, semakin sering terjadi
semakin banyak risiko yang akan terjadi.

Tabel 24. Deskripsi tingkat risiko terhadap frekwensi kejadian

TINGKA
DESKRIPSI FREKUENSI KEJADIAN
T
RISIKO
0-5% extremely unlikely or virtually impossible.
1 Very low Hampir tidak mungkin terjadi (terjadi dalam
lebih dari 5 tahun).
Jarang (frekuensi 1-2 x/tahun), Jarang tapi
2 low bukan tidak mungkin terjadi (terjadi dalam 2-5
tahun).
Kadang (frekuensi 3-4 x/tahun) , 31-70% fairly
3 Medium likely to occur . Mungkin terjadi/ bisa terjadi
(dapat terjadi tiap 1-2 tahun).
Agak sering (frekuensi 4-6 x/tahun), Sangat
4 High mungkin terjadi (terjadi setiap bulan/beberapa
kali dalam setahun).
146
5 Very high Sering (frekuensi > 6 x/tahun), Hampir pasti
akan terjadi (terjadi dalam minggu/bulan).

(ii) Penilaian dampak yaitu penilian terhadap risiko keparahan


akibat kejadian yang terjadi.

Tabel 25. Deskripsi tingkat risiko terhadap dampak

TINGKA
DESKRIPSI DAMPAK
T
RISIKO
1 Minimal Klinis Tidak ada Cedera.
Cedera ringan, misalnya lecet, dapat
2 Moderate klinis
diatasi dengan P3K.
Cedera sedang (luka robek), berkurangnya
fungsi motorik/sensorik/ psikologis atau
Lama hari rawat intelekteual tidak berhubungan dengan
3
panjang penyakitnya dan Setiap kasus akan
memperpanjang hari
perawatan
Cedera luas/berat (cacat atau lumpuh),
Kehilangan
kehilangan fungsi motorik/sensorik/
4 fungsi tubuh
psikologis atau intelektual ) tidak
sementara
berhubungan dengan penyakit
Kematian yang tidak berhubungan dengan
5 Katastropik
perjalanan penyakit

147
(iii)Penilaian tingkat risiko terhadap sistem yang ada yaitu
penilian terhadap adanya peraturan, pelaksanaan dan
ketersediaan fasilitas.

Tabel 26. Deskripsi tingkat risiko terhadap sistem,


peraturan dan pelaksanaannya

TINGKA SISTEM, PERATURAN DAN


DESKRIPSI
T PELAKSANAAN
RISIKO
1 Solid Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Dilaksanakan
Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Tidak Selalu
2 Good
Dilaksanakan
Peraturan Ada, Fasilititas Ada, Tidak
3 Fair
Dilaksanakan
Peraturan Ada, Fasilititas Tidak Ada, Tidak
4 Poor
Dilaksanakan
5 None Tidak Ada Peraturan

(iv)Kemudian dilakukan perhitungan dengan cara: melakukan


perkalian antara probabilitas x dampak x sistim yang ada.
(v) Setelah didapatkan angka perkalian maka dilakukan sistim
perioritas dengan melakukan grading nilai tertinggi atau kasus
yang berdampak paling berisiko
(vi)Selanjutnya lakukan langkah perbaikan untuk meningkatkan
mutu dalam program PPI dengan menggunakan fish borne atau
sistim perbaikan mutu yang lain.

Tabel 27. Penentuan rangking tingkat risiko

148
Rangking risiko
Score
Probabilty Dampak Sistim
Uraian
No

1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2 3 4 5
1 Plebitis 5 2 2 20 I
2 ISK 2 3 3 18 II
3 PLABSI 3 5 1 15 III
Keterangan:
1. No adalah no urut masalah yang ditemukan
2. Uraian adalah masalah yang ada dan terjadi di lapangan
berdasarkan data hasil laporan bulanan
3. Probability adalah nilai sering nya kejadian muncul atau
ditemukan di lapangan
4. Dampak adalah akibat yang kemungkinan akan terjadi akibat
masalah yang ada
5. Sistim adalah peraturan atau kebijakan yang ada, fasilitas yang
ada dan pelaksanaan di lapangan
6. Score risiko adalah nilai akhir dari perkalian antara probability,
dampak dan sistim yang ada
7. Rangking score adalah urutan nilai tertinggi dari score Risiko
untuk dijadikan masalah prioritas
(2) Penilaian Risiko Infeksi Pada Fasilitas dan Bangunan (ICRA
Konstruksi)

(a) Pengertian: adalah pengkajian risiko infeksi terkait fasilitas


pelayanan kesehatan khususnya bangunan baik untuk konstruksi
baru ataupun renovasi, dll.
(b) Tujuan: mengurangi dampak infeksi spesifik atau masalah yang
muncul selama konstruksi, renovasi, dll dilakukan.

(c) Keterlibatan Tim PPI

149
Tim PPI harus terlibat atau dilibatkan dalam pertemuan
perencanaan baik gedung baru atau renovasi, berkaitan hal-hal sbb::
 Bagaimana produk, peralatan, ruangan atau klinik digunakan?

 Solusi apa yang mungkin tersedia?

 Apa prinsip pengendalian infeksi atau peraturan eksternal yang


berlaku?

 Apa yang disarankan bukti terkait dengan konteks spesifik?

 Apa hukum yang mengatur proyek?

 Apa standar dan pedoman dari badan arsitektur dan teknik,


departemen pemerintah dan lembaga akreditasi?
 Produk atau desain mana yang paling menyeimbangkan
persyaratan pengendalian infeksi keselamatan dan kepuasan
karyawan dan pasien, serta kendala biaya?
(d) Langkah Penilaian Risko Infeksi Kontruksi (ICRA
Konstruksi) Penilaian risiko dan pencegahan infeksi berkaitan
dengan fasilitas bangunan, dilakukan dengan mempertimbangkan
langkah-langkah. sbb:
(i) Menentukan type konstruksi/renovasi bangunan berdasarkan
tingkat risiko, sbb:
 Type A: kegiatan renovasi/konstruksi dengan risiko rendah
misalnya pemindahan plafon.
 Type B: kegiatan renovasi skala kecil, durasi pendek dengan
risiko debu minimal misalnya pemotongan dinding plafon
dimana penyebaran debu dapat dikontrol.
 Type C: kegiatan pembongkaran gedung dan renovasi
gedung yang menghasilkan debu yang banyak dan tinggi
misalnya konstruksi pembongkaran dan pembangunan
dinding baru.
 Type D: kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan
pembongkaran gedung dengan skala besar misal konstruksi
baru atau pembangunan gedung baru.
150
(ii) Melakukan Identifikasi area dan pengelompokan pasien
berdasarkan tingkat risiko, sbb:
 Risiko rendah: renovasi pada area perkantoran.

 Risiko sedang: area rawat jalan.

 Risiko tinggi: pada pelayanan pasien kondisi rentan


misalnya: poli bedah, ruang perawatan pasien.
 Risiko sangat tinggi: area pelayanan pasien dengan imunitas
rentan misalnya ruang operasi, ICU dan unit luka bakar.

(iii) Menentukan kelas kewaspadaan dan intervensi PPI Tabel 28. Risiko
berdasarkan type konstruksi

Kelompok TYPE Konstruksi


Pasien
TYPE A TYPE B TYPE C TYPE D
Berisiko
Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
Sangat Tinggi II III/IV III/IV IV

Keterangan: cara menentukan kelas intervensi sbb:


 Tarik garis lurus sesuai tingkat risiko pasien ke arah type
kontruksi yang sesuai, kolom dimana ketemu kedua garis
menunjukkan kelas intervensi.
 Jika ketemu pada kolom kelas yang terdapat dua nilai
maka diambil yang tertinggi.
 Lihat contoh: ---Terpilih sebagai Kelas IV

(iv)Langkah-Langkah Intervensi PPI ditentukan berdasarkan kelas

151
yang telah diperoleh sebelumnya, sbb :

(a) Kelas 1, sbb:

 Lakukan pekerjaan dengan metode meminimalkan debu

 Pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah


pekerjaan selesai

(b) Kelas 2, sbb:

 menyediakan sarana penghalang penyebaran debu ke


udara

 Memberikan kabut air pada permukaan lingkungan


kerja untuk menghalangi dan mengendalikan debu
selama proyek konstruksi berlangsung
 pembersihan lingkungan kerja segera lakukan setelah
pekerjaan selesai

(c) Kelas 3, sbb:

 Membuat penghalang debu dengan menutup area


masuknya debu (melakban pintu)
 Menutup ventilasi udara

 Menutup sistim heating ventilation air conditioning


(HVAC)

 Limbah konstruksi ditempatkan dalam wadah tertutup


rapat dan segera dibuang dan dilakukan pembersihan
 Setelah selesai pekerjaan semua debu di bersihkan dari
seluruh permukaan

(d) Kelas 4, sbb:

 Buat pembatas area kerja harus dipasang sampai proyek


selesai dan dibersihkan
 Menutup jendela di area yang menampung pasien yang
dinilai rentan untuk diminimalkan masuknya spora

152
jamur yang dihasilkan oleh pekerjaan bangunan di
dekatnya.
 Jika penyedot debu digunakan, pastikan mereka
memiliki filter efisiensi tinggi pada udara yang habis.
 Mengisolasikan sistem HVAC di area kerja untuk
mencegah kontaminasi sistem saluran
 Mengangkut puing-puing dalam kantong atau wadah
tertutup dengan tutup yang rapat, atau menutupi puing
dengan kain basah.
 Jangan mengangkut puing-puing melalui area
perawatan pasien tetapi melalui pintu keluar yang
berbeda.

153
BAB IV

PENERAPAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA


UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN DAN UPAYA KESEHATAN
MASYARAKAT

A. PENERAPAN PPI DI UNIT PELAYANAN FKTP


1. Pengertian: penerapan PPI di unit pelayanan FKTP dimaksudkan bahwa
semua FKTP dalam memberikan pelayanan disetiap unit, program atau
kegiatan harus mengikuti kaidah, langkah, standar dan prosedur PPI
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.

2. Tujuan: pengelolaan pelayanan di FKTP yang sesuai dengan pedoman PPI


agar petugas, pasien dan masyarakat terlindungi dari penyakit infeksi akibat
pelayanan yang tidak bermutu.

3. Prinsif: secara garis besar konsep dan prinsip pelaksanaan PPI di setiap unit
pelayanan yang tersedia di FKTP adalah berlaku sama, tanpa pengecualian
dengan merujuk pada materi bahasan PPI di Bab III. Mutu pelayanan di FKTP
sangat ditentukan oleh kepatuhan petugas terhadap kebijakan, pedoman,
standar operasional prosedur yang telah ditetapkan oleh masing-masing FKTP
dengan mengacu pada peraturan perundang undangan yang berlaku termasuk
yang dikeluarkan oleh masing-masing Pemerintah Daerah dan para
penanggunjawab program di Kementerian Kesehatan RI.

4. Lingkup penerapan PPI di unit pelayanan FKTP: khususnya Puskesmas,


pelayanan yang diberikan mencakup Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP)
yang kegiatannya banyak dilaksanakan didalam fasilitas kesehatan. Meski
demikian saat pelayanan kesehatan perseorangan diberikan seringkali juga
diikuti pelayanan yang bersifat promotif dan preventif. Demikian halnya
Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) yang bersifat promosif dan preventif
terutama dilakukan diluar fasilitas kesehatan, meski demikian kegiatannya
juga banyak mengandung pelayanan perseorangan. Oleh karena itulah maka
upaya pelayanan perseorangan dan upaya pelayanan masyarakat merupakan
pelayanan yang terintegrasi dan tidak dapat dipisahkan satu sama laiinya.

154
5. Tantangan Pelayanan Kesehatan diluar fasilitas: penerapan PPI untuk
pelayanan kesehatan perseorangan relatif lebih mudah terutama jika
kegiatannya dilakukan di dalam fasilitas kesehatan, selain karena semua
sumber daya yang digunakan berada dalam kendali petugas. Selain itu sumber
penularan penyakit lebih mudah diidentifikasi sehingga pencegahan dan
pengendalian penyakit infeksinya juga diharapkan dapat dikelola dengan lebih
baik.

Hal sebaliknya, jika pelayanan tersebut diberikan diluar fasilitas kesehatan,


akan mempunyai konsekwensi yang berbeda disebabkan hal-hal, sbb:
a) Sasaran pelayanan: yang dilayani pada umumnya orang sehat, sehingga
aspek keselamatan kurang diperhatikan padahal kegiatannya juga banya
yang berupa pelayanan perseorangan seperti pemberian imunisasi,
pemeriksaan bumil (ANC), PNC (maternal dan neonatal), pemeriksanaan
lansia (Posbindu) pemeriksanaan kesehatan anak sekolah (UKG/UKGS),
pemberian Fe, Vit.A, Obat Cacing, dll,
b) Tempat pelayanan: pelayanan diberikan pada tempat, lingkungan, sarana
prasarana seadanya tidak dipersiapkan khusus sebagai tempat pelayanan
kesehatan, termasuk aspek keamanan dan keselamatan petugas. Misalnya
di posyandu (Balita, Posbindu, dll), sekolah, pesantren, balai desa, rumah
penduduk, stadion, tempat pengungsian, perkebunan, dll.
c) Keterbatasan Alat, obat dan sumber daya lain: misalnya alat kesehatan
yang tersedia atau yang dapat dibawa oleh petugas sangat terbatas,
sehingga perlu disertai catatan khusus dalam pengelolaan dan
penggunaannya. Peralatan lapangan yang dikenal saat ini antara lain:
bidan kit, alat imunisasi, gizi kit, termasuk Puskesmas Keliling (Pusling),
dll.
d) Keterbatasan Petugas terlatih: jika terjadi kasus emergensi atau
Kejadian Tidak Diharapkan (KTD), penangannnya relatif lebih sulit
karena berkaitan dengan tindakan emergenci dan bantuan tenaga
kesehatan lainnya.
e) Pada asus abah (outbreak): batas antara yang sehat dan yang sakit sering
sulit dibedakan sehingga potensi penularan penyakit antara petugas dan

155
masyarakat atau seblaiknya menjadi lebih besar, dll.

6. Edukasi PPI pada pengguna dan sasasar layanan: pembahasan penerapan


PPI pada bab ini dimaksudkan untuk memberikan penekanan dan catatan
lainnya untuk penyesuaian tentang penerapan Kewaspadaan Standar dan
Kewaspadaan Transmisi khususnya terhadap pelayanan yang diberikan
diluar fasilitas kesehatan. Selain itu, petugas kesehatan diharapkan juga dapat
secara rutin memberikan pesan pesan edukasi tentang Pola Hidup Bersih dan
Sehat (PHBS) atau Gerakan Masyarakat Sehat (Germas), dengan demikian
pemutusan mata rantai penularan penyakit infeksi dapat secara dini dilakukan
di masyarakat.

7. Pembagian unit pelayanan penerapan PPI di FKTP: untuk memudahkan


pembahasan maka penerapan PPI untuk Upaya Kesehatan Perseorangan
(UKP) akan diuraikan berdasarkan pelayanan, tidak diurai berdasarkan
ruangan dengan asumsi bahwa persyaratan ruangan, tempat dan sarana lainnya
sudah melekat pada setiap jenis pelayanan yang diberikan oelh FKTP. Selain
itu, kemampuan penyediaan ruangan di masing-masing FKTP disetiap daerah
sangat bervariasi.

Untuk penerapan PPI pada Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), mengingat


banyaknya jenis kegiatan baik untuk pelayanan esensial maupun
pengembangan maka dilakukan penyederhanaan dengan menggabungkan
kedalam kelompok kegiatan yang memiliki kesamaan atau jenis kegiatannya,
metode pelaksanaan, sasaran maupun penggunaan sarana penunjang kegiatan
yang dibutuhkan.

Berikut ini nama upaya dan jenis pelayanannya yang telah disesuaikan dengan
istilah dalam PMK 43/2019 Tentang Puskesmas, baik pada yang berkaitan
dengan bab pelayanan maupun penanggungjawab program. Selain itu
ditambahkan pelayanan lain yang dianggap berpotensi sebagai sumber
penularan dan belum termasuk dalam UKP dan UKM.

a) Penerapan PPI pada Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) :

(1) Pelayanan Pemeriksaan Umum/Rawat Jalan

156
(2) Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

(3) Pelayanan Gawat Darurat

(4) Pelayanan Persalinan Normal

(5) Pelayanan Rawat Inap

(6) Pelayanan Kesga (bersifat UKP)

(7) Pelayanan Gizi (bersifat UKP )

(8) Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (bersifat UKP)

(9) Pelayanan Laboratorium

(10) Pelayanan Kefarmasian

b) Penerapan PPI di Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) Esensial


maupun Pengembangan, dikelompokkan, sbb:
1. Kegiatan Pendataan pada Program UKM.

2. Kegiatan Penjaringan (Screening)

3. Kegiatan Kunjungan Rumah

4. Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat

5. Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT

6. Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling

7. Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan.

B. PENERAPAN PPI DI UPAYA KESEHATAN PERSEORANGAN DI FKTP


1. PPI DI PELAYANAN PEMERIKSAAN UMUM

a) Pengertian: pemeriksaan umum adalah pemeriksaaan kesehatan


perseorangan sesuai keluhan dan kebutuhan pasien (sakit) maupun
pelayanan konsultasi kesehatan (sehat) di FKTP. Pemeriksaan umum
mencakup pelayanan kuratif (pengobatan atau pemulihan kesehatan)
dengan atau tanpa pelayanan promotif (konseling atau penyuluhan),

157
preventif (imunisasi, edukasi PPI, dll) dan.

b) Tujuan: mengelola pelayanan di pemeriksaan umum agar sesuai dengan


prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI di pelayanan


pemeriksaan umum.
(2) Penerapan PPI, mengikuti pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Pemeriksanaan Umum, dapat dlihat


dalam matriks, sbb:

Tabel 29. Penerapan PPI pada pelayanan pemeriksaan umum

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR


KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN
INFEKSI
BAGI PETUGAS KESEHATAN
KEWASPADAAN ISOLASI
Pelayanan
 Kewaspadaan Standar
Pemeiksaaan Umum: 1 Kebersihan Tangan √ Petugas &
1. Pendaftaran & pengunjung
2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
Rekam Medis
3 Pengendalian √ Minimal 2 kali
2. Pemeriksaan Awal
Lingkungan sehari. Kalau
Pasien oleh petugas
ada tumpahan
3. Pemeriksaan oleh
darah
Dokter 4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat
4. Tindakan dan Benda Tajam limbah

158
Infeksius,
Non Infeksi dan
safety box
5 Pengelolaan Alat √ Sesuai kriteria
Medis
6 Pengelolaan Linen √ Disesuaikan
dengan kondisi
FKTP
7 Penyuntikan Yang √ 1 spuit, 1 obat,
Aman 1 pasien
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
dan Etika Batuk etika batuk
9 Penempatan pasien √ Berdasarkan
standar
Transmisi
10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √ Sesuai indikasi
2 Infus √ Tindakan
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √ aseptic,
gunakan troly
tindakan.
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik

159
EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Kebersihatan Tangan: dianjurkan menjaga kebersihan tangan sebelum masuk
ruang pemeriksanaan.(tersedia sarana kebersihan tangan dan KIE di depan
ruangan pemeriksaan)
 Jika batuk/bersin anjurkan menggunakan masker
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Jika flu/batuk patuhi etika batuk dan kebersiahan pernapasan.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Minum obat sesuai aturan pakai, antibiotik diminum sampai habis.
 Kunjungan ulang sesuai saran petugas, atau bila ada keluhan lain sebelum
waktu kunjungan segera memeriksakan kembali.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

2. PPI DI PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

a) Pengertian: pelayanan kesehatan gigi dan mulut adalah semua tindakan


atau manipulasi yang berkaitan dengan kesehatan gigi dan mulut yang
diberikan oleh FKTP.

160
b) Tujuan: Mengelola unit pelayanan gigi dan mulut agar sesuai dengan
prinsip, teknis dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP harus dudah membuat SOP penerapan PPI di


pelayanan kesehatan gigi dan mulut.
(2) Penerapan PPI, mengikuti pedoman pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut, dapat dlihat


dalam matriks, sbb:

Tabel 30 .Penerapan PPI pada pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut


PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR
KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN
INFEKSI
BAGI PETUGAS KESEHATAN
Pelayanan Kesehatan KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar
Gigi dan Mulut: 1 Kebersihan Tangan √ Tersedia air
mengalir dan

161
sabun
 Pemeriksaan
2 Penggunaan APD Minimal masker

 Penambalan Gigi dan sarung
 Pencabutan (exo) tangan sekali
 Pembersihan pakai
3 Pengendalian √
Karang (Scalling) Desinfeksi rutin
Lingkungan
 dll 4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat
dan Benda Tajam limbah
Infeksius, Non
Infeksi dan
safety box
5 Pengelolaan Alat √ Dekontaminasi
Medis peralatan sesuai
jenis alat
kesehatan
6 Pengelolaan Linen Linen bekas

pakai pasien
kategori
infekius
7 Penyuntikan Yang √ Satu spuit, satu
Aman obat satu pasien
dan jarum
suntik segera
dimasukan
dalam
safety box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
dan Etika Batuk etika batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
sakit infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
karyawan standar
imunisasi

162
petugas
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Pengaturan
2 Droplet √
sirkulasi udara
3 Udara √
minimal 6 -12
kali pertukaran
udara per jam
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √ Luka gigi dan
mulut
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
Gilut
sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √ Angka kejadian
Abses setelah
ekstraksi gigi
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Membersihkan mulut atau menggosok gigi sebelum mendatangi fasilitas
kesehatan.
 Kebersihan tangan sebelum masuk ruang pemeriksaan.
 Gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol

163
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan
waspada efek samping
 Kunjungan ulang sesuai saran petugas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

3. PPI DI PELAYANAN GAWAT DARURAT


a) Pengertian: Pelayanan Kesehatan yang dilakukan di unit gawat darurat
untuk penyelamatan nyawa pasien, mencakup pra-fasilitas, triase,
resusitasi, stabilisasi awal dan evaluasi.
b) Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan di unit gawat darurat FKTP
agar sesuai dengan prinsip, teknis dan prosedur PPI untuk mencegah
atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pelayanan gawat darurat
mencakup pra-fasilitas, penanganan di fasilitas hingga rujukan.
(2) Penerapan PPI di unit gawat darurat mengikuti teknis dan prosedur
pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan
pada Bab III.

164
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Gawat Darurat, dapat dlihat dalam


matriks, sbb: Tabel 31 Penerapan PPI pada Pelayanan Gawat Darurat

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR PPI


PENCEGAHAN DAN
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN

BAGI PETUGAS KESEHATAN


KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYAN  Kewaspadaan Standar
KESEHATAN 1 Kebersihan Tangan √ Mudah dijangkau
GAWAT DARURAT: 2 Penggunaan APD Sesuai indikasi dan
√ jenis paparan
 Pra-fasilitas
3 Pengendalian √ Dibersihkan rutin 2
 Triase Lingkungan kali sehari dan
segera jika ada
 Resusitasi tumpahan darah
 Stabilisasi atau cairan tubuh

 dll 4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat


limbah Infeksius,
dan Benda Tajam
Non Infeksi dan
safety box
5 Pengelolaan Alat Medis √ Dekontaminasi
peralatan sesuai
jenis alat kesehatan
6 Pengelolaan Linen √
Sesuai kategori
linen
7 Penyuntikan Yang √ Satu spuit, satu obat
satu pasien dan
Aman jarum suntik segera
diamsukan dalam
safety box

165
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
dan Etika Batuk etika
batuk dan
kebersihan
tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
karyawan standar
imunisasi
petugas
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan
tangan
dan sarung
tangan jika
perlu
2 Droplet √ Masker medis
3 Udara √ Penempatan
pasien
dan gunakan
masker
bedah/N95
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √
ANTIMIKROBA BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
Gadar sudah
tersosialisasi
PPI

166
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI PADA PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Kebersihatan Tangan: dianjurkan mencuci tangan sebelum masuk ruang
pemeriksanaan.
 Gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Sampah: buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
 Jika pasien mengeluarkan cairan tubuh, darah, kotoran dianjurkan dibuang
ditempat infeksius.
2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan
waspada efek samping.
 Kunjungan ulang sesuai saran petugas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

4. PPI DI PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA PERSEORANGAN


(BERSIFAT UKP)

a) Pengertian: Pelayanan kesehatan keluarga yang sifatnya perseorangan


167
mencakup pelayanan Maternal, Neonatal, Balita, Anak Pra sekolah, Usia
sekolah, Remaja, Usia produktif dan Usia Lanjut di FKTP.
b) Tujuan: Mengelola pelayanan kesehatan keluarga bersifat UKP di
FKTP agar sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk
mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP sudah membuat SOP penerapan PPI di pelayanan


kesehatan keluarga perseorangan sesuai dengan kelompok
pelayanan.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan kesehatan keluarga
harus mengikuti pedoman dan prosedur pencegahan dan
pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Kesehatan Keluarga Perseorangan


(bersifat UKP), dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 32. Penerapan PPI pada Pelayanan Kesehatan Keluarga (UKP)

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR


KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN
INFEKSI

168
BAGI PETUGAS KESEHATAN
KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
KESGA 1 Kebersihan Tangan √ Mudah dijangkau
PERSEORANGAN 2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
(Bersifat UKP). dan jenis
paparan
Maternal:
3 Pengendalian √ Dibersihkan
 Pemeriksaan Lingkungan rutin 2 kali
ANC (dalam sehari dan
faskes) segera jika ada
 Pemeriksaan PNC tumpahan darah
Bayi dan Balita: atau cairan
 Layanan tubuh
neonatal esensial 4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat

 Kegawatdaruratan dan Benda Tajam limbah

neonatal Infeksius,
Non Infeksi dan
 Imunisasi
safety box
 MTBS
5 Pengelolaan Alat Dekontaminasi

 Imunisasi dasar Medis peralatan sesuai
lengkap jenis alat
Usia sekolah dan kesehatan
remaja: 6 Pengelolaan Linen √ Sesuai kategori
linen
7 Penyuntikan Yang Satu spuit, satu

Aman obat satu pasien
dan
jarum suntik
segera
 Penjaringan diamsukan
kesehatan anak dalam safety
sekolah box
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
 Pemantauan
dan Etika Batuk etika

169
kesehatan berkala batuk dan
 PKPR kebersihan
 Kuratif (masuk ke tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
poli anak)
pasien terduga
 UKS/UKGS
sakit infeksi
Wanita usia 10 Perlindungan kesehatan √
Kebijakan
reproduksi: karyawan standar
 Pelayanan
imunisasi
kesehatan calon
petugas
pengantin (catin)  Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan
 KB
tangan dan
 Pelayanan tata
(sarung tangan
laksana kekerasan
jika perlu)
terhadap
2 Droplet √ Masker medis
perempuan dan 3 Udara √ Penempatan
Anak (KTPA) pasien dan
Usila: gunakan masker
 Skrining kesehatan bedah/N95
(pengkajian PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
paripurna pasien 2 Infus √
3 Kateter Urine √ Sesuai indikasi
geriatric/P3G)
4 Perawatan Luka √ pada pelayanan
 Posyandu
gadar
lansia/posbindu
PENGGUNAAN ANTI √ Jika
(pemantauan
MIKROBA YG BIJAK mendapatkan
kesehatan
antibiotik
berkala/deteksidini DIKLAT PPI √ Semua staff
PTM) Gizi sudah
 PJP tersosialisasi
(perawatan jangka PPI
panjang) SURVEILANS √
MONEV √
 Home Care
Nilai CR SOP
 Pelayanan
170
Kesehatan Lansia secara periodik
(kuratif) di poli
Lansia
EDUKASI PPI BAGI PENGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjadga kebersihan badan atau mandi sebelum mendatangi fasilitas
kesehatan.
 Kebersihatan Tangan: sebelum diperiksa.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan jika sakit
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

5. PPI PADA PELAYANAN PERSALINAN DAN


KEGAWATDARURATAN MATERNAL
a) Pengertian: pelayanan persalinan normal dan kegawatdaruratan
maternal yang diberikan di FKTP.
b) Tujuan: mengelola pelayanan persalinan normal dan kegawatdauratan
maternal di FKTP agar sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur
171
PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI di pelayanan persalinan


normal dan kegawatdaruratan maternal.
(2) Penerapan PPI dalam pelayanan persalinan normal dan
kegawatdaruratan maternal harus mengikuti pedoman dan prosedur
(SOP) pencegahan dan pengendalian infeksi sebagaimana telah
dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Prosedur PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan


Kegawatdaruratan Maternal.
(1) Patuhi kebersihan tangan sesuai dengan 5 momen kebersihan
tangan.

(2) Gunakan APD (topi, gaun, masker, sarung tangan dan pelindung
wajah sat menolong persalinan) atau sesuai dengan indikasi.
(3) Perlakuan terhadap alat kesehatan

(a) Semua peralatan antenatal dipertahankan dalam kondisi bersih


dan atau steril sesuai kegunaannya.
(b) Pergunakan peralatan antenatal sesuai jenis dan indikasinya:
Alat steril, alat bersih, jika terkontaminasi atau kotor segera
ganti dengan yang baru.
(c) Tempatkan peralatan yang digunakan pada permukaan yang
bersih dan kering, jika memungkinkan buat paket peralatan
untuk antenatal dalam box tertutup.
(d) Siapkan peralatan menggunakan trolly tindakan dan berada
disebelah kanan petugas.
(e) Jika pemerikaan antenatal selesai maka tempatkan peralatan
habis pakai pada tempat yang sesuai: Infeksius atau kotor dan
segera kirim ke unit pengelola alat medis habis pakai untuk

172
dilakukan proses dekontaminasi dengan kode/label kantong
yang sesuai.
(f) Semua peralatan dirapikan kembali dan disimpan pada
tempatnya.

(g) Hindari kontaminasi darah atau cairan tubuh yang menempel


pada alat ke lingkungan sekitar.
(4) Perlakuan terhadap lingkungan dan limbah

(a) Pastikan jarak tempat tidur pasien minimal 1 meter.

(b) Gunakan tirai pembatas/gordyn terbuat dari bahan yang tidak


menyerap air dan lakukan disinfeksi jika terkena percikan darah
atau cairan tubuh.
(c) Bersihkan semua permukaan (dinding, tempat tidur, meja dan
benda yang berada disekitar pasien) dengan cairan disinfektan.
(d) Hindari penyimpanan barang yang dapat menjadi tempat
akumulasi debu.

(e) Kosongkan meja atau trolly kemudian bersihkan dengan cairan


disinfektan jika pelayanan antenatal sudah selesai.
(f) Plasenta/ari-ari/tembuni bayi dimasukkan ke tempat khusus
sebelum diberikan kepada keluarga dan hindari ceceran darah
pada lingkungan.
(g) Tempatkan limbah sesuai dengan jenis dan kategori limbah,
sbb:

 Semua limbah yang terkontaminasi darah dan cairan


tubuh ke dalam limbah infeksius.
 Semua limbah tajam masukan kedalam safety box.

 Limbah cair cairan tubuh (darah, air ketuban ) buang ke


dalam

spoll hock.

 Limbah Non Infeksius dibuang kedalam limbah Non


Infeksius.

173
(5) Edukasi PPI pada ibu melahirkan

(a) Bersalin hanya di fasilitas kesehatan oleh petugas yang terlatih


(bidan/dokter).
(b) Periksakan diri ke Bidan/Dokter sesuai jadwal kunjungan pasca
salin (KNC)
(c) Patuhi anjuran, saran atau nasehat petugas kesehatan.

(d) Jaga kebersihan diri (mandi, gosok gigi), alat kelahiran (vulva),
cara cebok yang benar dengan menggunakan sabun termasuk
saat akan dialkukan pemeriksaan oleh petugas (PNC).
(e) Perawatan bayi baru lahir seperti cara memandikan bayi,
merawat tali pusat, membedong bayi dan memberikan ASI
merupakan perawatan bayi baru lahir yang sebaiknya dilakukan
oleh ibu secara mandiri dengan memperhatikan kebersihan
peralatan
(f) Gunakan masker dan jaga jarak dari orang yang batuk, ISPA,
dll

(g) Jaga kebersihan tangan sesuai 5 moment

(h) Beri ASI secara dini (kolostrum), teruskan dengan ASI esklusif.

(i) Anjurkan KB pasca salin jika ada indikasi.

(j) Laksanakan Germas.

e) Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan


Kegawatdaruratan Maternal, dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 33. Penerapan PPI pada Pelayanan Persalinan Normal dan Gadar

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR


KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN

174
INFEKSI
BAGI PETUGAS KESEHATAN
KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
PERSALINAN 1 Kebersihan Tangan √ Tersedia air
NORMAL: mengalir dan
sabun
 Persalinan (Untuk 2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
dan jenis
paparan
Persalinan normal 3 Pengendalian √ Dibersihkan
ikuti sesuai Lingkungan rutin 2 kali
Langkah APN). sehari dan
PELAYANAN segera jika ada
KEGAWATDARURA tumpahan darah
TA N MATERNAL. atau cairan
 Dalam penanganan tubuh
4 Pengelolaan Limbah √ Tersedia tempat
kasus Gadar, Ikuti
dan Benda Tajam limbah
dan patuhi Protap
Infeksius, Non
(SOP)
Infeksi dan
kegawatdaruratan
safety box
maternal yang telah
5 Pengelolaan Alat Dekontaminasi

dibuat.
Medis peralatan sesuai
jenis alat
kesehatan
6 Pengelolaan Linen √ Sesuai kategori
linen
7 Penyuntikan Yang Satu spuit, satu
Aman √ obat satu pasien
dan jarum
suntik segera
diamsukan
dalam
safety box

175
8 Kebersihan Pernapasan √ Tersedia KIE
dan Etika Batuk etika batuk dan
kebersihan
tangan
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak
minimal 1
meter
10 Perlindungan kesehatan √ Kebijakan
karyawan standar
imunisasi
petugas
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √ Kebersihan
tangan dan
sarung tangan
jika perlu
2 Droplet √ Masker medis
3 Udara √ Penempatan
pasien dan
gunakan masker
bedah/N95
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √ Sesuai indikasi
PENGGUNAAN ANTI √
MIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
KIA
sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
176
EDUKASI PPI BAGI PENGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjaga kebersihan badan atau mandi sebelum mendatangi fasilitas
kesehatan.
 Melaksanakan kebersihatan tangan
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan jika sakit
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

6. PPI DI PELAYANAN GIZI PERSEORANGAN (BERSIFAT UKP)


a) Pengertian: Pelayanan gizi bersifat UKP dimaksudkan adalah
pelayanan gizi yang bersifat perseorangan di FKTP, antara lain layanan
gizi pada pasien rawat inap. Penerapan PPI pada pelayanan gizi
mencakup aspek fisik, hygine penjamah makanan, sistem pengolahan,
dan kelengkapan fasilitas sanitasi. Pelayanan gizi yang tidak memenuhi
syarat kesehatan dapat menjadi tempat penularan penyakit infeksi.

177
Higiene dan sanitasi makanan merupakan upaya untuk mengendalikan
factor-faktor yang dapat menimbulkan penyakit atau gangguan
kesehatan berkaitan dengan makanan, orang, tempat, dan
perlengkapannya (peralatan).
b) Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan gizi yang bersifat UKP di
FKTP agar sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk
mencegah atau memutus terjadinya infeksi.

c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan gizi
perseorangan (pelayanan di UKP).
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan gizi harus mengikuti
pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian infeksi
sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Penerapan PPI di Pelayanan Gizi Perseorangan (bersifat UKP),


dapat dlihat dalam matriks, sbb:

Tabel 34. Penerapan PPI Pada Pelayanan Gizi Perseorangan (UKP)


PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR
KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN
INFEKSI
BAGI PETUGAS KESEHATAN
PELAYAN GIZI KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar
PERSEORANGAN 1 Kebersihan Tangan √
(Bersifat UKP). 2 Penggunaan APD Sarung Tangan

plastic, masker
 Pengadaan bahan
kain, Apron,
dasar
sepatu.
makanan/minuma 3 Pengendalian √
n (gizi). Lingkungan
178
 Pengolahan 4 Pengelolaan Limbah √ Limbah non
 Pengemasan dan Benda Tajam medis (dapur)
5 Pengelolaan Alat √
 Pengiriman dan
Medis
transfortasi. 6 Pengelolaan Linen √
 Kebersihan 7 Penyuntikan Yang √
penjamah Aman
8 Kebersihan Pernapasan √
makanan
dan Etika Batuk
9 Penempatan pasien Jaga jarak bagi

pasien terduga
sakit infeksi
10 Perlindungan kesehatan √ Pemerikasaan
karyawan pembiakan
tinja
untuk kuman
kuman interik

seperti
salmonela dan
parasit
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √

179
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN ANTI

MIKROBA YG BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff
Gizi
sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENJAMAH MAKANAN DAN PENGGUNA
LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjaga personal hygine.
 Patuhi kebersihatan Tangan; kuku tidak boleh panjang, tidak menggunakan
assesoris di tangan.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan dan tempat sampah
harus selalu tertutup.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan kesehatan secara rutin.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
180
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

7. PENERAPAN PPI DI PELAYANAN PENCEGAHAN


DAN PENGENDALIAN PENYAKIT PERSEORANGAN (P2P
BERSIFAT UKP)

a) Pengertian:: adalah semua pelayanan pencegahan dan pengendalian


penyakit (P2P) yang bersifat perseorangan yang diberikan oleh FKTP.
Tatalaksana P2P perseorangan dimaksudkan untuk melindungi manusia
(klien/masyarakat) dari ancaman kesehatan potensial, dengan mencegah,
mengekang perkembangan penyakit, memperlambat kemajuan penyakit
untuk selajutnya dikendalikan serta melindungi tubuh manusia dari
berlanjutnya pengaruh yang membahayakan.
b) Tujuan: mengelola pelayanan P2P yang bersifat perseorangan agar
sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah
atau memutus terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI pada pelayanan P2P
yang bersifat perseorangan di FKTP.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan P2P bersifat
perseorangan harus mengikuti pedoman dan prosedur pencegahan
dan pengendalian infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab
III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

d) Penerapan PPI di Pada Pelayanan P2P Perseorangan (bersifat


UKP), dapat dlihat dalam matriksi, sbb:

Tabel 35. Penerapan PPI pada Pelayanan P2P Perseorangan (UKP)

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR


181
KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN
INFEKSI
BAGI PETUGAS KESEHATAN
PELAYANAN P2P KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar
PERSEORANGAN 1 Kebersihan Tangan Jika tidak
(bersifat UKP): √ tersedia air

 Penapisan Risti : mengalir, bisa

deteksi dini faktor dengan ember

resiko Penyakit berkeran yang

Tidak Menular tertutup,

(PTM) : handrub.
2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
Hipertensi 3 Pengendalian √
Diabetes,Jantung, Lingkungan
Ca. Mamae, dan 4 Pengelolaan Limbah √ Limbah =
Ca.cervix,. dan Benda Tajam Sampah
 Pemeriksaan dan kegiatan
5 Pengelolaan Alat √
penanganan
Medis
Penyakit Menular:
6 Pengelolaan Linen √ Jika dalam
Kecacingan,
perawatan di
ISPA, Diare,
FKTP
DBD, Malaria,, 7 Penyuntikan Yang √
Zoonosis, HIV, Aman
IMS, TB, dan 8 Kebersihan Pernapasan √

penyakit yang dan Etika Batuk


9 Penempatan pasien √ Jaga jarak jika
dapat dicegah
diperlukan
dengan imunisasi 10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES

182
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √ Jika ada
ANTIMIKROBA YG pemberian
BIJAK antimikroba,
misalnya
pemberian obat
program
DIKLAT PPI √ Semua staff
sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di tempat kegiatan/pelayanan:


 Menjaga kebersihan Perseorangan sebelum mendatangi fasilitas
kesehatan.atau tempat pelayanan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tangan)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Tidak membuang dahak/meludah sembarang tempat ---anjurkan di buang di
toilet.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

183
2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan diri jika sakit.
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, antibiotik harus dihabiskan dan
waspada efek samping atau sesuai aturan minum obat bagi obat program.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

8. PPI DI PELAYANAN KEFARMASIAN


a. Pengertian: adalah suatu pelayanan langsung bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi dengan maksud mencapai
hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kehidupan pasien (PP
No.51/2009) Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sediaan
farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai (BMHP) dan pelayanan farmasi
klinik. Pelayanan kefarmasian mencakup penyediaan, pengemasan,
pelabelan serta penyerahan kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan
farmasi yang tuliskan oleh dokter/drg atau petugas saat mendatangi
FKTP.

a) Tujuan: mengelola pelayanan kesehatan kefarmasian di FKTP agar


sesuai dengan prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah
atau memutus terjadinya infeksi.
b) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan


kefarmasian.

(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan kefarmasian harus


mengikuti pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian

184
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III.
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

c) Penerapan PPI di Pelayanan Kefarmasian, dapat dlihat dalam


matriks, sbb: Tabel 36. Penerapan PPI pada Pelayanan
Kefarmasian

PELAYANAN/ PENERAPAN STANDAR


KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PPI
PENGENDALIAN YA TDK CATATAN
INFEKSI
BAGI PETUGAS KESEHATAN
KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
KEFARMASIAN. 1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Sesuai indikasi
 Penerimaan resep 3 Pengendalian √
 Penyiapan obat Lingkungan
(termasuk 4 Pengelolaan Limbah √ Kendalikan
peracikan) dan Benda Tajam limbah obat

 Pengemasan dan expired


5 Pengelolaan Alat √
pemberian etiket
Medis
obat yang sesuai 6 Pengelolaan Linen √
 Penyerahan disertai 7 Penyuntikan Yang √
pemberian Aman
8 Kebersihan Pernapasan √
informasi obat
dan Etika Batuk
 Pelayanan 9 Penempatan pasien √
Informasi Obat 10 Perlindungan kesehatan √
(PIO) karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
 Konseling (terkait 1 Kontak √
penggunaan obat) 2 Droplet √
3 Udara √
 Visite (terkait PENGELOLAAN BUNDLES

185
penggunaan obat) 1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN
ANTIMIKROBA YG √
BIJAK

186
DIKLAT PPI √ Semua
pengelola
farmasi
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

3. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Kebersihatan Tangan:
 Jaga jarak dan hindari kerumunan saat menunggu obat (saat antrian)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

4. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Pertahankan kondisi obat dalam kemasan yang selalu bersih dan tertutup
 Minum/gunakan obat sesuai aturan pakai, cara menyimpan obat yang benar,
cara membuang obat yang benar dan waspada efek samping.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.
9. PPI DI PELAYANAN LABORATORIUM

187
a) Pengertian: Pelayanan laboratorium yang dimaksud dalam hal ini
adalah laboratorium klinik yang ada di FKTP yang melaksanakan
pelayanan pemeriksaan spesimen klinik untuk mendapatkan informasi
tentang kesehatan sesorang terutama untuk menunjang upaya diagnosis
penyakit, penyembuhan penyakit, dan pemulihan kesehatan.
b) Tujuan: mengelola pelayanan laboratorium di FKTP agar sesuai dengan
prinsip, pengelolaan dan prosedur PPI untuk mencegah atau memutus
terjadinya infeksi.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI tentang pelayanan


laboratorium di FKTP.
(2) Penerapan PPI dalam pengelolaan pelayanan laboratorium harus
mengikuti pedoman dan prosedur pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana
PELAYANAN/ telah dijelaskan pada Bab
PENCEGAHAN DAN
III.
PENERAPAN STANDAR PPI
KEGIATAN PENGENDALIAN INFEKSI YA TDK CATATAN
(3) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan
BAGI PETUGAS KESEHATAN terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
PELAYANANatau SOP yang KEWASPADAAN
telah dibuat. ISOLASI
 Kewaspadaan Standar
LABORATORIUM
(4) Persyaratan laboratorium
1 Kebersihanbaik √
untuk puskesmas
Tangan maupun untuk
 Penerimaan 2 Penggunaan APD √
klinik Lab.
Permintaan harus mengacu pada ketentuan peraturan
3 Pengendalian √ perundang-
Bila ada percikan
darah, cairan tubuh
 Penyiapan dan yang telah Lingkungan
undangan dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan baik
bersihakan
pengambilan menggunakan spill-
kit
dari aspek ketenagaan,
sedian/specimen bangunan, prasarana, perlengkapan
4 Pengelolaan Limbah
dan

 Pemeriksaan
peralatan.dan
(PMK Nomordan Benda Tajam 2019 tentang Pusat Kesehatan
43 Tahun
pembacaan hasil 5 Pengelolaan Alat Medis √ Dekontaminasi
sesuai dengan jenis
 Masyarakat
Pengiriman dan PMK No. 441/2010 Tentang Laboratorium
alatKlinik).
Laboratorium
sediaan (perhatikan manual
pabrikan)
d) Penerapan
specimen. PPI di 6Pelayanan Laboratorium,√ dapat dlihat dalam
Pengelolaan Linen Cuci rutin Jas Lab
 Penyerahan hasil
matriks, sbb: Tabel 37.7 Penerapan
Penyuntikan
PPIYang √ Laboratorium
pada Pelayanan Saat pengambilan
lab. Aman sediaan
8 Kebersihan Pernapasan √
dan Etika Batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga sakit
infeksi
10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
188
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN
ANTIMIKROBA YG √
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua staff Lab
sudah
tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √ Kejadian
tertusuk benda
tajam pada
petugas,
paparan cairan
tubuh pasien,
paparan B3
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:


 Menjadga kebersihan badan atau mandi sebelum mendatangi fasilitas
kesehatan.
 Jaga kebersihan tangan
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat d Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas

189
 Memeriksakan kesehatan jika sakit
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

10. PPI DI PELAYANAN RAWAT INAP


a) Pengertian: adalah proses menginapkan (rawat tinggal) pasien
difasilitas kesehatan dalam rangka mendapatkan perawatan akibat suatu
penyakit yang dideritanya.
b) Tujuan: mengelola pelayanan rawat inap di FKTP agar sesuai dengan
PENERAPAN STANDAR PPI
PELAYANAN/ PENCEGAHAN DAN
prinsip,
KEGIATAN pengelolaanPENGENDALIAN
dan prosedur PPI untuk mencegah
INFEKSI atau memutus
YA TDK CATATAN
terjadinya infeksi atau HAIs.
BAGI PETUGAS KESEHATAN
c) Prinsip umum: KEWASPADAAN ISOLASI
PELAYANAN
 Kewaspadaan Standar
RAWAT(1) INAP
Setiap FKTP membuat SOP penerapan
1 Kebersihan Tangan PPI √pada pelayanan rawat
Sesuaikan dengan
resiko jenis paparan
 Penerimaan
inap di FKTP. 2 Penggunaan APD √
 Perawatan (inap) 3 Pengendalian √
 Transfer
(2) PenerapanantarPPI dalam
Lingkungan
pengelolaan pelayanan rawat inap harus
ruangan 4 Pengelolaan Limbah √
 mengikuti
Pemulangan ataupedomandan dan prosedur
Benda Tajam pencegahan dan pengendalian
 Rujukan 5 Pengelolaan Alat Medis √
infeksi sebagaimana telah dijelaskan
6 Pengelolaan Linen pada Bab√III.
(3) Perlu pemantauan 7 Penyuntikan Yang
atau monitoring √
secara periodik dan
Aman
berkesinambungan terhadap tingkat
8 Kebersihan kepatuhan
Pernapasan √ petugas pada protap
Jaga jarak min 1
meter,
dan Etika Batuk penempatan pasien
atau SOP yang telah dibuat. berdasarkan cara
penularan penyakit
pasien
d) Penerapan PPI di Pelayanan Rawat Inap, dapat dlihat dalam matriks
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak bagi
pasien terduga
sbb: Tabel 38. Penerapan PPI pada Pelayanan Rawat Inap penyakit infeksi
10 Perlindungan kesehatan √
karyawan
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
Sesuai indikasi
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
PENGGUNAAN √ 190
ANTIMIKROBA YG
BIJAK
DIKLAT PPI √ Semua Ranap
sudah tersosialisasi
PPI
SURVEILANS √
MONEV √ Nilai CR SOP
secara periodik
EDUKASI PPI BAGI PENGGUNA LAYANAN

1. Saat ke/di Fasilitas Kesehatan:

 Menjaga kebersihan perorangan.

 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan terutama selama dalam


perawatan (sebelum dan sesudah makan, sesudah BAB, sesudah menyentuh
sesuatu yang kotor atau sumber penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.

 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)

 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi


pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.

 Sampah: buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

 Tidak membawa perlengkapan yang tidak diperlukan.

 Keluarga/pengunjung patuh terhadap jadwal kunjungan yang telah ditetapkan.

2. Saat di Rumah/keluarga.

 Terapkan PHBS

 Laksanakan Germas

 Memeriksakan ulang (Kontrol) sesuai saran petugas.


Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan
prosedur sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

191
C. PENERAPAN PPI DI UPAYA KESEHATAN MASYARAKAT (UKM) DI
FKTP
Khusus untuk Puskesmas pelayanan yang diberikan bukan hanya yang bersifat
kesehatan perseorangan, tetapi juga mencakup Upaya Kesehatan Masyarakat yang
pada umumnya dilakukan diluar fasilitas kesehatan (di masyarakat). Karena
banyak dan beragamnya jenis kegiatan UKM, maka untuk memudahkan
pembahasan bagaimana menerapkan PPI untuk setiap program maka dilakukan
pengelompokan kegiatan berdasarkan kesamaan bentuk maupun proses
pelaksanaannya dilapangan serta berdasarkan siklus pengelolaan program sejak P1
(Perencanaan), P2 (Pelaksanaan dan Pengorganisasian) dan P3 (Pengawasan,
Pengendalian dan Penilaian).

Pertimbangan dan manfaat pengelompokan kegiatan UKM, sbb:


 Banyak dan beragamnya kegiatan UKM di setiap puskesmas.

 Semua program UKM baik esensial maupun pengembangan mengandung


kegiatan yang bersifat P1, P2 dan P3.
 Kegiatan UKM yang memiliki kesamaan atau kemiripan bentuk kegiatan
dengan asumsi baik metode, cara, sasaran, tempat, waktu, maupun
penggunaan sumber daya maka penerapan PPI dapat digolongkan pada
kelompok yang sama.
 Memudahkan petugas memahami, menerapkan PPI dilapangan termasuk
mendorong terjadinya kerjasaa dan integrasi program saat dilapangan.

Berdasarkan pertimbangan tersebut maka kegiatan UKM baik Esensial maupun


Pengembangan dapat dibagi setidaknya kedalam 7 kelompok kegiatan, sbb:

1. Kelompok Kegiatan Pendataan pada Program UKM.

2. Kelompok Kegiatan Penjaringan (Screening)

3. Kelompok Kegiatan Kunjungan Rumah

4. Kelompok Kegiatan Distribusi dan Pemberian Obat

5. Kelompok Kegiatan Distribusi dan Pemberian PMT

192
6. Kelompok Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling

7. Kelompok Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan.

Pencamtuman kegiatan yang tergabung dalam setiap kelompok pelayanan


ditampilkan sebagai contoh, oleh karena itu dapat disesuaikan dengan kebijakan
dan kondisi di masing- masing FKTP, dengan dasar pertimbangan pengelompokan
kegiatan UKM yang telah dibahas sebelumnya.
Berikut ini pembahasan penerapan PPI pada pelayanan UKM, sbb:

1. PPI Pada Kegiatan Pendataan Pada Program UKM


a) Pengertian: kegiatan pendataan UKM yang dimaksud dalam hal ini
adalah semua kegiatan yang berkaitan dengan proses mengumpulkan
dan mengelola data untuk kepentingan pengelolaan program Upaya
Kesehatan Masyarakat (UKM), esensial maupun pengembangan.
Misalnya pengumpulan data sasaran (kependudukan), geografis, sosial
kemasyarakatan maupun cakupan program atau informasi lainnya yang
diperoleh baik secara primer dan sekunder. Data yang dikumpulkan
dapat bersifat kuantitatif atau kualitatif.
b) Tujuan: mengelola semua jenis pendataan yang berkaitan UKM agar
sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya
infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan
pendataan dan program UKM baik esensial maupun pengembangan.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus pada
kolom catatan tabel penerapan PPI di UKM.

193
d) Penerapan PPI pada kegiatan pendataan di masing-masing
Program UKM,

dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 39. Penerapan PPI pada Kegiatan Pendataan Program


UKM

Kelompok Kegiatan Yang Bersifat Pendataan di UKM, Sbb:


1. Pendataan Tatanan PHBS
2. Inspeksi Kesehatan lingkungan (IKL) Tempat – Tempat Umum (TTU)
3. Inspeksi Kesehatan Lingkungan tempat pengelolaan pangan
4. Pameriksaan kualitas air bersih dan air minum
5. Pencatatan dan Pelaporan pengelolaan limbah medis di Pelayanan
Kesehatan
6. PIS PK (pendataan profil kesehatan keluarga)
7. Pendataan pengukuran kebugaran jasmani anak sekolah (KESJAOR)
8. Pendataan pengukuran kebugaran jasmani Jemaah haji (KESJAOR)
9. Pendataan pengukuran kebugaran jasmani ASN
10. Pendataan tata laksana penyakit akibat kerja (PAK)
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada
indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √
Tajam
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √

194
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Pendataan secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Sampah: buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS

195
 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

2. PPI Pada Kegiatan Penjaringan atau Penapisan (Screening)


a) Pengertian: Kegiatan penjaringan atau penapisan (screening) yang
dimaksudkan dalam hal ini adalah semua kegiatan penemuan kasus baik
secara aktif (active case finding) maupun secara pasif yang dilakukan
oleh petugas UKM kepada sasaran atau masyarakat sebagai bagian dari
program UKM.
b) Tujuan: mengelola kegiatan penjaringan yang dilakukan oleh Program
UKM agar dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau
memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI untuk kegiatan


penjaringan program UKM.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Penjaringan Program UKM, dapat
dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 40. Penerapan PPI pada kegiatan penjaringan UKM

196
Kelompok Kegiatan yang Bersifat Penjaringan Pada Program UKM, sbb:
1. Pelayanan Gizi: deteksi dini/ penemuan kasus gizi di masyarakat
2. Pelayanan KIA : Pelayanan Ibu hamil, ibu bersalin, ibu menyusui dan bayi,
balita serat anak pra sekolah,lansia (posyandu lansia atau posbindu PTM)
3. Pelayanan UKS/UKGS: pemerikasaan dan pelayanan Kesehatan gigi dan mulut
4. Kegiatan penjaringan pada pelayanan P2PL,
5. Kegiatan penjaringan pada pelayanan Kesehatan Jiwa
6. PIS PK (penjaringan masalah kesehatan keluarga.
7. dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan sesuai indikasi
dan jenis paparan
3 Pengendalian Lingkungan √ Lingkungan tempat
kegiatan
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √ Contoh benda tanjam :
Tajam Needle dan sarung tangan
untuk pengembilan
sample darah
5 Pengelolaan Alat Medis √ Peralatan medis dengan
Densifeksi Tingkat Tinggi
(DTT)
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √ Contoh kegiatan pada saat
pencabutan gigi di
sekolah, dll
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √ Jaga jarak
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √

197
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √ Contoh abses untuk post
ekstraksi gigi
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada
Kegiatan Penjaringan
secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:


 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,
sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Kebersihan lingkungan dan buanglah sampah pada tempat yang telah
disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS

198
 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

199
3. PPI pada Kunjungan Rumah Pada Program UKM
a) Pengertian: Kunjungan rumah adalah semua kegiatan yang dilakukan
dengan mengunjungi rumah atau tempat tinggal sasaran dalam rangka
pelaksanaan program UKM baik esensial maupun pengembangan
termasuk kegiatan UKM yang bersifat UKP.
b) Tujuan: mengelola kegiatan kunjungan rumah agar sesuai dengan
prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan
kunjungan rumah untuk masing-masing program UKM baik
esensial maupun pengembangan.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Kunjungan Rumah Program UKM,
dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 41. Penerapan PPI pada kegiatan kunjungan rumah Program


UKM

Kelompok Kegiatan Kunjungan Rumah Pada Program UKM, sbb:


1. Kunjungan Rumah KK Rawan (Perkesmas, Posbindu, dll)
2. Kunjungan Rumah sasaran pelayanan P2P TB, P2P HIV AIDS, P2P PTM,
P2P Kusta dll.
3. Kunjungan rumah Kegiatan KIA : Penjaringan Bumil Resti, dll.
4. Sweeping sasaran: Penimbangan, Imunisasi, Bumil, dll
5. Kegiatan kunjungan rumah lainnya yang bersifat inovasi daerah : Ketuk
Pintu Layani Dengan Hati (KPLDH) di DKI, dll
6. Kunjungan rumah kegiatan UKM yang bersifat UKP, dll

200
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Sesuai Indkasi &
Kebutuhan
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √ Jika ada tindakan medis
Tajam
5 Pengelolaan Alat Medis √ Jika ada tindakan medis
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √ Jika ada tindakan medis
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √ Perhatikan jaga jarak
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √ Jika ada tindakan medis
(homecare)
4 Perawatan Luka √ Jika ada tindakan medis
(homecare)
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
Jika ada pemberian AB
YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Tim UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Kunjungan rumah secara
periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:

201
 Menjaga kebersihan perorangan.
 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah
makan, sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber
penularan penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.
 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)
 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi
pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 APD: gunakan masker jika sedang batuk/bersin
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.
.
2. Saat di Rumah/keluarga.
 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
 Memeriksakan ulang (control) sesuai saran petugas.
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.
4. PPI Pada Distribusi atau Pemberian Obat Pada Program UKM.

a) Pengertian: adalah semua kegiatan distribusi atau pemberian obat


berkaitan dengan program UKM antara lain: Vitamin A, Tablet FE, obat
cacing, atau program UKM lainnya.
b) Tujuan: mengelola proses distribusi atau pemberian obat Program
UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau

202
memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan dengan
distribusi atau pemberian obat masing-masing program UKM baik
esensial maupun pengembangan.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.

(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian


infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.

d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Distribusi atau Pemberian Obat


Pada Program UKM, dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 42. Penerapan PPI pada kegiatan distribusi obat Program


UKM

Kelompok Kegiatan Distribusi atau pemberian Obat Pada Program UKM,


sbb:

1. Program Gizi dan KIA: Distribusi Vitamin A, FE, dll


2. Program P2PPL: Pemantuan Minum Obat (PMO) pada sasaran penderita TB,
dan HIV/AIDS, Distribusi Obat Cacing (Filariasis, Obat cacing di sekolah,
pesantren, dll).
3. Kegiatan distribusi dan pemberian obat program UKM lainnya.
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan APD sesuai
indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √
Tajam

203
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √ Jika ada pemberian AB
YG BIJAK (mislanya obat program,
dll)
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Distribusi obat secara
periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:

 Menjaga kebersihan perorangan.

 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,


sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.

 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)

 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi


pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol

204
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.

 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.

 Terapkan PHBS

 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.
5. Distribusi atau Pemberian Makanan Tambahan.
a) Pengertian: adalah semua kegiatan distribusi atau pemberian makanan
tambahan yang dilakukan oleh program UKM kepada sasaran.
b) Tujuan: mengelola proses penyediaan, pendistribusian atau pemberian
makanan tambahan atau sejenisnya oleh Program UKM dilaksanakan
sesuai dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya
infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan


penyiapan, pendistribusian dan pemberian makanan tambahan
kepada sasaran.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
205
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Distribusi atau Pemberian Makanan
Tambahan, dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 43. Penerapan PPI pada kegiatan pemberian makanan


tambahan

Kelompok Kegiatan Distribusi dan Pemberian Makanan Tambahan Pada


Program UKM, sbb:

1. Program Gizi: PMT Bayi/Balita di Posyandu, Sekolah/Pesantren, dll

2. Program KIA: PMT untuk Untuk Ibu Hamil,

3. PMT pada program UKM lainnya: Lansia di Posbindu,

4. Distribusi dan pemberiatan PMT lainnya di UKM


PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √ Memperhatikan
kebersihan tangan dalam
saat pengelolaan makanan
2 Penggunaan APD √ Penggunaan APD sesuai
dengan indikasi. Sesuai
penggunaan sarung tangan
rumah tangga,
cemek
3 Pengendalian Lingkungan √ Sampah PMT
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √
Tajam
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √

206
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI
Distribusi & pemberian
PMT secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:

 Menjaga kebersihan perorangan.

 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,


sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.

 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)

 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi


pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.

 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.

 Terapkan PHBS

 Laksanakan Germas
207
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

6. PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan dan Konseling


a) Pengertian: adalah semua kegiatan pelatihan, penyuluhan dan konseling
yang dilakukan oleh petugas dalam rangka sosialisasi, penyebaran
informasi baik secara massal maupun perseorangan (konseling) yang
dilakukan oleh program UKM kepada sasaran termasuk kegiatan untuk
peningkatan pengetahuan.
b) Tujuan: menjamin proses pelatihan, penyuluhan baik massal maupun
per-individu oleh Program UKM dilaksanakan sesuai dengan prinsip PPI
untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI yang berkaitan


pelatihan, penyuluhan secara massal maupun konseling kepada
sasaran.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Pelatihan, Penyuluhan (massal dan
konseling), dapat dlihat dalam matriks berikut ini:

Tabel 44. Penerapan PPI pada kegiatan pelatihan, penyuluhan &


konseling.

208
Kelompok Kegiatan yang Bersifat Pelatihan, Penyuluhan (massal dan
individu) Pada Program UKM, sbb:
1. Penyuluhan: Napza dan Kenakalan Remaja, dll
2. Program Gizi: Pelatihan Kader Posyandu, Penyuluhan Gizi di posyandu,
Konseling asuhan pemberian makanan tambahan pada KEK, dll
3. Program KIA: Kelas ibu Hamil, konseling bagi Catin/PUS, Konseling
penggunaan KB termasuk paska salin, IVA Test, dll.
4. Program P2PL: Pelatihan Kader Jumatik, TB/MDR, HIV/AIDS, Rabies,
Malaria, dll
5. Program lain: Pelatihan dokter kecil (UKS/UKGS).
6. dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada
indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √
Tajam
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA √
YG BIJAK
209
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada
Pelatihan, Penyuluhan dan
Konseling secara periodik
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:

 Menjaga kebersihan perorangan.

 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,


sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.

 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)

 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi


pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak,
melakukan kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.
 APD: gunakan masker jika sedang batuk/bersin

 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.

 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.

 Terapkan PHBS

 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.
210
7. Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan (UKBM).
a) Pengertian: adalah semua kegiatan pemantauan, pembinaan dan
pemberdayaan yang dilakukan oleh petugas UKM kepada sasaran,
keluarga, kelompok atau masyarakat dalam rangka pelaksanaan program
UKM.
b) Tujuan: mengelola kegiatan pemantauan, pembinaan dan
pemberdayaan yang dilakukan oleh Program UKM dilaksanakan sesuai
dengan prinsip PPI untuk mencegah atau memutus terjadinya infeksi
secara dini.
c) Prinsip umum:

(1) Setiap FKTP membuat SOP penerapan PPI untuk kegiatan


pemantauan, pembinaan dan pemberdayaan kepada sasaran,
kelompok atau masyarakat.
(2) Perlu pemantauan atau monitoring secara periodik dan
berkesinambungan terhadap tingkat kepatuhan petugas pada protap
atau SOP yang telah dibuat.
(3) Penerapan PPI, mengikuti tatacara pencegahan dan pengendalian
infeksi sebagaimana telah dijelaskan pada Bab III, dengan
memperhatikan catatan- catatan yang dibuat secara khusus.
d) Penerapan PPI Pada Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan
Pemberdayaan Pada Program UKM (UKBM), dapat dlihat dalam
matriks berikut ini:

Tabel 45. Penerapan PPI pada kegiatan pemantauan pembinaan dan


pemberdayaan UKM

211
Kelompok Kegiatan Pemantauan, Pembinaan dan Pemberdayaan Pada
Program UKM, sbb:

1. Program Gizi: Pematauan Tumbuh Kembang, dll.


2. Program KIA: pembinaan dan pemantauan bumil, dll
3. Program UKS/UKGS: Pembinaan dokter kecil, dll
4. Program P2PL: Pemicuan bebas BAB sembarang tempat (STBM), dll.
5. Program yang Bersifat Inovasi
6. Pembinaan dan pemberdayaan Pos UKK
7. Pembinaan kesehatan kerja perusahaan dan perkantoran
8. Pembinaan kebugaran jasmani anak sekolah
9. Pembinaan kebugaran jasmani Jemaah haji
10. Pembinaan kebugaran jasmani ASN
11. dll
PENERAPAN STANDAR PPI BAGI PETUGAS
A. KEWASPADAAN ISOLASI
 Kewaspadaan Standar YA TDK CATATAN
1 Kebersihan Tangan √
2 Penggunaan APD √ Gunakan Masker jika ada
indikasi.
3 Pengendalian Lingkungan √
4 Pengelolaan Limbah dan Benda √
Tajam

212
5 Pengelolaan Alat Medis √
6 Pengelolaan Linen √
7 Penyuntikan Yang Aman √
8 Kebersihan Pernapasan dan Etika √
Batuk
9 Penempatan pasien √
10 Perlindungan kesehatan karyawan √
 Kewaspadaan Transmisi
1 Kontak √
2 Droplet √
3 Udara √
B. PENGELOLAAN BUNDLES
1 Alat Bantu Napas √
2 Infus √
3 Kateter Urine √
4 Perawatan Luka √
C. PENGGUNAAN ANTIMIKROBA

YG BIJAK
D. DIKLAT PPI √ Semua Staff UKM sudah
tersosialisasi PPI
E. SURVEILANS √
F. MONEV √ Nilai CR SOP PPI Pada
Kegiatan Pembinaan dan
pemberdayaan
masyarakat (UKBM)
PESAN EDUKASI PPI BAGI SASARAN ATAU MASYARAKAT

1. Saat ke/di Tempat Kegiatan:

 Menjaga kebersihan perseorangan.

 Kebersihan Tangan: biasakan mencuci tangan (sebelum dan sesudah makan,


sesudah BAB, sesudah menyentuh sesuatu yang kotor atau sumber penularan
penyakit, dll
 Tidak membuang dahak disembarang tempat.

 Jaga jarak dengan orang lain (pasien dengan gangguan saluran napas/ISPA)

 Gunakan masker jika mengalami gangguan saluran pernafasan, pada kondisi


pandemi maka semua masyarakat yang datang harus mengikuti protokol
kesehatan yang sudah ditentukan (memakai masker, menjaga jarak, melakukan

213
kebersihan tanganPerhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit
 Perhatikan etika/bersin jika pasien lagi flu/sakit.

 Buanglah sampah pada tempat yang telah disediakan.

2. Saat di Rumah/keluarga.

 Terapkan PHBS
 Laksanakan Germas
Catatan: Penerapan Standar PPI:
 Ya artinya diterapkan sesuai dengan indikasi, tatakelola dan prosedur
sama dengan penjelasan PPI di Bab III.
 Tidak artinya tidak diperlukan
 Catatan: penjelasan khusus yang diperlukan untuk penyesuaian
dengan kondisi di FKTP masing-masing.

214
BAB V
PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING DAN PENANGGULANGAN
KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

A. PENERAPAN PPI PADA PENYAKIT INFEKSI EMERGING


Pengertian: Penyakit Infeksi Emerging (Emerging Infection Diseases) adalah
penyakit yang muncul dan menyerang suatu populasi untuk pertama kalinya,
atau telah ada sebelumnya namun meningkat dengan sangat cepat, baik dalam
hal jumlah kasus baru didalam suatu populasi, atau penyebaranya ke daerah
geografis yang baru disebabkan oleh virus, bakteri atau parasit. Penyakit yang
pernah terjadi di suatu daerah di masa lalu, kemudian menurun atau telah
dikendalikan, namun kemudian dilaporkan lagi dalam jumlah yang meningkat,
juga digolong sebagai penyakit emerging, bahkan kadang- kadang sebuah
penyakit lama muncul dalam bentuk klinis baru, yang bisa jadi lebih parah atau
fatal.

Tujuan: penerapan PPI pada penyakit infeksi emerging bertujuan untuk


membantasi, meminimalisir atau memutus rantai penularan penyakit agar
terkendali dan tidak meluas menjadi KLB atau pandemi.

1. Beberapa Istilah dalam Penyakit Infeksi Emerging.

a) New emerging infection disease adalah penyakit menular yang baru


muncul dalam suatu populasi atau yang telah dikenal selama beberapa
waktu tetapi dengan cepat meningkat dalam kejadian atau rentang
geografis. Contohya : Ebola virus, HIV/AIDS dan COVID-19 dimana
bahwa penyakit ini:
 Belum pernah terjadi pada manusia sebelumnya (jenis kemunculan
ini sulit ditegakkan dan mungkin jarang);
 Telah terjadi sebelumnya tetapi hanya mempengaruhi sejumlah
kecil orang di tempat-tempat terpencil (AIDS dan demam berdarah
Ebola adalah contoh); atau
 Telah terjadi sepanjang sejarah manusia tetapi hanya baru-baru ini
diakui sebagai penyakit yang berbeda karena agen infeksi.

215
b) Re-emerging disease adalah penyakit infeksi yang ada di suatu daerah
yang kasusnya sudah sangat menurun atau terkontrol, tapi kemudian
meningkat lagi kejadiannya, kadang dalam bentuk klinis lebih berat
atau fatal. Perilaku manusia mempengaruhi kemunculan kembali.
Misalnya, terlalu sering menggunakan antibiotik sehingga
menyebabkan organisme penyebab penyakit kebal terhadap obat-
obatan. Penyakit yang muncul kembali (re-emerging) termasuk
malaria, TBC, kolera, pertusis, influenza, penyakit radang paru-paru,
dan gonore.

2. Perkembangan Kasus Penyakit Infeksi Emerging


Sumber penularan: sekitar 75% penyakit infeksi emerging yang
menyerang manusia merupakan zoonosis yaitu penyakit yang ditularkan
dari hewan ke manusia. Sebagian besar akibat meningkatnya interaksi
antara manusia, binatang dan lingkungan. Beberapa merupakan hasil dari
proses alami seperti evolusi patogen, tetapi banyak yang merupakan hasil
dari perilaku manusia. Perkembangan bagaimana interaksi antara manusia
dan lingkungan kita telah banyak berubah.

Faktor penyebab kemunculan penyakit baru: ada banyak faktor yang


mempercepat kemunculan kemudahan penyakit baru yang menyebabkan
agen infeksi berkembang menjadi bentuk ekologis baru, agar dapat
menjangkau dan beradaptasi dengan inang yang baru, dan agar dapat
menyebar lebih mudah diantar inang-inang baru.

Faktor-faktor penyebab tersebut antara lain, sbb:


 Pertumbuhan populasi yang cepat, dan kemiskinan.

 Urbanisasi (migrasi dari desa ke kota),

 Perang

 Transportasi (perjalanan udara internasional)

 Perubahan ekologis dan ekosistem (penngunaan lahan,


penghancuran habitat asli, yang menyebabkan hewan dan
manusia hidup dalam jarak dekat)

216
 Perubahan iklim dan perubahan ekosistem;

 Perubahan dalam populasi inang reservoir atau vektor serangga


perantara, dll.
Sebagaimana diketahui, penyakit infeksi emerging dalam kurun waktu tiga
dasa warsa terakhir terus menjadi ancaman bagi keamanan kesehatan
global, karena dapat menimbulkan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tidak
hanya menyebabkan kesakitan dan kematian yang banyak tapi juga
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar.
Berbagai penyakit infeksi emerging telah mengakibatkan berbagai KLB,
atau dideklarasikan oleh WHO sebagai Public Health Emergency of
International Concern (PHEIC)/Kedaruratan Kesehatan Masyarakat yang
Meresahkan Dunia (KKMMD) hingga menjadi pandemi, antara lain
adalah:

a) Severe Acute Respiratory Syndrome (SARS) pada tahun 2002-2003;

b) Influenza A (H1N1) pada tahun 2009;

c) Polio sejak tahun 2014 hingga saat ini;

d) Penyakit Virus Zika pada tahun 2016

e) Penyakit Virus Ebola pada tahun 2014 dan 2019.

f) Pada akhir 2019 dunia dikejutkan dengan adanya kasus klaster


pneumonia yang tidak diketahui penyebabnya di Kota Wuhan,
Provinsi Hubei, China. Kasus ini kemudian dikenal sebagai COVID-
19 )*.

Catatan)*: Covid-19 dinyatakan sebagai PHEIC oleh WHO pada 30


Januari 2019. Pemerintah Indonesia kemudian menetapkan sebagai
pandemic pada 11 Maret 2020. Hingga penulisan pedoman ini
selesai dibuat, data menujukkan per 30 September 2020 telah
tercatat 33.249.565 kasus konfirmasi diseluruh dunia, dengan jumlah
1.000.040 kematian (3,0% angka kematian). Sementara di Indonesia
terdapat 287.008 kasus konfirmasi dengan 10.740 kematian (3.7%
angka kematian (sumber: https://infeksiemerging.kemkes.go.id/)

217
Dampak yang ditimbulkan dari sebuah penyakit baru sulit diprediksi
namun diketahui bisa sangat bermakna, karena pada saat penyakit baru itu
menyerang manusia, mungkin hanya sedikit kekebalan yang dimiliki
manusia atau bahkan tidak ada sama sekali.

Penyakit infeksi emerging adalah penyakit infeksi yang memerlukan


penelaahan risiko karena dapat menimbulkan risiko kepedulian dan
kedarutan kesehatan masyarakat dan/atau keresahan masyarakat, menyebar
secara cepat lintas wilayah maupun lintas negara, berpotensi dipergunakan
sebagai senjata biologi dan mampu memberikan dampak besar ekonomi
bagi negara dan masyarakat, sehingga memerlukan tanggap nasional secara
terkoordinasi (lihat: Permenkes RI No.658/MENKES/PER/VIII/2009).

3. Penerapan PPI pada Penyakit Infeksi Emerging, sbb:

Penerapan PPI pada saat terjadi penyakit Infeksi emerging oleh petugas
kesehatan, secara garis besar, sbb:

a) Penerapan kewaspadaan standar antara lain :

(1) Menerapkan dan mematuhi kebersihan tangan dengan 5 momen


dan 6 langkah kebersihan tangan.
(2) Menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) sesuai indikasi dengan
mempertimbangkan risiko paparan pada tindakan atau prosedur
yang akan dilakukan.
(3) Melakukan tindakan kebersihan pernapasan dengan tepat dan
benar.

(4) Menjaga jarak < 1 meter (Physical distancing).

(5) Menjaga dan memperhatikan kebersihan lingkungan.

(6) Melakukan penanganan linen sesuai standar yang ditetapkan.

(7) Melakukan pengelolaan limbah sesuai kriteria infeksius, non


infeksius dan benda tajam yang merujuk pada Pedoman
Pengelolaan Limbah Rumah Sakit Rujukan, Rumah Sakit
Darurat dan Puskesmas yang menangani penyakit infeksi
emerging yang dikeluarkan oleh Direktorat Jenderal Kesehatan
218
Masyarakat yang sudah ada atau yang diterbitkan saat pandemi
terjadi.
(8) Melakukan dan mengawasi prosedur desinfeksi peralatan
perawatan pasien berdasarkan kriteria peralatan kritikal, semi
kritikal dan non kritikal.
(9) Melaksanakan parktik penyuntikan yang aman.

(10) Melaksanakan program pemberian anti mikroba yang bijaksana.

(11) Pengelolaan kesehatan petugas sesuai kebijakan dan standar yang


ditetapkan.

b) Penerapan Kewaspadaan Transmisi.

Menerapkan prosedur, standar pencegahan penularan penyakit infeksi


berdasarkan transmisi kontak, droplet dan airborne sesuai pedoman
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sudah ada atau yang
dikeluarkan saat terjadi pandemi.

c) Pengendalian Administratif.

(1) Penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang


berkesinambungan.

(2) Membuat pedoman/panduan dan prosedur–prosedur dan


kebijakan semua aspek kesehatan kerja dengan penekanan
pencegahan Penyakit Infeksi Emerging.
(3) Identifikasi dini pasien dengan kasus Penyakit Infeksi Emerging
baik ringan maupun berat, diikuti dengan penerapan tindakan
pencegahan yang cepat dan tepat, serta pelaksanaan pengendalian
sumber infeksi dengan menempatkan di area terpisah dari pasien
lain, dan segera lakukan kewaspadaan tambahan. Aspek klinis
dan epidemiologi pasien harus segera dievaluasi dan
penyelidikan harus dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
(4) Membuat kebijakan tentang kesehatan dan perlindungan petugas
kesehatan.

d) Melakukan Pendidikan dan pelatihan

219
(1) Berikan pendidikan pelatihan kepada seluruh staf fasilitas
pelayanan kesehatan tentang Penyakit Infeksi Emerging yang
terkait kondisi yang terjadi dengan materi:
 Konsep kejadian Penyakit Infeksi Emerging (sesuai kasus
yang terjadi).
 Konsep Infeksi penyakit infeksi.

 Mikrobiologi dasar.

 Program PPI : Kewaspadaan Isolasi, Bundles, Surveilans


HAIs, Penggunaan Anti Mikroba yang bijak..
(2) Berikan sosialisasi kepada masyarakat tentang Penyakit Infeksi
Emerging:

 Rantai Infeksi untuk awam.

 Kewaspadaan Isolasi: kewaspadaan standar dan


kewaspadaan berdasarkan transmisi.
 Konsep Penyakit Infeksi Emerging (sesuai kondisi jika
terjadi wabah)

4. Pencegahan Penularan pada Individu

(1) Membersihkan tangan secara teratur dengan cuci tangan pakai sabun
dan air mengalir selama 40-60 detik atau menggunakan cairan
antiseptik berbasis alkohol (handsanitizer) minimal 20 – 30 detik.
Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut dengan tangan yang tidak
bersih.
(2) Menggunakan alat pelindung diri berupa masker yang menutupi hidung
dan mulut jika harus keluar rumah atau berinteraksi dengan orang lain
yang tidak diketahui status kesehatannya (yang mungkin dapat
menularkan mikroorganisme).
(3) Menjaga jarak minimal 1 meter dengan orang lain untuk menghindari
terkena droplet dari orang yang yang batuk atau bersin. Jika tidak
memungkin melakukan jaga jarak maka dapat dilakukan dengan

220
berbagai rekayasa administrasi dan teknis lainnya.
(4) Membatasi diri terhadap interaksi/kontak dengan orang lain yang tidak
diketahui status kesehatannya.
(5) Saat tiba di rumah setelah bepergian, segera mandi dan berganti
pakaian sebelum kontak dengan anggota keluarga di rumah.
(6) Meningkatkan daya tahan tubuh dengan menerapkan pola hidup bersih
dan sehat (PHBS) seperti konsumsi gizi seimbang,
(7) Mengelola penyakit penyerta/komorbid agar tetap terkontrol.

(8) Menerapkan etika batuk dan bersin, terutama jika sakit. Jika berlanjut
segera berkonsultasi dengan dokter/tenaga kesehatan.

5. Perlindungan Kesehatan Pada Masyarakat

a) Upaya pencegahan (prevent)

(1) Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui


sosialisasi, edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi
untuk memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua orang,
serta keteladanan dari pimpinan, tokoh masyarakat, dan melalui
media mainstream.
(2) Kegiatan perlindungan (protect) antara lain dilakukan melalui
penyediaan sarana cuci tangan pakai sabun yang mudah diakses
dan memenuhi standar atau penyediaan handsanitizer, upaya
penapisan kesehatan orang yang akan bepergian.
(3) Kegiatan promosi kesehatan (promote) dilakukan melalui
sosialisasi, edukasi, dan penggunaan berbagai media informasi
untuk memberikan pengertian dan pemahaman bagi semua orang,
serta keteladanan dari pimpinan, tokoh masyarakat, dan melalui
media mainstream.

b) Upaya penemuan kasus (detect).

(1) Deteksi dini untuk mengantisipasi penyebaran kasus infeksi dapat


dilakukan semua unsur dan kelompok masyarakat melalui
koordinasi dengan dinas kesehatan setempat atau fasilitas
pelayanan kesehatan.
221
(2) Melakukan pemantauan kondisi kesehatan (gejala penyakit yang
muncul) terhadap semua orang yang berada di lokasi kegiatan
tertentu seperti tempat kerja, tempat dan fasilitas umum atau
kegiatan lainnya.

c) Unsur penanganan secara cepat dan efektif (respond)

Melakukan penanganan untuk mencegah terjadinya penyebaran yang


lebih luas, antara lain berkoordinasi dengan dinas kesehatan setempat
atau fasilitas pelayanan kesehatan untuk melakukan pelacakan kontak
erat, pemeriksaan laboratorium serta penanganan lain sesuai
kebutuhan.

6. Budaya Adaptasi Kebiasaan baru (AKB)

Pada kejadian Penyakit Infeksi Emerging, maka penerapan adaptasi


kebiasaan baru diartikan sebagai perubahan perilaku untuk tetap
menjalankan aktivitas normal. Sebagai contoh kasus: penerapan AKB
dimasa pandemik Covid-19, masa adaptasi kebiasaan baru dapat
didefinisikan sebagai suatu tatanan baru yang memungkinkan masyarakat
hidup “berdampingan” dengan Covid-19, yakni masyarakat dapat
melakukan kegiatan seperti biasa namun dengan mengikuti protokol
kesehatan yang ada (menerapkan pola hidup bersih sehat, menjaga jarak
dan mengurangi kontak fisik dengan orang lain, dan lainnya) atau
mengikuti kebijakan dan pedoman yang dikeluarkan terkait pandemi untuk
menghindari penularan dan penyebaran virus.

a) Prinsip AKB antara lain melakukan, sbb :

(1) Jaga kebersihan tangan yaitu bersihkan tangan dengan sabun dan
air mengalir jika tangan kotor atau handsanitizer jika tangan
tampak bersih sesuai standar yaitu melalui 6 langkah kebersihan
tangan.
(2) Jangan menyentuh wajah dalam kondisi tangan yang belum bersih
sebisa mungkin hindari menyentuh area wajah khususnya mata,

222
hidung dan mulut.
(3) Terapkan etika batuk dan bersin dengan menutup mulut dan
hidung menggunakan lengan atas bagian dalam ketika batuk atau
bersin, selain dengan lengan bisa juga menutup mulut dan hidung
menggunakan tisu yang setelahnya harus langsung dibuang ke
tempat sampah.
(4) Pakai masker bagi yang memiliki gejala gangguan pernapasan ,
kenakanlah masker medis kemanapun anda pergi keluar rumah
atau berintekaksi dengan orang lain dan jika anda yang tidak
memiliki gejala apapun cukup gunakan masker kain karena masker
medis terbatas dan diprioritaskan untuk mereka yang
membutuhkan misalnya : tenaga kesehatan.
(5) Jaga jarak untuk menghindari terjadinya paparan virus dari orang
ke orang lain kita harus senantiasa menjaga jarak dengan orang
lain minimal 1 meter. Menjaga jarak juga dikenal dengan isitilah
physical distancing, kita dilarang mendatangi kerumunan,
meminimalisir kontak fisik dengan orang lain dan tidak
mengadakan acara yang mengundang banyak orang.
(6) Isolasi mandiri bagi yang merasa tidak sehat seperti mengalami
deman, batuk/pilek/nyeri tenggorokan/sesak napas diminta secara
sadar dan sukarela melakukan isolasi mandiri di dalam rumah.
(7) Jaga kesehatan dengan memastikan kesehatan fisik tetap terjaga
dengan berjemur sinar matahari pagi selama beberapa menit,
mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, melakukan olahraga
ringan dan istirahat yang cukup.
b) Tindakan PPI di Unit Pelayanan Saat Terjadi Penyakit Infeksi
Emerging

(1) Pelayanan Kesehatan pada Upaya Kesehatan Perseorangan


(UKP)

(a) Petugas Kesehatan, sbb:

(i) Patuhi kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun

223
atau menggunakan handsanitizer sesuai standar.
(ii) Gunakan APD sesuai indikasi dan jenis paparan, patuhi
cara penggunaan dengan benar, pelepasan dengan benar
dan disposal (pembuangan) dengan benar.
(iii) Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan
menggunakan masker, face shield dan membatasi
menggunakan barier jika memungkinkan dan
diperlukan.
(iv) Memastikan melakukan pengelolaan peralatan kesehatan
sesuai kategori alat kesehatan kritikal, semi kritikal dan
non kritikal.
(v) Memastikan menggunakan dan membersihkan linen
sesuai standar yang ditetapkan.
(vi) Memastikan lingkungan dengan sirkulasi udara yang
baik, tidak pengab dan panas dengan aliran udara 12 kali
per menit, bersih dan tertata dengan baik.
(vii) Melakukan penyuntikan yang aman dengan mematuhi
prinsip satu spuit, satu pasien, satu waktu.
(viii) Menempatkan pasien dengan risiko penularan kontak,
droplet dan airborne sesuai indikasi risiko penulan
penyakit dalam ruangan tersendiri atau menggunakan
sistim kohort.
(ix) Membuang limbah sisa pelayanan sesuai kategori
limbah infeksius, non infeksius dan benda tajam
dkedalam tempat limbah yang sesuai.
(x) Mendapatkan pelayanan perlindungan petugas dari
risiko penularan penyakit infeksi dan penyakit akibat
kerja,
(xi) Lakukan isolasi mandiri jika dirasakan ada keluhan
demam, batuk, flu atau filek.
(xii) Melakukan prosedur tindakan berdasarkan SOP atau
bundles HAIs.

224
(b) Pasien, sbb:

(i) Pastikan melakukan pendaftaran pendaftaran/registrasi


melalui telepon atau secara online.
(ii) Datanglah sesuai dengan jam perjanjian yang telah
ditetapkan.

(iii) Setelah tiba di Fasilitas pelayanan kesehatan segera


lakukan kebersihan tangan dengan air mengalir dan
sabun atau menggunakan handsanitizer.

(iv) Jaga jarak saat berada di antrian minimal 1 meter.

(v) Duduklah di ruang tunggu sesuai tempat duduk yang


disediakan.

(vi) Gunakan masker jika mengalami gejala saluran


pernapasan akut (batuk, filek atau bersin).
(vii) Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan
benar.

(viii) Jaga jarak dengan pasien lain minimal 1 meter terutama


dengan pasien dengan gejala ISPA.
(ix) Segera meninggalkan fasilitas pelayanan
kesehatanjika pelayanan setelah selesai.

(2) Pelayanan Kesehatan pada Upaya Kesehatan Masyarakat


(UKM)

(a) Petugas, sbb:

(i) Patuhi kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun


atau menggunakan handsanitizer sesuai standar yang
sudah disiapkan saat akan ke masyarakat.
(ii) Gunakan APD sesuai risiko dan jenis paparan yang akan
ditemukan.
(iii) Jaga jarak minimal 1 meter dan gunakan masker jika
berhadapan dengan pasien atau anggota masyarakat
dengan gejala saluran pernapasan akut (batuk, filek atau
225
bersin).
(iv) Pastikan lingkungan dan sirkulasi udara tempat lokasi
pertemuan/pemeriksaan dalam kondisi baik tidak panas,
pengab dengan sirkulasi udara minimal 12 kali perputaran
per jam.
(v) Persiapkan dan bawa peralatan kesehatan yang akan
dipergunakan sesuai jenis kritikal, semi kritikal dan non
kritikal dalam kondisi aman dan tidak terkontaminasi
(dalam box tertutup).
(vi) Melakukan penyuntikan yang aman (immunisasi atau
pengobatann) dengan mematuhi prinsip satu spuit, satu
pasien, satu waktu dengan membawa bak spuit, kapas
alkohol, safety box dan bengkok dan vaksin dalam
tempatnya.
(vii)Mengumpulkan limbah infeksius dalam kantong infeksius
dan benda tajam dalam safety box untuk di proses
insenerator di fasilitas pelayanan kesehatan.
(b) Klien/masyarakat, sbb:

(i) Menyediakan sarana kebersihan tangan air mengalir dan


sabun atau handsanitiser.

(ii) Bila merasakan gangguan Infeksi Saluran Pernasan Akut


(ISPA) segera memberi tahu kepada petugas.
(iii) Menjaga jarak tempat duduk antar individu dengan jarak
minimal 1 meter dan tidak berkerumun.
(iv) Menjaga lingkungan tempat kegiatan dalam kondisi
bersih, sirkulasi udara tidak panas, pengab dengan
perputaran udara baik.
(v) Gunakan masker jika mengalami gejala saluran
pernapasan akut (batuk, filek atau bersin).
(vi) Lakukan etika batuk dan kebersihan pernapasan dengan
benar.

226
(vii)Menjaga kebersihan lingkungan.

(viii) Membuang limbah sesuai kategori limbah .

227
B. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

Pembahasan tentang penanggulangan KLB dalam pedoman ini hanya dikaji


secara singkat karena keterkaitannya yang erat dengan Penyakit Infeksi
Emerging. Pedoman Penanggulangan KLB dan penyelenggaraan kewaspadaan
dini, secara rinci dapat dilihat pada Permenkes 949/MENKES/SK/VIII/2004
tentang Pedoman Penyelenggaraan Sistem Kewaspadaan Dini dan Kejadian
Luar Biasa. Rujukan lainnya tentang ketentuan teknis penanggulangan KLB
terutama pada penyakit infeksi emerging adalah pedoman penyelidikan
epidemiologi dan penanggulangan KLB yang dikeluakan oleh Direktorat
Surveilans dan Karantina Kesehatan, Kementerian Kesehatan.

1. Penyakit Infeksi Emerging dan Penanggunalangan KLB

Beberapa jenis penyakit infeksi emerging yang ada di Indonesia, seperti


penyakit infeksi yang bestatus endemis bisa berubah menjadi kejadian luar
biasa (KLB), demikian pula ancaman munculnya penyakit baru yang
selama ini hanya terjadi penularan antar binatang namun kemudian bisa
menular dan mewabah antar manusia. Kondisi ini menuntut perlunya suatu
sistem kewaspadaan dini, untuk merespon KLB yang dapat terjadi setiap
saat. Sistem kewaspadaan yang terencana, terprogram dan akurat sehingga
proses penanggulangannya juga dapat lebih cepat, cepat dan akurat pula.
Penanggulangan KLB merupakan kegiatan yang dilakukan secara terpadu
oleh pemerintah pusat, daerah dan masyarakat. Kegiatan penanggulangan
KLB secara garis besar meliputi meliputi: penyelidikan epidemiologi,
penatalaksanaan penderita, yang mencakup kegiatan pemeriksaan,
pengobatan, perawatan dan isolasi penderita, termasuk tindakan karantina,
pemusnahan penyebab penyakit dan pencegahan dan pengebalan termasuk
PPI.
2. Pengertian kejadian luar biasa (KLB) atau Wabah (outbreak) ditandai
dengan:

a) Peningkatan jumlah kasus yang cukup bermakna dari yang


diharapkan/tingkat endemisitas pada kurun waktu tertentu
b) Peningkatan jumlah kematian dari yang biasa

228
c) Munculnya kasus yang sebelumnya belum pernah ada atau muncul
kembali

3. Sumber terjadinya KLB

Gambar 39. Sumber KLB dan penyebaran infeksi


4. Kriteria kerja KLB

a) Timbulnya suatu penyakit/kesakitan yang sebelumnya tidak ada/tidak


diketahui

b) Peningkatan kejadian penyakit/kematian 2 kali atau lebih dibandingkan


periode sebelumnya
c) Case fatality rate dari suatu penyakit dalam kurun waktu tertentu
menunjukkan 50% atau lebih dibandingkan CFR dari periode
sebelumnya

229
d) Proporsional rate (PR) penderita baru dari periode tertentu
menunjukkan kenaikan 2 kali lipat atau lebih dibandingkan periode
yang sama dalam kurun waktu/tahun sebelumnya.

5. Penetapan Diagnosis KLB

Is this an outbreak? What is the diagnosis

Hub antara Manifesytasi


masalah ? Klinis Hasil
Peningkatan kasus? Laboratory

Outbreak confirm

Tindakan pencegahan lansung


Investigasi lanjut

Profilaksis
Etiologi agent
Isolasi
Modus penularan
Peringatan publik
Cara penularan
Tindakan higiene
Sumber kontaminasi
Populasi berisiko
Sumber paparan

Gambar 40. Skema diagnosis KLB

230
6. Tim penanggulangan KLB

1. Tim Multidisiplin/multi lintas sektoral, bekerjasama dalam


penanggulangan KLB

2. Salah satu anggota tim kesehatan adalah perawat (IPCN)

3. IPCN dapat terlibat lansung dalam penagnggulangan KLB

7. Manajemen Investigasi

a) Pengumpulan data kasus: data Mikrobiologi, Data Surveilans HAIs.


Dan hasil diskusi dengan para klinisi.
b) Catat data berdasarkan: tanda dan gejala, apakah menujukkan
KLB,

Medications, Procedures, Consults, lokasi, Staff contact, Host


factors?

8. Langkah-Langkah Investigasi KLB

a) Persiapan Lapangan

b) Memastikan KLB

c) Verifikasi DX

d) Tetapkan Kasus KLB (umumkan)

e) Pengolahan data deskriptif

f) Buat langkah Penanggulangan

g) Evaluasi hasil

h) Komunikasi Hasil Temuan

i) Pencegahan dan Penagggulangan

j) Observasi hasil tindakan

k) Kasus Dihentikan

231
9. Verifikasi Diagnosa KLB, Untuk memastikan diagnosis:

a) Review temuan klinis dan

b) Lab, termasuk teknik yang dipakai

c) Hasil konsultansi tenaga ahli

10. Penemuan kasus mencakup informasi :

a) Identitas : nama, alamat

b) Demografi : umur, sex, pekerjaan

c) Klinis

d) Faktor Risiko

e) Pelapor

11. Tindakan awal pada pasien perawatan akut dan non akut

a) Cohorting patients & staff

b) Batasi mobilitas pasien

c) Staff Screening

d) Komunikasi

e) Peralatan pasien & Pembersihan

f) Kepatuhan terhadap aturan

g) Kebutuhan sarana dan prasarana

12. Pengendalian Kejadian Luar Biasa

a) Jangan menunggu akhir penyedlidikan :

 Penilaian umum KLB

 Penilaian spesifik menurut hasil temuan

b) Jenis tindakan untuk mengendalikan

 Sumber

 Transmisi

232
 Mengurangi kerentanan host

c) Tindakan pencegahan melalui

 Kewaspadaan isolasi

 Isolasi

 Imunisasi

13. Persiapan Dalam Pencegahan KLB

a) Struktur bangunan

 Ruangan tersendiri

 Jarak antara – pasien, kemudahan dalam pembersihan

 Ventilasi yang adekuat

 Penempatan sarana kebersihan tangan

b) Penyediaan sarana kesehatan

 Sarana kebersihan tangan

 Alat kesehatan

 Monitor dan tekanan negative ruangan

c) Sarana & tindakan Sterilisasi

 SPO

 Kepatuhan terhadap kebijakan

d) Pendidikan dan Pelatihan.

14. Indikator Keberhasilan penagggulangan KLB

a) Menurunnya frekuensi KLB

b) Menurunnya jumlah kasus pada setiap KLB

c) Menurunnya jumlah kematian pada setiap KLB

d) Memendeknya periode KLB

233
e) Menyempitnya penyebar luasan wilayah KLB

15. Berakhirnya KLB

a) Membuat laporan tertulis KLB

b) Komunikasi dan menyampaikan

c) Adanya kebijakan

d) Evaluasi kinerja

234
BAB VI
MANAJEMEN DAN SUMBER DAYA
PPI DI FKTP

A. KEBIJAKAN DAN PENGORGANISASIAN PPI DI FKTP

1) Kebijakan

Peraturan Menteri Kesehatan no. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, Pasal
3 menyebutkan bahwa setiap Fasilitas Ksehatan harus melaksanakan PPI.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dimaksud terkait HAIs dan infeksi yang
bersumber dari masyarakat. Selanjutnya pada Pasal 5 disebutkan bahwa
pelaksanaan PPI di fasilitas kesehatan dilaksanakan melalui pembentukan Tim
PPI. PPI di FKTP dilaksanakan dengan tujuan melindungi pasien, petugas
kesehatan, pengunjung dan lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan dari
risiko infeksi.

Untuk memastikan program tersebut dapat berjalan, perlu diatur dan


dicamtumkan dalam Peraturan Internal FKTP yang mencakup Manajemen
Mutu, Manajemen Risiko dan Keselamatan Pasien, dll yang dibuat dengan
mengacu pada peraturan-peraturan eksternal baik tingkat pusat maupun daerah
masing-masing, antara lain, sbb:

 SK pembentukan Tim PPI yang dilengkapi uraian tugas tim,

 Peraturan Internal PPI mencakup program PPI dan pengorganisasiannya


(diadoptasi dari Pedoman Teknis ini, PMK 27/2017, dll)
 Rencana Kegiatan PPI (Jangka Panjang 5 tahunan dan rencana tahunan).

 Kerangka Acuan Kegiatan (melengkapi rencana kegiatan yang telah


disusun)

 Standar Operasional Prosedur (SOP),

 Format pencatatan, pelaporan, mengembangkan instrumen pemantauan


terhadap pelaksanaan PPI dimaksud.

235
Dinas Kesehatan Provinsi, Kabupaten/Kota berkewajiban membantu,
memfasilitasi dan memonitor terlaksananya PPI sebagaimana yang diatur
dalam Permenkes 27 tahun 2017 serta penjelasan teknis lainnya yang
tertuang dalam Pedoman Teknis PPI di FKTP ini.
2) Pengorganisasian
a) Tim PPI atau penanggung jawab PPI

Agar program PPI dapat berjalan sesuai dengan tujuan maka perlu
ditetapkan tim atau penangung jawab PPI yang merupakan bagian dari
struktur organisasi di FKTP dengan tugas dan peran yang harus tercantum
dengan jelas. Pembentukan organisasi disesuaikan dengan kebutuhan,
beban kerja dan/atau klasifikasi FKTP. Jika pertimbangan ketersediaan
sumber daya yang terbatas di FKTP maka berikut contoh struktur yang
dapat diadopsi untuk tim PPI atau penanggung jawab PPI yaitu :
Contoh 1 : Struktur Organisasi PPI di Puskesmas

KA. PUSKESMAS

KA. TU

PJ UKM & PERKESMAS


PJ UKP, FARMASI & LAB PJ PJ BANGUNAN, PRASARANA & ALAT
JARINGAN PJ
MUTU TIM PPI / PJ PPI
& JEJARING

Contoh 2 : Struktur Organisasi PPI di Puskesmas

236
KA. PUSKESMAS

KA. TU

PJ UKM & PERKESMAS PJ UKP, FARMASI & LABPJ JARINGAN & JEJARING
PJ BANGUNAN, PRASARANA & ALAT
PJ MUTU

TIM PPI
/ PJ PPI

237
Contoh 3 : Struktur Organisasi PPI di Klinik

KA. KLINIK

PJ UKP PJ LAIN YANG DIPERLUKAN PJ MUTU


TIM PPI / PJ PPI

Contoh 4 : struktur organisasi PPI di Klinik

KA. KLINIK

PJ UKP PJ LAIN YANG DIPERLUKAN PJ MUTU

TIM PPI / PJ PPI

b) Tim atau penangung jawab PPI yang telah ditetapkan memiliki tugas dan
tanggung jawab sebagai berikut:

(1) Ketua Tim atau Penanggung Jawab PPI

(a) Terselenggaranya kegiatan dan evaluasi PPI

(b) Penyusunan rencana strategis kegiatan PPI

(c) Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI

(d) Tersedianya SPO PPI

(e) Penyusunan dan mengevaluasi kebijakan PPI

238
(f) Pengembangan dan penyebarluasan kegiatan PPI

(g) Terselenggaranya KIE PPI

(h) Terselenggaranya kunjungan rutin dalam pelaksanaan PPI di


pelayanan.

(i) Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko


infeksi

(j) Terselenggaranya pengadaan SPA dan bahan terkait pelaksanaan


PPI

(k) Tersenggaranya pertemuan berkala

(l) Melaporkan hasil kegiatan PPI kepada Kepala FKTP

(2) Anggota TIM PPI

(a) Bersama ketua Tim melaksanakan program PPI

(b) Berkoordinasi dengan unit dan petugas lain dalam penerapan PPI

(c) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam penerapan PPI

(d) Membantu semua petugas untuk memahami PPI

(e) Memberikan masukan terhadap pedoman maupun kebijakan


terkait PPI

(f) Melaksanakan tugas lain yang diberikan Ketua Tim PPI

3) Penetapan indikator PPI

Indikator PPI digunakan sebagai tolok ukur untuk menilai pelaksanaan PPI
dengan menggunakan standar yang telah ditetapkan sebelumnya. Indikator PPI
yang ditetapkan harus memenuhi prinsip SMART, dimana indicator harus
(lihat Bab III), sbb:
a) Spesifik,

b) Terukur,

c) Dapat tercapai,

239
d) Sesuai,

e) Memiliki batas waktu.

B. PERENCANAAN PPI
Sebagaimana dipahami bersama bahwa dalam pengelolaan sebuah fasilitas
kesehatan memerlukan Perencanaan Kegiatan (P1), selanjutnya Penggerakan dan
Pelaksanaan (P2) yang diikuti oleh Pengawasan, Pengendalian dan Penilaian
Kinerja (P3). Penyusunan rencana kegiatan PPI disuatu fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan keseluruhan
yang dibuat oleh FKTP baik untuk 5 tahunan maupun yang sifatnya tahunan.

Berikut ini tahapan yang dapat dilakukan Tim PPI dalam membuat rencana Kerja,
sbb:
1. Persiapan Penyusunan Rencana Kegiatan PPI

Kebutuhan sumber daya program PPI terintergrasi dalam perencanaan tingkat


FKTP sehingga perlu dilakukan persiapan oleh tim atau penanggung jawab
PPI. Untuk Puskesmas dengan mempelajari rencana lima tahunan dinas
kesehatan kab/ kota, SPM Kab/ Kota, target yang disepakati dengan Dinas
Kesehatan Kab/ Kota serta pedoman danregulasi lain yang berlaku. Untuk
klinik mempelajari kebijakan dan target dari pemilik FKTP.
2. Analisis Situasi PPI

Tim atau penanggung jawab PPI melakukan analisa situasi untuk


mengidentifikasi dan memperoleh informasi mengenai masalah kesehatan
yang ada di FKTP sehingga dapat dirumuskan kebutuhan pelayanan sesuai
dengan kondisi wilayah kerja. Selanjutnya maka tim atau penanggung jawab
PPI dapat mengetahui kebutuhan program PPI dalam mengurangi risiko
infeksi pada pelayanan kesehatan. Mulai dari kebutuhan akan instalasi air
bersih bagi pelayanan, instalasi listrik, sistem pencahayaan, ketersediaan
bahan habis pakai untuk hand hygiene, disinfeksi, APD dan lain-lain.

3. Perumusan Masalah PPI

Berdasarkan hasil analisa situasi maka dilakukan perumusan masalah oleh tim

240
atau penanggung jawab PPI melalui identifikasi masalah berdasarkan prinsip
5W 1H. Kemudian akan ditentukan prioritas masalah, mencari akar penyebab
masalah dan cara pemecahan masalah.

4. Penyusunan Rencana 5 Tahunan dan Tahunan PPI

Selanjutnya dilakukan penyusunan rencana 5 tahunan dan tahunan kegiatan


PPI. Untuk Puskesmas bersama dengan lintas program dengan pendampingan
dari Kepala Puskesmas dan tim manajemen puskesmas. Penyusunan rencana
juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah dimulai dari tingkat desa sampai
dengan kecamatan (musrembang).

Rencana penerapan PPI yang dibuat hendaknya dapat dituangkan bentuk


kegiatan yang disertai volume kegiatan, kapan dilaksanakan, siapa
penanggunjawabnya dan sumber pembiayaannya dari mana, sbb::

a) Perencanaan SDM:

 Hitung kebutuhan tenaga (Tim PPI) berdasarkan beban kerja untuk


melaksanakan program kerja yang telah dibuat.
 Jika ketersediaan tenaga terbatas maka FKTP dapat mendayagunakan
staff yang ada maka duplikasi tugas tidak dapat dihindari apabila
ketersediaan tenaga tidak mencukupi.
 Tuangkan dalam rencana kegiatan untuk peningkatan pengetahuan dan
keterampilan (kompetensi) petugas tentang PPI. Dalam hal ini FKTP
dapat merencanakan pengiriman petugas untuk mengikuti pelatihan
dasar PPI, IPCN atau IPCD sesuai kebutuhan, skala prioritas dan
kemampuan FKTP..

b) Kebutuhan Sarana, Prasarana, dan Alkes

 Identifikasi kebutuhan dari masing-masing unit; yang belum tersedia,


tersedia namun perlu perbaikan, dll berkaitan dengan sarana,
prasarana dan alkes untuk pelaksanaan kewaspadaan standar,
kewaspadaan transmisi, bundles dan PPI di unit pelayanan FKTP.
 Buat skala prioritas jika kemampuan pembiayaan FKTP terbatas.

 Tuangkan dalam format perencanaan, pengusulan pengadaan atau


241
pemeliharaan yang sudah berlaku di disetiap FKTP.

c) Alokasi dan sumber pembiayaan.

 Semua kebutuhan sumber daya (SDM, Sarpras dan Alkes) berkaitan


dengan penerapan PPI di FKTP dapat dituangkan dalam matriks
perencanaan yang mencakup nama kegiatan, volume, jadwal
pelaksanaan, penanggungjawab, besar anggaran yang dibutuhkan serta
sumber pembiayaanya.
 Pembiayaan dapat bersumber dari mana saja dengan tetap mengikuti
kebijakan, peraturan dan perundangan yang berlaku di masing -masing
FKTP atau dukungan pemerintah kabupaten/kota misalnya APBD,
APBN (DAK fisik dan non-fisik), JKN, BLN, Donasi, dll.
 Jika sumber pembiayaan tidak tersedia atau terbatas maka FKTP dapat
membuat skala prioritas.

Tabel 46. Contoh matriks perencanaan PPI

BIAYA SUMBER
NO KEGIATAN VOLUME WAKTU PIC
(Rp) BIAYA
Sumber Daya Manusia
1 Pelatihan Dasar 2 orang Maret dr.Anita 10.000.000 JKN/
PPI 2021 Kapitasi
2 Sosialisasi PPI 2 kali Juni – Juli Bidan 500.000 BOK
kepada petugas pertemuan 2021 Yunita
3 dst
Sarana dan Prasarana
1
2
3 dst
Alat Kesehatan
1
2
3 dst
Pelaksanan/penerapan PPI
1
2
3 dst
Monitoring dan Evaluasi
1

242
2
3 dst

5. Pengusulan Kegiatan PPI Ke Perencanaan Tingkat FKTP


Perencanaan dan usulan kegiatan 5 tahunan dan tahunan PPI selanjutnya
dintegrasikan dengan rencana 5 tahunan dan tahunan tingkat FKTP. Untuk
puskesmas perencanaan dan usulan diterukan ke Dinas Kabupaten/Kota untuk
diintegrasikan dengan sistem perencanaan daerah.

Dari perencanaan 5 tahunan dan tahunan yang telah dibuat oleh FKTP, maka
diharapkan dapat ditindaklanjuti oleh pemilik baik itu terkait kebutuhan
sumber daya sesuai dengan usulan yang disampaikan, usulan kegiatan dan
pencairan pembiayaan untuk sarana prasarana dan alat kesehatan program PPI
serta mengawasi dan mengendalikan program PPI sesuai dengan indikator
yang ditentukan.
C. PELAKSANAAN PPI
Setelah setiap FKTP sudah memiliki rencana 5 tahunan dan rencana tahunan,
maka selanjutnya bagaimana agar Program PPI tersebut dapat berjalan dengan
baik. Dalam pelaksanaan kegiatan PPI di FKTP diperlukan sumber daya meliputi
sumber daya manusia, sarana, prasarana, alat dan pembiayaan didukung sistem
informasi.
1. Sumber Daya Manusia

Pada Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 pasal 6 ayat (2) pembentukan komite
atau Tim PPI disesuaikan dengan jenis kebutuhan, beban kerja dan/ atau
klasifikasi fasilitas pelayanan kesehatan.
Tujuan tim PPI dan Penanggung Jawab PPI adalah untuk memastikan agar PPI
dapat dikelola dengan baik dan konsisten sesuai dengan visi, misi, tujuan dan
tata nilai Fasilitas pelayanan kesehatan agar mutu pelayanan medis serta
keselamatan pasien dan pekerja di FKTP terjamin dan terlindungi.
Untuk kriteria tim PPI atau penanggung jawab PPI di FKTP adalah sebagai
berikut :

a) Ketua tim PPI atau penanggung jawab PPI

243
1) Pendidikan Minimal D III bidang Kesehatan

2) Pernah mengikuti pelatihan dasar PPI, workshop, in house training

3) Pengalaman kerja di Puskesmas minimal dua tahun

4) Bersedia mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya


dan sejenisnya
b) Anggota tim PPI

1) Pendidikan Minimal D III bidang Kesehatan

2) Diutamakan pernah mengikuti pelatihan dasar PPI, workshop, in


house training

3) Bersedia mengembangkan diri dengan mengikuti seminar, lokakarya


dan sejenisnya
2. Sarana, Prasarana dan Alat

Ketersediaan sarana, parasana dan alat kesehatan dalam mendukung


pelaksanaan program PPI disesuaikan dengan kebijakan FKTP dan pelayanan
yang tersedia dengan mengacu pada peraturan dan pedoman yang berlaku.
3. Pembiayaan

Pelaksanaan kegiatan PPI perlu didukung dengan ketersediaan pembiayaan


yang cukup untuk mendukung rencana yang telah dibuat atau setidaknya
memenuhi standar minimal serta digunakan secara efektif dan efisien.
Anggaran dapat berasal dari sumber- sumber yang dapat
dipertanggungjawabkan dan dalam pengelolaannya harus dipantau dan
dievaluasi oleh Kepala FKTP.

4. Sistim Informasi

Pelaksanaan PPI harus dimonitoring, dievaluasi dan dilaporkan secara berkala.


Hal ini dilakukan karena informasi yang didapat dapat digunakan sebagai
dasar tindakan korektif dan preventif dalam kegiatan perencanaan dan
pengambilan keputusan baik oleh pimpinan dan tim PPI atau penanggung
jawab PPI.
Untuk mempermudah proses ini diperlukan dukungan sistem informasi baik

244
yang sederhana maupun melalui aplikasi khusus yang terintegrasi.

D. PEMANTAUAN, PELAPORAN DAN EVALUASI PELAKSANAAN PPI


Pemantauan pelaksanaan PPI di FKTP dilakukan oleh Tim PPI/ Penanggung
Jawab PPI secara periodik. Pemantauan dilakukan mulai dari kegiatan
pengumpulan data, monitoring, pencatatan dan pelaporan kegiatan PPI dari unit
pelayanan.

1. Pengumpulan data

a) Pengumpulan data kejadian infeksi

(1) Pengumpulan data kejadian infeksi dilakukan menggunakan sistim


manual atau menggunanan sistim informasi tehnologi (IT) dengan
mencatat data :
 Data pasien : nama , tanggal lahir, nomor medikal record
(MR),jenis kelamin
 Data tindakan pelayanan : unit kerja, jenis tindakan, tanggal
tindakan, Tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi serta jenis anti
mikroba yang diberikan
 Pendataan dan pengumpulan data dilakukan setiap hari dan
rekapitulasi per periode bulanan
 Pengumpulan data kejadian infeksi dilakukan oleh orang yang
terlatih, berpegalaman yang dilakukan oleh Penanggung Jawab
PPI atau orang yang ditunjuk
(2) Pengumpulan data dilakukan melalui hasil pengamatan, wawancara
dan catatan status pasien dan sumber data yang tepat.
b) Analisis dan Evaluasi

Evaluasi dapat dialkukan berdasarkan data yang telah dikumpulkan baik


terhadap pelaksanaan secara manajerial PPI, data hasil monitoring, data
hasil pencatatan dan pelaporan, data hasil audit PPI. Selain itu evaluasi
terhadap kejadian HAIs dapat dinilai dengan membandingkan terhadap
indikator penilaian risiko infeksi.

245
2. Pencatatan dan Pelaporan

Laporan kegiatan PPI di fasilitas pelayanan kesehatan dibuat secara


terintegrasi dengan system pelaporan yang berlaku selama ini. Untuk
mengukur tingkat keberhasilan pelaksanaan program PPI di lapangan, laporan
harus dibuat secara periodik, tergantung kebijakan yang berlaku dimasing-
masing daerah bisa setiap triwulan, semester, tahunan atau sewaktu-waktu jika
diperlukan. Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak
terkait dengan peningkatan infeksi dan hasil laporan didesiminasikan kepada
pihak-pihak terkait agar dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk
menetapkan strategi pengendalian infeksi di FKTP.

a) Bentuk laporan
Laporan dilakukan dengan pengumpulan data menggunakan form manual
atau sistim IT yang dimiliki dengan contoh sebagai berikut :

Tabel 47. Contoh format laporan PPI


INFEKSI INFEKSI
ABSES PELBITI
No UNIT % POST POST
GIGI S
PELAYANAN TARGE PARTUM IMMNUNIS
T ASI
N D % N D % N D % N D %
1 KEBIDANAN 5%
2 POLI GIGI
3 IMMUNISASI
4 RAWAT INAP

Keterangan
 Unit pelayanan adalah unit yang akan dilakukan penilaian angka
kejadian infeksi
 % target adalah target yang ditetapkan dalam mencapaian tujuan
kinerja bidang PPI dari unit yang ditetapkan
 Infeksi post partum adalah infeksi yang terjadi pada pasien post
partum
 Abses gigi adalah pasien yang mengalami abses pada area gigi
yang dilakukan tindakan perawatan gigi dimana pada saat datang

246
tidak ditemukan tanda tanda infeksi
 Infeksi paska imunisasi adalah pasien yang dilakukan imunisasi
mendapatkan tanda tanda infeksi panas, sakit, merah dan
bengkak
 N adalah Numerator yaitu jumlah kasus infeksi pada periode
tertentu
 D adalah dnominator yaitu jumlah pasien yang dilakukan
tindakan pada periode tertentu
 % adalah numertor dibagi denominator dikali 10 %

b) Periode pelaporan

(1) Pelaporan kejadian infeksi dilakukan per periode satu bulan

(2) Laporan disampaikan ke pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan oleh


Ketuan Tim PPI atau Penanggung jawab PPI untuk dilakukan tindak
lanjut dan perbaikan.
.

247
BAB VII

PENUTUP
Keberhasilan sebuah bangsa dalam mencegah atau meminimalisir terjadi
kasus penularan penyakit berkaitan dengan pelayanan yang diberikan (HAIs) maupun
penyakit infeksi emerging sangat tergantung pada sejauh mana fasilitas pelayanan
kesehatan mampu menerapkan PPI secara konsisten dan berkesinambungan.
Termasuk dalam hal ini Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama (Puskesmas,
Klinik, TPMD/DG). Sebagaimana kita ketahui bahwa FKTP di seluruh Indonesia
jumlahnya sangat besar yakni sekitar 27.000-an yang tersebar dari Sabang sampai
Merauke. Oleh karena itu merupakan tantangan besar yang memerlukan komitmen
dan peran aktif semua pihak terutama jajaran Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota agar
semua FKTP yang ada diwilayahnya mampu menerapkan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).

Kepatuhan petugas menerapkan kebijakan, pedoman, aturan dan prosedur


merupakan kunci keberhasilan penerapan PPI. Meski demikian penerapan PPI harus
didukung oleh ketersediaan SDM, Sarana dan Prasarana, Alkes, BMHP, dll yang
tentu merupakan tugas dan tangggungjawab manajerial dari pimpinan atau pengelola
FKTP termasuk Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Selain itu aspek pencatatan,
pelaporan, monitoring dan evaluasi menjadi penentu keberlangsungan
pelaksanaannya di lapangan.

Aspek lain yang tidak kalah pentingnya adalah edukasi kepada pengguna
layanan, sasaran, keluarga dan masyarakat bagaimana penting mengetahui praktek
atau perilaku yang berkaitan dengan Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi
mencegah atau memutus secara dini rantai penularan infeksi di masyarakat termasuk
menerapkan Pola Hidup Bersih Sehat (PHBS), melaksanakan Gerakan Masyarakat
Sehat (Geramas).

Pedoman ini tidak diharapkan menjadi acuan mengelola pelayanan yang disediakan
oleh setiap FKTP, dalam rangka peningkatan mutu pelayanan kesehatan di FKTP.
Pedoman teknis PPI di FKTP ini merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari
kebijakan, peraturan perundang- undangan, pedoman dan standar yang telah
dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan.

248
Penerapan PPI secara konsisten dan berkelanjutan bukan hanya akan
mengurangi kasus HAIs di fasilitas pelayanan kesehatan, tapi juga dalam upaya
memutus mata rantai infeksi sejak di masyarakat, serta bagian dari upaya memperkuat
dan mempersiapkan seluruh FKTP dalam menghadapi kasus penyebaran penyakit
infeksi emerging seperti wabah Pandemi Covid-19 yang telah melanda lebih dari 200
negara di seluruh dunia.

Akhirnya, dengan telah diterbitkannya Pedoman Teknis Pencegahan dan


Pengendalian Infeksi di FKTP ini, sebagai penjabaran lebih lanjut secara teknis dari
Permenkes No. 27 tahun 2017 tentang Pedoman PPI di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
serta implementasi Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas, maka diharapkan
menjadi acuan bagi semua pihak agar penerapan PPI di FKTP mampu laksana sesuai
dengan kondisi dan kemampuan masing- masing FKTP.

Hanya dengan demikian, kita semua dapat menjawab tuntutan pelayanan yang
bermutu menuju tercapainya UHC 2030 yang berkualitas sebagaimana yang telah
menjadi komitmen semua bangsa untuk mencapai tujuan SDGs 2030.

Selanjutnya, diharapkan jajaran di Kementerian Kesehatan RI mengambil peran dan


tanggungjawab sesuai tupoksi masing-masing termasuk melakukan sosialisasi,
pelatihan, monitoring, pengkajian dan evaluasi terhadap pelaksanaan PPI di lapangan
dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan secara komprehensif, termasuk
perbaikan dan penyesuian isi pedoman ini.

249
Daftar Kepustakaan

1. Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman


Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasiltas Pelayanan Kesehatan, 2017.
2. Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di RS dan Fasilitas
Kesehatan Lainnyaa, Perhimpunan Pengendalian Infeksi Indonesia, 2018
3. World Health Statistic, Monitoring Health For SDGs, WHO, 2018

4. Pedoman Praktik Pengendalian Infeksi Dalam Pengaturan Klinik Depkes,


Komite Pengendalian Infeksi, Kementerian Kesehatan, November 2017
(Revisi)
5. Standar Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Pelayanan Kesehatan Gigi dan
Mulut di FKTP Kementerian Kesehatan, RI Tahun 2014
6. Primary Health Care on the Road to Universal Health Coverage, Monitoring
Report, Conference Edition, WHO, 2019
7. Delivering Quality Healh Services, A Global Imperative for Universal Helath
Coverage, WHO, OECD and World Bank, 2018
8. Building Block for Universal Health Coverage: Strong Primary Health Care
System and Essential Health Services Packages, Champion of Global
Reproductive Right, Pai. Org, 2018
9. Buku Pedoman Pengendalian Infeksi Nosocomial di RS Kariadi Semarang
1989 Edisi 1

10. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan,


Kementerian Kesehatan RI Dirjen P2MPL Cetakan III, 2010
11. Pedoman Teknis Bangunan dan Prasarana Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Tingkat Pertama Untuk Mencegah Infeksi yang Ditransmisikan Melalui Udara
(Airborne Infection), Kemkes RI Edisi Pertama, September 2014
12. Minimum Requirements for Infection Prevention and Control Programs,
WHO, 2019

13. Pedoman PPI Tuberkulosis di Fasyankes, Kemkes Ri Direktorat Bina Upaya


Kesehatan Jakarta, Mei 2012

250
14. Pedoman Nasional Pengendalian Tuberculosis, Kemkes RI
Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan
2011
15. Pedoman Teknis Bangunan RS Instalasi Sterilisasi Sentral (CSSD), Direktorat
Bina Pelayanan Penunjang Medik dan Sarana Kesehatan Kemkes RI, 2012
16. Infection Prevention Control, Community Infection Prevention and Control
Policy For Domiciliary Care, MRSA 09 August 2017 (Harrogate And District
NHS Foundation Trust)
17. Asia Pacific Society of Infection Control, APSIC, The Apsic Guidelines For
Disinfection
And Sterilisation Of Instrumens In Health Care Facilities, 2008

18. Guideline for Disinfection and Sterilization In Healthcare Facilities, 2008 ,


Https//Www.Cdcgov/Infectioncontrol/Guidelines/Disinfection, Hospital
Epidemiology University Of North Carolina Health Care System, Chapel Hill,
NC 27514
19. Pedoman Pengelolaan Limbah di Puskesmas, RS, RS Rujukan, dan RS
Darurat Yang Menangani Pasien Covid19, Kemkes Ri 2019
20. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 Tahun 2015, Tentang Program
Pengendalian Resistensi Antimikroba Di Rumah Sakit, 2015

21. Pedoman Penggunaan Antibiotik, Kementerian Kesehatan RI 2011

22. Rosengren, Helena, Heal, Clare, and Smith, Samuel. An Update on Antibiotic
Prophylaxis in Dermatologic Surgery. Current Dermatology Reports, 2012:1
(2). Pp55- 63.
23. Antibiotic Prophylaxis for Dental Patients at Risk of Infection. The Reference
Manual of Pediatric Dentistry.2019: Pp 416-21
24. Permenkes Nomor 74 Tahun 2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Puskesmas, 2016
25. Permenkes Nomor 27 Tahun 2017 Tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, 2017
26. Juknis Standar Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas Tahun 2019

251
27. Permenkes 236/Menkes/IV/1997 Tentang Persyaratan Kesehatan Makanan
Jajanan

28. Materi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Pelayanan Makanan, Dr


Zulharman,
M. Med. Ed

29. Health care without avoidable infections the critical role of infection
prevention and control, WHO, 2016
30. Keputusan Menteri Kesehatan HK.01.07/Menkes/413/2020 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Covid-19, Kemkes 2020.

252

Anda mungkin juga menyukai