Anda di halaman 1dari 348

RUMAH SAKIT UMUM DAERAH MANGGELEWA

TAHUN 2024
PERATURAN DIREKTUR RSUD MANGGELEWA
NOMOR : 445/ /PPI/RSUD/2024
TENTANG

PEDOMAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

DI RSUD MANGGELEWA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA

DIREKTUR RSUD MANGGELEWA

Menimbang : a. Bahwa dalam upaya untuk meningkatkan mutu dan efesiensi


pelayanan kesehatan kepada pasien maka, dipandang perlu
adanya pencegahan dan pengendalian infeksi di Rumah Sakit
Umum Daerah Manggelewa.
b. Bahwa untuk mencapai butir a tersebut perlu ditetapkan
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
Umum Daeah Kab, untuk memperkecil terjadinya infeksi di
lingkungan Rumah Sakit Umum Daerah Manggelewa
Mengingat : 1. Undang – Undang RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan
2. Undang – undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang
Rumah sakit
3. Permenkes No 24 Tahun 2016 tentang Persyaratan Teknis
Bangunan dan Prasarana Rumah Sakit..
4. Keputusan Menkes RI Nomor 129 tahun 2008 tentang
standar pelayanan minimal rumah sakit
5. Keputusan Menteri Lingkungan Hidup nomor 56 tahun
2015 tentang tata cara dan persyaratan teknis pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari fasilitas pelayanan
kesehatan
6. Keputusan Menkes RI Nomor 11 tahun 2017 tentang
keselamatan pasien
7. Keputusan Menkes RI Nomor 27 tahun2017 Tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi.
8. Keputusan Menkes RI Nomor 58 tahun 2017 tentang
standar pelayanan kefarmasian rumah sakit.
9. Keputusan Menkes RI Nomor 7 tahun 2019 tentang
kesehatan lingkungan rumah sakit
10. Permenkes No.80 Tahun 2020 Tentang Komite Mutu RS
11. Keputusan Menkes RI Nomor HK.01.07/ Menkes/ 413/
2020 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Corona
Virus Disease 2019 (Covid-19)
12. Keputusan Menkes RI Nomor HK.01.07/ Menkes/1128/
2022 tentang Standar Akreditasi Rumah Sakit

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : PERATURAN DIREKTUR RSUD MANGGELEWA


TENTANG PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT UMUM DAERAH
MANGGELEWA

Pasal 1

Dalam peraturan direktur yang dimaksud dengan :

1. Pencegahan dan pengendalian infeksi selanjutnya disingkat PPI adalah


upaya untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya infeksi pada pasien,
petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar fasilitas pelayanan kesehatan.
2. Infeksi terkait pelayanan kesehatan (Health Care Associated
Infections)yang selanjutnya disingkat HAIs adalah infeksi yang terjadi
pada pasien selama perawatan di rumah sakit dimana ketika masuk
tidak ada infeksi dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi
dalam rumah sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi
karena pekerjaan pada petugas rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait
proses pelayanan kesehatan di rumah sakit.
3. Surveilans infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs) adalah suatu
proses yang dinamis, sistematis, terus menerus dalam pengumpulan,
identifikasi, analisis dan interpretasi data kesehatan yang penting di
pelayanan kesehatan dan didiseminasikan secara berkala kepada pihak
yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan,
serta evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan.
4. Kewaspadaan standar adalah kewaspadaan yang utama, dirancang
untuk diterapkan secara rutin dalam perawatan seluruh pasien untuk
mencegah transmisi silang sebelum pasien terdiagnosa, sebelum adanya
hasil pemeriksaan laboratorium dan setelah pasien didiagnosa.
5. Kewaspadaan berdasarkan transmisi adalah sebagai kewaspadaan
tambahan dari kewaspadaan standar yang dilaksanakan sebelum pasien
didiagnosa dan setelah terdiagnosa jenis infeksinya.
6. Bundles adalah sekumpulan praktik berbasis bukti sahih yang
menghasilkan perbaikan keluaran proses pelayanan kesehatan bila
dilakukan secara kolektif dan konsisten.
7. Kohorting adalah sistem penempatan pasien pada satu ruangan, dimana
pasien yang ditempatkan dalam ruangan tersebut adalah pasien terinfeksi
atau kolonisasi pathogen yang sama dalam satu ruangan.
8. Outbreak penyakit infeksi adalah peningkatan kejadian yang bermakna
adanya infeksi yang diderita oleh pasien diluar keadaan biasa dalam suatu
periode pada kelompok pasien yang terjadi dalam waktu bersamaan
waktu atau tempat, misal pasien keracunan makanan.
9. Infeksi daerah operasi yang disingkat IDO adalah infeksi yang terjadi
pada daerah operasi yang terjadi dalam waktu 30 hari sampai 90 hari
pasca tindakan operasi.
10. Infeksi saluran kemih yang disingkat ISK adalah infeksi pada saluran
kemih atau melibatkan bagian yang lebih dalam dari organ pendukung
saluran kemih karena penggunaan kateter urin
> 48 jam.
11. Hospital Aquired Infection yang disingkat HAP adalah infeksisus pada
parenkim paru setelah pasien dirawat di rumah sakit >48 jam tanpa
dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita infeksi saluran nafas
bawah.
12. Infeksi aliran darah yang disingkat IAD adalah infeksi aliran darah terkait
pemasangan kateter intra vaskuler, adalah infeksi aliran darah terkait
pemasangan central venous catheter (CVC), peripheral catheter yang
terkait dengan infeksi luka infus (ILI).
13. VAP (ventilator associated pneumonia) adalah infeksi saluran nafas bawah
yang mengenai parenkim paru setelah pemakaian ventilasi
mekanik > 48 jam, dan sebelumnya tidak ditemukan tanda-tanda
infeksi saluran nafas.

Pasal 2
Ruang lingkup pelaksanaan PPI di RSUD Manggelewa
Pelaksanaan PPI harus menjangkau seluruh karyawan rumah sakit (staf medis dan non medis), pasien, keluarga
serta pengunjung pasien harus melaksanakan PPI.
PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penerapan :
Prinsip kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
Bundles
Dalam pelaksanaan PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan :
Surveilans

b. Pendidikan dan pelatihan PPI

Pasal 3
Penyelenggaraan PPI di Rumah Sakit
1. Direktur rumah sakit telah menetapkan komite/tim PPI untuk
untuk mengelola dan mengawasi kegiatan PPI di rumah sakit.
2. Komite PPI yang dibentuk oleh direktur rumah sakit mempunyai
tugas dan tanggung jawab diantaranya (tidak terbatas pada) :
a. Menetapkan difinisi infeksi terkait layanan kesehatan
b. Metode pengumpulan data (surveilans)
c. Membuat strategi /program penanganan risiko infeksi
d. Proses pelaporan
3. Rumah sakit menetapkan mekanisme untuk mengatur koordinasi
kegiatan PPI sesuai ukuran dan kompleksitas pelayanan rumah sakit
4. Rumah sakit menyediakan sumber daya dan anggaran untuk
melaksanakan kegiatan PPI yang efektif meliputi sarana serta prasarana
kelengkapan fasilitas pendukung program dan sumber daya manusia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Komite PPI bertanggung jawab langsung kepada direktur rumah sakit
6. Pelaporan pelaksanaan kegiatan PPI oleh Ketua Komite PPI kepada
direktur rumah sakit dilakukan setiap 3 bulan.
7. Rumah sakit menetapkan perawat PPI/IPCN (Infection Prevention and
Control Nurse) yang bekerjapurna waktu dan IPCLN berdasarkan
jumlah dan kualifikasi sesuai ukuran rumah sakit, kompleksitas
kegiatan, tingkat risiko, cakupan program dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
8. Perawat PPI/IPCN melaksanakan supervisi pada semua kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
9. Pelaporan pelaksanaan kegiatan supervise IPCN kepada Ketua PPI
dilakukan dalam setiap bulannya.
10. Rumah sakit menetapkan perawat penghubung PPI/IPCLN
(Infection Prevention and Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama yang
berisiko infeksi dengan jumlah dan kualifikasi sesuai dengan peraturan
perundangan sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-
masing yang bertugas :
a. Mencatat data surveilans dari setiap pasien yang dirawat di unit
rawat inap masing-masing
b. Memberikan motivasi dan mengingatkan pelaksanaan
kepatuhan PPI pada setiap personil di unitnya masing-masing
c. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam
penerapan kewaspadaan isolasi
d. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan HAIs pada
pasien
e. Bila terdapat potensi potensial KLB, melakukan penyuluhan bagi
pengunjung dan konsultasi prosedur PPI serta berkoordinasi dengan
IPCN
f. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan
pengunjung serta konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan

Pasal 4

Program PPI
1. Rumah sakit mempunyai program PPI dan kesehatan kerja secara
menyeluruh untuk menurunkan risiko penyebaran infeksi yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien, staf klinis, dan non
klinis yang mengacu pada:
Kewaspadaan standar:
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung diri
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan petugas
8. Penempatan pasien
9. Kebersihan pernafasan/etika batuk dan bersin
10. Praktik menyuntik yang aman
11. Praktik lumbal pungsi yang aman

Kewaspadaan Transmisi
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne Precautions)
2. Program PPI terkait kesehatan kerja yang dilakukan di RSU D
Manggelewa meliputi:
a. Pemeriksaan secara berkala yaitu MCU (Medical Check Up)
kepada seluruh karyawan setiap 2 tahun sekali.
b. Pemeriksaan rectal swab kepada petugas dapur, penyaji makanan dan
perawat ruang bayi setiap 6 bulan sekali.
c. Pemeriksaan kesehatan rutin pada petugas Radiologi dan laboratorium
setiap 1 tahun sekali. Pemberian vaksinasi kepada petugas sesuai
dengan hasil pemeriksannya.
d. Pemeriksaan kesehatan dan couching conseling pada petugas yang
terpajan dan terpapar dengan penyakit infeksi.

Pasal 5
Pengkajian Risiko
1. Rumah sakit secara proaktif melakukan asesmen risiko infeksi (ICRA
HAIs) yang dapat terjadi dan menyusun strategi untuk penurunan risiko
infeksi tersebut paling sedikit dilakukan setiap satu tahun sekali yang
dilakukan pada:
a. Sterilisasi alat
b. Pengelolaan linen dan londri
c. Pengelolaan sampah
d. Penyediaan makanan
e. Kamar jenazah
2. Rumah sakit menelusuri risiko, tingkat infeksi, dan kecenderungan dari
infeksi terkait layaan kesehatan untuk menurunkan angka infeksi
tersebut. Analisa, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
dilakukan oleh komite PPI rumah sakit.
3. Pengendalian angka infeksi rumah sakit menggunakan target sasaran
sesuai dengan program PPI.
3. Pencegahan kejadian infeksi rumah sakit (HAIs) dilaksanakan dengan
menerapkan bundles HAIs sesuai dengan jenis infeksinya berdasarkan
prosedur yang telah ditetapkan.
4. Surveilans infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan (HAIs)
merupakan suatu proses dinamis, sistematis, terus menerus dalam
pengumpulan data, analisa interpretasi data kesehatan yang penting di
rumah sakit.
5. Rumah sakit melaksanakan surveilans data secara periodik dan di analisis
setiap triwulan meliputi :
a. Saluran pernafasan seperti prosedur dan tindakan terkait intubasi,
bantuan ventilasi mekanik dan trakeostomi.
b. Saluran kencing seperti pada kateter
c. Alat invasif intravaskular, saluran vena perifer dan saluran vena
sentral
d. Lokasi operasi, perawatan, pembalutan luka dan prosedur aseptik
e. Penyakit dan organisme yang penting dari sudut epidemiologi
seperti multidrug resistant organism dan infeksi yang virulen.
f. Timbulnya infeksi baru atau timbul kembalinya infeksi di
masyarakat.
6. Risiko PPI juga terkait KLB infeksi rumah sakit, infeksi baru atau
timbul kembali di masyarakat.
7. Dokter PPI (IPCD) berperan dalam pengendalian, manajemen risiko dan
kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB) infeksi di rumah sakit.
8. Penanggulangan KLB infeksi rumah sakit infeksi baru atau timbul
kembali di masyarakat, ditangani oleh Komite PPI sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan oleh RSUD Manggelewa.
Pasal 6

Peralatan Medis Dan Alat Kesehatan Habis Pakai


1. Rumah sakit menerapkan pengolahan sterilisasi mengikuti peraturan
perundang-undangan.
2. Rumah sakit melakukan asesmen dan memberi asuhan kepada pasien
dengan melaksanakan identifikasi prosedur dan proses asuhan invasif
yang berisiko infeksi serta menerapkan strategi untuk menurunkan
risiko infeksi yang dilakukan paling sedikit satu tahun sekali seperti :
1) Pemberian suntikan
2) Terapi cairan
3) Punksi lumbal
3. Rumah sakit menurunkan risiko infeksi dengan melakukan pembersihan
dan sterilisasi peralatan dengan baik serta mengelola dengan benar.
4. Staf yang memroses peralatan medis dan/atau BMHP telah
diberikan pelatihan dalam pembersihan, desinfeksi,dan sterilisasi serta
mendapat pengawasan.
5. Metode pembersihan, desinfeksi, dan sterilisasi dilakukan secara seragam
disemua area di rumah sakit mulai dari tahapan pencucian alat
(termasuk perendaman,pembilasan/ dekontaminasi), pengeringan,
pengemasan, labeling (dilakukan di unit-unit pelayanan)
6. Unit kerja bertanggung jawab terhadap penyediaan desinfektan sesuai
dengan rekomendasi dari Komite PPI.
7. Komite PPI bekerjasama dengan koordinator unit sterilisasi memonitor
pelaksanaan proses dekontaminasi di setiap unit pelayanan.
8. Penyimpanan peralatan medis dan atau BMHP bersih dan steril disimpan
dengan baik di area penyimpanan yang ditetapkan, bersih dan kering,
dan terlindungi dari debu, kelembaban, serta perubahan suhu yang
ekstrem.
9. Rumah sakit menetapkan ketentuan tentang penggunaan kembali alat
medis sekali pakai sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan
standar profesional meliputi:
a. Alat dan material yang dapat dipakai kembali;
b. Jumlah maksimum pemakaian ulang dari setiap alat secara
spesifik;
c. Identifikasi kerusakan akibat pemakaian dan keretakan yang
menandakan alat tidak dapat dipakai
d. Proses pembersihan setiap alat yang segera dilakukan sesudah
pemakaian dan mengikuti protokol yang jelas;
e. Pencantuman identifikasi pasien pada bahan medis habis pakai untuk
hemodialisis;
f. Pencatatan bahan medis habis pakai yang reusedi rekam
medis;dan
g. Evaluasi untuk menurunkan risiko infeksi bahan medis habis pakai
yang di-reuse
10. Peralatan medis dan alat kesehatan habis pakai dapat digunakan ulang
sesuai dengan rekomendasi manufakturnya, dengan dasar pertimbangan
diantaranya :
a. Alat medis sekali pakai diproses secara benar/tepat dan hasil
sterilisasi masih efektif dan efisien baik secara fisik, fungsi,
kualitas serta aman digunakan bagi pasien
b. Alat medis sekali pakai sangat dibutuhkan penggunaannya,
tetapi sulit diperoleh atau sangat mahal harganya
c. Ada prosedur untuk mengidentifikasi proses pengelolaan perbekalan
alat kadaluarsa dan menetapkan kondisi untuk penggunaan ulang (re-
use) dari alat sekali pakai (single-use) bila peraturan dan perundangan
mengijinkan.
11. RSUD Manggelewa memiliki barang singel-use yang di re-use yang telah
diatur penggunaannya dengan prosedur yang ditetapkan.
12. Pelaporan pemantauan, evaluasi, dan tindaklanjut pelaksanaan
penggunaan kembali(reuse) peralatan medis dan/atau BMHP
Pasal 7

Kebersihan Lingkungan
1. Rumah sakit menerapkan prosedur pembersihan dan disinfeksi permukaan
dan lingkungan sesuai standar PPI
2. Rumah sakit melaksanakan pembersihan dan desinfeksi tambahan
diarea berisiko tinggi berdasarkan hasil pengkajian risiko
3. Rumah sakit melakukan pemantauan proses pembersihan dan
disinfeksi lingkungan.

Pasal 8

Manajemen Linen
1. Rumah sakit menurunkan risiko infeksi pada pengelolaan linen/londri
dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pemisahan linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius
dilakukan sejak dari unit masing-masing pengguna oleh perawat atau
petugas cleaning service.
3. Pencegahan kontaminasi pada petugas dan lingkungan dilakukan dengan:
a. Pemisahan awal linen kotor dengan menggunakan kantong linen
berdeda antara linen kotor infeksius dalam kantong linen berwarna
kuning, linen kotor non infeksius dalam kantong linen berwarna
hitam.
b. Troli linen kotor berbeda dengan troli linen bersih. Troli linen
dalam kondisi bersih dan tertutup. Pembersihan troli linen
dilakukan setiap hari dengan menggunakan cairan desinfektan
0.5%.
c. Proses pelayanan linen mulai dari penyediaan, pencucian,
pengeringan dan penyetrikaan linen, rumah sakit bekerjasama dengan
pihak luar dengan memenuhi sertifikasi mutu dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
d. Penyimpanan linen ditempatkan pada ruang linen yang terpantau
kebersihan, suhu serta kelembanan ruangannya untuk menjaga
kualitas linen yang digunakan.
e. Pendistribusian linen dilakukan oleh petugas linen ke unit masing-
masing pengguna sesuai dengan kebutuhan unit.
f. Penggunaan alat pelindung diri oleh petugas sesuai dengan potensi
risiko selama bekerja dan kepatuhan pelaksanaan kebersihan tangan
oleh petugas.
4. Rumah Sakit Umum Manggelewa menyelenggarakan kegiatan loundry
dengan bekerjasama dengan pihak ketiga/pihak luar
5. Komite PPI melakukan kunjungan/monitoring dan evaluasi pada
pihak luar terkait penanganan linen secara berkala.

Pasal 9

Limbah Infeksius
1. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pengelolaan limbah
infeksius dengan benar.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pengelolaan limbah dengan benar untuk
meminimalkan risiko melalui :
a. Pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius
b. Penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah
c. Pemulasaraan jenazah
d. Pengelolaan limbah cair
e. Pelaporan pajanan limbah infeksius
3. Pemilahan limbah dimulai dari unit penghasil limbah dan
ditempatkan sesuai dengan jenis limbahnya :
a. Limbah infeksius : limbah yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh yang dimasukkan dalam kantong berwarna kuning. Seperti
sampel laboratorium, limbah patologis, produk darah yang terdiri
dari serum, plasma, trombosit dan lain-lain.
b. Limbah non infeksius : limbah yang tidak terkontaminasi dengan
darah dan cairan tubuh, masuk ke dalam kantong berwarna hitam.
Seperti sampah rumah tangga, sisa makanan dan sampah kantor
c. Limbah benda tajam : limbah yang memiliki permukaan tajam,
dimasukkan dalam wadah tahan tusuk dan air.
d. Limbah cair yang segera dibuang ke tempat pembuangan limbah
cair yang akan mengalir menuju IPAL rumah sakit.
e. Limbah sitostatika : limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
pemberian obat-obatan khemoterapi pada pasien yang dimasukkan
dalam wadah berwarna ungu.
f. Limbah farmasi yang dikumpulkan dalam wadah khusus,
pengelolaannya sama dengan limbah infeksius
g. Limbah daur ulang yang berasal dari plabot infus dan jirigen akan
didesinfeksi sebelum di daur ulang.
4. Tempat penampungan limbah infeksius berlambang biohazard, dengan
kriteria :
a. Harus tertutup dan ada label limbah
b. Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
c. Bersih dan dicuci setiap hari
d. Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
e. Kantong plastik diganti jika sudah terisi ¾ penuh.
5. Pengangkutan Limbah meliputi :
a. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat
dan tertutup serta mudah dibersihkan.
b. Petugas menggunakan APD saat mengangkut limbah.
c. Pengangkutan limbah dari unit penghasil limbah minimal
dilakukan 2 kali dalam sehari.
d. Pengangkutan limbah benda tajam dilakukan jika wadah limbah
sudah terisi ¾ bagian.
6. Pelaporan pajanan limbahin feksius sesuai dengan regulasi dan
dilaksanakan pemantauan, evaluasi, serta tindaklanjutnya.
7. Rumah sakit menetapkan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum
secara aman untuk menurunkan cedera serta mengurangi risiko infeksi
yang meliputi :
a. Semua tahapan proses termasuk identifikasi jenis dan penggunaan
wadah secara tepat, pembuangan wadah dan surveilans proses
pembuangan limbah
b. IPCN melakukan supervisi dan pemantauan terhadap pengelolaan
benda tajam dan jarum sesuai dengan prinsip PPI termasuk yang
dilaksanakan oleh pihak luar rumah sakit.
c. Laporan tertusuk benda tajam habis pakai.

8. Pengolahan Limbah
a. Pengolahan limbah infeksius dan benda tajam diangkut oleh pihak
kedua (badan usaha yang berbadan hukum yang diakui oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku) dilakukan sesuai
dengan perjanjian dengan pihak kedua.
b. Pengolahan limbah daur ulang diangkut oleh pihak kedua (badan
usaha yang berbadan hukum yang diakui oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku) dilakukan sesuai dengan
perjanjian dengan pihak kedua.
c. Pengelolaan limbah non infeksius diangkut oleh pihak kedua (badan
usaha yang berbadan hukum yang diakui oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku) dilakukan sesuai dengan
perjanjian dengan pihak kedua.
9. Pembersihan TPS dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


10. Rumah sakit menetapkan kegiatan di kamar jenazah dikelola

sesuai dengan peraturan perundang-undangan.


11. Ruang jenazah yang dimiliki oleh RSUD Manggelewa adalah tempat
penitipan sementara jenazah dengan maksimal waktu penitipan 2 jam
dari pemindahan jenazah ke ruang jenazah.
12. Kegiatan kamar jenazah terkait pelaksanaan pemulasan jenazah dan bedah
mayat bekerjasama dengan pihak ketiga.
13. Proses pemindahan jenazah dan pemulasaraan jenazah harus sesuai
dengan prinsip-prinsip kewaspadaan isolasi.
14. Aspek budaya dan agama harus diperhatikan, keluarga pasien yang
ingin melihat jenazah setelah dipindahkan dari ruang perawatan harus
menerapkan kewaspadaan standar.
15. Pembersihan dan desinfektan kamar jenazah sesuai dengan ketentuan
prosedur pengelolaan kamar jenazah.

Pasal 10

Pelayanan Makanan
1. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi terkait penyelenggaraan pelayanan
makanan.
2. Pelayanan makanan di RSUD Manggelewa mulai dari pengolahan bahan
makanan (perencanaan bahan makanan, pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, pemorsian, distribusi), sanitasi dapur, makanan, alat
masak, serta alat makan untuk mengurangi risiko infeksi dan
kontaminasi silang.
3. Standar bangunan, fasilitas dapur, dan pantry di RSUD Manggelewa
sesuai dengan peraturan perundangan termasuk bila makanan diambil
dari sumber lain diluar rumah sakit.
4. Pembersihan peralatan pengolahan makanan dan peralatan makan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
5. Rumah Sakit melaksanakan penyimpanan bahan makanan, pengolahan,
pembagian/pemorsian, dan distribusi makanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Rumah Sakit melaksanakan penyimpanan makanan dan produk nutrisi
dengan memperhatikan kesehatan lingkungan meliputi sanitasi, suhu,
pencahayaan, kelembaban, ventilasi, dan keamanan untuk mengurangi
risiko infeksi.
7. Komite PPI melakukan monitoring terkait pelayanan makanan secara
berkala.

Pasal 11 Risiko

infeksi pada konstruksi dan renovasi

1. Rumah sakit menurunkan risiko infeksi pada fasilitas yang terkait


dengan pengendalian mekanis dan teknis (mechanical dan enginering
controls) fasilitas yang antara lain meliputi :
a. Sistem ventilasi bertekanan positif
b. Biological safety cabinet
c. Laminary airflow hood
d. Termostat lemari pendingin
e. Pemanas air untuk sterilisasi piring dan alat dapur
2. Rumah sakit menetapkan regulasi tentang penilaian risiko pengendalian
infeksi (Infectio Control Risk Assessment/ICRA) untuk pembongkaran,
kontruksi serta renovasi gedung diarea mana saja di rumah sakit dengan
kriteria :

a. Identifikasi tipe kegiatan proyek


b. Identifikasi kelompok risiko pasien
c. Matriks pengendalian infeksi antara kelompok risiko pasien dan
tipe kontruksi kegiatan.
d. Proyek untuk menetapkan kelas/tingkat infeksi
e. Tindak pengendalian infeksi berdasar atas tingkat/kelas infeksi
f. Monitoring pelaksanaan
3. Rumah sakit melaksanakan penilaian risiko pengendaliani nfeksi (infection
control risk assessment/ICRA) pada semua renovasi, kontruksi dan
demolisi sesuai dengan regulasi.
4. Persiapan pemakaian ruangan baru paska kontruksi/renovasi
rumah sakit :

a. Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua


permukaan, termasuk dinding, langit-langit, jendela, dan sistem
ventilasi berisiko tinggi

b. Melakukan uji kultur kualitas udara khususnya diarea berisiko


tinggi sebelum ruangan digunakan.

Pasal 12

Penularan Infeksi
1. Rumah sakit melindungi pasien, pengunjung, dan staf dari penyakit
menular serta melindungi pasien yang mengalami imunitas rendah
(immunocompromised) dari infeksi yang rentan mereka alami :
a. Rumah sakit melindungi pasien yang mengalami imunitas rendah
(immunocompromised) dari infeksi yang rentan mereka alami dengan
menempatkan dalam ruang tersendiri/terpisah, bila tidak ada
ruangan tersendiri maka pasien akan digabung dengan sistem
kohorting.
b. Monitoring penempatan pasien dengan immunocompromised
dilakukan secara berkala.
c. Monitoring terhadap ruang tekanan positif dilakukan secara berkala.

2. Rumah sakit menetapkan penempatan pasien dan proses transfer pasien


dengan kontak, droplet atau airborne diseases di dalam rumah sakit dan
keluar rumah sakit :
a. Pasien yang dicurigai dengan airborne diseases datang ke IGD
ditempatkan di ruang khusus (ruang isolasi).
b. Pasien yang dicurigai dengan kontak atau droplet diseases datang ke
IGD ditempatkan terpisah dengan pasien lainnya. Untuk ruang
perawatannya akan ditempatkan dalam ruang
yang terpisah dan tersendiri ataupun dapat digunakan sistem
kohorting.
c. Untuk alur transportasi pasien infeksi di RSUD Manggelewa tidak
ada alur khusus. Saat pasien akan dipindahkan ke ruang isolasi,
pasien akan diwajibkan menggunakan masker bedah. Batasi
seminimal mungkin transportasi pasien dan bila terpaksa harus
mempertahankan prinsip kewaspadaan isolasi.
d. Transportasi pasien yang akan dirujuk ke rumah sakit rujukan
menggunakan ambulance rumah sakit dan pembersihan ambulance
setelah merujuk pasien dilakukan sesuai dengan prosedur yang
ditetapkan.
e. Pembersihan ruang isolasi dilakukan setelah pembersihan ruang
perawatan umum dengan menggunakan bahan desinfektan. Setelah
pasien dinyatakan pulang, pembersihan ruangan dilakukan dengan
tehnik general cleaning dengan desinfektan clorine 0.5% yang telah
ditetapkan oleh komita PPI.
f. Pembersihan ruangan yang terkena tumpahan cairan tubuh pasien
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
g. Pembersihan rutin ruang perawatan maupun ruang isolasi dilakukan
sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
h. Batasi pengunjung pasien, setiap pengunjung harus dilakukan
edukasi penggunaan APD, kebersihan tangan dan etika batuk sesuai
dengan prosedur yang ditetapkan.
i. Monitoring terhadap penempatan pasien, proses transfer pasien serta
monitoring ruang tekanan negatif (ruang isolasi) dilakukan secara
berkala.
j. Khusus penanganan pada pasien infeksi menular jika akan
melakukan tindakan operasi, maka tindakan operasi akan
dilakukan/dijadwalkan pada akhir keseluruhan tindakan
operasi pada hari itu.
k. Apabila dalam waktu 6 jam tidak tersedia ruang rawat inap (isolasi)
atau bila terjadi outbreak, pasien akan dirujuk ke
rumah sakit rujukan yang memiliki fasilitas ruang bertekanan
negatif.
l. Semua petugas yang memberikan pelayanan kepada pasien dengan
penyakit infeksi menular diberikan edukasi terkait pengelolaan pasien
infeksius penyakit infeksi air borne.
3. Rumah Sakit mengatur penempatkan pasien infeksi ”air bone”
dalam waktu singkat jika RS tidak mempunyai kamar dengan tekanan
negatif, termasuk di ruang gawat darurat dan ruang lainnya
4. Rumah sakit menerapkan proses pengelolaan pasien bila
terjadi ledakan pasien (outbreak) penyakit infeksi airbone, yaitu di isolasi
lantai 1 samping ruangan penyakit dalam
5. Rumah sakit menyediakan ruang isolasi dengan tekanan negatif bila
terjadi ledakan pasien (outbreak) sesuai dengan peraturan perundangan.

6. Edukasi kepada staf tentang pengelolaan pasien infeksius jika terjadi


ledakan pasien (outbreak ) penyakit infeksi airborne.

Pasal 13

Kebersihan Tangan
1. Rumah sakit menetapkan regulasi kebersihan tangan yang mencakup
kapan, dimana dan bagaimana melakukan kebersihan tangan serta
ketersediaan fasilitas kebersihan tangan.
2. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas yang ada di RSUD
Manggelewa
3. Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek membersihkan tangan
dengan menggunakan sabun/antiseptik dan air mengalir atau
menggunakan handrub, sesuai dengan panduan kebersihan tangan yang
dikembangkan rumah sakit berdasarkan pedoman internasional (WHO)
maupun pedoman nasional (Kemenkes).
4. Penerapan praktek kebersihan tangan oleh petugas rumah sakit
berpedoman pada 5 moment kebersihan tangan wajib
dilaksanakan (sesuai WHO) dan 6 langkah prosedur kebersihan
tangan.
5. 5 moment kebersihan tangan (five moment hand hygiene) :
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik
c. Setelah terkena cairan tubuh pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
6. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada pasien, keluarga
dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses
penerimaan pasien baru terdokumentasi pada rekam medis pasien.
7. Setiap petugas wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang
diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai
prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan
berkelanjutan.
8. Komite PPI melakukan monitoring kepatuhan pelaksanaan
kebersihan tangan yang dilakukan setiap harinya oleh IPCLN
terlatih dengan sasaran audit pada :
a. Dokter
b. Perawat dan Bidan
c. Penunjang medis (petugas gizi, petugas lab dan petugas
radiologi)
d. Penunjang non medis (cleaning service)
9. Rumah sakit menetapkan regulasi penggunaan alat pelindung diri,
tempat yang harus menyediakan alat pelindung diri dan pelatihan cara
memakainya.
10. Pengelolaan, perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasi alat
pelindung diri (APD) dilakukan oleh komite PPI bersama Tim K3RS,
Instalasi Farmasi, Unit Pengguna dan Unit pengadaan rumah sakit.
11. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dengan
selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap kegiatan medik
sehingga tepat, efektif dan efisien.
12. Komite PPI melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan
APD sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan
efektivitasnya.
13. Setiap petugas wajib mengikuti pelatihan penggunaan alat pelindung
diri diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan

Pasal 14

Peningkatan Mutu dan Program Edukasi


1. Regulasi sistem manajemen data terintegrasi antara data
surveilans dan data indikator mutu di komite penyelenggara
mutu.
2. RS melakukan pertemuan berkala antara komite penyelenggara mutu dan
komite PPI untuk berkoordinasi dan didokumentasikan.
3. Penyampaian hasil analisis data dan rekomendasi dari komite PPI
kepada komite mutu setiap 3 bulan
4. Semua kejadian HAIs yang terjadi akibat pelayanan rumah sakit
dilaporkan juga ke KPRS
5. Penyampaian hasil analisis yang berasal dari kegiatan pengukuran mutu
disampaikan ke seluruh unit rumah sakit sebagai bagian dari edukasi
berkala rumah sakit.
Pasal 15

Edukasi, Pendidikan dan Pelatihan


1. Rumah sakit melakukan edukasi tentang PPI kepada staf klinis dan non
klinis, pasien, keluarga pasien, serta petugas lainnya yang terlibat
dalam pelayanan pasien.
2. Program PPI terkait tentang pelatihan PPI meliputi pelatihan untuk :
a. Orientasi pegawai baru baik staf klinis maupun non klinis
b. Staf klinis (profesional pemberi asuhan) secara berkala
c. staf non klinis
d. Pasien, keluarga dan
e. pengunjung
3. Pendidikan dan pelatihan PPI yang diberikan untuk seluruh staf
dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh bagian Diklat,
SDM bekerjasama dengan Komite PPI, untuk menjamin setiap petugas
yang bekerja di rumah sakit memahami dan mampu melaksanakan
program PPI rumah sakit khususnya kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi.
4. Pendidikan/edukasi PPI untuk pasien, keluarga dan pengunjung ;
a. Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang
PPIRS.
b. Pasien rawat inap diedukasi oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk, meliputi kebersihan tangan, penggunaan APD dan etika batuk
yang terdokumentasi di status rekam medis pasien.
c. Pengunjung diedukasi oleh Komite PPI tentang PPIRS dilakukan
bekerjasama dengan Tim PKRS.
d. Tersedianya leaflet, poster, banner sebagai media edukasi.
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 16

Peraturan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Manggelewa
Pada Tanggal :

Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Manggelewa

dr. Laela Soraya


NIP 19861204 201101 2 003
LAMPIRAN

PERATURAN DIREKTUR NOMOR


.........TAHUN 2023 TENTANG
PEDOMAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI RSUD
MANGGELEWA

DAFTAR ISI

1. BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan
2
C. Ruang Lingkup…………………………………
2
D. Batasan Operasional ………………………………………
3
E. Landasan Hukum
4
2. BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sdm
5
B. Struktur Organisasi
6
C. Koordinasi/Tatalaksana PPI
11
3. BAB III STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
12
B. Alur Penyediaan Sarana Pendukung Program PPI
14
4. BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Konsep Dasar Penyakit
15
B. Pelaksanaan PPI Di RS
23
C. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
74
D. Surveilans RS
93
E. Unit Pelayanan Sterilisasi
121
F. Pengelolaan Linen RS
141
G. Pengendalian Lingkungan RS
157
H. Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Infeksi Menular Dan
Pengelolaan Pasien Dengan Penyakit Infeksi Menular
168
I. Pengendalian Resistensi Antimikroba

171
J. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Instalasi Gizi

174
K. Petunjuk PPI Untuk Pengunjung …………………

197
L. Panduan Penilaian Risiko Akibat Dampak
Renovasi/Konstruksi RS
193
M. Kesiapan Menghadapi Pandemi Penyakit Menular

217
N. Pengembangan
SDM……………………………………
220

5. BAB V LOGISTIK
223
6. BAB VI KESEHATAN KARYAWAN, PERLINDUNGAN PETUGAS
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Pajanan Pada Petugas Kesehatan
224
B. Program Kesehatan Pada Petugas Kesehatan
226
7. BAB VII PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN PPI DI RS
A. Angka Kejadian Infeksi RS
227
B. Kepatuhan Petugas Dalam Melakukan Kebersihan Tangan
228
C. Kepatuhan Petugas Dalam Menggunakan Apd Sesuai
Standar
228
D. Pemeriksaan Mikrobiologi
228
E. Pengelolaan Limbah RS
228
F. Angka Kejadian Petugas Terkena Pajanan
228
G. Pemilahan Linen Sesuai Standar
228
8. BAB VII PENUTUP
22
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan suatu kegiatan manajemen
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta pembinaan dalam upaya
mencegah terjadinya infeksi di pelayana kesehatan dengan melibatkan seluruh
personil di pelayanan kesehatan.
HAIs (Healthcare Associated Infection) adalah infeksi yang terjadi selama
proses perawatan dirumah sakit atau fasilitas kesehatan lain, dimana pasien
tidak ada infeksi atau dalam masa inkubasi termasuk infeksi didapat dirumah
sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi pada petugas kesehatan
yang terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi di pelayanan kesehatan yang menurut CDC terjadi 1.7
milion/tahun dan angka kematiannya mencapai 99.000/tahun.
Infeksi rumah sakit (HAIs) dan infeksi dari pekerjaan merupakan masalah
yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat. Umpamanya, tingkat
infeksi nasokomial berkisar dari serendah 1% diberapa Negara di Eropa dan
Amerika sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika sub- Sahara
(Lynch dkk 1997) Angka Infeksi Rumah Sakit terus meningkat (Al Varado,
2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien
rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Hasil survey point prevalensi dari 11
rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah
Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003
didapatkan angka Infeksi Rumah Sakit untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)
18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
26,4%,

1
Pnemonia 24,5% dan infeksi saluran nafas lain 15,1%, serta infeksi lain 32,1%.

Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya


infeksi rumah sakit, SDM perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar
dari program PPI yang nantinya diterapkan dalam memberikan pelayanan
kesehatan. Sehingga pedoman PPI RSUD Manggelewa ini dibuat untuk dapat
digunakan sebagai acuan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi
B. Tujuan
1. Tujuan umum:
Mempersiapkan rumah sakit dan fasilitas kesehatan lain dengan sumber
dayanya untuk mencegah dan mengendalikan infeksi nasokomial serta
melindungi pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah sakit
dan fasilitas kesehatan lain dari kejadian infeksi dengan mempertimbangkan
cost efektif.
2. Tujuan khusus :
a. Sebagai panduan dalam melaksanakan program PPIRS
b. Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di RS mengenai :
1) Konsep dasar penyakit infeksi
2) Fakta-fakta penting beberapa penyakit menular
3) Kewaspadaan isolasi
4) Pelaksanaan PPIRS
5) Petunjuk PPI untuk pengunjung
6) Kesiapan menghadapi pandemi penyakit menular

C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan RSUD Kab.
Dompu dan seluruh unit dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
pada setiap tindakan pelayanan kesehatan.
Ruang lingkup program PPI meliputi penerapan PPI terkait pelayanan
kesehatan (HAIs) berupa langkah yang harus dilakukan untuk mencega

2
terjadinya HAIs (bundles), surveilans HAIs, penerapan kewaspadaan isolasi,
pendidikan dan pelatihan serta penggunaan antimikroba yang bijak. Disamping
itu dilakukan monitoring melalui ICRA, audit dan monitoring lainnya secara
berkala.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional dibawah ini merupakan batasan istilah yang dipandang sesuai
dengan kerangka konsep pencegahan dan pengendalian infeksi.
1. Healthcare – Associated Infections (HAIs)
Adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas
pelayanan kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi
saat pasien masuk RS. Infeksi juga mencakup infeksi yang didapat di RS tetapi
baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi akibat kerja pada tenaga
kesehatan.
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Adalah suatu proses pencegahan serta pengendalian terhadap infeksi tertentu
yang dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs) baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.
3. Kewaspadaan Isolasi
Adalah kewaspadaan yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi
penyakit menular pada petugas kesehatan ataupun pada pasien dengan
menerapkan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang dideseminasikan sacara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
5. Komite

3
Adalah organisasi PPI yang disusun agar dapat mencapai tujuan dari
penyelenggaraan PPI yang terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.

6. Tim PPI
Adalah organisasi PPI yang berada dibawah Komite PPI, keanggotaannya terdiri
dari ketua (IPCD) Infection Prevention and Control Docter), IPCN (Infection
Prevention and Control Nurse) dan IPCLN (Infection Prevention and Control Link
Nurse).

E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pencegahan dan
pengendalian infeksi di RSUD Manggelewa ini memerlukan peraturan perundang-
undangan pendukung. Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan
adalah sebagai berikut :

1. Undang-Undang RI No 29 tahun 2004 tentang praktik kedokteran (lembaran


negara RI tahun 2004 No 116, tambahan lembaran negara RI No 4431)
2. Undang-Undang RI No 36 tahun 2009 tentang kesehatan (lembaran negara RI
tahun 2009 no 144, tambahan lembaran negara RI no 5064)
3. Undang-Undang RI no 44 tahun 2009 tentang rumah sakit (lembaran negara RI
tahun 2009 no 153, tambahan lembaran negara RI no 5072)
4. Permenkes RI no 1054/Menkes/Per/XI/2006 tentang pedoman organisasi
rumah sakit di lingkungan departemen kesehatan
5. Permenkes RI nomor 1144/Menkes/Per/VIII/2010 tentang organisasi dan tata
kerja departemen kesehatan
6. Kepmenkes RI nomor 1333/Menkes/SK/XII/1999 tentang Standar
Pelayanan Rumah Sakit
7. Kepmenkes RI nomor 1204/Menkes/SK/III/2007 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit
8. Kepmenkes RI nomor 129/Menkes/SK/II/2008 tentang standar pelayanan
minimal RS

4
9. Permenkes RI nomor 27/Menkes/SK/VI/2017 tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Fasilitas Kesehatan

10. Peraturan Menteri Kesehatan Lingkungan Hidup No 56 tahun 2015 tentang tata
cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
dari fasilitas pelayanan kesehatan (berita negeri republik Indonesia tahun 2016
nomor 598)

5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN

A. Kualifikasi Sumber Daya Manusia


1. Pola ketenagaan dan kualifikasi dari Komite PPI terdiri dari :
a. Ketua (IPCD/Infection Prevention and Control Docter) adalah dokter yang
mempunyai minat, kepedulian dan pengetahuan, pengalaman, mendalami
masalah infeksi, mikrobiologi klinik, atau epidemiologi klinik.
b. Sekretaris (IPCN/Infection Prevention and Control Nurse) adalah seorang
perawat yang senior, yang disegani, berminat, mampu memimpin dan aktif.
c. Anggota dapat terdiri dari :
1) Dokter wakil dari tiap KSM (kelompok staf medis)
2) Dokter patologi klinik
3) Petugas laboratorium
4) Petugas farmasi
5) Perawat PPI
6) Petugas unit pelayanan sterilisasi
7) Petugas laundry
8) Petugas RT/rumah tangga dan armada
9) Petugas kebersihan / Cleaning Service
10) Petugas K3
11) Petugas kamar jenazah
12) Tim TB DOTs
13) Tim HIV
d. Semua Komite PPI mempunyai minat dalam PPI
e. Semua Komite PPI pernah mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar
PPI
2. Pola ketenagaan dari Tim PPI terdiri dari :
a. Tim PPI terdiri dari IPCD, perawat PPI/IPCN dan satu dokter PPI
setiap 5 perawat PPI

6
b. Rumah sakit harus memiliki IPCN yang bekerja purna waktu, dengan
ratio 1 IPCN untuk setiap 100-150 tempat tidur di rumah sakit
c. Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa IPCLN dari tiap unit,
terutama yang beresiko terjadinya infeksi
d. Masing-msing unit perawatan memiliki IPCLN
e. IPCD/ Infection Prevention and Control Docter dengan kriteria :
1) Ahli/dokter yang mempunyai minat dalam PPI
2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
3) Memiliki kemampuan leadership
f. IPCN (Infection Prevention and Control Nurse), dengan kriteria :

1) Perawat dengan pendidikan minimal D3/S1 dan memiliki


sertifikasi pelatihan PPI

2) Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian


infeksi
3) Memiliki pengalaman sebagai kepala ruangan atau setara
4) Memiliki kemampuan leadership, inovatif dan confident
5) Bekerja purna waktu
g. IPCLN (Infection Prevention and Control Link Nurse), dengan criteria :
1) Perawat dengan pendidikan minimal D3 dan memiliki sertifikasi
PPI
2) Memiliki komitmen di bidang pencegahan dan pengendalian
infeksi
3) Memiliki kemampuan leadership

7
B. Struktur Organisasi Komite PPI

DIREKTUR
dr. Laela Soraya

KETUA PPI
dr. Nurrahmawati

IPCN
St. Ramlah S.Kep.Ns

IPCLN ANGGOTA PPI Lainnya


1. Ijnah Amd.Kep 1. Qusta,yun, Amd. Keb
2. Nelly Argarini 2. Khaerunnisa Purga, Amd. RMIK
S.Kep.Ns 3. Nurfitriani Febryanti. S.Tr.Keb
3. Satria Rangga Buana 4. Apt. Erni Wahyuni. S.Farm
Amd.Kep 5. Ema Siska Ajeng Pratiwi. Amd.Farm
4. Khairuddin S.Kep.Ns 6. Ditha Eka Putri. AMF
5. Haerul Ansas 7. Emilia Solihah, AMd. Gz
S.Kep.Ns 8. Muhammad Rahmadin, Amd TEM
9. Sofian, A.md, KL
10. Puji Liestari, A.md AK
11. Hurul Ain, S.E
12. Eki Putri Wahyuningsih, Amd. AK
13. Afrida Veronika, Amd.Rad

8
1. Uraian Tugas
a. Direktur RSUD Manggelewa
1) Membentuk komite dan tim PPIRS dengan surat keputusan
2) Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya PPI
3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.
4) Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nasokomial
5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian
infeksi nasokomial berdasarkan saran dari komite/tim PPIRS
6) Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan
desinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari tim PPIRS

9
7) Mengesahkan SPO untuk PPIRS
8) Dapat menutup suatu unit perawatan atau instansi yang dianggap
potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan
berdasarkan saran dari tim PPIRS
9) Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas difasilitas pelayanan kese
hatan, terutama bagi petugas yang berisiko tertular infeksi minimal 1
tahun sekali, dianjurkan 6 bulan sekali.

b. Komite PPI
1) Komite PPI terdiri dari :
a) Ketua PPI yaitu dokter IPCD / Infection Prevention and Control Docter
b) Sekretaris PPI yaitu perawat IPCN / Infection Prevention and Control Nurse
c) Anggota yang terdiri dari : dokter dari tiap KSM, Tim DOTs, Tim HIV,
laboratorium, farmasi, perawat PPI/IPCN, unit pelayanan
sterilisasi, Laundry, Petugas Gizi, House Keeping, K3, instalasi
pemeliharaan rumah sakit/rumga, petugas kamar jenazah.
2) Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI secara umum :

a) Menyusun dan menetapkan difinisi terkait pencegahan dan pengendalian


infeksi dilayanan kesehatan
b) Menyusun, menetapkan dan mengevaluasi kebijakan PPI
c) Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami
dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit
d) Membuat SPO PPI
e) Menyusun, melaksanakansurveilans dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI
f) Membuat program / strategi dalam menangani risiko PPI
g) Bekerjasama dengan tim PPI dalam melakukan investigasi, menetapkan dan
melaksanakan penanggulangan masalah atau KLB Infeksi Rumah Sakit

10
h) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan
dan pengendalian infeksi
i) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit tentang PPI
j) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
bagi yang menggunakan

k) Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk


meningkatkan kemampuan sumber daya manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI
l) Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan
m) Menerima laporan dari tim PPI dan membuat laporan kepada direktur
n) Berkoordinasi dengan unit terkait lain dalam PPI antara lain :
(1) Tim pengendalian resistensi antimikroba dalam penggunaan antibiotika yang
bijak di rumah sakit berdasarkan pola kuman dan resistensinya terhadap
antibiotic dan menyebarluaskan data resistensi antibiotic
(2) Tim kesehatan dan keselamatan kerja (K3) untuk menyusun kebijakan
(3) Tim keselamatan pasien dalam menyusun kebijakan clinical governance and
patient safety.

o) Mengembangkan, mengimplementasikan dan secara periodik mengkaji kembali


rencana manajemen PPI apakah telah sesuai kebijakan manajemen rumah
sakit.

p) Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan pengadaan alat


dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat
dan linen sesuai dengan prinsip PPI

q) Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensial


menyebarkan infeksi

r) Melakukan pengawasan terhadap tindakan – tindakan yang menyimpang dari


standar prosedur / monitoring surveilans proses

s) Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan infeksi


bila ada KLB dirumah sakit.
3) Sub Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI
Tugas Ketua PPI
a) Bertanggung jawab atas:
11
(1) Terselenggaranya dan evaluasi program PPI
(2) Penyusunan rencanast rategis program PPI
(3) Penyusunan pedoman manajerial dan pedoman PPI
(4) Tersedianya SPO PPI
(5) Penyusunan dan penetapan serta mengevaluasi kebijakan PPI
(6) Memberikan kajian KLB infeksi di rumah sakit
(7) Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI
(8) Terselenggaranya pengkajian pencegahan dan pengendalian risiko infeksi
(9) Terselenggaranya pertemuan berkala
b) Melaporkan kegiatan Komite
Tugas Sekretaris Komite PPI
1) Memfasilitasi tugas ketua komite PPI
2) Membantu koordinasi
3) Mengagendakan kegiatan PPI
Tugas Anggota Komite PPI

Tugas IPCD

a) Berkontribusi dalam pencegahan, diagnosis dan terapi infeksi yang benar


b) Turut menyusun pedoman penggunaan antibiotika dan surveilans
c) Turut serta membuat strategi /program PPI
d) Mengidentifikasi dan melaporkan polakuman dan pola resistensi
antibiotik
e) Bekerjasama dengan perawat PPI untuk memonitor kegiatan surveilans
infeksi dan mendeteksi serta menyelidiki KLB. Bersama komite PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi, membuat laporan tertulis hasil
investigasi dan melaporkan kepada pimpinan rumah sakit.
f) Membimbing dan mengadakan pelatihan PPI bekerjasama dengan bagian
Diklat di rumah sakit
g) Turut memonitor cara kerja tenaga kesehatan dalam merawat pasien

12
h) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Tugas dari IPCN

a) Melakukan kunjungan kepada pasien yang berisiko diruangan setiap hari


untuk mengidentifikasi kejadian infeksi pada pasien dirumah sakit

b) Memonitor pelaksanaan PPI, penerapan SPO dan memberikan saran


perbaikan bila diperlukan

c) Melaksanakan surveilans infeksi dan melaporkan kepada ketua komite dan


ketua Tim PPI
d) Turut serta melakukan kegiatan mendeteksi dan investigasi KLB
e) Memantau petugas kesehatan yang terpajan bahan infeksius / tertusuk bahan
tajam bekas pakai untuk mencegah penularan infeksi.

f) Melakukan deseminasi prosedur kewaspadaan isolasi dan memberikan


konsultasi tentang PPI yang diperlukan pada kasustertentu yang terjadi di RS
g) Melakukan audit PPI dengan menggunakan daftar tilik
h) Memonitor pelaksanaan pedoman penggunaan antibiotic bersama
komite/tim PPRA

i) Mendesain, melaksanakan, memonitor, mengevaluasi dan melaporkan


surveilans infeksi yang terjadidi fasilitas pelayanan kesehatan bersama tim PPI
j) Memberikan motivasi kepatuhan pelaksanaan program PPI
k) Memberikan saran dan desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI

l) Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang PPI


m) Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pasien, keluarga dan
pengunjung tentang topic infeksi yang sedang berkembang atau infeksi
dengan insiden tinggi

n) Sebagai coordinator antardepartemen / unit dalammendeteksi, mencegah


dan mengendalikan infeksi di rumahsakit
o) Memonitoring dan evaluasi peralatan medissingle use yang di re-use

13
Tugas IPCLN
a) Mencatat data surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing
b) Memberikan motivasi dan mengingatkan tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan diunit
rawatnya masing-masing
c) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
kewaspadaan isolasi.
d) Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya Infeksi Rumah
Sakit pada pasien
e) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan
bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang
harus dijalankan bila belum paham
f) Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan pengunjung
dan konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan.
Tugas Anggota Lainnya :

a) Bertanggung jawab kepada ketua komite PPI dan berkoordinasi dengan unit
terkait lainnya dalam penerapan PPI
b) Memberikan masukan pada regulasi PPI

C. Koordinasi/Tatalaksana Dalam Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi


1. Seorang dokter sebagai perwakilan dari SMF sebagai ketua PPI menerima laporan
dari sekretaris PPI yang kemudian ditindak lanjuti dengan memberikan saran
kepada direktur yang berhubungan dengan PPI, memberikan konsultasi kepada
semua unit RS tentang pelaksanaan program PPI
2. Perwakilan perawat anggota bagian PPI/ IPCLN melakukan pemantauan dan
pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan PPI serta bertanggung jawab dengan
kelengkapan pengisian formulir PPI dan pengumpulan formulir PPI bila terjadi
Infeksi Rumah Sakit atau kejadian luar biasa di

14
unit kerjanya dengan sepengetahuan kepala unit kerjanya, melaporkan secara
lisan dan tertulis kepada sekretaris PPI/IPCN yang kemudian akan dilaporkan
ke ketua komite PPI untuk ditindak lanjuti.
3. Tata laksana PPI di unit-unit terkait seperti : pelayanan sterilisasi, linen
dan laundry, pelayanan gizi, pengelolaan limbah dan air bersih, pemeliharaan
mesin pendingin, mengacu pada prosedur kerja di unit masing-masing, dan
apabila terjadi peyimpangan hasil dari pelaksanaan program PPI, koordinator
dari unit terkait melaporkan hasil tersebut kepada perawat PPI / IPCN
4. Hasil pelaksanaan tugas beserta evaluasi, rekomendasi dan tindak
lanjutnya dilaporkan kepada direktur melalui tim quality assurence

15
BAB III
STANDAR FASILITAS

A. Standar Fasilitas
Agar kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Manggelewa
dapat berjalan optimal, maka perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang
mendukung pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi
diantaranya :
1. Ruang PPI
Ruang PPI diperuntukkan untuk penyimpanan dokumentasi terkait
pelaksanaan program PPI. Sarana yang ada di ruang PPI terdiri dari :
a. 1 buah meja
b. 2 buah kursi
c. 1 buah pesawat telephone
d. 1 buah rak buku
e. 1 buah laptop
f. 1 buah printer
g. 1 buah tempat sampah
2. Sarana Cuci Tangan
Sarana untuk mencuci tangan yang disediakan terdiri dari :

a. Wastafel, sabun dan tisu


b. Handrub
c. Brosur cuci tangan
Sarana cuci tangan disediakan diseluruh area rumah sakit sesuai dengan
kebutuhannya. Setiap sarana cuci tangan yang disediakan selalu
dilengkapi dengan brosur cuci tangan.
3. Tempat pembuangan sampah
Tempat sampah disediakan di seluruh area rumah sakit sesuai dengan
katagori jenis sampah yang dihasilkan dan sesuai dengan kebutuhan.
Tempat sampah yang disediakan diantaranya :
a. Tempat sampah non infeksius
b. Tempat sampah infeksius

16
c. Tempat sampah benda tajam
d. Tempat sampah organic dan non organic untuk di halaman
rumah sakit

4. Plastik
Plastik yang disediakan ini digunakan untuk mengumpulkan sampah
sesuai dengan katagorinya serta untuk pengumpulan linen kotor. Adapun
plastik yang disediakan adalah plastik yang berwarna kuning dan plastik
yang berwarna hitam

5. Alat Pelindung Diri


Alat pelindung diri disediakan di masing-masing unit sesuai dengan
kebutuhan. APD yang disediakan adalah :

a. APD untuk melaksanakan dekontaminasi peralatan perawatan pasien yang


terdiri dari :
1) Sarung tangan rumah tangga
2) Masker
3) Apron
4) Kacamata

b. APD untuk memberikan pelayanan pada pasien infeksi menular yang terdiri
dari :
1) Masker N95
2) Masker bedah
3) Gaun

c. APD untuk peracikan obat disediakan sarung tangan dan masker


d. APD untuk petugas RM adalah masker
e. APD untuk peramu kebersihan yang terdiri dari :
1) Sarung tangan rumah tangga
2) Masker
3) Sepatu boat
4) Apron

17
f. APD untuk pelayanan gizi terdiri dari

18
1) Sarung tangan
2) Celemek
3) Tutup kepala
4) Sepatu / sandal yang tertutup bagian depan
6. Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Di RSUD Manggelewa memiliki tempat pembuangan sampah sementara
yang terdiri dari :
a. Tempat sampah infeksius
b. Tempat sampah non infeksius
c. Tempat sampah organic
d. Tempat sampah B3

B. Alur Penyediaan Sarana Pendukung Program PPI


Dalam penyediaan sarana pendukung program PPI di masing-masing unit
akan menyiapkan sesuai dengan kebutuhan. Peranan Komite adalah member
masukan jika ada sarana yang kurang serta memantau ketersediaan sarana
pendukung program PPI yang ada dilapangan.

19
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN

A. Konsep Dasar Penyakit Infeksi


Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
termasuk Indonesia. Ditinjau dari asalat audi dapatnya infeksi dapat berasal dari
komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit
(Hospital Aquired Infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah Infeksi Rumah
Sakit. Dengan berkembangnya system pelayanan kesehatan khususnya dalam bidang
perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya di rumah sakit saja, melainkan
juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di rumah
(home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan
tindakan sesuai dengan prosedur yang berpotensi untuk menularkan penyakit
infeksi, baik bagi pasien yang lain atau bahkan pada petugas kesehatan itus endiri.
Karena sering kali tidak bias secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang
istilah Infeksi Rumah Sakit (Hospital acquired Infection) diganti dengan istilah baru
yaitu“ Health care associated infection “ (HAIs) dengan pengertian yang lebih luas
tidak hanya dirumah sakit tetapi juga di fasilitas pelayanan kesehatan lainnya. Juga
tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi juga infeksi kepada petugaskesehatan
yang didapat pada saatmelakukantindakankeperawatanpasien. Khusus untuk infeksi
yang terjadi atau didapat dirumah sakit, selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah
sakit (Hospital Infection).
Untuk dapat memastikan adanya infeksi terkait pelayanan kesehatan HAIs serta
menyusun strategi pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan pengertian
infeksi, infeksi terkait pelayanan kesehatan (HAIs), rantai penularan infeksi, jenis
HAIs dan factor risikonya.

20
1. Beberapa Batasan / Definisi
a. Infeksi :merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi terkait pelayanan
kesehatan HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dimana ketika pasien masuk tidak ada tanda infeksi
dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi
muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas
rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
2. Rantai Infeksi (chain of infection)
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan. Kejadian infeksi dapat disebabkan oleh 6
komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak,
maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan
sehingga terjadi penularan tersebut adalah :
a. Agen infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan
parasit. Ada tiga factor pada agen penyebab yang mempengeruhi terjadinya
infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah. Makin cepat diketahui agen
infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin
cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangan bias dilaksanakan.
b. Reservoir atau tempat dimana agen hidup, tumbuh, berkembangbiak,
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, alatmedis, tanah, air dan bahan – bahan
organic lainnya. Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lender saluran
pernafasan atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane mukosa,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lainnya

21
d. Metode Transmisi (cara penularan) adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir kepenjamu yang rentan. Ada
beberapa metode penularan yaitu : (1) kontak langsung atau tidak
langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui venikulum, (5) melalui
vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk bias melalui saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak
utuh.
f. Penjamu rentan (susceptiblehost) yang suseptibel adalah orang yang
tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi
serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat
mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan atau
immunosuresan,. Factor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis
kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
3. Jenis dan factor risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan meliputi :

a. Jenis HAIs yang paling sering terjadi di rumah sakit mencakup :


1) Infeksi Aliran Darah (IAD)
2) Infeksi Saluran Kemih (ISK)
3) Infeksi Daerah Operasi (IDO)
4) VAP (Ventilation Acuired Pneumonia)
b. Faktor Risiko HAIs meliputi :
1) Umur ; neonatus dan lansia lebih rentan
2) Status imun yang rendah/terganggu (imuno-compramais) ;penderita dengan
penyakit kronik, penderita dengan keganasan, obat-obat imunosupresan
3) Interupsi barier anatomis :
a) Kateterurin : meningkat kan kejadian ISK
b) Prosedur operasi : dapat menyebabkan ILO

22
c) Intubasi pernafasan : meningkatkan kejadian VAP (Ventilation Acuired
Pneumonia)
d) Kanula vena dan arteri ; menimbulkan ILI ( infeksiluka infuse) /
blood stream infection “BSI”
e) Luka bakar atau trauma
f) Implantasi benda asing : pemakaian mesh pada operasi hernia, pemakaian
implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung, “cerebrospinal
fluid shunts” dan “valvular/vascular prostheses”
g) Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijak
dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya
bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.
4. Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Terdiri Dari ;
a. Peningkatan daya tahan penjamu. Daya tahan penjamu dapat meningkat
dengan pemberian imunisasi aktif contoh vaksinasi Hepatitis B atau
pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh
b. Inaktivitas agen penyebab infeksi. Inaktivitas agen infeksi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat
bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang
telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu
kewaspadaan isolasi .
d. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan. Hal
ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui
darah dan cairan tubuhl ainnya, yang sering terjadi karena luka tususk jarum
bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian
adalah hepatitis B, hepatitis C dan HIV.

23
5. Fakta – Fakta Penting Penyakit Menular
Fakta-fakta mengenai beberapa penyakit menular yang perlu diketahui.
Sebagai illustrasi akan dibahas beberapa penyakit yang mewakili cara penularan
yang berbeda dan dapat menimbulkan dampak yang sangat penting bagi
kesehatan masyarakat. Dengan memahami fakta-fakta penyakit tersebut,
khususnya tentang cara penularannya diharapkan dapat mempraktekan cara
pencegahannya.

a. Influenza
Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernafasan,
ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza,lesu dan batuk. Penyebabnya
adalah Virus influenza A, B dan C, Tipe A terdiri dari banyak subtype terkait
dengan potensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) atau epidemic/
pendemi. Ada subtype yang menyerang unggas dan mamalia. Bila
terjadipercampuranantara dua subtype dapat terjadi subtype baru yang sangat
virulen dan mudah menular serta berpotensi menyebabkan pandemic.
1) Epidemologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim
penghujan di wilayah 2 musim dan pada musim dingin diwilayah 4
musim biasa terjadi epidemic tahunan berulang yang disebabkan oleh
virus yang mengalami “antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemic
global akibat virus yang mengalami “antigenic shift”. Cara penularan
melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontaminasi.
Masa inkubasi biasanya 1-3 hari. Gejala klinis yang ditampakkan adalah
gejala influenza yang umum adalah demam, nyeriotot dan malise. Biasanya
influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Masa penularan
mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala klinis,
pada anak muda bias sampai 7 hari. Kerentanan dan kekebalan infeksi
serta vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik. Lamanya
antibody bertahan

24
paska infeksi dan luasnya spectrum kekebalan tergantung tingkat perubahan
antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.

2) Cara pencegahan
(a) Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan
penulanran melalui batuk, bersin dan kontak tidak langsung melalui
tangan dan selaput lender saluran pernafasan
(b) Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin
sama atau mirip dengan starin virus yang sedang musim. Pada orang
usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya penyakit, kejadian
kompliaksi dan kematian.

(c) Obat anti virus (penghambat meuraminidasese perti oseltamivir dan


penghambat M2 channel rimantadin, amantadin) dapat dipertimbangkan
terutama pada mereka yang berisiko mengalami komplikasi (orang
tua, orang dengan penyakit jantung/ parumenahun). Akhir-
akhir ini dilaporkan terjadinya resistensi terhadap aman tadinrimantadin
yang semakin meningkat.

(d)Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat epidemic
isolasi perlu dilakukan terhadap pasien dengan cara menempatakan mereka
secara kohort.

b. HIV-AIDS
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebakan penurunan
kekebalan tubuh akibat terserang virus human Immunideficiency Virus (HIV).
Penyebabnya Human Immunodeficiency Virus, sejenis retrovirus yang terdiri atas 2
tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2).

Cara penularan HIV menular dari orang ke orang melalui kontak seksual
yang tidak dilindungi baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum
suntik yang terkontaminasi, kontak kulit yang lecet

25
dengan bahan infeksius, tranasfusi darah atau komponenya yang terinfeksi,
transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35 % bayi yang lahir dari ibu yang
HIV (+) terinfeksi melalui placenta dan hamper 50% bayi yang disusui oleh ibu
yang HIV (+) dapat tertular. Penularan juga dapat terjadi pada petugas
kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.

Masa inkubasi bervariasi tergantung usia dan pengobatan anti virus.


Waktu antara terinfeksi dan terdeteksi antibody sekitar 1-3 bulan namun untuk
terjadinya AIDS sekitar<1 tahun hingga> 15 tahun. Tanpa pengobatan
efektif, 50% orang dewasa yang terinfeksi akan menjadi AIDS dalam waktu 10
tahun. Gejala klinis biasanya tidak ada gejala klinis yang khusus pada orang
yang terinfeksi HIV dalam waktu 5-10 tahun setelah terjadi penurunan sel CD4
secara bermakna baru AIDS mulai berkembang dan menunjukan gejala-gejala
seperti : penurunan BB secara drastis, diare yang berkelanjutan, pembesaran
kelenjar leher dan atau ketiak dan batuk terus menerus. Gejala klinis tergantung
pada stadium klinis dan jenis infeksi opurtunistik yang terjadi. Pengobatan
dilakukan dengan pemberian antivirus (Highly active antii Retroviral therapy,
HAART) dengan 3 obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan
hidup pasien HIV. Angka kematian dinegara maju menurun 80% sejak
digunakannya kombinasi obatan tivirus. Masa penularan tidak diketahui pasti,
diperkirakan mulai sejak segera setelah terinfeksi dan berlangsung seumur
hidup.Kerentanan dan kekebalan diduga semua orang rentan. Pada penderita
PMS dan pria yang tidak dikhitan kerentanan akan meningkat.

1) Cara pencegahan Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa
perlindungan, menghindari penggunaan alat suntik bergantian, melakukan
praktek transfuse dan donor organ yang aman serta praktek medis dan prosedur
laboratorium yang memenuhi standart.

26
Profilaksis paska pajanan

(a) Kemungkinan seorang indvidu tertular setelah terjadi pajanan tergantung


sifat pajanan dan kemungkinan sumber pajanan telah terinfeksi. Luka
tusukan jarum berasal dari pasien terinfeksi membawa resiko rata-rata
penularan 3/1000; resiko meningkat bila luka cukup dalam, tampak darah
dalam jarum dan bila jarum suntik ditempatkan di arteri atau vena.
Pajanan mukokutan menimbulkan resiko 1/10.000. cairan tubuh lain yang
berisiko terjadi penularan adalah ludah, cairan serebrospinal, cairan
pleura, cairan pericardial, cairab synovial, dan cairan genital dan feces
dan muntahan tidak menimbulkan resiko penularan.
(b) Penggunaan obat ARV untuk mengurangi resiko penularan HIV
terhadap petugas kesehatan setelah pajanan di tempat kerja telah banyak
dipraktekan secaraluas. Studi kasus-kelola menyatakan bahwa pemberian
ARV segera setelah pajanan perkuatan menurunkan resiko infeksi HIV
80% (Cardo dkk.NEngl J Med 1997). Efektfitas optimal PPP apabila
deberikan dalam 1 jam setelah pajanan. Sampel darah perlu segera
diambil dan disimpan untuk pemeriksaan diekemudian hari. Obat
propilaksis sebaiknya diberikan selama 28 hari, diikuti pemeriksaan
antibody pada bulanke 3 dan ke 6. Petugas yang terpajan perludi monitor
dan tindaklanjut oleh dokter yang berpengalaman dalam perawatan HIV
dan perlumen dapat dukungan psikologis.

c. Tuberkulosis

Penyebab Tuberculosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam
(BTA) yakni Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena
sinar matahari langsung, terapi dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat
yang lembab dan gelap. Beberapa jenis Mycobacterium lain juga dapat
menyebabkan penyakit pada manusia (Matipik). Hamper

27
semua orang tubuh dapat diserang bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal,
tulang dan paling sering paru.

Epidemologi penyakit tuberculosis masih menjadi masalah kesehatan


masyarakat baik di Indonesia maupun di dunia. Indonesia menduduki
peringkatke 3 dunia dalam hal jumlah pasien TB setelah india dan Cina. Sekitar
9 juta kasus baru terjadi setiap tahun diseluruh dunia. Diperkirakan sepertiga
penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Sekitar 95% pasien TB berada di
Negara sedang berkembang, dengan angka kematian mencapai 3juta orang per
tahun. Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000
kematian tiap tahun. Umumnya (sekitar 75-80%) pasien TB berasal dari
kelompok usia produktif. Orang yang tertular kuman TB belum tentu jatuh
sakit terutama bila daya tahan tubuhnya kuat. Beberapa keadaan seperti
penyakit HIV/ AIDS, diabetes, gizi kurang dan kebiasaan merokok
merupakan factor resiko bagi seseorang untuk menderita sakit TB.Cara
penularan penyakit TB paru termasuk relative mudah menular dari orang ke
orang melalui droplet nuclei. Bila seseorang batuk dalam sekali batuk terdapat
3000 percikan dahak (droplets) yang menagndung kuman yang dapat menulari
orang lain disekitarnya.

Masa inkubasi sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer
atau reaksites tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2-10 minggu.
Resiko menjadi TB paru (Breakdown) dan TB ektrapulmoner progresif setelah
infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten
bias berlangsung seumur hidup pada pasien dengan imun deficiency seperti
HIV, masa inkubasi bias lebih pendek.

Masa penularan pasien TB paru berpotensi menular selama penyakitnya


masih atif dan dahaknya mengandung BTA. Pada umunya kemapuan untuk
menularkan jauh berkurang apabila pasien telah menjalan ipengobatan adekuat
selama minimal 2 minggu. Sebaiknya pasien yang tidak dioabati atau diobati
secara tidak adekuat dan pasien

28
dengan “persistent AFB postife” dapat menjadi sumber penularan sampai waktu
lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,
virulen sikuman, terjadinya aerosilisasiwkatu batuk atau bersin dan tindakan
medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronkoskopi.

Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus
disertai dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri
dada, badan lemah, sering demam, nafsu makan menurun dan penurunan BB.

1) Pengobatan
a) Pengobatans pesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT),
dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse),
pengobatan dengan regimen jangka pendek dibawah pengawasan langsung
pengawas minum obat (PMO).

b) Untuk pasien baru TB BTA (+), WHO menganjurkan pemberian 4


macam obat setiap hari selama 2 bulan terdiri dari tifampisin, INH,
PZA, dan etambutoldiikuti INH dan rifampisin 3 kali seminggu selama
4 bulan.

2) Cara pencegahan
a) Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sumber penularan

b) Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi


memberikan daya perlindungan yang bervariasi tergantung karakteristik
penduduk, kualitas vaksin dan strain yang dipakai. Penelitian menunjukan
imunisasi BCG ini secara konsisten memberikan perlindungan terhadap
terjadinya meningitis TB dan TB millier pada anak balita.

c) Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondisi social ekonomi juga


merupakan bagian dari usaha pencegahan

29
d) Di Negara maju dengan prevalensi TB rendah, setiap pasien TB paru BTA
positifd tempatkan dalam ruang khusus bertekanan negative. Setiap orang
yang kontak diharuskan memakai perlindungan pernafasan yang dapat
menyaring partikel yang berukuran submicron.

B. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit


1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
Infeksi Rumah Sakit yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan dengan
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (HAIs) dan infeksi yang didapat
dari pekerjaan merupakan masalah penting diseluruh dunia yang terus
meningkat (Alvrado 2000). Di Indonesia telah dikeluarkan Surat
Keputusan Menkes No 27/Menkes/ SK/VI/2017 tentang pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai
upaya untuk memutuskan siklus penularan penyakit dan melindungi pasien,
petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan
kesehatan, baik dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas
laboratorium, rumah tangga, unit pelayanan sterilisasi, pembuang sampah
dan lainnya juga terpajan pada resiko besar terhadap infeksi. Petugas
kesehatan harus memahami, mematuhi, dan menerapkan kewaspadaan isolasi
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
a. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan yang terpenting, dirancang untuk diterapkan secara
rutin dalam perawatan seluruh pasien di RS dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga infeksi atau
kolonisasi. Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumahtangga,
unit pelayanan sterilisasi, pembuang sampah dan yang lainnya berisiko
besar terinfeksi. Oleh sebab itu penting sekali pemahaman dan
kepatuhan petugas untuk

30
menerapkan kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi. Kewaspadaan ini
dalam PPI rutin dan harus diterapkan juga terhadap semua pasien di
semua fasilitas kesehatan.
Kewaspadaan standar meliputi : kebersihan tangan, alat pelindung
diri, peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, Pemrosesan
peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, etika
batuk, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi.
2. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
Infeksi Rumah Sakit yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan dengan
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (HAIs) dan infeksi yang didapat
dari pekerjaan merupakan masalah penting diseluruh dunia yang terus
meningkat (Alvrado 2000). Di Indonesia telah dikeluarkan Surat
Keputusan Menkes No 27/Menkes/ SK/VI/2017 tentang pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai
upaya untuk memutuskan siklus penularan penyakit dan melindungi pasien,
petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan
kesehatan, baik dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas
laboratorium, rumah tangga, unit pelayanan sterilisasi, pembuang sampah
dan lainnya juga terpajan pada resiko besar terhadap infeksi. Petugas
kesehatan harus memahami, mematuhi, dan menerapkan kewaspadaan isolasi
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
b. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan yang terpenting, dirancang untuk diterapkan secara
rutin dalam perawatan seluruh pasien di RS dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga infeksi atau
kolonisasi. Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga,
unit pelayanan sterilisasi, pembuang sampah dan yang lainnya berisiko
besar terinfeksi. Oleh sebab itu

31
penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas untuk menerapkan
kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi. Kewaspadaan ini dalam PPI
rutin dan harus diterapkan juga terhadap semua pasien di semua fasilitas
kesehatan.
Kewaspadaan standar meliputi : kebersihan tangan, alat pelindung
diri, peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, Pemrosesan
peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, etika
batuk, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi.
1) Kebersihan tangan
Faktor penyebab infeksi nasokomial dari pasien maupun luar
tubuh pasien, walaupun tidak semua dapat dicegah, namun dengan
beberapa strategi HAIs (Healthcare Associated Infections) dapat dicegah
seperti dengan melakukan tehnik kebersihan tangan yang baik dan
benar.

Kebersihan tangan dimaksudkan untuk mencegah infeksi yang


ditularkan melalui tangan dan menghilangkan kotoran dan debu dari
permukaan kulit serta menghambat atau membunuh mikroorganisme
pada kulit. Mikroorganisme tidak hanya diperoleh dari kontak dengan
pasien dan lingkungan tetapi sebagian mikroorganism permanen yang
tinggal di lapisan terdalam kulit sehingga para petugas sangat perlu
memahami keuntungan kebersihan tangan.

a) Pengertian
Kebersihan tangan adalah suatu prosedur tindakan membersihkan
tangan dengan menggunakan sabun/ antiseptik dibawah air
mengalir atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol.

32
b) Tujuan
Tujuan dari kebersihan tangan ini adalah untuk menghilangkan
kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah
mikroorganisme sementara.
c) Tehnik kebersihan tangan
Sebelum melakukan kebersihan tangan pastikan perhiasan pada
tangan tidak dipakai karena berdasarkan penelitian kulit dibawah
perhiasan merupakan tempat kolonisasi yang berat dan sulit
dibersihkan/dekontaminasi.
Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan 2 cara menurut WHO
yaitu :
d) Cara mencuci tangan dengan sabun dan air.
Caranya yaitu :
● Basuh tangan dengan air, tuangkan sabun secukupnya,
ratakan dengan kedua telapak tangan.
● Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya.
● Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
● Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
● Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya.
● Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan
ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
Setelah enam langkah tersebut :

● Bilas kedua tangan dengan air.


● Keringkan dengan tissue sekali pakai biar benar-benar
kering. Gunakan tissue tersebut untuk menutup kran.
● Lakukan dalam waktu 40-60 detik tangan anda kini sudah
aman.
● Pengeringan setelah mencuci tangan sangatlah penting. Hal
ini dilakukan dengan menggunakan handuk

33
kertas/handuk tangan sekali pakai. Tissue tersebut
harus tetap dalam kondisi bersih,tidak terkontaminasi

Tehnik kebersihan tangandengan sabun dan air mengalir

(Sumber :Depkes RI, 2007)

e) Cara mencuci tangan dengan handrub.


Caranya yaitu :
● Tuangkan larutan tersebut ketelapak tangan
secukupnya, gosokkan kedua telapak tangan
● Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya.
● Gosok kedua telapak tangan dan sela-sela jari
● Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mencuci
● Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya
● Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan
ditelapak tangan kiri dan sebaliknya

34
Lakukan dalam waktu 20-30 detik setelah kering kedua tangan anda kini
aman.

Tehnik kebersihan tangan dengan handrub

5 SAAT HARUS MENCUCI TANGAN

35
f) Hal – hal penting dalam kebersihan tangan
(1) Tidak boleh menambahkan sabun cair/antiseptik sebelum habis
benar. sebelum mengisi bersihkan dispenser hingga bersih dan kering
(2) Pilih sabun antiseptik yang bersifat rendah iritatif
(3) Setelah melakukan kebersihan tangan tidak menyentuh permukaan
lingkungan sebelum melakukan tindakan.
(4) Bila tangan tidak tampak kotor, lakukan kebersihan tangan dengan
handrub berbasis alkohol, jika tangan tampak kotor lakukan kebersihan
tangan dengan sabun atau antiseptik dan air mengalir.
(5) Jaga kuku selalu pendek dan bersih. Penelitian membuktikan bahwa
daerah dibawah kuku mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley,
Larson dan Leydon 1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah
memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk
bakteri gram negative(P. Aeroginosa), jamur dan patogen lain
(Hedderwick et al.2000). kuku panjang, baik yang alami maupun buatan
lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al.1993). Oleh karena itu,
kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari.
(6) Jangan memakai perhiasan, kuku palsu dan kutek.
(7) Jangan mencuci sarung tangan saat menggunakan diantara pasien.
(8) Tidak dianjurkan pakai handuk pakai ulang dan tisu rol.
(9) Bila pakai sabun batang: kecil dan wadah berlubang dibawah,
dianjurkan sabun cair.
g) Waktu melakukan kebersihan tangan
(1) Segera setelah tiba di rumah sakit
(2) Sebelum : kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif
Menyediakan dan mempersiapkan obat-obatan Mempersiapkan
makanan
Memberi makan pasien

36
Meninggalkan rumah sakit
(3) Diantara prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang.
(4) Setelah : kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas sarung tangan Melepas
alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh, eksresi.
Menggunakan toilet, menyentuh hidung / melap hidung dengan tangan

h) Sarana kebersihan tangan


Sarana kebersihan tangan meliputi :

(1) Air bersih


Air yang secara alami atau kimiawi dibersihkan dan disaring sehingga aman
untuk diminum dan untuk pemakaian lainnya misalnya mencuci tangan dan
membersihkan instrumen medis. Air besih harus bebas dari mikroorganisme,
jernih, tidak berbau dan tidak berwarna.

(2) Sabun
Produk-produk pembersih (batang, cair, bubuk) yang menurunkan tegangan
permukaan kulit sehingga membantu melepaskan kotoran. Sabun biasa perlu
gosokan untuk melepaskan kotoran. Sabun antiseptik selain melepaskan juga
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme.Saat ini sabun
yang dianjurkan untuk kebersihan tangan yaitu sabun cair.

(3) Handrub antiseptik


Penggunaan handrub antiseptik untuk tangan yang bersih lebih efektif
membunuh flora residen dan flora transien daripada mencuci tangan dengan
sabun antiseptik atau dengan sabun biasa dan air. Antiseptik

37
ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora
tangan awal yang lebih besar. Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti
gliserin, glisol propelin atau sorbitol yang melindungi dan melembutkan
kulit.

(4) Lap/tissue tangan yang bersih dan kering


Di Rumah Sakit Dompu hospital untuk sarana hand hygiene sudah di sediakan.
Baik untuk kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir atuaupun
dengan menggunakan hand rub berbasis alcohol. Hand rub sudah disiapkan di :
masing-masing ruangan pasien, di konter perawat, di sarana umum. Begitu
juga dengan wastafel yang sudah tersedia di semua ruang perawatan dan sarana
umum yang sudah disertakan dengan tempat sampah yang sesuai dengan jenis
sampahnya.

i) Flora yang ada pada telapak tangan


Flora normal yang terdapat pada telapak tangan kita yaitu :

(1) Flora transien


Flora Transienadalah mikroorganisme yang berada dalam lapisan
kulit, diperoleh melalui kontak dengan pasien, petugas kesehatan lain
atau permukaan yang terkontaminasi (misalnya : meja periksa, tempat
tidur, dll) selama bekerja.

Flora Transien ini tinggal di lapisan luar kulit dan terangkat


sebagian dengan mencuci tangan dengan menggunakan sabun dan air
mengalir.

(2) Flora residen


Flora Residen adalah mikro organisme normal yang tinggal dilapisan
kulit yang lebih dalam serta didalam folikel rambut, dan tidak dapat
dihilangkan sepenuhnya, bahkan dengan pencucian dan pembilasan dengan
sabun dan air mengalir.

38
Flora Residen sangat kecil kemungkinan terkait dengan penyakit
infeksi yang menular melalui udara. Tangan dan kuku dari petugas kesehatan
dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan
infeksi seperti S. Aureus, batang gram negatif atau ragi

2) Alat Pelindung Diri


Pelindung barrier, yang secara umum disebut sebagai Alat Pelindung Diri
(APD), telah digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari
mikroorganisme yang ada pada petugas kesehatan. Namun dengan munculnya
AIDS dan Hepatitis C, serta meningkatnya kembali tuberculosis dibanyak
negara, pemakaian APD juga sangat penting untuk melindungi petugas.
Pemakaian APD yang tepat dan benar menjadi sangat penting.
a) Pengertian
Alat pelindung diri (APD) adalah seperangkat alat yang digunakan oleh
tenaga kesehatan untuk melindungi seluruh/sebagian tubuhnya terhadap
kemungkinan adanya potensi bahaya / kecelakaan kerja.

APD dipakai sebagai upaya terakhir dalam usaha melindungi tenaga


kerja apabila usaha rekayasa (engineering) dan administratif tidak dapat
dilakukan dengan baik. Namun pemakaian APD bukanlah pengganti dari kedua
usaha tersebut, namun sebagai usaha akhir.

b) Tujuan
Adapun tujuan dari penggunaan APD adalah untuk melindungi kulit dan
selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, sekret, eksreta, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir pasien.

c) Pedoman umum APD


(1) Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD

39
(2) Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah mengetahui APD
tersebut tidak berfungsi optimal
(3) Lepaskan APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan
hindari
(4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan
tangan.
d) Jenis – jenis APD
(1) Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas
kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling
penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti
antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk
menghindari kontaminasi silang.

Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah


kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti berulang kali tetapi
pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk mencuci
tangan.

Jenis sarung tangan ada tiga yaitu :

(a) Sarung tangan bersih


(b) Sarung tangan steril
(c) Sarung tangan rumah tangga
Sarung tangan periksa atau serbaguna bersih harus digunakan oleh
semua petugas ketika :

● Ada kemungkinan kontak dengan darah atau cairan tubuh lain,


membran mukosa atau kulit yang terlepas
● Melakukan prosedur medis yang bersifat invasif misalnya
menusukkan sesuatu ke dalam pembuluh darah seperti memasang
infus
40
● Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi atau
menyentuh permukaan yang tercemar
● Menerapkan kewaspadaan berdasarkan penularan melalui kontak
(yang diperlukan pada kasus penyakit menular melalui kontak yang
telah diketahui atau dicurigai) yang mengharuskan petugas kesehatan
menggunakan sarung tangan bersih, tidak steril ketika memasuki
ruangan pasien.
Hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :

(a) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung
tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat
mengganggu keterampilan dan mudah robek
(b) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek
(c) Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan
tangan
(d) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk
mencegah kulit tangan kering/berkerut
(e) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
(f) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit
(g) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas
atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, didekat
pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena
dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektivitasnya
sebagai pelindung.
(h) Cuci tangan sebelum memakai dan sesudah melepaskan sarung tangan.
(i) Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien.
(j) Jangan mencuci sarung tangan untuk tujuan dipakai kembali.

41
(k) Ganti sarung tangan selama perawatan pasien jika tangan berpindah dari
daerah yang terkontaminasi kearah badan yang bersih.

(2) Pelindung Wajah


Jenis Alat yang Digunakan yaitu :

(a) Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah
dagu dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah
berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan
tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker
tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif
untuk mencegah kedua hal tersebut.

Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan,
kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa diantaranya tahan cairan.
Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat
menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan
sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar
(5µm) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat
pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak
dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya
pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan
demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap
dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.

Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita


penyakit menular melalui udara atau droplet masker yang digunakan harus
dapat mencegah partikel mencapai membrane

42
mukosa dari petugas kesehatan. Masker dengan efisien tinggi merupakan
jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap
penting misalnya pada perawatan seorang yang telah diketahui atau
dicurigai menderita flu burung/SARS. Masker dengan efisiensi tinggi
misalnya N-95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron yang
dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring
dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran.
Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih
mahal dari pada masker bedah. Sebelum petugas menggunakan masker N-95
perlu dilakukan fit test pada setiap pemakaiannya. Ketika sedang merawat
pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui airborne maupun droplet, petugas harus menggunakan masker efisiensi
tinggi.

Pemakaian masker efisiensi tinggi

Petugas kesehatan harus :

o Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh atau tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang
masker etrsebut. Selain itu masker yang adad keretakan, terkikis, terpotong
atau terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan
o Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak.
Tali harus menempel dengan baik disemua titik sambungan
o Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada
pada tempetnya dan berfungsi dengan baik.

43
(b) Alat Pelindung Mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastic bening,
kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata
dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan
pelindung pada pagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker
dan pelindung mata atau pelindung wajah jika melakukan tugas yang
memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kea rah wajah. Bila
tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata
pelindung atau kacamata biasa serta masker.

(3) Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan serta mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat
daerah steril. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun
topi dapat memberikan semua perlindungan pada pasien tetpai tujuan utamanya
adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.

(4) Gaun Pelindung


Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam lain,
pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai

44
menderita penyakit menular melalui droplet/airborne. Pemakaian gaun
pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan
dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun
pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada
kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau
ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya.
Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan
bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercema, lalu
cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organism.

(5) Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik merupakan penghalang tahan air
untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan
harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana
ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh, atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai
baju dan kulit petugas kesehatan.

45
(6) Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,
sandal, sandal jepit, atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutupmemberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih.

e) Prinsip – Prinsip PPI yang perlu diperhatikan pada pemakaian APD :


(1) Gaun pelindung
o Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung
o Ikat dibagian belakang leher dan pinggang
o Saat melepaskan gaun pelindung, ingatlah bagian depan gaun dan lengan
gaun pelindung telah terkontaminasi, lepas tali pengikat gaun, tarik
dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun pelindung saja,
balik gaun pelindung, lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan
diwadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau di buang pada
tempatnya.
(2) Masker
o Eratkan tali atau karet elastis pada bagian tengah kepala dan leher
o Paskan klip hidung dari logam fleksibel pada batang hidung
o Paskan dengan erat pada wajah dan dibawah dagu sehingga melekat dengan
baik
o Periksa ulang pengepasan masker
o Saat pelepasan, ingat bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi
jangan disentuh, lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali bagian
atas lalu buang masker ketempatnya.
(3) Kaca mata
Pasang pada wajah dan mata dan sesuaikan agar pas. Saat
pelepasan goggle ingatlah :

46
o Bahwa bagian luar goggle atau perisai wajah telah terkontaminasi
o Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang goggle
o Letakkan diwadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat yang telah ditentukan
(4) Sarung tangan
Tarik sarung tangan hingga menutupi bagian pergelangan tangan Saat
melepas sarung tangan ingatlah:

o Bahwa bagian luar sarung tangan yang telah terkontaminasi,


o Pegang bagian luar sarung tangan dengan sarung tangan lainnya kemudian
lepaskan.
o Pegang sarung tangan yang telah dilepas dengan menggunakan tangan yang
masihmemakai sarung tangan
o Selipkan jari tangan yang sudah tidak memakai sarung tangan dibawah sarung
tangan yang belum dilepas di pergelangan tangan
o Lepaskan sarung tangan diatas sarung tangan pertama
o Buang sarung tangan pada tempatnya
(5) Segera lakukan kebersihan tangan setelah melepaskan APD

f) Pelepasan APD
Langkah – langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut :
(1) Lepaskan sepasang sarung tangan
(2) Lakukan kebersihan tangan
(3) Lepaskan apron
(4) Lepaskan perisai wajah (goggle)
(5) Lepaskan gaun bagian luar
(6) Lepaskan penutup kepala
(7) Lepaskan masker
(8) Lepaskan pelindung kaki
(9) Lakukan kebersihan tangan

47
IDENTIFIKASI PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI

Gaun
Mask er
Jenis Sarung / Kaca Sepat u
AREA Topi
Tindakan Tangan Apro n Mata bot

Perawata Memandikan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


n Pasien
Menolong Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
BAB
Menolong Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
BAK
Oral Higiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak

Pengambilan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


darah vena
Pengisapan Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Lendir
Perawatan Ya / Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
luka mayor steril
Perawatan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
luka minor
Perawatan Ya / Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
luka infeksi steril
Mengukur Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
TTV

Memasang Ya Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak


Infus

48
Melakukan Yabilai Tidak Tida Tida Tida Tidak
penyuntikan njeksi k k k
IV
langsu
ng
Memasang Ya Tidak Tida Tida Tida Tidak
dawer (steril) k k k
Kateter
Melap Ya Tidak Tida Tida Tida Tidak
alat-alat k k k
pasien
Intubasi Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
(steril)
Pemasangan Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
CVL
Membersihk Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
an peralatan
habis pakai
Transportasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
pasien

Pelayanan Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

pasien
infeksi
Airborne
VK Pertolongan Ya / Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
persalinan steril
Lingkung Pembersiha Ya Tida Tidak Tidak Tidak Tidak
an n lingkungan (sarun k
g

49
tanga n
ruma
h
tangg
a)

Pembersiha n Ya Ya Ya Ya Tida Tida


percikan (sarug k k
cairan tubuh tanga
n
ruma
h
tangg
a)

Pengangkut Ya Ya Ya Tid Tida Ya


an sampah (sarun ak k
ke TPS g
tanga
n ruma
h
tangg
a)

Pembersiha n Ya Ya Ya Tid Tida Ya


toilet (sarun ak k
g
tanga
n ruma
H

50
tangg
a)
Dapur Pengolahan Ya Tida Ya Tid Ya Tida
& Penyajian k ak k
Makanan

Linen Petugas Ya Ya Tida Tid Tida Tida


linen (sarun k ak k k
g
tanga
n ruma
h
tangg
a)

Petugas Ya Ya Ya Tid Tida Ya


laundry (sarun ak k
g
tanga
n ruma
h
tangg
a)

Farmasi Peracikan Ya Ya Tida Tid Tida Tida


obat k ak k k

RM Petugas RM Tidak Ya Tida Tid Tida Tida


k ak k k

51
LANGKAH-LANGKAH MENGENAKAN ALAT PELINDUNG DIRI

52
LANGKAH-LANGKAH MELEPASKAN ALAT PELINDUNG DIRI

53
54
55
3) Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien

56
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko yang berpotensi
infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang
akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan peralatan
lainnya) sewaktu merawat pasien. Katagori peralatan menurut Spaulding adalah
sebagai berikut:
a) Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan sterilatau system darah
sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen
sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b) Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang
berkaitan dengan mukosa dan area kecil dikulit yang lecet. Pengelola perlu
mengetahui dan memiliki ketrampilan dalam penanganan peralatan invasive,
pemrosesan alat, desinfeksi tingkat tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan
bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
c) Non – Kritikal
Pengelolaan peralatan / bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit
utuh yang merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang
buruk pada bahan dan peralatan non kritikal akan dapat menghabiskan
sumberdaya dengan manfaat yang terbatas (contohnya sarung tangan steril
digunakan untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan
sampah).
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan
peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau
cairantubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi dan sterilisasi) sesuai dengan
standar prosedur operasional (SPO) sebagai berikut :
(1) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan desinfektan lalu dibersihkan
dengan air mengalir sebelum disterilisasi.

57
(2) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dahulu sebelum digunakan oleh pasien yang
lainnya.
(3) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai dengan
prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku
untu kalat yang dipakai berulang, jika akan dibuang.
(4) Untuk alat bekas pakai yang akan dipakai ulang, setelah dibersihkan
dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
(5) Peralatan non kritikal yang terkontaminasi, dapat didesinfeksi
menggunakan alcohol 70%. Peralatan semikritikal didesinfeksi atau
disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didesinfeksi dan
disterilisasi.
(6) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruang isolasi.

58
ALUR DEKONTAMINASI PERALATAN PASIEN

Keterangan alur :

a) Pembersihan awal (pre-cleaning) : proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi
HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi.
b) Pembersihan : proses yang secarafisik membuang semua kotoran, darah, atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit
atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci
sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan

59
air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih dan mengeringkan.
Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengkikis, misalnya Vim ® atau
Comet ® atau serat baja atau baja berlubang, karena produk-produk ini bias
menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi saran gmikroorganisme
yang membuat proses pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan
pembentukan karat.
c) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : proses menghilangkan semuamikroorganisme,
kecuali beberapa endospora bacterial dariobjek, dengan merebus, menguapkan
atau memakai disinfektan kimiawi.
d) Sterilisasi adalah suatu proses menghilangkan semua mikroorganisme (bacteria,
virus, fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panaskering (oven), sterilisasi kimiawi atau radiasi.

4) Pengelolaan Linen
Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan menggunakan
APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur. Risiko terpajan atau
mendapatkan ISPA akibat membawa linen yang sudahdigunakan relative kecil.
Namun demikian membawa linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD
yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai dengan pedoman
kewaspadaan standar.

Prinsip Umum
a) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen.
Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harusjelas, aman
dan memenuhi kebutuhan pelayanan.
b) Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong atau
wadah yang tidak rusak saat diangkut.
c) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan
rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup)

60
d) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan
tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya.
e) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi keudara
dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
dibungkus dan dimasukkan kedalam kantong kuning di lokasi
penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci dimana linen dipakai
f) Linen yang terkontaminasi dengan darah/cairan tubuh lainnya harus
dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut secarahati-hati agar
tidak terjadi kebocoran
g) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces kespoelhoek/toilet dan
segera tempatkan linen terkontaminasi kedalam kantong kuning.
Pastikan kantong tidak bocor, kantong tidak perlu ganda
h) Pastikan alur linen kotor dan linen bersih terpisah
i) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya
langsung masuk mesincuci yang segera diberi disinfektan
j) Untuk menghilangakan cairan tubuh yang infeksius pada linen dapat
dilakukan dengan dua tahap yaitu : menggunakan detergen dan selanjutnya
dengan natrium hipoklorit (klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman
harus diletakkan diwadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi
petugas.
5) Pengelolaan Limbah
a) Pengertian
(1) Limbah rumah sakit ; semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS
dalam bentuk padat, cair dan gas. Fasilitas pelayanan kesehatan harus
mampu melakukan minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan
untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan
daur ulang limbah (recycle).
(2) Limbah cair : semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan Rs yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radio aktif yang berbahaya bagi kesehatan

61
(3) Limbah gas : semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di Rs seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi dan pembuatan obat sitotoksik
(4) Limbah padat ; semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai akibat dari
kegiatan rumah sakit.
(5) Limbah Infeksius : limbah yang terkontaminas idengan darah, cairan
tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
Contoh : sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan organ, bagian
daritubuh, otopsi, cairantubuh, produk darah yang terdiri dari serum,
plasma, trombosit dan lain-lain), diapers dianggap limbah infeksius bila
bekas pakai pasien infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien dengan
infeksi yang ditransmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya
(6) Limbah Non Infeksius : limbah yang tidak terkontaminasi dengan cairan
tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
(7) Pengelolaan limbah : semua kegiatan baik administrative maupun
operasional (termasuk kegiatan transportasi), melibatkan penanganan,
perawatan, mengkondisikan, penimbunan dan pembuangan limbah.
b) Tujuan Pengelolaan Limbah
(1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat
sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan
cedera
(2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman
c) Pengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai dari :

(1) Identifikasi jenis limbah : secara umum limbah rumah sakit terdiri dari
limbah padat, cair dan gas. Sedangkan katagori limbah padat yang ada di rumah
sakit terdiri dari limbah bendatajam, limbah infeksius, limbah

62
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah farmasi,
limbah dengan kandungan logam berat, dan limbah kimia.
(2) Pemisahan Limbah
Pemisahan limbah dimulai dari awal limbah dihasilkan dengan
memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya.
(3) Labeling
Penempatan limbah disesuaikan dengan jenis limbahnya antara lain :

● Limbah infeksius dimasukkan dalam kantong berwarna kuning


● Limbah non infeksius dimasukkan dalam kantong berwarna hitam
● Limbah benda tajam dimasukkan kedalam wadah yang tahan tusuk dan
air
● Limbah cair segera dibuang ketempat pembuangan limbah cair
(spoelhoek/toilet)
● Limbah B3 kimia dan farmasi dimasukkan dalam kantong/wadah
berwarna kuning
● Limbah sitotoksik dimasukkan dalam kantong/wadah berwarna kuning
(4) Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius berlambang biohazard.
Wadah limbah ruangan :
● Harus tertutup
● Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
● Bersih dan dicuci setiaphari
● Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
● Jarak antara wadah limbah 10-20 meter, diletakkan diruang tindakan dan
tidak boleh dibawah tempat tidur pasien
● Ikat kantong plastic limbah jikasudah terisi ¾ penuh
(5) Pengangkutan
● Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang khusus yang kuat,
tertutup dan mudah dibersihkan, tidak boleh tercecer. Petugas menggunakan
APD ketika mengangkut limbah
● jalan pengangkut limbah berbeda dengan jalan pasien, bila tidak
memungkinkan atur waktu pengangkutan limbah.\

63
(6) Tempat penampungan limbah sementara
● TPS dibuat untuk menampung limbah rumah sakit yang bersifat sementara
sebelum limbah diangkut menuju tempat pembuangan akhir
● Limbah non infeksius setiap hari diambil untuk dibuang ketempat
pembuangan sampah akhir
● Limbah infeksius dan B3 akan diambil sesuai dengan perjanjian oleh pihak
ketiga
● TPS harus diarea terbuka, dijangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya dan selalu dalam kondisi kering.
(7) Pengolahan Limbah
● Limbah infeksius dimusnahkan dengan incinerator
● Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan sampah akhir
● Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insinerator
● Limbah cair dibuang di spoelhoek
● Limbah feces, urin, darah dibuang ketempat pembuangan (spoelhoek/
toilet)
(8) Penanganan limbah benda tajam
● Jangan menekukan atau mematahkan benda tajam
● Jangan meletakkan limbah benda tajam disem barang tempat
● Segera buang limbah benda tajam kewadah yang tersedia yang tahan tusuk
dan tahan air serta tidak bias dibuka lagi
● Selalu buang sendiri oleh sipemakai
● Tidak menyarungkan kembali jarum suntik yang habis pakai
(recapping)
● Wadah limbah benda tajam diletakkan dekat dengan lokasi tindakan
● Bila menangani limbah pecahan benda tajam, gunakan sarung tangan rumah
tangga, Gunakan kertas Koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam
tersebut, kemudian bungkus dengan kertas. Masukkan dalam container tahan
tusuk
● Wadah penampung limbah benda tajam adalah wadah yang tahan bocor dan
tahan tusuk, harus mempunyai pegangan yang dapat
dijinjing dengan satu tangan
64
● Mempunyai penutup yang tidak bias di buka lagi
● Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan
● Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah
(9) Penanganan Limbah daur Ulang
RSUD Manggelewa melakukan pendaur ulangan limbah plastik yang
bekerjasama dengan pihak kedua. Limbah yang dihasilkan oleh pelayanan yang
akan didaur ulang diantaranya plabot infus. Sebelum diambil oleh pihak kedua
limbahakan di cacah dan didesinfektan terlebih dahulu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pihak kedua akan mengambil limbah ke RSUD Kab.
Dompu sesuai dengan perjanjian.
Cara penanganan limbah terkontaminasi :
● Untuk limbah terkontaminasi pakailah wadah plastic dengan tutup yang
rapat. Sekarang kantong plastic digunakan untuk membedakan limbah
infeksius dan limbah non infeksius
● Gunakan bahan tahan tusukan untuk menangani benda tajam
● Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh sipemakai. Terutama penting sekali tarhadap benda tajam
yang membawa resiko besar kecelakaan perlukaan pada petugas kesehatan
dan staf.
● Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak
boleh dipakai untuk keperluan lain
● Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih desinfektan (larutan
klorin 0,5% + sabun ) dan bilas teratur dengan air
● Jika mungkin gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan
yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan
petugas dari memisahkan limbah dengan tangan kemudian.
● Gunakan APD ketika menangani limbah (sarung tangan dan sepatu
pelindung)
Limbah farmasi
o Limbah farmasi dapat dibuang dengan metode ;

65
▪ Sitotoksik dan antibiotic dapat diinsenerasi, sisa obat sitotoksik tidak boleh

dicampur dengan limbah farmasi lain, sisanya dikubur ditempat pemerataan


tanah (gunakan insenerator dengan suhu pembakaran 8000C )

▪ Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan vitamin,

obat batuk, cairan intravena, tetes mata dan lain-lain dapat diencerkan dengan
sejumlah besar air lalu dibuang dalam pembuangan kotoran

▪ Jika semua gagal, kembalikan kepemasok jika mungkin.

Limbah dengan bahan mengandung logam berat

Baterai, thermometer dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air
raksaatau cadmium. Cara pembuangannya adalah sebagai berikut :

▪ Pelayanan daurulang tersedia (melalui industry pabrik). Ini adalah pilihan

terbaik jika ada

▪ Enkapsulasi, jika daurulang tidak mungkin maka pembuangan limbah

enkapsulasi dapat dilakukan jika tersedia Jenis limbah ini tidak boleh
diinsenerasi karena uap logam beracun yang dikeluarkan, juga tidak boleh
dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusi lapisan air tanah.
Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di
fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang
janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan
mengkontaminasi danau, sungai dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi resiko
polusi, benda-benda yang mengandung air raksaseperti thermometer dan
tensimeter diganti dengan yang tidak mengandung air raksa.

66
6) Pengendalian Lingkungan RS
Pengendalian lingkungan RS merupakan salah satu aspek dalam upaya PPIRS.
Lingkungan RS jarang menimbulkan transmisi penyakit Infeksi Rumah Sakit,
namun pada pasien-pasien yang immunocompromise harus lebih diwaspadai dan
perhatian karena dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi lainnya seperti
infeksi saluran pernafasan aspergillus, mycobacterium TB, Varicella zoster,
Virus Hepatitis B dan HIV.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan
yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan
pemeliharaan peralatan medic dengan tepat, mempertahankanmutu air bersih,
mempertahankan ventilasi udara yang baik.
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian besar
pathogen dari permukaan dan benda yang terkontaminasi.
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit

Tujuannya adalah untuk menciptakan lingkungan yang bersih, aman, dan


nyaman sehingga dapat menimbulkan atau mencegah terjadinya transmisi
mikroorganisme dari lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan
masyarakat disekitar rumah sakit sehingga Infeksi Rumah Sakit dan kecelakaan
kerja dapat dicegah.

Pengendalian lingkungan difasilitas pelayanan kesehatan antara lain berupa


upaya perbaikan kualitas udara, kualitas air dan permukaan lingkungan, serta
desain dan konstruksi bangunan, dilakukan untuk mencegah transmisi
mikroorganisme kepada pasien, petugas dan pengunjung.

(a) Kualitas udara


Tidak dianjurkan melakukan fogging dan sinar ultraviolet untuk
kebersihan udara, kecuali dry mist dengan H2O2 dan penggunaan

67
sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan infeksi
yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan jumlah
personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak direkomendasikan
melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada
outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru.
(b) Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut
bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai
ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air minum.
(c) Permukaan lingkungan
(1) Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan diarea perawatan
(2) Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti
pegangan pintu, bed rails, light switch
(3) Ikuti prosedur tepat yang efektif dengan menggunakan mops, cloths
and solution. Hindari penggunaan sapu ijuk dan sejenis, gunakan cara
basah untuk mencegah aerosolisasi kuman pathogen penyebab
infeksi saluran nafas dan mop untuk pembersihan kering, bila
memungkinkan terbuat dari microfiber.
(4) Lakukan pest control secara rutin
(5) Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
(6) Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian
lingkungan yang terkontaminasi sesuai prosedur. Pembersihan
permukaan dapat dipakai klorin 0,05% atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada
cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%.
(7) Tidak dianjurkan menggunakan karpet diruang perawatan dan
menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastic diruang
perawatan.

68
(8) Untuk lingkungan yang sering digunakan, pembersihannya dapat
diulang dengan menggunakan detergen dan air, terutama bila
dilingkungan tersebut tidak ditemukan mikroba multi resisten.
Pembersihan area disekitar pasien :
(1) Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara
rutin setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar
dari fasilitas pelayanan (terminal dekontaminasi).
(2) Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering
tersentuh tangan, miisalnya nakas disamping tempat tidur, tepi
tempat tidur dengan bed rails, tiang infuse, tombol telpon, gagang
pintu, permukaan meja kerja, anak kunci dan lain-lain.
(3) Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap satu bulan atau
sesuai dengan kondisi hunian
(d) Desain dan kontruksi bangunan
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI
secara efektif dan tepat guna. Desain dari factor berikut dapat
mempengaruhi penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain
ruang rawat, luas ruangan yang tersedia, jumlah dan jenis
pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan
langit-langit, air, listrik dan sanitasi ventilasi dan kualitas udara,
pengelolaan alat medis reused dan disposable, pengelolaan makanan, laundry
dan limbah.
(1) Desain jumlah petugas kesehatan
- Perencanaan kebutuhan jumlah petugas kesehatan disesuaikan dengan
jumlah pasien
- Pertimbangan factor kelelahan bias berakibat kelalaian
- Tingkat kesulitan pelayanan terhadap pasien berdasarkan tingkat risiko
jenis penyakit

69
(2) Desain ruang rawat
- Tersedia ruang rawat satu pasien untuk isolasi pasien infeksius dan
pasien dengan imunitas rendah
- Jarak antara tempat tidur ≥1 meter. Bila memungkinkan 1,8 meter.

- Tiap kamar tersedia fasilitas alcohol-based hand rub, disarankan untuk


ruang rawat intensif tersedianya handrub disetiap tempat tidur.
- Tersedianya toilet yang dilengkapi dengan shower disetiap kamar pasien
(3) Luas ruangan yang tersedia
- Ruang rawat pasien disarankan mempunyai luas lantai bersih antara 12-
16m2 per tempat tidur
- Ruang rawat intensif dengan modul kamar individual / kamar isolasi
luas lantainya 16-20 m2per kamar
- Rasio kebutuhan jumlah tempat duduk diruang tunggu bagi pengunjung
pasien adalah 1 tempat tidur pasien : 1:2 tempat duduk
(4) Jumlah jenis pemeriksaan dan prosedur
Kebutuhan ketersediaan alat medis dan APD berdasarkan jenis penyakit
yang ditangani
Lokasi penyimpanan peralatan medis dan APD di masing-masing unit
pelayanan harus mudah dijangkau, tempat penyimpanannya harus
bersih dan steril terutama peralatan medis harus steril.

(5) Persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan langit-langit


● Komponen lantai dan permukaan lantai meliputi :
o Konstruksi dasar lantai harus kuat diatas tanah yang sudah
stabil, permukaan lantai harus kuat dan kokoh terhadap beban
o Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, halus, kedap air,
mudah dibersihkan, tidak licin, permukaan rata, tidak

70
bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air. Dianjurkan
menggunakan vinyl dan tidak dianjurkan menggunakan lantai
keramik dengan nat diruang rawat intensif dan IGD karena akan
dapat menyimpan mikroba.
o Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan
secara rutin minimal 2 kali sehari atau kalau perlu dan tahan
terhadap gesekan dan tidak boleh dilapisi karpet
o Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata
o Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah
o Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus
dari lapisan permukaan yang tidak licin
o Pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak besiku, tetapi melengkung untuk memudahkan
pembersihan lantai
o Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh
ruangan pelayanan
● Komponen dinding meliputi :
o Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak mudah
berjamur.
o Lapisan penutup dinding harus bersifat tidak berpori sehingga
dinding tidak menyimpan debu
o Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata
o Pertemuan dinding dengan dinding harus tidak bersiku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan dan mikroba tidak
terperangkap di tempat tersebut
● Komponen langit-langit meliputi :

71
o Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsure yang dapat membahayakan pasien serta
tidak berjamur.
o Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga tidak
menyimpan debu
o Berwarna cerah tetapi tidak menyilaukan
(6) Air, Listrik dan Sanitasi
Air dan listrik di rumah sakit harus tersedia terus menerus selama
24 jam. Air minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah, jadi harus diperiksa secara teratur dan rutin setiap bulan
sekali. Pengelolaan iar yang digunakan diunit khusus (kamar operasi,
unit hemodialise, ICU) harus bias mencegah perkembangan mikroba
lingkungan (Legionelasp, Pseudomonas, jamur dan lain-lain) dengan
metode Reserve Osmosis (didalamnya terjadi proses penyaringan atau
desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet atau bahan lainnya). Toilet
dan wastafel harus dibersihkan setiap hari.
(7) Ventilasi dan kualitas udara
Semua lingkungan perawatan harus diupayakan seminimal mungkin
kandungan partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga
kelembaban dan pertukaran udara. Pertukaran udara dalam tiap ruangan
berbeda tekanan dengan selisih 15 pascal. Ruang perawatanbiasa
minimal 6x pergantianudara per jam, ruangisolasi minimal 12x dan
ruangkamaroperasi minimal 20x perjam. Perawatanpasien TB paru
menggunakan ventilasi natural dengan kombinasi ventilasi mekanik
sesuai dengan anjuran dari WHO.
Secara garis besar jenis system ventilasi terdiri dari : ventilasi alamiah
yang hanya mengandalkan pintu dan jendela terbuka untuk pengaliran
udaranya, ventilasi mekanik yang menggunakan peralatan mekanik
untuk mengalirkan serta mensirkulasi udara

72
dan ventilasi campuran yang menggunakan ventilasi alamiah ditambah
dengan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas penyaluran
udara.
Pemilihan jenis ventilasi tergantung pada fasilitas dan keadaan tempat.
System ventilasi campuran dengan menggunakan exhaust fan/kipas
angin yang dipasang dengan benar dan dipelihara dengan baik,
dapat membantu untuk mendapatkan dilusi yang adekuat, bila dengan
ventilasi alamiah saja tidak dapat mencapai rate ventilasi yang cukup.
Penggunaan exhaust fan sebaiknya udara pembuangannya tidak
diarahkan keruang tunggu pasien atau tempat lalu lalang orang (≥ 25
feet).
Yang direkomendasi dalam penggunaan ventilasi adalah ventilasi
campuran :
● Usahakan agar udara luar segar dapat masuk kesemua
ruangan
● Dalam ventilasi campuran, ventilasi alami perlu diusahakan
semaksimal mungkin
● Penambahan dan penempatan kipas angin untuk meningkatkan laju
pertukaran udara harus memperhatikan arah aliran udara yang
dihasilkan
● Mengoptimalkan aliran udara
● Menyalakan kipas angin selama masih ada orang-orang diruangan
tersebut (menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan)
Pembersihan dan perawatan :

● Gunakan lap lembab untuk membersihkan debu dan kotoran dari


kipas angin
● Perlu ditunjuk staf yang ditugaskan dan bertanggung jawab terhadap
kondisi kipas angin yang masih baik, bersih dan lain-lain

73
● Periksa ventilasi alamiah secara teratur (minimal sekali dalam
sebulan) atau dirasakan ventilasi sudah kurang baik
● Catat setiap waktu pembersihan dilakukan dan simpan dengan baik
Persyaratan system ventilasi mekanik yang dapat mengendalikan
penularan TB adalah :

● Harus dapa tmengalirkan udara bersih dan menggantikan udara


yang terkontaminasi di dalam ruangan
● Harus dapat menyaring (dengan pemasangan filter) partikel yang
infeksius dari udara yang diresirkulasi
● Bila perludi tambahkan lampu UV untuk mendesinfeksi udara yang
diresirkulasi
Prinsip dasar pembersihan lingkungan
o Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang
disediakan untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan bila
terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus dibersihkan bila pasien
sudah keluar dan sebelum pasien baru masuk
o Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan.
Membersihkan debu dengan kain kering atau dengan sapu dapat
menimbulkan aerosolisasi dan harus dihindari
o Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan keringkan setelah
digunakan
o Kain pel yang dapat digunakan kembali harus dicuci dan
dikeringkan setelah digunakan dan sebelum disimpan
o Tempat-tempat disekitar pasien harus bersih dari peralatan serta
perlengkapan yang tidak perlu sehingga memudahkan pembersihan
menyeluruh setiap hari
Hal-hal penting mengenai desinfeksi dan pembersihan
o Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan secara
teratur

74
o Pembersihan harus menggunakan tehnik yang benar dan harus
menghindari terjadinya aerolisasi debu
o Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan
pembersihan atau desinfeksi peralatan pernafasan dan harus
membersihkan tangan setelah APD dilepas

7) Kesehatan Karyawan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun kepada petugas kesehatan yang
lain. Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian
infeksi bagi petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan baru, seorang petugas
kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja dan status
imunisasinya. Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah
Hepatitis B dan bila memungkinkan A, Influensa, campak, tetanus, difteri,
rubella.

Lakukan pemeriksaan kesehatan berkalater hadap semua petugas baik tenaga


kesehatan maupun tenaga non kesehatan. Rumah sakit harus mempunyai
kebijakan untuk penatalaksanaan akibat tusukan jarum atau benda tajam bekas
pakai pasien, yang berisikan antara lain siapa yang harus dihubungi saat terjadi
kecelakaan dan pemeriksaan serta konsultasi yang dibutuhkan oleh petugas yang
bersangkutan. Apabila terjadi kecelakaan kerja berupa perlukaan seperti tertusuk
jarum suntik bekas pakai pasien atau terpercik bahan infeksius maka perlu
pengelolaan yang cermat dan tepat serta efektif untuk mencegah semaksimal
mungkin terjadinya infeksi yang tidak diinginkan.

Sebagian besar insiden pajanan okupasion aladalah infeksi melalui darah


yang terjadi di rumah sakit. HIV, hepatitis B dan hepatitis C adalah pathogen
melalui darah yang berpotensi paling berbahaya, dan kemungkinan pajanan
terhadap pathogen ini merupakan penyebab utama kecemasan bagi petugas
kesehatan di seluruh dunia.

75
Risiko mendapat infeksi lain yang dihantarkan melalui darah seperti hepatitis
B dan C jauh lebih tinggi dibandingkan mendapatkan infeksi HIV. Sehingga
tatalaksana pajanan okupasional terhadap penyebab infeksi tidak terbatas pada
HIV saja.

Tatalaksanan pajanan dibuat bertujuan untuk mengurangi waktu kontak


darah, cairan tubuh, atau jaringan sumber pajanan dan untuk membersihkan dan
melakukan dekontaminasi tempat pajanan.

Tatalaksana Pajanan adalah sebagai berikut :

a) Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan sabun/cairan
antiseptic sampai bersih
b) Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
c) Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali
d) Bila terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi),
dengan posisi kepala miring kearah mata yang terpercik
e) Bila darah memercik kehidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
f) Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan atau dihisap dengan mulut.

Tatalaksana Pajanan Bahan Infeksius di Tempat Kerja

a) Langkah pertama : Cuci


1) Tindakan darurat pada bagian yang terpajan seperti tersebut diatas
2) Setiap pajanan dicatat dan dilaporkan kepada yang berwenang yaitu atasan
langsung dan Komite PPI atau K3. Laporan tersebut sangat penting untuk
menentukan langkah berikutnya. Memulai PPP sebaikya secepatnya
kurang dari 4 jam dan tidak lebih dari 72 jam, setelah 72 jam tidak
dianjurkan karena tidak efektif.

76
b) Langkah kedua : Telaah Pajanan
1) Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah : perlukaan kulit,
pajanan pada selaput mukosa dan pajanan melalui kulit yang luka
2) Bahan pajanan
Bahan pajanan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah : darah,
cairan bercampur darah yang kasat mata, cairan yang berpotensial
terinfeksi seperti semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, cairan
sinovia, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan pericardial dan cairan
amnion. Serta virus yang terkonsentrasi.
3) Status Infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui), dilakukan
pemeriksaan : Hbs Ag untuk hepatitis B, anti HCV untuk hepatitis C, anti
HIV untuk HIV, untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan
adanya factor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi diatas.
4) Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara : pernahkah
mendapat vaksin hepatitis B, status serologi terhadap HBV (titer anti
HBs) bila pernah mendapatkan vaksin., pemeriksaan anti HCV (untuk
hepatitis C) dan anti HIV untuk infeksi HIV.
c) Langkah ketiga : langkah dasar tatalaksana klinis PPP HIV pada kasus kecelakaan
kerja
1) Menetapkan memenuhi syarat untuk PPP HIV
Evaluasi memenuhi syarat untuk PPP HIV adalah meliputi penilaian keadaan
berikut :
(a) Waktu terpajan, PPP harus diberikan secepat mungkin setelah
pajanan dalam 4 jam pertama dan tidak boleh lebih dari 72 jam setelah
terpajan.
(b) Infeksi HIV yang sebelumnya sudah ada, kemungkinan orang yang
terpajan sudah mendapat infeksi HIV sebelumnya sehingga perlu

77
diselidiki untuk proses syarat PPP dan jika orang tersebut telah mendapat
infeksi HIV sebelumnya, maka tidk boleh diberikan tindakan
pengeobatan dan semua paket perawatan seperti skrining TB, IMS,
penentuan stadium klinis dan lainnya sesuai dengan pedoman ARV
mutlak perlu dilakukan.
(c) Penilaian pajanan HIV, orang yang terpajan pada membrane mukosa
(melalui pajanan seksual atau percikan kemata, hidung atau rongga
mulut) atau kulit yang tidak utuh (melalui tusukan perkutan) terhadap
cairan tubuh yang potensial infeksius dari sumber terinfeksi HIV atau
yang tidak diketahui statusnya harus diberikan PPP HIV.
(d) penilaian status HIV dari sum berpajanan
mengetahui status HIV dari sumber pajanan sangat membantu. Pemberian
informasi singkat mengenai HIV dan tes HIV yang standar harus diikuti
dalam melakukan testing terhadap sumber pajanan, yang meliputi
persetujuan tes HIV dan menjaga kerahasiaan hasil tes.
2) Memberikan informasi singkat mengenai HIV untuk mendapatkan
persetujuan. Informasi singkat meliputi informasi tentang pentingnya
adherence dan kemungkinan efek samping serta nasihat tentang risiko
penularan sebagai bagian dari konseling. Informasi singkat tersebut harus
didukung dengan tindak lanjut layanan dukungan yang tepat untuk
memaksimalkan kepatuhan terhadap panduan obat PPP HIV dan mengelola
efek samping.
3) Memastikan bahwa korban tidak menderita infeksi HIV dengan melakukan
tes HIV terlebih dahulu
4) Pemberian obat untuk PPP HIV
5) Melaksanakan evaluasi laboratorium
6) Menjamin pencatatan
7) Memberikan follow-up dan dukungan

78
Pajanan terhadap virus HIV

Resiko terpajan 0,2 – 0,4% per injuri

Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui :

a. Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang sesuai


b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang tepat
c. Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam
Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi pajanan :

a. Tusukan yang dalam


b. Tampak darah pada alat penimbul pajanan
c. Tusukan masuk ke pembuluh darah
d. Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
e. Jarum berlubang ditengah
Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling,
pemeriksaan laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam
waktu 24 jam. Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1
tahun. Diulang setiap 3 bulan sampai 9 bulan atau 1 tahun.

Pajanan terhadap virus HEPATITIS B

Probabilitas infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% per pajanan.
Segera paska pajanan harus dialkukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi
infeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.

Profilaksis paska pajanan

Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HBS lebih dari 10
mlU/ml. HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48jam dan >
1 minggu PP, 1 seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologi.

79
Hepatitis D timbul pada individu dengan Hepatitis B, ditransmisikan dengan
cara yang sama demikian juga dengan cara monitornya.

Pajanan terhadap virus HEPATITIS C

Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada therapi propilaksis paska


pajanan yang dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan
adakah serokonversi dan didokumentasikan. Sumber pajanan harus juga
diperiksa.

Pajanan terhadap Mycobacterium Tuberculosis

Transmisi kepada petugas lewat airborne drpolet nuclei biasanya dari pasien TB
paru. Sekarang perlu diperhatiakn hubungan antara TB, Infeksi HIV dan MDR TB.
Petugas yang paska terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya > 10 mm perlu
diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal

Pajanan terhadap infeksi lain (varicella, hepatitis a, hepatitis e, influensa,


pertusis, difteri dan rabies)

Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat tatalaksana untuk petugas.


Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies
untuk daerah yang endemis.

8) Penempatan Pasien
Pertimbangan pada saat penempatan pasien

a) Tempatkan pasien infeksius terpisah dengan pasien non infeksius


b) Penempatan pasien disesuaikan dengan pola transmisi infeksi penyakit
pasien (kontak, droplet, airborne) sebaiknya ruangan tersendiri
c) Bila tidak tersedia ruangan tersendiri, dibolehkan dirawat bersama dengan
pasien lain yang jenis infeksinya sama dengan menerapkan system
cohorting. Jarak antara tempat tidur minimal 1 meter. Untuk

80
menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan,
dikonsultasikanterlebih dahulu kepada komite atau tim PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak, droplet, airborne)
e) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust
ke area tidak ada orang lalu lalang misal : TBC
f) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak
gangguan mental)
g) Mobilisasi pasie ninfeksius yang jenis transmisinya melalui udara agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
h) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesame pasien
TB.

Penanganan pasien dengan penyakit menular/suspek

Terapkan dan lakukan pengawasan terhadap Kewaspadaan Standar Untuk

kasus / dugaan kasus penyakit menular melalui udara :

a) Letakkan pasien di dalam satu ruangan tersendiri. Jika ruangan tersendiri


tidak tersedia, kelompokkan kasus yang telah dikonfirmasi secara terpisah
didalam ruangan atau bangsal dengan beberapa tempat tidur dari kasus
yang belum dikonfirmasi atau sedang didianosis (kohorting). Bila
ditempatkan dalam satu ruangan, jarak antara tempat tidur harus lebih dari
2meter dan diantara tempat tidur harus ditempatkan penghalang fisik
seperti tirai atau sekat.
b) Jika memungkinkan, upayakan ruangantersebut dialiri udara bertekanan
negatif yang dimonitor (ruangan bertekanan negatif) dengan 6-12
pergantian udara perjam dan sistem pembuangan udara

81
keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisien tinggi (filter
HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di
RS.
c) Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan
udara partikulasi udara efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam
ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di
jendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela.
Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji
untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak
tabur dibawah pintu dan amati apakah terhisap kedalam ruangan. Jika
diperlukan kipas angin tambahan didalam ruangan dapat meningkatkan
aliran udara.
d) Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan pencegahan ini
e) Pastikan setiap orang yang masuk keruangan menggunakan APD yang
sesuai : masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus
digunakan, bila tidak gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun,
pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.
f) Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan
g) Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika berhubungan
dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang didalam
ruangan.
Transport pasien infeksius

a) Dibatasi bila perlu saja


b) Bila mikroba pasien virulen, 3 hal yang perlu diperhatikan :
1) Pasien diberi APD ( masker, gaun)
2) Petugas diarea tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai

82
3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak
terjadi transmisi kepada orang lain

Pemindahan pasien yang dirawat di ruang isolasi/terpisah

Batasi pergerakan dan transportasi pasien dari ruangan hanya untuk


keperluan penting. Lakukan hanya jika diperlukan dan beritahu tempat yang akan
menerima sesegera mungkin sebelum pasien tiba. Jika perlu dipindahkan dari
ruangan/area dalam ruangan RS, pasien harus dipakaiakan masker dan
gaun. Semua petugas yang terlibat dalam transportasi pasien harus menggunakan
APD yang sesuai. Demikian pula jika pasien perlu dipindahkan keluar fasilitas
pelayanan kesehatan. Semua permukaan yang kontak dengan pasien harus
dibersihkan. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulance, maka sesudahnya
ambulance tersebut harus dibersihkan dengan desinfektan seperti alkohol 70% atau
larutan klorin 0,5%.

Keluarga pendamping pasien di RS perlu diedukasi oleh petugas agar


menjaga kebersihan tangan dan menjalankan kewaspadaan isolasi untuk mencegah
penyebaran infeksi kepada mereka sendiri maupun kepada pasien lain. Kewaspadaan
yang dijalankan seperti yang dijalankan oleh petugas kecuali pemakaian sarung
tangan.

Pemulangan pasien

a) Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai dengan batas waktu
penularan
b) Bila dipulangkan sebelum masa inkubasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena
penyakit menular melalui udara/airborne harus diisolasi dalam rumah selama
pasien tersebut mengalami gejala sampai dengan batas waktu penularan atau
sampai diagnosis alternatif dibuat atas hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa
pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan
cara menjaga kebersihan diri,
pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.

83
c) Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan , sesuai dengan cara penularan
penyakit menular yang diderita pasien.
d) Pembersihan dan desinfektan ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien.
9) Etika batuk / hygiene respirasi
Kebersihan pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan infeksi disumbernya.
Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi
pernafasan.
Saat anda batuk atau bersin :
a) Tutup hidung dan mulut anda
b) Segera buang tissue yang sudah dipakai
c) Lakukan kebersihan tangan
Difasilitas pelayanan kesehatan sebaiknya menggunakan masker bedah jika batuk,
etika batuk dan kebersihan pernafasan harus diterapkan disemua bagian rumah
sakit, dilingkungan masyarakat dan bahkan dirumah.

10) Praktek menyuntik yang aman


a) Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah
kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi
b) Bila memungkinkan sekali pakai walaupun multidose. Jarum atau spuit yang
dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai
untuk pasien lain.
c) Rekomendasi penyuntikan yang aman :
(1) Menerapkan tehnik aseptic untuk mencegah kontaminasi alat-alat injeksi
(2) Tidak menggunakan semprit yang sama untuk penyuntikan lebih dari satu
pasien walaupun jarum suntiknya diganti

84
(3) Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu
pasien dan satu prosedur
(4) Gunakan cairan pelarut /flushing hanya untuk satu kali pakai
(NaCl, WFI)
(5) Gunakan single dose untukobatinjeksibilamemungkinkan
(6) Tidak memberikan obat-obatan single dose kepada lebih dari satu pasien
atau mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian
berikutnya
(7) Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang
digunakan harus steril
(8) Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang
membuat
(9) Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebihdari 1 pasien.
11) Praktek lumbal punksi
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan
anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet
flora orofaring.
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih,
sarung tangan steril saat melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi
spinal/epidural/pasang kateter vena sentral. Penggunaan masker bedah pada
petugas dibutuhkan agar tidakterjadi droplet flora orofaring yang dapat
menimbulkan meningitis bacterial.

c. Kewaspadaan berdasarkan transmisi


Kewaspadaan ini dibutuhkan untuk memutuskan mata rantai transmisi
mikroba penyebab infeksi dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui maupun dugaan terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat
ditransmisikan lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan
terkontaminasi.

85
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi yaitu kontak, melalui droplet,
melalui udara, melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat dan peralatan),
melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus).
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Kewaspadaan
berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi
dengan kewaspadaan standar seperti melakukan kebersihan tangan, memakai
sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh.

1) Kewaspadaan Transmisi Kontak


Cara transmisi yang terpenting dan sering menimbulkan HAIs.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara
epidemiologi ditansmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung.
Kontak langsung meliputi kontak permukaan kulit yang terbuka dengan
kulit terinfeksi/kolonisasi. Misalnya pada saat petugas membalikkan tubuh
pasien, memandikan, membantu pasien bergerak, mengganti perban,
merawat oral pasien Herpes Simplex Virus (HSV) tanpa sarung tangan.
Transmisi kontak tidak langsung adalah kontak dengan cairan sekresi pasien
terinfeksi yang ditransmisikan melalui tangan petugas yang belum dicuci
atau benda mati dilingkungan pasien, misalnya instrument, jarum, kasa,
mainan anak, dan sarung tangan yang tidak diganti. Hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien sebelum melakukan aktivitas kebersihan tangan misal :
pegangan pintu, tombol lampu, telepon.Petugas harus menahan diri untuk
menyentuh mata, hidung, mulut saat masih memakai sarung tangan
terkontaminasi/tanpa sarung tangan.
2) Kewaspadaan transmisi droplet
Diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan standar terhadap pasien
dengan infeksi yang diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat
ditransmisikan melaui droplet (>5µm). Droplet yang besar terlalu berat
untuk melayang diudara dan akan jatuh dalam jarak

86
1matau< 2 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak
konjungtiva / mucus membrana hidung / mulut, orang rentan dengan
droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap
atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipen <
1m. Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan
penanganan khusus udara atau ventilasi. Misal adenovirus.
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membran
atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan kesisi lain misal mukosa membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal
: commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien
terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotraceal, batuk akibat induksi
fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmuner.
(7) Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions)
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi
mikroba yang secara epidemiologi penting dan di transmisikan melalui jalur
udara. Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (Varicella Zoster) langsung
melaui udara. Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba
penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel
kecil <5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel
debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan
diruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor
lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka
terkontaminasi (S. Aureus). Penting mengupayakan pertukara nudara> 12 x/jzm
(12 air changes per hour/ACH)

87
Langkah – langkah penerapan kewaspadaan transmisi melalui udara antara lain :
1) Pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien dan ventilasi mekanis di dalam
suatu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih yang masuk dan
keluar
2) Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapat OAT, harus dipisahkan
dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah mendapat terapi OAT secara
efektif berdasarkan analisis risiko tidak berpotensi menularkan TB baru dapat
dikumpulkan denganpasien lain
3) Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD pada pasien,
petugas dan pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan rawat pasien
sesuai kewaspadaan transmisinya
4) Ruang rawat pasien TB/MDR TB sebaiknya menggunakan ruangan
bertekanan negatif. untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang tersebut,
harus memiliki ruang dengan ventilasi yang memadai, minimal terjadi
pertukaran udara 12x/jam (diukur dengan alat vaneometer

Alur Pasien Infeksius

88
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi

Kontak Droplet Udara/Airborne

Penempat Ditempatkan : Ditempatkan : Ditempatkan :


an Pasien
Diruang rawat Diruang rawat Diruang rawat
terpisah/kohorti terpisah/kohorting terpisah/kohorting
ng/dipertimban /dipertimbangkan /dipertimbangkan
gkan bersama bersama Tim PPI bersama Tim PPI
Tim PPI
Tempat tidur Tempat tidur
Tempat tidur dengan jarak ≥1 dengan jarak ≥1
dengan jarak ≥1 meter meter
meter
Cegah terjadinya Ruang bertekanan
kontaminasi negative atau ruang
dengan pertukaran
udara yang baik

Transport Batasi gerak Batasi gerak Batasi gerak


pasien Bila diperlukan Bila diperlukan
keluar ruangan keluar ruangan
pasien diberi pasien diberi
masker masker

Peralatan Perlu terminal Ruang rawat pasien Terminal


untuk dekontaminasi dengan transmisi dekontaminasi

89
perawata n area sekitar droplet tidak perlu dilakukan secara
pasien pasien atau penanganan udara dekontaminasi
ruangan setelah secara khusus permukaan dengan
pasien pulang karena mikroba menggunakan H2O2
Dapat dipakai tidak bergerak 0,5-1,4%dengan
Na hipoklorit jauh. lama kontak 30
0,5% bilas Perlu terminal detik – 1 menit
dengan air atau dekontaminasi area (bactericidal,
dengan H2O2 sekitar pasien atau virusidal) atau lama
0,5-1,4% ruangan setelah kontak 5 menit bila
pasien pulang Dapat dengan tujuan
dipakai Na mikobakterisidal atau
hipoklorit 0,5% dry mist
bilas dengan air dengan H2O2 5%
atau dengan H2O2 dikombinasi dengan
0,5-1,4% Ag dengan lama
kontak 55 menit
untuk luas ruangan
0,135 m3.

APD Kebersihan tangan Kebersihan tangan Kebersihan tangan


sebelum sebelum sebelum
menggunakan menggunakan APD menggunakan APD
APD Sarung tangan, Masker bedah
- Sarung tangan masker dan gaun untuk pasien dan
dan gaun bagi dipakai bila bekerja masker respirator
petugas saat dalam radius 1-2 m partikulat untuk
masuk ke ruang terhadap pasien, petugas kesehatan
pasien saat kontak erat. saat masuk
- Ganti sarung keruang pasien
tangan setelah

90
kontak dengan Gaun dan apron Orang yang rentan
bahan infeksius sama seperti tidak boleh masuk
(feses, cairan transmisi kontak ruang pasien yang
tubuh, darah) diketahui atau
- Gaun suspek campak ,
Pakai gaun cacar air.
bersih saat Bila masuk atau
masuk ruang melakukan tindakan
pasien untuk dengan
melindungi kemungkinan timbul
petugas dari aerosol,
kontak dengan maka petugas
pasien, harus mengenakan
permukaan respirator partikulat
lingkungan,
barang di ruang
pasien, cairan
diare pasien,
ileostomy,
colostomy, luka
terbuka.
Lepas gaun
sebelum keluar
ruangan.
- Apron
Untuk
mengurangi
penetrasi cairan
Bila
memungkinkan
peralatan non

91
kritikal dipakai
untuk 1 pasien
atau pasien
dengan infeksi
mikroba yang
sama

d. Peraturan untuk kewaspadaan isolasi


Harus dihindarkan transfer mikroba patogen antar pasien atau petugas saat
perawatan pasien rawat inap. Perlu dijalankan hal berikut :

1) Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh eksresi dan sekresi
dari seluruh pasien untuk meminimalisir resiko transmisi infeksi
2) Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien
3) Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4) Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius
5) Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Desinfeksi tangan segera setelah
melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6) Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan desinfeksi bedpan,
urinal dan container pasien yang lain.
7) Tangani bahan infeksius secara prosedur
8) Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar antar pasien
e. Pemulasaraan jenasah

92
Pelayanan jenazah yang dilakukan di RSUD Manggelewa dikatagorikan dalam
pelayanan jenazah purna-pasien atau “mayat dalam” dimana cakupan layanannya
hanya berasal dari bagian akhir pelayanan kesehatan yang dilakukan di RS setelah
pasien dinyatakan meninggal, sebelum jenazah diserahkan kepihak keluarga
atau kepihak yang berkepentingan lainnya.

Prinsip pelayanan kamar jenazah yang dilaksanakan meliputi :

1) Penyediaan sarana yang disediakan diantaranya :


a) Ruang kamar jenazah yang bersih dan bebas dari kontaminasi yang
merupakan ruang area tertutup dengan jalur jenazah tersendiri dan
pencahayaan yang terang.
b) Kereta jenazah
c) Sarana cuci tangan
d) Tempat sampah
e) APD
2) SDM : ada satu orang yang ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam pelayanan
jenazah dibantu dengan peramu kebersihan

3) Dalam pelayanannya, jenazah yang sudah dilakukan perawatan jenazah di


unit perawatan akan disemayamkan sementara sebelum dibawa pulang di
ruang pemulasaraan jenazah (persemayaman jenazah tidak boleh lebih dari 4
jam). Dengan tetap memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut :
a) Jangan sampai petugas yang merawat dan orang sekitarnya tertular
penyakit.
b) Segala sesuatu yang keluar darit tubuh jenazah (kencing, darah, kotoran
dan yang lainnya) bias mengandung kuman sehingga menjadi sumber
penularan. Untuk itu petugas yang melakukan perawatan haru sproteksi
diri dengan menggunakan APD sesuai dengan standar.
c) Jenazah yang sudah dibungkus tidak boleh dibuka lagi. Khusus
untuk jenazah akibat penyakakit menular, jenazah harus

93
terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus,
jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong
jenazah.APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenasah
jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan. Jika keluarga
ingin melihat jenazah, diijinkan sebelum jenazah dimasukkan kedalam
kantong jenazah dan jenazah tidak boleh disuntik pengawet serta dibuka
kembali setelah jenazah dimasukkan kedalam kantong jenazah.
d) Jenazah diantar oleh mobil jenazah khusus dengan jalur jenazah
yang telah di sediakan.
Pendokumentasian jenazah dilakukan oleh petugas ruang pemulasaraan
jenazah di buku register jenazah. Penerimaan jenazah dan penyerahan
jenazah kepada keluarga pasien tercatat dalam buku register jenazah.

C. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit

a. Pencegahan dan pengendalian Infeksi Daerah Operasi

Pengendalian infeksi daerah operasi (IDO) atausurgical site infections (SSI)


adalah suatucara yang dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan
kejadian infeksi setelah tindakan operasi, misalnya operasi mata.
Paling banyak infeksi daerah operasi bersum berdari pathogen flora
endogenous kulitpasien, membaran mukosa. Bila membrane mukosa atau
kulit diinsisi, jaringan terekspour risiko dengan flora endogenous. Selain itu
terdapat sumber endogenous dari infeksi daerah operasi, sumber exogenous
tersebut adalah :
- Tim bedah
- Lingkungan ruang operasi
- Peralatan instrument dan alat kesehatan
- Kolonisasi mikroorganisme
- Daya tahan tubuh lemah

94
- Lama rawat inapprabedah
1) Klasifikasi Daerah Operasi
a) Luka Operasi Bersih
(1) Bila operasi dilakukan pada daerah tanpa radang.
Operasi tidak membuka
(a) Tr. Respiratorius
(b) Tr. Orofaring
(c) Tr. Gastrointestinal
(d) Tr. Urinarius
(e) Tr. Biller
Operasi berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa
drain tertutup.
b) Luka Operasi Bersih Terkontaminasi
Bila operasi membuka :
(1) Tr. Respiratorius
(2) Tr. Orofaring
(3) Tr. Gastrointestinal
(4) Tr. Urinarius
(5) Tr. Reproduksi (kecuali ovarium)
(6) Tr. Biller
Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage) Tr. Biliaris, Apendix,
Vagina dan Orofaring.
c) Luka Operasi Terkontaminasi
Operasi yang dilakukan pada kulit yang terbuka, tetapi masih
dalam waktu emas (Golden Periode ) yaitu dibawah 6 jam.

d) Luka Operasi Kotor / dengan infeksi


(1) Daerah dengan luka terbuka lebih dari 6 jam setelah
kejadianterdapat jaringan luas yang kotor.
(2) Operasi melalui daerah purulen.
(3) Operasipada pervorasi Tr. Digestivus, Urogenetalis, Tr.
Respiratorus yang terinfeksi.
95
2) Kriteria Infeksi Daerah Operasi
a) Infeksi Daerah Operasi Superfisial
Infeksi daerah operasi superficial harus memenuhi paling sedikit satu
dari criteria dibawah ini :
(1) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah dan hanya meliputi kulit, subcutan atau jaringan lain diatasfasia.
(2) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
(a) Pus keluar dari luka operasi atau drain yang dipasang diatas fascia
(b) Biakan positif dari cairan yang keluar dari luka atau jaringan yang
diambil secara aseptic
(c) Terdapat tanda-tanda peradangan (paling sedikit terdapat satu dari
tanda-tanda infeksi berikut : nyeri, bengkak local, kemerahan dan
hangat local), kecuali jika hasil biakan negative.
(d) Dokter yang menangani menyatakan terjadiinfeksi

b) Infeksi Daerah Operasi Profunda/Deep Incisional


Infeksi daerah operasi profunda harus memenuhi paling sedikit satu
criteria sebagai berikut ini :
(1) Infeksi yang terjadi pada daerah insisi dalam waktu 30 hari pasca
bedah atau sampai satu tahun pasca bedah (bila ada impalan berupa non
human derived implant yang dipasang permanan) dan meliputi jaringan
lunak yang dalam (missal lapisan fascia dan otot) dari insisi.
(2) Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
(a) Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari
komponen organ atau rongga dari daerah pembedahan.
(b) Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau
sengaja dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai
paling sedikit satu dari tanda-tanda atau gejala-gejala

96
berikut : demam (>380C) atau nyeri local, terkecuali biakan insisi
negative.
(c) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang
mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu
pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau
radiologis.
(d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
c) Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga
Infeksi daerah operasi organ/rongga memiliki criteria sebagai
berikut :
(1) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan,
bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila
dipasang implant dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan
prosedur pembedahan.
(2) Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit,
fascia atau lapisan-lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi
selama prosedur pembedahan.
Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :
(a) Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk
kedalam rongga/organ.
(b) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptic dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau rongga :
(c) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan langsung
waktu pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan
hispatologi satau radiologis.
(d) Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga.

97
3) Faktor Risiko IDO
Faktor risiko terjadinya IDO dapat berasal dari :

(a) Kondisi pasien sendiri misalnya usia, obesitas, penyakit berat, ASA
Score, karier MRSA, lama rawat praoperasi, malnutrisi, DM, penyakit
keganasan.,
(b) Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan,
antibiotic profilaksis, lamanyaoperasi, tindakan lebih dari satu jenis,
benda asing, transfuse darah, operasi emergensi
(c) Jeniso operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi
terkontaminasi, operasikotor
(d) Perawatan paska infeksi : tempt perawatan, tindakan –tindakan
keperawatan dan lamanya perawatan
4) Pencegahan infeksi daerah operasi terdiri dari tiga tahap yaitu :
(a) Pencegahan infeksi sebelum operasi
(1) Persiapan pasien sebelum operasi
● Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih
dahulu infeksi sebelum hari operasi elektif, dan jika perlu tunda
operasi sampai infeksi tersebut sembuh.
● Jangan mencukur rambut kecuali bila rambut terdapat pada daerah
operasi dan atau akan menggangguj alannya operasi
● Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan dikamar bedah
beberapa saat sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan
pencukur listrik (bila tidak ada pakai silet yang baru).
● Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari
kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi
● Sarankan pada pasien untuk berhenti merokok minimum 30 haris
ebelum hari elektif operasi
● Mandikan pasien dengan zat antiseptic malam hari sebelum hari
elektif operasi

98
● Cuci dan bersihkan area pembedahan dan sekitarnya untuk
menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit
dengan anti septic
● Gunakan anti septic kulit yang sesuai untuk persiapan kulit
● Oleskan antiseptic pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari
bagian tengah menuju kearah luar. Daerah yang dipersiapkan
haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan
membuat insisi baru atau memasang drain bila diperlukan.
● Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat
mungkin dan cukup waktu untuk persiapan operasi yang memadai

(2) Antiseptic tangan dan lengan untuk tim bedah


● Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan pakai kuku palsu
● Lakukan kebersihan tangan bedah dengan antiseptic yang sesuai
● Setelah cuci tangan lengan harus tetap mengarah keatas dan
dijauhkan dari tubuh supaya air mengalir dari ujung jari keujung
siku. Keringkan tangan dengan handuk steril dan kemudian pakailah
gaun dan sarung tangan
● Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci tangan
bedah yang pertama
● Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan
● Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian cat kuku, namun
sebaiknya tidak memakai.
(3) Tim bedah yang terinfeksi
● Didiklah dan biasakan anggota timbedah agar melapor jika
mempunyai tanda dan gejala penyakit infeksi dan segera melapor
kepada petugas pelayan kesehatan karyawan

99
● Susun satu kebijakan mengenai perawatan pasien bila karyawan
mengidap infeksi yang kemungkinan dapat menular. Kebijakan ini
mencakup :
- Tanggung jawab karyawan untuk menggunakan jasa pelayanan
medis karyawan dan melaporkan penyakitnya
- Pelanggaran kerja
- Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh penyakitnya
- Petugas yang berwewenang untuk melakukan pelanggaran kerja

● Ambil sampel untuk kultur dan berikan larangan bekerja untuk


anggota tim bedah yang memiliki luka pada kulit, hingga infeksi
sembuh atau menerima terapi yang memadai
● Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikroorganisme seperti
S. Aureus. Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi
mikroorganisme seperti S. Aureus atau Sterptococusgrup A tidak
perlu dilarang bekerja, kecuali bila ada hubungan epidemiologis
dengan penyebaran mikroorganisme tersebut di rumahsakit.
(b) Pencegahan infeksi selama operasi
(1) Ventilasi
● Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah
dibandingkan dengan koridor dan ruangan disekitarnya
● Pertahankan minimum 15 kali pergantian udara per jam,
dengan minimum 3 diantaranya adalah udara segar
● Semua udara harus disaring baik udara segar maupun udara
hasil resirkulasi
● Semua udara masuk harus melalui langit-langit dan keluar
melalui dekat lantai
● Jangan menggunakan fogging dan sinar ultraviolet di kamar
bedah untuk mencegah infeksi IDO
● Pintu kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali bila
dibutuhkan untuk lewatnya peralatan, petugas dan pasien

100
● Batasi jumlah orang yang masuk dalam kama rbedah
(2) Membersihkan dan disinfektan permukaan lingkungan
● Bila tampak kotoran atau darah/cairan tubuh lainnya pada
permukaan benda atau peralatan, gunakan disinfektan untuk
membersihkan sebelum operasi dimulai
● Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau penutupan
kamar bedah setelah selesai operasi kotor
● Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar bedah
ataupun daerah sekitarnya
● Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan disinfeksi permukaan
lingkungan atau peralatan kamar bedah setelah selesai operasi
terakhir setiap harinya dengan disinfektan
(3) Sterilisasi instrument kamar bedah
● Sterilkan semua instrument bedah sesuai petunjuk
● Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrument yang harus
segera digunakan seperti instrument yang jatuh tidak sengaja saat
operasi berlangsung. Jangan melaksanakan sterilisasi kilat dengan
alas an kepraktisan, untuk menghemat pembelian instrument baru
atau untuk menghemat waktu.
(4) Pakaian bedah dan drape
● Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara
menyeluruh bila memasuki kamar bedah saat operasi akan
dimulai atau sedang berjalan, atau instrument steril sedang dalam
keadaan terbuka. Pakai masker bedah selama operasi berlangsung
● Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala dan
wajah secara menyeluruh bila memasuki kamar bedah (semua
rambut yang ada dikepala dan wajah harus tertutupi)
● Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk mencegah
IDO

101
● Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tanga nbedah, pakailah
sarung tangan steril. Sarung tangan steril dipakai setelah
memakai gaun steril
● Gunakan gaun dan drape yang kedap air
● Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi percikan cairan
tubuh pasien
● Sebaiknya gunakan gaun yang dispossible

(5) Tehnik aseptic dan bedah


● Lakukan tehnik aseptic saat memasukkan peralatan intravaskuler
(CVP), kateteranastesi spinal atau epidural, atau bila menuang atau
menyiapkan obat-obat intravena
● Siapkan peralatan dan larutan steril sesaat sebelum penggunaan
● Perlakukan jaringan dengan lembut, lakukan hemostatis yang efektif,
minimalkan jaringan mati atau ruang kosong (dead space) pada
lokasi operasi
● Biarkan luka operasi terbuka atau tertutup dengan tidak rapat, bila
ahli bedah menganggap luka operasi tersebut sangat kotor atau
terkontaminasi
● Bila diperlukan drainase, gunakan drain penghisap tertutup.
Letakkan drain pada insisi yang terpisah dari insisi bedah. Lepas
drain sesegera mungkin bila drain sudah tidak dibutuhkan lagi
(c) Pencegahan infeksi setelah operasi
(1) Perawatan luka setelah operasi
● Lindungi luka yang sudah dijahit dengan perban steril selama 24
sampai 48 jam pasca bedah
● Lakukan kebersihan tangan sesuai dengan ketentuan
● Bila perban harus diganti gunakan tehnik aseptic

102
● Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai
perawatan luka operasi yang benar, gejala IDO dan pentingnya
melaporkan gejala tersebut.
Selain pencegahan infeksi daerah operasi diatas, pencegahan infeksi dapat
dilakukan dengan penerapan bundles IDO yaitu ;

1) Pencukuran rambut dilakukan jika mengganggu jalannya operasi


dan dilakukan sesegera mungkin sebelum tindakan operasi
2) Antibiotic profilaksis, diberikan satu jam sebelum tindakan
operasi dan sesuai dengan empiric
3) Temperature tubuh harus dalam kondisi normal
4) Kadar gula darah, pertahankan kadar gula darah normal.

b. Pencegahan dan Pengendalian IADP / PHLEBITIS


Infeksi aliran darah (IAD) adalah infeksi aliran darah pada pasien yang
menggunakan alat sentral intra vaskuler (CVC line) setelah 48 jam dan ditemukan
tanda atau gejala infeksi yang dibuktikan dengan hasil kultur positif bakteri
pathogen yang tidak berhubungan dengan infeksi pada organ tubuh lain dan
bukan infeksi sekunder, dan disebut sebagaiCentral Line Associated Blood Stream
Infection (CLABSI). Pasien disebut IAD bila memenuhi paling sedikit satu kriteria
dibawah ini :
1) Terdapat kuman pathogen yang dikenal dari satu kali atau lebih biakan darah
dan biakan dari darah tersebut tidak berhubungan dengan infeksi di tempat
lain.
Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :

a) Demam > 380C


b) Menggigil
c) Hipotensi
2) Pasien berumur ≤ 1 tahun dengan paling sedikit satu dari tanda-tanda
berikut :
a) Demam > 38oC

103
b) Hipotermi < 37oC
c) Apnea
d) Bradikardi
Di RSUD Kab. Dompu untuk pencegahan dan pengendalian infeksi aliran darah
primer yang disurvey adala

Infeksi kateter vena sentral


Pemasangan kateter vena sentral melalui pembedahan yang ditanam dibawah kulit
dilengkapi dengan penutup yang menghalangi migrasi mikroorganisme kedalam
saluran kateter sehingga kateter dapat digunakan untuk akses vaskuler jangka
panjang.
Adanya infeksi pada pemakaian kateter vena sentral yang tercatat oleh Tim PPI
ditandai dengan :
(1) Ditemukan salah satu diantara gejala berikut tanpa penyebab lain :
(a) Demam > 380C
(b) Menggigil
(c) Hipotensi
(2) Daerah pembedahan/ tempat kateter mengalami peradangan atau keluar cairan
purulen
(3) Dilakukannya pemeriksaan kultur pada cateter vena central

A. Phlebitis
Adalah infeksi pada dinding vena yang timbul karena tindakan infasif pada
pemasangan kanule kateter intravena.

Infeksi ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan dengan atau tanpa
nanah pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 X 24 jam setelah
pemasangan infus atau kurang dari waktu tersebut bila infus masih terpasang.

Tanda dan Gejala Phlebitis

(1) Kemerahan pada tempat pensukan dan sekitarnya.

104
(2) Rasa panas pada tempat penusukan.
(3) Rasa sakit pada tempat penusukan dan bila ditekan terasa sakit.
(4) Kemerahan sepanjang vena yang ditusuk.
(5) Timbul pada tempat penusukan.

Penyebab Phlebitis :

Kimia
Karena osmolaritas dan PH cairan.

Mekanis
(1) Pemilihan tempat penusukan jarum dan pemilihan vena.
(2) Pemilihan jarum.
(3) Pelaksanaan fiksasi.
(4) Penggunaan cairan dingin.
Bacterial
(1) Cairan infus terkontaminasi.
(2) Tempat penusukan terkontaminasi.
Skala Phlebitis

0 : Tidak ada phlebitis

1 :- Ada kemerahan dan oedema pada penusukan jarum

a) Kemerahan disertai kesakitan atau tidak.


b) Oedema muncul atau tidak.
c) Tidak ada garis kemerahan.
d) Tidak ada cord yang bisa dipegang.
2 : Tanda Phlebitis no.1 disertai kemerahan sepanjang vena Ada

garis kemerahan sepanjang vena.

105
3 : Tanda Phlebitis no.1 dan 2 ditambah Sepanjang

vena yang ditusuk terasa mengeras.

Batasan phlebitis yang tercatat / menjadi laporan PPI :


a) Pasien minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut tanpa
ditemukan penyebab lainnya :
b) Demam (380C), sakit, eritema, atau panas pada vaskuler yang terlibat dan,
c) Kultur semi kuantitatif dari ujung kanula intervaskuler tumbuh > 15
koloni mikroba, dan
d) Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif
e) Adanya aliran nanah pada vaskuler yang terlibat
f) Untuk pasien ≤ 1 tahun, minimal mempunyai 1 gejala dan tanda berikut,
tanpa ditemukan penyebab lainnya :
(1) Demam (>380C rectal ), hipotermi (< 370C rectal), apneu, bradikardi,
letargi atau sakit, eritema, atau panas pada waktu vaskuler yang terlibat,
dan
(2) Kultur semi kuantitatif dari ujung kanula intervaskuler tumbuh > 15
koloni mikroba, dan
(3) Kultur darah tidak dilakukan atau hasil negatif
(4) Terjadi dalam waktu ≤ 3x24jam / 72 jam Dengan
menerapkan bundles IADP/PHLEBITIS yaitu :
a) Kebersihan Tangan,
b) Menggunakan APD
Penggunaan APD pada tindakan invasive direkomendasi pada saat :
(1) Pada tindakan pemasangan alat intra vena sentral maka APD yang harus
digunakan adalah topi, masker, gaun steril dan sarung tangan steril. APD
ini harus digunakan oleh petugas yang memasang atau membantu dalam
proses pemasangan sentral line.
(2) Penutup area pasien dari kepala sampai kaki dengan kain steril dengan
lubang kecil yang digunakan untuk area insersi

106
(3) Kenakan sarung tangan bersih untuk pemasangan kateter intra vena
perifer
(4) Gunakan sarung tangan baru jika terjadi pergantian kateter yang
diduga terkontaminasi
(5) Gunakan sarung tangan bersih atau steril jika melakukan perbaikan
(dressing) kateter intra vena.

c) Antisepsis kulit (Chlorhexidine)


Bersihkan area kulit disekitar insersi dengan menggunakan cairan antiseptic
(alcohol 70% atau larutan klorheksidinglukonat alcohol 2-4%) dan biarkan
antiseptic mongering sebelum dilakukan penusukan/insersikateter.
d) Pilih lokasi insersi kateter vena
Pemasangan kateter vena sentral sebaiknya mempertimbangkan factor risiko
yang akanterjadi dan pemilihan lokasi insersi dilakukan dengan
mempertimbangkan risiko yang paling rendah. Vena subklavia adalah
pilihan yang berisiko rendah untuk kateter non-tunneled catheter pada
orang dewasa. Segera lepaskan kateter jika sudah tidak ada indikasi lagi.
e) Observasi lokasi insersi setiap hari (pertimbangkan melepaskan kateter
segera jika sudah tidak ada indikasi)
Beberapa rekomendasi dalam pemakaian alat intravaskuler sebagai berikut :
(1) Pendidikan dan pelatihan petugas medis : melaksanakan pendidikan dan
pelatihan berkelanjutan bagi petugas medis yang materinya menyangkut
indikasi pemakaian alat intravaskuler, prosedur pemasangan kateter,
pemeliharaan peralatan intravaskuler dan pencegahan infeksi saluran darah
sehubungan dengan pemakaian kateter. Metode audiovisual dapat digunakan
sebagai alat bantu yang baik dalam pendidikan.
(2) Surveilans infeksi aliran darah

107
● Laksanakan surveilans untuk menentukan angka infeksi masing-masing
jenis alat, untuk memonitor kecenderungan angka-angka tersebut dan
untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam praktek pengendalian
infeksi
● Raba dengan tangan setiap hari lokasi pemasangan kateter melalui perban
untuk mengetahui adanya pembengkakan
● Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah
ada pembengkakan, demam tanpa adanya penyebab yang jelas, atau gejala
infeksi local atau infeksi bakterimia
● Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba atau dilihat,
lepas perban terlebih dahulu, periksasecara visual setiaphari dan pasang
perbanbaru
● Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat
dengan jelas
(3) Kebersihan tangan yang dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,
pemasangan alat intravaskuler, penggantian alat intravaskuler atau
memasang perban.
(4) Penggunaan APD, pemasangan dan perawatan kateter :
● Gunakan sarung tangan pada saat memasang alat intravaskuler seperti
dalam standard bllodborne pathogens yang dikeluarkan oleh Occupational
Safety and Health Administration (OSHA).
● Gunakan sarung tangan saat mengganti perban alat intravaskuler
(5) Pemasangan kateter, pada saat pemasangan kateter jangan menyingkat
prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan.
(6) Perawatan luka kateterisasi
(a) Antiseptic kulit
● Sebelum pemasangan kateter, bersihkan kulit dilokasi dengan antiseptic
yang sesuai, biarkan antiseptic mongering pada lokasi sebelum
memasang
● Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum
pemasangan kateter maka harus dibilas dengan alcohol

108
● Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan
antiseptic
● Perban kateter : gunakan kasa steril atau perban transparan untuk
menutup lokasi pemasangan kateter, ganti perban bila alat dilepas atau
diganti atau bila perban basah, longgar atau kotor. Ganti perban lebih
sering bagi pasien diaphoretic. Hindari sentuhan yang mengkontaminasi
lokasi kateter saat mengganti perban.
(b) Pemilihan dan pengganti analat intravaskuler
Pilih alat yang risiko komplikasinya relative rendah dan harganya paling
murah yang dapat digunakan untuk terapi intravenad enganjenis dan
jangka waktu yang sesuai. Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila
sudah tidak ada indikasi klinis.
(c) Pengganti perlengkapan dan cairan intravena
● Set perlengkapan : gantiselang IV termasuk selang piggyback dan
stopcock, dengan interval yang tidak kurang dari 72 jam, kecuali bila
ada indikasi klinis
● Gantiselang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah
atau emulsi lemak dalam 24 jam dari diawalinya infuse
● Cairan parenteral
- Rekomendasi tentang waktu pemakaian cairan IV, termasuk juga cairan
nutrisi parentral yang tidak mengandung lemak sekurang-kurangnya
96 jam
- Infuse harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu
botolcairanparentral yang mengandung lemak
- Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infuse dalam 12 jam
setelah botol emulsi mulai digunakan
(7) Port injeksi intravena
Bersihkan port injeksi dengan alcohol 70% ataupovidon iodine sebelum
mengakses system.
(8) Persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan intravena

109
(1) Campurkan seluruh cairan parentral dibagian farmasi dalam laminar-
flow hood menggunakan tehnik aseptic.
(2) Periksa semua container cairan parentral apakah ada kekeruhan,
kebocoran, keretakan, partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik
sebelum digunakan
(3) Pakai vial dosis tunggal aditif parentral atau obat-obatan bila mana
mungkin
(4) Bila harus menggunakan vial multi dosis
● Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang dibuka bila
direkomendasi dari pabrik
● Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alcohol sebelum
menusukkan alat ke vial
● Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi
dosis dan hindari kontaminasi alat sebelum menembus karet vial
● Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat
adanya kontaminasi atau bila telah mencapai tanggal kadaluarsa
(9) Filter in line, jangan gunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi
(10) Petugas terapi intra vena
Tugaskan personel yang telah terlatih untuk pemasangan dan pemeliharaan
peralatan intravaskuler.
(11) Profilaksis antimikroba
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan
atau selama pemasangan alatin travaskuler untuk mencagah kolonisasi kateter
atau infeksi bakterimia.

B. ISK

1) Diagnosis infeksi saluran kemih


a) Urin kateter terpasang lebih dari 48 jam
b) Gejala klinis : demam, sakit pada suprapubik, dan nyeri pada sudut
costovertebra

110
c) Kultur urin positif ≥105coloni forming unit (CFU) dengan 1 atau 2 jenis
mikroorganisme dan nitrit dan/leukosit esterase positif dengan carik
celup

2) Faktor risiko ISK


Diagnosis ISK akan sulit dilakukan pada pasien dengan pemasangan kateter
jangka panjang, karena bakteri tersebut sudah berkolonisasi, oleh karena itu
penegakan diagnose infeksi dilakukan dengan melihat tanda klinis pasien
sebagai acuan selain hasil biakan kuman dengan jumlah> 102-103 cfu/ml
disebut sebagai indikasi infeksi.
a) Faktor risiko tersebut antara lain :
(1) Lama pemasangan kateter> 6-30 hari berisiko terjadi infeksi
(2) Gender wanita
(3) DM, malnutrisi, renal insufficiency
(4) Monitoring urine out put
(5) Posisi drainage kateter lebih rendah dari urine bag
(6) Kontaminasi selama pemasangan kateter urin
(7) Inkontinensia fekal (kontaminasi E,coli pada wanita)
(8) Rusaknya sirkuit kateterurin
b) Komponen kateter urin
(1) Materikateter : latex, silicon, silicon-elastomer, hydrogel-coated,
antimicrobial-coated, plastic
(2) Ukuran kateter : 14-18 french (French skalakateter yang
digunakan dengan mengukur lingkar luar kateter)
(3) Balon kateter diisis cairan 30cc
(4) Kantong urin dengan ukuran 350-750cc
c) Indikasi pemasangan kateter urin menetap
(1) Retensi urin akut atau obstruksi
(2) Tindakan operasi tertentu
(3) Membantu penyembuhan perineum dan luka sacral pada
pasien inkontinensia

111
(4) Pasien bedrest dengan perawatan paliatif

112
(5) Pasien immobilisasi dengan trauma atau operasi
(6) Pengukuran urin out put pada pasien kritis

d) Prosedur pemasangan kateter urin menetap


Prosedur pemasangan urin kateter menetap dilakukan dengan tehnik
aseptic, sebelum dimulai periksa semua peralatan kesehatan yang
dibutuhkan terdiri dari :
(1) Sarung tangan steril
(2) Antiseptic non toksik
(3) Swab/cotton wool
(4) Handuk kertas kecil (doksteril)
(5) Gel lubrikasi anastesi
(6) Kateter urin sesuai ukuran
(7) Urine bag
(8) Syrnges puit denga ncairan aquabidest atau saline untuk mengisi balon
kateter
e) Bundles pencegahan dan pengendalian infeksi saluran kemih
(1) Pemasangan urin kateter digunakan hanya sesuai indikasi yang sangat
diperlukan seperti adanya retensi urin, obstruksi kandung kemih,
tindakan operasi tertentu, pasien bedrset, monitoring urinout put. Jika
masih dapat dilakukan tindakan lain maka pertimbangkan untuk
pemakaian kondom atau pemasangan intermitten. Lepaskan kateter
urine sesegera mungkin jika sudah tidak sesuai dengan indikasi kali.
(2) Lakukan kebersihan tangan dengan mematuhi 6 langkah melakukan
kebersihan tangan, untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang dari
tangan petugas saat melakukan pemasangan kateter urine.
(3) Tehnikin sersi, tehnik asptik perlu dilakukan untuk mencegah
kontaminasi bakteri pada saat pemasangan kateter dan gunakan
peralatan steril dan sekali pakai pada peralatan kesehatan sesuai

113
ketentuan. Sebaiknya pemasangan urine kateter dilakukan oleh orang
yang ahli atau terampil.
(4) Pengambilan specimen, gunakan sarung tangan steril dengan tehnik
aseptic. Permukaan selang kateter swab alcohol kemudian tusuk kateter
dengan jarum suntik untuk pengambilan sample urine (jangan membuka
kateter untuk mengambil sample urine), jangan mengambil sample
urine dengan indwelling kateter diambil hanya bila ada indikasi klinis.
(5) Pemeliharaan urin kateter, pasien dengan menggunakan kateter urin
seharusnya dilakukan perawatan kateter dengan mempertahan kankesterilan
system drainase tertutup, lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah
memanipulasi kateter, hindari sedikit mungkin melakukan buka tutup urin
kateter karena akan menyebabkan masuknya bakteri, hindari
meletakkannya dilantai, kosongkan urine bag secara teratur dan hindari
kontaminasi bakteri. Menjaga posisi urin bag lebih rendah dari pada
kandung kemih, hindarii rigasi rutin, lakukan perawatan meatus dan jika
terjadi kerusakan atau kebocoran pada keteter lakukan perbaikan dengan
tehnik aseptic
(6) Melepas kateter, sebelum membuka kateter urin keluarkan cairan dari balon
terlebih dahulu, pastikan balon sudah mengempes sebelum ditarik untuk
mencegah trauma, tunggu selama 30 detik dan biarkan cairan mengalir
mengikuti gaya gravitasi sebelum menarik kateter untuk dilepas.

C. Ventilator Associated Pneumonia (VAP)

VAP merupakan infeksi pneumonia yang terjadi setelah 48 jam pemakaian


ventilasi mekanik baik pipa endotracheal maupun tracheostomi. Beberapa tanda
infeksi berdasarkan penilaian klinis pada pasien VAP yaitu demam, takikardi,
batuk, perubahan warna sputum. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan
peningkatan jumlah leukosit dalam darah dan pada rontgent didapat
kangambaran infiltrate baru pada persisten. Adapun diagnosis VAP ditentukan
berdasarkan tiga komponen

114
tanda infeksi sistemik yaitu demam, takikardi dan leukositosis yang disertai
dengan gambaran infiltrate baru ataupun perburukan di foto thoraks dan
penemuan bakteri penyebab infeksi paru.Pasien dengan menggunakan
ventilator mempunyai resiko 6-21 kali lebih tinggi dari pada pasien tanpa
ventilator.
Bundles pada pencegahan dan pengendalian VAP sebagai berikut :

1) Membersihkan tangan setiap melakukan kegiatan terhadap pasien yaitu


dengan menggunakan lima momenkebersihan tangan

2) Posisikan tempat tidur antara 30 0-450 bila tidak ada kontraindikasi


misalnya trauma kepala ataupun cedera tulang belakang

3) Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan
menggunakan bahan dasar antiseptic chorlhexidine 0,02% dan dilakukan
gosok gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque pada gigi karena
flaque merupakan media tumbuh kembang bakteri pathogen yang pada
akhirnya masuk kedalam paru pasien.
4) Manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal yaitu :
(a) Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan tehnik aseptic
bila harus melakukan tindakan tersebut
(b) Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang ventilator
menggunakan APD
(c) Gunakan suction kateter sekali pakai
(d) Tidak sering membuka selang / tubing ventilator
(e) Perhatikan kelembaban pada humidifier ventilator
(f) Tubing ventilator diganti bila kotor
5) Melakukanpengkajiansetiaphari “sedasi dan extubasi” :
(a) Melakukan pengkajian penggunaan obat sedasi dan dosis obat tersebut
(b) Melakukan pengkajian secara rutin akan respon pasien terhadap
penggunaan obat sedasi tersebut. Bangunkan pasien setiap hari dan manila
responnya untuk melihat apakah sudah dapat dilakukan penyapihan
modus pemberian ventilasi

115
6) Peptic ulcer diseases porphylaxis diberikan pada pasien dengan risiko tinggi
7) Berikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis

D. Hospital Acquired Pnemonia (HAP)

HAP adalah infeksi akut pada parenkim paru setelah pasien dirawat di rumah
sakit >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita infeksi
saluran nafas bawah.
Tanda dan gejala :
Ditemukan minimal dari tanda dan gejala klinis :
1) Demam (≥380C) tanpa ditemui penyebab lainnya
2) Leucopenia (<4000WBC/mm3) atau leukositosis (≥ 12000 SDP/mm3) Dan
minimal disertai dua dari tanda berikut :

a) Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat sputum


b) Peningkatan fraksi inspirasi oksigen ≥ 0,2 dari FiO2 sebelumnya.

E. Dekubitus

Adalah suatu kondisi kerusakan/kematian kulit atau jaringan bawah kulit,


bahkan menembus otot sampai mengenai tulang akibat adanya penekanan terus-
menerus sehingga mengakibatkan gangguan sirkulasi darah setempat.
Dengan menerapkan askep pada pasien dengan beresiko terjadi dekubitus yaitu :
memberikan lotion pada daerah yang tertekan, melindungi kulit / daerah yang
tertekan dengan memberikan alas yang sesuai standar (kasur listrik), observasi
perubahan posisi pasien dengan membuatkan jadwal Factor-faktor terjadi
dekubitus :

1) Factor internal :
a) Umur tua (75th)

116
b) Penurunan kemampuan system kardiovaskuler (DM, Anemia,
Hipoalbumin, Penyakit neurology)
c) Status gizi (under atau overweight)
2) Faktor eksternal :
a) Kebersihan tempat tidur
b) Peralatan medik yang memfiksasi (post op)
c) Perubahan posisi yang kurang
Penampilan klinis dekubitus :
Derajat I : radang epidermis
Derajat II : radang dermis hingga subkutan
Derajat III : radang faskia sampai otot Derajat
IV : radang sampai tampak tulang Perawatan
dekubitus :
Derajat I : dirawat dengan air hangat, lotion, dimasase 2-3kali sehari Derajat
II : dirawat dengan syarat aseptic suasana dingin dan hangat, obat-obatan
Derajat III : luka bersih, eksudat dialirkan, oksigenasi dijaga,antibiotika
sistemik
Derajat IV : perawatan diatas dilanjutkan, perlu tindakan bedah ?

Surveilans Infeksi Rumah Sakit


Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan merupakan suatu upaya kegiatan untuk meminimalkan atau mencegah
terjadinya infeksi pada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat sekitar rumah
sakit. salah satu program pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) adalah
kegiatan surveilans, disamping adanya kegiatan lainnyaseperti pendidikan dan
latihan, kewaspadaan isolasi serta kebijakan penggunaan antimikroba yang rasional.
kegiatan surveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan merupakan salah satu
kegiatan yang penting dan luas dalam program pengendalian infeksi, dan suatu hal
yang harus dilakukan untuk mencapai keberhasilan dari program PPI.

117
Kegiatan sueveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu
proses yang dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi,
menganalisa data kejadian yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan
melaporkannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil kegiatan surveilans
ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan,
untuk menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB), dan sebagai tolak ukur
kejadian infeksi di rumah sakit. Dengan adanya kegiatan surveilans pada program PPI
di rumah sakit diharapkan dapat menurunkan laju infeksi.

a. Pengertian
Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus
terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan
efisien. Salah satu dari bagian surveilans kesehatan adalah surveilans infeksi
terkait pelayanan kesehatan (health care associated infections/HAIs)

Kegiatan surveilans IRS adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang dideseminasikan
sacara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.

b. Tujuan Surveilans
1) Tersedianya informasi tentang situasi dan kecenderungan kejadian HAIs
difasilitas pelayanan kesehatan dan factor risiko yang mempengaruhinya.

118
2) Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
fenomena abnormal (penyimpangan) pada hasil pengamatan dan dampak HAIs
di fasilitas pelayanan kesehatan
3) Terselenggaranya investigasi dan pengendalian kejadian penyimpangan pada
hasil pengamatan dan dampak HAIs difasilitas pelayanan kesehatan.
c. Metode Surveilans
1) Surveilans komprehensif (hospital wide/traditional surveilans)
Adalah surveilans yang dilakukan disemua area perawatan untuk
mengidentifikasi pasien yang mengalami infeksi selama di rumah sakit. Data
dikumpulkan dari catatan medis, catatan keperawatan, laboratorium dan
perawatruangan. Metode surveilans ini merupakan metodepertama yang
dilakukan oleh center for diseases control (CDC) pada tahun 1970 namun
memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya.
2) Surveilans target (targeted surveilans)
Metode surveilans ini berfokus pada ruangan atau pasien dengan risiko infeksi
spesifik seperti ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi baru
lahir, ruang perawatan pasien transplant, ruang perawatan
hemodialise, atau pasien dengan risiko : ISK, surgical site infection
(SSI)/IDO, blood stream infection (BSI)/IAD, pneumonia, (HAP/VAP) Surveilans
target dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan
memerlukan sumber daya manusia yang sedikit.
3) Surveilans Periodik
Metode hospital wide traditional surveillance yang dilakukan secara periodic
misalnya satu bulan dalam satu semester. Cara lain dilakukan surveilans
pada satu atau beberapa unit dalam periode tertentu kemudian pindah lagi ke
unit lain.
4) Surveilans Prevalensi (Prevalence Surveilance)
Adalah menghitung jumlah aktif infeksi selama periode tertentu. Aktif
infeksi dihitung semua jumlah infeksi baik yang lama maupun yang baru
ketika dilakukan survey. Prevalence surveilans dapat digunakan
pada populasi khusus seperti infeksi mikroorganisme khusus :

119
methicillin-resistant staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin resistant
enterococci (VRE).
Berdasarkan beberapa metode diatas, yang direkomendasikan adalah surveilans
target (targeted surveillance) untuk dapat dilaksana karena surveilans target
dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan memerlukan sumberdaya
manusia yang sedikit.
d. Langkah – Langkah Surveilans
1) Perencanaan Surveilans
(a) Tahap 1 : mengkaji populasi
Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survey apakah semua
pasien / sekelompok pasien/ pasien yang berisiko tinggi saja
(b) Tahap 2 : menseleksi hasil /proses surveilans
Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian paling
sering/dampakbiaya/ diagnosis yang paling sering
(c) Tahap 3 : penggunaan definisi infeksi
Gunakan definisi infeksi yang mudah dipahami dan mudah diaplikasikan,
nosocomial infection surveilans system (NISS) misalnya menggunakan national
health safety network (NHSN), center for diseases control (CDC) atau
kementrian kesehatan
2) Pengumpulan data
a) Tahap 4 : mengumpulan data surveilans
b) Mengumpulkan data surveilans oleh orang yang kompeten,
professional, berpengalaman, dilakukan oleh IPCN
c) Memilih metode surveilans dan sumber data yang tepat
d) Data yang dikumpulkan dan dilakukan pencatatan meliputi data
demografi, factor risiko, antimikroba yang digunakan dan hasil kultur
resistensi, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomorcatatan medic,
tanggal masuk RS.
e) Tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang perawatan saat infeksi
muncul pertama kali.
f) Factor risiko : alat, prosedur, factor lain yang berhubungan dengan
IRS, data radiologi/imaging :X-ray, CT scan, MRI
120
g) Metode observasi langsung merupakan gold standard.

3) Analisis
Tahap 5 : penghitungan dan stratifikasi
(a) Incidence rate
Numerator adalah jumlah kejadian infeksi dalam kurun waktu tertentu.
Denominator adalah jumlah hari pemasangan alat dalam kurun waktu
tertentu atau jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam
kurun waktu tertentu.
(b) Menganalisis incidence rate infeksi
Data harus dianalisa dengan cepat dan tepat untuk mendapatkan
informa siapakah dia ada masalah infeksi rumah sakit yang memerlukan
penanggulangan atau investigasi lebihl anjut.

Angka Kejadian infeksi karena jarum infuse /IADP


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Angka Kejadian Infeksi Luka Infus/Phlebitis dan
INDIKATOR Angka Infeksi Aliran Darah Primer

DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Prose


MUTU s
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga pencegahan
dan pengendalian infeksi khususnya dalam pelaksanaan
penyediaan data, pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi
yang disebabkan oleh pemasangan intravena cateter perifer
dan pemasangan
cateter vena sentral ( CVP ) di RS.
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor risiko infeksi nosokomial,
OPERASIONA pengumpulan data pada pasien yang terpasang infus
L dan CVP setiap harinya di instalasi pelayanan RS.

121
LATAR Prosedur pemasangan infuse dan pemasangan CVP
BELAKANG/ merupakan tahap awal pemantauan dari kejadian infeksi
ALASAN/ luka infuse dan infeksi aliran darah primer dalam
IMPLIKASI/ meningkatkan mutu pelayanan RS, kesalahan tahap awal
RASIONALIS
pada tehnik pemasangan dapat menyebabkan terjadinya
ASI
HAIs di pelayanan kesehatan. Jika tidak dilakukan
pemantauan akan meningkatkan risiko infeksi rumahsakit
selanjutnya. Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian
fatal yang berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
Angka insisden:
Angka kejadian infeksi luka infuse/phlebitis dan angka
kejadian infeksi aliran darah primer di RSUD Manggelewa
dari bulan Januari sampai Desember 2022
sebesar 0.20%.

𝑁
FORMULA 𝑥1000 =...0/
𝐷 00

NUMERATOR Jumlah kejadian infeksi akibat pemasangan intravena


cateter di daerah perifer dan pemasangan cateter vena
sentral.
DENOMINAT Jumlah seluruh hari rawat pasien yang terpasang infus
OR dan terpasang CVL
TARGET ≤3.5 0/00
KRITERIA Seluruh prosedur pemasangan infuse yang dilaksanakan di
INKLUSI seluruh unit RSU Manggelewa dengan salah satu criteria
sebagai berikut :
Ditemukan pathogen dari biakan spesimen darah dari
kateter intravaskuler dan dari darah perifer tidak
berkaitan dengan infeksi di tempat lain
Pasien dengan minimal satu gejala atau tanda sebagai berikut
demam > 380C, menggigil atau hipotensi tanpa
penyebab lainnya dan diperoleh hasil laboratorium

122
hasil yang positif yang tidak berhubungan dengan infeksi
ditempat lain
Dugaan infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter
intravaskuler pada anak berusia < 1 tahun memiliki minimal
satu dari tanda berikut: demam suhu tubuh 380C per rectal,
hipotermi(<370C per rectal), apnea atau bradikardi, tidak
ditemukan sumer infeksi selain pemasangan kateter
vaskuler, terdapat bakteri pathogen dalam biakan kuman
Pada pasien dengan pemakaian kateter intravena perifer
ditemukan minimal satu gejala atau tanda berikut: bengkak
disekitar daerah pemasangan infuse, perubahan warna
kulit/kemerahan pada daerah
pemasangan kateter intravena, dan rasa nyeri

KRITERIA Pasien dengan IAD sebelum pemasangan CVL


EKSKLUSI
SUMBER Catatan hari rawat pasien yang terpasang infuse dan
DATA CVL
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPUL Pelaksana IPCLN dan IPCN
AN DATA pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format
pengumpulan data pemantauan
FREKUENSID Frekuensi analisis Setiap 3 bulan
AN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan

123
dengan target menggunakan
tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target,
lanjutan dalam bentuk grafik garis (tren)
yang dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan
mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD. Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI

124
FORMAT
PENCATATA FORMULIR PELAPORAN INFEKSI NOSOKOMIA
N
Bulan:
Nama
:
Ruangan

Jenis Infeksi Nosokomial


ISK IDO IADP Phlebiti
Jml
Hari
Juml
Raw t
Pas Hari Jml Hari
T Pasi
ien Rawat JmlP Rawat
g nden
Kel I Pasien I asien Pasien I
l IN ganp
uar N Mema N Oper dengan N
ema
kai asi CVL
anga
Katete r
ninf
s

NB :

Frekuensi Setiap hari kerja


Pencatatan
Pelaksana Seluruh Unit Pelayanan RSUD
Manggelewa
Pencatatan

125
Sampel Seluruh prosedur yang dilaksanakan di
Unit RSUD Manggelewa
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian infeksi akibat pemasangan
Numerator intravena cateter di daerah perifer dan
pemasangan cateter vena
sentral.
Angka Jumlah seluruh hari rawat pasien yang
Denominato terpasang infuse dan terpasang CVL
r

Angka kejadian ISK karena pemakaian urine catheter


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Angka Kejadian Infeksi saluran Kemih
INDIKATOR
DIMENSI MUTU Safety TIPE INDIKATOR O
ut
p
ut
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga pencegahan
dan pengendalian infeksi khususnya dalam pelaksanaan
penyediaan data, pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi
yang disebabkan oleh
pemasangan urine cateter di RS Manggelewa
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial,
OPERASIONA L pengumpulan data pada pasien pada pasien yang terpasang

urine cateter setiap harinya di instalasi


pelayanan RS Manggelewa

126
LATAR Prosedur pemasangan urine cateter merupakan tahap awal
BELAKANG/ pemantauan dari kejadian infeksi saluran kemih dalam
ALASAN/ meningkatkan mutu pelayanan RS, kesalahan tahap awal
IMPLIKASI/ pada tehnik pemasangan dapat menyebabkan terjadinya
RASIONALIS
HAIs di pelayanan kesehatan. ISK merupakaninfeksi yang
ASI
terjadi pada salurankemihmurni (ureter dan permukaan
kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam
dari organ-organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitoneal
atau rongga perinefrik), karena penggunaan kateter urine
>48 jam. Jika tidak dilakukan pemantauan akan
meningkatkan risiko infeksi nosokomial selanjutnya.
Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian fatal yang
berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
Angka insisden:
Angka kejadian infeksi saluran kemih di RSUD
Manggelewa dari bulan Januari sampai Desember 2022
sebanyak 0%.

𝑁
FORMULA 𝑥1000 =...0/
𝐷 00

NUMERATOR Jumlah kejadian infeksi akibat pemasangan urine


cateter.
DENOMINAT Jumlah seluruh hari rawat pasien yang terpasang urine
OR cateter
TARGET ≤ 4,7 0/00
KRITERIA Seluruh prosedur pemasangan kateter urine
INKLUSI yang dilaksanakan di seluruh unit RSUD
Manggelewa ditemukan minimal dari tanda dan gejalak
linis :
Demam (>380C)
Urgensi
127
Frekuensi
Disuria atau nyeri supra pubik
Tanda dan gejala ISK anak ≤ 1 tahun :
Demam >380C rectal Hipotermi
<370C rectal Apnea
Bradikardia
Letargia
Muntah-muntah Tesdiagnostik
:
Tes carik celup (dipstick) positif untuk lekosit esterase
dan/ nitrit
Piuri (terdapat ± 10 lekosit per ml / terdapat 3 lekosit per
LPB (mikroskop kekuatan tinggi / 1000x) dari urin tanpa
dilakukan sntrifugasi).
Ditemukan kuman dengan pewarnaan gram dari urin yang
tidak disentrifugasi.
Paling sedikit dua kultur urin ulangan didapatkan
uropatogen yang sama (bakteri gram negative atau S.
saprophyticus) dengan jumlah ≥ 102 koloni per ml dari urin
yang tidak dikemihkan (kateter atau aspirasi suprapubik)
Kultur ditemukan ≤ 105 koloni/ml kuman pathogen
tunggal (bakteri gram negative/ S. saprophyticus) pada
pasien dalam pengobatan antimikroba efektif untuk ISK
Doktermendiagnosasebagai ISK
Doktermemberikanterapi yang sesuaiuntuk ISK.

KRITERIA Pasien dengan ISK sebelum pemasangan kateter urine


EKSKLUSI menetap
SUMBER Format pemantauan Catatan hari rawat pasien yang
DATA terpasang kateter urine

128
FREKUENSI Frekuensi pengumpulan Setiap hari
DAN CARA data
PENGUMPUL Pelaksana pengumpulan IPCLN dan IPCN
AN DATA data
Bentuk pengumpulan data Catatan dalam format
pemantauan
FREKUENSID Frekuensi analisis data Setiap 3 bulan
AN CARA Pelaksana analisis data IPCN
ANALISIS Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah
DATA numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan target
menggunakan tabel
distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses pelaporan Setiap bulan
DAN CARA Pelaksana laporan awal IPCN
PELAPORAN Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan lanjutan Ketua Komite PPI
berkoordinasi dengan
unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan lanjutan Rekapitulasi pencapaian
target, dalam bentuk

129
grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan
target, lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target
tidak tercapai
Penerima laporan lanjutan Direktur RS, Dirut dan
Dewan Komisaris untuk
mendapatkan feedback/
rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
FORMAT
PENCATATAN FORMULIR PELAPORAN INFEKSI NOSOKOMIAL

Bulan:
Nama
Ruan :
gan

Jenis Infeksi Nosokomial


Dekubitu
ISK IDO Phlebitis
s
Pas
T Juml Jml Jml
ien
g Hari JmlP Hari Hari
Kel
l I Rawa I asien I Rawa I Rawat
uar
N t Pasie N Opera N t Pasie N Pasien
n si nden denga
npema

130
Mem gan sanga
akai CVL ninfus
Kate
ter

NB :
Frekuensi Setiap Hari
Pencatatan
Pelaksana Kepala Unit Rawat Inap
Pencatatan
Sampel Seluruh prosedur pemasangan cateter
urine di ruang rawat RSU Manggelewa
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian infeksi akibat
Numerator pemasangan urine cateter.
Angka Jumlah seluruh hari rawat pasien yang
Denominato terpasang urine cateter
r

Angka Kejadian VAP


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Angka kejadian VAP ( Ventilator Associated
INDIKATOR Pneumonia )
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Out
MUTU put

131
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya dalam
pelaksanaan penyediaan data, pencatatan dan pelaporan
kejadian infeksi yang disebabkan oleh pemasangan alat
bantu nafas / ventilator di R. ICU -
RS.
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial,
OPERASIONA pengumpulan data pada pasien pada pasien yang terpasang
L ventilator setiap harinya di instalasi
pelayanan RS.
LATAR Prosedur pencegahan VAP pada pasien yang terpasang
BELAKANG/ ventilator merupakan tahap awal pemantauan dari kejadian
ALASAN/ VAP dalam meningkatkan mutu pelayanan RS, kesalahan
IMPLIKASI/ tahap awal pada pemasangan ventilator dan perawatan pasien
RASIONALIS
yang terpasang ventilator dapat menyebabkan terjadinya
ASI
infeksi rumahsakit di pelayanan kesehatan. VAP adalah
infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru
setelah pemakaian ventilasi mekanik> 48 jam dan
sebelumnya tidak ada tanda-tanda infeksi saluran nafas.
Angka insisden:
Angka kejadian dekubitus di RSUD Manggelewa dari bulan
Januari sampai Desember 2022 sebanyak 0%.

𝑁
FORMULA 𝑥1000 =...0/
𝐷 00

NUMERATOR Jumlah kejadian VAP di rumah sakit.


DENOMINAT Jumlah seluruh hari rawat pasien yang terpasang
OR Ventilator.
TARGET ≤5,8 0/00
KRITERIA Ditemukan minimal daritanda dan gejalaklinis :
INKLUSI Demam (≥ 380C) tanpa ditemui penyebab lainnya

132
Leucopenia (<4.000 WBC/mm3) atau leukositosis
(≥12.000 SDP/mm3)
Dan minimal disertai 2 dari tanda berikut :
Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat
sputum
Peningkatan fraksi inspirasi oksigen ≥ 0,2 dari FiO2
sebelumnya
Peningkatan PEEP setiap hari sebesar ≥ 3cm H2O dari
PEEP sebelumnya selama 2 hari berturut-turut
KRITERIA Pasien dengan pneumonia sebelum pemasangan
EKSKLUSI ventilasi mekanik
SUMBER Format pemantauan Catatan hari rawat pasien yang
DATA terpasang ventilator
FREKUENSI Frekuensi pengumpulan Setiap hari
DAN CARA data
PENGUMPUL Pelaksana pengumpulan IPCLN dan IPCN
AN DATA data
Bentuk pengumpulan data Catatan dalam format
pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis data Setiap 3 bulan
DAN CARA Pelaksana analisis data IPCN
ANALISIS Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah
DATA numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target menggunakan tabel
distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses pelaporan Setiap bulan
DAN CARA Pelaksana laporan awal IPCN
PELAPORAN

133
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan lanjutan Ketua Komite PPI
berkoordinasi dengan unit
Penjaminan Mutu
Bentuk laporan lanjutan Rekapitulasi pencapaian
target, dalam bentuk grafik
garis (tren) yang
dibandingkan dengan
target, lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target
tidak tercapai
Penerima laporan lanjutan Direktur RS, Dirut dan
Dewan Komisaris untuk
mendapatkan feedback/
rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI

134
FORMAT
PENCATATA
Jumlah seluruh
N
hari rawat
Tangga Jml kejadian
No RM pasien yang
l VAP
terpasang
Ventilator
1
1
2
3
4

NB :

Frekuensi Setiap Hari


Pencatatan
Pelaksana Kepala Unit Rawat Inap
Pencatatan
Sampel Seluruh kejadian VAP di rumah sakit
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian VAP di rumah sakit pad
Numerator
Angka Jumlah seluruh hari rawat pasien yang t
Denominato Ventilator pada kolom 4
r

Angka Infeksi Daerah Operasi


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Angka Kejadian Infeksi Daerah Operasi
INDIKATOR

135
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Out
MUTU put
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga pencegahan
dan pengendalian infeksi khususnya dalam pelaksanaan
penyediaan data, pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi
yang disebabkan oleh tindakan operasi pada criteria operasi
bersih yang
dilakukan di RS.
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial,
OPERASIONA pengumpulan data pada semua pasien yang melakukan
L operasi setiap harinya di instalasi pelayanan RS.
LATAR Prosedur pencegahan infeksi daerah operasi pada pasien
BELAKANG/ yang melakukan operasi merupakan tahap awal pemantauan
ALASAN/ dari kejadian infeksi daerah operasi dalam meningkatkan
IMPLIKASI/ mutu pelayanan RS, kesalahan tahap awal pada persiapan
RASIONALIS
operasi, tindakan dan perawatan pasien yang melakukan
ASI
operasi yang terjadidalamwaktu 30 sampai 90
haripascaoperasidi pelayanan kesehatan. Jika tidak dilakukan
pemantauan akan meningkatkan risiko infeksi nosokomial
selanjutnya. Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian
fatal yang berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
Angka insisden:
Angka kejadian dekubitus di RSUD Manggelewa dari bulan
Januari sampai Desember 2022 sebanyak 0 %.

𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷

NUMERATOR Jumlah kejadian infeksi daerah operasi di rumah sakit.


DENOMINAT Jumlah seluruh pasien yang melakukan tindakan
OR operasi.
TARGET ≤0.2%

136
KRITERIA Seluruh prosedur yang dilaksanakan di seluruh unit RSUD
INKLUSI Manggelewa yang meliputi:
. Infeksi luka operasi superficial incisional site (SSI) adalah
infeksi luka operasi yang terjadi 30 hari setelah operasi dan
hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutan dengan gejala
: aliran nanah purulen atau terdapat minimal salah satu
gejala infeksi berikut yaitu bengkak, kemerahan, nyeri dan
panas.
. Infeksi luka oprasi dalam (profunda) / surgical site
infection (SSI) Deep Incisional adalah infeksi yang terjadi
30 hari sampai 90 hari pasca tindakan operasi dengan
criteria terdapat salah satu keadaan sebagai berikut :
terdapat drainase purulen dari tempat insisi dalam, biakan
positif dari specimen berupa cairan yang keluar dari luka
atau jaringan insisi dalam yang diambil dengan cara
aseptic. Insis superficial yang disengaja dibuka oleh dokter
dan memberikan hasil kultur positif atau tidak dilakukan
kultur dan terdapat setidaknya satu gejala atau tanda seperti
bengkak, kemerahan, nyeri, demam dengan suhu 38 0C.
dokter yang merawat menyatakan infeksi.
. Infeksi luka operasi organ/rongga adalah infeksi
yang terjadi 30 harisampai 90 hari pasca tindakan operasi
menyangkut bagian tubuh kecuali insisi kulit, fasia,
lapisanotot yang dibuka atau dimanipulasi selama tindakan
operasi dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
terdapat drainase purulen yang berasaldari drain yang
ditempatkan pada organ /rongga terkait, biakan positif dari
specimen berupa cairan yang keluar dari luka atau
jaringan organ/rongga terkait,
abses atau tanda infeksi yang melibatkan organ/rongga

137
yang dibuktikan dengan pemeriksaan histology atau
pemeriksaan radiologi dan dokter yang menangani
menyatakan IDO.
. Jenis operasi :
Bersih : dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka
traktus respiratorus, traktus gastrointestinal, orofaring,
traktus urinarius atau traktus bilier. Operasi berencana
dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa
pemakaian drain tertutup.
Bersih Tercemar : luka operasi yang membukan traktus
digestivus, traktus bilier, traktus urinarius, traktus
respiratorius sampai dengan orofaring atau traktus
reproduksi kecuali ovarium

KRITERIA Pasien yang dioperasi di luar RSUD Manggelewa


EKSKLUSI
SUMBER Catatan jumlah pasien yang melakukan tindakan
DATA Operasi
FREKUENSI Frekuensi pengumpulan Setiap hari
DAN CARA data
PENGUMPUL Pelaksana pengumpulan IPCLN dan IPCN
AN DATA data
Bentuk pengumpulan data Catatan dalam format
Pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis data Setiap 3 bulan
DAN CARA Pelaksana analisis data IPCN
ANALISIS Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah
DATA numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian

138
dibandingkan dengan
target menggunakan
tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses pelaporan Setiap bulan
DAN CARA Pelaksana laporan awal IPCN
PELAPORAN Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan lanjutan Ketua Komite PPI
berkoordinasi dengan
unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan lanjutan Rekapitulasi pencapaian
target, dalam bentuk
grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan
target, lengkap dengan
interpretasi, serta
laporan pelaksanaan
program peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila
target tidak tercapai
Penerima laporan lanjutan Direktur RS, Dirut dan
Dewan Komisaris untuk
mendapatkan feedback/
Rekomendasi

139
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
FORMAT
PENCATATA FORMULIR PELAPORAN INFEKSI NOSOKOMIAL
N
Bulan :
Nam a
:
Ruangan:

Jenis Infeksi Nosokomial


Dekubit
ISK IDO Phlebitis
us
Pa
Juml Jml Jml Hari
sie
T Hari Hari Rawat
n
g Rawat JmlP Rawa Pasiend
Ke
l I Pasien I asien I t Pasie I enganp
lua
N Memak ai N Oper N nden N emasan
r
Katete asi gan ganinfu
r CVL s

NB :

140
Frekuensi Setiap Hari
Pencatatan
Pelaksana Kepala Unit Rawat Inap
Pencatatan
Sampel Jumlah seluruh pasien yang melakukan
operasi
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian infeksi daerah operasi
Numerator sakit.
Angka Jumlah seluruh pasien yang melakukan
Denominato operasi.
R

Angka kejadian HAP (Hospital Associated Pneumonia)


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Angka kejadian HAP ( Hospital Associated
INDIKATOR Pneumonia )
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Output
MUTU
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya dalam
pelaksanaan penyediaan data, pencatatan dan pelaporan
kejadian infeksi yang disebabkan oleh kejadian Peumonie
karena dirawat di unit pelayanan
RSUD Manggelewa
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial
OPERASIONA terhadap kejadian Pneumonie pada pasien yang dirawat
L di unit pelayanan RSUD Manggelewa

141
LATAR Prosedur pencegahan HAP pada pasien yang dirawat di unit
BELAKANG/ pelayanan RSU Manggelewa merupakan tahap awal
ALASAN/ pemantauan dari kejadian HAP dalam meningkatkan mutu
IMPLIKASI/ pelayanan RS, kesalahan tahap awal pada perawatan pasien
RASIONALIS
dapat menyebabkan terjadinya HAIs di pelayanan kesehatan.
ASI
HAP adalah infeksi akut pada parenkimparusetelahpasien di
rawat dirumah sakit>48 jam tanpa dilakukan intubas dan
sebelumnya tidak menderita infeksi saluran nafas bagian
bawah. Jika tidak dilakukan pemantauan terhadap pasien
dengan risiko terjadi HAP akan meningkatkan risiko HAIs
selanjutnya. Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian
fatal yang berhubungan dengan KTD terhadap pasien.

𝑁
FORMULA 𝑥1000 = …0/
𝐷 00

NUMERATOR Jumlah kejadian Pneumonie pada pasien yang dirawat


di unit pelayanan RSUD Manggelewa
DENOMINAT Jumlah seluruh pasien yang dirawat dengan risiko
OR pneunonie (pasien dengan tirah baring lama)
TARGET ≤1 0/00
KRITERIA Seluruh kejadian pneumonia pada pasien yang berisiko HAP
INKLUSI yang sebelumnya tidak menderita infeksi saluran nafas
bagian bawah dengan ditemukannya minimal dari tanda dan
gejala klinis :
Demam (≥380C) tanpa ditemi penyebab lainnya Leucopenia
(< 4.000 WBC/mm3) atau Leukositosis
(≥12.000 SDP/mm3)
Dan minimal disertai 2 dari tanda berikut :
Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat
sputum

142
Peningkatan fraksi inspirasi oksigen ≥ 0,2 dari fraksi
Sebelumnya
KRITERIA Pasien yang sudah pneumonia dari rumah atau luar
EKSKLUSI rumah sakit
SUMBER Format pemantauan Catatan hari rawat pasien dengan
DATA HAP
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPUL Pelaksana IPCLN dan IPCN
AN DATA pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format
pengumpulan data pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis Setiap 3 bulan
DAN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target menggunakan
tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan dalam
bentuk grafik tren

143
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target,
lanjutan dalam bentuk grafik garis (tren)
yang dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Kab. Dompu
AREA
PIC Ketua Tim PPI
FORMAT
PENCATATA
N Jumlah seluruh
pasien yang dirawat
Tang Jml kejadian dengan risiko
No RM
gal HAP pneunonie (pasien
dengan tirah
baring
lama)
1
1
2
3
4

144
NB :

Frekuens Setiap Hari


i Pencatat
an

Pelaksan Kepala Unit Rawat Inap


a
Pencatat
an
Sampel Jumlah seluruh pasien yang dirawat
dengan risiko pneunonie (pasien dengan
tirah baring lama )
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian Pneumonie pada pasien
Numerat yang dirawat di unit pelayanan RSU
or Manggelewa (kolom 3)
Angka Jumlah seluruh pasien yang dirawat
Denomin dengan risiko pneunonie (pasien dengan
ator tirah baring lama) pada kolom 4

Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan dengan metode Enam lan
gkah pada saat five moment

STANDAR Pencegahan dan PengendalianInfeksi


JUDUL Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan
INDIKATOR dengan metode enam langkah pada saat five
Moment

DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Proses


MUTU

145
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
keselamatan pasien khususnya dari infeksi nosokomial
DEFINISI Kepatuhan kebersihan tangan adalah ketaatan petugas dalam
OPERASION melakukan prosedur kebersihan tangan dengan menggunakan
AL metode 6 langkah dan lima momen. Lima momen yang
dimaksud adalah:
. Sebelum kontak dengan pasien
. Sebelum melaksanakan tindakan aseptik
. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
. Setelah kontak dengan pasien
. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien Kebersihan
tangan bisa dilaksanakan dengan hand wash (membersihkan
tangan di air mengalir) atau hand rub (membersihkan tangan
dengan cairan hand rubber
basis alkohol)
LATAR Rumah Sakit merupakan pusat pelayanan pasien yang
BELAKANG/ membutuhkan prosedur yang kompleks, sehingga
ALASAN/ meningkatkan risiko terjadinya HAIs akibat pelayanan
IMPLIKASI/ rumah sakit.
RASIONALIS
Dampak : Jika tidak dilaksanakan prosedur cuci tangan
ASI
yang baik dan benar akan mengakibatkan peningkatan
insiden infeksi nosokomial diantaranya yang sesuai dengan
kondisi saat ini adalah insiden VAP, HAP, IADP dan ISK.
Kerugian : Apabila terjadi insiden HAIs tentunya akan sangat
merugikan pasien, dari segi keselamatan, hari rawat,
penggunaan jenis obat yang tentunya
mempengaruhi pengeluaran biaya yang lebih besar.

𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷

146
NUMERATO Jumlah komulatif kegiatan lima momen petugas kesehatan
R melakukan kebersihan tangan dengan metode enam
langkah yang tepat dan benar dalam
suatu periode survei (momen)
DENOMINAT Jumlah komulatif seluruh kegiatan lima momen petugas
OR kesehatanyang seharusnya melakukan kebersihan tangan
dengan metode enam langkah yang tepat dan benar dalam
periode survei yang sama
(momen)
TARGET ≥ 90%
KRITERIA Seluruh kegiatan lima momen petugas kesehatan yang
INKLUSI seharusnya melakukan kebersihan tangan dengan
metode enam langkah (indikasi kebersihan tangan)
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER Survei (on-going process audit)
DATA
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPUL Pelaksana IPCN dan IPCLN RSUD
AN DATA Manggelewa
pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format
pengumpulan data Pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis Setiap bulan
DAN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN RSUD Manggelewa
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian

147
dibandingkan dengan target
menggunakan tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN RSUD Manggelewa
awal
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan target,
disajikan dalam bentuk grafik
Tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI-RS serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Tim PPI-RS berkoordinasi
lanjutan dengan Unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target,
lanjutan dalam bentuk grafik garis (tren)
yang dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan
mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai.
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Area Klinis RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI-RS

148
FORMAT BLANGKO AUDIT HAND HYGIENE RSU SHND ADOPSI
PENCATATA AUSTRALIAN HH/ WHO
N
AREA :
TANGGAL :
AUDITOR :
P MO TINDA H.SCO P MO TINDA H.SCOE
T ME KAN EN T ME KAN
G NT G NT

⚪ ⚪
S S
◻H.RU ◻PAK ◻H.RU ◻PAKAI
1 B AI 1 B

⚪2 ⚪2
◻LEPAS
◻H.W ◻LEP ◻H.W
ASH AS ASH ◻LANJU
◻ ◻
3 3
◻LUP ◻LAN ◻LUP
◻ ◻
UT JUT UT
4 4
◻ ◻
5 5

NB.
Frekuen Periode audit dilaksanakan setiap 1
si bulan.
Pencatat
an
Pelaksa IPCLN yang telah memahami secara
na seksama audit kebersihan tangan yang
Pencatat ditetapkan oleh RSUD Manggelewa
an

149
Sampel Kebersihan tangan yang dilaksanakan
seluruh staff di seluruh area klinis
RSUD Manggelewa
Jumlah Sampel yang diambil dengan
Sampel convinience sampling dari petugas/
profesi kesehatan yang memiliki
indikasi untuk melaksanakan
kebersihan tangan. Besar sampel /
momen diharapkan berkisar antara 30
momen/ area, namun akan disesuaikan
dengan kegiatan setiap profesional yang
melaksanakan kebersihan tangan.
Angka Komulatif kegiatan lima momen petugas
Numerat kesehatan melakukan kebersihan
or tangan dengan metode enam langkah
yang tepat dan benar dalam suatu
periode survei
Angka Komulatif seluruh kegiatan lima momen
Denomi petugas kesehatan yang seharusnya
nator melakukan kebersihan tangan dengan
metode enam langkah yang tepat dan
benar dalam periode survei yang sama

Penggunaan APD saat melaksanakan tugas


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Persentase kepatuhan petugas kesehatan dalam
INDIKATOR menggunakan APD sesuai dengan standar
DIMENSI Safety TIPE Proses
MUTU INDIKATOR

150
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
keselamatan pasien khususnya dari kejadian HAIs
DEFINISI Kepatuhan petugasmenggunakan APD adalah ketaatan petugas
OPERASION dalam melakukan prosedur penggunaan APD sesuai dengan
AL standar di RS.

LATAR Rumah Sakit merupakan pusat pelayanan pasien yang


BELAKANG/ membutuhkan prosedur yang kompleks, sehingga dapat
ALASAN/ meningkatkan risiko terjadinya HAIs akibat pelayanan rumah
IMPLIKASI/ sakit.
RASIONALI
Dampak : Jika tidak dilaksanakan prosedur penggunaan APD
SASI
sesuai dengan standar akan mengakibatkan peningkatan insiden
infeksi nosokomial diantaranya yang sesuai dengan kondisi saat
ini adalah insiden VAP, HAP, IADP, IDO dan ISK.
Kerugian : Apabila terjadi insiden infeksi nosokomial tentunya
akan sangat merugikan pasien, dari segi keselamatan, hari
rawat, penggunaan jenis obat yang tentunya mempengaruhi
pengeluaran biaya yang lebih
besar.

𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷

NUMERATO Jumlah komulatif kegiatan petugas kesehatan


R menggunakan APD sesuai standar
DENOMINA Jumlah komulatif seluruh kegiatan petugas kesehatan yang
TOR seharusnya menggunakan APD sesuai dengan
standar dalam periode survei yang sama
TARGET ≥ 90%
KRITERIA Seluruh kegiatan petugaskesehatan yang seharusnya
INKLUSI menggunakan APD sesuai dengan standar

151
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER Survei(on-going process audit)
DATA
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPU Pelaksana IPCN dan IPCLN RSUD Manggelewa
LAN DATA pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format pemantauan
pengumpulan data
FREKUENSI Frekuensi analisis Setiap bulan
DAN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN RSUD Manggelewa
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target menggunakan tabel
Distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN RSUD Manggelewa
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI-RS Serta Unit
awal Penjaminan Mutu

152
Pelaksana laporan Ketua Tim PPI-RS berkoordinasi
lanjutan dengan Unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target, dalam
lanjutan bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target, lengkap
dengan interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan
mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai.
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Area Klinis RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI-RS
FORMAT
PENCATATA
N FORMULIR AUDIT KEPATUHAN PENGGUNAAN APD

RSUD Manggelewa

PETU
GAS
YANG
DIMO
NITO
R:
1. DOKTER
2.PERAWAT
3.PENUNJANG MEDIS ( CLEANING SERVICE,
PTGS LAB, PTGS LINEN, PRAMUSAJI)

153
154
Sampel Penggunaan APD yang dilaksanakan
seluruh staff di seluruh area klinis
RSUD Manggelewa
Jumlah Sampel yang diambil dengan
Sampel convinience sampling dari petugas/
profesi kesehatan yang memiliki
indikasi untuk menggunakan APD
sesuai dengan standar. Besar sampel
/ momen diharapkan berkisar antara
30 sample /area, namun akan
disesuaikan dengan kegiatan setiap
profesional yang menggunakan APD
sesuai dengan standar.
Angka Komulatif petugas kesehatan yang
Numerator menggunanakan APD sesuai dengan
standar dalam suatu periode survei
Angka komulatif seluruh kegiatan petugas
Denominato kesehatan yang seharusnya
r menggunakan APD sesuai dengan
standar dalam periode survei yang
sama

Hasil baik rectal swab petugas penjamah makanan dan petugas ruang bayi
STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Dilakukannya Rectal Swab Untuk Petugas Penjamah
INDIKATOR Makanan dan petugas ruang bayi @ 6 bulan

155
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Output
MUTU
TUJUAN Mencegah terjadinya kontaminasi terhadap makanan yang
diolah dan Memberikan rasa aman kepada konsumen/pasien
Mencegah terjadinya penularan kuman E Coli pada bayi
yang dirawat

DEFINISI Adalah proses pemeriksaaan kuman / kultur mikrobiologi


OPERASIONA terhadap rectal / anus petugas penjamah makanan dan
L petugas ruang bayi Rumah Sakit
LATAR Dilakukannya rectal swab pada penjamah makanan dan
BELAKANG/ petugas ruang bayi untuk menghindari terjadi kontaminasi
ALASAN/ bakteri E.Coli secara rutin setiap 6 bulan sekali.
IMPLIKASI/
RASIONALIS
ASI

FORMULA 𝑁
𝑥100% = …%
𝐷

NUMERATOR Jumlah penjamah makanan yang dilakukan rectal swab


DENOMINAT Jumlah seluruh penjamah makanan dan petugas ruang
OR bayi RSUD Manggelewa
TARGET 100%
KRITERIA Seluruh staf pramusaji, dapur dan ruang bayi RSUD
INKLUSI Manggelewa
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER Hasil Data Dari laboratorium
DATA
FREKUENSI Frekuensi Setiap 6 bulan
DAN CARA pengumpulan data

156
PENGUMPUL Pelaksana IPCN
AN DATA pengumpulan data
Bentuk Hasil dari data laboratorium
pengumpulan data
FREKUENSID Frekuensi analisis Setiap 6 bulan
AN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN
DATA data
Bentuk analisis Kalkulasi jumlah numerator,
data denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target dari masing-masing
ruangan
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap 6 bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target dari beberapa ruangan,
disajikan dalam bentuk
grafik tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target
lanjutan beberapa Unit Rawat Inap, dalam
bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target,

157
lengkap dengan interpretasi, serta
laporan pelaksanaan program
peningkatan mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Rawat Inap
AREA
PIC Ketua Tim PPI RS
FORMAT
PENCATATA
N N Pemeriksaan rectal
Nama KET
O swab
ya tidak
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5

NB:

Frekuensi Setiap 6 bulan


Pencatatan
Pelaksana IPCN
Pencatatan
Sampel Seluruh staf pramusaji, dapur dan
ruang bayi RSUD Manggelewa
Jumlah Total sampling
Sampel

158
Angka Jumlah Seluruh staf pramusaji, dapur dan
Numerator ruang bayi RSUD Manggelewa yang
dilakukan rectal swab @ 6 bulan
Angka Seluruh staf pramusaji, dapur dan
Denominato ruang bayi RSUD Manggelewa
r

Ketepatan pemeriksaan kultur alat, bahan dan petugas RS


STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Dilakukannya pemeriksaan kultur terhadapalat,
INDIKATOR ruang, bahan dan petugas RS sesuaidenganstandar
DIMENSI MUTU Safety TIPE INDIKATOR Output
TUJUAN Mencegah terjadinya kontaminasi silang penyakit
infeksi
Menciptakan lingkungan kerja yang baik mencegah
HAIs
DEFINISI Adalah proses pemeriksaaan kuman / kultur
OPERASIONAL mikrobiologi terhadap alat, ruang, bahan dan petugas
RS
LATAR Dilakukannya pemeriksaan kultur mikrobiologi pada alat,
BELAKANG/ ruang, bahan dan petugas untuk memastikan bahwa
ALASAN/ semua perawatan yang diberikan kepada pasien baik dari
IMPLIKASI/ segi petugas yang memberikan pelayanan dan alat/bahan
RASIONALISASI
yang diberikan/digunakan sudah sesuai dengan standar
dan aman untuk
kesehatan.
FORMULA 𝑁
𝑥100% = …%
𝐷

NUMERATOR Jumlah pemeriksaan kultur yang tidaktepat

159
DENOMINATOR Jumlah seluruh pemeriksaan kultur mikrobiologi
RSUD Manggelewa
TARGET 100%
KRITERIA Seluruh pemeriksaan kultur mikrobiologi yang
INKLUSI dilakukan di RSUD Manggelewa meliputi :
Semua staf pramusaji, dapur dan ruang bayi RSUD
Manggelewa Semua alat single use yang direuse yang ada
di RSUD Manggelewa
Semua alat kritikal bedah di ruang operasi RSUD
Manggelewa Semua bahan makanan yang digunakan di
RSUD Manggelewa
Ruang yang digunakan untuk melakukan tindakan
operasi

KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER DATA Hasil Data Dari laboratorium
FREKUENSI DAN Frekuensi Setiap 3 dan 6 bulan
CARA pengumpulan data
PENGUMPULAN Pelaksana IPCN
DATA pengumpulan data
Bentuk Hasil dari data laboratorium
pengumpulan data
FREKUENSIDA N Frekuensi analisis Setiap 6 bulan
CARA data
ANALISIS DATA Pelaksana analisis IPCN
data
Bentuk analisis Kalkulasi jumlah numerator,
data denominator, pencapaian
sesuai formula, kemudian

160
dibandingkan dengan target
dari masing-masing ruangan
FREKUENSI DAN Frekuensi proses Setiap 6 bulan
CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian
sesuai formula, kemudian
dibandingkan dengan target dari
beberapa ruangan, disajikan
dalam bentuk grafik
tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target
lanjutan beberapa Unit Rawat Inap, dalam
bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target tidak
tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP AREA Rawat Inap

161
PIC Ka Unit Pelayanan Gizi
FORMAT
PENCATATAN
N Pemeriksaan kultur
Nama KET
O mikrobiologi
ya tidak
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5

NB:

Frekuensi Setiap 6 bulan


Pencatatan
Pelaksana IPCN
Pencatatan
Sampel Seluruh staf pramusaji, dapur dan
ruang bayi RSU Manggelewa Alat,
bahan dan ruang OK

Jumlah Total sampling


Sampel
Angka Jumlah Seluruh
Numerator ketidaktepatanpemeriksaan kultur
terhadapalat, bahan, ruang dan
petugas RSUD Manggelewa
Angka Seluruh pemeriksaan kultur
Denominato terhadapalat, bahan, ruang dan
r petugas RSUD Manggelewa

162
Ketepatan pengelolaan linen RS
STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Ketepatan pengelolaan linen RS
INDIKATOR
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Pr
MUTU os
es
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya
dalam pelayanan laundry
DEFINISI Pengelolaan linen RS adalah seluruhkegiatan yang
OPERASION dilakukanmulaidaripenyediaan linen/alattenun RS
AL sampai dengan pendistribusian linen di masing-masing unit
perawatan. Alat tenun yang berupa kain yang digunakan di
seluruh pelayanan rumah sakitada yang terkontaminasi
cairan tubuhpasien (linen infeksius) yang berpotensi
menularkan penyakit menular dan ada yang tidak
terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien (linen non
infeksius). Dimana dalam pemilahan, proses pencucian,
pengeringan memerlukan tehnik khusus yang harus
dibedakan antara linen infeksius dan linen non infeksius.
Penyetrikaan, pendistribusian dan penyimpanan linen yang
siap pakai harus sesuai dengan standar yang ada untuk
mencegah terjadinya
kontaminasi silang.
LATAR Pengelolaan RS merupakan salah satu pemantauan PPI
BELAKANG/ dalam meningkatkan mutu pelayanan RS,
ALASAN/ pengelolaan linen yang tidak sesuai dengan standar

163
IMPLIKASI/ dapat menyebabkan terjadinya HAIs di pelayanan
RASIONALIS kesehatan. Jika tidak dilakukan pemantauan akan
ASI meningkatkan risiko infeksi RS selanjutnya.

𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷

NUMERATO Banyaknya ketepatanpengelolaan linen yang dikelola


R dengan benar dari hasil pengamatan.
DENOMINAT Jumlah seluruh pengamatan proses pengelolaan linen
OR RS
TARGET 100%
KRITERIA Seluruh pengelolaan linen RS yang dilaksanakan di
INKLUSI seluruh unit RSUD Manggelewa
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER Hasil survey / audit linen
DATA
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPU Pelaksana Perawat, cleaning servis
LAN DATA pengumpulan data
Bentuk pengumpulan Catatan dalam format
data pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis data Setiap 3 bulan
DAN CARA Pelaksana analisis data IPCN
ANALISIS Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
DATA denominator, pencapaian
sesuai formula, kemudian
dibandingkan dengan target
menggunakan tabel distribusi

164
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan awal IPCN
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai formula,
kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan
dalam bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI
lanjutan berkoordinasi dengan unit
Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian
lanjutan target, dalam bentuk grafik
garis (tren) yang
dibandingkan dengan target,
lengkap dengan interpretasi,
serta laporan pelaksanaan
program peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target
tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/
rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI

165
FORMAT PENCATATA N

Note :

Frekuensi Setiap hari kerja


Pencatatan
Pelaksana
Seluruh Unit Pelayanan RSUD
Pencatatan Manggelewa
Sampel Seluruh prosedur yang
dilaksanakan di Unit RSUD
Manggelewa

Jumlah Total sampling


Sampel
Angka Banyaknya ketepatanpengelolaan linen
Numerator yang dikelola dengan benar
dari hasil pengamatan.
Angka Jumlah seluruh pengamatan proses
Denominato pengelolaan linen RS
r

Pengelolaan limbah RS sesuai aturan


STANDAR Pencegahan dan PengendalianInfeksi
JUDUL Pengelolaan limbah padat infeksius sesuai aturan
INDIKAT
OR

DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Proses


MUTU
TUJUAN Tergambarnya pengelolaan limbah rumah sakit sesuai aturan
penangan limbah yang diatur oleh Komite PPI ( Pencegahan

166
dan Pengendalian Infeksi ) Rumah Sakit berdasarkan standar
badan lingkungan hidup dan standar PPI.
DEFINISI Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
OPERASI mengandung B3. Yang termasuk dalam limbah B3 meliputi
ONAL limbah dengan karakteristik infeksius, benda tajam,
patologis, bahan kimia kadaluarsa, tumpahan kimia, atau
sisa kemasan kimia, radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan
medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi dan
tabung gas atau kontainer bertekanan.
Limbah berbahaya dan beracun dari farmasi adalah sampah
pada akibat proses pelayanan yang mengandung
bahan-bahan yang tercemar atauadasisaobat antara lain
:spuittanpa needlenya, kemasan infus, vial/plakonobat.
Pengolahan limbah padat infeksius/berbahaya adalahlimbah
Yang
Terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien dimasukkan dalamk
Antong berwarna kuning serta harus dikelola sesuai dengan
aturan dan pedoman yang berlaku.
Pengelolaan sampah / limbah non Infeksius adalah proses
pemilahan sampah yang tidak terkontaminasi cairan
Tubuh pasien dimasukkan dalam kantong plastic hitam sesuai
aturan.
Limbah benda tajam dibuang ke sharp kontainer/jerigen yang

tidak tembus tusukan


LATAR Prosedur pengolahan limbah padat infeksius merupakan
BELAKAN tahap pengendalian infeksi lingkungan rumah sakit untuk
G/ meningkatkan pelayanan internal rumah sakit, Jika tidak
ALASAN/ dilakukan pengolahan akan meningkatkan risiko infeksi
IMPLIKAS selanjutnya. Kesalahan pengolahan dan kerugian yang dapat
I/ adalah tercemarnya lingkungan dan terganggunya pelayanan
dirumah sakit.

167
RASIONA
LISASI
FORMULA 𝑁
𝑥100% = …%
𝐷

NUMERA Jumlah ketepatan pengelolaan limbah yang dikelola sesuai


TOR dengan standar prosedur operasional yang diamati

DENOMIN Jumlah total proses pengelolaan limbah RS yang diamati


ATOR
TARGET 100%

KRITERIA Seluruh proses pengolahan limbah padat yang diamati


INKLUSI
KRITERIA -
EKSKLUS
I
SUMBER Catatan Expedisi pembuangan sampah
DATA

FREKUEN Frekuensi Setiap hari


SI DAN pengumpulan data
CARA Pelaksana Ka Unit Rumah Tangga
PENGUMP pengumpulan data
ULAN Bentuk Catatan dalam format pemantauan
DATA pengumpulan data laporan pembuangan sampah
FREKUEN Frekuensi analisis Setiap 3 bulan
SIDAN data
CARA Pelaksana analisis Kepala Unit rumah tangga
ANALISIS data
DATA Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai

168
formula, kemudian dibandingkan
dengan target menggunakan tabel
distribusi
FREKUEN Frekuensi proses Setiap bulan
SI DAN pelaporan
CARA Pelaksana laporan Kepala Unit rumah tangga
PELAPOR awal
AN Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai formula,
kemudian dibandingkan dengan target,
disajikan dalam bentuk
grafik tren
Penerima laporan Manager Keuangan dan Umum
awal ditembuskan ke Unit Penjaminan
Mutu
Pelaksana laporan Manager Keuangan dan Umum
lanjutan berkoordinasi dengan Unit
Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target, dalam
lanjutan bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target, lengkap
dengan interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target tidak
Tercapai
Penerima laporan Direksi dan Owner untuk
lanjutan mendapatkan feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI

169
FORMAT PENCATA
CatatanTAN
Expedisi pembuangan sampah

Tahap 6 : Stratifikasi risiko

Stratifikasi risiko infeksi berdasarkan katagori risk, yaitu klarifikasi


operasi, klasifikasi ASA jenis dan T.Time

a. Klasifikasi luka operasi :


1) Operasi bersih
2) Operasi bersih tercemar
3) Operasi tercemar
4) Operasi kotor atau dengan infeksi
b. Kondisi pasien dengan berdasarkan American Society of
Anesthesiologists (ASA Score) :
1) ASA 1 : pasien sehat
2) ASA 2 : pasien dengan gangguan sistemik ringan – sedang
3) ASA 3 : pasien dengan gangguan sistemik berat
4) ASA 4 : pasien dengan ganggua nsistemik berat yang
mengancam kehidupan

170
5) ASA 5 : pasien tidak diharapkan hidup walaupun dioperasi atau
tidak
c. T.Time (T Point)

N JENIS OPERASI T.TIME (JAM)


O

1 Coronary artery bypass graft 5

2 Bile duct, liver of pancreatic surgery 4

3 Craniotomy 4

4 Head and neck surgery 4

5 Colonic surgery 3

6 Joint prosthesis surgery 3

7 Vascular surgery 3

8 Abdominal or vaginal hysterectomy 2

9 Ventricular shunt 2 2

10 Herniorrhaphy 2

11 Appendectomy 1

12 Limb amputation 1

d. Stratifikasi berdasarkan indeks risiko menurut National Heathcare


Surveilance Network (NHSN)
Berdasarkan :
1) Klasifikasi luka (katagori operasi)
a) Bersih 0
b) Bersih tercemar

171
c) Tercemar
d) Kotor 1
2) Klasifikasi kondisi pasien
a) ASA 1 0
b) ASA 2
c) ASA 3
d) ASA 4 1
e) ASA 5
3) Durasioperasi / T.Time / T Point
a) Sesuai dengan waktu yang ditentukan nilai : 0
b) Lebih dari waktu yang ditentukan nilai 1
4) Interpretasi
Tahap 7 : interpretasi
Interpretasi yang dibuat harus menunjukkan informasi tentang
penyimpangan yang terjadi. Bandingkan angka infeksi rumah sakit apakah
ada penyimpangan, dimana terjadi kenaikan atau penurunan yang
cukuptajam. Bandingkan rate infeksi dengan NNIS/CDC/WHO.
Perhatikan dan bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, ruang
perawatan dan mikroorganisme pathogen penyebab bila ada. Jelaskan
sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi rumah sakit dengan
melampirkan data pendukung yang relevan dengan masalah yang
dimaksud.
5) Pelaporan

Tahap 8 : pelaporan
1) Laporan dibuat secara periodic, setiapbulan, tri wulan, tahunan atau
sewaktu-waktu jika diperlukan.
2) Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak
terkait dengan peningkatan infeksi
3) Laporan didesiminasi kepada pihak-pihak terkait

172
4) Tujuan didesiminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi
tersebut untuk menetapkan startegi pengendalian infeksi rumah sakit.
6) Evaluasi
Tahap 9 : evaluasi surveilans system
a) Langkah-langkah proses surveilans
b) Ketepatan waktu dari data
c) Kualitas data
d) Ketepatanan alisa
e) Hasil penilaian : apakah system surveilans sudah sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan
Hasil pelaksanaan surveilans merupakan dasar untuk melakukan
perencanaan lebih lanjut. Jika terjadi peningkatan infeksi yang
signifikan yang dapat dikatagorikan kejadian luar biasa, maka perlu
dilakukan upaya penaggulangan kejadian luar biasa.
4. Identifikasi dini KLB infeksi rumah sakit
Bila laju infeksi rumah sakit telah diketahui, maka kita dapat segera
mengenali bila terjadisuatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang
mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (Out Break )
dari RS.

KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian
yang bermakna secara epidimiologis pada daerah dalam kurun waktu tertentu
dan merupakan keadaan yang dapat menjurus terjadinya wabah.

KLB Rumah Sakit adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian infeksi RS


yang menyimpang dari angka dasar endemic yang bermakna dalam kurun waktu
tertentu.

Deteksi dini merupakan kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya


peningkatan kasus infeksi RSdenga cara melakukan pemantauansecara

173
terus menerus dan sistematis (surveilans) terhadap factor resiko terjadinya infeksi
rumah sakit.

Untuk mengenali adanya penyimpangan laju angka infeksi sehingga dapat


menetapkan kejadian tersebut merupakan suatu KLB, sangat diperlukan
ketrampilan khusus dari para petugas kesehatan yang bertanggung jawab untuk itu.

Petugas diharapkan mampu memahami kapan suatu keadaan / kondisi


dinyatakan sebagaiKLB. Suatu KLB dinyatakan apabila memenuhi salah satu
criteria sebagai berikut :

a. Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu dalam
jam, hari atau mingguberturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis
penyakitnya
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu satu bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan
dalam satu tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama satu tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan dalam tahun sebelumnya.
f. Angka kematian khusus suatu penyakit (Case Fatality Rate ) dalam
satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih
dibandingakan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru suatu
penyakit pada suatu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau

174
lebih disbanding suatu periode sebelumnyadalam kurun waktu yang sama.
Tanpa adanya ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan tidak
ada gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.

a. Meyakinkan para tenaga kesehatan tentang adanya masalah yang memerlukan


penanggulangan
Data sueveilans yang diolah dengan baik dan disajikan secara rutin dapat
meyakinkan tenaga kesehatan untuk memerapkan PPI. Data ini dapat
melengkapi pengetahuan yang didapat dari teori karena lebih spesifik, nyata dan
terpercaya. Umpan balik mengenai informasi seperti itu biasanya sangat efektif
dalam menggiring tenaga kesehatan untuk melakukan upaya PPI RS.

b. Mengukur dan menilai keberhasilan suatu program PPIRS


Setelah permasalahan dapat teridentifikasi dengan adanya data surveilans serta
upaya pencegahan dan pengendalian telah dijalankan, maka masih diperlukan
surveilans secara berkesinambungan guna meyakinkan bahwa permasalahan yang
ada benar-benar telah terkendalikan. Dengan pemantauan yang terus menerus
maka suatu upaya pengendalian yang nampaknya rasional kadang akhirnya
dapat diketahui bahwa ternyata tidak efektif sama sekali. Sebagai contoh bahwa
perawatan meatus setiap hari untuk mencegah IRS saluran kemih yang Nampak
rasional namun data surveilans menunjukkan bahwa tidak ada manfaatnya.

c. Memenuhi standar mutu pelayanan medis dan keperawatan penatalaksanaan


pasien yang baik dan tepat dalam hal mengatasi dan mencegah penularan
infeksi serta menurunkan angka IRS.

Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar sebagai data pendukung
rumah sakit dalam upaya memenuhi standar pelayanan rumah sakit.

175
d. Salah satu unsure pendukung untuk memenuhi akreditasi RS
Surveilans IRS merupakan salah satu unsure untuk memenuhi akreditasi RS
yaitu pencegahan dan pengendalian infeksi. Akan tetapi pengumpulan, data
surveilans hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan sumber
daya yang luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada RS ataupun tenaga
yang ada. Oleh karena itu surveilans harus dikembalikan kepada tujuan yang
sebenarnya yaitu untuk menurunkan resiko IRS.

Surveilans yang dilakukan di RSUD Manggelewa meliputi :

a. Survey tentang IDO


b. Survey tentang Phlebitis dan IADP ( ILI dan Infeksi Vena Sentral )
c. Survey tentang Dekubitus
d. Survey tentang ISK
e. Survey tentang VAP dan HAP
f. Survey tentang pemeriksaan mikrobiologi terhadap air, alat, ruang dan AC
g. Survey pemeriksaan mikrobiologi kepada perawat bayi dan pramusaji
h. Survey tentang kebersihan lingkungan dan linen

D. Unit Pelayanan Sterilisasi


Sterilisasi adalah suatu proses pengolahan alat atau bahan yang
bertujuan untuk menghancurkan semua bentuk kehidupan mikroba termasuk
endospora dan dapat dilakukan dengan proses kimia atau fisika.

Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk
pengendalian infeksi dan berperan alam upaya menekan kejadian

176
infeksi. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, Pusat Sterlisasi
sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik,
unsur penunjang medik maupun instalasi antara lain perlengkapan, rumah
tangga, pemeliharaan sarana rumah sakit dan lain-lain. Apabila terjadi
hambatan pada salah satu sub unit diatas maka pada akhirnya akan
mengganggu proses dan hasil sterilisasi. Pusat pelayanan sterilisasi ini bertugas
untuk memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau
bebas dari semua mikroorganisme (termasuk endospora) secara tepat dan
cepat.

Untuk melaksanakan tugas sterilisasi alat atau bahan secara profesional


diperlukan pengetahuan dan ketrampilan tertentu oleh perawat atau tenaga non
medik yang berpengalaman dibidang sterilisasi yang merupakan mitra kerja.
Asas kemitraan didasari rasa saling menghormati peran dan fungsi masing-
masing dengan tujuan utama untuk mencegah resiko terjadinya infeksi bagi
pasien dan pegawai rumah sakit.

1. Falsafah
Unit pelayanan sterilisasi Rumah Sakit Umum Manggelewa melayani
semua unit pelayanan yang ada di rumah sakit yang membutuhkan alat-
alat/bahan-bahan dalam kondisi steril.

2. Tujuan

a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna
menekan kejadian infeksi di rumah sakit.

b. Tujuan Khusus
1) Sebagai sebuah panduan kerja bagi tenaga pelaksana dalam
memberikan pelayanan sterilisasi

177
2) Menyediakan kebutuhan persediaan / peralatan kamar operasi dan
unit lain yang membutuhkan peralatan steril
3) Menyelenggarakan standarisasi dalam proses dekontaminasi,
pengemasan sampai dengan sterilisasi
4) Terkendalinya kejadian Infeksi Rumah Sakit
3. Pengertian

a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah suatu proses untuk menghilangkan atau
memusnahkan mikroorganisme dan kotoran yang melekat pada
peralatan medis/objek, sehingga aman untuk penggunaan
selanjutnya.

b. Desinfektan
Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah atau
menurunkan jumlah mikroorganismeatau kuman penyakit lainnya
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali endospora bakterial
dari objek dengan merebus, menguapkan, atau memakai desinfektan
kimiawi.

d. Pembersihan
Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran
darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang
sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air mengalir sikat
sehingga kotoran atau bahan organik hilang dari permukaan, membilas
dengan air bersih lalu mengeringkan.

e. Sterilisasi

178
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati melalui proses fisika
dan kimiawi dengan menggunakan alat sterilisator.

f. Steril
Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora

g. Antiseptik
Antiseptik adalah bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan bakteri, jamur, dan lain-lain pada jaringan hidup

h. Indikator biologi
Indikator biologi adalah sediaan berisi sejumlah tertentu mikroorganisme
spesifik dalam bentuk spora yang paling resisten terhadap suatu proses
sterilisasi tertentu dan digunakan untuk menunjukkan bahwa sterilisasi telah
tercapai
i. Indikator kimia
Indikator kimia adalah suatu alat bentuk strip atau tape yang menandai
terjadinya pemaparan sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai dengan
adanya perubahan warna.
j. Indikator mekanik
Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dan lain-lain pada
mesin sterilisasi yang menunjukkan mesin berjalan normal
4. Peran Unit Pelayanan Sterilisasi
Bahan dan peralatan medik pada umumnya diproses di setiap unit/bagian
yang ada pada rumah sakit bersangkutan. Kelemahan dengan sistem ini
adalah terjadinya duplikasi bahan dan peralatan serta sulit untuk
mempertahankan standar/kualitas yang terbaik untuk proses
dekontaminasi dan sterilisasi.

179
Dengan semakin berkembangnya prosedur operasi maupun kompleksitas
peralatan medik , maka diperlukan proses sterilisasi yang tersentralisasi sehingga
keseluruhan proses menjadi lebih efisien, ekonomis dan keamanan pasien
semakin terjamin.

Untuk itu unit pelayanan sterilisasi mempunyai fungsi utama yaitu menyiapkan
alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit.
Secara lebih rinci fungsi dari unit pelayanan sterilisasi adalah menerima,
memproses, mensterilkan, menyimpan dan mendistribusikan peralatan medis
ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien.

5. Tugas Unit Pelayanan Sterilisasi


Tanggung jawab dan tugas utama pusat pelayanan sterilisasi adalah :

a. Melakukan proses sterilisasi alat/bahan


b. Mendistribusikan alat-alat yang dibutuhkan oleh kamar operasi dan ruang
perawatan lainnya
c. Mempertahankan standar yang telah ditetapkan
d. Mendokumentasikan setiap aktivitas sterilisasi sebagai bagian dari
program upaya pengendalian mutu

e. Melakukan penelitian terhadap hasil sterilisasi dalam rangka


pencegahan dan pengendalian infeksi bersama dengan tim PPI.

f. Menyelenggarakan pendidikan dan pengembangan staf pusat


pelayanan sterilisasi baik yang bersifat interen maupun eksteren
g. Mengevaluasi hasil sterilisasi
6. Aktivitas Fungsional Unit Pelayanan Sterilisasi

a. Pembersihan : semua peralatan yang dipakai ulang harus dibersihkan secara


baik sebelum dilakukan proses disinfeksi dan sterilisasi.
b. Pengeringan : dilakukan sampai kering
c. Inspeksi dan pengemasan : setiap alat bongkar pasang harus diperiksa
kelengkapannya, sementara untuk bahan linen harus diperhatikan densitas
maksimumnya

180
d. Memberi label : setiap kemasan (alat yang sudah di dekontaminasi) yang
dikirimkan oleh ruang perawatan harus mempunyai label yang menjelaskan
isi dari kemasan, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa dari proses sterilisasi

e. Sterilisasi : kegiatan / proses sterilisasi diberikan tanggung jawab kepada


staf yang terlatih

f. Penyimpanan : harus diatur secara baik dengan memperhatikan kondisi


penyimpanan yang baik

g. Distribusi : dilakukan sistem distribusi sesuai dengan pengiriman alat yang


dilakukan oleh ruangan perawatan.
7. Prinsip Dasar Operasional
Memberikan pelayanan sterilisasi bahan dan alat medik untuk kebutuhan
unit-unit dirumah sakit selama 24 jam.

a. Organisasi dan Ketenagaan


Pelayanan sterilisasi Rumah Sakit Umum Daerah kabupaten
Manggelewa merupakan sub unit kamar operasi yang berada di bawah
koordinasi Departemen Pelayanan Medis Rumah Sakit Umum Daerah
Manggelewa yang bertanggung jawab atas penyelenggaraan proses mulai dari
pengepakan, pengetiketan, sterilisasi, penyimpanan dan distribusi. Karena
keterbatasan ruangan proses dekontaminasi dan pencucian dilakukan diunit
masing-masing.

Ketenagaan pelayanan sterilisasi Rumah Sakit Umum Daerah


Manggelewa Kab. Dompu meliputi :

Koordinator : 1 orang
Staf : 2 orang
Pada situasi tertentu dapat dibantu oleh staf perawat sift dari kamar
operasi
b. Uraian Tugas
1) Koordinator pelayanan sterilisasi

181
a) Merencanakan, mengkoordinasikan, melaksanakan, mengawasi serta
mengevaluasi kegiatan sterilisasi
b) Menyediakan dan mendistribusikan peralatan steril keseluruh unit
rumah sakit yang membutuhkan
c) Bertanggung jawab atas kualitas hasil sterilisasi
d) Menjaga efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan/alat, mesin,
waktu dan tenaga
e) Menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan kerja serta suasana kerja
yang aman dan nyaman
f) Menyusun anggaran kebutuhan alat tenun pelayanan sterilisasi dan
rencana bisnis anggaran (RBA)
g) Ikut menunjang PPI
h) Menjaga disiplin dan kerjasama tim serta menilai kerja staf
i) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan
j) Menyusun laporan kegiatan yang dipertanggung jawabkan kepada
atasan
k) Mengecek kebutuhan alat-alat/ bahan ke bagian logistik
l) Merencanakan kebutuhan set linen di kamar operasi sesuai
prosedur yang berlaku.
2) Staf
a) Staf/ Urusan Penerimaan
Bertanggung jawab terhadap penerimaan bahan yang akan disteril dari unit-unit
pelayanan yaitu : OK, ICU, HD, Poliklinik, Rawat inap, VK, Ruang Bayi dan
Home Care.
Rincian tugasnya sebagai berikut :
(1) Menerima bahan-bahan/ alat-alat yang akan disterilkan dari unit-
unit pelayanan
(2) Mencatat di buku ekspedisi dan menandatangani serah terima
(3) Pada setiap alat-alat/ bahan-bahan kemasan diberi label kartu
pelayanan sterilisasi dan indikator tipe sebagai berikut :
No :

182
Pemilik :

183
Nama barang :
Tanggal sterilisasi :
No. Mesin :
No. Siklus :
Tanggal kadaluarsa :
Dikemas oleh :
(4) Mencatat dibuku register pelayanan sterilisasi jumlah alat yang
disterilkan dalam satu mesin atau autoclave
b) Staf/ urusan Procesing
Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proses sterilisasi dari pengepakan sampai
dengan sterilisasi

Rincian tugas sebagai berikut :

(1) Menyiapkan set linen kemudian diseting didalam tromol besar, jumlahnya
sebagai berikut :Jas operasi 4 buah, Doek besar 3 buah dan Doek sedang
/ kecil 3 buah
(2) Mengecek dan memberi tanda setiap tromol/ kemasan yang akan
disterilkan dengan kartu pelayanan sterilisasi atau tape indikator
(3) Menyeteril yang sudah diset sesuai prosedur dari kamar operasi dan unit-
unit lain di Rumah Sakit Umum daerah Manggelewa
(4) Mengamati mesin selama proses sterilisasi agar kondisinya tetap baik dan
matikan bila bel autoclave bunyi
(5) Membuat laporan kalibrasi
c) Staf/ urusan Penyimpanan dan Penyaluran
Bertanggung jawab terhadap penyimpanan barang yang sudah steril sampai
pendistribusian ke unit-unit pelayanan.

Rincian tugasnya sebagai berikut :

(1) Mengecek indikator steril setelah barang disterilkan


(2) Menyimpan barang steril pada lemari/rak penyimpanan
(3) Menyerahkan barang steril ke unit pelayanan yang meminta dengan
mencocokkan pada buku ekspedisi
184
(4) Mengantar barang atau set linen steril ke ruangan penyimpanan barang steril
(ruang distribusi) kamar operasi rumah Sakit Umum Daerah Manggelewa.
(5) Membuat laporan tentang jumlah barang steril yang didistribusikan (buku
rekapan harian).

c. Struktur Organisasi Sub Unit Sterilisasi


RSUD Manggelewa

d. Sarana fisik dan peralatan


Sarana fisik dan peralatan di unit pelayanan sterilisasi sangat mempengaruhi
efisiensi kerja dan pelayanan di pusat sterilisasi rumah sakit. Dalam
merencanakan sarana fisik dan peralatannya, sebaiknya melibatkan staf unit
sterilisasi. Mengingat pusat pelayanan sterilisasi di Rumah Sakit Umum
Daerah Kab. Dompu berada di bawah koordinasi ruang operasi, maka
lokasinya juga berdekatan dengan ruang operasi rumah sakit.

185
1) Bangunan dan lokasi Unit Pelayanan Sterilisasi
Lokasi pusat sterilisasi Rumah Sakit Umum Daerah Manggelewa berada di
dekat ruang penyakit dalam. Penetapan lokasi sesuai dengan kapasitas
rumah sakit yang terdiri dari 229TT.

2) Pembangunan dan persyaratan ruang sterilisasi


Pada prinsipnya desain ruang pusat pelayanan sterilisasi terdiri dari ruang
bersih dan ruang kotor, tetapi di Rumah Sakit Umum DaeraH Manggelewa
pusat pelayanan sterilisasi melayani dekontaminasi alat perawatan sehingga
ruang pusat pelayanan sterilisasi terdiri dari :

a) Ruang Dekontaminasi
Pada ruang ini terjadi penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan
pembersihan. Pada ruangan ini suhu dan kelembaban harus terpantau
karena akan berpengaruh pada bioburden lingkungan dan juga
kenyamanantenaga yang bekerja. Suhu dan kelembaban yang
direkomendasikan adalah suhu udara antara 180C-220C.
b) Ruang pengemasan alat
Diruang ini dilakukan proses pengemasan alat bersih yang akan disterilkan
dan pemberian etiket pada kemasan alat tersebut.

c) Ruang prosesing
Di ruang ini dilakukan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Pada daerah ini ada tempat penyimpanan barang tertutup.

d) Ruang sterilisasi
Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat/bahan.

e) Ruang penyimpanan barang steril


Ruang penyimpanan barang steril harus dengan penerangan yang memadai,
suhu antara 180C – 220C dan kelembaban 35-75%. Dinding dan lantai
terbuat dari bahan yang halus, kuat sehingga mudah dibersihkan. Alat steril
disimpan pada jarak 19-24cm dari lantai,

186
minimum 43cm dari langit-langit dan 5cm dari dindingserta diupayakan
untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alat
steril tidak disimpan di dekat wastafel atau saluran pipa lainnya.

f) Kebutuhan peralatan sterilisasi dan pemeliharaannya


Di RSUD Manggelewa memiliki 1 Oven Kering dan 2 Autoclave

Mesin sterilisasi ini diperiksa dan dibersihkan setiap hari. Untuk


pemeliharaan mesin dilakukan oleh tenaga yang terlatih sesuai dengan
instruksi produsen mesin.

Beberapa hal yang diperhatikan dalam upaya pemeliharaan mesin


diantaranya:

(1) Garansi selama masa tertentu


(2) Dilakukannya kontrak servis dengan suplier
(3) Kondisi lingkungan, suhu dan kelembaban yang memadai
g) Kalibrasi alat
Kalibrasi alat sterilisasi di RSU Manggelewa dilakukan setahun sekali oleh
pihak yang terlatih.

h) Pendokumentasian
Setiap mesin sterilisasi memiliki dokumen riwayat pemeliharaan /
perawatan mesin yang terimpan di ruang pusat pelayanan sterilisasi RSUD
Manggelewa

8. Pelayanan sterilisasi RSUD Manggelewa


Unit pelayanan sterilisasi melayani semua unit di rumah sakit yang
membutuhkan kondisi steril. Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari pusat
pelayanan sterilisasi selalu berhubungan dengan :Bagian laundry, Instalasi
farmasi dalam penyediaan desinfektan dan suplai perbekalan medis, Sanitasi /
Rumah tangga dalam suplai air, uji mikrobiologi, Perlengkapan / logistik
dalam penyediaan linen, plester, suplai

187
perbekalan non medis, Rawat inap, rawat jalan, IGD, OK, ICU, Ruang Bayi,
Ruang Bersalin dan Home Care.

a. Alur pelaksanaan sterilisasi di ruang pelayanan sterilisasi :


Alat kotordari masing-masing unit akan dikirim oleh petugas masing-
masing unit keruang dekontaminasi alat melalui pintu ruang dekontaminasi
alat, petugas Sterilisasi akan melakukan dekontaminasi sesuai dengan standar
yang telah ditetapkan. Setelah selesai melakukan dekontaminasi petugas
akan melakukan pengemasan alat di tempat pengemasan, kemudian alat
akan langsung disterilkan. Alat yang sudah sterilakan di letakkan di ruang
penyimpanan alat steril. Petugas unit terkait akan mengambil alat yang
sudah steril di ruang penyimpanan alat steril.

Gambar Alur Sterilisasi

b. Tatalaksana Pelayanan di ruang sterilisasi terdiri dari :


188
1) Dekontaminasi
Proses dekontaminasi dilakukan di masing-masing unit pelayanan sesuai
dengan protap PT C. 12-11

Dilakukanproses untuk menghilangkan atau memusnahkan mikroorganisme


dan kotoran yang melekat pada peralatan medis/objek, sehingga aman untuk
penggunaan selanjutnya sesuai SPO PT C. 12-11

2) Pengemasan
Pengemasan ini digunakan untuk membungkus alat yang dipakai ulang untuk
disterilisasi, disimpan dan dipakai kembali. Tujuan pengemasan adalah
berperan terhadap keamanan dan efektivitas perawatan pasien.

Prinsip – prinsip pengemasan adalah :


1) Sterilan harus dapat diserap dengan baik menjangkau seluruh permukaan
kemasan dan isinya
2) Harus dapat menjaga sterilitas isinyahingga kemasan dibuka
3) Harus mudah dibuka dan isinya mudah diambil tanpa menyebabkan
kontaminasi
Syarat-syarat bahan kemasan adalah ;
a) Dapat menahan mikroorganisme dan bakteri
b) Kuat dan tahan lama
c) Mudah digunakan
d) Tidak mengandung racun
e) Segel yang baik
f) Dibuka dengan mudah dan aman
g) Masa kadaluarsa
Tipe / bahan kemasan :
a) Kertas
b) Film palstik
c) Kain
d) Kain campuran
Pengemasan yang dilakukan di RSUD Manggelewa yaitu :
189
a) Menggunakan film plastik dan kantong steril (Sterlization Pouches /
Medipack) yang terdiri dari kertas dan film. Keuntungan penggunaan
kemasan dalam bentuk ini adalah memudahkan kita untuk menginspeksi
dari barang yang ada didalamnya.
b) Dengan menggunakan tromol
Alat yang sudah bersih diset lalu dimasukkan kedalam tromol selanjutnya
disterilkan dalam autoclave

c) Dengan menggunakan kain/doek


Alat / doek diset lalu dibungkus dengan doek rangkap dua yang
kemudian disterilkan dalam autoclave.

Pada tahap pengemasan pemberian indikator tipe selalu disertakan.


Masa kadaluarsa dari masing –masing jenis kemasan yang digunakan berbeda.
Kemasan yang terbuat dari medipack kadaluarsa dari alat sterlilannya selama
7x24jam, dari tromol kadaluarsa dari alat sterilannya selama 3x24jam dan
kemasan dari kain/doek kadaluarsa alat sterilannya selama 2x24jam.

c. Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dilaksanakan di RSUD Manggelewa adalah :

1) Oven Kering
Cara kerja :

(a) Memasukkan alat dalam kupet kedalam sterilisator dalam


keadaan terbuka, ataudenganmedipact.
(b) Kunci sterilisator/ oven kering
(c) Hidupkan sterilisator/oven kering dengan :
● Menekan tombol power + steril jika alat dari logam diletakkan
disterilisator bagian bawah
● Menekan tombol power + ozon jika alat terbuat dari karet
diletakkan disterilisator bagian atas

190
(d) Alat akan steril dalam waktu 30 menit ditandai dengan lampu pada
steril atau lampu pada ozon akan mati
(e) Tekan tombol power untuk mematikan sterilisator
(f) Alat boleh diangkat setelah 30 menit dari lampu sterilisator mati
2) Autoclave
Cara kerja :

(a) Sambungkan kabel Autoclaf pada aliran listrik 220-230 volt


(b) Isi tangki dengan Aquadest sampai batas ukuran.
(c) Siapkan tromol dan packing alat dalam posisi ON steril, serta lakukan
pelabelan yang berisikan tanggal, dilakukan dan nama yang melakukan
penyeterilan
(d) Masukkan tromol dan atau packing alat ke dalam Autoclaf dengan rapi.
(e) Tutup rapat penutup atas Autoclaf.
(f) Putar timer sampai angka 30 menit, kemudian naikkan tombol ON pada
bagian belakang Autoclaf.
(g) Kalau bel berbunyi, merupakan tanda alat sudah steril.
(h) Matikan Autoclaf dengan menekan OFF dengan posisi turun.
(i) Alat di dry dengan cara memutar tombol hitam pada bagian atas alat.
(j) Kalau uapnya sudah habis, alat segera diangkat dan tromol ditutup rapat
(dalam posisi steril).
(k) Kabel dicabut dan rapikan alat Autoclaf
Alat yang disteril berupa :

(a) Linen : dengan steam sterilizer atau autoclave pada program linen pada
suhu 1340C selama 30 menit atau label berubah warna menjadi
hitam
(b) Instrument : dengan steam sterilizer atau autoclave pada program
instrumen pada suhu 1340C selama 30 menit atau label berubah warna
menjadi hitam
(c) Bahan plastik / karet : dengan steam sterilizer pada program
plastik pada suhu 1340C selama 30 menit (misal sirkuit ventilator)

191
d. Penyaluran / distribusi
Penyaluran / distribusi / pengeluaran barang steril dari ruang penyimpanan
mengikuti kombinasi Sistem First In First Out ( FIFO ) dan First Expired First Out
(FEFO).
Barang steril yang akan disalurkan ke OK diangkut dengan kereta dorong
khusus untuk barang steril lengkap dengan tutupnya yang didesinfeksi secara
berkala.
Tempat lewat barang steril diatur sedemikian rupa, sehingga tidak bercampur
dengan alur barang non steril atau barang kotor.
Barang steril yang akan disalurkan ke masing-masing ruangan menggunakan
container khusus.
e. Monitoring dan Evaluasi Proses Sterilisasi
Kualitas sterilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem pengawasan mutu.
Pengawasan ini harus dapat perhatian khusus dari koordinator serta stafnya.
Kegiatan pengawasan mutu meliputi :
1) Monitoring proses sterilisasi dengan memperhatikan :
(a) Tape indikator yang digunakan
(b) Perubahan warna pada jenis indikator kimia eksternal yang
digunakan

2) Kontrol kualitas sterilisasi dengan :


Melakukan pemeriksaan mikrobiologi pada alat/bahan tersebut yang
diambil secara acak,yang dilaksanakan setiap tiga bulan sekali.
f. Pencatatan dan pelaporan
1) Pencatatan :
Semua data kegiatan disentral sterilisasi didokumentasikan dengan baik yang
akan digunakan sebagai bahan pelaporan / evaluasi, data tersebut mulai dari
penerimaan barang yang akan disteril, processing dan penyaluran ke unit-
unit pelayanan. Pada penerimaan, pencatatan yang dilakukan mengenai:
(a) Tanggal permintaan
(b) Tanggal pengambilan
(c) Unit pelayanan yang mengambil/menerima

192
(d) Jenis barang yang disalurkan
(e) Jumlah barang yang disalurkan
(f) Unit Peminta
(g) Jenis barang yang disteril
(h) Jumlah barang yang disteril
(i) Kondisi barang secara visual
Pada processing pencatatan dilakukan validasi proses sterilisasi yaitu
mengenai kondisi mesin seperti :

(a) Vakum tes dinyatakan baik bila tampilan tekanan mesin autoclave sesuai
standar yaitu suhu 134°c waktu pencapaian 30 menit
(b) Warna autoclave tape berubah menjadi hitam
(c) Test biologi sesuai hasil kultur dari laboratorium mikrobiologi

2) Pelaporan
Laporan kegiatan unit sterilisasi dilaksanakan secara berkala, bulanan dan
tahunan. Adapun hal-hal yang dilaporkan antara lain :

3) Laporan volume kegiatan


Data diambil dari jumlah distribusi barang steril yang disalurkan pada unit-
unit pelayanan yang terdiri dari tiga kelompok sesuai tarif yang berlaku
yaitu:
● Kelompok A (besar) / packing besar
● Kelompok B ( sedang ) / packing sedang
● Kelompok C ( kecil ) / packing kecil
4) Laporan kualitas ( cara memeriksa sterilisasi )
Data diambil dari :
● Laporan dari user atau unit pengguna jasa sterilisasi
● Hasil tes dari laboratorium mikrobiologi
● Pemantauan secara visual pada buku ekspedisi sterilisasi di
masing-masing unit

5) Laporan penggunaan bahan / alat

193
6) Laporan kerusakan alat / mesin / sarana prasarana yang ditujukan ke teknisi
medis berupa blanko :
● Tanggal pelaporan
● Nama barang atau alat
● Jenis kerusakan
● Proses perbaikan atau tindak lanjut
7) Laporan inventaris yang melaporkan kondisi inventaris barang unit
Pelayanan Sterilisasi yang meliputi :
● Nama barang
● Pengenal barang / merek / tipe, tahun pembuatan
● Jumlah
● Kondisi baik atau rusak.

g. Pengelolaan alkes kadaluarsa dan peralatan single use yang di reuse


Yang dimaksud dengan proses pengelolaan peralatan yang kadaluarsa
adalah suatu kegiatan monitoring yang dilakukan untuk mengetahui peralatan
kesehatan yang dimiliki layak digunakan dan tidak kadaluarsa. Sedangkan
pengelolaan peralatan single-use yang direuse adalah suatu proses yang
dilakukan mulai dari dekontaminasi peralatan yang seharusnya single-use
untuk di re- use yang siappakai. Adapun tujuan dari pengelolaan peralatan
single-use yang direuse adalah untuk menghindari pemakaian obat/alat yang
tidak terjamin mutu, stabilitas, potensi dan keamanannya, untuk menurunkan
biaya rumah sakit dalam penyediaan alat kesehatan, untuk mengurangi risiko
infeksi, dan untuk menjamin mutu pelayanan sterilisasi.
Persyaratan barang singel- use yang bisa di re- use :
a. Instrument single – use yang bisa di re-use adalah instrument
denganharga yang mahalatausulitdicari
b. Terdapat literature / bukti yang menyatakan bahwa barang yang
single – use dapat di re-use
c. Instrument single-use yang di re-use harus ditandai dengan kode
angka romawi sesuai dengan aturan

194
d. Penandaan yang dimaksud dibuat dari selotif/spidol permanen
sesuai kode angka pada penandaan
e. Staf yang berkewajiban memberikan tanda adalah penanggung
jawabalat di unit kerja
f. Proses untuk pre-cleaning, cleaning dan sterilisasi harus sesuai
dengan spesifikasi masing-masing alat
Tahapan proses sterilisasialat single- use yang di re-use :
a. Uji visual
b. Perendaman dengan desinfektan
c. Pencucian
d. Pembilasan
e. Pengeringan
f. Pengemasan
g. Labeling
h. Proses sterilisasi
i. Penyimpanan alat
Penandaan peralatan dengan kode angka ;

N KODE ANGKA PROSES


O

1 REUSE I Re-use 1 kali

2 REUSE II Re-use 2 kali

3 REUSE III Re-use 3 kali

4 REUSE IV Re-use 4 kali

5 REUSE V Re-use 5 kali

6 REUSE VI Re-use 6 kali

7 REUSE VII Re-use 7 kali

8 REUSE VIII Re-use 8 kali

195
9 REUSE IX Re-use 9 kali

10 REUSE X Re-use 10 kali

Nama peralatan single-use yang di re-use :


a. Masker nebulizer maksimal 10 kali reuse
b. Sirkuit ventilator maksimal 10 kali reuse
c. LMA (Laringeal Mask Airway)maksimal 10 kali reuse
d. Sirkuit CPAP maksimal 10 kali reuse
Proses pengelolaan barang kadaluarsa dan alat single use yang di reuse adalah :
1) Untuk peralatan kesehatan yang menjelang kadaluarsa setelah disterilkan,
masa kadaluarsa alat tersebut sesuai dengan jenis packing yang digunakan. Alat
kesehatan tersebut harus disterilkan ulang sesuai dengan SPO PT C.12-49 (
pendistribusian peralatan yang disterilkan di
pelayanan sterilisasi)
2) Untuk peralatan single use yang direuse seperti : sirkuit ventilator, sirkuit
CPAP, LMA (Laringeal Mask Airway), dan masker nebulizer digunakan
kembali setelah dilakukan sterilisasi. Alatsingle use yang
direuse sudah dilakukan pemeriksaan mikrobiologi secara acak untuk
menguji kelayakan pemakaian alat tersebut setiap enam bulan
sekali.Pemakaian alat tersebut dapat direuse maksimal
sesuaidenganjenisalatnya atau bila hasil kultur sudah tidak memenuhi syarat
alat tersebut tidak boleh digunakan lagi, semua alat akan diganti dengan yang
baru.
3) Jika alat (a-d) yang sudah direuse kurang dari ketentuan mengalami
kerusakan struktur pada alat tersebut sehingga mengakibatkan alat tersebut
menjadi rapuh, mudah patah dan sobek atau berubah warna maka segera
dilakukan pergantian alat.
h. Pendidikan dan Pengembangan Tenaga di Unit Pusat Sterilisasi

196
Untuk mengembangkan atau meningkatkan pengetahuan, ketrampilan
serta sikap dari SDM di pusat pelayanan sterilisasi melalui beberapa cara
seperti: mengikuti pendidikan formal maupun non formal dan pelaksanaannya
menggunakan kurikulum pelatihan yang baku sehingga mutu pelatihan bisa
dipertanggung jawabkan. Program diklat untuk koordinator pusat pelayanan
sterilisasi berbeda dengan staf yang ada di pusat pelayanan sterilisasi. Diklat
untuk kepala instalasi lebih bersifat managerial sedangkan diklat untuk staf lebih
bersifat teknis.
Materi pengajaran untuk staf yaitu dengan mengikuti seminar atau
pelatihan baik yang diadakan didalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit.
Pelatihan / seminar Pelayanan Sterilisasi antara lain : manajemen sterilisasi,
operasional teknis sterilisasi, dekontaminasi, pengemasan, tentang quality
assurance proses sterilisasi, tentang pencegahan dan pengendalian Infeksi
Rumah Sakit, K-3 RS dan pemeliharaan serta perbaikan alat sterilisasi dan
kelengkapannya. Mengadakan studi banding yaitu dengan mengunjungi atau
melihat langsung instalasi sterilisasi yang lebih baik.
i. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 )
Pencegahan kecelakaan pada petugas melaksanakan semua kegiatan secara
aman di lingkungan Pelayanan Sterilisasi menjadi tanggung jawab petugas
pelayanan sterilisasi setelah dilakukan pembekalan kepada petugas tentang bahaya-
bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan Pelayanan Sterilisasi. Pada dasarnya
kecelakaan dapat dihindari dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat
ditimbulkannya. Dengan memperhatikan secara seksama dan melatih teknik-teknik
bekerja secara aman maka resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat diturunkan
secara signifikan.

j. Penerimaan barang kotor dan daerah dekontaminasi


Bahaya pemaparan terhadap darah dan cairan tubuh lainnya maupun zat
kimia dilingkungan Pelayanan Sterilisasi dapat menyebabkan luka,

197
penyakit dan dalam kondisi yang ekstrim menyebabkan kematian. Upaya
pencegahan dapat dilakukan secara efektif dengan menggunakan alat pelindung
diri seperti sarung tangan, penutup kepala, penutup kaki, baju anti cairan,
masker maupun goggle mata.

Penanganan yang salah terhadap alat-alat yang tajam terkontaminasi seperti


pisau operasi, jarum dan lain-lain dapat menyebebkan rusaknya permukaan kulit
yang dapat memungkinkan masuknya mikroorganisme pathogen ke dalam
tubuh sehingga menyebabkan terjadinya penyakit.

Saran dan Tindakan Aman

1) Jangan sekali-kali memasukkan tangan kedalam wadah berisi barang


terkontaminasi tanpa dapat melihat secara jelas isi dari wadah tadi.
2) Tuangkan cairan yang dapat mengganggu pengenalan secara visual alat-alat,
lalu pindahkan alat-alat/instument mengarah berlawanan terhadap tubuh
kita pada saat transportasi
3) Buang sampah benda tajam (jarum suntik, blades) kedalam wadah yang
tahan tusukan atau jirigen.
4) Pada saat memproses ulang benda tajam pakai ulang, dipisahkan dari
instrumen lain. Untuk mencegah kemungkinan terjadi luka pada petugas lain
dengan penanganan normal.
5) Ikuti petunjuk/ rekomendasi pabrik untuk penggunaan zat kimia yang
aman dan gunakan alat pelindung diri untuk mencegah pemaparan zat kimia
terhadap kulit.
6) Hindari lantai yang licin dan basah sebaiknya ada rambu-rambu peringatan
7) Pada saat mencuci instrument di dalam sink, perhatikan untuk selalu
menggosok dibawah permukaan air untuk mencegah aerosol yang dapat
terhirup.
k. Pencegahan kecelakaan pada pasien

198
Petugas Pelayanan Sterilisasi mempunyai tanggung jawab dalam upaya
mencegah terjadinya kecelakaan pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Melakukan proses dekontaminasi, desinfeksi, pengemasan, sterilisasi dan
penanganan barang steril secara aseptik dan benar sesuai dengan SOP yang
ditetapkan merupakan cara terbaik bagi petugas untuk mencegah terjadinya
kecelakaan / luka pada pasien. Pasien penerima barang yang belum diuji
kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat mengalami komplikasi. Alat-alat
terkontaminasi (seperti instrument bedah) apabila digunakan pada pasien dapat
menimbulkan infeksi nasokomial.

Saran Tindakan yang Aman

1) Lakukan pengujian terhadap instrument / alat sebelum didistribusikan dari


Pelayanan Sterilisasi sesuai dengan petunjuk pabrik di Pelayanan Sterilisasi
2) Pastikan bahwa semua barang sudah di dekontaminasi
3) Pastikan agar barang terkontaminasi dalam keadaan tertutup pada saat
transportasi menuju daerah dekontaminasi
4) Pastikan semua peralatan digunakan untuk proses sterilisasi mengalami
pengujian secara teratur, dijamin bekerja secara baik.
5) Pastikan semua mesin sterilisasi termonitor secara visual selama siklus
berlangsung melalui pengujian indikator kimia, biologis dan pengujian
deteksi udara dalam chamber (sistem mesin uap pre-vakum).

E. Pengelolaan Linen Rumah Sakit


Penanganan linen juga merupakan salah satu bagian dari standard
precaution karena dari linen akan menghasilkan microorganisme pathogen
dalam jumlah besar dan dapat meningkat lima kali lipat selama periode
sebelum cucian mulai diproses (Depkes RI tahun 2000 tentang

199
bakteri pada instalasi laundry). Untuk itu penanganan linen di rumah sakit juga
harus mendapat perhatian khusus dalam pemrosesannya.

Untuk menghindari dan mencegah terjadinya penularan Infeksi Rumah


Sakit yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen salah satu upaya yang
diperlukan adalah dengan melakukan pengelolaan linen RS yang baik sesuai
dengan standar yang telah ditentukan.
1. Tujuan
TujuanUmum
Untuk meningkatkan mutu pelayanan linen di rumah sakit
TujuanKhusus
a. Sebagai pedoman dalam memberikan pelayanan linen di rumah sakit
b. Untuk menjamin tenaga kesehatan, pasien, pengunjung dan
lingkungan terpapar dari bahaya potensial
c. Untuk menjamin ketersediaan linen disetiap unit di rumah sakit
2. Falsafah
Pelayanan linen pada hakekatnya adalah tindakan penunjang medik yang
dilaksanakan dengan sebaik-baiknya dan bertanggung jawab untuk membantu
unit-unit lain dirumah sakit yang membutuhkan linen yang siap pakai yang
dilaksanakan oleh tenaga terlatih dengan pedoman dan prosedur kerja yang
ada.
3. Pengertian
a. Antiseptik adalah desinfektan yang digunakan pada permukaan kulit dan
membrane mukosa untuk menurunkan jumlah mikroorganisme.
b. Dekontaminasi adalah suatu proses untuk mengurangi jumlah pencemaran
mikroorganisme atau substansi lain yang berbahaya sehingga aman untuk
penanganan lebih lanjut.
c. Desinfeksi adalah proses inaktivasi mikroorganisme melalui sistem
d. Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora
e. Linen adalah bahan yang terbuat dari kain, tenun.

200
f. Linen kotor terinfeksi/ linen kotor infeksius adalah linen yang
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi
g. Linen kotor tidak terinfeksi / linen kotor non infeksius adalah linen kotor
yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh, darah, sekresi dan eksresi
h. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlah, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan
atau dapat membahayakanlingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lainnya.
4. Manajemen Linen di Rumah Sakit
Jenis Linen
Ada bermacam-macam jenis linen yang digunakan di rumah sakit diantaranya:
a. Sprei / laken bayi
b. Steek laken
c. Perlak besar
d. Perlak satandar
e. Perlak kecil
f. Sarung bantal
g. Sarung guling
h. Selimut/selimut bayi
i. Bed cover
j. Tirai / gorden
k. Kain penyekat
l. Taplak
m. Celemek/skort
n. Topi pasien/topi kerja
o. Baju pasien
p. Celana pasien

201
q. Baju operasi
r. Jas petugas (biru)
s. Jas pengunjung (putih)
t. Macam-macam doek (doek kecil, doek besar, doek lubang, doek sedang )
u. Popok, baju bayi dan selimut bayi
v. Handuk cuci alat
w. Handuk mandi
x. Linen operasi
Bahan Linen
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
1) Katun 100%
2) Flannel
3) Twill/drill
Pemilihan bahan linen hendaknya disesuaikan dengan fungsi dan cara perawatan
serta penampilan yang diharapkan
Peran dan Fungsi Manajemen Linen
Peran pengelolaan manajemen linen di rumah sakit cukup penting. Diawali dari
perencanaan, salah satu subsistem pengelolaan linen adalah proses pencucian. Alur
aktivitas fungsional dimulai dari penerimaan linen kotor, pemilahan, proses
pencucian, pemerasan, pengeringan, sortir noda, penyetrikaan, sortir linen rusak,
pelipatan, merapikan, mengepak atau mengemas, menyimpan, dan
mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkannya, sedangkan linen yang rusak
akan di jarit.
Untuk melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancer dan baik, maka diperlukan
encana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pngadaan,
pengelolaan, pemusnahan, control dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, dan lain-
lain, sehingga linen dapat tersedia di unit-unit yang membutuhkan.
Prinsip Pengelolaan Linen di Rumah Sakit

202
203
Secara umum infeksi yang disebabkan karena linen relative rendah.
Karena tidak kontak langsung dengan jaringan tubuh yang steril atau dengan
pembuluh darah

5. Pengelolaan Linen
a. Struktur organisasi
Pengelolaan linen di RSUD Manggelewa merupakan tanggung jawab dari
bagian rumah tangga, dimana pada bagian penyediaan, pencucian sampai dengan
penyetrikaan dikontrakkan pada pihak kedua yang berada di luar rumah sakit /
dengan sistem out sourcing.
Saat ini pengelolaan linen sesuai struktur berada dibawah bagian rumah
tangga. Pengelolaan yang hanya dilakukan adalah pemisahan linen kotor dan
pengawasankegiatan laundry di pihakkedua oleh Komite PPI. Dilakukannya out
sourcing di RSUD Manggelewa berdasarkan pemikiran bahwa : adanya
keterbatasan lahan rumahsakit dan manajemen perlu berkonsentrasi pada care
bisnis yaitu jasa layanan kesehatan yang artinya adalah perawatan dan
pengobatan

STRUKTUR ORGANISASI LINEN RSUD Manggelewa

204
Fungsi utama, tugas dan tanggung jawab koordinator dan pelaksana linen
1) Koordinator Rumah Tangga
Fungsi utama :
Bertanggung jawab atas stock dan kebersihan linen RSUD Manggelewa
Tugas dan tanggung jawab
a) Melaksanakan kebijakan pelayanan linen sesuai dengan ketentuan dan satndar
RS
b) Bertanggung jawab dalam pengelolaan linen
c) Mengawasi sistem kerja pelayanan linen sehingga dicapai mutu
pelayanan linen yang diharapkan
d) Mengatur pengelolaan ketenagaan dan peralatan dalam mendukung
kelancaran kerja pelayanan dibagian linen
e) Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan tempat dan peralatan di bagian
linen
f) Membuat, mengevaluasi serta merubah protap bila perlu
g) Merencanakan kebutuhan linen untuk masing-masing unit
h) Mengumpulkan linen dari masing-masing unit dan menyerahkan ke
laundry
i) Membuat pencatatan jumlah linen yang dikirim ke laundry dan yang
dikembalikan
j) Memastikan jumlah linen yang dikirim dan yang diterima sesuai dengan
jumlahnya
k) Memastikan linen yang diterima dari laundry dalam kondisi bersih
l) Bertanggung jawab terhadap program penjamin mutu yang meliputi :
Akreditasi, KPRS, PPI, K3
m) Memastikan kualitas linen dan ketersediaan stok dimasing-masing unit
205
n) Menerima linen dari laundry dan mendistribusikan ke masing-masing unit
o) Membuat laporan investaris linen
p) Melakukan koordinasi dengan pihak laundry
q) Mengikuti rapat-rapat rutin bagian linen dan koordinasi dengan
divisi/bidang terkait
r) Membuat laporan harian dan bulanan untuk disampaikan kepada manager
penunjang medis
2) Pelaksana Linen/Pihak Rekanan
Fungsi Utama :
Bertanggung jawab atas stock dan kebersihan linen RSUD Kab. Manggelewa
Tugas dan tanggung jawab :
a) Melaksanakan kebijakan pelayanan linen sesuai dengan ketentuan dan
standar RS
b) Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan tempat dan
peralatan dibagian linen
c) Merencanakan kebutuhan linen dimasing-masing unit
d) Mengumpulkan linen di masing-masing unit
e) Membuat pencatatan jumlah linen yang dikirim ke laundry dan
dikembalikan
f) Memastikan jumlah linen yang dikirim dengan jumlah linen yang
diterima sesuai dengan jumlahnya
g) Memastikan linen yang diterima dari laundry dalam keadaan bersih
h) Memastikan kualitas linen dan ketersediaan stock di masing-masing unit
i) Membuat laporan inventaris linen
j) Melakukan koordinasi dengan pihak laundry
k) Mengikuti rapat–rapat bagian linen dan rapat koordinasi dengan
divisi / bidang yang terkait
l) Membuat laporan harian dan bulanan untuk disampaikan kepada
koordinator rumah tangga

206
3) Hubungan dengan Unit Lain

207
Sumber daya manusia
Sumber daya manusia ( SDM ) terdiri dari : Tenaga
perawat
Tenaga non medis
4) Skema Manajemen Linen Rumah Sakit RSUD Kab. Dompu

208
5) Tata Laksana Pengelolaan Linen
Tata laksana pengelolaan linen terdiri dari :
a) Perencanaan
b) Penerimaan linen kotor
c) Pensortiran
d) Proses pencucian
e) Pemerasan
f) Pengeringan
g) Sortir noda

209
h) Penyetrikaan
i) Sortir linen rusak
j) Pelipatan
k) Merapikan, pengemasan/pengepakan
l) Penyimpanan
m) Distribusi
n) Perawatan kualitas linen
o) Pencatatan dan pelaporan

6. Sarana Fisik, Prasarana, Peralatan dan Bahan


Sarana Fisik
a. Sarana fisik pengelolaan linen terdiri dari :
1) Ruang penyimpanan linen kotor
Ruang penyimpanan linen kotor setelah pemisahan awal oleh tenaga
perawatan di unit masing-masing perawatan di letakkan di spoel hoek.
Oleh petugas linen, linen kotor dari unit masing-masing akan
dikumpulkan sementara di ruang linen yang nantinya akan diambil oleh
petugas laundry out sourcing
2) Ruang proses pencucian linen out sourcing terdiri dari
3) Ruang penerimaan linen kotor
Diruang ini linen kotor diterima dan dipisah sesuai dengan kondisi linen
yaitu linen infeksius dan linen non infeksius
Karena sistem out sourcing di ruang ini juga dilakukan penghitungan
ulang linen kotor sesuai dengan catatan linen yang sudah tertera.
4) Ruang pencucian
Ruang ini memuat:Mesin cuci, bak perendaman dan pembilasan
5) Ruang pengeringan
Di ruang ini ada 2 mesin pengeringan yang dipakai
6) Ruang penyetrikaan

210
Di ruang ini memuat dua meja yang digunakan untuk alas setrika dan alat
setrika
Diruang ini juga dilakukan pelipatan, penyortiran linen yang rusak yang
akan diserahkan ke petugas linen RS secara terpisah dengan disertakan
catatan
Setelah pelipatan semua linen akan di kemas sesuai dengan catatan yang
telah tertera dan siap didistribusikan kembali ke rumah sakit. Pengawasan
ruang laundry dengan sistem out sourcing ini akan dilakukan setiap
satu bulan sekali di minggu ke empat oleh IPCN.
7) Ruang penerimaan linen bersih di rumah sakit Di
ruang ini memuat :
Lemari dan rak untuk menyimpan linen dan meja administrasi
Di ruang ini pintu selalu tertutup dengan sirkulasi udara tetap
dipertahankan dan suhu serta kelembaban ruangan tetap dijaga sesuai
dengan pedoman pencahayaan rumah sakit, suhu 22-27 0C. suhu di ruang
ini selalu dipantau dan dicatat oleh petugas linen setiap pagi.
b. Prasarana
Prasarana gudang linen RSUD Manggelewa terdiri dari prasarana listrik karena
tidak berhubungan langsung dengan proses pencucian. Prasarana listrik berfungsi
sebagai instalasi penerangan dengan besarnya daya 100 watt.
a) Peralatan dan bahan pencuci
Peralatan pada laundry out sourcing menggunakan bahan pencuci kimiawi
dengan komposisi tertentu dan kadar tertentu, agar tidak merusak bahan yang
dicuci, mesin cuci, kulit petugas yang melaksanakan dan limbah buangan
yang tidak merusak lingkungan.
Peralatan yang digunakan yaitu : mesin cuci, mesin pengering dan mesin
penyetrika
Produk bahan kimia yang digunakan
● Alkali

211
Mempunyai peran meningkatkan fungsi atau peran detergen dan
emulsifier serta membuka pori dari linen

● Detergen
Mempunyai peran menghilangkan kotoran yang bersifat asam secara
global
● Emulsifier
Mempunyai peran untuk mengemulsi kotoran yang berbentuk minyak
dan lemak
● Bleach / pemutih
Mengangkat kotoran/noda, mencemerlangkan linen, dan
bertindak sebagai desinfektan, baik pada linen yang berwarna (ozone)
dan yang putih (chlorine)
● Softener
Melembutkan linen dan digunakan pada akhir proses pencucian.

Peralatan yang digunakan untuk distribusi linen


(1) Untuk mengambil linen yang kotor menggunakan troli linen kotor sesuai
dengan kriteria linen yang sudah dipilah (linen infeksius dan linen non
infeksius)
(2) Untuk mendistribusikan linen yang bersih menggunakan troli linen yang
bersih
(3) Mesin jahit yang dipergunakan untuk memperbaiki linen rusak yang masih
layak pakai.
b) Pemeliharaan peralatan
Troli untuk distribusi linen dibersihkan setiap hari dengan menggunakan lap
basah dicampur dengan antiseptic.

7. Prosedur Pelayanan Linen


a. Perencanaan Linen
1) Sentralisasi Linen
Sentralisasi linen merupakan suatu keharusan yang dimulai dari proses
perencanaan, pemantauan dan evaluasi, dimana merupakan suatu
212
siklus berputar. Supaya terpenuhi persyaratan mutlak yaitu kondisi yang siap
baik segi kualitas dan kuantitas, maka diperlukan sistem pengadaan satu
pintu yang sudah terprogram dengan baik.
2) Standarisasi Linen
Linen adalah istilah untuk menyebutkan seluruh produk tekstil yang berada di
rumah sakit yang meliputi linen di ruang perawatan maupun baju bedah
diruang operasi(OK), sedangkan baju perawat, jas dokter maupun baju kerja
biasanya tidak dikelompokkan pada katagori linen, tetapi dikatagorikan
sebagai seragam (uniform). Standar linen, antara lain :
3) Standar produk
Produk linen yang terstandar di Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Dompu
adalah produk yang memberikan kenyamanan pada waktu pemakaian dan
memiliki waktu penggunaan yang lebih lama, sehingga secara ekonomi lebih
optimum.
4) Standar Desain
Penyediaan baju di unit pelayanan khusus (OK,ICU, UGD) dan baju pasien
memiliki desain yang bersifat unisex (tidak ada pembedaan antara pria dan
wanita). Yang dipertimbangkan dalam penetapan desain linen adalah waktu
pemeliharaan, desain yang sederhana dan ergonomis. Yang tidak kalah
pentingnya adalah penggunaan kancing dan penggunaan sambungan-
sambungan lebih baik dihindari.

5) Standar material
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
a) Katun 100%
b) Blacu
c) Twill/drill
d) Polyester
Pemilihan bahan linen hendaknya disesuaikan dengan fungsi dan cara
perawatan serta penampilan yang diharapkan.
6) Standar Ukuran

213
Standar ukuran yang baku untuk linen di Rumah Sakit Umum Daerah
Manggelewa adalah :
(a) Laken : 165 x 240
(b) Steek laken : 100 x 150
(c) Perlak besar : 140 x 200
(d) Perlak sedang : 90 x 135
(e) Perlak kecil : 45 x 35
(f) Sarung bantal : 60 x 45
(g) Sarung guling : 85 x 30
(h) Selimut : 190 x 120
(i) Bed Cover : 235 x 125
(j) Handuk besar : 140 x 70
(k) Handuk kecil : 80 x 35
4) Standar Jumlah
Standar jumlah yang dipergunakan di RSUD Manggelewa adalah 1 : 3. Satu
tempat tidur berbanding tiga , 3 adalah par (kapasitas) stok yang terdiri dari 3
stok berputar di ruangan dengan rincian : stok 1 par terpakai, stok 1 par
tercuci, dan 1 par sebagai cadangan.

5) Standar Penggunaan
Setiap rumah sakit menentukan standar kelayakan sebuah linen
berdasarkan : umur linen, kondisi fisik linen dan frekuensi cuci
Di Rumah Sakit Umum Manggelewa standar kelayakan yang dipergunakan
adalah umur linen dan kondisi fisik linen
Untuk itu disetiap linen yang ada di RSUD Manggelewa informasi yang
tertera adalah:
Perbedaan warna pada pita yang ada pada laken untuk mengetahui
kepemilikan dan terteratanggal pertama kali dipakai.
b. Penatalaksanaan Linen
Penatalaksanaan linen dibedakan menurut lokasi dan kemungkinan

214
transmisi organisme berpindah :

215
1) Di ruangan-ruangan
2) Perjalanan transportasi linen kotor
3) Pencucian di laundry
4) Penyimpanan linen bersih
5) Distribusi linen bersih
c. Pengelolaan linen di ruangan :
Seperti disebutkan diatas yang dimaksud dengan linen infeksius dan linen kotor
non infeksius yang secara spesifik diperlakukan secara khusus dengan kantung
linen yang berbeda.
Persyaratan kantung linen di ruangan – ruangan : kantung linen infeksius
berwarna kuning dan kantung linen non infeksius berwarna hitam.Pemilahan linen
sudah dimulai dari awal di tindakan keperawatan.Linen kotor infeksius di
tempatkan di kantung plastik berwarna kuning dan linen kotor non infeksius
ditempatkan di kantung plastic berwarna hitam. Kantung tempat linen yang sudah
terisi akan diikat rapat dan diberi label jenis dan jumlah linen yang ada di dalam
kantung yang kemudian diletakkan di spoel hoek sampai diambil oleh petugas linen
RS.

d. Transportasi
Transportasi dapat merupakan bahaya potensial dalam menyebarkan
mikroorganisme, jika linen kotor tidak tertutup dan bahan troli tidak mudah
dibersihkan.
Persyaratan alat transportasi linen :
(1) Dipisahkan antara linen bersih dan linen kotor
(2) Bahan troli menggunakan stainless steel
(3) Tempat yang digunakan mampu menanggung beban linen
(4) Tempat yang digunakan mudah dibersihkan
(5) Tempat yang digunakan mempunyai tutup
e. Laundry

216
Di RSUD Manggelewa menggunakan sistem out sourcing, namun pencuciannya
tetap mengacu pada Pedoman Manajemen Linen RS, Depkes RI tahun 2004 yaitu :
1) Petugas laundry menggunakan alat pelindung diri seperti : apron, sarung
tangan, sepatu boot, masker yang digunakan saat membuka linen kotor
infeksius.
2) Petugas laundry melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan
tindakan.
3) Penerimaan linen kotor :
a) Linen kotor yang diterima dari ruangan, dicatat kembali jumlahnya yang
kemudian disesuaikan dengan catatan yang diberikan oleh masing-masing
ruangan.
b) Tidak melakukan pensortiran kembali karena sudah disesuaikan antara
kantung linen dan jenis linen yang ada di dalamnya. (penggunaan
perbedaan jenis kantung yang digunakan sejak dari ruangan adalah salah
satu upaya menghindari sortir)
4) Pencucian
Pencucian mempunyai tujuan selain menghilangkan noda (bersih), awet (tidak
cepat rapuh), namun memenuhi persyaratan sehat (bebas dari mikroorganisme
pathogen). Sebelum melakukan pencucian setiap harinya lakukan pemanasan-
desinfeksi untuk membunuh seluruh mikroorganisme yang mungkin tumbuh
dalam semalam di mesin-mesincuci. Teknis pencuciannya :
a) Waktu
Waktu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan temperature dan
bahan kimia guna mencapai hasil cucian yang bersih dan sehat. Jika
waktu yang dipakai tidak dipersyaratkan, maka kerja bahan kimia tidak
akan berhasil dan yang terpenting mikroorganisme dan jenis pets seperti
kutu dan tungu dapat mati.
b) Suhu

217
Suhu yang direkomendasi untuk tekstil : katun ≤ 900C, polykatun
≤800C, polyester ≤750C, wool dan silk ≤300C. sedangkan suhu terkait
dengan pencampuran bahan kimia dan proses :
(1) Proses pra cuci dengan / tanpa bahan kimia dengan suhu
normal
(2) Proses cuci dengan bahan kimia alkalidan detergen untuk linen
warna putih 45 – 500C, untuk linen warna 60-800C
(3) Proses bleaching atau dilakukan desinfektan 650C atau 710C
(4) Proses bilas I dan II dengan suhu normal
(5) Proses penetralan dengan suhu normal
(6) Proses pelembut dengan suhu normal
c) Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan terdiri dari : alkali, emulsifier, detergen dan
bleach. Masing-masing mempunyai fungsi sendiri. Penanganan linen infeksius
dipersyaratkan menggunakan bahan kimia chlorine formulasi 1% atau 10.000
ppm av.Cl2
Untuk chlorine yang dipasarkan untuk laundry biasanya memiliki bahan aktif
10% atau 100.000 ppm av.Cl2
5) Pemerasan
Pemerasan merupakan proses pengurangan kadar air setelah tahap pencucian
selesai. Pemerasan dilakukan dengan mesin cuci yang juga memiliki fungsi
pemerasan / extractor, namun jika mesin extractor terpisah, maka diperlukan
troli untuk memindahkan hasil cucian dari mesin cuci menuju mesin extractor.
Troli diupayakan dipelihara kebersihan dan pencuciannya dengan desinfektan
sebelum melakukan pekerjaan. Proses pemerasan dilakukan dengan mesin pada
putaran tinggi selama sekitar 5 – 8 menit.
6) Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan mesin pengering yang mempunyai suhu 70 UUC
selama 10 menit. Pada proses ini, jika mikroorganisme belum mati atau terjadi
kontaminasi ulang diharapkan dapat mati.
7) Penyetrikaan

218
Penyetrikaan dapat dilakukan dengan mesin setrika yang disetel suhunya antara
70-80UUC
8) Pelipatan
Melipat linen mempunyai tujuan selain kerapihan juga mudah digunakan pada
saat penggantian linen dimana tempat tidur kosong atau pasien diatas tempat
tidur.
9) Pendistribusian
Setelah pelipatan, di laundry out sourcing dilakukan pengemasan yang nantinya
akan didistribusikan ke rumah sakit.
10) Penyimpanan
Setelah penerimaan linen bersih dari pihak out sourcing, linen dicatat pada form
penerimaan linen bersih yang disesuaikan dengan pengiriman linen kotor.
Selanjutnya linen bersih disimpan di almari.
11) Pendistribusian
Pendistribusian merupakan administrasi yang penting dalam pencatatan linen yang
keluar. Dengan menerapkan sistem FIFO ( First In First Out), yaitu linen yang
tersimpan sebelumnya harus dipergunakan lebih dahulu sedangkan linen yang
selesai dicuci disiapkan untuk berikutnya.

f. Pencatatan dan Pelaporan


Dokumen pencatatan dan pelaporan yang dibutuhkan pada penatalaksanaan
linen mulai dari ruangan hingga didistribusikan terdiri dari :
Dokumen pengiriman linen kotor dari ruangan, OK dan penerimaan linen bersih
Dokumen penerimaan linen bersih dari pihak out sourcing ke pihak RS
Dokumen linen yang rusak
Penyerahan linen bersih ke ruangan masing-masing disertai penyerahan form
linen bersih dari petugas linen kepada perawat ruangan unit tersebut

219
yang disertai tanda tangan penerima linen bersih dari ruangan dan petugas
linen yang menyerahkan.
g. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitandengan alat kerja, bahan
dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannyaserta cara-cara
melakukan pekerjaan. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga oleh
karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan, lebih-lebih
dalam bentuk perencanaan. Beberapa bahaya, potensial untuk terjadinya
kecelakaan kerja di tempat linen yaitu : Terjatuh / terpeleset
Terjatuh / terpeleset pada lantai yang sama adalah bentuk kecelakaan kerja
yang dapat terjadi pada petugas linen
Penanggulangan :

1) Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, sol yang rusak atau memakai tali
sepatu yang longgar
2) Konstruksi lantai harus rata
3) Pemeliharaan lantai : lantai harus selalu dibersihkan dari kotoran –
kotoran yang bisa membuat terpeleset
4) Lantai yang cacat / rusak harus segera diperbaiki

F. Pengendalian Lingkungan Rumah Sakit


Sampah di rumah sakit mulai disadari sebagai bahan buangan yang dapat
menimbulkan gangguan kesehatan lingkungan, walaupun 85% sampah umum
yang dihasilkan rumahsakit dinyatakan ”TIDAK TERKONTAMINASI” dan
tidak berbahaya bagi petugas yang menangani, tetapi jika sampa
”TERKONTAMINASI” (dengan persentase kecil) tidak dikelola dengan benar
maka itu akan membawa mikroorganisme yang dapat menular pada petugas
yang kontak termasuk masyarakat pada umumnya (para pemulung yang mulai
terlibat didalamnya).

220
Untuk itu penanganan sampah (kebersihan lingkungan) di rumah sakit
perlu mendapat perhatian khusus sehingga mata rantai terjadinya infeksi dapat
diputus dengan baik.

Jenis limbah yang dihasilkan oleh rumah sakit bermacam-macam, yang


terdiri dari infeksius, non infeksius, dan radioaktif. Limbah infeksius dan non
infeksius akan diolah menurut pedoman baku yang ada oleh pihak rumahsakit,
sedangkan pedoman penyimpanan sementara sudah ada dari bina sarana dan
prasarana. Limbah B3 yang tidak dapat diolah harus ada tempatpenyimpanan
sementara di ruahsakit untuk kemudian dikirim untuk pengolahan akhir ke
instansi pengolahan limbah rumahsakit yang telah memiliki sertifikat (PT Restu
Ibu Abadi)

Dalam rangka pelaksanaan PP nomor 27 tahun 1999 tentang amdal, bahwa


setiap usaha / kegiatan pada dasarnya menimbulkan dampak pada lingkungan
hidup, sehingga diperlukan langkah pengendalian dampak negative sedini
mungkin. Kemudian sesuai dengan keputusan menteri kesehatan RI nomor 286
tahun 1990, tentang keharusan kegiatan dibidang kesehatan wajib membuat
amdal, maka perlu dilakukan pengelolaan limbah rumahsakit secara memadai.
Manajemen pengelolaan limbah merupakan salah satu upaya pengendalian
infeksi nasokomial rumahsakit yang ditujukan untuk mencegah terjadinya
penyebaran infeksi sekaligus melindungi pasien, petugas, dan pengunjung serta
masyarakat disekitar rumahsakit.

Mengacu kepada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 86


tahun 2002 tentang pedoman penatalaksanaan upaya pengelolaan lingkungan hidup
dan upaya pemantauan lingkungan hidup dan Keputusan Menteri Kesehatan RI
nomor 1204 tahun 2004 tentang persyaratan kesehatan lingkungan RS dengan
melihat semua landasan latar belakang tersebut diatas, perlu suatu pedoman dalam
menatalaksana pengelolaan limbah rumah sakit.

1. Pengertian

221
Limbah / sampah adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi.

Limbah / sampah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh
seluruh kegiatan rumah sakit.

pengendalian Lingkungan Rumah Sakit adalah kebersihan lingkungan yang


meliputi penyehatan air, pengelolaan limbah, pengendalian serangga, tikus, dan
binatang pengganggu.

2. Tujuan
a. Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat disekitar
sarana kesehatan sehingga infeksi nasokomial dapat dicegah dengan
mempertimbangkan cost efektif.
b. Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman dan mencegah terjadinya
kecelakaan kerja

3. Penggolongan sampah Rumah Sakit Jenis


sampah / limbah RS, antara lain :

a. Limbah padat
1) Infeksius : limbah yang berasal dari pelayanan klinis, perawatan,
laboratorium, dan atau semua benda yang sudah terkontaminasi dengan
darah atau cairan tubuh pasien.
2) Non infeksius : limbah rumah tangga atau pembungkus alat medik yang tidak
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien.
b. Limbah cair

222
1) Infeksius : limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh pasien, atau cairan tubuh pasien itu sendiri.
2) Non infeksius : limbah cair yang berasal dari limbah rumah tangga / sisa
obat cair yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien.
3) Air buangan rumah sakit adalah air bekas yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan di rumah sakit, antara lain : dapur, kantin, kamar mandi/WC, unit
rawat inap, poliklinik, laboratorium dan sebagainya. Limbah cair medis
dikelola dengan menggunakan system ABR (An Aerob Buffer Reactor).
System pengelolaan air limbah RSU Dompu yang menggunakan system ABR
(An Aerob Buffer Reactor) dengan indicator terakhir kolam aerob.
c. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah semua benda yang dapat melukai / memotong jaringan
permukaan kulit atau bagian tubuh sehingga menyebabkan luka.

4. Proses Pengelolaan Sampah/Limbah Rumah Sakit


Adalah suatu proses bagaimana sampah yang dihasilkan, ditampung,
dikumpulkan, diangkut, sampai dengan dikelola di tempat pembuangan /
pemusnahan akhir dengan menggunakan cara yang benar dan memperhatikan
aspek kesehatan, ekonomis dan pelestarian lingkungan.

Tujuan Penanganan Sampah

a. Melindungi petugas yang menangani sampah atau limbah medis dari luka
tidak sengaja
b. Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas kebersihan yang
menangani sampah atau limbah medis
c. Mencegah penyebaran infeksi kepada masyarakat sekitar
d. Melenyapkan bahan-bahan berbahaya

5. Prinsip penanganan limbah

223
a. Langkah-langkah penanganan limbah berdasarkan : perencanaan, pemisahan,
pengumpulan, transportasi, penyimpanan, treatmen dan penanganan akhir
b. Pemisahan limbah didasarkan pada katagori jenis limbah
c. Kode warna kantong sesuai dengan kode internasional dan diletakkan pada
kontainer sebagai logo simbul biohazard
d. Kontainer benda tajam (prinsip tahan air, tahan tusukan) diletakkan pada
area ruang tindakan serta mudah dijangkau
e. Memiliki alat transportasi khusus
f. Area penampungan limbah ditempat terbuka mudah dibersihkan
6. Penanganan Sampah yang benar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penanganan sampah atau limbah
rumah sakit :

a. Tempat sampah harus dapat dicuci, tidak korosif dengan tutup yang dapat
dipasang dengan rapat
b. Perlengkapan yang digunakan untuk mengumpulkan dan membawa sampah
tidak boleh digunakan untuk keperluan lain
c. Pisahkan sampah terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Beri tanda
pada wadah untuk sampah terkontaminasi
d. Khusus untuk sampah yang tajam sepeti jarum, pisau dibuang pada
tempat yang tahan pecah dan tahan tusukan
e. Tempat sampah tersebut diletakkan sedemikian rupa sehingga sampah
tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh sebelum dibuang
f. Jika wadah / tempat sampah sudah ¾ penuh, segera ditutup, disumbat
atau diikat dengan kuat
g. Setelah dipakai, seluruh tempat sampah dicuci dengan detergen kemudian
dibilas dengan air secara teratur. Petugas kebersihan harus memakai alat
pelindung, seperti pelindung wajah, apron, sarung tangan rumah tangga
dan sepatu boot
h. Petugas Kebersihan harus memakai alat pelindung ketika membuang
sampah. Setelah selesai bertugas dan melepaskan

224
sarung tangan, cuci tangan atau gunakan antiseptik berbahan dasar
alkohol
7. Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair rumah sakit apabila dalam pengelolaan sejak awalnya dikelola dengan
benar akan memberi pengaruh positif terhadap lingkungan masyarakat di dalam
dan di luar rumah sakit. Limbah cair rumah sakit yang tidak dikelola dengan
benar dapat mengakibatkan pencemaran sumber air, gangguan kesehatan
masyarakat di dalam dan di luar rumah sakit.

Sumber limbah cair umumnya berasal dari dapur, pencucian linen, ruang
perawatan, ruang poliklinik, laboratorium, kamar mandi dan unit lainnya

Proses pengelolaan limbah cair sudah dikelola melalui sistem IPAL (Instalasi
Pembuangan Air Limbah). Rumah sakit memiliki IPAL diatur dalam UU RI No.
44 thn 2009 tentang rumah sakit, Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang
perizinan rumah sakit dan Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit.

Penanganan limbah cair :

a. Cairan tubuh/sekreta buang ke dalam wastafel/zink


b. Sisa cairan infus dibuang kedalam wastafel/zink
c. Sisa obat cair dibuang kedalam wastafel/zink
d. Faeses/urine dibuang kedalam kloset
e. Air buangan rumah sakit adalah air bekas yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan di rumah sakit, antara lain : dapur, kantin, kamar mandi/WC, unit
rawat inap, poliklinik, laboratorium dan sebagainya. Limbah cair medis
dikelola dengan menggunakan system ABR (An Aerob Buffer Reactor).
f. System pengelolaan air limbah RSU Manggelewa yang menggunakan
systemABR (An Aerob Buffer Reactor) dengan indicator
penilaianterkahiradalahkolam aerob.
Syarat pembuangan limbah cair :

225
1) Petugas memakai pelindung diri
2) Sampah cair infeksius dapat dibuang di wastafel / toilet □ IPAL
3) Setelah membuang sampah cair infeksius ke wastafel / toilet
jangan lupa membilas dengan air.
Perhatian :

a. Hindari percikan
b. Jangan membuang pada saluran terbuka

STANDAR BAKU MUTU LIMBAH CAIR RUMAH SAKIT

No Standar Baku Mutu Batas Syarat

1. PH 6–9

2. Suhu < 300 C

3. BOD 30 mg/ lt

4. COD 80 mg/ lt

5. TSS 30 mg/lt

6. Amonia Bebas 0.1 mg/ lt

7. Pospat 2.0 mg/ lt

226
8. Penanganan limbah benda tajam
a. Selalu dibuang sendiri oleh si pemakai
b. Semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, tidak boleh didaur ulang
atas permintaan penghematan
c. Tindakan beresiko terpajan benda tajam, tempatkan operator pada posisi
lapangan pandang yang luas dan cahaya yang cukup
d. Lindungi jari dengan menggunakan penjepit/pinset
e. Tidak menyarungkan kembali, mematahkan atau menekukkan jarum suntik
bekas pakai
f. Tempat yang digunakan adalah tempat yang tahan bocor dan tahan tusuk,
mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan,mempunyai
tutup yang tidak bisa dibuka kembali, ditutup dan digantisetelah terisi 2/3
bagian limbah.
g. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
h. Jangan meletakkan limbah benda tajam disembarang tempat
i. Segera buang limbah benda tajam kewadah yang tersedia yang tahan tusuk
dan tahan air serta tidak bias dibuka lagi
j. Selalu buang sendiri oleh sipemakai
k. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik yang habis pakai
(recapping)
l. Wdah limbah benda tajam diletakkan dekat dengan lokasi tindakan
m. Bila menangani limbah pecahan benda tajam, gunakan sarung tangan
rumahtangga, Gunakan kertas Koran untuk mengumpulkan pecahan benda
tajam tersebut, kemudian bungkus dengan kertas. Masukkan dalam container
tahantusuk
n. Wadah penampung limbah benda tajam adalah wadah yang tahan bocor dan
tahan tusuk, harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu
tangan
o. Mempunyai penutup yang tidak bias dibuka lagi
p. Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan
q. Ditutup dan digantisetelah ¾ bagianterisidenganlimbah

227
9. Permukaan Lingkungan

228
Jangan melakukan disinfeksi fogging diarea perawatan
Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan aerosol.
Jangan menggunakan DTT untuk peralatan non kritikal dan permukaan
lingkungan.
Hindari penggunaan karpet.
Tidak merekomendasikan bunga segar/kering atau tanaman pot diarea
perawatan pasien.
a. Prinsip dasar pembersihan lingkungan :
1) Semua permukaan ditempat pelayanan yang disediakan untuk pasien harus
dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus
dibersihkan bila pasien sudah keluar atau sebelum pasien baru masuk
2) Bila permukaan tersebut bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan
tersebut harus dibersihkan dan didesinfeksi
3) Bila permukaan tersebut terkena tumpahan cairan tubuh bersihkan dengan
cara ;
a) Petugas mencuci tangan kemudian menggunakan APD (gaun/celemek,
sarung tangan karet, masker dan kacamata)
b) Berikan daerah pinggiran tumpahan dengan pasir
c) Semprotkan cairan desinfektan pada tumpahan cairan tubuh
d) Lakukan penyerapan cairan tubuh dengan menggunakan pampers Koran
lalubuang pada kresek kuning
e) Bersihkan pasir dengan menggunakan sapu dan serok yang telah
disediakan
f) Lakukan desinfeksi pada bagian permukaan tersebut, mop
ulangdaerah yang terkenatumpahancairantubuh
g) Buka APD lakuakan kembali kebersihan tangan
4) Ikuti prtosedur tepat yang efektif menggunakan moops, chlots and
solution;
a) Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan
gunakan cairan yang baru

229
b) Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan
c) Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan
5) Petugas harus menggunakan APD saat melakukan pembersihan dan desinfeksi
6) Petugas harus melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah
melakukan pembersihan.
10. Pengendalian vektor / serangga penular penyakit
Vektor (serangga dan binatang mengerat) dalam program sanitasi rumah sakit
yaitu semua jenis seranggan dan binatang pengerat yang dapat menularkan
beberapa penyakit tertentu, merusak bahan makanan di gudang, merusak
peralatan instalasi rumah sakit, yang pada dasarnya dapat merugikan kesehatan
maupun ekonomi.

Pengendalian vektor adalah kegiatan yang bertujuan untuk menekan tingkat


kepadatan serangga, binatang pengerat dan jenis binatang pengganggu yang
lainnya, termasuk kucing.

Insektisida adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk bahan campuran.

Kalau vektor dan binatang pengerat tidak dikendalikan akan berakibat gangguan
kesehatan dan merugikan ekonomi.

Tempat-tempat yang sering ditemukan :

a. Tempat pengumpulan sampah


b. Saluaran air buangan dan air kotor
c. Tempat penyimpanan, pengolahan dan penghidangan makanan
d. Penampungan air bersih
e. Gudang obat, gudang peralatan dan lainnya
Jenis serangga dan binatang pengganggu yang sering ditemukan : nyamuk, lalat,
kecoa, rayap, lipas, tikus , kucing dan anjing.

230
Proses pengendalian dapat dilakukan secara mekanis (tirai angin, pemberantasan
sarang nyamuk), fisik (suara tinggi dan listrik), kimia (abatisasi, spraying, foging,
fumigasi)

11. Pengelolaan Penyediaan Air Bersih


Standar keperluan air untuk rumah sakit bervariasi antara 500 sampai 900liter/
tempat tidur/ hari. Kualitas air bersih berpedoman pada standar Permenkes
nomor 416 tahun 1990 tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air

Kegiatan pengawasan kualitas air dengan pendekatan survelans kualitas air


antara lain meliputi :

a. Inspeksi sanitasi terhadap sarana air bersih


b. Pemeriksaan sampel air secara berkala
c. Melakukan analisis hasil inspeksi sanitasi pemeriksaan laboratorium
d. Perbaikan kualitas air
Di Dompu Hospital pemeriksaan air bersih secara mikrobiologi dilakukan setiap
tiga bulan secara teratur dan terevaluasi.

12. Lingkungan area pasien, pengunjung dan staf RS


Dalam menunjang pelaksanaan program PPI lingkungan area pasien,
pengunjung dan staf juga harus difasilitasi / disediakan sarana yang
berhubungan dengan pelaksanaan PPIRS diantaranya :
a. Penyediaan sarana kebersihan tangan ( wastafel / hand rubs)
b. Penyediaan tempat sampah
c. Penyediaan informasi berupa bender / leaflet / papan informasi yang
berhubungan dengan PPI
13. Proses Pengelolaan Sampah Rumah Sakit
a. Identifikasi
Identifikasi jenis limbah yaitu limbah benda padat, cair dan tajam

b. Pemisahan

231
Pemisahan limbah dimulai dari awal penghasil limbah sesuai dengan jenis
limbah.

Sampah infeksius : dibuang pada kantong kuning

Sampah non infeksius : dibuang pada kantong berwarna hitam

c. Labeling
Kode warna pembungkus :

1) Kuning sampah infeksius


2) Hitam sampah non infeksius
3) Merah radioaktif
4) Ungu cytotoksik
5) Coklat B3
6) Kotak kuning benda tajam tahan tusukan dan tahan air .

d. Packing / penempatan limbah


1) Tempatkan dalam wadah limbah tertutup
2) Tutup mudah dibuka, sebaiknya bisa dengan menggunakan kaki
3) Kontainer dalam keadaan bersih
4) Kontainer terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
5) Tempatkan setiap kontainer limbah pada jarak 10-20 meter
6) Ikat limbah jika sudah terisi ¾ penuh
7) Kontainer limbah harus dicuci setiap hari
e. Penyimpanan dan pengangkutan
Untuk penampungan/penyimpanan sampah dari setiap kegiatan di
rumah sakit perlu ditampung dalam suatu tempat tertentu dengan cara yang
benar sebab bila tidak akan menjadi sumber yang potensial dalam penularan
penyakit.

Syarat-syarat tempat penampungan sampah :

232
1) Bahannya tidak mudah berkarat

233
2) Kedap air, terutama untuk menampung sampah basah
3) Bertutup
4) Mudah dibersihkan
5) Mudah untuk diangkat sampahnya / dipindahkan
Bila tempat sampah sudah penuh atau dalam jam-jam tertentu sampah ini diangkut.

Pengangkutan sampah dimulai dari pengambilan sampah di tempat penampungan


yang ada di setiap unit rumah sakit untuk kemudian dibawa dan dikumpulkan pada
tempat yang telah ditentukan untuk proses selanjutnya. Alat untuk mengangkut
sampah di dalam rumah sakit dapat berupa gerobag/troli dan harus memenuhi
persyaratan sbb :

1) Permukaan bagian dalamnya harus rata dan kedap air


2) Mudah untuk dibersihkan
3) Mudah untuk diisi dan dikosongkan
4) Kokoh dan kuat
5) Trolly harus tertutup
f. Pembuangan / pemusnahan sampah
Pembuangan sampah ditempuh dengan dua jalur :

1) Sampah non medis / non infeksius dibuang ke tempat pembuangan akhir


dengan bekerjasama dengan dinas kebersihan kota
2) Sampah medis / infeksius dikelola oleh rumah sakit bekerjasama dengan
pihak ketiga
g. Evaluasi pengelolaan sampah
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui kebersihan pengelolaan sampah di
rumah sakit yang harus dilakukan berkala, dengan indikator yang dapat
dipergunakan :

1) Akumulasi sampah yang tidak dapat terangkut / terolah


2) Pengukuran tingkat kepadatan lalat (index lalat) terutama pada lokasi
pengumpulan sampah dapur, dll

234
3) Ada tidaknya keluhan baik dari masyarakat yang tinggal di sekitar rumah
sakit, pengunjung rumah sakit, pasien maupun petugas rumah sakit sendiri.
h. Evaluasi Pengelolaan Sampah
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui kebersihan pengelolaan sampah di
rumah sakit yang harus dilakukan berkala, setiap bulan dengan indikator yang
dapat dipergunakan :

1) Akumulasi sampah yang tidak dapat terangkut / terolah


2) Pengukuran tingkat kepadatan lalat (index lalat) terutama pada lokasi
pengumpulan sampah dapur, dll
3) Ada tidaknya keluhan baik dari masyarakat yang tinggal di sekitar rumah
sakit, pengunjung rumah sakit, pasien maupun petugas rumah sakit sendiri

G. Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Infeksi Menular dan


Pengelolaan Pasien Dengan Penyakit Infeksi Menular
Penyakit infeksi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di dunia,
termasuk Indonesia. Ditinjau dari asal atau didapatnya infeksi dapat berasal dari
komunitas (Community acquired infection) atau berasal dari lingkungan rumah sakit
(Hospital acquired infection) yang sebelumnya dikenal dengan istilah Infeksi
Nasokomial. Dengan berkembangnya system pelayanan kesehatan khususnya
dalam bidang perawatan pasien, sekarang perawatan tidak hanya dirumah sakit
saja, melainkan juga difasilitas pelayanan kesehatan lainnya, bahkan perawatan di
rumah (home care). Tindakan medis yang dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
dimaksudkan untuk tujuan perawatan atau penyembuhan pasien, bila dilakukan
tidak sesuai prosedur berpotensi untuk menularkan penyakit infeksi, baik bagi
pasien (yang lain) atau bahkan pada petugas kesehatan itu sendiri. Karena sering
kali tidak bisa secara pasti ditentukan asal infeksi, maka sekarang istilah infeksi
nasokomial (hospital acquaired

235
infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare Associated Infection “ (HAIs )
dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya dirumah sakit tetapi juga difasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi
juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan
perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat dirumah sakit,
selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital Infection )

Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya


infeksi rumah sakit, perlu memiliki pengetahuan mengenai konsep dasar
penyakit infeksi.

1. Tujuan

□ TujuanUmum

Menyiapkan agar Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat
menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga dapat melindungi
tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular

□ TujuanKhusus

Memberikan informasi kepada petugas kesehatan di Rumah sakit dan fasilitas


kesehatan lain, mengenai :

a. Konsep dasar penyakit infeksi


b. Kewaspadaan Isolasi
c. Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

2. Sumber Infeksi
Sumber Infeksi Rumah Sakit dapat dibagi dalam 4 bagian:

a. Petugas rumah sakit (perilaku)


1) Kurang memahami cara penularan penyakit
2) Kurang memperhatikan kebersihan

236
3) Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic
4) Menderita penyakit tertentu
5) Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
b. Alat yang dipakai
1) Kotor
2) Rusak
3) Penyimpanan kurang baik
4) Dipakai berulang-ulang
5) Kadaluarsa
c. Pasien
1) Kondisi yang sangat lemah
2) Kebersihan kurang
3) Menderita penyakit kronis
4) Menderita penyakit menular

d. Lingkungan
1) Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk
2) Ventilasi udara kurang baik
3) Ruangan lembab
4) Banyak serangga.
3. Transmisi Mikroorganisme
Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara,
bias lebih dari satu cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi mikroorganisme
yaitu: contact, droplet, airbone, common vehicle, dan vertorborne.

Contact transmission adalah yang paling sering pada Infeksi Rumah Sakit,
dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect contact.

Direct contact (kontak langsung): transmisi mikroorganisme langsung


permukaan tubuh ke permukaan tubuh, seperti saat memandikan,

237
membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan yang menyentuh permukaan
tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara dua pasien.

Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang yang
lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang
terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci,
dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien

Droplet transmission (Percikan)

Secara teoritikal merupakan bentuk kontak transmisi, namun mekanisme


transfer mikroorganisme pathogen ke pejamu agak ada jarak dari transmisi
kontak. Mempunyai partikel sama atau lebih besar dari 5 mikron. Droplet
transmisi dapat terjadi ketika batuk, bersin, beribicara, dan saat melakukan
tindakan khusus, seperti saat melakukan pengisapan lendir, dan tidakan
broschoskopi.

Transmisi terjadi ketika droplet berisi mikroorganisme yang berasal dari


orang terinfeksi dalam jarak dekat melalui udara menetap / tinggal pada
konjunctiva, mukosa, hidung, dan mulut yang terkena. Karena droplet tidak
meninggalkan sisa di udara, maka penangan khusus udara dan ventilasi tidak
diperlukan untuk mencegah droplet transmisi.

Airbone transimisi (melalui udara)

Transimisi melalui udara yang terkontaminasi dengan mikroorganisme


pathogen, memiliki partikel kurang atau sama dengan 5 mikron. Transmisi terjadi
ketika menghirup udara yang mengandung mikroorganisme pathogen.
Mikroorganisme dapat tinggal di udara beberapa waktu sehingga penanganan
khusus udara dan ventilasi perlu dilakukan. Mikroorganisme yang ditransmisi
melalui udara adalah mycrobacterium tubercolusis, rubeola, dan varicella virus.

Common Vehicle Transmission

238
Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan
peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.

Vectorborne transmission

Transmisi mikroorganisme melalui vector seperti nyamuk, lalat, tikus, serangga


lainya.

4. Pencegahan dan Pengendalian penyakit dan organisme yang signifikan secara


epidemiologis
Terjadinya penyakit merupakan interaksi antara Host – Agen – Environment
yang saling berhubungan. Lingkungan sangat mempengaruhi kondisi dari host dan
agen tersebut. Agen ( penyebab penyakit ) seperti : virus, bakteri, jamur dan
parasit lainnya yang mampu bertahan hidup dalam lingkungan sampai akhirnya
bisa kontak dengan host/ manusia akan berkembang biak dan membentuk
kolonisasi sehingga nantinya akan menimbulkan infeksi dari host tersebut.
Beberapa penyakit infeksi menular yang dapat menimbulkan dampak yang sangat
penting bagi kesehatan masyarakat dan cara pencegahannya yaitu
:
a. Pencegahan dan pengendalian infeksi TB
Tubercolosis
Penyakit tubercolosis masih menjadi masalah kesehatan masyarakat Indonesia
maupun di dunia. Diperkirakan sepertiga penduduk dunia terinfeksi TB secara
laten. Umumnya sekitar 75-85% pasien TB berasal dari kelompok usia
produktif. Orang yang tertular kuman TB belum tentu jatuh sakit terutama bila
daya tahan tubuhnya kuat. Beberapa keadaan seperti penyakit HIV, DM, Gizi
kurang dan kebiasaan merokok merupakan faktor resiko bagi seseorang untuk
menderita sakit TB.
Di Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140.000kematian
setiap tahunnya.
Penyebab dari TB ini adalah kuman atau basil tahan asam ( BTA ) yakni
mycobacterium tubercolosis. Kuman ini bila terkena sinar matahari langsung

239
akan mati, tetapi akan bertahan pada kondisi yang lembab dan gelap. Hampir
semua organ tubuh dapat diserang oleh bakteri ini diantaranya : kulit, kelenjar,
otak, ginjal, tulang dan paling sering paru.
Cara penularannya termasuk relatif mudah terutama pada penyakit TB paru.
Penularannya dapat melalui percikan droplet/ dahak bila seseorang yang
mengidap penyakit TB batuk, dalam sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak
yang mengandung kuman BTA yang dapat menulari orang sekitarnya. Tingkat
penularannya tergantung pada jumlahbasil yang dikeluarkan, virulensi kuman,
terjadinya aerosolisasi waktu batuk dan bersin dan tindakan medis beresiko tinggi
seperti intubasi dan bronkoskopi.
Pencegahannya :
1) Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sumber penularan
2) Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi
memberikan daya perlindungan yang bervariasi tergantung karakteristik
penduduk, kualitas vaksin dan strain yang dipakai. Penelitian menunjukkan
imunisasi BCG ini secara konsisten memberikan perlindungan terhadap
terjadinya meningitis TB dan TB milier pada anak balita
3) Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondidi sosial ekonomi juga
merupakan bagian dari usaha pencegahan
4) Menggunakan APD yang baik dan benar seperti menggunakan masker saat akan
kontak dengan penderita TB secara langsung dengan jarak yang dekat atau
menggunakan sarung tangan bersih saat bersentuhan dengan pembuangan dahak
penderita TB.
5) Melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No 364/Menkes/Sk/V/2009
tentang pedoman nasional penanggulangan TB maka harus dilaksanakan
strategi DOTS di RS.
b. Pencegahan dan pengendalian infeksi HIV
HIV

240
HIV merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh penurunan
kekebalan tubuh akibat terserang virus Human Immunodeficiency Virus yang
terdiri atas dua tipe yaitu tipe 1 (HIV – I ), dan tipe 2 ( HIV – 2 ).
Cara penularannya yaitu dari orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak
dilindungi, baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang
terkontaminasi, kontak kulit yang lecet dengan bahan infeksius, tranfusi darah
atau komponennya yang terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15
– 35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV + terinfeksi melalui plasenta dan
hampir 50% bayi yang disusui oleh ibu yang HIV + dapat tertular. Penularannya
juga dapat terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.
Cara pencegahannya :
1) Menempatkanpasien pada ruang/kamartersendiri
2) Menghindari penggunaan alat suntik bergantian
3) Melakukan praktek tranfusi dan donor organ yang aman
4) Melakukan praktek medis dan prosedur laboratorium yang
memenuhi standar
5) Menggunakan APD yang baik dan benar saat akan kontak dengan cairan
tubuh pasien, seperti penggunaan sarung tangan.
6) Membatasipengunjung
c. Pencegahan dan penanggulangan infeksi Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan hati yang dapat disebabkan oleh bahan kimia atau obat
atau berbagai jenis infeksi virus. Orang yang terinfeksi dapat menularkan infeksi
ini kepada orang lain dari dua minggu sebelum timbulnya gejala sampai dengan
satu minggu setelah timbulnya gejala. Hepatitis dapat ditularkan sewaktu virus
dari orang yang terinfeksi tertelan oleh orang lain melalui :
1) Makan dan minum yang tercemar
2) Menyentuh seprai yang dikotori oleh tinja dari pasien hepatitis
3) Hubungan seksual

241
Pencegahan penyakit hepatitis diantaranya :
1) Melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar
2) Imunisasi
3) Hati-hati pada penggunaan peralatan yang mungkin terkontaminasi cairan
tubuh
5. Penempatan dan Penanganan Pasien dengan Penyakit Infeksi Menular
a. Tetap menerapkan dan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaanKewaspadaan Standar
b. Meletakkan pasien dalam satu ruangan tersendiri.
c. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negative bila tidak, di dalam ruangan gunakan AC + filter HEPA
d. Jaga pintu tertutup setiap saat
e. Jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan pencegahan
f. Pakai respirator partikulat saat memasuki ruang dengan resiko tinggi, cek
tiap akan pakai
g. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai
(pakai masker)
h. Batasi gerak pasien, edukasi untuk etika batuk, pakai masker bila
hendak keluar ruang rawat.
H. Pengendalian Resistensi Antimikroba
Penggunaan antibiotic secara bijak dapat dicapai salah satunya dengan
memperbaiki prilaku para dokter dalam penulisan resep antibiotic. Antibiotic
hanya digunakan dengan indikasi yang ketat yaitu dengan penegakkan diagnosis
penyakit infeksi menggunakan data klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan darah tepi, radiologi, mikrobiologi dan serologi. Dalam
keadaan tertentu penanganan kasus infeksi berat ditangani secara multi disiplin.
Pemberian antibiotic pada pasiendapatberupa :
1. Profilaksisbedah pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi, mata) dan
semua operasi bersih terkontaminasi adalah penggunaan antibiotic sebelum,
selamadan paling lama 24 jam pascaoperasi pada

242
kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi dengan
tujuan mencegah terjadinya infeksi daerah operasi. Pada prosedur operasi
terkontaminasi dan kotor, pasien diberi terapi antibiotic sehingga tidak perlu
ditambahkan antibiotic propilaksis.
2. Terapi antibiotic emperik yaitu penggunaan antibiotic pada kasus infeksi
atau didug ainfeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Terapi
antibiotic emperi kini dapat diberikan selama 3-5 hari. Antibiotic lanjutan
diberikan berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan
mikrobiologi. Sebelum pemberian terapi emperik dilakukan pengambilan
specimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. Jenis antibiotic emperik
ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotic setempat.
3. Terapi antibiotic definitive adalahpenggunaan antibiotic pada kasusinfeksi yang
sudah diketahui jenis bakteri penyebabnya dan kepekaannya terhadap
antibiotic.
Upaya dalam penggunaan antimikroba rasional dengan melakukan :

1. Edukatif
a. Pelatihan.
b. Pemberian dan penyebaran informasi tertulis maupun melalui
masmedia.
2. Manajerial
a. Memberlakukan pengobatan sesuai dengan pelayanan medis.
b. Menyusun dan memberlakukan formularium.
c. Menerapkan sistem pemantauan yang sifatnya edukatif dan
konstruktif.
d. Supervisi
e. Umpan balik.
3. Regulasi
a. Memberlakukan ketentuan yang mengikat dalam pengunaan obat :
1) Kebijakan penggunaan obat berdasarkan formularium.
2) Membatasi jumlah, jenis dan lama pemberian obat.

243
3) Memberlakukan regulasi penggunaan antibiotika berdasarkan
pemetaan pola kuman dan resistensi antibiotika.

I. Pencegahan dan PengendalianInfeksi di Instalasi Gizi


Makanan yang sehat dan aman merupakan salah satu faktor yang penting
untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Oleh karena itu kualitas
makanan baik secara bakteriologis, kimiawai maupun fisik harus selalu
dipertahankan. Kualitas makanan harus senantiasa terjamin setiap saat, agar
masyarakat sebagai pemakai produk makanan tersebut dapat terhindar dari
penyakit / gangguan kesehatan serta keracunan akibat makanan. Terutama bagi
pasien yang sedang dirawat di rumah sakit yang tubuhnya dalam kondisi lemah
sehingga sangat rentan terhadap berbagai penyakit termasuk penyakit-penyakit
yang ditularkan melalui makanan. Oleh karena itu pengelolaan makanan di
rumah sakit perlu mendapatkan perhatian yang lebih seksama.

Kegiatan penyehatan makanan di rumah sakit menekankan terwujudnya


kebersihan makanan dalam jalur perjalanan makanan. Karena itu dalam kegiatan
penyehatan makanan perlu dipahami jalur tersebut sehingga diperoleh gambaran
yang jelas tentang titik-titik rawan dalam jalur yang dapat menimbulkan
pencemaran terhadap makanan hingga menjadi makanan jadi yang siap
dikonsumsi.

Tujuan penyehatan makanan di rumah sakit adalah tersedianya bahan makanan


yang berkualitas baik dan aman bagi pasien dan konsumen serta terwujudnya
perilaku kerja yang sehat dan hygienis dalam penanganan makanan, sehingga
pasien dan konsumen lainnya terhindar dari resiko penularan penyakit atau
gangguan kesehatan dan keracunan makanan.

Dalam pengelolaan makanan di rumah sakit proses sanitasi makanan ini


menyangkut banyak faktor, mulai dari asal/sumber bahan

244
makanan, proses hingga menjadi makanan, penyajian kepada konsumen dan faktor-
faktor lingkungan lainnya yang terkait.

Secara umum jalur perjalanan makanan digambarkan seperti pada diagram di


bawah. Namun masih perlu disesuaikan dengan volume pelayanan, bahan makanan,
tenaga penjamah, prosedur kerja, sarana fisik dan lingkungan, peralatan dan
perlengkapan yang digunakan, penggunaan bahan makanan tambahan, fasilitas
penjamah makanan, cara pengawasan dan prosedur kerja

DIAGRAM JALUR PERJALANAN MAKANAN

245
1. Pengertian
a. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan
hygienis serta berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
b. Makanan di rumah sakit adalah semua makanan yang disajikan dari dapur
rumah sakit, yang dijual di dalam lingkungan rumah sakit serta yang dibawa
dari luar rumah sakit.
c. Bahan makanan adalah semua bahan, baik terolah ataupun tidak, termasuk
bahan tambahan makanan dan bahan penolong
d. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan atau langsung disajikan
/ dikonsumsi
e. Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengadaan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan
penyajian makanan.
f. Pengolahan makan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah
atau minuman terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan dan
pewadahan makanan.

246
g. Persyaratan kesehatan makanan adalah ketetapan terhadap makanan dan
perlengkapannya yang memenuhi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika.
h. Sanitasi makanan adalah usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan
dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya
yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum
makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan, penyiapan,
pengangkutan, penjualan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap
untuk dikonsumsikan kepada konsumen.
i. Pengujian makanan adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan terhadap
contoh-contoh makanan dan spesimen untuk diperiksa tingkat kesehatannya.
j. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak digunakan sebagai
makanan dan bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan
atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
2. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan
Yang dimaksud dengan penyakit-penyakit karena makanan ialah gangguan pada
saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala-gejala : mual, muntah, perut
mules, berak-berak yang terjadi setelah makan atau minum.

Sumber kontaminasi mikroorganisme pada makanan umumnya berasal dari


tanah, air, udara, hewan dan manusia. Sedang saat kontaminasi dapat terjadi
pada berbagai tahap, baik selama maupun setelah pengolahan bahan makanan.
Kontaminasi yang terjadi pada tahap

247
sebelum pengolahan antara lain sejak dari pemanenan, penyembelihan dan selama
penyimpanan.

Pada hakekatnya bahan makanan yang berasal dari tanaman dan hewan atau
produk-produknya, sulit dihindari dari hadirnya mikroorganisme secara alamiah
pada bahan makanan. Selama proses pengolahan makanan dan sesudah
pengolahan, dapat terjadi kontaminasi antara lain berasal dari perabotan, air, dan
penjamah makanan.

Penyakit-penyakit yang ditularkan melalui makanan dapat dibagi menjadi 2


golongan besar yaitu :

a. Infeksi
Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat kuman atau
mikroorganisme pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seperti cholera, disentri, typhus abdominalis, para typhus A dan B dan
sebagainya.

Penyebaran penyakit ini dapat disebabkan karena :

1) Makanan diolah oleh petugas pengolah makanan yang sebelumnya pernah


terkena atau sedang menderita penyakit tertentu (carier)
2) Makanan yang kotor karena sudah terkontaminasi atau terjamah oleh
tikus atau serangga lain
3) Cara memasak yang kurang baik atau kurang sempurna
Disamping itu manusia bisa sebagai pembawa kuman atau
penderita infeksi.

Pembawa kuman
- Staphylococcus aureus : dihidung, tenggorokan, perineum.
- E. Coli : diusus
- Pseudomonas sp : di hidung, tenggorokan, usus dan lain-lain
Sebagai penderita infeksi

248
Penderita penyakit saluran pernafasan : penyakit TBC, difteri, pertusis,
influenza yang ditularkan melalui secret hidung, dahak dan percikan ludah.

b. Keracunan Makanan
Yang dimaksud dengan keracunan makanan adalah timbulnya sindroma gejala
klinik disebabkan karena memakan makanan tertentu. Kelaianan ini dapat
digolongkan sebagai berikut :

1) Keracunan karena memakan makanan yang mengandung zat kimia beracun


misalnya kacang kaster, cendawan, rhubad (sejenis ayam), solanin (sejenis
kentang), kerang dan yang mengandung toksin yang dihasilkan oleh
mikroorganisme.
2) Infeksi karena bakteri yang membuat enterotoksin selama masa kolonisasi
dan pertumbuhan mukosa usus.
3) Infeksi karena mikroorganisme yang mengadakan invasi dan berkembang
biak di mukosa usus atau jaringan lainnya.
Manifestasinya gejala klinik yang ditimbulkan dapat bervariasi dari yang
sangat ringan sampai reaksi yang sangat berat sehingga berakibat dengan
kematian.

Keracunan yang disebabkan makanan sebagai pembawa agen dapat berupa factor-
faktor sebagai berikut :

1) Faktor kimia, seperti logam berat dan pestisida


2) Factor makanan beracun berupa jamur dan hasil-hasil laut.
3) Factor biologis : kuman, bakteri, virus dan produk dari kuman berupa
toksin

Beberapa contoh yang sering terjadi kontaminasi kuman dan menyebabkan


keracunan makanan adalah sebagai berikut :
1) Bacillus Citreus, masa inkubasi 1-16 jam dengan gejala klinik mual
muntah mendadak, pada beberapa kasus terjadi kolik perut hebat
dan mencret-mencret, biasanya tidak lebih dari 24jam dan jarang

249
fatal, keracunan makanan ini biasanya ada hubungannya dengan nasi,
sayur, daging yang telah terkontaminasi setelah dimasak
2) Staphyllococcus aureus, masa inkubasi 1-7 jam dengan gejala klinik
mendadak mual-mual yang hebat, sakit perut dan muntah-muntah, biasanya
disertai mencret dan lemah, kadang dengan suhu tubuh sub normal dan
tekanan darah yang rendah. Keracunan akibat dari jenis ini biasanya dari
makanan yang terkontaminasi dengan toksin kuman yang berasal dari
manusia misalnya nanah penderita yang infeksi, mata yang terinfeksi,
sekresi hidungdan susu yang terkontaminasi
3) Clostridium Perfringens, masa inkubasui 8-24jam, rata-rata 10-12jam
dengan gejala kolik perutyang diikuti diare, mual kadang disertai dengan
muntah. Jarang menyebabkan kematian pada orang sehat, pada orang lemah
atau berpenyakit kronis dapaty terjadi penyakit yang berat. Keracunan jenis
ini biasanya dari makanan dagingyang dicemari oleh bakteri. Bakteri ini
terdapat pada tinja, kotoran atau sampah dan tanah. Sumber penularan
berasal dari saluran pencernaan makanan manusia ataupun binatang
4) Clostridium Botullinum, masa inkubasi 12-36 jam dengan gejala secar klinis
yaitu gangguan sistem saraf, kelopak mata tertutup, penglihatan kabur,
mulut kering dan radang tenggorokan. Pada umumnya penderita meninggal
karena kesulitan bernafas. Keracunan akibat jenis ini biasanya dari makanan
kaleng yang diproses tidak baik antara lain: kaleng kembung, segel rusak,
berkarat, isi bergelembungdan berbau serta berwarna tidak normal
5) Vibrio parahaemolitikus, masa inkubasi 12-14 jam, dengan gejala klinis
berupa diare, perut keram, disertai mual, muntah, panas dan sakit kepala.
Penyakit ini berlangsung 1-7hari, tetapi jarang menimbulkan kematian,
keracunan akibat jenis ini biasanya dari makanan jenis kerang-
kerangan/ikan yang dimasak tidak sempurna.
c. Sanitasi Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit
Lokasi dapur, bangunan dan fasilitas sanitasi

250
1) Lokasi dapur : terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari
tempat sampah, WC dan sumber pencemaran lain
2) Bangunan dan fasilitas dapur :
a) Halaman : bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang
memenuhi syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang
dapat menjadi sarang tikus, pembuangan limbah tidak menimbulkan
sarang serangga dan genangan air.
b) Konstruksi : bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus
memenuhi persyaratan teknis kontruksi bangunan yang berlaku
c) Lantai : permukaan lantai rapat, halus, kelandaian cukup, tidak licin dan
mudah dibersihkan
d) Dinding : permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak
menyerap air dan mudah dibersihkan. Pada permukaan dinding yang
sering terkena percikan air, harus dilapisi bahan kedap air yang
permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang
e) Langit – langit : harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langity –
langit sekurang-kurangnya 2,4meter diatas lantai
f) Pintu dan jendela : seluruh pinti dan jendela pada bangunan yang
dipergunakan untuk memasak harus membuka kearahluar. Semua pintu
dibuat menutup sendiri dan dilengkapi peralatan anti lalat.
g) Pencahayaan : intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif.
Disetiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan
intensitas pencahayaan sedikitnya
200 lux pada bidang kerja. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan
silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin
menghindarkan bayangan.
h) Ventilasi : tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi
yang dapat menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan,
ventilasi juga harus cukup untuk mencegah udara
dalam ruangan terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap

251
air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, membuang bau,
asap dan pencemaran lain dari ruangan. Tungku dapat dilengkapi dengan
sungkup asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpulan
lemak. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap.
i) Ruangan pengolahan makanan : luas ruang pengolahan makanan harus
cukup untuk bekerja agar terhindar dari kemungkinan terkontaminasinya
makanan dan memudahkan pembersihan, dengan luas 2m2 untuk setiap
pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh langsung berhubungan
dengan WC, peturasan dan kamar mandi. Untuk kegiatan pengolahan
dilengkapi sedikitnya mejakerja, lemari, tempat penyimpanan bahan dan
makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga.
j) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan : pencucian peralatan
harus menggunakan bahan pembersih/detergen. Pencucian bahan
makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium
permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa
detik. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam
tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran.
k) Tempat cuci tangan : tersedia tempat cuci tangan yang bersih dan terpisah
dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi
dengan kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan
pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya
karyawan. Untuk sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10
orang, dengan tambahan 1 buah setiap penambahan 10 orang atau kurang,
dan terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja.
3) Air bersih dan air minum : air harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengolahan makanan. Kualitas air harus memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4) Penjamah Makanan

252
Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan
terbiasa untuk berprilaku sehat selama bekerja.
Hal – hal yang diperhatikan dalam kebersihan pribadi :
a) Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun
b) Pakaian : hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja dan harus
bersih
c) Kuku dan perhiasan : kuku harus selalu dalam kondisi pendek dan tanpa
menggunakan perhiasan
d) Topi/penutup rambut : semua penjamah hendaknya memakai topi untuk
mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan dan mencegah kebiasaan
menggaruk kepala
e) Merokok : penjamah makanan tidak diperkenankan untuk merokok selama
bekerja
f) Lain-lain kebiasaan seperti batuk-batuk, menggaruk-garuk, mencet jerawat
merupakan tindakan yang tidak hygienis
d. Peralatan Pengolahan Makanan
1) Peralatan makanan dan minuman
Peralatan digunakan untuk penyaji makanan yang langsung dimakan oleh
karyawan, penderita maupun pengunjung di RS maka perlu diperhatikan :
a) Bahan peralatan : terbuat dari bahan yang kuat dan bagian
permukaan tempat makanan yang kontak dengan makanan haruslah
permukaannya halus, tidak ada sudut mati, mudah dibersihkan, tidak
mudah larut dalam makanan tidak mengandung bahan beracun atau logam
berat lain seperti timah, arsen, tembaga, seng, cadmium dan antimon
b) Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak, penyok,
gompel, robek/pecah
c) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak
boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas dan tidak
boleh mengandung E. Coli per cm2
permukaan alat

253
d) Kebersihan peralatan : harus dijaga dengan baik. Indikasi kebersihan
makanan secara fisik dapat diketahui dari ada tidaknya kotoran atau noda,
tidak bau. Kebersihan dapat diperoleh dengan cara pencucian yang baik.
2) Peralatan masak dan wadah makanan
Peralatan ini digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa makanan
matang :
a) Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi
b) Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang
kuat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel
c) Semua peralatan harus mempunyai tutup
d) Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah
rusak langsung dibuang
e) Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak – rak yang teratur,
sebaiknya mendapatkan sinar matahari
3) Pencucian peralatan
Pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan
aman.
Untuk pencucian yang perlu diikuti adalah :
a) Pisahkan segala kotoran atau sisa – sisa makanan yang terdapat pada
alat / barang seperti gelas, mangkok dan lain-lain ketempat yang telah
disediakan untuk itu. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama
sampah dapur lainnya.
b) Piring dan alat yang telah dibersihkan dari sisa makanan
ditempatkan pada tempat piring kotor
c) Setiap piring atau alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini
dimaksud untuk memberikan kesempatanperesapan air kedalam sisa
makanan yang masih menempel, sehingga mudah untuk dibersihkan
selanjutnya
d) Setelah direndam untuk beberapa saat maka piring mulai
dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak pencucian

254
tersebut. Penggunaan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak
dapat menghilangkan lemak
e) Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang
terkena makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak
terasa licin lagi, bilaman masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang
belum bersih
f) Setelah pencucian dirasa cukup maka langsung dibilas dengan air
pembersih/pembilas yang mengalir sambil digosok dengan tangan dan
tidak lagi terasa sisa-sisa makanan atau detergen
g) Piring atau gelas yang sudah dicuci didesinfeksi dengan air panas
disyaratkan dengan suhu 820C untuk selama 2 menit atau 1000C selama
1 menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan
h) Cara memasukkan piring /gelas kedalam air panas, tidak boleh
langsung dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak
khusus untuk didesinfeksi
i) Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses desinfeksi
ditempatkan pada rak-rak anti karat sebagai tempat penirisan /
pengeringan dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan bantuan
sinar matahari atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.
Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas
harus dijaga kebersihannya dengan cara desinfeksi
j) Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok
kain lap, karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap gunakan kain lap
/ tissue sekali pakai.
4) Penyimpanan peralatan
Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan :
a) Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih
b) Cangkir, mangkok, gelas dan sebagainya cara penyimpanannya harus
dibalik
c) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak

255
rusak

256
d) Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya
e) Ruang penyimpanan peralatan tidak lembeb, terlindung dari sumber
pencemaran dan binatang perusak

e. Pengolahan Makanan
1) Pengadaan bahan makanan
Sumber bahan makanan hendaknya dipilih yang berkualitas baik. Tempat-
tempat memperoleh bahan mentah hendaknya diketahui oleh kepala dapur.
Disamping itu masih diperlukan upaya tertentu untuk menjamin bahwa
makanan tersebut dalam keadaan baik sampai siap digunakan, antara lain
pemeriksaan bahan saat penerimaan, kalau perlu gunakan alat uji untuk jenis
makanan tertentu misal untuk jenis makanan susu dan daging
Bahan makanan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang
dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk,
warna dan rasa sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
Bahan makanan kemasan (terolah), bahan makanan tambahan, bahan penolong
yang dipergunakan hendaknya memenuhi persyaratan, sudah terdaftar pada
departemen kesehatan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu ;
a) Makanan kemasan (terolah) : mempunyai label/merk, terdaftar dan
mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak, belum kadaluarsa,
kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
b) Makanan yang tidak dikemas : baru, segar, tidak basi, busuk, rusak
dan berjamur, tidak mengandung bahan yang dilarang
2) Penyimpanan bahan makanan
Tempat menyimpan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan.
Bahan makanan kering

257
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan kering
antara lain:
a) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada dibagian yang tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang dikaki tangga, ruang peralatan atau ruang yang
kurang sesuai untuk bahan makanan
b) Bahan makanan hendaknya tidak diletakkan dibawah saluran/pipa air
untuk menghindari terkena bocoran dari saluran tersebut. Kebocoran itu
mudah diketahui dengan melihat adanya kotoran yang menempel pada
bagian saluran yang bocor tersebut
c) Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk
menghindari saluran balik / meluapnya saluran pada saat macet
d) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20 – 25cm. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infeksi serangga
e) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari
220C untuk mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan
kaleng. Reaksi enzymatis yang merusak bisa terjadi pada suhu yang lebih
tinggi. Kelembaban relatif dijaga pada tingkat 40% atau kurang untuk
menjaga mutu biji-biji dan bahan sejenis
f) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu
dipasang screen, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
Penggunaan pestisida harus hati-hati, untuk gudang besar dapat menyewa ahli
pemberantasan hama. Barang lain : sabun, pestisida, detergen, tidak boleh
disimpan didalam gudang makanan . untuk keteraturan penyimpanan bisa
menggunakan kartu gudang.
3) Penyimpanan di lemari pendingin
Kamar pendingin atau refrigerator hendaknya dapat memenuhi ketentuan antara
lain:
a) Pada refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk

258
meniris potongan-potongan dari freezer. Bila ditiris diluar refrigerator,

259
transfer terjadi cepat sehingga bagian tengah masih beku sementara bagian
luar sudah dimungkinkan untuk pertumbuhan bakteri
b) Ada tiga cara pokok untuk meniriskan bahan makanan : langsung
memasak bahan makanan beku, meniriskan bahan makanan beku dari freezer
dengan air panas suhu 1000C, dan meletakkan bahan makanan beku dalam air
mengalir.
c) Rak-rak dalam refrigerator diatur sedemikian rupa sehingga bahan
makanan tidak saling berdesakan untuk mendapatkan aliran udara dingin
secukupnya.
d) Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan
dengan baik dan mudah dijangkau. Area pengolahan hendaknya jangan terlallu
jauh dari refrigerator sehingga bahan makanan yang belum / tidak
digunakan segera dapat dismpan dalam refrigerator. Hal-hal tersebut
mengingat bahwa bahan makanan yang dibiarkan dalam suhu kamar selama
lebih dari 3 jam memungkinkan terjadinya perkembangbiakan bakteri
4) Pengolahan makanan
Dalam pengolahan makanan terdapat unsur bahan makanan, unsur orang yang
mengolah, unsur waktu dan unsur suhu.
Pengolahan makanan dapat dilakukan :

a) Dengan proses seperti ; merebus, menggoreng, mengukus atau


memanggang
b) Dengan pendinginan seperti untuk makanan yang disajikan mentah misal :
salad dan lalapan
c) Dengan larutan kimia seperti : pengasaman, penggaraman, dan
perendaman dengan cuka
d) Dengan proses biologi yang disebut dengan proses fermentasi, seperti
membuat asam tempoyak, tape
Pengolahan harus dilakukan oleh penjamah makanan dengan sikap dan prilaku
yang hygienis :

a) Tidak merokok selama mengolah makanan

260
b) Tidak makan atau mengunyah
c) Tidak memakai perhiasan berlebih kecuali cincin kawin
d) Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan peruntukannya
e) Tidak mengerjakan kebiasaan yang menjijikkan selama mengolah makanan
seperti mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat atau meludah
f) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
g) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu dan
sejenisnya
h) Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali
Selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja
dengan cara :
a) Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama
makanan yang mudah rusak
b) Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar
dari WC
c) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung
d) Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan

f. Pengangkutan makanan
Makanan yang telah diolah dan disiapkan seperti tersebut diatas secara hygienis
akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu
diperhatikan dalam cara pengangkutannya yaitu :
1) Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah
2) Makanan diangkut dengan mennggunakan kereta dorong yang tertutup, bersih
dan anti karat dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan

261
3) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk
ruang gerak
4) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur yang
mengangkut barang / bahan kotor
g. Penyajian makanan
Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dengan menggunakan
kereta dorong khusus serta peralatan yang dipakai selalu terjaga kebersihannya.
Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan
yang bersih, makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada
fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C untuk makanan panas
dan 40C untuk makanan dingin
Penyajian dilakukan dengan prilaku penyaji yang sehat dan berpakaian
bersihsertamenggunakan APD sesuaidenganstandar (Tutupkepala, masker dan
sarungtangan)
Dalam tatahidang disiapkan segera dan tidak lama menunggu, letak makanan
berada dalam satu bidang, bila digunakan bidang yang berbeda, maka jenis
makanan basah berada dibawah dari jenis makanan kering.
h. Pengawasan dan Penilaian
Agar penyelenggaraan pengelolaan makanan di RS berjalan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan pengawasan dan penilaian
yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan dengan observasi maupun
pengukuran yang dianggap perlu. Dimuali dari bagian luar bangunan kemudian
seterusnya sesuai dengan diagram jalur makanantermasuktempat pencucian,
tempat penyimpanan bahan, tempat pengolahan termasuk alat pengangkut.
Observasi meliputi ;
1) Melihat kebersihan dan kerapian secara umum
2) Melihat kebersihan dan kerapian karyawan selama melakukan tugas
pengolahan makanan
3) Melihat ada tidaknya serangga atau tikus
4) Mengukur suhu penyimpanan dingin bahan makanan maupun
makanan jadi

262
5) Melakukan pengukuran yang diperlukan misalnya pH dan chlor pada air
minum dan air bersih, kadar CO, Amoniak atau H2S didapur, intensitas
cahaya, suhu, kelembaban, kadar suhu pada makanan
Untuk mengetahui penmgelolaan makanan di RS memenuhi syarat atau tidak, perlu
penilaian fisik dan kualitas. Penilaian fisik direalisasikan dalam bentuk
pemeriksaan dengan ceklist yang berupa formulir pemeriksaan yang telah
dirancang dengan sedemikian rupa sehingga dikembangkan sistem bobot dan nilai.
Nilai fisik dapat berupa nilai mutlak atau prosentase sesuai dengan penggunaan
formulir. Dalam penilaian fisik hanya ada dua penilaian yaitu memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan dan tidak memenuhi persyaratan. Penilaian
kualitas memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium.

Penilaian dilakukan terhadap :

1) Pemeriksaan cemaran pada makanan, pada pemeriksaan ini diperlukan


pengambilan contoh makanan dengan mengutamakan dari jenis makanan yang
mempunyai resiko tinggi sebagai penyebab keracunan makanan antara lain :
makanan unggas, ikan, susu, telur dan olahannya. Secara sederhana dapat dari
makanan campur yang siap dikonsumsi. Indikator terjadinya pencemaran
degunakan angka E.Coli
2) Pemeriksaan kebersihan alat masak dan makanan, untuk menguji kebersihan
dapat dilakukan dengan mengambil usapan dengan kapas lidi steril dengan
metode pengambilan yang telah ditetapkan. Indikator terjadinya pencemaran
adalah E. Coli
3) Pemeriksaan carrier penjamah, dilakukan dengan cara usap dubur (rectal swab)
dengan memasukkan lidi kapas steril kedalam dubur dengan metode pelaksanaan
yang telah ditetapkan
4) Pemeriksaan kualitas air bersih dilakukan dengan pedoman dengan syarat
berdasarkan ketentuan yang berlaku
Kesimpulan dari pemeriksaan diambil setelah diperoleh laporan dari hasil
pemeriksaan laboratorium. Penilaian fisik tetap merupakan dasar penilaian

263
rutin, sedangkan penilaian hasil laboratorium merupakan penunjang dan
dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan peraturan.

i. Penyuluhan
Penyuluhan sanitasi pengelolaan makanan ditujukan untuk :
1) Pengawas dan penjamah makanan
a) Tujuan : memberikan pengetahuan agar merubah sikap dan perilaku dalam
pengelolaan makanan
b) Sasaran : pengawas makanan dan penjamah makanan yang ada dilingkungan RS
c) Metode : penyegaran, pertemuan rutin, mengadakan pelatihan dan penataran
d) Materi : penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan, penyakit yang
disebabkan oleh keracunan makanan, prosedur kerja penyehatan makanan dalam
pengelolaan makanan, pengetahuan sanitasi tentang sarana peralatan dan
perlengkapan, personal hygiene
2) Pasien, keluarga dan pengunjung
a) Tujuan : agar memahami makanan yang baik untuk dimakan
b) Metode : konsultasi dan penyuluhan
c) Materi ; pengetahuan tentang makanan yang baik, tempat pengolahan makanan
yang baik, personal hygiene
J. Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk Pengunjung
1. Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernafasan selama terjangkitnya
penyakit menular

a. Pengunjung dengan gejala demam dan gangguan pernafasan tidak boleh


mengunjungi pasien didalam fasilitas pelayanan kesehatan

b. Pengunjung yang setelah sakit sudah tidak menunjukkan gejala, perlu


dibatasi kunjungan ke pasien

c. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu
penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang
mengunjungi pasien dirumah sakit

264
d. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman fasilitas
kesehatan
Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang
merawat pasien dengan penyakit infeksi adalah anggota keluarga perlu
menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat.

2. Mengunjungi Pasien Dengan Penyakit Menular Melalui Udara


a. Petugas kesehatan atau tim pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mendidik pengunjung pasien dengan penyakit, dan menganjurkan mereka
untuk menghindari kontak dengan pasien selama masa penularan
b. Jika keluarga atau teman perlu mengunjungi pasien yang masih
suspek atau telah dikonfirmasi menderita penyakit menular melalui udara,
pengunjung tersebut harus mengikuti prosedur pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Pengunjung harus memakai APD lengkap ( masker,
gaun, sarung tangan dan kacamata ) jika kontak langsung dengan pasien atau
lingkungan pasien
c. Petugas kesehatan perlu mengawasi pemakaian APD dan masker
secara benar bagi pengunjung
d. Ketika pengunjung meninggalkan ruangan, ia harus melepas APD dan
mencuci tangan. Tidak menggantung masker di leher
e. Jika keluarga dekat mengunjungi pasien penyakit menular melalui udara,
petugas kesehatan harus mewawancarai orang tersebut untuk menentukan
apakah ia memlliki gejala demam atau infeksi saluran pernafasan. Karena
berhubungan dekat dengan pasien penyakit menular melalui udara beresiko
untuk terinfeksi. Jika ada demam atau gejala gangguan pernafasan,
pengunjungtersebut harus dikaji untuk penyakit menular melalui udara dan
ditangani dengan tepat.
f. Fasilitas pelayanan kesehatan harus mendidik semua pengunjung
tentang penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi yang wajib ditaati
ketika mengunjungi pasien penyakit menular.

265
Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan

Untuk mencegah penularan infeksi saluran pernafasan, kebersihan saluran


pernafasan dan etika batuk harus merupakan bagian mendasar dari prilaku sehat.

3. Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus;
a. Menutup hidung/mulut ketika batuk atau bersin
b. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernafasan dan dibuang pada
tempat yang tersedia
c. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
4. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :

a. Tempat limbah tertutup yang tidak perlu disentuh/dioperasikan


dengan kaki disemua area
b. Fasilitas cuci tangan dengan air mengalir di ruang tunggu
c. Pengumuman atau informasi tertulis untuk menggunakan masker bagi setiap
pengunjung yang batuk
Jika memungkinkan, dianjurkan bagi orang yang batukuntuk duiduk pada
jarak 1 meter dari yang lainnya di ruang tunggu

Pada pintu masuk dan ruang fasilitas rawat jalan, juga pada ruang gawat
darurat, perlu dipasang etika batuk atau bersin. Pasien dan orang yang
menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan
etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera
mungkin tentang gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus
disediakan masker

K. Panduan Penilaian Risiko Akibat Dampak Renovasi atau Konstruksi Rumah Sakit
Umum Daerah Kab. Dompu

266
1. Definisi

a. Risiko adalah potensi terjadinyakerugian yang dapat timbuldari proses


kegiatansaat sekarang, atau kejadian dimasa dating (ERM, Risk
Management Handbook for Health Care Organization)

b. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi,


menilai dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk
menghilangkan atau meminimalkan dampaknya. Suatu proses penilaian
untuk menguji sebuah proses secara rinci dan berurutan, baik yang
kejadian actual maupun yang potensial berisiko ataupun kegagalan dan
suatu yang rentan melalui proses yang logis, dengan memprioritaskan
area yang akan diperbaiki berdasarkan dampak yang akan ditimbulkan
baik actual maupun potensial dari suatu proses perawatan, pengobatan
ataupun pelayanan yang diberikan.

c. Pencatatan risiko adalah pencatatan semua risiko yang sudah


diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan pemeringkatan (grading) untuk
menentukan matriks risiko dengan katagori merah, kuning dan hijau.

d. ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi,


pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas
dan program :
1) Fokus pada pengurangan risiko infeksi
2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, kontruksi, renovasi, pemeliharaan
kesehatan dan
3) Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan
yang memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial
ICRA merupakan pengkajian yang dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif terhadap risiko infeksi terkait aktifitas pengendalian infeksi
di rumah sakit serta mengenali ancaman / bahaya dari aktifitas
tersebut.
2. Ruang Lingkup

267
Ruang lingkup penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi atau
konstruksi menggunakan metode ICRA adalah:
a. Melakukan identifikasi tipe proyek konstruksi.
b. Melakukan identifikasi kelompok pasien berisiko yang dapat terkena
dampak konstruksi.
c. Menentukan kelas kewaspadaan
d. Melakukan identifikasi area di sekitar area kerja dan menilai dampak
potensial lainnya
e. Menentukan intervensi PPI berdasarkan kelas kewaspadaan
3. Tujuan :
Untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi terjadinya HAIs pada
pasien, petugas dan pengunjung di rumah sakit dengan cara :

a. Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap :


1) Paparan kuman patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung
2) Penularan melalui tindakan/prosedur invasif yang dilakukan baik
melalui peralatan, tehnik pemasangan, ataupun perawatan terhadap HAIs

b. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas
4. Infection Control Risk Assessment terdiri dari :

a. External
1) Terkait dengan komunitas : kejadian KLB dikomunitas yang
berhubungan dengan penyakit menular : influensa, meningitis
2) Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada
makanan, air seperti hepatitis A dan salmonela
3) Terkait dengan bencana alam : tornado, banjir, gempa, dan lain-lain
4) Kecelakaan massal : pesawat, bus dan lain-lain

b. Internal
1) Risiko terkait pasien : jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus
2) Risiko terkait petugas kesehatan

268
a) Kebiasaan kesehatan perorangan
b) Budaya keyakinan tentang penyakit menular
c) Pemahaman tentang pencegahan dan penularan penyakit
d) Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (kebersihan tangan,
pemakaian APD, tehnik isolasi)
e) Skrenng yang tidak adekuat terhadap penyakit menular
f) Kebersihan tangan
3) Risiko terkait pelaksana prosedur
a) Prosedur invasif yang dilakukan
b) Peralatan yang dipakai
c) Pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu tindakan
d) Persiapan pasien yang memadai
e) Kepatuhan terhadap tehnik pencegahan yang direkomendasikan
3) Risiko infeksi terkait pelayanan (HAIs)
a) IDO
b) ISK
c) VAP
d) HAP
e) IADP
f) Phlebitis
g) Dekubitus
4) Risiko Kegiatan penunjang
a) Pengelolaan linen dan londri
b) Pengelolaan sampah
c) Penyediaan makanan
d) Kamar jenazah

5) Risiko terkait peralatan


Pembersihan, desinfektan dan sterilisasi untuk proses peralatan :
a) Instrumen bedah
b) Prostesa

269
c) Pemrosesan alat sekali pakai

270
d) Pembungkusan kembali alat
e) Peralatan yang dipakai
6) Risiko terkait lingkungan
a) Pembangunan / renovasi
b) Kelengkapan peralatan
c) Pembersihan lingkungan
Pengkajian risiko infeksi (ICRA) terdiri dari 4 langkah :
1. Identifikasi risiko
Proses manajemen risiko bermula dari identifikasi risiko dan melibatkan :

a) Penghitungan beratnyadampakpotensial dan kemungkinan frekuensi


munculnya risiko

b) Identifikasi aktivitas-aktivitas pekerjaan yang menempatkan pasien,


tenaga kesehatan dan pengunjung pada risiko
c) Identifikasi agen infeksius yang terlibat dan
d) Identifikasi cara transmisi
2. Analisa Risiko

a) Mengapa hal ini terjadi?


b) Berapasering hal ini terjadi?
c) Siapa yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut?
d) Dimana kejadian tersebut terjadi?
e) Apadampak yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak
dilakukan?

f) Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut?

3. Control Risiko

a) Mencari strategi untuk mengurangi risiko yang akan mengeliminasi atau


mengurangi risiko atau mengurangi kemungkinan risiko yang ada menjadi
masalah

b) Menempatkan rencana pengurangan risiko yang sudah disetujui pada masalah


4. Monitoring Risiko

271
a) Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan
b) Hal ini dapat dilakukan dengan audit atau surveilans dan memberikan umpan
balik kepada staf dan manajer terkait.
Dibawah ini ada table yang menerangkan cara membuat perkiraan risiko, derajat
keparahan dan frekuensi terjadinya masalah : (sumber : Basic Consepts of Infection
Control, IFEC, 2011)

Peringkat Peluang Uraian

4 1 : 10 Hampir pasti atau sangat mungkin untuk


terjadi

3 1: 100 Tinggi kemungkinannya akan terjadi

2 1: 1000 Mungkin hal tersebut akan terjadi


sewaktu-waktu

1 ≥ 1: 10000 Jarang terjadi dan tidak diharapkan


untuk terjadi

Derajat keparahan

Peringkat Deskripsi Uraian Komentar

272
20-30 Tinggi / Dampak yang besar bagi Tindakan segera
mayor pasien yang dapat sangat
mengarah kepada dibutuhkan
kematian atau dampak
jangka panjang

10-19 Menengah Dampak yang akan Dibutuhkan


menyebabkan efek penanganan
jangka pendek

1-9 Rendah / Dampak minimal Dinilai ulang


Minor dengan/tanpa efek secara berkala
minor

Keparahan dan Frekuensi Terjadinya Masalah

Keparahan Tinggi 2-keparahan tinggi 1 – keparahan Tinggi

Frekuensi rendah Frekuensi tinggi (infeksi


(infeksi aliran darah dalam darah akibat
disebabkan oleh penggunaan alat dan
kontaminasi akses jarum suntik ulang)
vena)

Keparahan 4 – keparahan rendah 3 – keparahan rendah


Rendah
Frekuensi rendah Frekuensi tinggi (Infeksi
(infeksi dari linen RS) saluran Kemih)

Frekuensi rendah Frekuensi tinggi

Jenis risiko dan tingkat risiko berbeda disetiap unit fasilitas pelayanan kesehatan
seperti di IGD, ICU, instalasibedah, rawatinap, laboratorium,
renovasi/pembangunan dan lainnya. Pencatatan risiko adalah pencatatan semua
risiko yang sudah diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan
273
pemeringkatan (grading) untuk menentukan matrisk risiko dengan katagori merah,
kuning dan hijau. Pemeringkatan (grading) dalam bentuk table sebagaiberikut :

Penilaian Probabilitas /Frekuensi

Tingkat Deskripsi Frekuensi Kejadian


Risiko

0 Never Tidak pernah

1 Rare Jarang (frekuensi 1-2x/tahun)

2 Maybe Kadang (frekuensi


3-4x/tahun)

3 Likely Agak sering (frekuensi


4-6x/tahun)

4 Expect it Sering (frekuensi


>6-12x/tahun)

274
PenilaianDampak Risiko

Tingkat Deskripsi Dampak


Risiko

1 Minimal clinical Tidak cedera

2 Moderate clinical Cedera ringan misalnya luka lecet

Dapat diatasi dengan P3K

3 Prolonged length Cedera sedang misalnya luka robek


of stay
Berkurangnya fungsi
motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (reversible) tidak
berhubungan dengan penyakit

Setiap kasus yang memperpanjang


perawatan

4 Temporer loss of Cedera luas/berat misalnya cacat,


function lumpuh

Berkurangnya fungsi
motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (reversible) tidak
berhubungan dengan penyakit

5 Katatropik Kematian yang tidak berhubungan


dengan perjalanan penyakit

275
Tingkat Deskripsi Kegiatan
Risiko

1 Solid Peraturan ada, fasilitas ada,


dilaksanakan

2 Good Peraturan ada, fasilitas ada,


tidak selalu dilaksanakan

3 Fair Peraturan ada, fasilitas ada,


tidak dilaksanakan

4 Poor Peraturan ada, fasilitas tidak


ada, tidak dilaksanakan

5 None Tidak ada peraturan

SKOR : nilai probabilitas x nilai risiko/dampak x nilai sistem yang ada

Untuk kasus membtuhkan penanganan segera tindakan sesuai dengan tingkat


dan band risiko

Level / Bands Tindakan

276
Ekstrem (sangat Risiko ekstrem dilakukan RCA paling lama 45 hari,
tinggi) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
direktur RS, perlu pengkajian yang sangat tajam

High (tinggi) Risiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari,


kaji dengan detail dan perlu tindakan segera serta
membutuhkan tindakan top manajemen, perlu
penanganan segera

Moderate (sedang) Risiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling


lama 2 minggu, manajer/pimpinan klinis sebaiknya
menilai dampak terhadap bahaya & kelola risiko
menggunakan monitoring/audit spesifik

Low (rendah) Resiko rendah dilakukan investigasi sederhana


paling lama 1 minggu diselesaikan dengan prosedur
rutin

Tindakan yang diperlukan, tingkat keterlibatan dan tindakan waktu akan


didasari pada tingkat risiko
277
Risiko Kritikal : stop aktivitas

1. Manajemen risiko harus diinformasikan kepada staf dimulai dari staf


administrasi senior
2. Rekomendasi tertulis disampaikan kepada direksi
3. Rencana tindakan dibuat tertulis dengan batas waktu tertentu
4. Rencana tindakan yang sudah dibuat segera dikerjakan

Risiko Tinggi : stop aktivitas

(a) Manajemen risiko harus diinformasikan kepada staf dimulai dari staf
administrasi senior
(b) Rekomendasi tertulis disampaikan kepada direksi dalam waktu 48 jam
(c) Rencana tindakan dibuat tertulis dengan batas waktu tertentu 4.Rencana
tindakan yang sudah dibuat dikerjakan dalam waktu 48 jam

Risiko Sedang

1. Rekomendasi tertulis dibuat kepada direksi

2. Membuat rencana tindak lanjut dalam bentuk time line

3. Rencana tindakan : 3 bulan

Risiko Rendah

1. rekomendasi tertulis untuk manajer

2. membuat rencana tindak lanjut dalam bentuk time line

3. rencana tindakan : 6 bulan atau waktu yang lama

278
5. TataLaksana ICRA renovasi /pembangunan gedung baru
Penilaian risiko dampak renovasi atau konstruksi yang dikenal sebagai ICRA
adalah suatu proses terdokumentasi yang dilakukan sebelum memulai kegiatan
pemeliharaan, perbaikan, pembongkaran, konstruksi, maupun renovasi untuk
mengetahui risiko dan dampaknya terhadap kualitas udara dengan
mempertimbangkan potensi pajanan pada pasien.

System HVAC (heating, ventilation, air conditioning) adalah system pemanas,


ventilasi dan pendinginudara di sarana pelayanan kesehatan yang dirancanng
untuk menjaga suhu udara dan kelembaban dalam ruangan pada tingkat yang
nyaman untuk petugas, pasien dan pengunjung, untuk control bau,
mengeluarkan udara yang tercemar, memfasilitasi penanganan udara untuk
melindungi petugas dan pasien dari pathogen airborne dan untuk meminimalkan
risiko transmisi pathogen udara dari pasien infeksi. System HVAC mencakup
udara luar inlet, filter, mekanisme modifikasi kelembaban (misalnya control
kelembaban musim panas, kelembaban musim dingin), pemanas dan pendingin
peralatan, exhaust, diffusers, ataukisi-kisi untuk distribusi udara. Penurunan
kinerja system fasilitas kesehatan HVAC, inefisiensi filter, pemasangan yang
tidakbenar dan pemeliharaan yang buruk dapat berkontribusi pada penyebarani
nfeksi airborne.

Ruang lingkup penilaian criteria risiko akibat dampak renovasi atau konstruksi
menggunakan metode ICRA adalah :

a. Identifikasi Tipe Proyek Konstruksi


Tahap pertama dalam kegiatan ICRA adalah melakukan identifikasi tipe proyek
konstruksi dengan menggunakan Tabel 1.1. Tipe proyek konstruksi
ditentukan berdasarkan banyaknya debu yang dihasilkan, potensi aerosolisasi
air, durasi kegiatan konstruksi, dan sistem sharing HVAC.

279
Kegiatan pemeriksaan konstruksi dengan resiko rendah,
pengawasan pada kegiatan ini yang tidak ada pembongkaran
besar :

TIPE Pembongkaran lantai/keramik dengan luas pekerjaan 1

A keramik / 15m2
Pengecatan (bukan pemlesteran)
Merapikan pekerjaan listrik, pemasangan pipa kecil, dan
aktifitas lain yang tidak menimbulkan debu beterbangan.
Kegiatan non invansif skala kecil, durasi pendek ( tidak lebih
dari 1 hari ) dengan risiko debu minimal, termasuk namun
tidak terbatas pada :

TIPE Instalasi kabel untuk telepon dan komputer

B Mengakses “chase spaces “ / kegiatan memerlukan akses ke


ruangan lain
Pemotongan dinding atau plafon dimana penyebaran
debu dapat dikontrol
Kegiatanpembongkarangedung dan perbaikangedung
yang menghasilkandebutingkattinggidenganrisikosedangsampa
itinggi, termasuknamuntidakterbatas pada :

Pemlesteran dindinguntuk pengecatan atau melindungi


dinding
Pemindahan untuk pemasangan lantai dan
plafon/pembongkaran total lantai dan flafon
TIPE C
Konstruksi dinding baru
Pekerjaan pipa kecil atau pemasangan listrik diatas
plafon
Kegiatan pemasangan kabel besar
Kegiatan tipe A, B or C yang tidak dapat diselesaikan
dalam satu shift kerja.

280
Kegiatanpembangunanproyekkonstruksi dan
pembongkarangedungdenganskalabesar :

Kegiatan yang menuntut pembongkaran gedung secara besar

TIPE besaran
D Adanya kegiatan pemasangan/pemindahan system
perkabelan, bongkar besar untuk mengganti total sistem kabel
Konstruksi baru atau pembangunan gedung baru

Tabel 1.1. Tipe Proyek Konstruksi

b. Identifikasi Kelompok Pasien Berisiko


Selanjutnya identifikasi Kelompok Pasien Berisiko (Tabel 2.1) yang dapat terkena
dampak konstruksi. Bila terdapat lebih dari satu kelompok pasien berisiko, pilih
kelompok berisiko yang paling tinggi. Pada semua kelas konstruksi, pasien
harus dipindahkan saat pekerjaan dilakukan.

Tabel 2.1. KelompokPasienBerisiko

281
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi

IRJ (Poliklinik) IGD Area


Area
untukpasienim
perkantora Ins. Farmasi VK munocompromi sed
nadministra
si Fisioterapi Laboratorium
ICU
(specimen)
Instalasigizi
R. Operasi
R.

Perawatanpasien NICU/PICU

Poli bedah
Ruang

HCU isolasitekanann
egativ
ICCU

c. Menentukan Kelas Kewaspadaan dan intervensi PPI


Kelas Kewaspadaan ditentukan melalui pencocokan Kelompok Pasien Berisiko
(R,S,T,ST) dengan Tipe Proyek Konstruksi (A,B,C,D) berdasarkan matriks
pencegahan dan pengendalian infeksi

Tabel 3.1 Kelas Kewaspadaan

KelompokPasienBe TipeProyekKonstruksi

risiko TIPE A TIPE B TIPE C TIPE D

282
Rendah I II II III/IV

Sedang I II III IV

Tinggi I II III/IV IV

Sangat tinggi II III/IV III/IV IV

d. Menentukan intervensi berdasarkan Kelas Kewaspadaan


Penentuan intervensi PPI dilakukan setelah Kelas Kewaspadaan diketahui. Apabila
Kelas Kewaspadaan berada pada Kelas III dan IV, maka diperlukan Perizinan
Kerja dari Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dan dilakukan
identifikasi dampak lain di daerah sekitar area proyek

Tabel 4.1. Intervensi PPI berdasarkan Kelas Kewaspadaan

Selama proyek konstruksi Setelah proyek konstruksi

283
K Lakukan pekerjaan konstruksi Pembersihan lingkungan kerja

E dengan metodedebu minimal.


L Segera mengganti keramik
A atau lantai yang pecah
S
Tutup semua lubang yang
I
memungkinkan masuk debu

Menyediakan sarana aktif untuk Bersihkan permukaan kerja


mencegah penyebaran debu dengan pembersih/disinfektan.
keudara. Letakkan limbah kontruksi dalam
Memberikan kabut air/lap wadah yang tertutup rapat
basah pada permukaan kerja sebelum dibuang.

K untuk mengendalikan debu saat Lakukan pengepelan basah


E memotong. dan/atau vakum sebelum
L Menyegelpintu yang tidak meninggalkan area kerja.
A terpakai dengan lakban.
.Setelah pekerjaan selesai, rapikan
S
Menutup ventilasi udara. kembali sistem HVAC.
I
Letakkan dust mat (keset
I
debu/basah) di pintu masuk
dan keluar area kerja

Menutup sistem HVAC (heating,


ventilation, air conditioning) di area
dimana pekerjaan sedang
dilakukan.

284
Mengisolasisistem HVAC di Pembatas area kerja harus tetap
area kerja untuk mencegah dipasang sampai proyek selesai
kontaminasi system saluran. diperiksa oleh Komite K3, Komite

Siapkan pembatas area PPI, dan dilakukan pembersihan

kerjaatauterapkanmetodekontr oleh petugas kebersihan.

K olkubus (menutup area Lakukan pembongkaran

E kerjadengan plastic, triplek atau bahan-bahan pembatas area kerja


L pembatas kayu untuk dengan hati-hati untuk
A memisahkan area kerja dengan meminimalkan penyebaran
S area yang lain) sebelum kotoran dan puing-puing
I konstruksi dimulai. konstruksi.
I
Menjaga tekanan udara negative Bersihkan area kerja dengan
I
dalam tempat kerja menggunakan vacum

Letakkan limbah kontruksi Lakukan pengepelan basah


dalam wadah yang tertutup dengan pembersih/disinfektan.
rapat sebelum dibuang.
Tutup wadah atau bak . Setelah pekerjaan selesai,
transportasi limbah. rapikan kembali sistem HVAC.

285
Mengisolasi sistem HVAC di Pembatas area kerja harus tetap
area kerja untuk mencegah dipasang sampai proyek selesai
kontaminasi systems aluran. diperiksa oleh Komite K3, Komite

Siapkan pembatas area kerja atau PPI, dan dilakukan pembersihan

terapkan metode control kubus oleh petugas kebersihan.

(menutup area Lakukan pembongkaran


kerjadengan plastic, triplek atau bahan-bahan pembatas area kerja
pembatas kayu untuk dengan hati-hati untuk
membedakan area kerja dengan meminimalkan penyebaran
area yang lain) sebelum kotoran dan
konstruksi dimulai. puing-puingkonstruksi.

Menjaga tekanan udara negative Letakkan limbah kontruksi dalam


K
dalam tempatkerja wadah yang tertutup rapat
E
sebelum dibuang.
L Menyegell ubang, pipa, dan

A saluran. Tutup wadah atau gerobak

S Membuat anteroom dan transportasi limbah.

I mewajibkan semua personel Bersihkan area kerja dengan


V untuk melewati ruangan ini menggunakan vakum
sehingga mereka dapat disedot Lakukan pengepelan basah dengan
menggunakan vacuum cleaner pembersih/disinfektan.
HEPA sebelum meninggalkan
Setelah pekerjaan selesai, rapikan
tempat kerja atau mereka bias
kembali sistem HVAC.
memakai pakaian kerja yang
lepas setiap kali mereka
meninggalkan tempatkerja.

Semua personil memasuki


tempat kerja diwajibkan untuk
memakai penutup sepatu.
Sepatu harus di ganti setiap kali
keluard ari area kerja.

286
e. Identifikasi area di sekitar area kerja dan menilai dampak potensial
Pada Kelas Kewaspadaan III dan IV, perlu dilakukan identifikasi daerah sekitar
area proyek dan tingkat risiko lokasi tersebut. Identifikasi dampak potensial lain
dapat diketahui dengan mengisi :

Melakukan identifikasi area dengan aktifitas khusus, misalnya kamar


pasien, ruang obat-obatan, dll

Melakukan identifikasi masalah yang berkaitan dengan: ventilasi,


pipa air, dan kemungkinan pemadaman listrik akibat konstruksi

Melakukan identifikasi tindakan pembatasan, menggunakan penilaian


sebelumnya.
Apakah jenis pembatas yang digunakan? (Misalnya, dinding pembatas solid);

Apakah HEPA filter diperlukan? (Catatan: Area renovasi/konstruksi


harus diisolasi dari area sekitarnya).

Pertimbangkan potensi risiko kerusakan air. Apakah ada risiko akibat


menumpahkan air, kebocoran, menciptakan lingkungan yang lembab yang
memungkinkan untuk pertumbuhan jamur (misalnya, dinding,
plafon, atap)

Apakah pekerjaan dapat dilakukan di luar jam perawatan pasien?

Apakah perencanaan memungkinkan jumlah kamar isolasi/tekanan


udara negatif yang cukup?

Apakah perencanaan memungkinkan jumlah dan jenis washtafel


untuk cuci tangan?

287
Lakukan perencanaan untuk membahas masalah pembatasan dengan tim
proyek.
Misalnya, arus lalu lintas, rumah tangga, pembuangan puing
(bagaimana dan kapan).

f. Pendokumentasian
Pencatatan dan pelaporan penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi
atau konstruksi dengan menggunakan metode ICRA dilakukan oleh Unit
PengembanganBisnis yang kemudian dilaporkan ke KomitePPI. Pada Kelas
Kewaspadaan III dan IV, kepala petugas konstruksi harus mendapatkan izin kerja
dari Komite PPI dalam bentuk pengisian Formulir penerapan kewaspadaan dalam
pembangunan dan renovasi.
Bila hasil dari proyek termasuk kelas Kewaspadaan I dan II maka hasil kajian
dari tim pembangunan dan renovasi tidak diperlukan.

Audit

Audit berarti melakukan pengecekan terhadap praktik actual terhadap


standar yang ada, termasuk tentang membuat laporan ketidak patuhan atau isu-
isu yang dipertimbangkan oleh tenaga kesehatan lainnya atau oleh komite PPI.
Pemberitahuan hasil audit kepada staf dapat membantu mereka untuk
mengidentifikasi dimana perbaikan yang diperlukan. Audit internal termasuk
melakukan monitoring dan evaluasi terhadap efektivitas proses manajemen
risiko rumah sakit. Manajemen risiko dibuat untuk menciptakan obyektifitas
kemudian mengidentifikasikan, melakukananalisis,
dan respon terhadap risiko-risiko tersebut secara potensial akan mempengaruhi
kemampuan RS untuk menyadari keobyektifannya. Auditor internal dapat
memberikan nasihat dan membantu mengidentifikasi risiko-risiko yang bersifat
darurat.
Standar audit internal membutuhkan perkembangan suatu rencana

288
dari proyek audit berdasarkan pada pengkajian risiko yang diperbaharui

289
setiap tahun dengan memakai konsep PDCA yaitu plan, do, study dn act. Siklus
PDSA merupakan cara pintas untuk mengembangkan suatu rencana untuk
melakukan pengetesan perubahan (plan), melaksanakan rencana (do),
mengobservasi dan belajar dari konsekuensi yang ada (study) dan menentukan
modifikasi apa yang harus dibuat (act).
Pedoman audit PPI harus dibuat berdasarkan referensi terbaru, dapat
diterima dan mudah diterapkan, bertujuan untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur PPI. Umpan balik dari hasil audit PPI kepada staf diharapkan akan
mewujudkan perbaikan melalui perubahan pemahaman (mind set) dan perilaku
petugas yang secara tidak langsung akan berdampak pada upaya perubahan
perilaku pasien dan pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan. Audit dapat
dilakukan oleh komite PPI ataupetugas terpilih lainnya.
Metode Audit
Prioritas dilakukan pada area yang sangat penting di fasilitas pelayanan
kesehatan, antara lain area risiko tinggi, yang dievaluasi melalui surveilans atau
KLB. Audit yang efektif terdiri dari suatu gambaran lay out fisik, kajian ulang
atau alur traffic, protocol dan kebijakan, makanan, peralatan dan observasi dari
praktik PPI yang sesuai. Audit harus dilaksanakan pada waktu yang sudah
ditentukan, dapat dilakukan dengan wawancara staf dan observasi keliling, audit
ini sederhana namun menghabiskan banyak waktu, sehingga disarankan
menggunakan siklus cepat rencana audit.

Persiapan Tim Audit

Semua tenaga kesehatan dan staf pendukung harus dimasukkan dalam


persiapan suatu audit. Tim harus diberi pemahaman bahwa tujuan audit adalah
untuk memperbaiki praktik PPI yang telah dilaksanakan. Pertemuan sebelum
audit sangat penting untuk menjelaskan dan mendiskusikan target dan
objektifdari audit, bagaimana hal tersebut akan dilakukan, dan bagaiman
hasilnya akan dilaporkan. Hal ini bukan berarti
untuk menghukum atau mencari kesalahan.

290
Staf harus memahami bahwa pendekatan objektif dan audit akan
dilakukan secara konsisten dan kerahasiaannya akan dilindungi. Tim audit harus
mengidentifikasi para pemimpin disetiap area yang diaudit dan terus
berkomunikasi dengan mereka. Pengambilan keputusan dan pembimbing perlu
untu kmendukunng tim audit jika terdapat perubahan yang diperlukan setelah
audit.

Prinsip-prinsip Dasar

Bundles adalah kumpulan proses yang dibutuhkan untuk perawatan secara


efektif dan aman untuk pasiendengan treatment tertentu dan memiliki risiko
tinggi. Beberapaintervensi di bundle bersama, dan ketika dikombinasikan dapat
memperbaiki kondisi pasien secara signifikan. Bundles sanganberguna dan telah
dikembangkan untuk ISK, VAP dan IADP.

Suatu set bundles termasuk :

a. Suatu komitmen pernyataan dari tim klinis


b. Chart sebagai akibat yang menggambarkan bukti untuk praktik yang optimal
dan digunakan juga untuk ICRA dari ketidak sesuaian, dalam hubungannya
dengan standar
c. SPO untuk bundle termasuk criteria spesifik
d. Lembar pengumpulan data
e. Penjelasan bundle kepadastafklinik (grupdiskusi, presentasi slide) Bundles
secara khusust erdiri atas set kritikal kecil dari suatu prosedur (biasanya 3-5)
semuanya itu ditentukan oleh bukti yang kuat, dimana ketika dilakukan
bersama-sama menciptakan perbaikan yang bagus. Secara sukses dalam
melengkapi setiap langkaha dalah suatu proses langsung dan bias diaudit.

Jenis audit :

a. Toolkit audit dari “the community and hospital infection control association”
kanada

291
b. Toolkit audit WHO
c. Audit dilaksanakan pada :
1) Kebersihan tangan
2) Memakai kewaspadaan standar
3) Menggunakan kewaspadaan isolasi
4) Menggunakan APD
5) Monitoring peralatansterilisasi
6) Pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi peralatan pakai ulang
7) Pembersihan area perawatan
8) Praktik HD, peralatan dan fasilitas
9) Praktik PPI di OK, aseptic, dan aseptic prabedah, control alur,
persiapankulitpasien, pencukuran, kebersihan tangan bedah dan
antibiotic profilaksis
10) Isu-isu keselamatan kerja seperti tertusuk benda tajam,
vaksinasipetugas
11) Manajemen KLB
12) Alat audit sendiriuntukkomite
Data audit dapat digunakan sebagai tujuan atau target tahunan program PPI. Juga
dapat membantu dalam pengambilan keputusan pemenuhan standar di rumah sakit.

Laporan

Hasil audit yang telah lengkap dikaji ulang bersama pihak manajemen dan staf
diarea yang diaudit sebelum dilaporkan. Di dalam laporan harus diinformasikan
bagaiman audit dilakukan, metode yang dipakai, data kepatuhan, temuan dan
rekomendasi.

Laporan audit bisa tercakup di dalam :

292
a. Laporanmingguan : memberikan umpan balik yang cepat (contoh selama
KLB atau setelah terjadi kejadian terpajan)
b. Laporan bulanan : berisikan tentang surveilans, hasil audit, edukasi,
pelatihan dan konsultasi
c. Laporan per empat bulan : merupakan laporan formal termasuk
rekomendasi
d. Laporan tahunan : suatu kegiatan audit yang dilaksanakan selama setahun
dan mengahasilkan perubahan atau perbaikan, biasanya diilustrasikan
dengan grafik.
Perubahan perilaku dari hasil audit dibutuhkan untuk memahami bagaimana
melakukan intervensi yang lebih tepat sehingga perubahan perilaku itu dapat
dicapai.

Monitoring dan evaluasi berkala

a. Monitoring kejadianinfeksi dan kepatuhan terhadap pelaksanaan PPI


dilakukan oleh IPCN dan IPCLN
b. Monitoring surveilans menggunakan formulir terdiri dari formulir pasien
baru, formulir harian, dan formulir bulanan
c. Kegiatan monitoring dilakukan dengan melaksanakan sureilans dan
kunjungan lapangan setiap hari oleh IPCN dan ketua komite jika diperlukan
d. Monitoring dilakukanoleh komite PPI / Tim PPI dengan frekuensi
minimal setiap bulan
e. Evaluasi oleh komite/tim PPI minimal setiap bulan

Laporan

293
a. IPCN membuat laporan rutin : 3 bulan, 1 tahun atau jika diperlukan
b. Komite/Tim PPI membuat laporan tertulis kepada pimpinan fasyankes
setiap bulan dan jikadi perlukan.

Formulir Penilaian Dampak Resiko dan Penerapan Kewaspadaan


Dalam Pembangunan dan Renovasi
Lokasi konstruksi: Tanggal mulai proyek:
Koordinator Proyek: Perkiraan durasi:
Pekerjaan konstruksi: Tanggal kadaluarsa:
Supervisor: Telephone:
Ya Tida AKTIFITAS KONSTRUKSI Ya Tida KELOMPOK
k k BERISIKO
TIPE A: Inspeksi, aktifitas non Kelompok 1:
invasif Risiko
rendah
TIPE B: Skala kecil, durasi pendek, Kelompok 2:
tingkat sedang – tinggi Risiko
sedang
TIPE C: Kegiatan yang Kelompok 3:
menghasilkan debu tingkat sedang Risiko tinggi
sampai tinggi, membutuhkan
waktu penyelesaian lebih dari 1
shift.
TIPE D: Kegiatan konstruksi level Kelompok 4:
tinggi. Membutuhkan waktu Risiko
penyelesaian yang panjang. sangat tinggi

294
Lakukan pekerjaan konstruksi Pembersihan
KELAS I dengan metode debu minimal. lingkungan kerja

Segera mengganti keramik atau


lantai yang pecah

Tutup semua lubang yang


memungkinkan masuk debu
Menyediakan sarana aktif untuk Bersihkan permukaan mencegah
KELAS II penyebaran debu kerja dengan keudara.
pembersih/disinfektan.

Memberikan kabut air/lap basah Letakkan limbah


pada permukaan kerja untuk kontruksi dalam wadah
mengendalikan debu saat yang tertutup rapat
memotong. sebelum dibuang.

Menyegel pintu yang tidak terpakai Lakukan pengepelan dengan


lakban. basah dan/atau vakum

Menutup ventilasi udara. sebelum meninggalkan

area kerja.
Letakkan dust mat (keset

debu/basah) di pintu masuk dan Setelah pekerjaan

keluar area kerja selesai, rapikan kembali

sistem HVAC
Menutup sistem HVAC (heating, ventilation,
air conditioning) di area
dimana pekerjaan sedang
dilakukan.

295
Mengisolasisistem HVAC di area . Pembatas area kerja kerja
KELAS untuk mencegah harus tetap dipasang
III kontaminasi system saluran. sampai proyek selesai

Siapkan pembatas area kerja atau diperiksa oleh Komite

terapkan metode control kubus K3, Komite PPI, dan


(menutup area kerjad engan dilakukan pembersihan plastic,

triplek atau pembatas oleh petugas

kayu untuk memisahkan area kebersihan.

kerja dengan area yang lain) Lakukan


sebelum konstruksi dimulai. pembongkaran

Menjaga tekanan udara negative bahan-bahan pembatas dalam


Tanggal tempa tkerja area kerja
Paraf
denganhati-hati untuk
Letakkan limbah kontruksi dalam

meminimalkan
wada hyang tertutup rapa
tsebelum
penyebarankotoran dan
dibuang.
puing-puing

Tutup wadah atau bak


konstruksi.
transportasi limbah.
Bersihkan area kerja
dengan menggunakan
vacum

Lakukan pengepelan
basahdengan
pembersih/disinfektan.

Setelah pekerjaan
selesai, rapikan kembali
sistem HVAC.

296
Mengisolasi sistem HVAC di area . Pembatas area kerja kerja
KELAS untuk mencegah harus tetap dipasang
IV kontaminasi system saluran. sampai proyek selesai

Siapkan pembatas area kerja atau diperiksa oleh Komite

terapkan metode control kubus K3, Komite PPI, dan


(menutup area kerja dengan dilakukan pembersihan

plastic, triplek atau pembatas oleh


Tanggal
Paraf kayu untuk membedakan area petugaskebersihan.

kerja dengan area yang lain) Lakukan


sebelum konstruksi dimulai. pembongkaran

Menjaga tekanan udara negative bahan-bahan pembatas

dalam tempat kerja area kerja dengan

hati-hati untuk
Menyegel lubang, pipa, dan
meminimalkan
saluran.
Penyebaran kotoran dan
Membuat anteroom dan
puing-puing
mewajibkan semua personel untuk
konstruksi.
melewati ruangan ini sehingga
Letakkan limbah
mereka dapat disedot
kontruksi dalam wadah
menggunakan vacuum cleaner HEPA
yang tertutup rapat
sebelum meninggalkan
sebelum dibuang.
tempat kerja atau mereka bias

memakai pakaian kerja yang lepas Tutup wadah atau

setiap kali mereka meninggalkan gerobak transportasi

tempat kerja. limbah.

Semua personil memasuki tempat Bersihkan area kerja kerja

diwajibkan untuk memakai dengan menggunakan penutup

sepatu. Sepatu harus vakum

diganti setiap kali keluar dari area Lakukan pengepelan

297
kerja. basah dengan
pembersih/disinfektan.

298
Setelah pekerjaan
selesai, rapikan kembali
sistem HVAC.

Permintaan izin oleh: Pemberian izin oleh:


Tanggal: Tanggal:

299
L. Kesiapan Menghadapi Pandemi Penyakit Menular ( Emerging Infection Disease)
Perencanaan untuk menghadapi pandemi untuk penyakit menular merupakan
hal yang sangat penting. Kesiapan menghadapi pandemi bukan berarti hanya
mempunyai rencana tertulis atau menyediakan obat antivirus saja. Persiapan
menghadapi pandemi sangan dibutuhkan walaupun sulit untuk memprediksi
kemungkinan berkembangnya suatu penyakit menular menjadi pandemi pada
manusia. Rekomendasi ini berdasarkan pada “ Daftar Tilik untuk Perencanaan
Kesiapan Pandemi Influensa “ dari WHO yang dikembangkan untuk membantu
petugas membuat perencanaan dan persiapan tahap lanjut. Rekomendasi ini
mengidentifikasi aktifitas yang harus diimplementasi agar siap menghadapi
wabah.

Langkah-langkah yang dilakukan yaitu :

1. Koordinasi
Dalam koordinasi hal yang perlu dilakukan :

a. Menetapkan tim koordinasi dan individu yang bertanggung jawab untuk


memfasilitasi respon yang cepat dan memadai selama kondisi krisis. Semua
pihak yang berkepentingan harus mengetahui tanggung jawab mereka,
apa yang perlu dilakukan dan bagaimana alurnya.

b. Advokasi mengenai pentingnya perencanaan pandemi pada pembuat


keputusan untuk memastikan dukungan dan dana yang diperlukan

c. Meningkatkan kemampuan petugas medis dan perawat dalam penanganan


kasus

d. Meningkatkan kemampuan petugas yang terlibat dalam melakukan tindakan


pencegahan dan pengendalian infeksi , pastikan semua petugas yang terlibat
telah mengikuti pelatihan dan terampil menerapkannya

300
2. Surveilans di fasilitas pelayanan kesehatan
Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah :

a. Melatih petugas kesehatan untuk mendeteksi / mengidentifikasi


kelompok kasus

b. Mengembangkan kapasitas atau sistem laboratorium untuk dapat


menginformasikan kasus awal secepat mungkin

c. Mengembangkan atau memastikan suatu sistem untuk melaporkan


temuan surveilans rutin dan luar biasa

d. Memastikan prosedur pendistribusian spesimen secara cepat untuk


diagnostik dan kemungkinan pengembangan vaksin
3. Komunikasi
Hal yang perlu diperhatikan diantaranya :

a. Kembangkan rencana komunikasi dengan mendata kelompok target yang


berbeda (misalnya pers, masyarakat umum, kelompok dengan resiko tinggi,
petugas kesehatan, legislatif), pesan – pesan kunci yang akan disampaikan
dan mekanisme distribusi untuk mencapai kelompok sasaran

b. Mempertahankan komunikasi transparan dan terbuka dengan petugas


kesehatan, masyarakat, dan dinas kesehatan setempat dan memberikan
informasi secara teratur, ini akan menekan rasa takut dan cemas yang
disebabkan oleh pandemi.

c. Perlu ditunjuk seorang juru bicara saat wabah ataupun pandemi untuk
mewakili fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi masyarakat dan media

d. Memastikan bahwa selama pandemi materi berita dan pesan dikaji secara
teratur dan diperbaharui dengan informasi terbaru yang tersedia

e. Menetapkan suatu sistem untuk menjawab pertanyaan dan permintaan dari


keluarga pasien termasuk mengenai kebijakan dari kunjungan pasien.
4. Identifikasi kasus, penatalaksanaan dan perawatan Hal
yang perlu dilakukan dalam tahap ini ;

a. Memastikan bahwa definisi kasus penyakit menular yang muncul sesuai


dengan ketetapan pemerintah

301
b. Menerapkan prosedur rutin diseluruh rumah sakit untuk identifikasi
kasus baru
c. Panduan klinis harus mencakup aspek-aspek dibawah ini ;
1) Dimana pasien harus ditangani dan kriteria rawat inap
2) Tindakan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
3) Pengumpulan, pengiriman dan pemeriksaan spesimen yang sesuai ke
laboratorium yang ditetapkan
4) Prosedur pengobatan, termasuk obat antivirus, antibiotik dan terapi
pendukung lainnya
5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Hal
yang perlu dilakukan yaitu ;
a. Menyempurnakan panduan dan prosedur PPI
b. Mengadaptasi panduan PPI untuk digunakan di fasilitas pelayanan
c. Memastikan bahwa petugas telah terlatih dalam melaksanakan
kewaspadaan standar

d. Memastikan bahwa prosedur untuk pengumpulan spesimen dan


pengiriman spesimen telah dilakukan dengan baik

e. Mempersiapkan fasilitas sesuai dengan kebutuhan dan memastikan bahwa


fasilitas tersebut telah ditetapkan dan siap untuk dipergunakan
6. Mempertahankan fungsi pelayanan kesehatan Hal-
hal yang perlu dilakukan adalah ;

a. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan bahwa prosedur untuk


PPI sudah ada dan ditaati

b. Menetapkan tempat yang digunakan untuk mengobati pasien sesuai dengan


standar selama pandemi dan menilai kesiapan tempat tersebut

c. Menetapkan kriteria triage pada saat menangani jumlah pasien yang banyak
d. Menetapkan petugas utama yang terlatih untuk menjadi perespon pertama

302
e. Mengadakan rapat secara teratur dan menetapkan serta melatih individu
lain yang akan menggantikan petugas utama ketikan petugas utama tidak
ada

f. Mengevaluasi sistem yang telah ada dalam menilai ketersediaan bahan medis
di fasilitas pelayanan kesehatan contohnya penyediaan APD

g. Menyususn strategi untuk memastikan agar pengobatan pasien tidak


terputus.

7. Penyebaran informasi di masyarakat


Hal-hal yang perlu dilakukan ;

a. Mulai bekerja dengan tokoh masyarakat secara dini untuk memastikan


bahwa mereka telah menerima informasi dengan baik mengenai masalah
penting dan siap membantu sesuai kebutuhan

b. Meningkatkan pengetahuan umum dimasyarakat tentang penyakit infeksi


menular

c. Membudayakan hygiene perorangan khususnya cuci tangan di masyarakat


M. Pengembangan Sumber Daya Manusia
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit merupakan suatu kegiatan yang
harus dilakukan untuk melindungi pasien dari terjangkitnya infeksi, dalam
bentuk pencegahan, surveilens dan pengobatan yang baik.

Program orientasi merupakan salah satu kegiatan bidang PPI dalam rangka
memberikan pengarahan dalam bimbingan serta mempersiapkan karyawan agar
dapat bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya.

Karyawan baru adalah karyawan yang baru mengenal lingkungan kerja serta
peraturan/kebijakan yang ada di RS Dompu. Sehubungan dengan hal tersebut
maka perlu diadakan program orientasi karyawan baru guna kelancaran dalam
bekerja.

Karyawan yang praktek di rumah sakit sebelum melaksanakan tugasnya


harus mengetahui dan memahami terlebih dahulu falsafah, visi,

303
misi, program rumah sakit serta peraturan-peraturan yang berlaku di RS Dompu.

Untuk memudahkan pemberian materi dan pengenalan situasi RS Dompu


perlu dilakukan orientasi di unit-unit pelayanan yang ada di RS Dompu dan
yang telah ditetapkan menjadi tempat untuk orientasi karyawan dan agar
pelaksanaan orientasi berjaan lancar maka perlu dibuat program orientasi bagi
karyawan yang akan bekerja di RS Dompu.

Tujuan

a. Tujuan Umum
Agar seluruh karyawan RSU Dompu, pasien dan pengunjung memahami dan
melaksanakan tentang program pencegahan dan pengendalian infeksi.

b. Tujuan Khusus
1) Memberi pengertian dan cara pelaksanaan pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit kepada seluruh karyawan meliputi :
a) Batasan infeksi nasokomial
b) Langkah pencegahan infeksi
c) Kewaspadaan Isolasi
d) Surveilans
e) Penggunaan antimikroba yang rasional
2) Memberikan pengertian dan cara pelaksanaan pencegahan infeksi
nasokomial kepada pasien dan pengunjung pasien meliputi :
3) Tehnik kebersihan tangan yang baik dan benar
4) Penggunaan alat pelindung diri ( masker, saputangan dan gaun )
5) Etika batuk
Petugas kesehatan yang terkait mengerti dan mampu melaksanakan pengisian
formulir laporan PPI
Bentukpendidikan dan ataupelatihan PPI terdiridari ;
a. Komunikasi, informasi dan edukasi
b. Pelatihan PPI

304
Pendidikan dan pelatihan PPIN diberikan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan atau organisasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, serta petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki kompetensi di bidang PPI, termasuk komite PPI/tim PPI.
Pendidikan dan pelatihan bagi komite atau tim PPI dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Wajib mengikuti pendidikan atau pelatihan dasar dan lanjut serta
pengembangan dan pengetahuan PPI lainnya
2) Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3) Mengembangkan diri denga nmengikuti seminar, lokakarya dan
sejenisnya
4) Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan
5) Perawat PPI pada komite/tim PPI harus mendapatkan
tambahan pelatihan khusus IPCN pelatihan tingkat lanjut.
6) IPCLN harus mendapatkan tambahan pelatihan PPI tingkat
lanjut.
Pendidikan dan pelatihan bagi staf fasyankes dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Semua staf pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus mengetahui
prinsip-prinsip PPI antara lain melalui pelatihan PPI tingkat dasar
b. Semua staf non medis di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih dan
mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi hand hygiene, etika
batuk, penanganan limbah, APD yang sesuai.
c. Semua karyawan baru, mahasiswa harus mendapatkan orientasi PPI
d. Bagi pasien dan pengunjung pasien dapat berupa kominukasi dan informasi
tentang PPI terkait penyakit yang dapat menular.
Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan untuk karyawan dilakukan oleh
komite/tim PPI segera setelah orientasi selesai dilaksanakan dan dilaporkan ke
Direktur Rumah Sakit.

305
Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan sosialisasi PPI kepada pasien dan
pengunjung akan diarsipkan kembali ke les masing-masing pasien.

306
BAB V

LOGISTIK

Pada ruang lingkup dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di
RSUD Manggelewa system pengadaan semua sarana yang mendukung program PPI
dibebankan ke unit pelayanan masing-masing.

Unit yang membutuhkan sarana yang mendukung program PPI seperti brosur
PPI, sabun, handrub, tissue, stiker PPI, cairan desinfekstan, APD serta tempat sampah
dengan membuat amprahan sesuai dengan kebutuhan unitnya pada formulir
permintaan barang kemudian formulir tersebut akan dilanjutkan kebagian logistic
untuk diproses dalam pengadaannya.

Terkait peralatan kesehatan yang digunakan, dalam pengadaannya


dibebankan ke unit pelayanan masing-masing disesuaikan dengan kebutuhan. Bila
dalam pelaksanaannya alat kesehatan yang menjelang masa kadaluarsa dan alat
tersebut benar-benar tidak digunakan lagi, enam bulan sebelum masa kadaluarsa
alat tersebut dikembalikan kebagian logistic dengan menggunakan formulir retur
logistic farmasi.

307
BAB VI

KESEHATAN KARYAWAN, PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN DAN


KESELAMATAN KERJA

Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun kepada petugas kesehatan yang
lain. Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian
infeksi bagi petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan baru, seorang petugas
kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja dan status imunisasinya.
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah Hepatitis B dan bila
memungkinkan A, Influensa, campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux tes untuk
melihat adakah infeksi TB sebelumnya sebagai data awal. Pada kasus khusus dapat
diberikan varicela. Alur paska pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk
HIV, HBV, HCV, Neisseria meningitidis, MTB, Hepatitis A, Difteri, Varicella
zoster, Bordetella pertusis, Rabies.

A. Pajanan Pada Petugas Kesehatan


Pajanan yang bisater adi pada petugas diantaranya :
1. Pajanan terhadap virus HIV
Resiko terpajan 0,2 – 0,4% per injuri

Upaya menurunkan resiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui :

1) Rutin menjalankan kewaspadaan standar, memakai APD yang


sesuai
2) Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang
tepat
3) Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam
Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi pajanan :

a. Tusukan yang dalam


b. Tampak darah pada alat penimbul pajanan
c. Tusukan masuk ke pembuluh darah
d. Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
e. Jarum berlubang ditengah
Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas, peraturannya

308
harus termasuk sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan

309
alat tajam yang benar, APD, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan desinfeksi.

Alur penatalaksanaan pajanan di RS harus termasuk pemeriksaan laboratorium


yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah diberikan dalam waktu
4 jam paska pajanan, dianjurkan pemberian antiretroviral (ARV), kombinasi AZT
(zidovudin), 3TC (lamivudin) dan indinavir atau sesuai pedoman lokal.

Paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan HIV serologi dicatat sampai jadwal
pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinan serokonversi. Petugas
terinformasi tentang sindroma ARV akut, mononukleosis akut pada 70-90% infeksi
HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami dalam 3 bulan.

Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksaan
laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam waktu
24 jam. Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang
setiap 3 bulan sampai 9 bulan atau 1 tahun.

2. Pajanan terhadap virus HEPATITIS B


Probabilitas infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% per pajanan.
Segera paska pajanan harus dialkukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi
infeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.

Profilaksis paska pajanan

Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HBS lebih dari 10
mlU/ml. HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48jam dan >
1 minggu PP, 1 seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologi.

Hepatitis D timbul pada individu dengan Hepatitis B, ditransmisikan dengan


cara yang sama demikian juga dengan cara monitornya.

3. Pajanan terhadap virus HEPATITIS C

310
Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada therapi propilaksis paska
pajanan yang dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan
adakah serokonversi dan didokumentasikan. Sumber pajanan harus juga
diperiksa.

4. Pajanan terhadap Mycobacterium Tuberculosis


Transmisi kepada petugas lewat airborne drpolet nuclei biasanya dari pasien TB
paru. Sekarang perlu diperhatiakn hubungan antara TB, Infeksi HIV dan MDR TB.
Petugas yang paska terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya > 10 mm perlu
diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal

5. Pajanan terhadap infeksi lain (varicella, hepatitis a, hepatitis e, influensa,


pertusis, difteri dan rabies)
Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat tatalaksana untuk petugas.
Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A, Rabies
untuk daerah yang endemis.

6. Pajanan terhadap bahan kimia atau cairan tubuh


Tindakan pertama yang harus dilakukanadalah :
a. Jika pajanan pada matalakukan pembilasan dengan air
mengalir selama 15 menit
b. Jika pajanan pada kulit lakukan pembilasan dengan air
mengalir selama 1 menit
c. Jika pajanan pada mulut lakukan segera kumur-kumur selama 1
menit
d. Lapor kekomite PPI, Panitia K3RS dan ke Kepala Unit terkait

B. Program Kesehatan Pada Petugas Kesehatan


Program kesehatan pada petugas kesehatan adalah program sebagai strategi
preventive terhadap infeksi yang dapat ditransmisikan dalam

311
312
kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain : monitoring dan support petugas
kesehatan, vaksinasi bila dibutuhkan dan upayakan support psikososial
(a) Tujuan dari program ini adalah untuk menjamin keselamatan petugas di
lingkungan rumah sakit, memelihara kesehatan petugas kesehatan dan
mencegah KLB.
(b) Unsur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program ini adalah petugas yang
berdedikasi, SPO, administrasi yang menunjang, koordinasi yang baikantar
unit, penanganan pasca pajanan infeksius, pelayanan konseling, serta
perawatan dan kerahasiaan medical record.
(c) Program imunisasi yang diberikan kepada petugas pelaksanaannya
disesuaikan dengan keputusan dengan mempertimbangkan : risiko ekspos
petugas, kontak petugas dengan pasien, karakteristik pasien rumah sakit dan
dana rumah sakit.

313
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT

Pengendalian Mutu Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit


Pengendalian merupakan suatu bentuk usaha untuk melakukan perbaikan yang
terjadi sesuai dengan arah pengawasan dan pengendalian yang bertujuan agar
semuakegiatan – kegiatan dapat tercapai secara berdayaguna dan berhasil guna,
dilaksanakan sesuai dengan rencana. Pengawasan dan pengendalian merupakan
unsure penting yang harus dilakukan dalam proses manajemen.
Pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSUD Dompu
dapat dikatakan berkualitas bila hasil pelayanan mendekati hasil yang diharapkan
dan dilakukan sesuai dengan standard an prosedur yang berlaku. Indicator mutu
pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi mencerminkan mutu kinerj
apelayanan yang telah diberikan dan juga dapat mencerminkan mutu dari rumah
sakit itu sendiri. Indicator mutu yang dinilai untuk mengukur mutu pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit yaitu :
A. Angka Kejadian Infeksi Rumah Sakit
Angka kejadian infeksi rumah sakit yang meliputi kejadian :
1. Kejadian IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
Kejadian infeksi akibat pemasangan kateter vena sentral yang terjad
iselama perawatan
2. Kejadian Phlebitis
Kejadian infeksi akibat pemasangan kateter vena perifer yang terjadi
selama perawatan
3. Kejadian VAP (Ventilator Associated Pnemonia)
Kejadian infeksi (pneumonia) yang terjadi akibat pemasangan alat
(ventilator) selama perawatan,tidak dalam masa inkubasi penyakit infeksi

4. Kejadian HAP (Hospital Associated Pnemonia)


Kejadian pneumonia yang terjadi pada pasien dengan tirah baring selama perawatan, tidak
dalam masa inkubasi penyakit infeksi
5. Kejadian IDO (Infeksi Daerah Operasi)

314
Kejadian infeksi pada daerah operasi pada pasien yang mendapatkan tindakan
operasi di rumahsakit
6. Kejadian ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Kejadian infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien selama perawatan
pasien yang menggunakan cateter urin, dimana pasien tidak dalam masa
inkubasi penyakit infeksi
7. Kejadian Dekubitus
Kejadian dekubitus yang benar-benar terjadi di rumah sakit akibat pelayanan
keperawatan yang terjadi pada pasien yang berisiko terjadi dekubitus
(pasientirah baring)
B. Kepatuhan Dari Petugas Dalam Melakukan Kebersihan Tangan
Kepatuhan cuci tangan dari seluruh petugas dalam memberikan pelayanan
keperawatan berdasarkan five moment hand hygiene dan sesuai dengan 6 langkah
C. Kepatuhan Petugas Dalam Menggunakan APD Sesuai DenganStandar
Kepatuhan petugas dalam menggunakan APD sesuai dengan standar dalam
memberikan pelayanan keperawatan
D. Pemeriksaan Kultur/Mikrobiologi Terhadap Alat, Ruang, Bahan, Air Dan
Petugas.
Pemeriksaan kultur/mikrobiologi terhadap alat, ruang, bahan, air dan
petugas yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan hasil
yang memenuhi syarat kesehatan
E. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Pengelolaan limbah yang dilakukan oleh seluruh petugas sesuai dengan standar
limbah rumah sakit

F. Angka Kejadian Petugas Terkena Pajanan


Kejadian petugas yang terkena pajanan yang terjadi selama pemberian pelayanan
kesehatan
G. Pemilahan Linen Sesuai Standar

315
Pemilahan linen sesuai dengan stan.dar yang dilakukan oleh semua petugas selama
pemberian pelayanan kesehatan

316
BAB VIII

PENUTUP

Berkembangnya ilmu pengetahuan dan teknologi dibidang kesehatan,


khususnya di bidang pencegahan dan pengendalian infeksi, guna menekan
kejadian infeksi rumah sakit sangat perlu mendapatkan perhatian khusus.
Mengingat juga bahwa pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
mencerminkan mutu pelayanan rumah sakit, maka pelaksanaan program PPI adalah
menjadi tanggung jawab dari semua pihak, baik jajaran direksi rumah sakit, seluruh
staff rumah sakit dan bahkan juga masyarakat pengguna rumah sakit. Oleh karena
itu peran serta semua pihak sangat diharapkan sehingga hasil dan cakupan kegiatan
PPIRS di RSUD Manggelewa dapat ditingkatkan.

317
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2002. PedomanSanitasiRumahSakit Di Indonesia. Jakarta


Depkes RI, 2004. Pedoman Manajemen Linen Di RumahSakit. Jakarta
Sarwono, 2004. Panduan Pencegahan Untuk Fasilitas Pelayanan Kesehatan dengan
Sumber Daya Terbatas. Jakarta
Depkes RI, 2004. Standar Kamar Jenazah. Jakarta
Depkes RI, 2009. Pedoman Instalasi Pusat Sterilisasi Di RumahSakit. Jakarta Depkes
RI, 2011. PedomanSurveilansInfeksi. Jakarta
Depkes RI, 2011. PedomanPencegahan dan PengendalianInfeksi di
Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta
Depkes RI, 2011. PedomanManajerialPencegahan dan PengendalianInfeksi di Rumah
Sakit dan FasilitasPelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta
WHO. 2009. Guidelines on Ist. Hand Hygiene in Health care. First Global
Patient safety Challenge Clean Care Is Safer Care

Permen LHK no 56 tahun 2015.Tata Cara dan Persyaratan Teknis


PengelolaanLimbahBahanBerbahaya dan BeracundariFasilitasPelayanan
Kesehatan

Permenkes RI No 27 Tahun 2017. PedomanPencegahan Dan PengendalianInfeksi Di


FasilitasPelayanan Kesehatan

Permenkes RI No 7 Tahun 2019. Kesehatan LingkunganRumahSakit

318
319

Anda mungkin juga menyukai