PENDAHULUAN
Status Epileptikus merupakan keadaan emergensi medis berupa kejang
(seizure) persisten atau berulang yang berkaitan dengan mortalitas tinggi dan
kecacatan jangka panjang.1 Insidensi di negara berkembang 100 190 / 100.000
penduduk, angka tertinggi terjadi pada usia kanak kanak dan usia lanjut lalu
menurun pada dewasa muda dan pertengahan. 50 60% bangkitan pertama
epilepsi muncul sebelum usia 16 tahun. 2
Begitu pula dalam praktek sehari-hari, Status Epileptikus merupakan
masalah yang tidak dapat secara cepat dan tepat tertangani untuk mencegah
kematian ataupun akibat yang terjadi kemudian.
Status Epileptikus didefinisikan sebagai kejang yang terus menerus
selama paling sedikit 30 menit atau adanya dua atau lebih kejang terpisah tanpa
pemulihan kesadaran diantaranya. Untuk alasan praktis, pasien dianggap sebagai
SE jika kejang terus menerus lebih dari 5 menit. 1
Berdasarkan observasi pada pasien yang menjalani monitoring video
electroencephalography (EEG) selama episode kejang, komponen tonik-klonik
terakhir satu sampai dua menit dan jarang berlangsung lebih dari lima menit.2
Batas ambang untuk membuat diagnosis ini oleh karenanya harus turun dari lima
sampai sepuluh menit.
Banyaknya jenis status epileptikus sesuai dengan bentuk klinis epilepsi:
status petitmal, status psikomotor dan lain-lain. Biasanya bila status epileptikus
tidak bisa diatasi dalam satu jam, sudah akan terjadi kerusakan jaringan otak yang
permanen. Oleh karena itu, gejala ini harus dapat dikenali dan ditanggulangi
secepat mungkin. Rata-rata 15 % penderita meninggal, walaupun pengobatan
dilakukan secara tepat. Lebih kurang 60-80% penderita yang bebas dari kejang
setelah lebih dari 1 jam akan menderita cacat neurologis atau berlanjut menjadi
penderita epilepsi.
Berdasarkan kompleksitas dari penyakit ini, Status Epileptikus tidak hanya
penting untuk menghentikan kejang tetapi identifikasi pengobatan penyakit dasar
merupakan bagian utama pada penatalaksanaan Status Epileptikus.
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1.
STATUS PASIEN
IDENTITAS PRIBADI
Nama
: M Zaini Nasution
Umur
: 19 tahun
Jenis kelamin
: Laki-laki
Alamat
Agama
: Islam
Pekerjaan
: Mahasiswa
Status perkawinan
: Belum Menikah
Tanggal MRS
: 13 Juni 2016
Tanggal KRS
:-
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan kejang. Kejang
dialami Os 5 hari yang lalu. Kejang terjadi secara tiba-tiba saat Os sedang
dalam keadaan kelelahan dan banyak pikiran. Menurut ibu Os, Os tiba-tiba jatuh
lalu kejang. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku. Selama di RS Haji
Medan, Os sudah mengalami serangan kejang sebanyak 3x dengan sifat kejang
yang sama. Pada saat serangan kejang terakhir kalinya dari mulut Os
mengeluarkan lendir berbusa dan Os di pindahkan ke ruangan ICU RS Haji
Medan oleh karena keluhan tersebut.
Menurut Ibu Os, Kejang berlangsung 30 menit. Keluhan kejang ini
sudah dirasakan oleh sejak berumur 18 tahun. Os sering kejang berulang. Kejang
terjadi tidak berhubungan dengan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari 1
kali seminggu. Biasanya setelah kejang Os merasa pusing lalu tertidur karena
lemas. Riwayat trauma didaerah kepala disangkal. Demam (-). BAB dan BAK
normal.
Riwayat penyakit terdahulu
: epilepsi (+)
ANAMNESA TRAKTUS
Traktus Sirkulatorius
Traktus Respiratorius
Traktus Digestivus
Traktus Urogenitalis
:-
: Tidak dijumpai
ANAMNESA KELUARGA
Faktor Herediter
Faktor Familier
: Tidak ada,disangkal
Lain-lain
: Tidak ada
ANAMNESA SOSIAL
Kelahiran dan Pertumbuhan
:Pervaginam
Imunisasi
: Tidak jelas
Pendidikan
: SMA
Pekerjaan
:Tidak jelas
:-
PEMERIKSAAN JASMANI
PEMERIKSAAN UMUM
Tekanan Darah
: 110/60 mmHg
Nadi
: 75 x/i
Frekuensi Nafas
: 24 x/i
Temperatur
: 36.4oC
: Lembab,Basah
Persendian
Pergerakan
Kelenjar Parotis
Desah
: Tidak ada
Dan lain-lain
: Tidak ada
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
ABDOMEN
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
: Simetris, Datar
: Soepel, Nyeri tekan (-), Hepar dan Lien tidak teraba
: Timpani
: Peristaltik (+) normal
GENITALIA
Toucher
STATUS NEUROLOGI
SENSORIUM
KRANIUM
Bentuk
Fontanella
: Tertutup, Keras
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Transiluminasi
PERANGSANGAN MENINGEAL
Kaku Kuduk
:-
Tanda Kernig
:-
Tanda Lasegue
:-
Tanda Brudzinski I
:-
Tanda Brudzinski II
:-
:-
Sakit Kepala
:-
Kejang
:+
Normosmia
Anosmia
Parosmia
Hiposmia
NERVUS II III
Visus
Lapangan Pandang
Normal
Menyempit
Hemianopsia
Scotoma
Refleks Ancaman
Fundus Oculi
:
:
:
:
:
Warna
Batas
Ekstavasio
Arteri
Vena
Pupil
Lebar
3 mm
3 mm
Bentuk
Bulat, isokor
Bulat,isokor
Rima Palpebra
7 mm
7 mm
Deviasi Konjugate :
Strabismus
Kesegala Arah
Nistagmus
NERVUS V
Kanan
Kiri
Motorik
Kekuatan gigitan
Sensorik
Kulit
Selaput lendir
Refleks kornea
Langsung
Tidak langsung
NERVUS VII
Kanan
Kiri
Mimik :
Normal
Motorik
Kerut kening
Normal
Menutup mata
Simetris
Meniup sekuatnya :
Normal
Memperlihatkan gigi:
Tertawa
Normal
Sudut mulut
Simetris
NERVUS VIII
Simetris
Kanan
Kiri
+
Auditorius
Pendengaran
Test Rinne
Test Weber
Test Schwabach
Vestibularis
Nistagmus
Reaksi Kalori
Vertigo
Tinnitus
NERVUS IX, X
Pallatum mole
: Normal
Uvula
: Medial
Disfagia
:-
Disartria
:-
Disfonia
:-
Refleks Muntah
:+
NERVUS XI
Mengangkat bahu
:+
Tremor
:-
Atrofi
:-
Fasikulasi
:-
: medial
:medial
SISTEM MOTORIK
Trofi
: Normotrofi
Tonus
: Normotonus
Kekuatan Otot
:
ESD 55555
ESS 55555
55555
55555
EID 55555
EIS 55555
55555
55555
Tremor
:-
Khorea
:-
Ballismus
:-
Mioklonus
:-
Ateotsis
:-
Distonia
:-
Spasme
:-
Tic
:-
Dan lain-lain
:-
TES SENSIBILITAS
Eksteroseptif
Propioseptif
Sterognosis
Pengenalan 2 titik
Grafestesia
REFLEKS
Refleks Fisiologis
Biceps
Kanan
:
Kiri
++
++
Triceps
++
++
Radioperiost:
++
++
APR:
++
++
KPR:
++
++
Strumple:
++
++
Refleks Patologis
Kanan
Kiri
Babinski
Oppenheim
Chaddock
Gordon
Schaeffer
Hoffman Tromner :
Klonus Lutut
Klonus Kaki
Refleks Primitif
KOORDINASI
Lenggang
Bicara
: Normal
Menulis
: Normal
Percobaan Apraksia
: Normal
Mimik
: Normal
Test telunjuk-telunjuk
: Normal
Tes Telunjuk-hidung
: Normal
Tes tumit-lutut
: Normal
Tes Romberg
: Normal
VEGETATIF
10
Vasomotorik
Sudomotorik
Pilo-erektor
Miksi
:+
Defekasi
:+
VERTEBRA
Bentuk
Normal
:+
Scoliosis
:-
Hiperlordosis
:-
Pergerakan
Leher
Pinggang
:-
Cross Laseque
:-
Tes Lhermitte
:-
Test Naffziger
:-
GEJALA-GEJALA SEREBELLAR
Ataksia
:-
Disartria
:-
Tremor
:-
Nistagmus
:-
Fenomena Rebound
:-
:-
GEJALA-GEJALA EKSTRAPRAMIDAL
11
Tremor
:-
Rigiditas
:-
Bradikinesia
:-
Dan lain-lain
:-
FUNGSI LUHUR
Kesadaran Kualitatif
: Compos mentis
Ingatan Baru
: Baik
Ingatan Lama
: Baik
Orientasi
Diri
: Baik
Tempat
: Baik
Waktu
: Baik
Situasi
: Baik
Intelegensia
: Normal
Daya Pertimbangan
Reaksi Emosi
Afasia
Represif
:-
Ekspresif
:-
Apraksia
:-
Agnosia
Agnosia visual
:-
Agnosia jari-jari
:-
Akalkulia
:-
Disorientasi Kanan-Kiri
:-
PEMERIKSAAN PENUNJANG
HEMATOLOGI
Jenis Pemeriksaan
Hasil
Nilai Rujukan
12
Darah Rutin
Hemoglobin
14,2 g/dl
13-18
Eritrosit
5.0 x 106 /L
4.5 6.5
Leukosit
8.000 / L
4.000 11.000
Hematokrit
44.9 %
40-54
Trombosit
209.000 /L
150.000 450.000
MCV
90.0 fL
80 96
MCH
28.6 pg
27 31
MCHC
31.6 %
30 34
Eosinofil
2%
13
Basofil
0%
01
N. Stab
0%
26
N. Seg
59 %
53 75
Limfosit
35 %
20 45
Monosit
4%
48
KGDs
Fungsi Hati
82 mg/dL
< 140
Bilirubin Total
0,29 mg/dL
0,3 1
Bilirubin direk
0,19 mg/dL
< 0,25
AST ( SGOT )
16 U/l
< 40
ALT ( SGPT )
11 U/l
< 40
11 mg/dL
20 40
Kreatinin
0,36 mg/dL
0,6 1,1
Asam urat
Elektrolit
3,3 mg/dL
3,4 7,0
Index Eritrosit
KIMIA KLINIK
Glukosa Darah
Fungsi Ginjal
Ureum
13
Natrium (Na)
147 mEq/L
135 155
Kalium (K)
3,6 mEq/L
3,5 5,5
Chlorida (Cl)
105 mEq/L
98 - 106
Head CT SCAN
Dengan Hasil :
14
Hasil :
Rekaman dilakukan dalam keadaan sadar tanpa pramedikasi
Irama dasar bervoltase rendah sedang dengan frekwensi 8 13 spd bercampur 15
25 spd.
Dijumpai gelombang sharp wave di temporal sinistra, sentral dan frontal midline
dengan fase reversal pada daerah T5.
PS dan HV tidak dilakukan.
Kesan : EEG Abnormal berat berupa gelombang epileptiform sharp wave.
2.2 KESIMPULAN PEMERIKSAAN
Keluhan Utama : Kejang
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Rumah Sakit Haji Medan dengan keluhan kejang. Kejang
dialami Os 5 hari yang lalu. Kejang terjadi secara tiba-tiba saat Os sedang
dalam keadaan kelelahan dan banyak pikiran. Menurut ibu Os, Os tiba-tiba jatuh
lalu kejang. Kejang terjadi diseluruh tubuh disertai kaku. Selama di RS Haji
Medan, Os sudah mengalami serangan kejang sebanyak 3x dengan sifat kejang
yang sama. Pada saat serangan kejang terakhir kalinya dari mulut Os
mengeluarkan lendir berbusa dan Os di pindahkan ke ruangan ICU RS Haji
Medan oleh karena keluhan tersebut.
Menurut Ibu Os, Kejang berlangsung 15 menit. Keluhan kejang ini
sudah dirasakan oleh sejak berumur 18 tahun. Os sering kejang berulang. Kejang
terjadi tidak berhubungan dengan demam. Kejang biasanya terjadi lebih dari 1
kali seminggu. Biasanya setelah kejang Os merasa pusing lalu tertidur karena
lemas. Riwayat trauma didaerah kepala disangkal. Demam (-). BAB dan BAK
normal.
Riwayat penyakit terdahulu
:-
:-
STATUS PRESENS
15
Tekanan Darah
: 110/60mmHg
Nadi
: 75 x/i
Frekuensi Nafas
Temperatur
: 36,4oC
STATUS NEUROLOGI
Refleks Fisiologis
Kanan
Kiri
B/T
++/++
++/++
APR/KPR
++/++
++/++
Refleks Patologis
:+
Perangsangan Meningeal
Kekuatan Otot
2.3 DIAGNOSA
DIAGNOSA FUNGSIONAL
: Kejang
DIAGNOSA ANATOMI
DIAGNOSA ETIOLOGIK
: Idiopatik
DIAGNOSA KERJA
: Status Epileptikus
2.4 PENATALAKSANAAN
Tirah baring
IVFD RL 20 gtt/i
FOLLOW UP PASIEN
Mulai Tanggal 16 Juni 2016
Tanggal
Pemeriksaan (VS,
Diagnosis
Penatalaksanaan
16 6
Neurologi)
S: Kejang (+)
1. Tirah baring
2016
O: Compos Mentis
2. IVFD RL 20
(ICU)
gtt/i
3. Inj. Phenitoin
1 amp/8 jam
4. Inj.
Ranitidine 50
mg/ 12 jam
Rangsang meningeal: -
5. Inj Ketorolac
N. Kranialis : DBN
30mg / 8 jam
Refleks Fisiologis :
6. Tab Defakote
DBN
2 x 500 mg
Refleks Patologis : -
7. Tab
Kekuatan motorik:
Phenobarbita
55555
55555
l 3 x30 mg
55555
55555
8. Tab
Asam
Folat 1 x 1
17-6-2016
S: Kejang (-)
(Ruangan)
O: Compos Mentis
2. Head up 30
17
TD: 110/60mmHg
3. O2 2liter/L
HR: 60 x/i
4. IVFD RL 20
RR: 20 x/i
Temp: 36,5oC
TIK : Nyeri kepala
(+)
gtt/i
5. Inj. Phenitoin
1 amp/8 jam
6. Inj.
Rangsang meningeal: -
Ranitidine 50
N. Kranialis : DBN
mg/ 12 jam
Refleks Fisiologis :
7. Inj Ketorolac
DBN
30mg / 8 jam
55555
55555
55555
8. Tab Defakote
2 x 500 mg
9. Tab
Phenobarbita
l 3 x30 mg
10. Tab
Asam
Folat 1 x 1
18-6-2016
(Ruangan)
Kepala (-)
2. Head up 30
O: Compos Mentis
3. O2 2liter/L
4. IVFD RL 20
HR: 68 x/i
RR: 18 x/i
Temp: 35,6oC
TIK : -
gtt/i
5. Inj. Phenitoin
1 amp/8 jam
6. Inj.
Rangsang meningeal: -
Ranitidine 50
N. Kranialis : DBN
mg/ 12 jam
Refleks Fisiologis :
7. Inj Ketorolac
DBN
Refleks Patologis : Kekuatan motorik:
30mg / 8 jam
8. Tab Defakote
2 x 500 mg
18
55555
55555
55555
55555
9. Tab
Phenobarbita
l 3 x30 mg
10. Tab
Asam
Folat 1 x 1
11. Tab B12 2x1
21 6
S: Kejang (+)
1. Tirah baring
2016
O: Compos Mentis
2. IVFD RL 20
(Ruangan)
gtt/i
3. Inj. Phenitoin
1 amp/8 jam
4. Inj.
Ranitidine 50
Rangsang meningeal: -
mg/ 12 jam
N. Kranialis : DBN
5. Inj Ketorolac
Refleks Fisiologis :
30mg / 8 jam
DBN
6. Tab Defakote
2 x 500 mg
7. Tab
55555
55555
Phenobarbita
55555
55555
l 3 x30 mg
8. Tab
Asam
Folat 1 x 1
22 6-
2016
Kepala (-)
2. IVFD RL 20
(Ruangan)
O: Compos Mentis
TD: 110/70 mmHg
HR: 80 x/i
RR: 24 x/i
gtt/i
3. Inj. Phenitoin
1 amp/8 jam
4. Inj.
Temp: 37oC
Ranitidine 50
TIK : -
mg/ 12 jam
19
Rangsang meningeal: -
5. Inj Ketorolac
N. Kranialis : DBN
30mg / 8 jam
Refleks Fisiologis :
6. Tab Defakote
DBN
2 x 500 mg
Refleks Patologis : -
7. Tab
Kekuatan motorik:
Phenobarbita
55555
55555
l 3 x30 mg
55555
55555
8. Tab
Asam
Folat 1 x 1
23 6
S: Kejang (-)
2016
O: Compos Mentis
2. IVFD RL 20
(Ruangan)
gtt/i
3. Inj. Phenitoin
1 amp/8 jam
4. Inj.
TIK : -
Ranitidine 50
Rangsang meningeal: -
mg/ 12 jam
N. Kranialis : DBN
5. Inj Ketorolac
Refleks Fisiologis :
30mg / 8 jam
DBN
6. Tab Defakote
2 x 500 mg
7. Tab
55555
55555
Phenobarbita
55555
55555
l 3 x30 mg
8. Tab
Asam
Folat 1 x 1
9. Tab B12 2x1
20
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1
3.1.1
Status Epileptikus
Definisi
Status epileptikus ditegakan apabila kejang yang terjadi berisfat kontinu,
berulang dan disertai gangguan kesadaran pada periode interiktal. Durasi kejang
secara tradisional adalah 15 30 menit, sedangkan secara klinis durasi 4 5 mneit
sudah cukup untuk menegakkan diagnosis status epileptikus. Faktor yang
menyebabkan terjadinya serangan status epileptikus:3
1. Penghetian obat obatan antikonvulsi secara tiba tiba
2. Demam
3. Kelainan serebrovaskuler
4. Gangguan metabolik
5. Infeksi SSP
6. Gangguan iskemik hipoksik (kasus tenggelam dan inhalasi asap)
7. Tumor
8. Trauma
9. Idiopatik
3.1.2
Epidemiologi
Insidens status epileptikus di Amerika Serikat berkisar 41 per 100.000
individu setiap tahun, sekitar 27 per 100.000 untuk dewasa muda dan 86 per
100.000 untuk usia lanjut. Dua penelitian restropektif di Jerman mendapatkan
insidens 17,1 per 100.000 per tahun. Mortalitas SE (kematian dalam 30 hari) pada
penelitian Richmond berkisar 22%. Kematian pada anak hanya 3%, sedangkan
21
pada dewasa 26%. Populasi yang lebih tua mempunyai mortalitas hingga 38%.
Mortalitas tergantung dari durasi kejang, usia onset kejang, dan etiologi. Pasien
stroke dan anoksia mempunyai mortalitas paling tinggi. Sedangkan pasien dengan
etiologi penghentian alkohol atau kadar obat antiepilepsi dalam darah yang
rendah, mempunyai mortalitas relatif rendah.
Pada sepertiga kasus, status epileptikus merupakan gejala yang timbul
pada pasien yang mengalami epilepsi berulang. Sepertiga kasus terjadi pada
pasien yang didiagnosa epilepsi, biasanya karena
ketidak teraturan
dalam
dapat dikategorikan pada proses akut dan kronik. Pada usia tua
Etiologi
Secara klinis dan berdasarkan
EEG,
status
epileptikus
dibagi
perburukan
pernafasan
irreversibel.
22
Oedema serebri
Disfungsi kognitif
2. Gagal Ginjal
Myoglobinuria, rhabdomiolisis
3. Gagal Nafas
Apnoe
Pneumonia
Hipoksia, hiperkapni
Gagal nafas
4. Pelepasan Katekolamin
Hipertensi
Oedema paru
Aritmia
Hipersekresi, hiperpireksia
5. Jantung
Hipotensi
23
Gagal jantung
Tromboembolisme
Dehidrasi
Asidosis
Hiper/hipoglikemia
Hiperkalemia, hiponatremia
Kegagalan multiorgan
7. Idiopatik
3.1.4
Patofisiologi
GABA-mediated
inhibitory
synaptic
transmission
pada
24
Hipoglikemia, hiponatremia
Gagal ginjal, rhabdomyolisis, hipertermia dan DIC
3.1.5
Gejala Klinis
Status epileptikus dihubungkan dengan perubahan fisiologis sistemik hasil
dengan tonik-klonik umum atau kejang parsial yang cepat berubah menjadi tonik
klonik umum. Pada status tonik-klonik
serial
kejang
tonik-klonik
umum
umum,
serangan
berawal
dengan
Setiap kejang berlangsung dua sampai tiga menit, dengan fase tonik yang
melibatkanotot-otot aksial dan pergerakan pernafasan yang terputus-putus. Pasien
menjadi sianosis selama fase ini, diikuti oleh hyperpnea retensi CO2. Adanya
takikardi dan peningkatan tekanan darah, hyperpireksia mungkin berkembang.
Hiperglikemia
dan
25
Klonik
Tonik
Klonik
(Clonic-Tonic-Clonic
Status
menyeluruh
tetapi
sering
asimetris
dan
semakin
memburuknya tingkat kesadaran. Tipe dari status epileptikus tidak biasanya pada
enselofati anoksia berat dengan prognosa yang buruk, tetapi dapat terjadi pada
keadaan toksisitas, metabolik, infeksi atau kondisi degeneratif.
4. Status Epileptikus Absens
Bentuk status epileptikus yang jarang dan biasanya dijumpai pada usia
pubertas atau dewasa. Adanya perubahan dalam tingkat kesadaran dan status
26
presen sebagai suatu keadaan mimpi (dreamy state) dengan respon yang lambat
seperti menyerupai slow
waktu
periode
yang
motion
movie dan
mungkin
bertahan
dalam
kejang absens pada masa anak-anak. Pada EEG terlihat aktivitas puncak 3 Hz
monotonus (monotonous 3 Hz spike) pada semua tempat. Respon terhadap status
epileptikus Benzodiazepin intravena didapati.
parsial kompleks,
karena
gejalanya
dapat
sama.
Pasien
dengan
sisi
mungkin menetap secara unilateral dan kesadaran tidak terganggu. Pada EEG
sering tetapi tidak selalu menunjukkan periodic lateralized epileptiform
discharges pada
hemisfer
yang
berlawanan
(PLED),
dimana
sering
berhubungan dengan proses destruktif yang pokok dalam otak. Variasi dari status
somatomotorik ditandai dengan adanya afasia yang intermitten atau gangguan
berbahasa (status afasik).
b. Status Somatosensorik
Jarang ditemui tetapi menyerupai status somatomotorik dengan gejala
sensorik unilateral yang berkepanjangan atau suatu sensory jacksonian march.
27
berbicara
dan
keadaan
kebingungan
yang
frontalis
di
satu
sisi,
Kondisi ini dapat dibedakan dari status absens dengan EEG, tetapi mungkin sulit
memisahkan status epileptikus parsial kompleks dan status epileptikus nonkonvulsif pada beberapa kasus.
3.1.6
Diagnosis
Diagnosa dalam keadaan status epileptikus tidak sukar, akan tetapi
maka
ia
Bilamana
tidak
dokter
dipanggil
untuk
menolong
untuk menghilangkan
kejang umum yang hebat itu. Dengan tenang harus menyelidiki dahulu penyakit
yang mendasarinya.
Anamnesis:
Anamnesis pasien harus dilakukan secara tertib dan teratur, meliputi lama
kejang, sifat kejang sama ada fokal, umum atau tonik/klonik. Seterusnya, tingkat
kesadaran diantara kejang, riwayat kejang sebelumnya serta riwayat kejang dalam
keluarga. Pasien juga harus ditanya sama ada panas, atau ada trauma kepala,
riwayat persalinan dan tumbuh kembang. Selain itu, riwayat penyakit
sistemik/SSP seperti keganasan, infeksi, kelainan metabolic, keracunan. Riwayat
putus obat atau gagalnya pengobatan yang sudah berjalan juga penting.
Pemeriksaan fisik :
Pemeriksaan neurologi lengkap meliputi tingkat kesadaran, penglihatan
dan pendengaran, refleks fisiologis dan patologi, lateralisasi, papil edema akibat
peningkatan
TIK, akibat
tumor, perdarahan
dll. Sistem
motorik
yaitu
kelumpuhan, tonus, pergerakan tidak terkendali, ataksia dan sistem sensorik yaitu
parastesia, hipestesia, anestesia.
28
3.1.7
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan
laboratorium
yaitu
darah,
elektrolit,
glukosa,
fungsi
ginjal dengan urin analisis dan kultur, jika ada dugaan infeksi, maka
dilakukan kultur darah dan imaging yaitu CT Scan dan MRI untuk
mengevaluasi lesi struktural di otak
2. EEG untuk mengetahui aktivitas listrik otak dan dilakukan secepat mungkin
jika pasien mengalami gangguan mental
3. Pungsi lumbar, dapat kita lakukan jika ada dugaan infeksi CNS
atau perdarahan subarachnoid.
3.1.8
Diagnosa Banding
1. Pada anak
Sinkop
Tics
Migren
Serangan panik
Vertigo
Bangkitan psikogenik
Hipoglikemi
2. Pada dewasa
Sinkop
Serangan psikogenik
Serangan panik
Gangguan tidur
Hipoglikemi
3.1.9
Penatalaksanaan
Stadium
Stadium I
( 0-10 menit)
Stadium II
(0-60 menit)
Stadium III
(0-60-90
menit)
Stadium IV
(30-90 menit)
Penatalaksanaan
Memperbaiki fungsi kardio respiratorik
Memperbaiki jalan napas, pemberian oksigen dan
resusitasi
Memasang infus di pembuluh darah besar
Mengambil 50 100cc darah untuk pemeriksaan
laboratorium
Pemberian OAE darurat : diazepam 10 20mg IV
(kecepatan pemberian < 2 5mg/menit atau per rektal
dapat diulang 15 menit kemudian)
Memasukkan 50cc glukosa 40% dengan atau tanpa
thiamin 250mg IV
Menanganu asidosis
Menetukan etiologi
Bila kejang terus berlangsung 30 menit setelah
pemberian diazepam pertama, beri fenitoin IV 1518mg/kg dengan kecepatan 50mg/menit
Memulai terapi dengan vasopresor bila diperlukan
Mengkoreksi komplikasi
Bila kejang tetap tidak teratasi selama 30 60 menit,
pindahkan pasein ke ICU, beri protokol (2mg/kgBB
bolus IV, diulang bila perlu) atau tiopental (100 250mg
bolus IV dalam 20 menit, dilanjutkan dengan bolus 50mg
setiap 2 3 menit), dilanjutkan sampai 12 24 jam
30
31
32
Menghentikan kejang
Usaha
stabilisasi
mengakhiri
kejang
segera
sesudah
tahap
dilakukan
jumlah
50
mg,
Pemberian
sementara
bolus
diazepam
dilanjutkan
Biasanya kejang sudah dapat diatasi. Bila pemberian diazepam yang waktu
paruhnya hanya sekitar 15 menit belum berhasil, diberikan fenitoin yang bekerja
lebih lama, mempunyai waktu paruh selama 24 jam. Fenitoin diberikan secara
intravena, 2 10 mg fenitoin dilarutkan dalam 1ml garam fisiologis (
5mg/ml),dengan dosis fenitoin 18 mg/kg berat badan, dengan kecepatan kurang
dari 50 mg/menit.
Efek samping aritmi jantung sering timbul pada pemberian fenitoin yang
terlalu cepat atau lebih dari 50 mg/menit, bukan karena jumlah fenitoin yang
diberikan. Diazepam dan fenitoin dapat menekan pernafasan, terutama bila
pemberian terlalu cepat. Oleh karena itu selama pemberian obat ini harus
dilakukan monitoring ECG dan pernafasan. Bila kejang masih terus berlangsung
sesudah 20 menit pemberian fenitoin, intubasi harus dilakukan. Selanjutnya diberi
fenobarbital sampai kejang berhenti atau dosis seluruhnya mencapai 20 mg/kg
berat badan. Fenobarbital juga diberikan per infus dengan kecepatan maksimum
100mg/menit. Selama pemberian fenobarbital harus
diperhatikan kemungkinan
33
tiga
jam,
agar
otak
mempunyai
waktu
yang
cukup
untuk
intravena
atau
tidak
mempunyai
ada
sarana
pemberian
obat
34
BAB IV
KESIMPULAN
Pada kasus ini keluhan utama yang dialami pasien adalah kejang. Dalam
menegakkan diagnosis kejang berulang, hal pertama yang harus kita lakukan
adalah menetukan penyebab kejang berdasarkan anamnesa dan pemeriksaam fisik
yang tepat.
Anamnesis meliputi :
35
obat,
alkohol, penyakit
riwayat
kejang
dalam
keluarga,
demam,
riwayat
36
CT-Scan, MRI, EEG dan pungsi lumbar untuk menemukan etiologi yang
lain. Pada reflek fisiologi didapatkan kesan normal dan tidak didapatkan reflek
patologis. Kekuatan tonus otot, psikologis dan status interna baik.
Terapi terbaik untuk penanganan status epileptikus adalah dengan
pemberian diazepam secara iv dengan dosis 10 mg dalam waktu 2 - 5 menit jika
kejang . Selain itu phenitoin dapat diberikan secara intravena dengan dosis
15mg/kgbb dengan kecepatan 50mg/menit. Bisa juga ditambahkan obat-obatan
simtomatis seperti ranitidin inj 50 mg/2ml2x1 dan ibuprofen 200 mg 3x1.
37
DAFTAR PUSTAKA
C.
Epilepsy.
In:
Neurology
Crash
course.
2ndedition.Philadelphia:Mosby Elsevier:2006.p.95-100
5. Franzon D.Status Epileptikus [online] [cited on
M.J.
Seizures
and
Syncope
In:Clinical
Neurology:3rd
edition.Stamford:Simon Shuster;1996.p.234-236
8. deGroot
J.
Signalling
in
the
nervous
system.
In
:Correlative
[cited
on
31st
Oktober
2011]
Available
from;http://www.medscape.com/viewarticle/458594_8
10. LBM Sitorus.Gawat Darurat Penyakit Syaraf [online]1992 [cited on 31St
Oktober
2011]
Available
from:http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/24_Status
Epileptikus.pdf/24_StatusEpileptikus.html
38
11. Khalil B.A. The EEG in Epilepsy. In: Atlas of EEG and seizure semiology.
Pensylvania:Elsevier Inc:2006.p.125-130
12. Kellaway P.The over all management in adult epileptic. In: The Medical
Clinics of North America.Philadelphia:W.B.Saunders:1958.p.324-326
13. H. Meierkord.EFNS guideline on the management of status epilepticus In:
European Journal of Neurology 2006, 13: 445450.
14. Reetta K. Status epilepticus treatment guidelines. In: Outcomes Of Status
Epilepticus:Finland.p.99-102
39