PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di sarana kesehatan harus dilaksanakan
secara menyeluruh dengan baik dan benar di semua sarana kesehatan, dengan prosedur
yang baku untuk setiap tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi tersebut, untuk itu
perlu adanya suatu pedoman yang digunakan di Puskesmas yaitu Pedoman pencegahan
dan pengendalian infeksi merujuk pada buku Pedoman Teknis Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama dari Kementerian
kesehatan Republik Indonesia tahun 2020.
Dalam upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan
sangat penting bila terlebih dahulu petugas kesehatan memahami konsep dasar penyakit
infeksi. Oleh karena itu perlu disusun pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di
Puskesmas agar terwujud pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat menjadi acuan
bagi semua pihak yang terlibat dalam pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di
Puskesmas serta dapat melindungi masyarakat dan mewujudkan patient safety pada
akhirnya juga akan berdampak pada efisiensi pada manajemen fasilitas pelayanan
kesehatan dan peningkatan kualitas pelayanan di UPTD Puskesmas II Melaya .
B. Tujuan Pedoman
a) Umum
Pedoman PPI bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di UPTD
Puskesmas II Melaya serta melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan
masyarakat dari penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan.
b) Khusus
1. Sebagai pedoman bagi kepala Puskesmas dalam membentuk organisasi, serta
melaksanakan tugas, program, wewenang dan tanggung jawab secara jelas.
2. Menggerakkan segala sumber daya yang ada di puskesmas secara efektif dan
efisien dalam pelaksanaan PPI di UPTD puskesmas II Melaya
3. Menurunkan angka kejadian infeksi di UPTD Puskesmas II Melaya
4. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI di UPTD Puskesmas II
Melaya.
C. Sasaran Pedoman
a) Kewaspadaan isolasi
b) Pencegahan dan pengendalian infeksi dengan Bundles
c) Penerapan PPI pada pelayanan
d) Pendidikan dan pelatihan
e) Penggunaan antimikroba yang bijak
f) Surveilan PPI
g) Penyakit infeksi Emerging dan penanggulangan KLB
h) Monitoring, audit ICRA dan pelaporan
E. Batasan Operasional
a) Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang selanjutnya disingkat PPI
adalah upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada
pasien, petugas, pengunjung, dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan
Kesehatan
b) Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
pathogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik.
c) Penyakit infeksi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi
yang disertai dengan adanya respon imun dan gejala klinik
d) Penyakit menular adalah penyakit (infeksi) tertentu yang dapat berpindah
dari satu orang ke orang lain baik langsung maupun tidak langsung.
e) Infeksi terkait pelayanan Kesehatan/Healthcare Associated Infections yang
selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di Puskesmas dimana Ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak
dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam Puskesmas tapi muncul
setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas
Puskesmas dan tenaga Kesehatan terkait proses pelayanan Kesehatan di
fasilitas pelayanan Kesehatan.
f) Fasilitas pelayanan Kesehatan adalah sarana (tempat dan/atau alat) yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan Kesehatan, baik
promotive, preventif, kuratif maupun rehabilitative yang dilakukan oleh
pemerintah, pemerintah daerah, dan/atau masyarakat.
g) Bundles adalah merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
3
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan Kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten.
h) Kolonisasi adalah suatu keadaan ditemukan adanya agen infeksi, dimana
organisme tersebut hidup, tumbuh dan berkembang biak tetapi tanpa
disertai adanya respon imun atau gejala klinik.
i) Disinfektan adalah senyawa kimia yang bersifat toksik dan memiliki dan
memiliki kemampuan membunuh mikroorganisme yang terpapar secara
langsung namun tidak memiliki penetrasi sehingga tidak mampu
membunuh mikroorganise yang terdapat di dalam celah atau cemaran
mineral.
j) Antiseptik adalah senyawa kimia yang digunakan untuk membunuh atau
menghambat.
k) Surveilans adalah suatu proses pelaksanaan kegiatan yang dilakukan
secara terus menerus, komprehensif dan dinamis besupa perencanaan,
pengumpulan data, analisis, interpretasi, komunikasi dan evaluasi dari
data kejadian infeksi yang dilaporkan secara berkala kepada pihak yang
berkepentingan berfokus pada strategi pencegahan dan pengendalian
infeksi.
l) Infection Control Risk Assesment (ICRA) adalah penilaian risiko
pengendalian infeksi yang merupakan proses multidisiplin yang berfokus
pada pengurangan risiko dari infeksi ke pasien, perencanaan fasilitas,
desain, dan konstruksi kegiatan.
m) Audit adalah suatu rangkaian kegiatan untuk membandingkan antara
praktik actual terhadap standar, pedoman yang ada dengan
mengumpulkan data, informasi secara objektif termasuk membuat laporan
hasil audit.
n) Upaya Kesehatan Perseorangan (UKP) adalah suatu kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan pelayanan Kesehatan yang ditujukan untuk
peningkatan, pencegahan, penyembuhan penyakit, pengurangan
penderitaan penyakit dan memulihkan Kesehatan seseorang.
o) Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM) adalah setiap kegiatan untuk
memelihara dan meningkatkan Kesehatan serta mencegah dan
menanggulangi timbulnya masalah Kesehatan dengan sasaran keluarga,
kelompok dan masyarakat.
4
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
B. Distribusi Ketenagaan
Tenaga Kesehatan yang ada di UPTD Puskesmas II Melaya berdasarkan standar
ketenagaan Permenkes No.43 tahun 2019
12 Tenaga Ketatausahaan 1 1
13 Pekarya 2 0
5
TIM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI UPTD PUSKEMAS II
MELAYA
NO. KEDUDUKAN
DALAM TIM NAMA
6
C. Jadwal kegiatan
Jadwal pelaksanaan pencegahan dan penanggulangan infeksi UPTD Puskesmas II Melaya tahun 2023
BULAN 2023
NO KEGIATAN POKOK RINCIAN KEGIATAN KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Membangun Membangun kesadaran
kesadaran tentang tentang PPI sesuai PMK
PPI 27/2017
2 Menyusun program Workshop program kerja
kerja PPI PPI
3 Sosialisasi program Sosialisasi verbal dan
kerja PPI tertulis
Pembuatan ICRA Pembuatan ICRA
Kontruksi Kontruksi pembuatan
Ruang Laboratorium
4 Penerapan PPI Sosialisasi cara cuci
kewaspadaan tangan yang benar dan
standar kebersihan saat yang tepat
tangan
Monitoring dan evaluasi
kepatuhan petugas
untuk cuci tangan yang
benar
Monitoring ketersediaan
air bersih, sabun, dan
handsrub di ruangan
7
5 Penerapan PPI Sosialisasi penggunaan
kewaspadaan APD yang tepat
standar penggunaan
APD
Monitoring dan evaluasi
kepatuhan petugas
untuk menggunakan
APD
6 Penerapan PPI Monitoring dan evaluasi
kewaspadaan kualitas udara
standar (Ventilasi), kualitas air
pengendalian bersih
lingkungan Monitoring permukaan
lingkungan bebas debu,
bebas sampah, desain
ruang rawat (jarak antara
bed min 1 M, tiap kamar
tersedia handrub, toilet
di tiap ruang)
7 Penerapan PPI Monitoring dan evaluasi
kewaspadaan pengelolaan limbah
standar Pengelolaan padat tajam di wadah
Limbah anti tusuk, limbah medis
padat dengan kantung
kuning, tempat
penampungan limbah
sementara
Usulan Pengadaan Usulan pengadaan IPAL
IPAL ( Instalasi Pengelolaan
Air Limbah ) untuk
pengelolaan limbah cair
tahun 2024
8
8 Penerapan PPI Monitoring dan evaluasi
kewaspadaan kepatuhan petugas
standar dalam sterilisasi alkes
dekontaminasi
peralatan perawatan
pasien
9 Pengelolaan linen Sosialisasi (alur dan
proses penanganan
linen)
Monev pada
penanganan Linen
11 Penempatan pasien Sosialisasi pelaksanaan
prosedur pasien
infeksius dan non
infeksius (misal ruang
pemeriksaan khusus
dapat digunakan untuk
memeriksa pasien yang
berisiko menularkan
akses khusu seperti TB,
HIV/AID dan lainlain)
9
12 Perlindungan Monitoring dan evaluasi
kepada Petugas terhadap pelaksanaan
kebijakan dan prosedur
tentang tatalaksana
pajanan, pajanan bahan
infeksius di tempat kerja,
tatalaksana klinis PPP
HIV pada kasus
kecelakaan kerja
13 Praktek menyuntik Sosialisasi menyuntik
yang aman yang aman.
Monev prosedur injeksi
14 Kewaspadaan Sosialisasi prosedur
transmisi melalui Kewaspadaan transmisi
kontak melalui kontak
15 Kewaspadaan Sosialisasi prosedur
transmisi melalui Kewaspadaan transmisi
droplet melalui Droplet
16 Kewaspadaan Sosialisasi prosedur
transmisi melalui Kewaspadaan transmisi
udara melalui udara
17 Bundles HAIs Buat ICRA penerapan
BundlesHAIs
18 Penggunaan Sosialisasi penggunaan
antimikroba yang antimikroba yang
bijak rasional
19 Pendidikan dan Mengikuti seminar /
pelatihan workshop tentang PPI
10
20 Surveilans Pencatatan
Harian/Bulanan
Surveilan HAIs
11
BAB III
STANDAR FASILITAS
Di UPTD Puskesmas II Melaya terdiri dari 2 lantai, lantai pertama adalah ruangan
untuk pelayanan rawat jalan yang terdiri dari pelayanan umum, pelayanan UGD/Ranap,
pelayanan KIA, pelayanan KB, pelayanan kesehatan gigi dan mulut, pelayanan Anak
dan Imunisasi, pelayanan persalinan,Laboratorium, pelayanan pendaftaran dan rekam
medik serta pusat informasi dan pengaduan. UPTD Puskesmas II Melaya juga dilengkapi
dengan pelayanan penunjang seperti pelayanan farmasi dan Laboratorium. Lantai 2
adalah ruangan Kepala Puskesmas, ruang tamu, administrasi ruang pemeriksaan khusus.
Pelayanan UGD terdapat 1 meja pemeriksaan dan 4 bed pasien. Ruangan ini
memiliki kamar mandi dan wastafel dan sebagai sarana cuci tangan bagi petugas setelah
melakukan tindakan kepada pasien.
Pelayanan umum merupakan ruangan dengan 2 meja pemeriksaan dan 1 bed
pemeriksaan. Ruangan ini memiliki wastafel sebagai sarana cuci tangan bagi petugas
setelah melakukan tindakan kepada pasien.
Ruang KIA terdapat 1 meja pemeriksaan dan 1 bed pasien. Ruangan ini memiliki
wastafel sebagai sarana cuci tangan bagi petugas setealh melakukan tindakan ke
pasien.Di ruang KIA juga melayani pemeriksaan calon pengantin dan melayani
pelayanan USG.
Ruangan KB terdapat 1 meja pemeriksaan, 1 bed pasien dan 1 meja gynekologi.
Ruangan KB juga memiliki wastafel sebagai sarana cuci tangan bagi petugas setelah
melakukan tindakan kepada pasien
Ruangan Kesehatan Gigi dan Mulut memiliki 2 meja pemeriksaan pasien dan 1
bed dentist serta almari alat. Ruangan ini juga memiliki wastafel sebagai sarana cuci
taangan.
Ruang Anak dan Imunisasi,memiiiki 1 meja administrasi, bed pemeriksaan,
wastafel dan lemari peralatan.
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Lingkup Kegiatan
Berdasarkan sumber infeksi, maka infeksi dapat berasal dari
masyarakat/komunitas (Community Acquired Infection) atau dari Puskesmas
(Healthcare-Associated Infections/HAIs). Penyakit infeksi yang didapat di Puskesmas
beberapa waktu yang lalu disebut sebagai Infeksi Nosokomial (Hospital Acquired
Infection). Saat ini penyebutan diubah menjadi Infeksi Terkait Layanan Kesehatan
atau “HAIs” (Healthcare-Associated Infections) dengan pengertian yang lebih luas,
yaitu kejadian infeksi tidak hanya berasal dari Puskesmas, tetapi juga dapat dari
fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Tidak terbatas infeksi kepada pasien namun
dapat juga kepada petugas kesehatan dan pengunjung yang tertular pada saat
berada di dalam lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan. Untuk memastikan adanya
infeksi terkait layanan kesehatan (Healthcare-Associated Infections/HAIs) serta
menyusun strategi pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian
infeksi, infeksi terkait pelayanan kesehatan (Healthcare-Associated Infections/HAIs),
rantai penularan infeksi, jenis HAIs dan faktor risikonya.
1. Infeksi merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen,
dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan (Health
Care Associated Infections) yang selanjutnya disingkat HAIs merupakan infeksi
yang terjadi pada pasien selama perawatan di Puskesmas dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya dimana ketika masuk tidak ada infeksi dan tidak dalam masa
inkubasi, termasuk infeksi dalam Puskesmas tapi muncul setelah pasien pulang,
juga infeksi karena pekerjaan pada petugas Puskesmas dan tenaga kesehatan
terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Rantai Infeksi (chain of infection) merupakan rangkaian yang harus ada untuk
menimbulkan infeksi. Dalam melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian
infeksi dengan efektif, perlu dipahami secara cermat rantai infeksi. Kejadian infeksi
di fasilitas pelayanan kesehatan dapat disebabkan oleh 6 komponen rantai
penularan, apabila satu mata rantai diputus atau dihilangkan, maka penularan
infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Enam komponen rantai penularan infeksi,
yaitu:
a. Agen infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme penyebab infeksi.
Pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, jamur dan parasit.
Ada tiga faktor pada agen penyebab yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu: patogenitas, virulensi dan jumlah (dosis, atau “load”). Makin cepat
diketahui agen infeksi dengan pemeriksaan klinis atau -13- laboratorium
mikrobiologi, semakin cepat pula upaya pencegahan dan
penanggulangannya bisa dilaksanakan.
3. Jenis dan Faktor Risiko Infeksi Terkait Pelayanan Kesehatan atau “Healthcare-
Associated Infections” (HAIs) meliputi;
a. Jenis HAIs yang paling sering terjadi di fasilitas pelayanan
kesehatan,terutama Puskesmas mencakup:
1) Infeksi Aliran Darah (IAD)
2) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
3) Infeksi Daerah Operasi (IDO)
b. Faktor Risiko HAIs meliputi:
1) Umur: neonatus dan orang lanjut usia lebih rentan.
2) Status imun yang rendah/terganggu (immunocompromised): penderita
dengan penyakit kronik, penderita tumor ganas, pengguna obat-obat
imunosupresan.
3) Gangguan/Interupsi barier anatomis:
- Kateter urin: meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK).
- Prosedur operasi: dapat menyebabkan infeksi daerah operasi (IDO)
atau “surgical site infection”
4) Perubahan mikroflora normal: pemakaian antibiotika yang tidak bijak
dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya
bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.
1. KEBERSIHAN TANGAN
Kebersihan tangan dilakukan dengan mencuci tangan menggunakan sabun
dan air mengalir bila tangan jelas kotor atau terkena cairan tubuh, atau
menggunakan alkohol (alcohol-based handrubs) bila tangan tidak tampak kotor.
Kuku petugas harus selalu bersih dan terpotong pendek, tanpa kuku palsu,
tanpa memakai perhiasan cincin. Cuci tangan dengan sabun biasa/antimikroba
dan bilas dengan air mengalir, dilakukan pada saat:
a. Bila tangan tampak kotor, terkena kontak cairan tubuh pasien yaitu darah,
cairan tubuh sekresi, ekskresi, kulit yang tidak utuh, ganti verband, walaupun
telah memakai sarung tangan.
b. Bila tangan beralih dari area tubuh yang terkontaminasi ke area lainnya yang
bersih, walaupun pada pasien yang sama.
Indikasi kebersihan tangan:
- Sebelum kontak pasien;
- Sebelum tindakan aseptik;
- Setelah kontak darah dan cairan tubuh;
- Setelah kontak pasien;
- Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
Kriteria memilih antiseptik:
- Memiliki efek yang luas, menghambat atau merusak mikroorganisme
secara luas (gram positif dan gram negative,virus lipofilik,bacillus dan
tuberkulosis,fungi serta endospore)
- Efektifitas
- Kecepatan efektifitas awal
- Efek residu, aksi yang lama setelah pemakaian untuk meredam
pertumbuhan
- Tidak menyebabkan iritasi kulit
- Tidak menyebabkan alergi
Hasil yang ingin dicapai dalam kebersihan tangan adalah mencegah agar
tidak terjadi infeksi, kolonisasi pada pasien dan mencegah kontaminasi dari
pasien ke lingkungan termasuk lingkungan kerja petugas
a) JENIS-JENIS APD
1) Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:
- Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu
melakukan tindakan invasif atau pembedahan.
- Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk
melindungi petugas pemberi pelayanan kesehatan
sewaktu melakukan pemeriksaan atau pekerjaan rutin
- Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu
memproses peralatan, menangani bahan-bahan
terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan permukaan
yang terkontaminasi.
Umumnya sarung tangan bedah terbuat dari bahan lateks karena
elastis, sensitif dan tahan lama serta dapat disesuaikan dengan
ukuran tangan. Bagi mereka yang alergi terhadap lateks, tersedia
dari bahan sintetik yang menyerupai lateks, disebut ‘nitril’.
Terdapat sediaan dari bahan sintesis yang lebih murah dari
lateks yaitu ‘vinil’ tetapi sayangnya tidak elastis, ketat dipakai dan
mudah robek. Sedangkan sarung tangan rumah tangga terbuat
dari karet tebal, tidak fleksibel dan sensitif, tetapi memberikan
perlindungan maksimum sebagai pelindung pembatas.
Gambar 6. Pemasangan sarung tangan
2) Masker
5) Sepatu pelindung
6) Topi pelindung
- Tindakan operasi
- Intubasi Trachea
b) PELEPASAN APD
Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:
⁻ Lepaskan sepasang sarung tangan
⁻ Lakukan kebersihan tangan
⁻ Lepaskan apron
⁻ Lepaskan perisai wajah (goggle)
⁻ Lepaskan gaun bagian luar
⁻ Lepaskan penutup kepala
⁻ Lepaskan masker
⁻ Lepaskan pelindung kaki
⁻ Lakukan kebersihan tangan
4) Melepas Masker
c) Permukaan lingkungan
Ventilasi mekanik:
Pada keadaan tertentu diperlukan sistem ventilasi mekanik,
bila sistem ventilasi alamiah atau campuran tidak adekuat,
misalnya pada gedung tertutup.
5. PENGELOLAAN LIMBAH
a). Risiko Limbah
Puskesmas dan fasilitas pelayanan kesehatan lain
sebagai sarana pelayanan kesehatan adalah tempat
berkumpulnya orang sakit maupun sehat, dapat menjadi
tempat sumber penularan penyakit serta memungkinkan
terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan
kesehatan, juga menghasilkan limbah yang dapat
menularkan penyakit. Untuk menghindari risiko tersebut
maka diperlukan pengelolaan limbah di fasilitas pelayanan
kesehatan.
b). Jenis Limbah
Fasilitas pelayanan kesehatan harus mampu melakukan
minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan untuk
mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali
limbah (reuse) dan daur ulang limbah (recycle).
6. PENATALAKSANAAN LINEN
Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen
terkontaminasi. Linen terkontaminasi adalah linen yang
terkena darah atau cairan tubuh lainnya, termasuk juga
benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah
digunakan harus dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-
hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD
yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur
sesuai pedoman kewaspadaan standar dengan prinsip-
prinsip sebagai berikut:
a) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO
penatalaksanaan linen. Prosedur penanganan,
pengangkutan dan distribusi linen harus jelas,aman dan
memenuhi kebutuhan pelayanan.
Langkah 1: Cuci
a. Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti
tersebut di atas.
b. Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang
berwenang yaitu atasan langsung dan Komite PPI atau
K3. Laporan tersebut sangat penting untuk
menentukan langkah berikutnya. Memulai PPP
sebaiknya secepatnya kurang dari 4 jam dan tidak
lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak dianjurkan
karena tidak efektif.
Langkah 2: Telaah pajanan
a. Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah:
Perlukaan kulit
Pajanan pada selaput mukosa
Pajanan melalui kulit yang luka
b. Bahan Pajanan
Bahan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah:
Darah
Cairan bercampur darah yang kasat mata
Cairan yang potensial terinfeksi: semen, cairan
vagina, cairan serebrospinal, cairan sinovia, cairan
pleura, cairan peritoneal, cairan perickardial,
cairanamnion
Virus yang terkonsentrasi
c. Status Infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum
diketahui), dilakukan pemeriksaan :
Hbs Ag untuk Hepatitis B
Anti HCV untuk Hepatitis C
Anti HIV untuk HIV
Untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan
adanya
Faktor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi di atas
d. Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara:
Pernahkan mendapat vaksinasi Hepatitis B.
Status serologi terhadap HBV (titer Anti HBs ) bila
pernah mendapatkan vaksin.
PemeriksaanAnti HCV (untuk hepatitis C)
Anti HIV (untuk infeksi HIV)
f) Menjamin pencatatan.
8. PENEMPATAN PASIEN
SURVEILANS
1. Pengertian
Surveilans adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus-menerus,
dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang didiseminasikan
secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan
dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang
berhubungan dengan kesehatan dalam upaya penilaian risiko HAIs.
2. Tujuan Surveilans
Mendapatkan data dasar infeksi di pelayanan, untuk menurunkan laju infeksi
yang terjadi, identifikasi dini Kejadian Luar Biasa (KLB) infeksi di FKTP.
Selain itu sebagai bahan informasi untuk meyakinkan tenaga kesehatan
tentang adanya masalah yang memerlukan penanggulangan, mengukur dan
menilai keberhasilan suatu program PPI, memenuhi standar mutu
pelayanan medis dan keperawatan dan salah satu unsur pendukung untuk
memenuhi standar penilaian akreditasi di fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Sasaran
Sasaran surveilans dalam pedoman ini difokuskan pada kejadian HAIs yang
berhubungan erat dengan proses pelayanan medis dan keperawatan di
FKTP.
a) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
ISK adalah infeksi yang terjadi akibat penggunaan indwelling kateter
dalam kurun waktu 2 x 24 jam ditemukan tanda-tanda infeksi :demam (>
38’C), disuria, nyeri supra pubik, urine berubah warna dan pada anak-
anak (hipotermia < 37’C, bradikardia, apneu) serta test konfirmasi
laboratorium positif bakteri.
b) Infeksi daerah operasi (IDO)
Infeksi daerah operasi (IDO atau surgical site infection (SSI) dalam
pedoman ini adalah infeksi yang terjadi pasca operasi dalam kurun
waktu 30 hari dan infeksi tersebut hanya melibatkan kulit dan jaringan
subkutan pada tempat insisi dengan setidaknya ditemukan salah satu
tanda, sebagai berikut:
(1) Gejala infeksi : kemerahan, panas, bengkak, nyeri, fungsi laesa
terganggu
(2) Cairan purulen
(3) Ditemukan kuman dari cairan atau tanda dari jaringan superfisial.
c) Plebitis
Plebitis adalah inflamasi vena yang disebabkan oleh iritasi kimia maupun
mekanik. Tanda klinis adanya daerah yang merah pada sekitar insisi,
nyeri, dan pembengkakan di daerah penusukan atau sepanjang
pembuluh darah vena.
d) Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi (KIPI)
KIPI adalah infeksi yang terjadi setelah tindakan imunisasi yang
diberikan secara penyuntikan, dimana ditemukan tanda-tanda infeksi
antara lain:
1) Gejala KIPI Ringan:
a) Nyeri
b) Kemerahan dan bengkak di daerah tubuh yang mengalami injeksi
pasca imunisasi
c) Gatal
d) Demam
e) Sakit kepala
f) Lemas
2) Gejala KIPI Berat
a) Alergi berat
b) Jumlah trombosit menurun
c) Kejang
d) Hipotonia atau sindrom bayi lemas, bayi yang mengalami akan
terlihat lemas dan tak berdaya.
Abses gigi
Abses gigi adalah terbentuknya kantung atau benjolan berisi nanah pada gigi,
disebabkan oleh infeksi bakteri. Kondisi ini bisa muncul di sekitar akar gigi maupun
di gusi ditandai dengan demam, gusi bengkak, rasa sakit saat mengunyah dan
menggigit, sakit gigi menyebar ke telinga, rahang, dan leher, bau mulut,
kemerahan, dan pembengkakan pada wajah. Abses gigi menjadi indicator
surveilans pada kasus sesuai kriteria HAIs (Tindakan pelayanan gigi yang
sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda abses)
Tahapan surveilans:
a) Perencanaan
(1) Persiapan: buat panduan, SOP, metode, formular dan tetapkan waktu
pelaksanaan surveilans.
(2) Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survei apakah semua
pasien/sekelompok pasien/pasien yang beresiko tinggi saja.
(3) Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian paling
sering/ dampak biaya/diagnosis yang paling sering.
(4) Gunakan definisi infeksi yang mengacu atau ditetapkan oleh antara lain
Nosocomial Infection Surveillance System (NISS), National Health
Safety Network (NHSN), Center For Disease Control (CDC),
kementerian Kesehatan.
b) Pengumpulan data
Lakukan pengumpulan data dengan cara pengamatan langsung di lapangan
oleh anggota TIM yang berada di unit masing-masing atau orang yang
ditunjuk sebagai pengumpul data (metode observasi langsung merupakan
gold standart), dengan memperhatikan hal sebagai berikut:
(1) Sumber data bisa berasal dari system pencatatan dan pelaporan unit
kerja, system pencatatan dan pelaporan terpadu, pencatatan pelaporan
kesakitan dan kematian, serta catatan medical record pasien/catatan
tenaga medis dan tenaga Kesehatan lainnya yang memmberikan
pelayanan.
(2) Data yang dikumpulkan meliputi:
(a) Data demografik: nama, tanggal lahir, alamat, jenis kelamin,
pekerjaan, agama.
(b) Data khusus: nomor rekam medik, tanggal masuk dan tanggal keluar
FKTP
(c) Data infeksi: tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang
pelayanan/perawatan saat infeksi muncul pertama kali.
(d) Factor resiko: alat, prosedur, faktor lain yang berhubungan dengan
tindakan medis, data laboratorium : jenis mikroba (jika ada).
(e) Data enumerator dan denominator.
c) Analisis
(1) Analisis data dilihat dari data yang dicatat secara manual dalam formular
surveilans atau jika memungkinkan dicatat dalam system informasi
fasilitas pelayanan Kesehatan berbasis computer (misalnya ke dalam
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas atau SIMPUS).
(2) Untuk mengetahui besaran masalah infeksi digunakan perhitungan
insiden rate (angka kejadian infeksi), sebagai berikut:
Numerator
x k (100 atau 1000) = ….. ‰
Denominator
B. Metode dasar
Metode yang dilakukan Tim PPI di UPTD Puskesmas II Melaya mengunakan
metode pertemuan, sosialisasi, pendataan, monitoring, audit, dan konseling
C. Langkah Kegiatan
1. Perencanaan
Perencanaan kegiatan PPI di UPTD Puskesmas II Melaya yaitu untuk
menentukan kegiatan dan menyusun jadwal kegiatan
2. Pelaksanaana
Pelaksanan merupakan upaya yang akan dilakukan sesuai dengan rencana
kegiatan. Mekanisme pelaksanaan dapat dilakukan dengan berbagai cara,
sebagaimana di jelaskan di lingkup kegiatan di atas
3. Monitoring
Monitoring adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
pencapaian dan pelaksanaan program Tim PPI di Puskesmas. Mekanisme
monitoring dapat dilakukan dengan cara melakukan pelaporan pelaksanaan
dan pencapaian program PPI di Puskesmas, yang di sampaikan oleh
Koordinator PPI di Puskesmas Kepada Kepala Puskesmas setiap bulan.
4. Evaluasi
Evaluasi dilakukan pada setiap 3 bulan untuk menilai proses dan hasil
pelaksanaan kegiatan PPI di Puskesmas di lakukan dengan mengunakan
indikator kinerja program PPI UPTD Puskesmas II Melaya
5. Pelaporan
Menyampaikan laporan kegiatan PPI setiap tahun Kepada Kepala
Puskesmas dan Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto.
BAB V
LOGISTIK
Surveilens adalah suatu pengamatan yang sistematis ,efektif dan terus menerus
terhadap timbulnya dan penyebaran penyakit pada suatu populasi serta terhadap keadaan
atau peristiwa yang menyebabkan meningkatnya atau menurunnya resiko terjadinya
penyebaran penyakit :
1. Pada saat pasien masuk puskesmas tidak ada tanda – tanda tidak dalam masa inkubasi
infeksi tersebut.
2. Inkubasi terjadi 2x 24 jam setetlah pasien berobat ke puskesmas apabila tanda- tanda
infeksi sudah timbul sebelum 2x24 jam sejak mulai berobat, maka perlu diteliti masa
inkubasi dari infeksi tersebut.
3. Infeksi pada lokasi yang sama tetapi disebabkan oleh mikroorganisme yang berbeda
dari mikroorganisme saat berobat ke puskesmas atau mikroorganisme penyebab sama
tetapi lokasi infeksi berbeda.
4. Infeksi terjadi setelah pasien pulang dan dapat dibuktikan berasal dari puskesmas
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi nosokomial.
1. Infeksi yang berhubungan dengan komplikasi atau meluasnya infeksi yang sudah ada
pada waktu berobat ke puskesmas.
2. Infeksi pada bayi baru yang penularannya melalui placenta (mis toxoplasmosis,
sifilis) dan baru muncul pada atau sebelum 48 jam setelah masa kelahiran .
Ada 2 keadaan yang bukan disebut infeksi :
1. Kolonisasi : yaitu adanya mikroorganisme (pada kulit,selaput lender, luka terbuka )
yang tidak memberikan gejala dan tanda klinis
2. Inflamasi yaitu suatu kondisi respon jaringan terhadap jenis atau rangsangan zat
non infeksi seperti zat kimia.
Infeksi nosokomial mudah terjadi karena adanya beberapa kondisi antara lain:
1. Puskesmas merupakan tempat berkumpulnya orang sakit, sehingga jumlah dan jenis
kuman penyakit yang ada lebih banyak dari pada tempat lain.
2. Orang sakit mempunyai daya tahan tubuh yang rendah sehingga mudah tertular.
3. Mikroorganisme yang ada cenderung lebih resisten terhadap anti biotika ,akibat
penggunaan berbagai macam antibiotika yang sering kali tidak rasional.
4. Adanya kontak langsung antar petugas dengan pasien, petugas kesehatan lingkungan
yang dapat menularkan kuman pathogen.
5. Penggunaan alat/instrument yang telah terkontaminasi dengan kuman
Sumber-sumber infeksi yang terjadi di Puskesmas dapat berasal dari :
a. Petugas Puskesmas.
1. Pengunjung pasien.
2. Antar pasien itu sendiri.
3. Peralatan yang dipakai dipuskesmas
b. Lingkungan.
1. Mencegah pasien memperoleh infeksi selama dalam perawatan.
2. Mengontrol penyebaran infeksi antar pasien.
3. Mencegah terjadinya kejadian luar biasa.
4. Melindungi petugas.
5. Menyakinkan bahwa Puskesmas tempat yang aman bagi pasien dan petugas .
BAB VII
KESELAMATAN KERJA
Dalam Permenkes 52 tahun 2018 tentang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3)
di lingkungan Kesehatan harus dilaksanakan termasuk di Puskesmas. Jika
memperhatikan dari isi pasal diatas, maka jelaslah bahwa Puskesmas termasuk dalam
kriteria tempat kerja dengan berbagai ancaman bahaya yang dapat menimbulkan dampak
kesehatan, tidak hanya terhadap para pelaku langsung yang bekerja di Puskesmas, tetapi
juga terhadap pasien maupun pengunjung Puskesmas.
Potensi bahaya di Puskesmas, selain penyakit-penyakit infeksi juga ada potensi
bahaya-bahaya lain yang mempengaruhi situasi dan kondisi di Puskesmas, yaitu
kecelakaan yang berhubungan dengan kegiatan pada saat pelayanan jelas mengancam
jiwa dan kehidupan bagi para karyawan di Puskesmas
Dalam pekerjaan sehari-hari petugas kesehatan selalu dihadapkan pada bahaya-
bahaya tertentu, misalnya bahaya infeksius, tertusuk jarum, terpercik cairan tubuh pasien
dan reagensia yang toksik.