Anda di halaman 1dari 31

PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN

NO:

Tentang
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
DI RUMAH SAKIT HARAPAN

DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN


Menimbang : a. Bahwa dalam mendukung pelayanan Rumah Sakit yang bermutu
dan menjunjung keselamatan pasien maka Rumah Sakit perlu
menjalankan program Pencegahan dan Pengendalian infeksi;
b. bahwaprogram Pencegahan dan Pengendalian Infeksi melakukan
pelaksanaan Kewaspadaan Standar (Standard Precaution),
surveilans, koordinasi kerja dalam pengelolaan lingkungan Rumah
Sakit;
c. bahwa Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit Harapan Pematangsiantar perlu ditinjau setiap 3 (tiga) tahun
sekali, untuk memastikan isi Kebijakan masih relevan, sesuai
dengan regulasi pemerintah serta sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.
d. bahwa Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit Harapan Pemerintah yang telah ditinjau, perlu direvisi dan
ditetapkan dengan Peraturan Direktur Rumah Sakit Harapan
Pematangsiantar.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran;
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2009 tentang
Kesehatan
4. Undang-Undang Nomor Republik Indonesia 44 tahun 2009 tentang
Rumah Sakit
5. Peraturan Pemerintah Kesehatan Republik Indonesia Nomor 32
tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 1171/Menkes/PER/VI/2011
tentang Sistem Informasi Rumah Sakit;
7. Permenkes No 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Kesehatan;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 1204/Menkes/SK/2004
tentang Persyaratan Lingkungan;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 382/Menkes/SK/III/2007
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Lainnya;
10. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 129/Menkes/SK/III/2007
tentang Pelayanan Minimal Rumah Sakit;
11. Buku Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya Edisi Ketiga tahun
2011 (Kemenkes RI bekerjasama dengan PERDALIN)
12. Surat Keputusan Pengurus Yayasan Harapan Penuh Rahmat Nomor:
130/YHPR/10/III/2021 tertanggal 01 Maret 2021
tentangPengangkatanDirektur RS. HarapanPematangsiantar.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RUMAH SAKIT HARAPAN


PEMATANGSIANTAR TENTANG KEBIJAKAN PENCEGAHAN
PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI RUMAH SAKIT HARAPAN
PEMATANGSIANTAR;

Pasal 1
Ketentuan Umum

Dalam peraturan Direkturiniyangdimaksuddengan


1. Pencegahan dan pengendalian infeksi yang selanjutnya disingkat PPI adalah upaya untuk
mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung, dan
masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Infeksi terkait pelayanan kesehatan (Health Care Associated Infections) yang selanjutnya
disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di Rumah
Sakitdan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dimana
ketikamasuktidakadainfeksidantidakdalammasainkubasi,termasukinfeksi dalam Rumah
Sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas
Rumah Sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di fasilitas
pelayanan kesehatan.
3. SeluruhkaryawanRumahSakit(staffmedisdannonmedis),pasiendan keluarga serta
pengunjung Rumah Sakit harus melaksanakan PPI.
4. PPIsebagaimanadimaksudpadaayat(1)dilaksanakanmelaluipenerapan
a. Prinsipkewaspadaanstandardanberdasarkantransmisi;
b. Penggunaanantimikrobasecarabijak;
c. Bundles, merupakan sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang menghasilkan
perbaikan pada hasil dari sebuah proses pelayanan kesehatan bila dilakukan
secarakolektifdankonsisten.
5. Dalam pelaksanaan PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan
kesehatan harus melakukan.
a. Surveilans;dan
b. PendidikansertapelatihanPPI.

Pasal3
KEPEMIMPINANDANTATAKELOLA
Direktur Rumah Sakit membentuk Komite PPI untuk melakukan koordinasi semua
kegiatan PPI yang melibatkan pimpinan Rumah Sakit, staf klinis dan non klinis sesuai
dengan peraturan perundang-undangan

1. Komite PPI yang dibentukoleh Kepala Rumah Sakitmempunyai tugasdan tanggung


jawab diantaranya (tidak terbatas pada) :
a. Menetapkandefinisiinfeksiterkaitlayanankesehatan;
b. Metodepengumpulandata(surveilans);
c. Membuatstrategi/programmenanganirisikoinfeksi;
d. Prosespelaporan.
2. KomitedibentukuntukmenyelenggarakantatakelolaPPIyangbaikagarmutu pelayanan
serta keselamatan pasien dan pekerja dapat terjamin dan terlindungi.
3. RumahSakitmenetapkanmekanismeuntukmengaturkoordinasikegiatanPPI sesuai
ukuran dan kompleksitas pelayanan Rumah Sakit.
4. KomitePPIbertanggungjawablangsungkepadaKepalaRumahSakit.
5. Pelaporan pelaksanaan kegiatan PPI Oleh Ketua Komite PPI kepada Kepala Rumah
Sakit dilakukan setiap 3 bulan.
Pasal5
SUMBER DAYA

1. Rumah Sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan kegiatan


PPI.
2. RumahSakitmenetapkanperawatPPI/IPCN(InfectionPreventionandControl
Nurse)yangbekerjapumawaktudenganjumlahdankualifikasisesuaidengan regulasi
yang bertugas mengawasi serta supervisi semua kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi.
3. Rumah sakit menetapkan perawat penghubung PPI/IPCLN (Infection
PreventionandControlLinkNurse)daritiapunit,terutamayangberisikoinfeksi dengan
jumlah dan kualifikasisesuai dengan peraturan perundangansebagai pelaksana
harian/penghubung di unit masing-masing.

Pasal6
1. RumahSakitmenyediakananggaranyangcukupyangsesuaidenganrencana anggaran
tahunan untuk melaksanakan kegiatan PPI yang efektif meliputi
kelengkapanfasilitas handhygiene(Handrubdanhandwash), pengadaanalat pelindung
diri, Pelatihan PPI (Internal dan eksternal), pemeriksaan kuman/kultur, dan
anggaran Iainnya sesuai dengan kebutuhan.
2. Rumah Sakit menyediakan sumber informasi dan referensi terkini yang dapat
diperoleh baik dari sumber nasional maupun internasional.

Pasal 7
SARANA KESEKRETARIATAN

Sarana dan Fasilitas Pelayanan Penunjang (Sarana Kesekretariatan)


1. Ruang sekretariat dan tenaga sekretaris yang purna waktu
2. Komputer, printer dan internet
3. Telepon
4. Sarana kesekretariatan lainnya
Pasal 8
PROGRAMPENCEGAHANDANPENGENDALIANINFEKSI

1. Rumah Sakit mempunyai program PPI dan kesehatan kerja secara menyeluruh untuk
mengurangi resiko tertular infeksi yang berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada
pasien, staf klinis dan nonklinis.
2. Program PPI meliputi:
a. Kewaspadaan Standar
1) Kebersihan tangan;
2) Alat pelindung diri
3) Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4) Pengendalian lingkungan
5) Pengelolaan limbah
6) Penatalaksanaan linen
7) Perlindungan kesehatan petugas
8) Penempatan pasien
9) Kebersihan pernafasan/etika batuk dan bersin
10) Praktek lumbal pungsi yang aman
b. Kewaspadaan Transmisi
1) Melalui kontak
2) Melalui droplet
3) Melalui udara (Airborne Precautions)
c. Surveilans infeksi
d. Pengawasan untuk peningkatan penggunaan antimikroba yang aman serta
memastikan penyiapan obat yang aman
e. Investigasi wabah penyakit menular
f. Penerapan program vaksinasi untuk staf dan pasien
g. Pelayanan sterilisasi alat dan pelayanan yang menggunakan peralatan yang beresiko
infeksi
h. Penyediaan makanan
i. Pengelolaan kamar jenazah

Pasal 9
PENGKAJIAN RESIKO
Rumah Sakit secara proaktif setiap tahun melakukan pengkajian risiko pengendalian infeksi
(ICRA) terhadap tingkat dan kecenderungan infeksi layanan kesehatan yang akan menjadi
prioritas fokus Program PPI dalam upaya pencegahan dan penurunan risiko.
1. Rumah Sakit secara proaktif melakukan assessment risiko infeksi yang dapat terjadi dan
menyusun strategi untuk menurunkan risiko tersebut.
2. Setiap kegiatan pelayanan Rumah Sakit harus menggunakan pendekatan Risk
Management
3. Komite PPI harus melakukan identifikasi praktek/ program PPI yang tidak aman atau
berbahaya.
4. Jenis risiko dan tingkat risiko berbeda di setiap tempat pelayanan (IGD,ICU,Rawat Inap
dll) masing-masing melakukan ICRA.
5. Lakukan identifikasi resiko secara berkala/ tahunan dan apabila muncul masalah
bermakna.
6. Setiap akhir tahun dilakukan pengkajian resiko infeksi /Infection Control Risk
Assesment (ICRA).
Pengkajian risiko tersebut meliputi namun tidak terbatas pada :
1. Infeksi – infeksi yang penting secara epidemiologis yang merupakan data surveilans;
2. Proses kegiatan di area-area yang beresiko tinggi terjadinya infeksi;
3. Pelayanan yang menggunakan peralatan yang berisiko infeksi;
4. Prosedur/tindakan-tindakan berisiko tinggi;
5. Pelayanan distribusi linen bersih dan kotor;
6. Pelayanan sterilisasi alat;
7. Kebersihan permukaan dan lingkungan
8. Pengelolaan linen/laundri
9. Pengelolaan sampah;
10. Penyediaan makanan; dan
11. Pengelolaan kamar jenazah
Pasal 5
PERALATAN MEDIS DAN/ATAU BAHAN MEDIS HABIS PAKAI

Rumah sakit mengurangi risiko infeksi terkait peralatan medis dan/atau bahan medis habis
pakai (BMHP) dengan memastikan kebersihan, desinfeksi, sterilisasi, dan penyimpanan yang
memenuhi syarat.Prosedur/tindakan yang menggunakan peralatan medis dan/atau bahan
medis habis pakai (BMHP), dapat menjadi sumber utama patogen yang menyebabkan infeksi.
Kesalahan dalam membersihkan, mendesinfeksi, maupun mensterilisasi, serta penggunaan
maupun penyimpanan yang tidak layak dapat berisiko penularan infeksi.
1. Tingkat disinfeksi atau sterilisasi tergantung pada kategori peralatan medis dan/atau
bahan medis habis pakai (BMHP):
a. Tingkat 1 – Kritikal:
Benda yang dimasukkan ke jaringan yang normal steril atau ke sistem vaskular dan
membutuhkan sterilisasi.
b. Tingkat 2 – Semi-kritikal:
Benda yang menyentuh selaput lendir atau kulit yang tidak intak dan membutuhkan
disinfeksi tingkat tinggi.
c. Tingkat 3 – Non-kritikal:
Benda yang menyentuh kulit intak tetapi tidak menyentuh selaput lendir, dan
membutuhkan disinfeksi tingkat rendah.
2. Pembersihan dan disinfeksi tambahan dibutuhkan untuk peralatan medis dan/atau bahan
medis habis pakai (BMHP) yang digunakan pada pasien yang diisolasi sebagai bagian
dari kewaspadaan berbasis transmisi.
3. Pembersihan, desinfeksi, dan sterilisasi dapat dilakukan di area CSSD, metode
pembersihan, desinfeksi, dan sterilisasi dilakukan sesuai standar.
4. Untuk mencegah kontaminasi, peralatan medis dan/atau BMHP bersih dan steril
disimpan di area penyimpanan yang telah ditetapkan, bersih dan kering serta terlindung
dari debu, kelembaban, dan perubahan suhu yang drastis.
5. Rumah sakit mengidentifikasi dan menetapkan proses untuk mengelola peralatan medis
dan/atau bahan medis habis pakai (BMHP) yang sudah kadaluwarsa dan penggunaan
ulang (reuse) alat sekali-pakai apabila diizinkan
6. Rumah Sakit menetapkan ketentuan tentang penggunaan kembali alat medis sekali pakai
sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan standar profesional meliputi:
a. Alat dan material yang dapat dipakai kembali;
b. Jumlah maksimum pemakaian ulang dari setiap alat secara spesifik;
c. Identifikasi kerusakan akibat pemakaian dan keretakan yang menandakan alat tidak
dapat dipakai
d. Proses pembersihan setiap alat yang segera dilakukan sesudah pemakaian dan
mengikuti protokol yang jelas;
e. Pencantuman identifikasi pasien pada bahan medis habis pakai untuk hemodialisis;
f. Pencatatan bahan medis habis pakai yang reuse di rekam medis; dan
g. Evaluasi untuk menurunkan risiko infeksi bahan medis habis pakai yang di-reuse.

Pasal 6
KEBERSIHAN LINGKUNGAN

1. Rumah Sakit mengidentifikasi dan menerapkan standar PPI yang diakui untuk
pembersihan dan disinfeksi permukaan dan lingkungan
2. Rumah sakit menetapkan frekuensi pembersihan, peralatan dan cairan pembersih yang
digunakan, staf yang bertanggung jawab untuk pembersihan, dan kapan suatu area
membutuhkan pembersihan lebih sering.
3. Pembersihan terminal dilakukan setelah pemulangan pasien; dan dapat ditingkatkan jika
pasien diketahui atau diduga menderita infeksi menular sebagaimana diindikasikan oleh
standar pencegahan dan pengendalian infeksi.
4. Rumah Sakit menerapkan prosedur pembersihan dan disinfeksi permukaan dan
lingkungan sesuai standar PPI
5. Rumah Sakit melaksanakan pembersihan dan desinfeksi tambahan di area berisiko tinggi
berdasarkan hasil pengkajian risiko
6. Rumah Sakit telah melakukan pemantauan proses pembersihan dan disinfeksi
lingkungan
1. Pembersihan ruangan terdiri dari bongkar besar dan bongkar kecil
2. Pada saat melakukan bongkar harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
a. Kualitas udara
b. Bahaya infeksi
c. Kebisingan
d. Kedaruratan
3. Petugas yang terlibat pada saat dilakukan pembersihan ruangan antara lain : petugas
ruangan, teknisi, PPI, K3RS
4. Pembersihan tumpahan cairan tubuh pasien dilakukan oleh petugas kebersihan yang
sudah terlatih
5. Membersihkan tumpahan cairan tubuh pasien harus menggunakan APD
6. Tutup tumpahan cairan tubuh pasien menggunakan kertas koran/tissue letakkan pada
darah atau cairan tubuh sampai diserap, lalu berikan larutan clorin 0,5% tunggu sampai 5
menit dan keringkan kembali menggunakan kertas koran/tissu buang ke limbah infeksius
setelah itu bersihkan dengan kain pel basah

Pasal 7
MANAJAMEN LINEN

1. Pengelolaan linen dilakukan oleh Unit Laundry


2. Pengelolaan linen kotor meliputi linen non infeksius (linen kotor yang sudah dipakai)
dan infeksius (linen yang kotor terkontaminasi darah dan cairan tubuh pasien dan bekas
dari ruang perawatan penyakit menular)
3. Pengelolaan linen laundry meliputi: Pengunpulan, pengangkutan, proses pencucian,
proses pengeringan, proses penyetrikaan, proses pendistribusian, proses penyimpanan,
penggunaan dan administrasi pencatatan
4. Pendistribusian, pengambilan linen bersih dan kotor tidak dilakukan secara bersamaan
5. Troli pengangkut linen
- Troli pengangkut linen bersih terbuat dari bahan steinles
- Troli pengangkut linen kotor berwarna
6. Dalam proses pencucian dilakukan pemisahan antara linen infeksius dengan linen non
infeksius
7. Pengantaran dan Pengambilan linen kotor dilakukan pada jam 06.30 Wib dan 14.00 Wib
8. Distribusi linen bersih dilakukan pada jam 12.30 Wib

Pasal 8
LIMBAH INFEKSIUS

Pengelolaan Limbah
1. Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan Rumah Sakit
dalam bentuk padat, cair dan gas
2. Limbah Rumah Sakit terdiri dari limbah infeksius (limbah medis), non infeksius (limbah
non medis/umum) dan benda tajam
3. Limbah Infeksius adalah limbah yang sudah tercemar oleh cairan tubuh pasien seperti
darah, nanah, urine, feces dan jaringan tubuh lainnya
4. Limbah non infeksius adalah limbah rumah tangga yang tidak tercemar oleh cairan tubuh
pasien
5. Limbah benda tajam adalah benda yang beresiko melukai petugas dan dapat menularkan
penyakit (jarum, bisturi, pecahan kaca, dll)
6. Pemsiahan pembuangan limbah :
a. Limbah infeksius, jaringan tubuh, patologi dalam kantong palstik kuning
b. Limbah Sytotoksis dalam kantong plastik ungu
c. Limbah kimia dan farmasi dalam kantong plastik coklat
d. Limbah non infeksius dalam kantong plastik hitam
e. Limbah tajam dalam safety box yang tahan bocor, tidak mudah tembus, dan apa bila
sudah ¾ penuh atau 3 x 24 jam, safety box dibuang
7. Pembersihan tumpahan cairan tubuh pasien dilakukan oleh petugas kebersihan dan harus
menggunakan APD
8. Limbah cair infeksius adalah cairan bekas pemeriksaan laboratorium (Reagen)
ditampung/dibuang ke dalam jeringen
9. Kantong darah yang sudah dipesan tetapi tidak digunakan (kondisi utuh) dikembalikan
ke laboratorium
10. Kantong darah yang sudah digunakan tetapi masih bersisa dibuang ke limbah infeksius,
(selang utama kantong darah diikat kemudian dipacking dalam plastik kantong kuning
kecil dibuang ke limbah infeksius)
11. Dekontaminasi dahulu tubuh pasien, kemudian dibersihkan dan dibuang ke tempat
sampah infeksius
12. Pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)
13. Rumah Sakit menetapkan rencana untuk penanganan, penyimpanan, penggunaan dan
pembuangan bahan dan limbah bahan berbahaya dan beracun yang benar dan aman
sesuai dengan ketentuan hukum
14. Bahan berbahaya beracun (limbah B3) terdiri dari :
a. Corrosive (bahan korosif)
b. Oksidazing (osidator)
c. Flammabel (mudah menyala)
d. Toxic (beracun)
e. Dangerous of environment (berbahaya bagi lingkungan)
f. Irritant (iritasi)
g. Exsplosive (mudah meledak)
h. Karsinogenik
15. Penyimpanan limbah B3 dipisahkan berdasarkan karakteristiknya
16. Pada saat melakukan pengolah limbah, petugas menggunakan APD lengkap
17. Pengangkutan limbah dari seluruh unit pelayanan Jam 07.30 Wib
18. Pemusnahan limbah dilakukan bekerjasama dengam pihak ketiga

Pasal 9
PELAYANAN MAKANAN

Pengelolaan gizi dilakukan oleh Unit Gizi


1. Penerimaan bahan makanan
Dilakukan oleh seorang petugas untuk memeriksa standar bahan makanan yang
ditetapkan, bentuk, penampilan dan kualitas bahan makanan
2. Penyimpanan bahan makanan
Suatu tata cara menata, menyimpan, memelihara jumlah, kualitas, dan keamanan bahan
makanan kering dan segar di gudang bahan makanan kering dan dingin/beku
Penyimpanan makanan terbagi dalam beberapa bagian :
a. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
b. Makanan jenis susu dan olahannya
Penyimpanan sampai 2 hari : 30 sampai 70 C
c. Jenis telur
Menyimpan sampai 3 hari di suhu ruangan
d. Makanan jenis sayuran & buah denganwaktu penyimpanan paling lama 3 hari yaitu
70 sampai 100C
e. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (270C).

No Jenis Bahan Makanan Lama Waktu Menyimpan


< 3 hari ≤ 1 minggu >1 minggu
1. Daging, ikan, udang dan hasil -5◦Cs/d 0◦C -10◦C s/d 50◦C < - 10◦C
olahannya
2. Telur, buah dan hasil olahannya 5◦Cs/d 7◦C -5◦Cs/d 0◦C < -5◦C

3. Sayur, buah dan minuman 10 C 10 C 10 C

4. Tepung dan biji-bijian 25 C 25 C 25 C

Sanitasi dapur, makanan, alat masak serta alat makanan untuk mengurangi risiko infeksi dan
kontaminasi silang

3. Pengolahan bahan makanan


Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran
4. Penyimpanan makanan masak
5. Penyajian makanan
6. Pendistribusian

Pasal 10
RESIKO INFEKSI PADA KONTRUKSI DAN RENOVASI

ICRA (infection control risk assessment) adalah proses menetapkan risiko potensial dari
transmisi udara yang bervariasi dan kontaminasi melalui air kotor dalam fasilitas pelayanan
kesehatan selama konstruksi,renovasi dan kegiatan maintenance.
Kegiatan ICRA merupakan multidisiplin,proses kolaborasi yang mengevluasi jenis/macam
kegiatan konstruksi dan kelompok risiko untuk klasifikasi penetapan tingkat
Membuat ICRA (Infection Control Risk Assessment) dampak dari renovasi
1. Mengembangkan izin renovasi yang ditanda tangani oleh Ketua Komite PPI,Direkturdan
pimpinan proyek
2. Memberikan edukasi sebelum memulai pekerjaan pada penggunaan APD (alat pelindung
diri)
3. Melakukan supervise,monitoring dan evaluasi menggunakan check list
4. Mengikuti pertemuan/rapat selama proses renovasi dengan seluruh tim terkait
5. Dalam kegiatan kontruksi dan renovasi perlu diperhatikan :
a. Demolition (Pembongkaran)
1) Saat melakukan pembongkaran harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut
- Jenis kegiatan pembongkaran
- Standar kualitas udara di Rumah Sakit
- Potensi bahaya infeksi Rumah Sakit
- Persyaratan utilitas
- Standar kebisingan
- Kedaruratan
2) Bila dilakukan renovasi bangunan maka
- Dilakukan lokalisir area proyek pembangunan, menutup semua akses atau
celah debu bangunan Rumah Skait yang berdekatan dengan lokasi proyek
pembangunan untuk mencegah penyebaran debu, gas dan partikel lainnya
yang menyebar keruangan lain dilingkungan Rumah Sakit
- Bila dilakukan renovasi bangunan maka terhadap dampak pembangunan
terhadap Rumah Sakit (ICRA) dilakukan evaluasi dalam setahun terhadap
kemungkinan infeksi yang ditimbulkan
- Dilakukan pemeriksaan kultur udara di ruangan yang berdekatan dengan
lokasi pembnagunan sebelum dan sesudah pembongkaran
b. Pembersihan Ruagan
1) Pembersihan ruangan terdiri dari bongkar besar dan bongkar kecil
2) Pada saat melakukan bongkar harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
7. Kualitas udara
8. Bahaya infeksi
9. Kebisingan
10. Kedaruratan
3) Petugas yang terlibat pada saat dilakukan pembersihan ruangan antara lain :
petugas ruangan, teknisi, PPI, K3RS

Pasal 11
PENULARAN INFEKSI

1. Rumah Sakit menyediakan pencegahan/barrier precaution dan prosedur isolasi yang


melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi
pasien immunosupressed dari infeksi, serta arus pasien dalam jumlah besar dengan
infeksi (penyakit emerging/ re-emerging) dan kejadian luar biasa (outbreaks)
2. Pasien yag sudah diketahui atau diduga infeksi menular harus diisolasi sesuai kebijakan
dan Panduan yang sudah ditentukan:
a. Penempatan pasien degan infeksi airbone adalah di ruangan bertekanan negatif
(tekanan negatif adalah ruangan yang meghasilkan aliran udara masuk ke ruangan
dan mengalirkan udara ke udaa terbuka melalui sistem pembuangan udara keluar
menggunakan Exhaust Fan).
b. Penempatan pasien dengan infeksi yag menular melalui kontak atau droplet adalah
di ruangan tersendiri/terpisah (kamar isolasi)
c. Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat tersendiri atau bersama pasien dengan
penyakit yang sama tetapi tidak dengan infeksi lain (cohorting).
d. Bila pasien infeksi menular melalui droplet atau airbone, harus keluar kamar atau
ditransportasi, maka pasien harus menggunakan masker.
e. Pasien yang sudah diketahui atau diduga immunocompromised harus diisolasi sesuai
kebijakan dan pedoman yang sudah ditentukan:
f. Penempatan pasien immunocompromised dirujuk ke Rumah Sakit yang memiliki
fasilitas setelah keadaan umum pasien stabil
g. Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat dengan penyakit yang sama tetapi
tiak dengan infeks lain (cohorting).
h. Ruang isolasi Rumah Sakit Harapan
1) Pasien yang terdiagnosa atau diduga menularkan kuman penyakit dilakukan
penanganan dan perawatan sesuai transmisi penyakit (isolasi).
2) Pasien yang dinyatakan immunocompromised tidak boleh dirawat bersama
dengan pasien yang penularan penyaitnya melalui udara.
3) Kamar isolasi memiliki aliran udara yang dikeluarkan ke udara bebas
menggunakan Echaust fandan ventilasi alami
4) Cara penularan penyakit yang berbeda (airnone, droplet, kontak) tidak boleh
ditempatkan dalam satu ruang isolasi.
5) Jika tidak memilii ruangan isolasi maka pasien ditempatkan dalam satu ruangan
dengan diagnosa yang sama (cohorting).
6) Pasien rawat inap yang hasil kultur MRSA positif akan ditindaklanjuti sesuai
prosedur penatalaksanaan pasien infeksi menular melalui kontak dan dirujuk

Pasal 12
KEBERSIHAN TANGAN

1. Kebersihan tangan dilaksanakan oleh seluruh karyawan Rumah Sakit, pasien,


pengunjung dan dokter.
2. Pada saat melakukan kebersihan tangan tidak ada perhiasan yang menempel ditangan
(gelang,jam,cincin) tidak boleh menggunakan cat kuku dan kuku palsu.
3. Bila terlihat jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung protein
tangan harus dicuci dengan sabun dan air yang mengalir kemudian keringkan dengan
tissue sekali pakai.
4. Bila terlihat jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, gunakan antiseptik berbasis alkohol
untuk dekontaminasi tangan secara rutin.
5. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
6. Kebersihan tangan bedah sebelum melakukan prosedur bedah.
7. Petugas yang memiliki Dermatitis atau luka terbuka pada bagian tangan tidak boleh
melakukan kebersihan tangan bedah.
8. Kebersihan tangan dilakukan 6 langkah mengadaptasi dari Pedoman Hand Hygiene
WHO
9. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 momen kebersihan tangan:
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptic
c. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
10. Kebersihan tangan menggunakan sabun dan air, dan handrub yang tersedia di area
Rumah Sakit.
a. Sabun
b. Handrub bersbasis alkohol
11. Melakukan kebersihan tangan bedah sebelum melakukan prosedur tindakan bedah.
12. Kebersihan tangan

Pasal 13
PENINGKATAN MUTU DAN PROGRAM EDUKASI

1. Kegiatan PPI diintegraasi dengan program mutu (Mutu dan Keselamatan Pasien) dengan
menggunkan indikator yang secra epidemiologik penting bagi Rumah Sakit.
2. Rumah Sakit melakukan edukasi tentang PPI kepada staf klinis dan nonklinis, pasien,
keluarga pasien, serta petugas lainnya yang terlibat dalam pelayanan pasien.

Pasal 14
EDUKASI, PENDIDIKAN DAN PELATIHAN

Pendidikan diberikan melalui program pelatihan yang dilaksanakan secara internal maupun
eksternal oleh pihak Rumah Sakit. Peran PPI RS adalah menyusun program pelatihan yang
diperlukan, sedangkan pelaksanaannya berkoordinasi dengan Diklat dan Bagian Umum
SDM. Program pelatihan harus mencakup seluruh staf yang berpotensi terjadinya HAIs.
Program pelatihan diberikan kepada staf yang telah bekerja sebagai karyawan dalam bentuk
penyegaran, maupun kepada staf baru yang akan bekerja di Rumah Sakit Harapan melalui
Program Orientasi.

1. Pelatihan diberikan sebagai bagian dari orientasi kepada semua staf baru dan dilakukan
pelatihan kembali secara berkala, atau paling sedikit jika ada perubahan kebijakan,
prosedur, dan praktik yang menjadi panduan program PPI
2. Program Pelatihan PPI yang meliputi pelatihan untuk :
a. Orientasi pegawai baru baik staf klinis maupun non klinis di tingkat Rumah Sakit
maupun di unit pelayanan
b. Staf klinis (professional pemberi asuhan) secara berkala
c. Staf nonklinis
d. Pasien dan keluarga; dan
e. Pengunjung
3. Edukasi diberikan kepada staf klinik dan staf non klinik, pasien, keluarga pasien,
pedagang dan pengunjung RS
4.

Lampiran
Keputusan Direktur RS Harapan Pematangsiantar
Nomor : 0477/RSH/V/2018
Tanggal : 05 Mei 2018

KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)


DI RUMAH SAKIT HARAPAN PEMATANGSIANTAR

A. Kebijakan Umum
1. Rumah Sakit menetapkan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (Komite
PPI) yang terdiri dari IPCD, IPCN, anggota lainnya dan IPCLN
2. Komite PPI menyusun Kebijakan Pedoman untuk ditetapkan oleh Direktur
3. Komite menyusun Program dan mengajukannya kepada Direktur untuk disetujui.
4. Direktur dan Manajemen memberikan dukungan berupa tersedianya fasilitas sarana
dan prasarana termasuk bantuan teknologi sistem informasi dan anggaran yang
dibutuhkan demi terlaksanakannya Program Pencegahan dan Pengendalian infeksi
B. Kebijakan Khusus
Kebijakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Harapan meliputi 9 fokus
Area:
1. Kepemimpinan dan Tata Kelola
5. Rumah Sakit menetapkan organisasi untuk melakukan koordinasi semua
kegiatan PPI secara terstruktur yang melibatkan, staf klinis dan nonklinis sesuai
dengan ukuran, serta kompleksitas Rumah Sakit dan peraturan perundang-
undangan dalam bentuk Komite Pencegahan dan pengendalian infeksi yang
terdiri dari IPCD, IPCN, dan anggota lain.
6. Rumah Sakit menetapkan perawat PPI/IPCN (Infection Prevention and Control
Nurse) yang memiliki kompetensi untuk mengawasi serta supervise semua
kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi dan bekerja penuh waktu sesuai
dengan ketentuan.
7. Rumah Sakit menetapkan perawat penghubung PPI/IPCLN (Infection
Prevention and Link Nurse)yang diberi tugas dan tanggungjawab dan
wewenang dalam mengelola Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah
Sakit dan kualifikasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan
8. Rumah Sakit menyusun program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI)
yang bertujuan untuk mengidentifikasi dan menurunkan resiko terkena
penularan infeksi di antara pasien, staf klinis dan nonklinis, pekerja kontrak,
petugas sukarela, mahasiswa, dan pengunjung.
2. Sumber Daya
Rumah Sakit menyediakan sumber daya untuk mendukung pelaksanaan program
PPI.Sistem informasi PPI di Rumah Sakit melalui SIM RS
3. Tujuan Program PPI
a) Rumah Sakit mempunyai program PPI dan kesehatan kerja secara menyeluruh
untuk mengurangi resiko tertular infeksi yang berkaitan dengan pelayanan
kesehatan pada pasien, staf klinis dan nonklinis.
b) Program PPI meliputi:
4) Kebersihan tangan;
5) Surveilans risiko infeksi;
6) Investigasi wabah (outbreak) penyakit infeksi;
7) Meningkatkan pengawasan terhadap penggunaan antimikrob secara aman;
8) Assessment berkala terhadap risiko;
9) Menetapkan sasaran penurunan risiko;
10) Mengukur dan me-review risiko infeksi.
c) Kebersihan Tangan
13. Kebersihan tangan dilaksanakan oleh seluruh karyawan Rumah Sakit,
pasien, pengunjung dan dokter.
14. Pada saat melakukan kebersihan tangan tidak ada perhiasan yang menempel
ditangan (gelang,jam,cincin) tidak boleh menggunakan cat kuku dan kuku
palsu.
15. Bila terlihat jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang
mengandung protein tangan harus dicuci dengan sabun dan air yang
mengalir kemudian keringkan dengan tissue sekali pakai.
16. Bila terlihat jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, gunakan antiseptik
berbasis alkohol untuk dekontaminasi tangan secara rutin.
17. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
18. Kebersihan tangan bedah sebelum melakukan prosedur bedah.

19. Petugas yang memiliki Dermatitis atau luka terbuka pada bagian tangan
tidak boleh melakukan kebersihan tangan bedah.
20. Kebersihan tangan dilakukan 6 langkah mengadaptasi dari Pedoman Hand
Hygiene WHO
21. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 momen kebersihan tangan:
f. Sebelum kontak dengan pasien
g. Sebelum melakukan tindakan aseptic
h. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
i. Setelah kontak dengan pasien
j. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
22. Kebersihan tangan menggunakan sabun dan air, dan handrub yang tersedia
di area Rumah Sakit.
23. Melakukan kebersihan tangan bedah sebelum melakukan prosedur tindakan
bedah.
d) Pelaksanaan Surveilans
1) Surveilans Infeksi Rumah Sakit adalah suatu proses yang dinamis,
sistematis, terus menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan
interpretasi dari data kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik
yang didiseminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan
untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
2) Kegiatan surveilans yang dilakukan oleh IPCN dibantu oleh IPCLN
meliputi pemantauan infeksi dan monitoring kegiatan (Phlebitis, Infeksi
Saluran Kemih, Sepsis/Infeksi Aliran Darah Primer, Ventilator Associated
Pneumoniae, Hospital Acquired Pneumoniae, Infeksi Daerah Operasi,
kepatuhan kebersihan tangan dan pemakaian APD di instalasi).
3) Surveilans infeksi pelaporan melalui SIM RS
4) Surveilans dilakukan secara terus menerus dan dilaporkan setiap bulan
kepada Direktur
5) Hasil Surveilans kepatuhan kebersihan tangan dan angka infeksi
dikoordinasikan denganKomite Peningkatan Mutu & Keselamatan Pasien
RS.

e) Kesiapan Rumah Sakit Menghadapi Kejadian Luar Biasa (KLB/Outbreak)


KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian
yang bermakna secara epidemiologi pada suatu daerah dalam kurun waktu
tertentu, dan merupakan keadaan yang dapat menjurus pada terjadinya wabah.
Adapun jenis-jenis penyakit menular tertentu yang dapat menimbulkan wabah
adalah sebagai berikut :
1) Kolera
2) Pes
3) Demam Berdarah Dengue
4) Campak
5) Polio
6) Difteri
7) Pertusis
8) Rabies
9) Malaria
10) Avian Influenza H5N1
11) Antraks
12) Leptospirosis
13) Hepatitis
14) Influenza A baru (H1N1)/ Pandemi 2009
15) Meningitis
16) Yellow Fever
17) Chikungunyah
f) Penggunaan Antibiotik yang Rasional
1) Penggunaan antibiotik di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar diatur
dalam panduan penggunaan antibiotic Rumah Sakit Harapan
Pematangsiantar.
2) Pola Kuman Rumah Sakit dibuat oleh Komite PPI dan Tim PPRA
berdasarkan dari hasil rekapitulasi kultur pasien dan disosialisasikan ke
dokter setiap tahun.
g) Infection Control Risk Assesment (ICRA)
7. Rumah Sakit secara proaktif melakukan assessment risiko infeksi yang
dapat terjadi dan menyusun strategi untuk menurunkan risiko tersebut.
8. Setiap kegiatan pelayanan Rumah Sakit harus menggunakan pendekatan
Risk Management
9. Komite PPI harus melakukan identifikasi praktek/ program PPI yang tidak
aman atau berbahaya.
10. Jenis risiko dan tingkat risiko berbeda di setiap tempat pelayanan
(IGD,ICU,Rawat Inap dll) masing-masing melakukan ICRA.
11. Lakukan identifikasi resiko secara berkala/ tahunan dan apabila muncul
masalah bermakna.
12. Setiap akhir tahun dilakukan pengkajian resiko infeksi /Infection Control
Risk Assesment (ICRA).
h) Peralatan Medis dan Alat Kesehatan Habis Pakai
Penggunaan Alat Pelindung Diri
1) Jenis APD yang digunakan antara lain: tutup kepala, google, face mask, masker
bedah, masker bondit (kertas), masker kain, apron, schort, handscoen bersih,
handscoen steril, handscoen panjang steril, sarung tangan rumah tangga, sandal,
sepatu boot.
2) Alat pelindung diri digunakan oleh petugas sebagai pembatas fisik yang secara
langsung kontak dengan cairan tubuh dan jaringan tubuh pasien yang tidak utuh.
3) Gunakan APD sebelum kontak dengan pasien, umumnya sebelum memasuki
ruangan.
4) Gunakan dan atau lepas APD dengan hati-hati jangan menyebarkan
kontaminasi.
5) Jenis APD yang digunakan sesuai dengan ketentuan di instalasi masing-masing.
6) Area Rumah Sakit yang wajib menggunakan APD antara lain : Kamar Bersalin,
Kamar Operasi, Radiologi, Laboratorium, Gizi, Laundry, TPS, Ruang Isolasi
dan Pemulasaran Jenazah
7) Alat pelindung diri dikelola sesuai jenisnya.
8) Alat pelindung diri segera dilepas segera mungkin setelah melayani pasien dan
buang APD bekas ke tempat infeksius.
Tindakan Invasif, Teknik Aseptik, Ketersediaan dan Penggunaan Desinfektan
dan Antiseptik
1) Setiap akan melakukan tindakan invasif petugas wajib melakukan teknik
aseptic.
2) Rumah Sakit memfasilitasi tersedianya cairan antiseptic dan cairan desinfektan.
3) Antiseptic merupakan zat kimia yang digunakan pada permukaan kulit dan
membran mukosa untuk membunuh mikroorganisme,
contoh :alcohol,betadine,handrub dll.
4) Desinfektan merupakan zat kimia yang digunakan untuk membunuh
mikroorganisme dan kolonisasi pada benda mati, contoh : cairan enzimatik
(alkazyme, teralin, klorin dll).
5) Teknik aseptik harus memperhatikan teknik sterilisasi.
6) Teknik penyuntikan yang aman adalah teknik penyuntikan dimana tidak
diperbolehkan menekuk, mematahkan atau menyarungkan kembali (recapping)
jarum suntik.
7) Tindakan Lumbal Punksi atau insersi kateter atau injeksi suatu obat ke dalam
area spinal/epidural dilakukan dengan menggunakan APD seperti masker,
sarung tangan.
8) Apabila ada petugas yang tertusuk benda tajam/jarum bebas pakai, akan
dilakukan pemeriksaan status HBV, HCV,dan HIV pada petugas dan pasien,
dan apabila diperlukan diberikan tindakan pencegahan.
9) Penggunaan antiseptik, desinfektan sesuai dengan ketentuan di instalasi masing-
masing.
- Ruangan yang menggunakan antiseptik yang mengandung chlorhexidine :
IGD, Kamar Bedah, Kamar Bersalin, Perinatologi, ICU, Instalasi Rawat
Jalan, Instalasi Rawat Inap, Laboratorium, Radiologi.
- Ruangan yang menggunakan handrub antara lain : IGD, Kamar Bedah,
Kamar Bersalin, Perinatologi, ICU, Instalasi Rawat Jalan, Instalasi Rawat
Inap, Laboratorium, Radiologi.
- Ruangan yang menggunakan handsoap semua unit yang ada di Rumah
Sakit Harapan
- Desinfektan yang digunakan antara lain: Betadine, Alkohol 70%
Enzymatic, Glutaraldehide
Pelayanan, Pengelolaan, Distribusi dan Penyimpanan Alat Kesehatan yang
disterilisasi
1) Pelayanan sterilisasi dibawah tanggung jawab kepala Ruang Sterilisasi
2) Proses Sterilisasi
Proses Sterilisasi masih dilakukan di satu ruangan pelayanan sterilisasi dalam
instalasi kamar bedah.
Metode sterilisasi menggunakan autoclave
1) Semua alat kesehatan yang akan disterilkan harus melalui proses dekontaminasi,
pencucian dan pengemasan
2) Proses dekontaminasi, pencucian dan pengemasan alat kesehatan dilakukan di
ruang sterilisasi
3) Penyimpanan alat kesehatan dilakukan di ruang sterilisasi
4) Distribusi alat kesehatan dilakukan dari ruang sterilisasi sesuai dengan
kebutuhan unit
5) Kegiatan pelayanan sterilisasi meliputi kegiatan: perencanaan, pengadaan,
pencucian, pengemasan, pemberian tanda, proses sterilisasi, penyimpanan dan
penyalurannya.
Alat dan bahan perawatan peralatan
1) Alat yang digunakan dalam proses sterilisasi adalah autoclave
2) Bahan untuk perawatan peralatan
3) Perendaman dilakukan melakukan cairan Milzyme
4) Dekontaminasi Tingkat Rendah dengan mengunakan Alkohol
5) Dekontaminasi Tingkat Tinggi (DTT) dengan mengunakan Alkacide
Penyimpanan barang yang sudah disterilkan
Distribusi dan penyimpanan alat kesehatan dilakukan di instalasi masing-masing
Mutu Sterilisasi:
1) Mutu Sterilisasi alat dapat dilihat dengan adanya perubahan indicator tape
2) Pemantauan mutu sterilisasi dilakukan dengan melakukan pemeriksaan kultur
swab, dilaporkan setiap 3 bulan kepada direktur.
3) Pemeriksaan kultur swab meliputi udara, alat medis dan linen, air dan makanan.
Single Use yang Di Reuse
Alat Steril sekali pakai (single use) adalah barang/ alat kesehatan yang
disediakan dan diproduksi untuk sekali pakai atau habis digunakan sekali pakai
dalam suatu kemasan.
Alat sekali pakai yang dapat dipakai ulang harus melalui proses : pre cleaning,
pencucian, pembilasan, pengemasan/labeling dan disterilkan dengan sterilisator yang
sesuai. Kriteria alat steril sekali pakai (single use) yang dipakai ulang:
Alat sekali pakai (single use) tidak boleh langsung digunakan lagi setelah
dipakai.Alat sekali pakai (single use) yang belum dipakai tetapi kemasaannya sudah
terbuka atau jatuh.
Alat sekali pakai (single use) yang akan digunakan ulang ditentukan melalui
keputusan dari profesi yang bersangkutan dengan mempertimbangkan sumber dan
referensi yang dapat dipertanggungjawabkan.
Instrumen atau peralatan single use hanya boleh dilakukan proses re use
sebanyak 5 kali dengan memberi tanda pada penyimpanan alat atau pada peralatan
dengan tanda (I 1 x reuse, II 2 x reuse, III 3 x reuse, dst). Catat peralatan yang di
reuse pada buku yang tersedia. Jika peralatan atau bahan medis yang sudah rusak
atau cacat atau retak tidak dapat digunakan kembali walaupun 5 kali proses harus
diganti.
Alat yang di reuse di Rumah Sakit Harapan :
1) Lina Pen
2) Sirkuit Anastesi
3) Dializer
Penanganan Obat/Alat Kadaluarsa
1) Sediaan Farmasi, alat kesehatan bahan medis habis pakai yang rusak atau
kadaluarsa akan dikembalikan ke Instalasi farmasi
2) Sediaan Farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang rusak atau
yang kadaluarsa yang sudah mendekati waktu kadaluarsa (6 bulan)
dikembalikan ke Instalasi Farmasi
3) Instrumen yang sering digunakan jika sudah lewat 3 x 24 jam tetapi alat tidak
digunakan, maka harus disterilkan ulang
4) Instrumen yang jarang digunakan dapat dilakukan steril ulang setiap 3 bulan
5) Pada kemasan yang menyatakan peralatan bahan medis masih steril jika
kemasan masih utuh tetapi tanggal kadaluarsa terlewati peralatan tetap
dinyatakan tidak dapat dipakai
Pelayanan Jenazah
1) Kegiatan merapikan jenazah dilakukan di Unit atau tempat pasien meninggal
2) Petugas kesehatan harus menjalankan “Kewaspadaan Standar” menangani
pasien yang meninggal akibat penyakit menular
3) Jenazah diobservasi selama 30 menit di ruang perawatan sebelum dibawa ke
ruang jenazah
4) Rumah Sakit Harapan melakukan pemulasaraan jenazah bagi pasien yang
meninggal di Rumah Sakit Harapan
5) Pemulasaran jenazah dilakukan oleh Tim Formalin di ruang pemulasaran
jenazah
6) Setelah ditunggu 2 jam jenazah diperbolehkan dibawa pulang dengan
menggunakan brankart khusus menuju ke mobil jenazah Rumah Sakit atau
mobil keluarga
7) Seluruh Petugas Kamar Jenazah Wajib menggunakan APD (Alat Pelindung
Diri)
8) Setelah dipakai, brankar segera dibersihkan dengan menggunakan cairan
desinfektan
Manajemen Linen dan Laundry
9. Pengelolaan linen dilakukan oleh unit laundry
10. Pengelolaan linen kotor meliputi linen non infeksius (linen kotor yang sudah
dipakai) dan infeksius (linen yang kotor terkontaminasi darah dan cairan tubuh
pasien dan bekas dari ruang perawatan penyakit menular)
11. Pengelolaan linen laundry meliputi: Pengunpulan, pengangkutan, proses
pencucian, proses pengeringan, proses penyetrikaan, proses pendistribusian,
proses penyimpanan, penggunaan dan administrasi pencatatan
12. Pendistribusian, pengambilan linen bersih dan kotor tidak dilakukan secara
bersamaan
13. Troli pengangkut linen
- Troli pengangkut linen bersih terbuat dari bahan steinles
- Troli pengangkut linen kotor berwarna
14. Dalam proses pencucian dilakukan pemisahan antara linen infeksius dengan
linen non infeksius
15. Pengantaran dan Pengambilan linen kotor dilakukan pada jam 06.30 Wib dan
14.00 Wib
16. Distribusi linen bersih dilakukan pada jam 12.30 Wib
i) Limbah Infeksius
Pengelolaan Limbah
19. Limbah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
Rumah Sakit dalam bentuk padat, cair dan gas
20. Limbah Rumah Sakit terdiri dari limbah infeksius (limbah medis), non infeksius
(limbah non medis/umum) dan benda tajam
21. Limbah Infeksius adalah limbah yang sudah tercemar oleh cairan tubuh pasien
seperti darah, nanah, urine, feces dan jaringan tubuh lainnya
22. Limbah non infeksius adalah limbah rumah tangga yang tidak tercemar oleh
cairan tubuh pasien
23. Limbah benda tajam adalah benda yang beresiko melukai petugas dan dapat
menularkan penyakit (jarum, bisturi, pecahan kaca, dll)
24. Pemsiahan pembuangan limbah :
i. Limbah infeksius, jaringan tubuh, patologi dalam kantong palstik kuning
j. Limbah Sytotoksis dalam kantong plastik ungu
k. Limbah kimia dan farmasi dalam kantong plastik coklat
l. Limbah non infeksius dalam kantong plastik hitam
m. Limbah tajam dalam safety box yang tahan bocor, tidak mudah tembus, dan
apa bila sudah ¾ penuh atau 3 x 24 jam, safety box dibuang
25. Pembersihan tumpahan cairan tubuh pasien dilakukan oleh petugas kebersihan
dan harus menggunakan APD
26. Limbah cair infeksius adalah cairan bekas pemeriksaan laboratorium (Reagen)
ditampung/dibuang ke dalam jeringen
27. Kantong darah yang sudah dipesan tetapi tidak digunakan (kondisi utuh)
dikembalikan ke laboratorium
28. Kantong darah yang sudah digunakan tetapi masih bersisa dibuang ketempat
sampah medis (plastik kuning)
29. Dekontaminasi dahulu tubuh pasien, kemudian dibersihkan an dibuang ke
tempat sampah infeksius
30. Pengelolaan limbah B3 (bahan berbahaya dan beracun)
31. Rumah Sakit menetapkan rencana untuk penanganan, penyimpanan,
penggunaan dan pembuangan bahan dan limbah bahan berbahaya dan beracun
yang benar dan aman sesuai dengan ketentuan hukum
Bahan berbahaya beracun (limbah B3) terdiri dari :
n. Corrosive (bahan korosif)
o. Oksidazing (osidator)
p. Flammabel (mudah menyala)
q. Toxic (beracun)
r. Dangerous of environment (berbahaya bagi lingkungan)
s. Irritant (iritasi)
t. Exsplosive (mudah meledak)
u. Karsinogenik
Penyimpanan limbah B3 dipisahkan berdasarkan karakteristiknya
Pada saat melakukan pengolah limbah, petugas menggunakan APD lengkap
Jam pengangkutan sampah :Pagi
Pemusnahan sampah dilakukan bekerjasama dengam pihak ketiga
Pembersihan tumpahan dan percikan darah
1) Pembersihan tumpahan cairan tubuh pasien dilakukan oleh petugas kebersihan
yang sudah terlatih
2) Membersihkan tumpahan cairan tubuh pasien harus menggunakan APD
3) Tutup tumpahan cairan tubuh pasien menggunakan kertas koran/tissue letakkan
pada darah atau cairan tubuh sampai diserap, lalu berikan larutan clorin 0,5%
tunggu sampai 5 menit dan keringkan kembali menggunakan kertas koran/tissu
buang ke limbah infeksius setelah itu bersihkan dengan kain pel basah
j) Pelayanan Makanan
Pengelolaan Gizi
Pengelolaan gizi dilakukan oleh Unit Gizi
7. Penerimaan bahan makanan
Dilakukan oleh seorang petugas untuk mengecek kualitas makanan
8. Penyimpanan bahan makanan
Penyimpanan makanan terbagi dalam beberapa bagian
f. Makanan jenis daging, ikan, udang dan olahannya
Menyimpan sampai 3 hari : -50 sampai 00 C
g. Makanan jenis susu dan olahannya
Penyimpanan sampai 2 hari : 30 sampai 70 C
h. Jenis telur
Menyimpan sampai 3 hari di suhu ruangan
i. Makanan jenis sayuran & buah denganwaktu penyimpanan paling lama 3
hari yaitu 70 sampai 100C
j. Tepung, biji-bijian dan umbi kering pada suhu kamar (270C).
9. Pengolahan bahan makanan
Penyajian makanan dilakukan tepat waktu dan tepat sasaran
10. Penyimpanan makanan masak
11. Penyajian makanan
12. Pendistribusian
k) Risiko Kontruksi
Demolition
3) Saat melakukan pembongkaran harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut
4) Jenis kegiatan pembongkaran
5) Standar kualitas udara di Rumah Sakit
6) Potensi bahaya infeksi Rumah Sakit
7) Persyaratan utilitas
8) Standar kebisingan
9) Kedaruratan
10) Bila dilakukan renovasi bangunan maka
- Dilakukan lokalisir area proyek pembangunan, menutup semua akses atau
celah debu bangunan Rumah Skait yang berdekatan dengan lokasi proyek
pembangunan untuk mencegah penyebaran debu, gas dan partikel lainnya
yang menyebar keruangan lain dilingkungan Rumah Sakit
- Bila dilakukan renovasi bangunan maka terhadap dampak pembangunan
terhadap Rumah Sakit (ICRA) dilakukan evaluasi dalam setahun terhadap
kemungkinan infeksi yang ditimbulkan
- Dilakukan pemeriksaan kultur udara di ruangan yang berdekatan dengan
lokasi pembnagunan sebelum dan sesudah pembongkaran
Pembersihan Ruagan
4) Pembersihan ruangan terdiri dari bongkar besar dan bongkar kecil
5) Pada saat melakukan bongkar harus memperhatikan hal – hal sebagai berikut :
11. Kualitas udara
12. Bahaya infeksi
13. Kebisingan
14. Kedaruratan
6) Petugas yang terlibat pada saat dilakukan pembersihan ruangan antara lain :
petugas ruangan, teknisi, PPI, K3RS
l) Transmisi Infeksi
1) Rumah Sakit menyediakan pencegahan/barrier precaution dan prosedur isolasi
yang melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan
melindungi pasien immunosupressed dari infeksi, serta arus pasien dalam
jumlah besar dengan infeksi (penyakit emerging/ re-emerging) dan kejadian luar
biasa (outbreaks)
2) Pasien yag sudah diketahui atau diduga infeksi menular harus diisolasi sesuai
kebijakan dan oanduan yang sudah ditentukan:
- Penempatan pasien degan infeksi airbone adalah di ruangan bertekanan
negatif (tekanan negatif adalah ruangan yang meghasilkan aliran udara
masuk ke ruangan dan mengalirkan udara ke udaa terbuka melalui sistem
pembuangan udara keluar menggunakan Exhaust Fan).
- Penempatan pasien dengan infeksi yag menular melalui kontak atau droplet
adalah di ruangan tersendiri/terpisah (kamar isolasi)
- Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat tersendiri atau bersama
pasien dengan penyakit yang sama tetapi tidak dengan infeksi
lain(cohorting).
- Bila pasien infeksi menular melalui droplet atau airbone, harus keluar
kamar atau ditransportasi, maka pasien harus menggunakan masker.
- Pasien yang sudah diketahui atau diduga immunocompromised harus
diisolasi sesuai kebijakan dan pedoman yang sudah ditentukan:
15. Penempatan pasien immunocompromised dirujuk ke Rumah Sakit yang
memiliki fasilitas setelah keadaan umum pasien stabil
16. Jika kamar isolasi penuh, pasien dapat dirawat dengan penyakit yang
sama tetapi tiak dengan infeks lain (cohorting).
- Ruang isolasi Rumah Sakit Harapan
7) Pasien yang terdiagnosa atau diduga menularkan kuman penyakit
dilakukan penanganan dan perawatan sesuai transmisi penyakit
(isolasi).
8) Pasien yang dinyatakan immunocompromised tidak boleh dirawat
bersama dengan pasien yang penularan penyaitnya melalui udara.
9) Kamar isolasi memilik aliran udara yang dikeluarkan ke udara bebas
menggunakan Echaust fandan ventilasi alami
10) Cara penularan penyakit yang berbeda (airnone,droplet,kontak) tidak
boleh ditempatkan dalam satu ruang isolasi.
11) Jika tidak memilii ruangan isolasi maka pasien ditempatkan dalam satu
ruangan dengan diagnosa yang sama (cohorting).
12) Pasien rawat inap yang hasil kultur MRSA positif akan ditindaklanjuti
sesuai prosedur penatalaksanaan pasien infeksi menular melalui kontak
dan dirujuk
ETIKA BATUK
1) Petugas, pasien dan pengunjung apabila batuk atau bersin harus menggunakan
tissue atau masker.
2) Masker dan tissue beks pakai lagsung dibuang ke dalam tempat sampah medis.
m) Peningkatan Mutu & Program Edukasi
3. Kegiatan PPI diintegraasi dengan program PMKP (Peningkatan Mutu dan
Keselamatan Pasien) dengan menggunkan indikator yang secra ed[idemiologik
penting bagi rumah sakit.
4. Rumah sakit melakukan edukasi tentang PPI kepada staf klinis dan nonklinis,
pasien, keluarga pasien, serta petugas lainnya yang terlibat dalam pelayanan
pasien.
KEGIATAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI PADA KONDISI-
KONDISI KHUSUS:
1. AIDS
1) Pencegahan dilakukan sedini mungkin sejak ibu hamil melakukan ANC.
2) Pengadaan obat ARV dilakukan kerjasama dengan Rumah Sakit yang telah dituju
oleh pemerintah.
3) Petugas pelayanan agar memperhatikan kewaspadaan standart setiap melakukan
pertolongan persalinan.
4) Petugas pelayanan harus menganjurkan konseling bagi pasangan.
5) Pasien dengan HIV-AIDS, akan dirujuk ke Rumah Sakit yang telah bekerjasama (RS
ruujukan HIV-AIDS, untuk pengobatan HIV/AIDSnya.
6) Apabila Rumah Sakit mendapatkan penderita dengan AIDS (ODHA) maka Rumah
Sakit tersebut harus merujuk keRumah Sakit yang telah ditetapkan oleh Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia untuk mendapatkan pelayanan, pencegahan,
pengobatan dan perawatan.

2. TB DOTS
1) Pimpinan Rumah Sakit berpartisipasi dalam menetapkan keseluruhan
proses/mekanisme program pelayanan TB DOTS termasuk pelaporannya.
2) Dalam melaksanakan upaya pelayanan TB DOTS ini, diperlukan dukungan dari
seluruh manajemen agar sesuai dengan standar termasuk upaya rujukan.
3) Pelyanan TB DOTS di Rumah Sakit dikelola oleh sebuah tim yang telah terlatih
tentang DOTS.
4) Dalam pelayanan TB DOTS tim berkoordinasi dengan dinas kesehatan dalam
pelayanan, pelatihan dan pengadaan reagen maupun obat-obatan paket.
5) Petugas dan pasien wajib menggunakan APD saat dilakukan transport pasien

Ditetapkan di : Pematangsiantar
Pada tanggal : 05 Mei 2018
RUMAH SAKIT HARAPAN

Dr. Marihat Ginting


Direktur

Anda mungkin juga menyukai