Anda di halaman 1dari 5

Data di Indonesia:

• Kejadian HAis: kejadian HAis mencapai 15,74% jauh lebih tinggi di


atas negara maju yang berkisar 4,8 - 15,5%. lnfeksi saluran kemih
(ISK) adalah salah satu kejadian infeksi yang paling sering terjadi yakni
sekitar 40% dari seluruh kejadian infeksi yang terjadi di rumah sakit setiap
tahunnya (Arisandy,
2013).
• Penggunaan antibiotik: kasus HAis diperburuk oleh peresepan
antibiotik di Indonesia yang cukup tinggi dan kurang bijak terutama pada
ISPA dan Diare. Berbagai penelitian menunjukkan bahwa telah muncul
mikroba yang resisten untuk Methicillin Resistant Staphylococcus
Aureus (MRSA), resisten multi obat pada penyakit tuberculosis (MOR-
TB) dan lain-lain. Dampak dari resisten obat adalah meningkatnya
morbiditas, mortalitas dan biaya kesehatan termasuk saat dirawat di
fasilitas kesehatan yang pada akhirnya akan menjadi ancaman nasional
bagi kesehatan (MRSA di Indonesia, Unairs News, Nov 2020).

• Germas: Riskesdas 2018 menunjukkan indikator Germas (aktifitas


fisik, makan buah, sayur, tidak merokok) tidak menunjukkan pebaikan
sejak 5 tahun lalu. Proporsi perilaku cuci tangan dengan sabun di
masyarakat secara nasional 49, 5%. Sementara itu, hasil penelitian di
RSUD Badung - Bali, tahun
2013 menunjukkan bahwa tenaga kesehatan yang memiliki disiplin baik
dalam mencuci tangan sebanyak 58, 1 %, (Kemkes, Riskesdas 2018).

Oleh karena itu Kementerian Kesehatan telah menerbitkan Permenkes


nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
lnfeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Permenkes tersebut
ditujukan untuk seluruh fasilitas kesehatan baik FKTP maupun untuk
rumah sakit, tanpa kecuali milik pemerintah maupun swasta.

Pada Pasal 3 ayat (4) Permenkes 27 tahun 2017 tersebut, menyebutkan


bahwa Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi mencakup infeksi terkait
pelayanan kesehatan (HAis) dan infeksi yang bersumber dari
masyarakat. Penjelasan tentang PPI terkait HAis cukup detail meskipun
belum dibedakan antara FKTP dan rumah sakit. Sementara itu, PPI yang

Qi•I•Jf,t·Vili3tl(i4Al•lli:tl:§:iiMl3ti;JIJ•f.i•

bersumber dari masyarakat belum diatur secara rinci baik bentuk program
maupun kegiatannya.

Prinsip penerapan PPI di fasiltas pelayanan kesehatan berlaku sama,


namun karena adanya perbedaan ketersediaan sumber daya manusia,
kompetensi dan

Qi•I•Jf,t·Vili3tl(i4Al•lli:tl:§:iiMl3ti;JIJ•f.i•

kewenangan, ketersediaan alat kesehatan, sarana, prasarana,
pembiayaan, lingkungan, sasaran maupun pelaksanaan kegiatan maka
penatalaksanaannya perlu penyesuaian. Oleh karena itu dalam Pedoman
Teknis PPI ini, aspek tersebut akan dibahas secara detail agar dapat
menjadi acuan bagi FKTP, khususnya Puskesmas yang pelayanannya
bukan hanya dalam fasiltas kesehatan (dalam gedung) tetapi juga
memberikan pelayanan di luar fasilitas kesehatan (luar gedung) atau
langsung di masyarakat.

Atas dasar berbagai pertimbangan tersebut maka Direktorat Mutu dan


Akreditasi Pelayanan Kesehatan, Kementerian Kesehatan bekerjasama
dengan para pakar Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi, lintas program
terkait menganggap penting untuk menyusun Pedoman Teknis Pencegahan
dan Pengendalian lnfeksi di FKTP. Pedoman teknis ini diharapkan menjadi
acuan bagi semua FKTP dalam menerapkan PPI sebagai bagian dalam
upaya memberikan pelayanan yang bermutu, sesuai standar,
mengutamakan keselamatan pasien, petugas dan masyarakat menuju
terwujudnya UHC yang bermutu di 2030.

Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi di FKTP ini


yang merupakan penjabaran secara teknis dari Permenkes 27 tahun 2017
tentang PPI di Fasilitas Kesehatan dengan memperhatikan
kesesuaiannya dengan Permenkes 43 tahun 2019 tentang Puskesmas
dan ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

B. DASAR HUKUM

Landasan hukum yang dijadikan acuan dalam penyusunan buku


Pedoman
Teknis Pencegahan dan Pengendalian lnfeksi di FKTP ini, sebagai
berikut:
1. Undang-Undang Nomor 29 tahun 2004 tentang Praktik
Kedokteran.
2. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan.
3. Undang-Undang Nomor 36 tahun 2014 tentang tenaga
Kesehatan.
4. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang
Keperawatan.

Ai•I•JMt·Wili3�16i441•Jli31#3iMl3iiill4•H•

5. Undang-Undang No.4 tahun 2019 tentang
Kebidanan.
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 101 tahun 2014
tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun.
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 47 Tahun 2016 tentang
Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.
8. Peraturan Menteri Kesehatan No.9 Tahun 2014 tentang
Klinik
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 8 tahun 2015 tentang Program
Pengendalian
Resistensi Antimikroba di Rumah Sakit.

Ai•I•JMt·Wili3�16i441•Jli31#3iMl3iiill4•H•

Anda mungkin juga menyukai