Anda di halaman 1dari 28

PEDOMAN PENCEGAHAN

DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

UPT PUSKESMAS LUBUK MUDA


KABUPATEN BENGKALIS
PROVINSI
RIAU TAHUN
2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan dirumah sakit,


perludilakukan pengendalian infeksi, secara prinsip kejadian Healtchare
care Associated Infection ( HAIs ) merupakan masalh dunia, termasuk
indonesia. Pengendalian dan pengendalian infeksi merupakan upaya untuk
memastikan perlindungan untuk setiap orang terhadap kemungkinan
tertularnya infeksi dari sumber masyarakat umum dan disaat menerima
pelayanan kesehatan pada berbagai fasilitas kesehatan.
Oleh karena itu perlu disusun pedoman kerja pencegahan dan
pengendalian infeksi agar dapat melindun gi masyarakat dan mewujudkan
patient safety yang pada akhirnya juga akan berdampak pada effisiensi
pada manajemen fasilitas pelayanan kesehatan dan peningkatan kualiatas
pelayanan kesehatan. HAIs masih banyak dijumpai dirumah sakit dan
biasanya merupakan indikator rumah sakit, seberapa jauh rumah sakit
tersebut telah berupaya mengendalikan HAIs. Tantangan dalam
pengendalian HAIs semakin kompleks dan sering disebut disiplin
epidemiologi rumah sakit. Kerugian ekonomi akibati infeksi nosokomial
dapat mencapai jumlah yang besar, khususnya untuk biaya tambahan lama
perawatan, penggunaan antibiotika dan obat-obat lain serta peralatan medis
dan kerugian tak langsung yaitu waktu produktif berkurang, kebjiakan
penggunaan antibiotika, kebijakan penggunaan desinfektan serta
sentralisasisterilisasi perlu dipatuhi dengan ketat.
Tekanan dariperubahan polapenyakit dan pergeseran resiko
ekonomik yang harus ditanggung rumah sakit mengharuskan upaya yang
sistematik. Dengan adanya Komite Pengendalian Infeksidan profesi yang
terlatih untuk dapat menjalankan program pengumpulan data, pendidikan,
konsultasi dan langkah-langkah pengendalian infeksi yang terpadu.
Keberhasilan pengendalian infeksi dipengaruhi oleh efektivitas proses
komunikasi untuk menyampaikan tujuan dan kebijakan pengendalian
infeksi tersebut kepada seluruh karyawan rumah sakit baik tenaga klinis
maupun non klinis, para penderita yang dirawat maupun berobat jalan serta
para pengunjung UPT Puskesmas Lubuk Muda.

B. Tujuan
A. Tujuan umum .
Pedoman PPI di fasilitas pelayanan kesehatan bertujun untuk
meningkatkan kualitas pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan,
sehingga melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan
masyarakat dari penyakit infeksi yag terkait pelayanan Kesehatan
B. TujuanKhusus

a. Sebagai pedoman kerja bagi Panitia Pencegahan dan Pengendalian


Infeksi dalam melaksanakan tugas, wewenang dan tanggung jawab
secara j elas.
b. Menggerakan tenaga kerja dalam melaksanakan pencegahan dan
pengendalian infeksi secara efektif dan efisien.
c. Menurunkan angka kejadian infeksi dirumah sakit.

C. Ruang lingkup
Pedoman kerja ini memberi panduan bagi tenaga kerja kesehatan dirumah
sakit dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi pada
pelayanan terhadap pasien yang menderita penyakit menular melalui udara
(airbone), melalui kontak maupun droplet. Pedoman kerja ini dapat
digunakan untuk menghadapi penyakit infeksilainnya (emerging infections
desease) yang mungkin akanmuncul dimasa mendatang baik yang
transmisi melalui droplet, air bone atau kontak.
Ruang lingkup program Pencegahan dan pengendalian infeksi meliputi:
1. Kewaspadaan isolasi
- Kewaspadan standart dan
- kewaspadaan transmisi
2 . Pencegah infeksi menerapkan bundles HAIs
3 . Pendidikan dan edukasi kepada staf, pengunjung dan pasien
4 . Pelayanan surveilens HAIs
5 . Penggunaan Antimikroba yang bijak
BAB II
ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ( PPI ) disusun agar dapat


mencapai visi, misi dan tujuan dari penyelenggaraan PPI. PPI dibentuk
berdasarakan kaidah organisasi yang miskin struktur dan kaya fungsi dan dapat
menyelenggarakan tugas, wewenang dan tanggung jawab secara efektif dan
efisien.

A. Kebijakan
1. Susunan organisasi Komite PPI adalah Ketua, Sekretaris ,dan Anggota
yang terdiri dari IPCN/ Perawat PPI, IPCD/ Dokter PPI dan anggota
lainnya.
2. Susunan organisasi Tim PPI adalah Ketua dan anggota yang terdiri dari
dokter, Perawat PPI /IPCN, dan anggota lainnya bila diperlukan.
3. Fasilitas Pelayanan Kesehatan harus memiliki IPCN yang bekerja purna
waktu dengan ratio l (satu) IPCN untuk tiap100 tempat tidur difasilitas
pelayanan kesehatan tersebut.
4. Untuk fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki kapasitas tempat tidur
kurang dari 100 harus memiliki IPCN minimal 1 (satu) orang.
5. Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa IPCLN
(Infection Prevention and Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama yang
berisiko terjadinya infeksi.

6. Kedudukan IPCN secara fungsional berada di bawah komite PPI dan


secara professional berada di bawah keperawatan setara dengan senior
manajer
7. Setiap 1000 tempat tidur sebaiknya memilikil (satu) ahli
Epidemiologi Klinik.

B. Struktur OrganisaSI

Struktur organisasi Tim PPI di UPT Puskesmas Lubuk Muda dibentuk


berdasarkan Surat Keputusan No.440/UPT-TU/SK/I/2022/43.3. Pemimpin dan
petugas kesehatan dalam Komite PPI diberi kewenangan dalam menjalankan
program dan menentukan sikap pencegahan dan pengendalian infeksi.
Struktur Organisasi TIM PPI

C. Kualifikasi Ketenagaan.

Jenis ketenagaan menurut PERMENKES nomor 27/MENKES/SK/111/2017


tentang pedoman menejerial PPI di rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya

No Jenis tenaga Pendidikan formal NonFormal Jumlah


1 Dokter Dokter PPI Dasar 3

2 IPCN Perawat PPI Dasar, Tiap 100


IPCN, IPCN
Lanjut
3 IPCLN SI/D-3 PPI Dasar Tiap unitl
Keperawatan&kebidan

D. Uraian Tugas:
I. Pimpinan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tugas :
1. Membentuk Komite PPI dengan Surat Keputusan
2. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial
3. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang dibutuhkan
4. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
5. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial berdasarkan saran dari Komite PPI
6. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan
disinfektan di puskesmas berdasarkan saran dari Komite PPI
7. Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap
potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan
berdasarkan saran dari Komite PPI
8. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) untuk PPI di FKTP.
9. Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan, terutama bagi petugas yang berisiko tertular infeksi minimal 1
tahun sekali, dianjurkan 6 ( enam ) bulan sekali.

2. Tim PPI
Tugas •

1. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI


2. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPI di FKTP, agar kebijakan dapat
dipahami dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan.
3. Membuat SPO PPI.
4. Menyusun program PPI dan mengevaluasi pelaksanaan program
tersebut.
5. Melakukan investigasi masalah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari
Healtcare Associated Infections ( HAIs) .
6. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara
pencegahan dan pengendalian infeksi.
7. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit dan
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dalam PPI
8. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip
PPI dan aman bagi yang menggunakan.
9. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan sumber daya manusia ( SDM) dalam PPI.
10. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
11. Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam hal pencegahan dan
pengendalian infeksi, antara lain :
a. Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba ( KPRA) dalam
penggunaan antibiotika yang bijak di puskesmas berdasarkan pola
kuman dan resistensinya terhadap antibiotika dan menyebar
luaskan data resistensi antibiotika.
b. Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk menyusun
kebijakan.
c. Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan clinical
governance and patient safety.
12. Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik
mengkaji kembali rencana manajemen PPI apakah telah sesuai
kebijakan manajemen puskesmas.
13. Memberikan masukan yang menyakut konstruksi bangunan dan
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip
PPI.
14. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena
potensial menyebarkan infeksi.
15. Melakukan pengawasan terhadap tindakan — tindakan yang
menyimpang dari standar prosedur / monitoring surveilans proses.
16. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan
penanggulangan infeksi bila ada KLB dirumah sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya

3. Ketua Tim PPI


Tugas
1. Bertanggung jawab atas
- Terselenggaranya dan evaluasi program PPI
- Penyusunan rencana strategis program PPI
- Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI
- Tersedianya SPO PPI
- Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI
- Memberikan kajian KLB infeksi di puskesmas
- Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI
- Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian
risiko infeksi.
- Terselenggaranya pengadaan alat dan bahan terkait dengan ppł
- Terselenggaranya pertemuan berkala.
2. Melaporkan kegiatan Komite PPI kepada atasan.

4. Sekretaris Tim PPI


- Memfasilitasi tugas ketua komite PPI
- Membantu koordinasi
- Mengagendakan kegiatan PPI
E. TIM PPI
1. IPCN / Perawat PPI
2. IPCD / Dokter PPI :
a. Dokter wakil dari tiap KSM ( Kelompok Staf Medik)
b. Dokter ahli epidemiologi
c. Dokter mikrobiologi
d. Dokter patologi klinik
3. Anggota komite Iainnya, dari :
a. Tim DOTS
b. Tim HIV
c. Laboratorium
d. Farmasi
e. Sterilisasi
f. Laundri
g. Sanitasi lingkungan
h. Pengelolaan makanan
i. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3)

1. IPCD ( Infection Prevention Control Doctor)

I. PENGERTIAN
Seseorang ahli/dokter yang diberi tanggung jawab dan berwenang dalam
mengatur dan mengendalikan kegiatan Panitia Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit
2. Kriteria IPCD :
1. Dokter yang mempunyai minat dalam PPI
2. Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
3. Merniliki kemampuan leadership.

Tugas IPCD
1. Berkontribusi dalam pencegahan, diagnosis dan terapi infeksi yang tepat.
2. Turut menyusun pedoman penggunaan antibiotika dan surveilans.
3. Mengidentifikasi dan melaporkan pola kuman dan pola resistensi
antibiotika.

4. Bekerjasama dengan IPCN / Perawat PPI melakukan monitoring kegiatan


surveilans infeksi dan mendeteksi serta investigasi KLB. Bersama komite
PPI memperbaiki kesalahan yang terjadi, membuat laporan tertulis hasil
investigasi dan melaporkan kepada pimpinan rumah sakit.
5. Membimbing dan mengadakan pelatihan PPI bekerja sama dengan
bagian pendidikan dan pelatihan (Diklat) di rumah sakit.
6. Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien.
7. Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami PPI.
8. Mempunyai kemampuan leadership
9. Mempunyai kemampuan berkomunikasi dengan baik

2. IPCN( Infection Prevention Control Nurse )

1. PENGERTIAN
Tenaga Perawat praktisi / Profesional yang bekerja penuh waktu khusus
di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi dan mempunyai
tanggung jawab dan melaksanakan tugas untuk melakukan pengawasan
dan pengendalian resikodan kejadian infeksi difasilitas pelayanan
kesehatan.
2.URAIAN TUGAS:
a. Melaksanakan fungsi perencanaan meliputi :
1. Berperan serta menyusun tujuan program PPI
2. Menyusun SPO yang berhubungan dengan PPI
3. Merencanakan pelaksanaan program kegiatan PPI
4. Mengusulkan pengadaan alat kesehatan dan bahan desinfektan yang
sesuai dengan prinsip PPI dan aman penggunaannya

b. Melaksanakan fungsi penggerakan dan pelaksanaan meliputi :


1. Mengatur dan mengkoordinator seluruh kegiatan pelayanan program
PPI
2. Melaksanakan orientasi kepada semua tenaga kerja dan tenaga kerja
baru tentang program PPI
3. Memonitor kejadian infeksi yang terjadi diruang perawatan.
4. Melaksanakan dan memonitor program PPI, penerapan
SPO,kepatuhan petugas dalam menjalankan kewaspaan isolasi.
5. Melaksanakan surveilens infeksi dan melaporkan kepada panitia
PPIRS.
6. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama sama panitia PPI
memperbaiki kesalahan.
7. Memonitor kesehatan petugas sesuai batas kewenangan.
8. Membuat laporan bulanan, triwulan dan tahunan membuat SPO PPI
9. Mengadakan pertemuan berkala atau insidentil
10. Berkoordinasi dengan CSSD dan ruangan terkait pengelola peralatan
dan desinfektan agar digunakan secara efektif dan efisien
11. Memastikan peralatan medis yang single use di reuse steril dan siap
pakai
12. Memberikan pendidikan kesehatan kepada pasien /keluarga tentang
pencegahan dan pengendalian infeksi( Cuci tangan /etika batuk)
c. Melaksanakan fungsi pengawasan, pengendalian dan penilaian meliputi:
1. Mengevaluasi kegiatan PPI termasuk pentalaksanaan hasil survey
limbah, laundry, Gizi dengan menggunakan daftar tilik.
2. Melakukan pengawasan terhadap tindakan tindakan yang
menyimpang dari SPO.
3. Menilai pelaksanaan pedoman, SPO dan panduan tentang PPI
4. Melaksanakan penilaian dan melakukan investigasi hasil
temuan/kejadian
5. Memonitor terhadap pengendalian penggunaan antibiotic yang
rasional.
6. Memberikan saran desain ruangan RS agar sesuai dengan prinsip
PPI.
7. Memantau penggunaan bahan desinfektan sesuai dengan SPO
8. Memantau uji air bersih,limbah dan kuman diruang tertentu.
9. Memantau proses pemilahan sampah B3

3. IPCLN( Infection Prevention Control Link Nurse)


1. PENGERTIAN:
Seorang tenaga kerja yang bertaggung jawab dalam
mengkoordinasikan kegiatan program PPI setiap hari pada unitnya
masing-masing
2.URAIANTUGAS :
a. Mengisi formulir surveilens HAIs lewat SIRS setiap pasien diruang
perawatan.
b. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada setiap personil ruangan
diunit rawat masing- masing
c. Melakukan koordinasi dan memberitahukan IPCN saat terjadi infeksi
potensial KLB ( HAIs)
d. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan
pengunjungdi ruang rawat masing— masing, harus dilakukan
evaluasi ulang prosedur yang harus dijalankan bila belum faham
diulang.
e. Memonitor kepatuhan petugas dalam menjalankan kewaspadaan
transmisi dan standart isolasi
f. Bekerja sama dengan Komite PPI dalam melakukan investigasi
masalah KLB (HAIs).
g. Membantu pelaksanaan pemeriksaan swab atau kultur pasien
h. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan program
PPI.
i. Memisahkan linen infeksius dan non infeksius
j.
BAB III
SARANA DAN PRASARANA

A. SARANA

Sesuai dengan tugas dan wewenangnya, Komite PPI dapat menyediakan


sarana sebagai berikut:
1. Informasi tentang hasil kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksidi
Rumah Sakit.
2. Data kejadian, hasil surveilans infeksi HAIs
3. Program/kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
4. Pedoman pencegahan dan penanggulangan infeksi
5. SOP PPI, Buku Petunjuk teknis PPI.
6. Pedoman Pelayanan Sentral Sterilisasi puskesmas
7. SOP Pemeliharaan Linen
8. Pedoman yang berhubungan dengan PPI.

Sarana yang berperan utama dalam pencegahan dan penanggulangan infeksi


di puskesmas meliputi seluruh unit kerja yang terkait:
1. Seluruh Instalasi Rawat Inap dan Instalasi Rawat Jalan dengan
program/upaya pencegahan infeksi yang dilakukan masing-masing unit
kerja.
2. Pelayanan Sentral Sterilisasi sebagai unit kerja yang bertanggung jawab
menyelenggarakan dan mengelola pelayanan alat/bahan yang dapat
dibuat steril dengan pedoman/prosedur yang ada.
3. Pelayanan sanitasi dengan berbagai sarana pendukungnya sebagai unit
kerja yang bertanggung jawab mengelola kebersihan/kesehatan
lingkungan.
4. Pedoman/ketentuan tertulis mengenai penanganan limbah mulai dari
pembuangan sampah sampai dengan pemusnahannya Rumah Sakit
bekerjasama dengan pihak kelll (tiga).

B. PERALATAN
Peralatan diperlukan untuk mendukung proses kegiatan agar dapat berjalan
lancar, sehingga jangkauan pelayanan komite PPI dapat tercapai. Peralatan
Komite PPI yang ideal meliputi sarana dan prasarana yaitu:
1. Ruangan kerja yang representatif dan lengkap dengan peralatan tulis dan
kantor termasuk computer dengan software yang mendukung.
2. Buku-buku pengetahuan tentang PPI , dan lain-lain yang ada kaitannya
sebagai referensi.
3. Formulir-formulir pencegahan dan penanggulangan infeksi.
4. Laporan surveilans HAIs.
5. Almari untuk menyimpan buku-buku, formulir, laporanPPI.
6. Meja tulis dan alat-alat tulis.
C. DANA
1. Pembiayaan operasional PPI adalah dari anggaran operasional puskesmas
yang disusun dan ditetapkan pada setiap tahun anggaran.
2. Rencana anggaran tahunan diusulkan kepada Kepala puskesmas.
BAB IV
KEGIATAN DAN TATALAKSANA

A. BATASAN-BATASAN
1. Health care Associated Infection ( HAIs ) adalah infeksi yang terjadi atau
didapat di puskesmas. Suatu infeksi didapat di puskesmas apabila :
a. Pada saat masuk Puskesmas tidak ada tanda/gejala atau tidak
merasa inkubasi infeksi tersebut atau,
b. Inkubasi terjadi 2x24jam setelah pasien dirawat di Puskesmas atau,
c. Infeksi pada lokasi sama tetapi disebabkan Oleh mikroorganisme
yang berbeda dari mikroorganisme pada saat masuk Puskesmas
atau mikroorganisme penyebab sama tetapi lokasi infeksi berbeda.
2. Pencegahan dan penanggulangan infeksi adalah kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan serta pembinaan dalam
upaya menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial di Puskesmas.
3. Surveilans adalah kegiatan pengamatan sistematis aktif dan terus
menerus terhadap timbulnya dan penyebaran infeksi pada suatu
peristiwa yang menyebabkan peningkatan atau penurunan resiko
tersebut.
4. Kejadian Luar Biasa adalah kejadian yang menarik perhatian umum dan
mungkin menimbulkan kehebohan/ketakutan dikalangan masyarakat,
atau menurut pengamatan epidemiologis dianggap adanya peningkatan
yang berarti dari kejadian kesakitan/kematian akibat penyakit tersebut.
5. Suatu kejadian dirumah sakit dapat disebut Kejadian Luar Biasa (KLB)
bila proportional rate penderita baru dari suatu penyakit menular dalam
waktu satu bulan, dibandingkan dengan proportional rate penderita baru
dari penyakit menular yang sama selama periode waktu yang sama dari
tahun yang lalu menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih, atau terdapat
satu kejadian pada keadaan dimana sebelumnya tidak pernah ada.

B. KEBIJAKAN
Cakupan kegiatan pencegahan dan penanggulangan infeksi di FKTP
termasuk ketentuan/peraturan:
1. Pelayanan sterilisasi di FKTP sebagai instalasi yang bertanggung jawab
menyelenggarakan dan mengelola pelayanan alat/bahan yang dapat
dibuat steril, dimulai dari perencanaan penerimaan, perendaman,
pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi,
penyimpanan termasuk pencatatan dan pelaporan tentang penyaluran
semua barang keseluruh instalasi unit kerja di FKTP.
2. Pelayanan sterilisasi dipimpin oleh seorang Penanggung Jawab
Pelayanan, bertanggung jawab menyusun pedoman dan prosedur kerja
pelayanan sterilisasi di FKTP disahkan dengan penetapan kepala FKTP
3. Tujuan pelayanan sterilisasi di FKTP melaksanakan / monitoring proses
sterilisasi dan mencegah terjadinya infeksi silang terhadap pasien
maupun petugas puskesmas.
4. Kegiatan pelayanan sterilisasi dilaksanakan berdasarkan pedoman dan
prosedur kerja yang berlaku.
5. Ketentuan penyimpanan linen siap pakai, tersedia dalam jumlah cukup,
tersimpan rapi, terhindar dari kelembaban dan kontraminasi.
6. Membudayakan penggunaan antibiotika secara rasional sebagai upaya
meningkatkan mutu pelayanan sesuai dengan fungsi rumah sakit.
7. Pedoman ketentuan tertulis mengenai penanganan limbah, mulai dari
pembuangan sampai dengan pemusnahannya dengan memperhatikan
pengamanan diri petugas terhadap lingkungan, untuk pemusnahan
kerjasama dengan pihak ke lll.
8. Laporan kegiatan penyelenggaraan Pencegahan dan Penegendalian
Infeksi di puskesmas kepada tim mutu dilaksanakan sesuai jadwal.

C. PENCEGAHAN STANDAR
Penerapan Pencegahan Standar saat merawat semua pasien tanpa
memandang jenis infeksi.
1. Mencuci tangan segera setelah terjadi kontak dengan cairan tubuh atau
terjadi kontak fisik dengan pasien sesuai dengan 5moment cuci tangan
2. Staf wajib menggunakan Alat Pelindung Diri untuk mencegah paparan
oleh darah dan atau cairan tubuh. Perlengkapan perlindungan yang
dimaksud diantaranya :
a. Sarung tangan
1) Menggunakan sarung tangan
2) Segera mencuci tangan setelah melepas sarung tangan.
3) Ganti sarung tangan setiap menangani pasien berbeda, demikian
juga jika bekerja dalam ruang lingkup yang berlainan.
b. Google (kacamata)
Gunakan peralatan untuk melindungi mata jika paparan atau percikan
darah atau cairan tubuh:
1) Selama prosedur operasi bedah dianjurkan agar semua staf
menggunakan kaca mata.
2) Ruang pemulihan selama merawat pasien (kalau perlu).
3) Kamar bersalin.
a) Melakukan prosedur invasive yang steril
c. Apron plastik
Menggunakan apron plastik untuk melindungi baju dari kontaminasi
dengan darah atau cairan tubuh.
3. Semua benda tajam dan jarum yang telah digunakan tidak perlu ditutup
kembali, dibengkokkan atau dipisahkan dari spuit tapi harus langsung
dibuang dalam safety box yang disediakan.
4. Bila menangani semua prosedur sterilisasi perlu diterapkan teknik
aseptik.
5. Linen yang infeksius dimasukkan terlebih dulu dalam kantung plastik
kuning.
6. Masker digunakan saat terpapar kuman dari suatu penyakit menular
yang ditularkan lewat udara.
7. Penanganan Darah dan Cairan Tubuh:
1) Bila ada risiko kontak dengan darah atau cairan tubuh, Alat Pelindung
Diri harus digunakan seperti apron, sarung tangan, dan pelindung
mata.
2) Rendam linen dengan desinfektan( klorin O,5%).
3) Bersihkan dengan air hangat dan deterjen.
4) Jika menggunakan ember dan mopping lantai, maka kedua peralatan
itu harus dibersihkan setelah semua prosedur selesai dan disimpan
dalam keadaan kering
5) Perlengkapan untuk membersihkan cairan tubuh harus tersedia di
setiap unit.
8. Gown dan sarung tangan harus dipakai pada semua prosedur yang
bersentuhan dengan darah dan cairan tubuh Iainnya, termasuk juga
kebersihan peralatan dan lingkungan.
9. Semua bahan yang terkena cairan tubuh dibuangke dalam kantong
plastik kuning.
10. Staf yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada (kulit) tangan
mereka harus menutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu
memakai sarung tangan saat melakukan prosedur .
11. Staf yang bekerja yang bertugas di unit / Instalasi berrisiko diikutkan
dalam program kesehatan staf dan vaksinasi Hepatitis B.

D. PENCEGAHANTAMBAHAN
1. Pencegahan tambahan diterapkan dalam hubungannya dengan
pencegahan standar dan digunakan untuk pasien yang diketahui atau
diduga telah terinfeksi atau termasuk dalam kelompok penyebab infeksi
yang tidak cukup ditangani dengan menggunakan prosedur pencegahan
standar saja.
2. Pencegahan Tambahan dilaksanakan dalam situasi prosedur pencegahan
standar yang tidak cukup untuk mencegah infeksi silang. Pelaksanaan
pencegahan tambahan ini perlu dipisahkan dari pasien lain yang
memperoleh fasillitas istimewa. Pasien-pasien dengan infeksi serupa dapat
dikelompokkan tersendiri. Pencegahan tambahan ini perlu dilakukan jika
pasien dicurigai atau didiagnosis terkena infeksi yang ditularkan dengan
cara-cara berikut:
a. Penularan melalui saluran pernafasan (droplet)
1) Terinfeksi kuman yang ditularkan melalui udara seperti
Mycobacterium tuberculosis, cacarair (chickenpox)
2) Terinfeksi kuman yang ditularkan lewat tetesan/percikan seperti
campak, morbillli dan pertusis.
b. Penularan lewat kontak dengan pasien yang kemungkinan menjadi
karier/penyebar infeksi seperti:
1) Luka terbuka atau yang mengeluarkan cairan perulen (misalnya
organism yang multi resisten)
2) Kontaminasi melalui feces karier VRE (Vancomycine Resistan
Enterococct)
3) Pasien dengan exfoliative dermatitis.
c. Pencegahan tambahan berikut ini diterapkan pada:
1) Kamar untuk satu orang, fasilitas kamar perlu disendirikan
dengan tetap mempertahankan ventilasi yang sesuai.
2) Pengelompokan pasien dilakukan bila tidak tersedia kamar untuk
1 orang.
3) Penggunaan tambahan peralatan untuk melindungi dari infeksi
dapat dilakukan misalnya semua staf yang merawat pasien di
ruang isolasi pernafasan (respitory isolation) memakai masker
(masker KN95 / KN 95)
4) Bila perlu dipasang ventilasi khusus misalnya pada ruangan
dengan tekanan udara negatif.

E. LARUTAN CUCI TANGAN


Larutan antiseptic dan disinfektan jenis larutan yang dapat membunuh
mikroorganisme Pada peralatan yang terkontaminasi dari lingkungan, menjadi
tidak teraktivasi dan segera rusak bila dilarutkan. Oleh karena itu perlu
penanganan khusus agar larutan ini tidak terkontaminasi yang pada gilirannya
akan dapat mencegah infeksi silang.
1. Botol dan atau tempat sabun harus dikosongkan dan dicuci terlebih dulu
sebelum ditambahi larutan baru
2. Larutan antiseptic yang digunakan harus disiapkan dalam keadaan baru.

F. PENANGANAN INSTRUMEN DAN PERALATAN MEDIS LAINNYA DARI


UNIT RAWAT INAP ATAU IGD
Peralatan yang tidak dibersihkan dan disterilisasi secara memadai dan
kemudian digunakan untuk prosedur invasif maupun non-invasif dapat menjadi
sumber potensial terjadinya infeksi silang dan mereka yang memperoleh
patogennya dapat menularkan ke pasien berikut.
1. Semua peralatan yang habis dipakai wajib direndam dengan larutan
enzimatik / clorin 0,5%
2. Proses membersihkan pada unit dibatasi hanya pada proses awal.
3. Alat dibawa ke Unit Sterilisasi untuk dilakukan pencucian, pengeringan,
pengemasan dan disterilisasi.
4. Semua peralatan yang disterili ulang ke lnstalasi Sterilisasi dalam hal ini
termasuk peralatan "critical' dan "semi critical' yang dapat digunakan
kembali dan tidak terbatas pada peralatan berikut:
a. Semua peralatan dari bahan metal yang digunakan untuk prosedur
invasif.
b. Peralatan perawatan/pemeriksaan gigi (dental instrument).
c. Partusset dan obstetric forceps.
d. Peralatan untuk menjahit Iuka atau perawatan Iuka.

G. LANGKAH-LANGKAH BILA TERJADI KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)

Apabila diketahui terjadi KLB di wilayah kerja puskesmas dilakukan


langkah berdasarkan Permenkes RI No.1501 tahun 2010 tentang jenis penyakit
menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah dan upaya penanggulangan
antara lain:

1. Penanganan wabah dilakukan secara terpadu oleh pemerintah,


pemerintah daerah dan masyarakat
2. Penanggulangan KLB meliputi:
- Penyelidikan epidemiologis
- Penatalaksanaan penderita mencakup pemerikasaan, pengobatan,
perawatan dan isolasi termasuk tindakan karantina
- Pencegahan dan pengebalan
- Pemusnahan penyebab penyakit
- Penanganan jenazah
- Penyuluhan kepada masyarakat dan
- Upaya penanggulangan lainnya
3. Meliburkan sekolah sementara waktu, menutup fasilitas umum untuk
sementara waktu, melakukan pengamatan secara intens/ surveilans
selama KLB serta melakukan evaluasi penanganan secara keseluruhan
4. Upaya penanggulangan lainnya dilakukan sesuai jenis penyakit yang
menyebabkan KLB

H. MONITORING TERHADAP INFEKSI NOSOKOMIAL


Agar pelaksanaan surveilens dilakukan secara konsisten dan hasilnya akurat,
maka kriteria yang sama harus diterapkan dalam tata cara pengumpulan
datanya oleh semua perawat, semua karyawan penunjang kesehatan.
1. Definisi
a. Infeksi:
Deposisi dan penambahan jumlah bakteri dan mikroorganisme lainnya
didalam jaringan atau permukaan tubuh dimana kuman tersebut dapat
menimbulkan akibat yang merugikan.

b. HAIs:
Adalah infeksi yang terjadi pada pasien rawat inap dimana pada waktu
masuk tidak ditemukan adanya infeksi ( dalam masa inkubasi ). Suatu
infeksi dikatakan HAIs jika infeksi tersebut terjadi 48jam atau lebih
setelah masuk (dirawat).
e.lnfeksi Saluran Kemih (ISK):
1) ISK simtomatik
a) Demam lebih dari 380C dalam kesempatan tiga atau lebih dalam
periode 48 jam
b) Dysuria dan atau nyeri tekan pada daerah supra pubik yang
berhubungan dengan salah satu berikut ini :
- Pyuria disertai dengan jumlah sel darah putih lebih dari 10/m1
pada sample urine yang tidak disentrifuse, atau pyuria dengan
jumlah sel darah putih lebih dari 3 lapang pandang pada urine
spesimen yang disentrifuse
- Pada anak<ltahun, gejala tersebut diatas disertai salah satu
gejala berikut tanpa penyebab lain: ClHipotermi (<370 C)
- Bradikardi (< 100 x/ menit)
- Letargi
2) ISK Asimtomatik
Infeksi ini tanpa gejala klinis seperti ISK simtomatik. Diagnosa
tergantung pada hasil biakan urine, dengan ketentuan:
a) Pasien pernah memakai kateter dalam 7 hari sebelum hasil biakan
urine (+)/tanpa kateter dengan 2 x biakan urine(+).
b) Biakan urine (+),ditemukan pertumbuhan kuman> 10 5 / ml dengan
jenis kuman tidak lebih dari 2 spesies.
c) Ditemukan bakteri pada pewarnaan gram sediment urine tanpa
sentrifugasi.
d) Didiagnosis ISK oleh dokter yang merawat.
f. Pneumonia
Pemeriksaan Fisik:
1) Ronchi basah dan pekak (dullness)
2) Sputum purulen
3) Isolasi kuman pada biakan dahak
Foto thorax
1) Infiltrat, konsolidasi, efusi pleura Pada anak< 1 tahun, didapat 2 dari
gejala:
1) dispneu
2) Batuk
g. lnfeksi Daerah Operasi
1) Infeksi Daerah Operasi Superfisial
Infeksi harus terjadi dalam waktu 30 hari setelah operasi, meliputi
kulit,subkutan dan jaringan di atas fascia.
a) Purulen (atau konfirmasi dari hasil laboratorium contohnya diperoleh
dua atau lebih polymorph positif)

h. Infeksi Dalam Darah/lnfeksi Aliran Darah Perifer (IV)


Pasien mempunyai salah satu dari tanda dan gejala berikut dalam 48 jam
dirawat: panas badan>380C, menggigil, demam, hipotensi
(tekanan darah sistolik <90mm Hg)
2. Unsur-Unsur Kegiatan Survey
(1)Pengumpulan Data
(2)Sumber Data
(a)RM Pasien
(c)Kunjungan keruangan,
(d) Pengamatan pada pasien
(e) Pembicaraan dengan staf, perawat dan pasien
(4)Menghitung tingkat kejadian infeksi :
Numerator = jumlah infeksi ,
Denominator = jumlah pasien berisiko
(3) Analisis:
Membandingkan tingkat kejadian infeksi dalam satuan waktu dengan
memakai perbandingan tingkat infeksi yang baru terjadi dengan yang
sudah ditetapkan sebelumnya. Penyimpanan dari tingkat baseline
mengidentifikasikan perlunya dilakukan penelitian lebih lanjut.
(6) Interpretasi :
Dari informasi yang ditabulasi dan dianalisis diperoleh makna yang
mungkin bias bervariasi dari tidak adanya perubahan nyata dalam
tingkat infeksi hingga terdeteksinya kemungkinan terjadinya kejadian
luar biasa infeksi dalam rumah sakit.
(7) Pelaporan Data:
Data dianalisis dan diinformasikan kesemua Unit.

I. PENCEGAHAN TERJADINYA INFEKSI DAERAH OPERASI


1. Tujuan

Disinfeksi kulit belum operasi pada pasien bedah dapat membantu


mengurangi kejadian luka infeksi nosokomial
2. Saran-saran Lain untuk mencegah terjadinya luka pada area yang Dioperasi

a. Pastikan pasien mendapat nutrisi yang baik sebelum dan setelah operasi
untuk meningkatkan kesembuhan luka operasi.
b. Masa pasien masuk Rumah Sakit harus di jaga seminimum mungkin
c. Diabetes perlu dikontrol dengan baik

J. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK STAF KEBERSIHAN


1. Tujuan
Memastikan bahwa lingkungan dibersihkan secara tepat dan konsisten dan
tidak menjadi sumber infeksi.
2. Pedoman Kerja ini ditujukan untuk
Semua karyawan layanan cleaning service dan Unit Kesling.
3. Pendahuluan
a. Disinfeksi yaitu mengurangi,membuang atau membunuh mikroba
berbahaya, tapi biasanya tidak termasuk spora bakteri. Istilah disinfeksi
digunakan untuk menjelaskan kondisi terbebas dari infeksi dan proses
yang dilakukan agar peralatan bisa digunakan dengan aman.
b. Lingkungan hidup kita penuh dengan mikrobaorganisme. Ada mikroba
padatempat yang kotor,debu,air,udara,makanan, pakaian dantubuh kita.
Sebagian besar mikroba itu tidak berbahaya dan banyak yang berguna.
Hidup tidak mungkin berlangsung tanpa mikroba tersebut.
d.Salah satu cara mengontrol mikroba dalam ruang lingkup fasilitas
perawatan kesehatan adalah melalui metoda kebersihan yang efektif dan
efisien termasuk diantaranya kebersihan tangan, peralatan yang
memadai dan penggunaan bahan kimia.
4. Petunjuk kebersihan lingkungan
a. Petugas kebersihan yang membersihkan bertanggung jawab atas tugas
kebersihan, perbaikan dan pemeliharaan yang bertugas pengelolaan
sampah.
b. Tersedia peralatan kebersihan yang sesuai mudah digunakan dan
dibersihkan
c. Tersedia fasilitas untuk mencuci, membersihkan dan merawat peralatan.
d. Ada bagian kebersihan yang sesuai dipilih karena efektifitasnya bukan
karena klaim mengenai aktivitas bakteri.
e. Ada pengawasan atas peralatan dan orang yang membersihkan.
f. Tersedia air yang bersih tidak ada permukaan yang boleh dibersihkan
dengan air kotor.
5. Spillkit tersedia di masing — masing unit untuk prosedur tindakan
tumpahan atau percikan saat melakukan kebersihan,

K. PENANGANAN SAMPAH MEDIS


1.Tujuan
Memastikan bahwa pembuangan sampah infeksius didefinisikan secara tepat
dan sampah infeksius dibuang ketempat sampah yang benar secara aman
sehingga mencegah kemungkinan perpindahan virus yang berada dalam
darah dan mikro organisme lain dari pasien dan juga dari staff selama
pengumpulan sampah dan perjalanan ketempat pembuangan.
Pencegahan kejadian Iuka karena benda tajam pada staff,pasien dan
pengunjung dalam ruang lingkup perawatan kesehatan merupakan prioritas
utama karena resiko potensial terjadinya perpindahan virus dalam darah
seperti HepatitisC, HepatitisB dan HIV. Karena tingginya tingkat kejadian
penularan virus-virus ini dalam polulasi umum masyarakat Indonesia, maka
pencegahan ini perlu diperhatikan.
Linen diletakkan dalam wadah tertutup dan dicuci untuk memastikan
penanganan yang aman dan mencegah kain tersebut menjadi sumber infeksi
silang bagi pasien dan staff.
2. Penanganan Sampah
JENIS CARA PEMBUANGAN
5. Benda-benda tajam, Jarum tidak boleh dibengkokkan untuk
yaitu jarum, tabung Ditutup Iagi,dipatahkan atau dipisahkan
suntik, pisau bedah, silet dari spuitnya setelah digunakan.
yang telah digunakandan
benda tajam lain yang Buang secara teratur dalam wadah atau
terkontaminasi. tempat yang tahan terhadap tusukan jarum
atau benda tajam lain.
Tempat sampah itu harus diletakkan secara
tepat pada ketinggian antara l dan 2 meter
sehingga dapat dilihat dengan mudah saat
dibuka.
Wadah itu tidak boleh diletakkan langsung
diatas lantai karena bias terjangkau anak
anak.
2. Bahan atau larutan -Tempatkan dalam kantong plastik kuning
yang teraliri Oleh - Saat kantong atau keranjang sampah
darah. Urine dan
yang penuh itu dibuang dan dibawa
faeces terkontaminasi
darah. ketempat pembuangan atau pengumpulan
sampah. - Monitoring cara pembuangan
dan pengguaan APD petugas

3. Sampah jaringan/ - Setelah diperiksa jaringan dimasukkan


patologis ke dalam kantong plastic kuning dengan
tanda bahan berbahaya (biohazarď) dan
dibuangke TPS.
4. Sampahnoninfeksius - Semua sampah yang tidak termasuk
dalam kategori tersebut diatas dibuang
dalam kantong sampah plastic warna
hitam.
Bila penuh, kantong itu ditutup rapat dan
Dibuang kearea pembuangan TPS samapah
non infeksius.
Pembuangannya berkerjasama dengan
pihak ke tiga
4
7
L. TATALAKSANA PEMBUANGAN BENDA TAJAM
1. Safetybox terpasang pada trolley atau agar mudah dilihat bila hendak
digunakan dan safety box ini juga tidak boleh diletakkan pada rak atau
bangku karena bisa rusak dan isinya menetes staf potensial terkena luka
tertusuk jarum.
2. Safetybox tidak boleh ditaruh diatas lantai karena bisa dijangkau anak-anak
dan mengakibatkan luka tusuk Oleh jarum. Perlu ada pelindung jika
kotakkotak kardus akan disimpan sesuai tipe benda tajam didalamnya dan
disimpan dengan ketinggian memadai dan lokasi seperti tersebut diatas.
Pastikan bahwa container itu tidak ditempatkan diatas tempat sampah karena
bias mengakibatkan kemungkinan tidak sengaja terbuang kedalam tempat
sampah umum.

M. PENANGANAN LINEN KOTOR

1. Semua linen infeksius dimasukkan dalam kantong plastik kuning dan


diberikan label isi kantong plastik.
Hal ini untuk memastikan bahwa tidakakan terjadi kebocoran karena
penempatan cairan tubuh yang tidak memadai.
2. Semua linen dikamar bersalin dan ruang bedah harus dimasukkan dalam
kantong plastik warna kuning. Kantong plastic untuk linen harus tersedia
setiap saat.

N. TATALAKSANA PENCUCIAN LINEN :


1. Petugas Laundry harus memakai aproun dan sarung tangan setiap kali
menangani linen kotor.
2. Petugas melakukan cuci tangan sebelum dan setelah menangani linen kotor.
3. Aproun dan sarung tangan harus dilepas sebelum meninggalkan ruangan.
4. Linen yang telah dimasukkan kedalam kantong plastik, harus dilepas dan
hati-hati, petugas harus memakai APD. Linen infeksius dan non infeksius
harus dicuci terpisah.
5. Mesin cuci harus dibersihkan dengan seksama setelah dipakai mencuci
6. Linen harus direndarn dengan desinfektan,
Dianjurkan dengan suhu air harus antara 650 -71 0 C (65 0 C untuk selama
10 menit, 71 0 C selama 3 menit). Proses ini perlu diawasi secara teratur.
Prosedur pengeringan dan penyetrikaan selanjutnya meningkatkan proses
disinfeksi.
7. Setelah dikeringkan dan disetrika, linen segera disimpan untuk mencegah
kontaminasi.

O. PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN INFEKSI UNTUK STAF


BAGIAN GIZI
1. Tujuan:
Mencegah jangan sampai makanan yang terkontaminasi tersejikan kepada
pasien.
2. Pendahuluan
Keracunan makanan dapat terjadi pada siapa saja. Gejalanya (biasanya
diare dan/atau muntah-muntah, sakit perut dan mual-mual) biasanya
terjadi lebih parah pada kalangan orang lanjut usia, anak kecil dan pada
orang dengan kondisi medis tertentu yang pernah diderita sebelumnya.
Pada kasus-kasus ekstrim, keracunan makanan ini dapat berakhir dengan
kematian.
Tehnik penyiapan dan penanganan makanan yang buruk biasanya
menjadi sumber utama penyakit saluran pencernaan. Penyimpanan
makanan yang baik, penanganan dan penyiapan makanan yang juga baik
dapat mengurangi dan bahkan dalam beberapa kasus dapat menghapus
resiko keracunan makanan. Cara memasak yang tidak memadai atau
proses pemanasan kembali masakan dapat menambah resiko timbulnya
penyakit yang disebabkan oleh makanan.
3. Pencegahan Standar
Semua darah dan cairan tubuh Iain harus diperlakukan sebagai sumber infeksi
yang potensial. Untuk hal ini sarung tangan harus dikenakan Oleh staf bagian
saat Menangani piring dan cangkir serta peralatan makan yang habis dipakai.
Peralatan yang kotor harus terlebih dulu ditempatkan langsung dalam bak cuci
piring untuk disanitasi.
Staf yang memiliki luka atau lecet-lecet pada tangannya harus dipastikan agar
yang bersangkutan telah mengenakan plester kedap air untuk leşi yang
dimiliki, yang bersifat tahan air—selain itü harus mengenakan sarung tangan
setiap saat.
6. Petunjuk Perlindungan Terhadap Makanan
Agar tetap hidup dan berkembang biak bakteri memerlukan kondisi sebagai
berukut :
a) Nutrisi
b) Air
c) Suhu
d) Nilai Ph
e) Waktu
f) Tersedianya oksigen
Secara alamiah, semua makanan mengandung nutrisi dan air. Oleh karena itü
untuk mencegah pertumbuhan bakteri, staf pengelola makanan harus
mengendalikan suhu makanan. Bakteri yang secara normal dapat dijumpai
pada makanan tertentu tidak dapat tumbuh dan menggandakan diri jika
makanan didinginkan dibawah suhu 4 0C atau dipanaskan diatas 600C.
7. Petunjuk Pelaksanaan:
KEBIJAKAN
RINCIAN PELAKSANAAN
TERKAIT
Penyimpanan Semua makanan yang cepat membusuk
yang sekarang tidak sedang diolah harus
disimpan pada suhu dibawah 50C.
1. Makanan mentah disimpan
dibawah makanan matang untuk
mencegah tetesan Yang bias
menimbulkan kontaminasi.
2. Semua makanan ditutup untuk
mencegah bahan asing masuk.
3. Semua makanan beku disimpan pada
suhu—180C.
4. Makanan mentah dan
matang dipisahkan setiap
saat.
5. Semua makanan beku diberi label
dan diberi tanggal kapan akan
digunakan.
6. Semua makanan yang sudah siap
seperti
salad dan sandwiches perlu diberi
label tanggal persiapannya.

"makanan yang cepat busuk—setiap


makanan yang tidak dipasteufisasikan
atau mengandung kelembaban teftentu.
Menyiapkan Pisahkan makanan mentah dengan
makanan makanan matang dengan menggunakan
peralatan terpisah.
Peralatan dapur dibersihkan baik sebelum,
selama dan setelah menyiapkan makanan.
Tangan dicuci sebelum dan setelah
menangani makanan.
Gunakan sarung tangan yang sekali pakai
untuk menangani makanan yang tidak
akan dipanaskan lagi misalnya daging
masak/sayuran salad. Pertimbangan untuk
menggunakan sarung tangan vinyl biru
karena sarung tangan ini mudah
diindentifikasi jika tanpa sengaja maşukke
makanan.
Gunakan cutting board beberapa warna
sebagai kode untuk dipasang didapur.
Makanan Memasakakan membunuh bakteri,tapi
panas spora beberapa bakteri akan tetap hidup
dan terus menggandakan diri jika
kondisinya sesuai. Atas alasan ini makanan
panas perlu dipanaskan pada atau diatas
suhu750C dan tetap dijaga pada suhuini
selama2 menit.Catat suhu makanan
sebelum disajikan.
Mendinginkan 1. Makanan matang harus didinginkan dari
makanan suhu 600C ke suhu 21 0C dalam dua jam
panas dan dari suhu200C kesuhu50C atau
kurang dalam waktu kurang dari 4 jam.
Oleh karena itu, makanan harus
didinginkan dibawah50C dalam waktu 6
jam.
2. Mendinginkansup dan bubur
memerlukan pengawasan suhu yang
ketat selama proses pendinginan. Untuk
dapat melakukan hal ini dengan baik
dan aman, makanan perlu dimasukkan
dalam wadahwadah kecil karena hal ini
dapat mempercepat proses pendinginan
selain juga dapat memastikan bahwa
makanan tidak perlu dimasukkan dalam
lemari es. Jika dimasukkan dalam lemari
esakan menambah suhu internal dalam
makanan
dan membuat makanan secara potensial
berbahaya atau beresiko.
3.Makanan yang sudah siap perlu diperiksa
suhunya untuk memastikan bahwa suhu
Yang diperlukan terpenuhi selama proses
dan sebelum dimasukkan dalam lemari
es.
Memanaskan Makanan harus dipanaskan lagi pada suhu
ulang awal 750C secepat mungkin dan suhu
makanan harus dijaga sedemikian selama dua menit.
Kuah dari daging Harus tetap jernih.Sup
dan bubur yang hendak dipanaskan harus
direbus kembali selama 5 menit. Proses
memanaskan kembali harus diselesaikan
dalam satu jam setelah dimulai.
• Panaskan kembali dalam jumlah kecil
Aduk makanan untuk mempercepat
proses pemanasan. Gunakan
microwave jika mungkin.
Semua makanan bervitamin perlu
dipanaskan pada suhu minimal 750 C
secepat mungkin. Pasien yang
menerima Makanan dengan tekstur
yang telah diubah dilayani lebih dahulu.

Periksa suhu atau temperature


makananyan telah dipanaskan dengan
memakai thermometer.

Makanan yang tersaji dalam piring-piring


dan hendak diberikan kemudian dapat
dimasukkan dalam lemari es hingga saat
disajikan. Makanan yang dipanaskan
dalam microwave selama tiga menit perlu
ditaruh kembali dalam piring baru dan
segera disajikan. Makanan yang tidak bisa
dikonsumsi dalam10menit perlu dibuang.

Mencucibuah/ Semua buah dan sayuran yang hendak


sayuran disajikan mentah (tidak menerima proses
Pemanasan lebih lanjut) harus dibilas
dengan air filtrasi. Bukan air ledeng karena
potensi Kontaminasi yang tinggi dengan
pathogen enteric dan air ledeng.
Sebaliknya, buah dan sayuran yang
hendak memperoleh pemanasan melalui
proses dimasak tidak perlu dibilas dengan
air filtrasi sebelumdisiapkan untuk dimasak.

P. KEGIATAN LAIN
1. Menyusun SOP PPI
2. Melakukan koordinasi dengan unit kerja terkait, menetapkan upaya/program
pencegahan infeksi unit kerja.
3. Memantau pelaksanaan upaya pencegahan infeksi dan evaluasi hasil
pemeriksaan sarana/peralatan yang berkaitan dengan infeksi diunit kerja bila
perlu ditindak lanjuti.
5. Melaksanakan pengembangan dan pendidikan PPI bagi staf PPI dan staf
yang lain, di dalam maupun diluar lingkungan puskesmas.
6. Menyebarluaskan informasi hal-hal yang berkaitan dengan infeksi HAIS,
melalui program sosialisasi dan orientasi PPI kepada karyawan baru.
7. Melaksanakan pertemuan berkala rapat kerja sesuai jadwal yang telah
disepakati
8. Menyusun perenanan anggaran, program dan kegiatan PPI
9. Menyusun laporan kegiatan PPI kepada Tim Mutu dan kepala puskesmas.
BAB V
PBLAPORAN

A. Pengertian

Pelaporan merupakan sistim atau metode yang dialakukan untuk melaporkan


segala bentuk kegiatan yang ada terkait dengan program kerja TIM
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI)

B. Jenis laporan
Laporan dibuat oleh ketua Tim PPI
1. Laporan triwulan
Laporan yang dibuat oleh ketua Tim PPI dalam bentuk tertulis setiap tiga
bulan dan diserahkan kepada Tim Mutu
2. Laporan tahunan
Laporan yang dibuat oleh ketua Tim PPI dalam bentuk tertulis setiap
Tahun dan diserahkan kepada Tim Mutu
3. Laporan insidentil atau KLB (kejadian luar biasa)
Laporan yang dibuat oleh ketua Tim PPI dalam bentuk tertulis bila ada
kejadian KLB dan diserahkan pada tim Mutu.

Kepala UPT Puskesmas Lubuk Muda


Kecamatan Siak Kecil

TURSINI, SKM
Penata
NIP. 19801225 200604 2 017

Anda mungkin juga menyukai