TAHUN 2024
PERATURAN DIREKTUR RSUD MANGGELEWA
NOMOR : 445/ /PPI/RSUD/2024
TENTANG
DI RSUD MANGGELEWA
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
Pasal 2
Ruang lingkup pelaksanaan PPI di RSUD Manggelewa
Pelaksanaan PPI harus menjangkau seluruh karyawan rumah sakit (staf medis dan non medis), pasien, keluarga
serta pengunjung pasien harus melaksanakan PPI.
PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui penerapan :
Prinsip kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi
Bundles
Dalam pelaksanaan PPI sebagaimana dimaksud pada ayat (1), fasilitas pelayanan kesehatan harus melakukan :
Surveilans
Pasal 3
Penyelenggaraan PPI di Rumah Sakit
1. Direktur rumah sakit telah menetapkan komite/tim PPI untuk
untuk mengelola dan mengawasi kegiatan PPI di rumah sakit.
2. Komite PPI yang dibentuk oleh direktur rumah sakit mempunyai
tugas dan tanggung jawab diantaranya (tidak terbatas pada) :
a. Menetapkan difinisi infeksi terkait layanan kesehatan
b. Metode pengumpulan data (surveilans)
c. Membuat strategi /program penanganan risiko infeksi
d. Proses pelaporan
3. Rumah sakit menetapkan mekanisme untuk mengatur koordinasi
kegiatan PPI sesuai ukuran dan kompleksitas pelayanan rumah sakit
4. Rumah sakit menyediakan sumber daya dan anggaran untuk
melaksanakan kegiatan PPI yang efektif meliputi sarana serta prasarana
kelengkapan fasilitas pendukung program dan sumber daya manusia
sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
5. Komite PPI bertanggung jawab langsung kepada direktur rumah sakit
6. Pelaporan pelaksanaan kegiatan PPI oleh Ketua Komite PPI kepada
direktur rumah sakit dilakukan setiap 3 bulan.
7. Rumah sakit menetapkan perawat PPI/IPCN (Infection Prevention and
Control Nurse) yang bekerjapurna waktu dan IPCLN berdasarkan
jumlah dan kualifikasi sesuai ukuran rumah sakit, kompleksitas
kegiatan, tingkat risiko, cakupan program dan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
8. Perawat PPI/IPCN melaksanakan supervisi pada semua kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit
9. Pelaporan pelaksanaan kegiatan supervise IPCN kepada Ketua PPI
dilakukan dalam setiap bulannya.
10. Rumah sakit menetapkan perawat penghubung PPI/IPCLN
(Infection Prevention and Control Link Nurse) dari tiap unit, terutama yang
berisiko infeksi dengan jumlah dan kualifikasi sesuai dengan peraturan
perundangan sebagai pelaksana harian/penghubung di unit masing-
masing yang bertugas :
a. Mencatat data surveilans dari setiap pasien yang dirawat di unit
rawat inap masing-masing
b. Memberikan motivasi dan mengingatkan pelaksanaan
kepatuhan PPI pada setiap personil di unitnya masing-masing
c. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam
penerapan kewaspadaan isolasi
d. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan HAIs pada
pasien
e. Bila terdapat potensi potensial KLB, melakukan penyuluhan bagi
pengunjung dan konsultasi prosedur PPI serta berkoordinasi dengan
IPCN
f. Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan
pengunjung serta konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan
Pasal 4
Program PPI
1. Rumah sakit mempunyai program PPI dan kesehatan kerja secara
menyeluruh untuk menurunkan risiko penyebaran infeksi yang
berkaitan dengan pelayanan kesehatan pada pasien, staf klinis, dan non
klinis yang mengacu pada:
Kewaspadaan standar:
1. Kebersihan tangan
2. Alat Pelindung diri
3. Dekontaminasi peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Pengelolaan limbah
6. Penatalaksanaan linen
7. Perlindungan kesehatan petugas
8. Penempatan pasien
9. Kebersihan pernafasan/etika batuk dan bersin
10. Praktik menyuntik yang aman
11. Praktik lumbal pungsi yang aman
Kewaspadaan Transmisi
1. Melalui kontak
2. Melalui droplet
3. Melalui udara (Airborne Precautions)
2. Program PPI terkait kesehatan kerja yang dilakukan di RSU D
Manggelewa meliputi:
a. Pemeriksaan secara berkala yaitu MCU (Medical Check Up)
kepada seluruh karyawan setiap 2 tahun sekali.
b. Pemeriksaan rectal swab kepada petugas dapur, penyaji makanan dan
perawat ruang bayi setiap 6 bulan sekali.
c. Pemeriksaan kesehatan rutin pada petugas Radiologi dan laboratorium
setiap 1 tahun sekali. Pemberian vaksinasi kepada petugas sesuai
dengan hasil pemeriksannya.
d. Pemeriksaan kesehatan dan couching conseling pada petugas yang
terpajan dan terpapar dengan penyakit infeksi.
Pasal 5
Pengkajian Risiko
1. Rumah sakit secara proaktif melakukan asesmen risiko infeksi (ICRA
HAIs) yang dapat terjadi dan menyusun strategi untuk penurunan risiko
infeksi tersebut paling sedikit dilakukan setiap satu tahun sekali yang
dilakukan pada:
a. Sterilisasi alat
b. Pengelolaan linen dan londri
c. Pengelolaan sampah
d. Penyediaan makanan
e. Kamar jenazah
2. Rumah sakit menelusuri risiko, tingkat infeksi, dan kecenderungan dari
infeksi terkait layaan kesehatan untuk menurunkan angka infeksi
tersebut. Analisa, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi
dilakukan oleh komite PPI rumah sakit.
3. Pengendalian angka infeksi rumah sakit menggunakan target sasaran
sesuai dengan program PPI.
3. Pencegahan kejadian infeksi rumah sakit (HAIs) dilaksanakan dengan
menerapkan bundles HAIs sesuai dengan jenis infeksinya berdasarkan
prosedur yang telah ditetapkan.
4. Surveilans infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan (HAIs)
merupakan suatu proses dinamis, sistematis, terus menerus dalam
pengumpulan data, analisa interpretasi data kesehatan yang penting di
rumah sakit.
5. Rumah sakit melaksanakan surveilans data secara periodik dan di analisis
setiap triwulan meliputi :
a. Saluran pernafasan seperti prosedur dan tindakan terkait intubasi,
bantuan ventilasi mekanik dan trakeostomi.
b. Saluran kencing seperti pada kateter
c. Alat invasif intravaskular, saluran vena perifer dan saluran vena
sentral
d. Lokasi operasi, perawatan, pembalutan luka dan prosedur aseptik
e. Penyakit dan organisme yang penting dari sudut epidemiologi
seperti multidrug resistant organism dan infeksi yang virulen.
f. Timbulnya infeksi baru atau timbul kembalinya infeksi di
masyarakat.
6. Risiko PPI juga terkait KLB infeksi rumah sakit, infeksi baru atau
timbul kembali di masyarakat.
7. Dokter PPI (IPCD) berperan dalam pengendalian, manajemen risiko dan
kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa (KLB) infeksi di rumah sakit.
8. Penanggulangan KLB infeksi rumah sakit infeksi baru atau timbul
kembali di masyarakat, ditangani oleh Komite PPI sesuai dengan
prosedur yang telah ditetapkan oleh RSUD Manggelewa.
Pasal 6
Kebersihan Lingkungan
1. Rumah sakit menerapkan prosedur pembersihan dan disinfeksi permukaan
dan lingkungan sesuai standar PPI
2. Rumah sakit melaksanakan pembersihan dan desinfeksi tambahan
diarea berisiko tinggi berdasarkan hasil pengkajian risiko
3. Rumah sakit melakukan pemantauan proses pembersihan dan
disinfeksi lingkungan.
Pasal 8
Manajemen Linen
1. Rumah sakit menurunkan risiko infeksi pada pengelolaan linen/londri
dengan benar sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2. Pemisahan linen kotor infeksius dan linen kotor non infeksius
dilakukan sejak dari unit masing-masing pengguna oleh perawat atau
petugas cleaning service.
3. Pencegahan kontaminasi pada petugas dan lingkungan dilakukan dengan:
a. Pemisahan awal linen kotor dengan menggunakan kantong linen
berdeda antara linen kotor infeksius dalam kantong linen berwarna
kuning, linen kotor non infeksius dalam kantong linen berwarna
hitam.
b. Troli linen kotor berbeda dengan troli linen bersih. Troli linen
dalam kondisi bersih dan tertutup. Pembersihan troli linen
dilakukan setiap hari dengan menggunakan cairan desinfektan
0.5%.
c. Proses pelayanan linen mulai dari penyediaan, pencucian,
pengeringan dan penyetrikaan linen, rumah sakit bekerjasama dengan
pihak luar dengan memenuhi sertifikasi mutu dan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan.
d. Penyimpanan linen ditempatkan pada ruang linen yang terpantau
kebersihan, suhu serta kelembanan ruangannya untuk menjaga
kualitas linen yang digunakan.
e. Pendistribusian linen dilakukan oleh petugas linen ke unit masing-
masing pengguna sesuai dengan kebutuhan unit.
f. Penggunaan alat pelindung diri oleh petugas sesuai dengan potensi
risiko selama bekerja dan kepatuhan pelaksanaan kebersihan tangan
oleh petugas.
4. Rumah Sakit Umum Manggelewa menyelenggarakan kegiatan loundry
dengan bekerjasama dengan pihak ketiga/pihak luar
5. Komite PPI melakukan kunjungan/monitoring dan evaluasi pada
pihak luar terkait penanganan linen secara berkala.
Pasal 9
Limbah Infeksius
1. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi melalui pengelolaan limbah
infeksius dengan benar.
2. Rumah sakit menyelenggarakan pengelolaan limbah dengan benar untuk
meminimalkan risiko melalui :
a. Pengelolaan limbah cairan tubuh infeksius
b. Penanganan dan pembuangan darah serta komponen darah
c. Pemulasaraan jenazah
d. Pengelolaan limbah cair
e. Pelaporan pajanan limbah infeksius
3. Pemilahan limbah dimulai dari unit penghasil limbah dan
ditempatkan sesuai dengan jenis limbahnya :
a. Limbah infeksius : limbah yang terkontaminasi darah dan cairan
tubuh yang dimasukkan dalam kantong berwarna kuning. Seperti
sampel laboratorium, limbah patologis, produk darah yang terdiri
dari serum, plasma, trombosit dan lain-lain.
b. Limbah non infeksius : limbah yang tidak terkontaminasi dengan
darah dan cairan tubuh, masuk ke dalam kantong berwarna hitam.
Seperti sampah rumah tangga, sisa makanan dan sampah kantor
c. Limbah benda tajam : limbah yang memiliki permukaan tajam,
dimasukkan dalam wadah tahan tusuk dan air.
d. Limbah cair yang segera dibuang ke tempat pembuangan limbah
cair yang akan mengalir menuju IPAL rumah sakit.
e. Limbah sitostatika : limbah yang dihasilkan oleh kegiatan
pemberian obat-obatan khemoterapi pada pasien yang dimasukkan
dalam wadah berwarna ungu.
f. Limbah farmasi yang dikumpulkan dalam wadah khusus,
pengelolaannya sama dengan limbah infeksius
g. Limbah daur ulang yang berasal dari plabot infus dan jirigen akan
didesinfeksi sebelum di daur ulang.
4. Tempat penampungan limbah infeksius berlambang biohazard, dengan
kriteria :
a. Harus tertutup dan ada label limbah
b. Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
c. Bersih dan dicuci setiap hari
d. Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
e. Kantong plastik diganti jika sudah terisi ¾ penuh.
5. Pengangkutan Limbah meliputi :
a. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli khusus yang kuat
dan tertutup serta mudah dibersihkan.
b. Petugas menggunakan APD saat mengangkut limbah.
c. Pengangkutan limbah dari unit penghasil limbah minimal
dilakukan 2 kali dalam sehari.
d. Pengangkutan limbah benda tajam dilakukan jika wadah limbah
sudah terisi ¾ bagian.
6. Pelaporan pajanan limbahin feksius sesuai dengan regulasi dan
dilaksanakan pemantauan, evaluasi, serta tindaklanjutnya.
7. Rumah sakit menetapkan pengelolaan limbah benda tajam dan jarum
secara aman untuk menurunkan cedera serta mengurangi risiko infeksi
yang meliputi :
a. Semua tahapan proses termasuk identifikasi jenis dan penggunaan
wadah secara tepat, pembuangan wadah dan surveilans proses
pembuangan limbah
b. IPCN melakukan supervisi dan pemantauan terhadap pengelolaan
benda tajam dan jarum sesuai dengan prinsip PPI termasuk yang
dilaksanakan oleh pihak luar rumah sakit.
c. Laporan tertusuk benda tajam habis pakai.
8. Pengolahan Limbah
a. Pengolahan limbah infeksius dan benda tajam diangkut oleh pihak
kedua (badan usaha yang berbadan hukum yang diakui oleh
peraturan perundang-undangan yang berlaku) dilakukan sesuai
dengan perjanjian dengan pihak kedua.
b. Pengolahan limbah daur ulang diangkut oleh pihak kedua (badan
usaha yang berbadan hukum yang diakui oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku) dilakukan sesuai dengan
perjanjian dengan pihak kedua.
c. Pengelolaan limbah non infeksius diangkut oleh pihak kedua (badan
usaha yang berbadan hukum yang diakui oleh peraturan
perundang-undangan yang berlaku) dilakukan sesuai dengan
perjanjian dengan pihak kedua.
9. Pembersihan TPS dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah
ditetapkan.
Pasal 10
Pelayanan Makanan
1. Rumah sakit mengurangi risiko infeksi terkait penyelenggaraan pelayanan
makanan.
2. Pelayanan makanan di RSUD Manggelewa mulai dari pengolahan bahan
makanan (perencanaan bahan makanan, pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, pemorsian, distribusi), sanitasi dapur, makanan, alat
masak, serta alat makan untuk mengurangi risiko infeksi dan
kontaminasi silang.
3. Standar bangunan, fasilitas dapur, dan pantry di RSUD Manggelewa
sesuai dengan peraturan perundangan termasuk bila makanan diambil
dari sumber lain diluar rumah sakit.
4. Pembersihan peralatan pengolahan makanan dan peralatan makan
dilakukan sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
5. Rumah Sakit melaksanakan penyimpanan bahan makanan, pengolahan,
pembagian/pemorsian, dan distribusi makanan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
6. Rumah Sakit melaksanakan penyimpanan makanan dan produk nutrisi
dengan memperhatikan kesehatan lingkungan meliputi sanitasi, suhu,
pencahayaan, kelembaban, ventilasi, dan keamanan untuk mengurangi
risiko infeksi.
7. Komite PPI melakukan monitoring terkait pelayanan makanan secara
berkala.
Pasal 11 Risiko
Pasal 12
Penularan Infeksi
1. Rumah sakit melindungi pasien, pengunjung, dan staf dari penyakit
menular serta melindungi pasien yang mengalami imunitas rendah
(immunocompromised) dari infeksi yang rentan mereka alami :
a. Rumah sakit melindungi pasien yang mengalami imunitas rendah
(immunocompromised) dari infeksi yang rentan mereka alami dengan
menempatkan dalam ruang tersendiri/terpisah, bila tidak ada
ruangan tersendiri maka pasien akan digabung dengan sistem
kohorting.
b. Monitoring penempatan pasien dengan immunocompromised
dilakukan secara berkala.
c. Monitoring terhadap ruang tekanan positif dilakukan secara berkala.
Pasal 13
Kebersihan Tangan
1. Rumah sakit menetapkan regulasi kebersihan tangan yang mencakup
kapan, dimana dan bagaimana melakukan kebersihan tangan serta
ketersediaan fasilitas kebersihan tangan.
2. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas yang ada di RSUD
Manggelewa
3. Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek membersihkan tangan
dengan menggunakan sabun/antiseptik dan air mengalir atau
menggunakan handrub, sesuai dengan panduan kebersihan tangan yang
dikembangkan rumah sakit berdasarkan pedoman internasional (WHO)
maupun pedoman nasional (Kemenkes).
4. Penerapan praktek kebersihan tangan oleh petugas rumah sakit
berpedoman pada 5 moment kebersihan tangan wajib
dilaksanakan (sesuai WHO) dan 6 langkah prosedur kebersihan
tangan.
5. 5 moment kebersihan tangan (five moment hand hygiene) :
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum melakukan tindakan aseptik
c. Setelah terkena cairan tubuh pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
6. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada pasien, keluarga
dan pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses
penerimaan pasien baru terdokumentasi pada rekam medis pasien.
7. Setiap petugas wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang
diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai
prosedur kebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan
berkelanjutan.
8. Komite PPI melakukan monitoring kepatuhan pelaksanaan
kebersihan tangan yang dilakukan setiap harinya oleh IPCLN
terlatih dengan sasaran audit pada :
a. Dokter
b. Perawat dan Bidan
c. Penunjang medis (petugas gizi, petugas lab dan petugas
radiologi)
d. Penunjang non medis (cleaning service)
9. Rumah sakit menetapkan regulasi penggunaan alat pelindung diri,
tempat yang harus menyediakan alat pelindung diri dan pelatihan cara
memakainya.
10. Pengelolaan, perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasi alat
pelindung diri (APD) dilakukan oleh komite PPI bersama Tim K3RS,
Instalasi Farmasi, Unit Pengguna dan Unit pengadaan rumah sakit.
11. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dengan
selalu mengukur potensi risiko spesifik pada setiap kegiatan medik
sehingga tepat, efektif dan efisien.
12. Komite PPI melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan
APD sebagai bahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan
efektivitasnya.
13. Setiap petugas wajib mengikuti pelatihan penggunaan alat pelindung
diri diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan
Pasal 14
Ditetapkan di : Manggelewa
Pada Tanggal :
Direktur
Rumah Sakit Umum Daerah
Manggelewa
DAFTAR ISI
1. BAB I PENDAHULUAN
1
A. Latar Belakang
1
B. Tujuan
2
C. Ruang Lingkup…………………………………
2
D. Batasan Operasional ………………………………………
3
E. Landasan Hukum
4
2. BAB II STANDAR KETENAGAAN
A. Kualifikasi Sdm
5
B. Struktur Organisasi
6
C. Koordinasi/Tatalaksana PPI
11
3. BAB III STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
12
B. Alur Penyediaan Sarana Pendukung Program PPI
14
4. BAB IV TATA LAKSANA PELAYANAN
A. Konsep Dasar Penyakit
15
B. Pelaksanaan PPI Di RS
23
C. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
74
D. Surveilans RS
93
E. Unit Pelayanan Sterilisasi
121
F. Pengelolaan Linen RS
141
G. Pengendalian Lingkungan RS
157
H. Pencegahan Dan Pengendalian Penyakit Infeksi Menular Dan
Pengelolaan Pasien Dengan Penyakit Infeksi Menular
168
I. Pengendalian Resistensi Antimikroba
171
J. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Instalasi Gizi
174
K. Petunjuk PPI Untuk Pengunjung …………………
197
L. Panduan Penilaian Risiko Akibat Dampak
Renovasi/Konstruksi RS
193
M. Kesiapan Menghadapi Pandemi Penyakit Menular
217
N. Pengembangan
SDM……………………………………
220
5. BAB V LOGISTIK
223
6. BAB VI KESEHATAN KARYAWAN, PERLINDUNGAN PETUGAS
KESEHATAN DAN KESELAMATAN KERJA
A. Pajanan Pada Petugas Kesehatan
224
B. Program Kesehatan Pada Petugas Kesehatan
226
7. BAB VII PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN PPI DI RS
A. Angka Kejadian Infeksi RS
227
B. Kepatuhan Petugas Dalam Melakukan Kebersihan Tangan
228
C. Kepatuhan Petugas Dalam Menggunakan Apd Sesuai
Standar
228
D. Pemeriksaan Mikrobiologi
228
E. Pengelolaan Limbah RS
228
F. Angka Kejadian Petugas Terkena Pajanan
228
G. Pemilahan Linen Sesuai Standar
228
8. BAB VII PENUTUP
22
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi merupakan suatu kegiatan manajemen
dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan, serta pembinaan dalam upaya
mencegah terjadinya infeksi di pelayana kesehatan dengan melibatkan seluruh
personil di pelayanan kesehatan.
HAIs (Healthcare Associated Infection) adalah infeksi yang terjadi selama
proses perawatan dirumah sakit atau fasilitas kesehatan lain, dimana pasien
tidak ada infeksi atau dalam masa inkubasi termasuk infeksi didapat dirumah
sakit tapi muncul setelah pasien pulang, juga infeksi pada petugas kesehatan
yang terjadi di pelayanan kesehatan. HAIs merupakan komplikasi yang paling
sering terjadi di pelayanan kesehatan yang menurut CDC terjadi 1.7
milion/tahun dan angka kematiannya mencapai 99.000/tahun.
Infeksi rumah sakit (HAIs) dan infeksi dari pekerjaan merupakan masalah
yang penting di seluruh dunia dan terus meningkat. Umpamanya, tingkat
infeksi nasokomial berkisar dari serendah 1% diberapa Negara di Eropa dan
Amerika sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika sub- Sahara
(Lynch dkk 1997) Angka Infeksi Rumah Sakit terus meningkat (Al Varado,
2000) mencapai sekitar 9% (variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien
rawat inap di rumah sakit seluruh dunia. Hasil survey point prevalensi dari 11
rumah sakit di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jaya dan Rumah
Sakit Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003
didapatkan angka Infeksi Rumah Sakit untuk ILO (Infeksi Luka Operasi)
18,9%, ISK (Infeksi Saluran Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer)
26,4%,
1
Pnemonia 24,5% dan infeksi saluran nafas lain 15,1%, serta infeksi lain 32,1%.
C. Ruang Lingkup
Pedoman ini memberikan panduan bagi petugas kesehatan RSUD Kab.
Dompu dan seluruh unit dalam melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
pada setiap tindakan pelayanan kesehatan.
Ruang lingkup program PPI meliputi penerapan PPI terkait pelayanan
kesehatan (HAIs) berupa langkah yang harus dilakukan untuk mencega
2
terjadinya HAIs (bundles), surveilans HAIs, penerapan kewaspadaan isolasi,
pendidikan dan pelatihan serta penggunaan antimikroba yang bijak. Disamping
itu dilakukan monitoring melalui ICRA, audit dan monitoring lainnya secara
berkala.
D. Batasan Operasional
Batasan operasional dibawah ini merupakan batasan istilah yang dipandang sesuai
dengan kerangka konsep pencegahan dan pengendalian infeksi.
1. Healthcare – Associated Infections (HAIs)
Adalah infeksi yang terjadi pada pasien selama perawatan di RS atau fasilitas
pelayanan kesehatan lain, yang tidak ditemukan dan tidak dalam masa inkubasi
saat pasien masuk RS. Infeksi juga mencakup infeksi yang didapat di RS tetapi
baru muncul setelah keluar RS dan juga infeksi akibat kerja pada tenaga
kesehatan.
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Adalah suatu proses pencegahan serta pengendalian terhadap infeksi tertentu
yang dapat mengurangi insiden terjadinya infeksi (HAIs) baik pada pasien
ataupun pada petugas kesehatan.
3. Kewaspadaan Isolasi
Adalah kewaspadaan yang dirancang untuk mengurangi risiko infeksi
penyakit menular pada petugas kesehatan ataupun pada pasien dengan
menerapkan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
4. Surveilans Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus menerus, dalam
pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik yang dideseminasikan sacara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan,
penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
5. Komite
3
Adalah organisasi PPI yang disusun agar dapat mencapai tujuan dari
penyelenggaraan PPI yang terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.
6. Tim PPI
Adalah organisasi PPI yang berada dibawah Komite PPI, keanggotaannya terdiri
dari ketua (IPCD) Infection Prevention and Control Docter), IPCN (Infection
Prevention and Control Nurse) dan IPCLN (Infection Prevention and Control Link
Nurse).
E. Landasan Hukum
Sebagai acuan dan dasar pertimbangan dalam penyelenggaraan pencegahan dan
pengendalian infeksi di RSUD Manggelewa ini memerlukan peraturan perundang-
undangan pendukung. Beberapa ketentuan perundang-undangan yang digunakan
adalah sebagai berikut :
4
9. Permenkes RI nomor 27/Menkes/SK/VI/2017 tentang Pedoman
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Fasilitas Kesehatan
10. Peraturan Menteri Kesehatan Lingkungan Hidup No 56 tahun 2015 tentang tata
cara dan persyaratan teknis pengelolaan limbah bahan berbahaya dan beracun
dari fasilitas pelayanan kesehatan (berita negeri republik Indonesia tahun 2016
nomor 598)
5
BAB II
STANDAR KETENAGAAN
6
b. Rumah sakit harus memiliki IPCN yang bekerja purna waktu, dengan
ratio 1 IPCN untuk setiap 100-150 tempat tidur di rumah sakit
c. Dalam bekerja IPCN dapat dibantu beberapa IPCLN dari tiap unit,
terutama yang beresiko terjadinya infeksi
d. Masing-msing unit perawatan memiliki IPCLN
e. IPCD/ Infection Prevention and Control Docter dengan kriteria :
1) Ahli/dokter yang mempunyai minat dalam PPI
2) Mengikuti pendidikan dan pelatihan dasar PPI
3) Memiliki kemampuan leadership
f. IPCN (Infection Prevention and Control Nurse), dengan kriteria :
7
B. Struktur Organisasi Komite PPI
DIREKTUR
dr. Laela Soraya
KETUA PPI
dr. Nurrahmawati
IPCN
St. Ramlah S.Kep.Ns
8
1. Uraian Tugas
a. Direktur RSUD Manggelewa
1) Membentuk komite dan tim PPIRS dengan surat keputusan
2) Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya PPI
3) Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan
prasarana termasuk anggaran yang dibutuhkan.
4) Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nasokomial
5) Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian
infeksi nasokomial berdasarkan saran dari komite/tim PPIRS
6) Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotika yang rasional dan
desinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari tim PPIRS
9
7) Mengesahkan SPO untuk PPIRS
8) Dapat menutup suatu unit perawatan atau instansi yang dianggap
potensial menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan
berdasarkan saran dari tim PPIRS
9) Memfasilitasi pemeriksaan kesehatan petugas difasilitas pelayanan kese
hatan, terutama bagi petugas yang berisiko tertular infeksi minimal 1
tahun sekali, dianjurkan 6 bulan sekali.
b. Komite PPI
1) Komite PPI terdiri dari :
a) Ketua PPI yaitu dokter IPCD / Infection Prevention and Control Docter
b) Sekretaris PPI yaitu perawat IPCN / Infection Prevention and Control Nurse
c) Anggota yang terdiri dari : dokter dari tiap KSM, Tim DOTs, Tim HIV,
laboratorium, farmasi, perawat PPI/IPCN, unit pelayanan
sterilisasi, Laundry, Petugas Gizi, House Keeping, K3, instalasi
pemeliharaan rumah sakit/rumga, petugas kamar jenazah.
2) Tugas dan Tanggung Jawab Komite PPI secara umum :
10
h) Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan
dan pengendalian infeksi
i) Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan rumah sakit tentang PPI
j) Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman
bagi yang menggunakan
Tugas IPCD
12
h) Turut membantu semua petugas kesehatan untuk memahami
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Tugas dari IPCN
13
Tugas IPCLN
a) Mencatat data surveilans setiap pasien di unit rawat inap masing-masing
b) Memberikan motivasi dan mengingatkan tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan diunit
rawatnya masing-masing
c) Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
kewaspadaan isolasi.
d) Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya Infeksi Rumah
Sakit pada pasien
e) Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan
bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang
harus dijalankan bila belum paham
f) Memantau pelaksanaan penyuluhan bagi pasien, keluarga dan pengunjung
dan konsultasi prosedur yang harus dilaksanakan.
Tugas Anggota Lainnya :
a) Bertanggung jawab kepada ketua komite PPI dan berkoordinasi dengan unit
terkait lainnya dalam penerapan PPI
b) Memberikan masukan pada regulasi PPI
14
unit kerjanya dengan sepengetahuan kepala unit kerjanya, melaporkan secara
lisan dan tertulis kepada sekretaris PPI/IPCN yang kemudian akan dilaporkan
ke ketua komite PPI untuk ditindak lanjuti.
3. Tata laksana PPI di unit-unit terkait seperti : pelayanan sterilisasi, linen
dan laundry, pelayanan gizi, pengelolaan limbah dan air bersih, pemeliharaan
mesin pendingin, mengacu pada prosedur kerja di unit masing-masing, dan
apabila terjadi peyimpangan hasil dari pelaksanaan program PPI, koordinator
dari unit terkait melaporkan hasil tersebut kepada perawat PPI / IPCN
4. Hasil pelaksanaan tugas beserta evaluasi, rekomendasi dan tindak
lanjutnya dilaporkan kepada direktur melalui tim quality assurence
15
BAB III
STANDAR FASILITAS
A. Standar Fasilitas
Agar kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi di RSUD Manggelewa
dapat berjalan optimal, maka perlu didukung dengan sarana dan prasarana yang
mendukung pelaksanaan program pencegahan dan pengendalian infeksi
diantaranya :
1. Ruang PPI
Ruang PPI diperuntukkan untuk penyimpanan dokumentasi terkait
pelaksanaan program PPI. Sarana yang ada di ruang PPI terdiri dari :
a. 1 buah meja
b. 2 buah kursi
c. 1 buah pesawat telephone
d. 1 buah rak buku
e. 1 buah laptop
f. 1 buah printer
g. 1 buah tempat sampah
2. Sarana Cuci Tangan
Sarana untuk mencuci tangan yang disediakan terdiri dari :
16
c. Tempat sampah benda tajam
d. Tempat sampah organic dan non organic untuk di halaman
rumah sakit
4. Plastik
Plastik yang disediakan ini digunakan untuk mengumpulkan sampah
sesuai dengan katagorinya serta untuk pengumpulan linen kotor. Adapun
plastik yang disediakan adalah plastik yang berwarna kuning dan plastik
yang berwarna hitam
b. APD untuk memberikan pelayanan pada pasien infeksi menular yang terdiri
dari :
1) Masker N95
2) Masker bedah
3) Gaun
17
f. APD untuk pelayanan gizi terdiri dari
18
1) Sarung tangan
2) Celemek
3) Tutup kepala
4) Sepatu / sandal yang tertutup bagian depan
6. Tempat Pembuangan Sampah Sementara
Di RSUD Manggelewa memiliki tempat pembuangan sampah sementara
yang terdiri dari :
a. Tempat sampah infeksius
b. Tempat sampah non infeksius
c. Tempat sampah organic
d. Tempat sampah B3
19
BAB IV
TATA LAKSANA PELAYANAN
20
1. Beberapa Batasan / Definisi
a. Infeksi :merupakan suatu keadaan yang disebabkan oleh mikroorganisme
patogen, dengan/tanpa disertai gejala klinik. Infeksi terkait pelayanan
kesehatan HAIs merupakan infeksi yang terjadi pada pasien selama
perawatan di rumah sakit dimana ketika pasien masuk tidak ada tanda infeksi
dan tidak dalam masa inkubasi, termasuk infeksi dalam rumah sakit tapi
muncul setelah pasien pulang, juga infeksi karena pekerjaan pada petugas
rumah sakit dan tenaga kesehatan terkait proses pelayanan kesehatan di
rumah sakit.
2. Rantai Infeksi (chain of infection)
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu
mengetahui rantai penularan. Kejadian infeksi dapat disebabkan oleh 6
komponen rantai penularan, apabila satu mata rantai dihilangkan atau dirusak,
maka infeksi dapat dicegah atau dihentikan. Komponen yang diperlukan
sehingga terjadi penularan tersebut adalah :
a. Agen infeksi adalah mikroorganisme yang dapat menyebabkan infeksi.
Pada manusia agen infeksi dapat berupa bakteri, virus, ricketsia, jamur dan
parasit. Ada tiga factor pada agen penyebab yang mempengeruhi terjadinya
infeksi yaitu : patogenitas, virulensi dan jumlah. Makin cepat diketahui agen
infeksi dengan pemeriksaan klinis atau laboratorium mikrobiologi, semakin
cepat pula upaya pencegahan dan penanggulangan bias dilaksanakan.
b. Reservoir atau tempat dimana agen hidup, tumbuh, berkembangbiak,
dan siap ditularkan kepada orang. Reservoir yang paling umum adalah manusia,
binatang, tumbuh-tumbuhan, alatmedis, tanah, air dan bahan – bahan
organic lainnya. Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lender saluran
pernafasan atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan dari mana agen infeksi
meninggalkan reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernafasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, kulit dan membrane mukosa,
transplasenta dan darah serta cairan tubuh lainnya
21
d. Metode Transmisi (cara penularan) adalah metode transport
mikroorganisme dari wadah/reservoir kepenjamu yang rentan. Ada
beberapa metode penularan yaitu : (1) kontak langsung atau tidak
langsung, (2) droplet, (3) airborne, (4) melalui venikulum, (5) melalui
vektor (biasanya serangga dan binatang pengerat).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
penjamu (yang suseptibel). Pintu masuk bias melalui saluran pernapasan,
pencernaan, saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak
utuh.
f. Penjamu rentan (susceptiblehost) yang suseptibel adalah orang yang
tidak memiliki daya tahan tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi
serta mencegah terjadinya infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat
mempengaruhi adalah umur, status gizi, status imunisasi, penyakit kronis,
luka bakar yang luas, trauma atau pembedahan, pengobatan atau
immunosuresan,. Factor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis
kelamin, rasa tau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan
herediter.
3. Jenis dan factor risiko infeksi terkait pelayanan kesehatan meliputi :
22
c) Intubasi pernafasan : meningkatkan kejadian VAP (Ventilation Acuired
Pneumonia)
d) Kanula vena dan arteri ; menimbulkan ILI ( infeksiluka infuse) /
blood stream infection “BSI”
e) Luka bakar atau trauma
f) Implantasi benda asing : pemakaian mesh pada operasi hernia, pemakaian
implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung, “cerebrospinal
fluid shunts” dan “valvular/vascular prostheses”
g) Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotika yang tidak bijak
dapat menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya
bakteri resisten terhadap berbagai antimikroba.
4. Strategi Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Terdiri Dari ;
a. Peningkatan daya tahan penjamu. Daya tahan penjamu dapat meningkat
dengan pemberian imunisasi aktif contoh vaksinasi Hepatitis B atau
pemberian imunisasi pasif (immunoglobulin). Promosi kesehatan secara
umum termasuk nutrisi yang adekuat akan meningkatkan daya tahan tubuh
b. Inaktivitas agen penyebab infeksi. Inaktivitas agen infeksi dapat dilakukan
dengan metode fisik maupun kimiawi. Contoh metode fisik adalah
pemanasan (pasteurisasi atau sterilisasi) dan memasak makanan seperlunya.
Metode kimiawi termasuk klorinasi air, disinfeksi
c. Memutus rantai penularan. Hal ini merupakan cara yang paling mudah
untuk mencegah penularan penyakit infeksi, tetapi hasilnya sangat
bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan prosedur yang
telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam suatu
kewaspadaan isolasi .
d. Tindakan pencegahan paska pajanan terhadap petugas kesehatan. Hal
ini terutama berkaitan dengan pencegahan agen infeksi yang ditularkan melalui
darah dan cairan tubuhl ainnya, yang sering terjadi karena luka tususk jarum
bekas pakai atau pajanan lainnya. Penyakit yang perlu mendapat perhatian
adalah hepatitis B, hepatitis C dan HIV.
23
5. Fakta – Fakta Penting Penyakit Menular
Fakta-fakta mengenai beberapa penyakit menular yang perlu diketahui.
Sebagai illustrasi akan dibahas beberapa penyakit yang mewakili cara penularan
yang berbeda dan dapat menimbulkan dampak yang sangat penting bagi
kesehatan masyarakat. Dengan memahami fakta-fakta penyakit tersebut,
khususnya tentang cara penularannya diharapkan dapat mempraktekan cara
pencegahannya.
a. Influenza
Influenza adalah penyakit virus akut yang menyerang saluran pernafasan,
ditandai demam, sakit kepala, mialgia, coryza,lesu dan batuk. Penyebabnya
adalah Virus influenza A, B dan C, Tipe A terdiri dari banyak subtype terkait
dengan potensi terjadinya kejadian luar biasa (KLB) atau epidemic/
pendemi. Ada subtype yang menyerang unggas dan mamalia. Bila
terjadipercampuranantara dua subtype dapat terjadi subtype baru yang sangat
virulen dan mudah menular serta berpotensi menyebabkan pandemic.
1) Epidemologi
Influenza dapat ditemukan diseluruh dunia terutama pada musim
penghujan di wilayah 2 musim dan pada musim dingin diwilayah 4
musim biasa terjadi epidemic tahunan berulang yang disebabkan oleh
virus yang mengalami “antigenic drift”, namun dapat terjadi pandemic
global akibat virus yang mengalami “antigenic shift”. Cara penularan
melalui udara atau kontak langsung dengan bahan yang terkontaminasi.
Masa inkubasi biasanya 1-3 hari. Gejala klinis yang ditampakkan adalah
gejala influenza yang umum adalah demam, nyeriotot dan malise. Biasanya
influenza akan sembuh sendiri dalam beberapa hari. Masa penularan
mungkin dapat berlangsung selama 3-5 hari sejak timbulnya gejala klinis,
pada anak muda bias sampai 7 hari. Kerentanan dan kekebalan infeksi
serta vaksinasi menimbulkan kekebalan terhadap virus spesifik. Lamanya
antibody bertahan
24
paska infeksi dan luasnya spectrum kekebalan tergantung tingkat perubahan
antigen dan banyaknya infeksi sebelumnya.
2) Cara pencegahan
(a) Menjaga kebersihan perorangan terutama melalui pencegahan
penulanran melalui batuk, bersin dan kontak tidak langsung melalui
tangan dan selaput lender saluran pernafasan
(b) Vaksinasi menggunakan virus inaktif dapat memberikan 70-80%
perlindungan pada orang dewasa muda apabila antigen dalam vaksin
sama atau mirip dengan starin virus yang sedang musim. Pada orang
usia lanjut vaksinasi dapat mengurangi beratnya penyakit, kejadian
kompliaksi dan kematian.
(d)Isolasi umumnya tidak dilakukan karena tidak praktis. Pada saat epidemic
isolasi perlu dilakukan terhadap pasien dengan cara menempatakan mereka
secara kohort.
b. HIV-AIDS
AIDS merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebakan penurunan
kekebalan tubuh akibat terserang virus human Immunideficiency Virus (HIV).
Penyebabnya Human Immunodeficiency Virus, sejenis retrovirus yang terdiri atas 2
tipe : tipe 1 (HIV-1) dan tipe 2 (HIV-2).
Cara penularan HIV menular dari orang ke orang melalui kontak seksual
yang tidak dilindungi baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum
suntik yang terkontaminasi, kontak kulit yang lecet
25
dengan bahan infeksius, tranasfusi darah atau komponenya yang terinfeksi,
transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15-35 % bayi yang lahir dari ibu yang
HIV (+) terinfeksi melalui placenta dan hamper 50% bayi yang disusui oleh ibu
yang HIV (+) dapat tertular. Penularan juga dapat terjadi pada petugas
kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang mengandung darah yang terinfeksi.
1) Cara pencegahan Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa
perlindungan, menghindari penggunaan alat suntik bergantian, melakukan
praktek transfuse dan donor organ yang aman serta praktek medis dan prosedur
laboratorium yang memenuhi standart.
26
Profilaksis paska pajanan
c. Tuberkulosis
Penyebab Tuberculosis (TB) disebabkan oleh kuman atau basil tahan asam
(BTA) yakni Mycobacterium Tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena
sinar matahari langsung, terapi dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat
yang lembab dan gelap. Beberapa jenis Mycobacterium lain juga dapat
menyebabkan penyakit pada manusia (Matipik). Hamper
27
semua orang tubuh dapat diserang bakteri ini seperti kulit, kelenjar, otak, ginjal,
tulang dan paling sering paru.
Masa inkubasi sejak masuknya kuman hingga timbul gejala adanya lesi primer
atau reaksites tuberculosis positif memerlukan waktu antara 2-10 minggu.
Resiko menjadi TB paru (Breakdown) dan TB ektrapulmoner progresif setelah
infeksi primer umumnya terjadi pada tahun pertama dan kedua. Infeksi laten
bias berlangsung seumur hidup pada pasien dengan imun deficiency seperti
HIV, masa inkubasi bias lebih pendek.
28
dengan “persistent AFB postife” dapat menjadi sumber penularan sampai waktu
lama. Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan,
virulen sikuman, terjadinya aerosilisasiwkatu batuk atau bersin dan tindakan
medis berisiko tinggi seperti intubasi, bronkoskopi.
Gejala klinis penyakit TB paru yang utama adalah batuk terus menerus
disertai dahak selama 3 minggu atau lebih, batuk berdarah, sesak nafas, nyeri
dada, badan lemah, sering demam, nafsu makan menurun dan penurunan BB.
1) Pengobatan
a) Pengobatans pesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT),
dengan metode DOTS (Directly Observed Treatment Shortcourse),
pengobatan dengan regimen jangka pendek dibawah pengawasan langsung
pengawas minum obat (PMO).
2) Cara pencegahan
a) Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sumber penularan
29
d) Di Negara maju dengan prevalensi TB rendah, setiap pasien TB paru BTA
positifd tempatkan dalam ruang khusus bertekanan negative. Setiap orang
yang kontak diharuskan memakai perlindungan pernafasan yang dapat
menyaring partikel yang berukuran submicron.
30
menerapkan kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi. Kewaspadaan ini
dalam PPI rutin dan harus diterapkan juga terhadap semua pasien di
semua fasilitas kesehatan.
Kewaspadaan standar meliputi : kebersihan tangan, alat pelindung
diri, peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, Pemrosesan
peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, etika
batuk, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi.
2. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
Infeksi Rumah Sakit yang sekarang disebut sebagai infeksi berkaitan dengan
pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan (HAIs) dan infeksi yang didapat
dari pekerjaan merupakan masalah penting diseluruh dunia yang terus
meningkat (Alvrado 2000). Di Indonesia telah dikeluarkan Surat
Keputusan Menkes No 27/Menkes/ SK/VI/2017 tentang pelaksanaan
pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai
upaya untuk memutuskan siklus penularan penyakit dan melindungi pasien,
petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat yang menerima pelayanan
kesehatan, baik dirumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
Sedangkan petugas kesehatan termasuk petugas pendukung seperti petugas
laboratorium, rumah tangga, unit pelayanan sterilisasi, pembuang sampah
dan lainnya juga terpajan pada resiko besar terhadap infeksi. Petugas
kesehatan harus memahami, mematuhi, dan menerapkan kewaspadaan isolasi
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
b. Kewaspadaan standar
Kewaspadaan yang terpenting, dirancang untuk diterapkan secara
rutin dalam perawatan seluruh pasien di RS dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya, baik terdiagnosis infeksi, diduga infeksi atau
kolonisasi. Tenaga kesehatan seperti petugas laboratorium, rumah tangga,
unit pelayanan sterilisasi, pembuang sampah dan yang lainnya berisiko
besar terinfeksi. Oleh sebab itu
31
penting sekali pemahaman dan kepatuhan petugas untuk menerapkan
kewaspadaan standar agar tidak terinfeksi. Kewaspadaan ini dalam PPI
rutin dan harus diterapkan juga terhadap semua pasien di semua fasilitas
kesehatan.
Kewaspadaan standar meliputi : kebersihan tangan, alat pelindung
diri, peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, Pemrosesan
peralatan pasien dan penatalaksanaan linen, kesehatan karyawan, etika
batuk, praktek menyuntik yang aman dan praktek untuk lumbal punksi.
1) Kebersihan tangan
Faktor penyebab infeksi nasokomial dari pasien maupun luar
tubuh pasien, walaupun tidak semua dapat dicegah, namun dengan
beberapa strategi HAIs (Healthcare Associated Infections) dapat dicegah
seperti dengan melakukan tehnik kebersihan tangan yang baik dan
benar.
a) Pengertian
Kebersihan tangan adalah suatu prosedur tindakan membersihkan
tangan dengan menggunakan sabun/ antiseptik dibawah air
mengalir atau dengan menggunakan handrub berbasis alkohol.
32
b) Tujuan
Tujuan dari kebersihan tangan ini adalah untuk menghilangkan
kotoran dari kulit secara mekanis dan mengurangi jumlah
mikroorganisme sementara.
c) Tehnik kebersihan tangan
Sebelum melakukan kebersihan tangan pastikan perhiasan pada
tangan tidak dipakai karena berdasarkan penelitian kulit dibawah
perhiasan merupakan tempat kolonisasi yang berat dan sulit
dibersihkan/dekontaminasi.
Kebersihan tangan dapat dilakukan dengan 2 cara menurut WHO
yaitu :
d) Cara mencuci tangan dengan sabun dan air.
Caranya yaitu :
● Basuh tangan dengan air, tuangkan sabun secukupnya,
ratakan dengan kedua telapak tangan.
● Gosok punggung dan sela-sela jari tangan kiri dengan
tangan kanan dan sebaliknya.
● Gosok kedua telapak dan sela-sela jari
● Jari-jari sisi dalam dari kedua tangan saling mengunci
● Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan
kanan dan lakukan sebaliknya.
● Gosokkan dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan
ditelapak tangan kiri dan sebaliknya.
Setelah enam langkah tersebut :
33
kertas/handuk tangan sekali pakai. Tissue tersebut
harus tetap dalam kondisi bersih,tidak terkontaminasi
34
Lakukan dalam waktu 20-30 detik setelah kering kedua tangan anda kini
aman.
35
f) Hal – hal penting dalam kebersihan tangan
(1) Tidak boleh menambahkan sabun cair/antiseptik sebelum habis
benar. sebelum mengisi bersihkan dispenser hingga bersih dan kering
(2) Pilih sabun antiseptik yang bersifat rendah iritatif
(3) Setelah melakukan kebersihan tangan tidak menyentuh permukaan
lingkungan sebelum melakukan tindakan.
(4) Bila tangan tidak tampak kotor, lakukan kebersihan tangan dengan
handrub berbasis alkohol, jika tangan tampak kotor lakukan kebersihan
tangan dengan sabun atau antiseptik dan air mengalir.
(5) Jaga kuku selalu pendek dan bersih. Penelitian membuktikan bahwa
daerah dibawah kuku mengandung jumlah mikroba tertinggi (McGinley,
Larson dan Leydon 1988). Beberapa penelitian baru-baru ini telah
memperlihatkan kuku yang panjang dapat berperan sebagai reservoar untuk
bakteri gram negative(P. Aeroginosa), jamur dan patogen lain
(Hedderwick et al.2000). kuku panjang, baik yang alami maupun buatan
lebih mudah melubangi sarung tangan (Olsen et al.1993). Oleh karena itu,
kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3mm melebihi ujung jari.
(6) Jangan memakai perhiasan, kuku palsu dan kutek.
(7) Jangan mencuci sarung tangan saat menggunakan diantara pasien.
(8) Tidak dianjurkan pakai handuk pakai ulang dan tisu rol.
(9) Bila pakai sabun batang: kecil dan wadah berlubang dibawah,
dianjurkan sabun cair.
g) Waktu melakukan kebersihan tangan
(1) Segera setelah tiba di rumah sakit
(2) Sebelum : kontak langsung dengan pasien
Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan
invasif
Menyediakan dan mempersiapkan obat-obatan Mempersiapkan
makanan
Memberi makan pasien
36
Meninggalkan rumah sakit
(3) Diantara prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan
terkontaminasi, untuk menghindari kontaminasi silang.
(4) Setelah : kontak dengan pasien
Melepas sarung tangan
Melepas sarung tangan Melepas
alat pelindung diri
Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, eksresi, eksudat luka dan
peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah,
cairan tubuh, eksresi.
Menggunakan toilet, menyentuh hidung / melap hidung dengan tangan
(2) Sabun
Produk-produk pembersih (batang, cair, bubuk) yang menurunkan tegangan
permukaan kulit sehingga membantu melepaskan kotoran. Sabun biasa perlu
gosokan untuk melepaskan kotoran. Sabun antiseptik selain melepaskan juga
membunuh atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme.Saat ini sabun
yang dianjurkan untuk kebersihan tangan yaitu sabun cair.
37
ini cepat dan mudah digunakan serta menghasilkan penurunan jumlah flora
tangan awal yang lebih besar. Handrub antiseptik juga berisi emolien seperti
gliserin, glisol propelin atau sorbitol yang melindungi dan melembutkan
kulit.
38
Flora Residen sangat kecil kemungkinan terkait dengan penyakit
infeksi yang menular melalui udara. Tangan dan kuku dari petugas kesehatan
dapat terkolonisasi pada lapisan dalam oleh organisme yang menyebabkan
infeksi seperti S. Aureus, batang gram negatif atau ragi
b) Tujuan
Adapun tujuan dari penggunaan APD adalah untuk melindungi kulit dan
selaput lendir petugas dari resiko pajanan darah, sekret, eksreta, kulit yang
tidak utuh dan selaput lendir pasien.
39
(2) Lepas dan ganti bila perlu segala perlengkapan APD yang dapat digunakan
kembali yang sudah rusak atau sobek segera setelah mengetahui APD
tersebut tidak berfungsi optimal
(3) Lepaskan APD sesegera mungkin setelah selesai memberikan pelayanan dan
hindari
(4) Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera membersihkan
tangan.
d) Jenis – jenis APD
(1) Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas
kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling
penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti
antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk
menghindari kontaminasi silang.
(a) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya untuk sarung
tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai dengan ukuran tangan dapat
mengganggu keterampilan dan mudah robek
(b) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan resiko sarung tangan robek
(c) Tarik sarung tangan keatas manset gaun untuk melindungi pergelangan
tangan
(d) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung lemak) untuk
mencegah kulit tangan kering/berkerut
(e) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak karena akan merusak
sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa dari lateks
(f) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung parfum karena
dapat menyebabkan iritasi pada kulit
(g) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang terlalu panas
atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar matahari langsung, didekat
pemanas, AC, cahaya ultraviolet, cahaya fluoresen atau mesin rontgen, karena
dapat merusak bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektivitasnya
sebagai pelindung.
(h) Cuci tangan sebelum memakai dan sesudah melepaskan sarung tangan.
(i) Gunakan sarung tangan berbeda untuk setiap pasien.
(j) Jangan mencuci sarung tangan untuk tujuan dipakai kembali.
41
(k) Ganti sarung tangan selama perawatan pasien jika tangan berpindah dari
daerah yang terkontaminasi kearah badan yang bersih.
(a) Masker
Masker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah
dagu dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas bedah
berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan
tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan. Bila masker
tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut tidak efektif
untuk mencegah kedua hal tersebut.
Masker yang ada, terbuat dari berbagai bahan seperti katun ringan,
kain kasa, kertas dan bahan sintetik yang beberapa diantaranya tahan cairan.
Masker yang dibuat dari katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat
menahan cairan atau efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan
sintetik dapat memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar
(5µm) yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada di dekat
pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak
dirancang untuk benar-benar menutup pas secara erat (menempel sepenuhnya
pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya. Dengan
demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang dihisap
dan tidak dapat direkomendasikan untuk tujuan tersebut.
42
mukosa dari petugas kesehatan. Masker dengan efisien tinggi merupakan
jenis masker khusus yang direkomendasikan, bila penyaringan udara dianggap
penting misalnya pada perawatan seorang yang telah diketahui atau
dicurigai menderita flu burung/SARS. Masker dengan efisiensi tinggi
misalnya N-95 melindungi dari partikel dengan ukuran < 5 mikron yang
dibawa oleh udara. Pelindung ini terdiri dari banyak lapisan bahan penyaring
dan harus dapat menempel dengan erat pada wajah tanpa ada kebocoran.
Dilain pihak pelindung ini juga lebih mengganggu pernafasan dan lebih
mahal dari pada masker bedah. Sebelum petugas menggunakan masker N-95
perlu dilakukan fit test pada setiap pemakaiannya. Ketika sedang merawat
pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita penyakit menular
melalui airborne maupun droplet, petugas harus menggunakan masker efisiensi
tinggi.
o Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat apakah
lapisan utuh atau tidak cacat. Jika bahan penyaring rusak atau kotor, buang
masker etrsebut. Selain itu masker yang adad keretakan, terkikis, terpotong
atau terlipat pada sisi dalam masker, juga tidak dapat digunakan
o Memeriksa tali-tali masker untuk memastikan tidak terpotong atau rusak.
Tali harus menempel dengan baik disemua titik sambungan
o Memastikan bahwa klip hidung yang terbuat dari logam (jika ada) berada
pada tempetnya dan berfungsi dengan baik.
43
(b) Alat Pelindung Mata
Melindungi petugas dari percikan darah atau cairan tubuh lain dengan cara
melindungi mata. Pelindung mata mencakup kacamata (goggles) plastic bening,
kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata
dengan lensa polos juga dapat digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan
pelindung pada pagian sisi mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker
dan pelindung mata atau pelindung wajah jika melakukan tugas yang
memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak sengaja kea rah wajah. Bila
tidak tersedia pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata
pelindung atau kacamata biasa serta masker.
(3) Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan kulit dan
rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan serta mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada dirambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-alat
daerah steril. Topi harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun
topi dapat memberikan semua perlindungan pada pasien tetpai tujuan utamanya
adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
44
menderita penyakit menular melalui droplet/airborne. Pemakaian gaun
pelindung terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan
dari sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus mengenakan gaun
pelindung setiap memasuki ruangan untuk merawat pasien karena ada
kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan tubuh, sekresi atau
ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung lengan gaun sepenuhnya.
Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan
bahwa pakaian dan kulit tidak kontak dengan bagian yang potensial tercema, lalu
cuci tangan segera untuk mencegah berpindahnya organism.
(5) Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik merupakan penghalang tahan air
untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan. Petugas kesehatan
harus mengenakan apron di bawah gaun penutup ketika melakukan perawatan
langsung pada pasien, membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana
ada resiko tumpahan darah, cairan tubuh, atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien mengenai
baju dan kulit petugas kesehatan.
45
(6) Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau benda
berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Oleh karena itu,
sandal, sandal jepit, atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain) tidak boleh
dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutupmemberikan lebih banyak
perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah atau
tumpahan cairan tubuh lain. Penutup sepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih.
46
o Bahwa bagian luar goggle atau perisai wajah telah terkontaminasi
o Untuk melepasnya, pegang karet atau gagang goggle
o Letakkan diwadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau dalam
tempat yang telah ditentukan
(4) Sarung tangan
Tarik sarung tangan hingga menutupi bagian pergelangan tangan Saat
melepas sarung tangan ingatlah:
f) Pelepasan APD
Langkah – langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut :
(1) Lepaskan sepasang sarung tangan
(2) Lakukan kebersihan tangan
(3) Lepaskan apron
(4) Lepaskan perisai wajah (goggle)
(5) Lepaskan gaun bagian luar
(6) Lepaskan penutup kepala
(7) Lepaskan masker
(8) Lepaskan pelindung kaki
(9) Lakukan kebersihan tangan
47
IDENTIFIKASI PEMAKAIAN ALAT PELINDUNG DIRI
Gaun
Mask er
Jenis Sarung / Kaca Sepat u
AREA Topi
Tindakan Tangan Apro n Mata bot
48
Melakukan Yabilai Tidak Tida Tida Tida Tidak
penyuntikan njeksi k k k
IV
langsu
ng
Memasang Ya Tidak Tida Tida Tida Tidak
dawer (steril) k k k
Kateter
Melap Ya Tidak Tida Tida Tida Tidak
alat-alat k k k
pasien
Intubasi Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
(steril)
Pemasangan Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
CVL
Membersihk Ya Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
an peralatan
habis pakai
Transportasi Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
pasien
pasien
infeksi
Airborne
VK Pertolongan Ya / Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
persalinan steril
Lingkung Pembersiha Ya Tida Tidak Tidak Tidak Tidak
an n lingkungan (sarun k
g
49
tanga n
ruma
h
tangg
a)
50
tangg
a)
Dapur Pengolahan Ya Tida Ya Tid Ya Tida
& Penyajian k ak k
Makanan
51
LANGKAH-LANGKAH MENGENAKAN ALAT PELINDUNG DIRI
52
LANGKAH-LANGKAH MELEPASKAN ALAT PELINDUNG DIRI
53
54
55
3) Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien
56
Pada tahun 1968 Spaulding mengusulkan tiga kategori risiko yang berpotensi
infeksi untuk menjadi dasar pemilihan praktik atau proses pencegahan yang
akan digunakan (seperti sterilisasi peralatan medis, sarung tangan dan peralatan
lainnya) sewaktu merawat pasien. Katagori peralatan menurut Spaulding adalah
sebagai berikut:
a) Kritikal
Bahan dan praktik ini berkaitan dengan jaringan sterilatau system darah
sehingga merupakan risiko infeksi tingkat tertinggi. Kegagalan manajemen
sterilisasi dapat mengakibatkan infeksi yang serius dan fatal.
b) Semikritikal
Bahan dan praktik ini merupakan terpenting kedua setelah kritikal yang
berkaitan dengan mukosa dan area kecil dikulit yang lecet. Pengelola perlu
mengetahui dan memiliki ketrampilan dalam penanganan peralatan invasive,
pemrosesan alat, desinfeksi tingkat tinggi (DTT), pemakaian sarung tangan
bagi petugas yang menyentuh mukosa atau kulit tidak utuh.
c) Non – Kritikal
Pengelolaan peralatan / bahan dan praktik yang berhubungan dengan kulit
utuh yang merupakan risiko terendah. Walaupun demikian, pengelolaan yang
buruk pada bahan dan peralatan non kritikal akan dapat menghabiskan
sumberdaya dengan manfaat yang terbatas (contohnya sarung tangan steril
digunakan untuk setiap kali memegang tempat sampah atau memindahkan
sampah).
Dalam dekontaminasi peralatan perawatan pasien dilakukan penatalaksanaan
peralatan bekas pakai perawatan pasien yang terkontaminasi darah atau
cairantubuh (pre-cleaning, cleaning, disinfeksi dan sterilisasi) sesuai dengan
standar prosedur operasional (SPO) sebagai berikut :
(1) Rendam peralatan bekas pakai dalam air dan desinfektan lalu dibersihkan
dengan air mengalir sebelum disterilisasi.
57
(2) Peralatan yang telah dipakai untuk pasien infeksius harus
didekontaminasi terlebih dahulu sebelum digunakan oleh pasien yang
lainnya.
(3) Pastikan peralatan sekali pakai dibuang dan dimusnahkan sesuai dengan
prinsip pembuangan sampah dan limbah yang benar. Hal ini juga berlaku
untu kalat yang dipakai berulang, jika akan dibuang.
(4) Untuk alat bekas pakai yang akan dipakai ulang, setelah dibersihkan
dengan menggunakan spons, di DTT dengan klorin 0,5% selama 10 menit.
(5) Peralatan non kritikal yang terkontaminasi, dapat didesinfeksi
menggunakan alcohol 70%. Peralatan semikritikal didesinfeksi atau
disterilisasi, sedangkan peralatan kritikal harus didesinfeksi dan
disterilisasi.
(6) Untuk peralatan yang besar seperti USG dan X-Ray, dapat
didekontaminasi permukaannya setelah digunakan di ruang isolasi.
58
ALUR DEKONTAMINASI PERALATAN PASIEN
Keterangan alur :
a) Pembersihan awal (pre-cleaning) : proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi
HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tetapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi.
b) Pembersihan : proses yang secarafisik membuang semua kotoran, darah, atau
cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit
atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci
sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan
59
air atau menggunakan enzim, membilas dengan air bersih dan mengeringkan.
Jangan menggunakan pembersih yang bersifat mengkikis, misalnya Vim ® atau
Comet ® atau serat baja atau baja berlubang, karena produk-produk ini bias
menyebabkan goresan. Goresan ini kemudian menjadi saran gmikroorganisme
yang membuat proses pembersihan menjadi lebih sulit serta meningkatkan
pembentukan karat.
c) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT) : proses menghilangkan semuamikroorganisme,
kecuali beberapa endospora bacterial dariobjek, dengan merebus, menguapkan
atau memakai disinfektan kimiawi.
d) Sterilisasi adalah suatu proses menghilangkan semua mikroorganisme (bacteria,
virus, fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panaskering (oven), sterilisasi kimiawi atau radiasi.
4) Pengelolaan Linen
Tangani linen yang sudah digunakan dengan hati-hati dengan menggunakan
APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur. Risiko terpajan atau
mendapatkan ISPA akibat membawa linen yang sudahdigunakan relative kecil.
Namun demikian membawa linen yang sudah digunakan harus dilakukan
dengan hati-hati. Kehati-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan APD
yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai dengan pedoman
kewaspadaan standar.
Prinsip Umum
a) Fasilitas pelayanan kesehatan harus membuat SPO penatalaksanaan linen.
Prosedur penanganan, pengangkutan dan distribusi linen harusjelas, aman
dan memenuhi kebutuhan pelayanan.
b) Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan kedalam kantong atau
wadah yang tidak rusak saat diangkut.
c) Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan
rumah tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup)
60
d) Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan
tubuh, pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya.
e) Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi keudara
dan petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
dibungkus dan dimasukkan kedalam kantong kuning di lokasi
penggunaannya dan tidak boleh disortir atau dicuci dimana linen dipakai
f) Linen yang terkontaminasi dengan darah/cairan tubuh lainnya harus
dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut secarahati-hati agar
tidak terjadi kebocoran
g) Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces kespoelhoek/toilet dan
segera tempatkan linen terkontaminasi kedalam kantong kuning.
Pastikan kantong tidak bocor, kantong tidak perlu ganda
h) Pastikan alur linen kotor dan linen bersih terpisah
i) Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya
langsung masuk mesincuci yang segera diberi disinfektan
j) Untuk menghilangakan cairan tubuh yang infeksius pada linen dapat
dilakukan dengan dua tahap yaitu : menggunakan detergen dan selanjutnya
dengan natrium hipoklorit (klorin) 0,5%. Apabila dilakukan perendaman
harus diletakkan diwadah tertutup agar tidak menyebabkan toksik bagi
petugas.
5) Pengelolaan Limbah
a) Pengertian
(1) Limbah rumah sakit ; semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan RS
dalam bentuk padat, cair dan gas. Fasilitas pelayanan kesehatan harus
mampu melakukan minimalisasi limbah yaitu upaya yang dilakukan
untuk mengurangi jumlah limbah yang dihasilkan dengan cara
mengurangi bahan (reduce), menggunakan kembali limbah (reuse) dan
daur ulang limbah (recycle).
(2) Limbah cair : semua air buangan termasuk tinja yang berasal dari
kegiatan Rs yang kemungkinan mengandung mikroorganisme,
bahan kimia beracun dan radio aktif yang berbahaya bagi kesehatan
61
(3) Limbah gas : semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di Rs seperti insenerator, dapur, perlengkapan generator,
anastesi dan pembuatan obat sitotoksik
(4) Limbah padat ; semua limbah RS yang berbentuk padat sebagai akibat dari
kegiatan rumah sakit.
(5) Limbah Infeksius : limbah yang terkontaminas idengan darah, cairan
tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
Contoh : sampel laboratorium, limbah patologis (jaringan organ, bagian
daritubuh, otopsi, cairantubuh, produk darah yang terdiri dari serum,
plasma, trombosit dan lain-lain), diapers dianggap limbah infeksius bila
bekas pakai pasien infeksi saluran cerna, menstruasi dan pasien dengan
infeksi yang ditransmisikan lewat darah atau cairan tubuh lainnya
(6) Limbah Non Infeksius : limbah yang tidak terkontaminasi dengan cairan
tubuh pasien, eksresi, sekresi yang dapat menularkan kepada orang lain.
(7) Pengelolaan limbah : semua kegiatan baik administrative maupun
operasional (termasuk kegiatan transportasi), melibatkan penanganan,
perawatan, mengkondisikan, penimbunan dan pembuangan limbah.
b) Tujuan Pengelolaan Limbah
(1) Melindungi pasien, petugas kesehatan, pengunjung dan masyarakat
sekitar fasilitas pelayanan kesehatan dari penyebaran infeksi dan
cedera
(2) Membuang bahan-bahan berbahaya (sitotoksik, radioaktif, gas, limbah
infeksius, limbah kimiawi dan farmasi) dengan aman
c) Pengelolaan Limbah
Pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai dari :
(1) Identifikasi jenis limbah : secara umum limbah rumah sakit terdiri dari
limbah padat, cair dan gas. Sedangkan katagori limbah padat yang ada di rumah
sakit terdiri dari limbah bendatajam, limbah infeksius, limbah
62
patologi, limbah sitotoksik, limbah tabung bertekanan, limbah farmasi,
limbah dengan kandungan logam berat, dan limbah kimia.
(2) Pemisahan Limbah
Pemisahan limbah dimulai dari awal limbah dihasilkan dengan
memisahkan limbah sesuai dengan jenisnya.
(3) Labeling
Penempatan limbah disesuaikan dengan jenis limbahnya antara lain :
63
(6) Tempat penampungan limbah sementara
● TPS dibuat untuk menampung limbah rumah sakit yang bersifat sementara
sebelum limbah diangkut menuju tempat pembuangan akhir
● Limbah non infeksius setiap hari diambil untuk dibuang ketempat
pembuangan sampah akhir
● Limbah infeksius dan B3 akan diambil sesuai dengan perjanjian oleh pihak
ketiga
● TPS harus diarea terbuka, dijangkau oleh kendaraan, aman dan selalu dijaga
kebersihannya dan selalu dalam kondisi kering.
(7) Pengolahan Limbah
● Limbah infeksius dimusnahkan dengan incinerator
● Limbah non infeksius dibawa ketempat pembuangan sampah akhir
● Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insinerator
● Limbah cair dibuang di spoelhoek
● Limbah feces, urin, darah dibuang ketempat pembuangan (spoelhoek/
toilet)
(8) Penanganan limbah benda tajam
● Jangan menekukan atau mematahkan benda tajam
● Jangan meletakkan limbah benda tajam disem barang tempat
● Segera buang limbah benda tajam kewadah yang tersedia yang tahan tusuk
dan tahan air serta tidak bias dibuka lagi
● Selalu buang sendiri oleh sipemakai
● Tidak menyarungkan kembali jarum suntik yang habis pakai
(recapping)
● Wadah limbah benda tajam diletakkan dekat dengan lokasi tindakan
● Bila menangani limbah pecahan benda tajam, gunakan sarung tangan rumah
tangga, Gunakan kertas Koran untuk mengumpulkan pecahan benda tajam
tersebut, kemudian bungkus dengan kertas. Masukkan dalam container tahan
tusuk
● Wadah penampung limbah benda tajam adalah wadah yang tahan bocor dan
tahan tusuk, harus mempunyai pegangan yang dapat
dijinjing dengan satu tangan
64
● Mempunyai penutup yang tidak bias di buka lagi
● Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan
● Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah
(9) Penanganan Limbah daur Ulang
RSUD Manggelewa melakukan pendaur ulangan limbah plastik yang
bekerjasama dengan pihak kedua. Limbah yang dihasilkan oleh pelayanan yang
akan didaur ulang diantaranya plabot infus. Sebelum diambil oleh pihak kedua
limbahakan di cacah dan didesinfektan terlebih dahulu sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Pihak kedua akan mengambil limbah ke RSUD Kab.
Dompu sesuai dengan perjanjian.
Cara penanganan limbah terkontaminasi :
● Untuk limbah terkontaminasi pakailah wadah plastic dengan tutup yang
rapat. Sekarang kantong plastic digunakan untuk membedakan limbah
infeksius dan limbah non infeksius
● Gunakan bahan tahan tusukan untuk menangani benda tajam
● Tempatkan wadah limbah dekat dengan lokasi terjadinya limbah itu dan
mudah dicapai oleh sipemakai. Terutama penting sekali tarhadap benda tajam
yang membawa resiko besar kecelakaan perlukaan pada petugas kesehatan
dan staf.
● Peralatan yang dipakai untuk mengumpulkan dan mengangkut limbah tidak
boleh dipakai untuk keperluan lain
● Cuci semua wadah limbah dengan larutan pembersih desinfektan (larutan
klorin 0,5% + sabun ) dan bilas teratur dengan air
● Jika mungkin gunakan wadah terpisah untuk limbah yang akan dibakar dan
yang tidak akan dibakar sebelum dibuang. Langkah ini akan menghindarkan
petugas dari memisahkan limbah dengan tangan kemudian.
● Gunakan APD ketika menangani limbah (sarung tangan dan sepatu
pelindung)
Limbah farmasi
o Limbah farmasi dapat dibuang dengan metode ;
65
▪ Sitotoksik dan antibiotic dapat diinsenerasi, sisa obat sitotoksik tidak boleh
▪ Bahan yang larut air, campuran ringan bahan farmasi seperti larutan vitamin,
obat batuk, cairan intravena, tetes mata dan lain-lain dapat diencerkan dengan
sejumlah besar air lalu dibuang dalam pembuangan kotoran
Baterai, thermometer dan lain-lain benda mengandung logam berat seperti air
raksaatau cadmium. Cara pembuangannya adalah sebagai berikut :
enkapsulasi dapat dilakukan jika tersedia Jenis limbah ini tidak boleh
diinsenerasi karena uap logam beracun yang dikeluarkan, juga tidak boleh
dikubur tanpa enkapsulasi karena mengakibatkan polusi lapisan air tanah.
Biasanya, limbah jenis ini hanya terdapat dalam jumlah yang kecil di
fasilitas kesehatan.
Air raksa merupakan neurotoksin kuat, terutama pada masa tumbuh kembang
janin dan bayi. Jika dibuang dalam air atau udara, air raksa masuk dan
mengkontaminasi danau, sungai dan aliran air lainnya. Untuk mengurangi resiko
polusi, benda-benda yang mengandung air raksaseperti thermometer dan
tensimeter diganti dengan yang tidak mengandung air raksa.
66
6) Pengendalian Lingkungan RS
Pengendalian lingkungan RS merupakan salah satu aspek dalam upaya PPIRS.
Lingkungan RS jarang menimbulkan transmisi penyakit Infeksi Rumah Sakit,
namun pada pasien-pasien yang immunocompromise harus lebih diwaspadai dan
perhatian karena dapat menimbulkan beberapa penyakit infeksi lainnya seperti
infeksi saluran pernafasan aspergillus, mycobacterium TB, Varicella zoster,
Virus Hepatitis B dan HIV.
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan
yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan
pemeliharaan peralatan medic dengan tepat, mempertahankanmutu air bersih,
mempertahankan ventilasi udara yang baik.
Pembersihan lingkungan adalah proses membuang semua atau sebagian besar
pathogen dari permukaan dan benda yang terkontaminasi.
Tujuan pengendalian lingkungan rumah sakit
67
sinar UV untuk terminal dekontaminasi ruangan pasien dengan infeksi
yang ditransmisikan melalui air borne. Diperlukan pembatasan jumlah
personil di ruangan dan ventilasi yang memadai. Tidak direkomendasikan
melakukan kultur permukaan lingkungan secara rutin kecuali bila ada
outbreak atau renovasi/pembangunan gedung baru.
(b) Kualitas air
Seluruh persyaratan kualitas air bersih harus dipenuhi baik menyangkut
bau, rasa, warna dan susunan kimianya termasuk debitnya sesuai
ketentuan peraturan perundangan mengenai syarat-syarat dan pengawasan
kualitas air minum dan mengenai persyaratan kualitas air minum.
(c) Permukaan lingkungan
(1) Bersihkan dan disinfeksi permukaan lingkungan diarea perawatan
(2) Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti
pegangan pintu, bed rails, light switch
(3) Ikuti prosedur tepat yang efektif dengan menggunakan mops, cloths
and solution. Hindari penggunaan sapu ijuk dan sejenis, gunakan cara
basah untuk mencegah aerosolisasi kuman pathogen penyebab
infeksi saluran nafas dan mop untuk pembersihan kering, bila
memungkinkan terbuat dari microfiber.
(4) Lakukan pest control secara rutin
(5) Kultur permukaan lingkungan dapat dilakukan bila terjadi KLB
(6) Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian
lingkungan yang terkontaminasi sesuai prosedur. Pembersihan
permukaan dapat dipakai klorin 0,05% atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada
cairan tubuh menggunakan klorin 0,5%.
(7) Tidak dianjurkan menggunakan karpet diruang perawatan dan
menempatkan bunga segar, tanaman pot, bunga plastic diruang
perawatan.
68
(8) Untuk lingkungan yang sering digunakan, pembersihannya dapat
diulang dengan menggunakan detergen dan air, terutama bila
dilingkungan tersebut tidak ditemukan mikroba multi resisten.
Pembersihan area disekitar pasien :
(1) Pembersihan permukaan sekitar pasien harus dilakukan secara
rutin setiap hari, termasuk setiap kali pasien pulang/keluar
dari fasilitas pelayanan (terminal dekontaminasi).
(2) Pembersihan juga perlu dilaksanakan terhadap barang yang sering
tersentuh tangan, miisalnya nakas disamping tempat tidur, tepi
tempat tidur dengan bed rails, tiang infuse, tombol telpon, gagang
pintu, permukaan meja kerja, anak kunci dan lain-lain.
(3) Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap satu bulan atau
sesuai dengan kondisi hunian
(d) Desain dan kontruksi bangunan
Desain harus mencerminkan kaidah PPI yang mengacu pada pedoman PPI
secara efektif dan tepat guna. Desain dari factor berikut dapat
mempengaruhi penularan infeksi yaitu jumlah petugas kesehatan, desain
ruang rawat, luas ruangan yang tersedia, jumlah dan jenis
pemeriksaan/prosedur, persyaratan teknis komponen lantai, dinding dan
langit-langit, air, listrik dan sanitasi ventilasi dan kualitas udara,
pengelolaan alat medis reused dan disposable, pengelolaan makanan, laundry
dan limbah.
(1) Desain jumlah petugas kesehatan
- Perencanaan kebutuhan jumlah petugas kesehatan disesuaikan dengan
jumlah pasien
- Pertimbangan factor kelelahan bias berakibat kelalaian
- Tingkat kesulitan pelayanan terhadap pasien berdasarkan tingkat risiko
jenis penyakit
69
(2) Desain ruang rawat
- Tersedia ruang rawat satu pasien untuk isolasi pasien infeksius dan
pasien dengan imunitas rendah
- Jarak antara tempat tidur ≥1 meter. Bila memungkinkan 1,8 meter.
70
bergelombang dan tidak menimbulkan genangan air. Dianjurkan
menggunakan vinyl dan tidak dianjurkan menggunakan lantai
keramik dengan nat diruang rawat intensif dan IGD karena akan
dapat menyimpan mikroba.
o Permukaan lantai terbuat dari bahan yang kuat, mudah dibersihkan
secara rutin minimal 2 kali sehari atau kalau perlu dan tahan
terhadap gesekan dan tidak boleh dilapisi karpet
o Penutup lantai harus berwarna cerah dan tidak menyilaukan mata
o Lantai yang selalu kontak dengan air harus mempunyai kemiringan
yang cukup kearah saluran pembuangan air limbah
o Pada daerah dengan kemiringan kurang dari 70, penutup lantai harus
dari lapisan permukaan yang tidak licin
o Pertemuan antara lantai dengan dinding harus menggunakan bahan
yang tidak besiku, tetapi melengkung untuk memudahkan
pembersihan lantai
o Memiliki pola lantai dengan garis alur yang menerus keseluruh
ruangan pelayanan
● Komponen dinding meliputi :
o Dinding harus mudah dibersihkan, tahan cuaca dan tidak mudah
berjamur.
o Lapisan penutup dinding harus bersifat tidak berpori sehingga
dinding tidak menyimpan debu
o Warna dinding cerah tetapi tidak menyilaukan mata
o Pertemuan dinding dengan dinding harus tidak bersiku, tetapi
melengkung untuk memudahkan pembersihan dan mikroba tidak
terperangkap di tempat tersebut
● Komponen langit-langit meliputi :
71
o Harus mudah dibersihkan, tahan terhadap cuaca, tahan terhadap air,
tidak mengandung unsure yang dapat membahayakan pasien serta
tidak berjamur.
o Memiliki lapisan penutup yang bersifat tidak berpori sehingga tidak
menyimpan debu
o Berwarna cerah tetapi tidak menyilaukan
(6) Air, Listrik dan Sanitasi
Air dan listrik di rumah sakit harus tersedia terus menerus selama
24 jam. Air minum harus memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh
pemerintah, jadi harus diperiksa secara teratur dan rutin setiap bulan
sekali. Pengelolaan iar yang digunakan diunit khusus (kamar operasi,
unit hemodialise, ICU) harus bias mencegah perkembangan mikroba
lingkungan (Legionelasp, Pseudomonas, jamur dan lain-lain) dengan
metode Reserve Osmosis (didalamnya terjadi proses penyaringan atau
desinfeksi menggunakan sinar ultraviolet atau bahan lainnya). Toilet
dan wastafel harus dibersihkan setiap hari.
(7) Ventilasi dan kualitas udara
Semua lingkungan perawatan harus diupayakan seminimal mungkin
kandungan partikel debu, kuman dan spora dengan menjaga
kelembaban dan pertukaran udara. Pertukaran udara dalam tiap ruangan
berbeda tekanan dengan selisih 15 pascal. Ruang perawatanbiasa
minimal 6x pergantianudara per jam, ruangisolasi minimal 12x dan
ruangkamaroperasi minimal 20x perjam. Perawatanpasien TB paru
menggunakan ventilasi natural dengan kombinasi ventilasi mekanik
sesuai dengan anjuran dari WHO.
Secara garis besar jenis system ventilasi terdiri dari : ventilasi alamiah
yang hanya mengandalkan pintu dan jendela terbuka untuk pengaliran
udaranya, ventilasi mekanik yang menggunakan peralatan mekanik
untuk mengalirkan serta mensirkulasi udara
72
dan ventilasi campuran yang menggunakan ventilasi alamiah ditambah
dengan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas penyaluran
udara.
Pemilihan jenis ventilasi tergantung pada fasilitas dan keadaan tempat.
System ventilasi campuran dengan menggunakan exhaust fan/kipas
angin yang dipasang dengan benar dan dipelihara dengan baik,
dapat membantu untuk mendapatkan dilusi yang adekuat, bila dengan
ventilasi alamiah saja tidak dapat mencapai rate ventilasi yang cukup.
Penggunaan exhaust fan sebaiknya udara pembuangannya tidak
diarahkan keruang tunggu pasien atau tempat lalu lalang orang (≥ 25
feet).
Yang direkomendasi dalam penggunaan ventilasi adalah ventilasi
campuran :
● Usahakan agar udara luar segar dapat masuk kesemua
ruangan
● Dalam ventilasi campuran, ventilasi alami perlu diusahakan
semaksimal mungkin
● Penambahan dan penempatan kipas angin untuk meningkatkan laju
pertukaran udara harus memperhatikan arah aliran udara yang
dihasilkan
● Mengoptimalkan aliran udara
● Menyalakan kipas angin selama masih ada orang-orang diruangan
tersebut (menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan)
Pembersihan dan perawatan :
73
● Periksa ventilasi alamiah secara teratur (minimal sekali dalam
sebulan) atau dirasakan ventilasi sudah kurang baik
● Catat setiap waktu pembersihan dilakukan dan simpan dengan baik
Persyaratan system ventilasi mekanik yang dapat mengendalikan
penularan TB adalah :
74
o Pembersihan harus menggunakan tehnik yang benar dan harus
menghindari terjadinya aerolisasi debu
o Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan
pembersihan atau desinfeksi peralatan pernafasan dan harus
membersihkan tangan setelah APD dilepas
7) Kesehatan Karyawan
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun kepada petugas kesehatan yang
lain. Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian
infeksi bagi petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan baru, seorang petugas
kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja dan status
imunisasinya. Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah
Hepatitis B dan bila memungkinkan A, Influensa, campak, tetanus, difteri,
rubella.
75
Risiko mendapat infeksi lain yang dihantarkan melalui darah seperti hepatitis
B dan C jauh lebih tinggi dibandingkan mendapatkan infeksi HIV. Sehingga
tatalaksana pajanan okupasional terhadap penyebab infeksi tidak terbatas pada
HIV saja.
a) Bila tertusuk jarum segera bilas dengan air mengalir dan sabun/cairan
antiseptic sampai bersih
b) Bila darah/cairan tubuh mengenai kulit yang utuh tanpa luka atau
tusukan, cuci dengan sabun dan air mengalir
c) Bila darah/cairan tubuh mengenai mulut, ludahkan dan kumur-kumur
dengan air beberapa kali
d) Bila terpercik pada mata, cucilah mata dengan air mengalir (irigasi),
dengan posisi kepala miring kearah mata yang terpercik
e) Bila darah memercik kehidung, hembuskan keluar dan bersihkan dengan air
f) Bagian tubuh yang tertusuk tidak boleh ditekan atau dihisap dengan mulut.
76
b) Langkah kedua : Telaah Pajanan
1) Pajanan
Pajanan yang memiliki risiko penularan infeksi adalah : perlukaan kulit,
pajanan pada selaput mukosa dan pajanan melalui kulit yang luka
2) Bahan pajanan
Bahan pajanan yang memberikan risiko penularan infeksi adalah : darah,
cairan bercampur darah yang kasat mata, cairan yang berpotensial
terinfeksi seperti semen, cairan vagina, cairan serebrospinal, cairan
sinovia, cairan pleura, cairan peritoneal, cairan pericardial dan cairan
amnion. Serta virus yang terkonsentrasi.
3) Status Infeksi
Tentukan status infeksi sumber pajanan (bila belum diketahui), dilakukan
pemeriksaan : Hbs Ag untuk hepatitis B, anti HCV untuk hepatitis C, anti
HIV untuk HIV, untuk sumber yang tidak diketahui, pertimbangkan
adanya factor risiko yang tinggi atas ketiga infeksi diatas.
4) Kerentanan
Tentukan kerentanan orang yang terpajan dengan cara : pernahkah
mendapat vaksin hepatitis B, status serologi terhadap HBV (titer anti
HBs) bila pernah mendapatkan vaksin., pemeriksaan anti HCV (untuk
hepatitis C) dan anti HIV untuk infeksi HIV.
c) Langkah ketiga : langkah dasar tatalaksana klinis PPP HIV pada kasus kecelakaan
kerja
1) Menetapkan memenuhi syarat untuk PPP HIV
Evaluasi memenuhi syarat untuk PPP HIV adalah meliputi penilaian keadaan
berikut :
(a) Waktu terpajan, PPP harus diberikan secepat mungkin setelah
pajanan dalam 4 jam pertama dan tidak boleh lebih dari 72 jam setelah
terpajan.
(b) Infeksi HIV yang sebelumnya sudah ada, kemungkinan orang yang
terpajan sudah mendapat infeksi HIV sebelumnya sehingga perlu
77
diselidiki untuk proses syarat PPP dan jika orang tersebut telah mendapat
infeksi HIV sebelumnya, maka tidk boleh diberikan tindakan
pengeobatan dan semua paket perawatan seperti skrining TB, IMS,
penentuan stadium klinis dan lainnya sesuai dengan pedoman ARV
mutlak perlu dilakukan.
(c) Penilaian pajanan HIV, orang yang terpajan pada membrane mukosa
(melalui pajanan seksual atau percikan kemata, hidung atau rongga
mulut) atau kulit yang tidak utuh (melalui tusukan perkutan) terhadap
cairan tubuh yang potensial infeksius dari sumber terinfeksi HIV atau
yang tidak diketahui statusnya harus diberikan PPP HIV.
(d) penilaian status HIV dari sum berpajanan
mengetahui status HIV dari sumber pajanan sangat membantu. Pemberian
informasi singkat mengenai HIV dan tes HIV yang standar harus diikuti
dalam melakukan testing terhadap sumber pajanan, yang meliputi
persetujuan tes HIV dan menjaga kerahasiaan hasil tes.
2) Memberikan informasi singkat mengenai HIV untuk mendapatkan
persetujuan. Informasi singkat meliputi informasi tentang pentingnya
adherence dan kemungkinan efek samping serta nasihat tentang risiko
penularan sebagai bagian dari konseling. Informasi singkat tersebut harus
didukung dengan tindak lanjut layanan dukungan yang tepat untuk
memaksimalkan kepatuhan terhadap panduan obat PPP HIV dan mengelola
efek samping.
3) Memastikan bahwa korban tidak menderita infeksi HIV dengan melakukan
tes HIV terlebih dahulu
4) Pemberian obat untuk PPP HIV
5) Melaksanakan evaluasi laboratorium
6) Menjamin pencatatan
7) Memberikan follow-up dan dukungan
78
Pajanan terhadap virus HIV
Probabilitas infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% per pajanan.
Segera paska pajanan harus dialkukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi
infeksi bila sumber pajanan positif HbsAg atau HbeAg.
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HBS lebih dari 10
mlU/ml. HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48jam dan >
1 minggu PP, 1 seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologi.
79
Hepatitis D timbul pada individu dengan Hepatitis B, ditransmisikan dengan
cara yang sama demikian juga dengan cara monitornya.
Transmisi kepada petugas lewat airborne drpolet nuclei biasanya dari pasien TB
paru. Sekarang perlu diperhatiakn hubungan antara TB, Infeksi HIV dan MDR TB.
Petugas yang paska terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya > 10 mm perlu
diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal
8) Penempatan Pasien
Pertimbangan pada saat penempatan pasien
80
menentukan pasien yang dapat disatukan dalam satu ruangan,
dikonsultasikanterlebih dahulu kepada komite atau tim PPI.
d) Semua ruangan terkait cohorting harus diberi tanda kewaspadaan
berdasarkan jenis transmisinya (kontak, droplet, airborne)
e) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust
ke area tidak ada orang lalu lalang misal : TBC
f) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak
gangguan mental)
g) Mobilisasi pasie ninfeksius yang jenis transmisinya melalui udara agar
dibatasi di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan untuk menghindari
terjadinya transmisi penyakit yang tidak perlu kepada yang lain.
h) Pasien HIV tidak diperkenankan dirawat bersama dengan pasien TB dalam
satu ruangan tetapi pasien TB-HIV dapat dirawat dengan sesame pasien
TB.
81
keluar atau menggunakan saringan udara partikulasi efisien tinggi (filter
HEPA) yang termonitor sebelum masuk ke sistem sirkulasi udara lain di
RS.
c) Jika tidak tersedia ruangan bertekanan negatif dengan sistem penyaringan
udara partikulasi udara efisiensi tinggi, buat tekanan negatif di dalam
ruangan pasien dengan memasang pendingin ruangan atau kipas angin di
jendela sedemikian rupa agar aliran udara keluar gedung melalui jendela.
Jendela harus membuka keluar dan tidak mengarah ke daerah publik. Uji
untuk tekanan negatif dapat dilakukan dengan menempatkan sedikit bedak
tabur dibawah pintu dan amati apakah terhisap kedalam ruangan. Jika
diperlukan kipas angin tambahan didalam ruangan dapat meningkatkan
aliran udara.
d) Jaga pintu tertutup setiap saat dan jelaskan kepada pasien mengenai perlunya
tindakan pencegahan ini
e) Pastikan setiap orang yang masuk keruangan menggunakan APD yang
sesuai : masker (bila memungkinkan masker efisiensi tinggi harus
digunakan, bila tidak gunakan masker bedah sebagai alternatif), gaun,
pelindung wajah atau pelindung mata dan sarung tangan.
f) Pakai sarung tangan bersih, non steril ketika masuk ruangan
g) Pakai gaun yang bersih, non-steril ketika masuk ruangan jika berhubungan
dengan pasien atau kontak dengan permukaan atau barang-barang didalam
ruangan.
Transport pasien infeksius
82
3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak
terjadi transmisi kepada orang lain
Pemulangan pasien
a) Upaya pencegahan infeksi harus tetap dilakukan sampai dengan batas waktu
penularan
b) Bila dipulangkan sebelum masa inkubasi berakhir, pasien yang dicurigai terkena
penyakit menular melalui udara/airborne harus diisolasi dalam rumah selama
pasien tersebut mengalami gejala sampai dengan batas waktu penularan atau
sampai diagnosis alternatif dibuat atas hasil uji diagnosa menunjukkan bahwa
pasien tidak terinfeksi dengan penyakit tersebut. Keluarga harus diajarkan
cara menjaga kebersihan diri,
pencegahan dan pengendalian infeksi serta perlindungan diri.
83
c) Sebelum pemulangan pasien, pasien dan keluarganya harus diajarkan tentang
tindakan pencegahan yang perlu dilakukan , sesuai dengan cara penularan
penyakit menular yang diderita pasien.
d) Pembersihan dan desinfektan ruangan yang benar perlu dilakukan setelah
pemulangan pasien.
9) Etika batuk / hygiene respirasi
Kebersihan pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan infeksi disumbernya.
Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernafasan untuk mencegah sekresi
pernafasan.
Saat anda batuk atau bersin :
a) Tutup hidung dan mulut anda
b) Segera buang tissue yang sudah dipakai
c) Lakukan kebersihan tangan
Difasilitas pelayanan kesehatan sebaiknya menggunakan masker bedah jika batuk,
etika batuk dan kebersihan pernafasan harus diterapkan disemua bagian rumah
sakit, dilingkungan masyarakat dan bahkan dirumah.
84
(3) Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk satu
pasien dan satu prosedur
(4) Gunakan cairan pelarut /flushing hanya untuk satu kali pakai
(NaCl, WFI)
(5) Gunakan single dose untukobatinjeksibilamemungkinkan
(6) Tidak memberikan obat-obatan single dose kepada lebih dari satu pasien
atau mencampur obat-obat sisa dari vial/ampul untuk pemberian
berikutnya
(7) Bila harus menggunakan obat-obat multi dose, semua alat yang
digunakan harus steril
(8) Simpan obat-obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari pabrik yang
membuat
(9) Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebihdari 1 pasien.
11) Praktek lumbal punksi
Pemakaian masker pada insersi cateter atau injeksi suatu obat kedalam area
spinal/epidural melalui prosedur lumbal punksi misal saat melakukan
anastesi spinal dan epidural, myelogram, untuk mencegah transmisi droplet
flora orofaring.
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih,
sarung tangan steril saat melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi
spinal/epidural/pasang kateter vena sentral. Penggunaan masker bedah pada
petugas dibutuhkan agar tidakterjadi droplet flora orofaring yang dapat
menimbulkan meningitis bacterial.
85
Jenis kewaspadaan berdasarkan transmisi yaitu kontak, melalui droplet,
melalui udara, melalui common vehicle (makanan, air, obat, alat dan peralatan),
melalui vektor (lalat, nyamuk, tikus).
Suatu infeksi dapat ditransmisikan lebih dari satu cara. Kewaspadaan
berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun kombinasi
dengan kewaspadaan standar seperti melakukan kebersihan tangan, memakai
sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan cairan tubuh.
86
1matau< 2 m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan kontak
konjungtiva / mucus membrana hidung / mulut, orang rentan dengan
droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap
atau carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur
suction, bronkoskopi. Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipen <
1m. Karena droplet tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan
penanganan khusus udara atau ventilasi. Misal adenovirus.
Transmisi droplet langsung, dimana droplet mencapai mucus membran
atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak yaitu droplet mengkontaminasi
permukaan tangan dan ditransmisikan kesisi lain misal mukosa membrane.
Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi droplet langsung, misal
: commoncold, respiratory syncitial virus (RSV). Dapat terjadi saat pasien
terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotraceal, batuk akibat induksi
fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmuner.
(7) Kewaspadaan transmisi melalui udara ( Airborne Precautions)
Kewaspadaan transmisi melalui udara diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui terinfeksi
mikroba yang secara epidemiologi penting dan di transmisikan melalui jalur
udara. Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (Varicella Zoster) langsung
melaui udara. Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba
penyebab infeksi baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel
kecil <5µm evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel
debu yang mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan
terbawa aliran udara >2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan
diruang yang sama dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor
lingkungan, misal penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam
pencegahan transmisi melalui udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka
terkontaminasi (S. Aureus). Penting mengupayakan pertukara nudara> 12 x/jzm
(12 air changes per hour/ACH)
87
Langkah – langkah penerapan kewaspadaan transmisi melalui udara antara lain :
1) Pengaturan penempatan posisi pemeriksa, pasien dan ventilasi mekanis di dalam
suatu ruangan dengan memperhatikan arah suplai udara bersih yang masuk dan
keluar
2) Penempatan pasien TB yang belum pernah mendapat OAT, harus dipisahkan
dari pasien lain, sedangkan pasien TB yang telah mendapat terapi OAT secara
efektif berdasarkan analisis risiko tidak berpotensi menularkan TB baru dapat
dikumpulkan denganpasien lain
3) Peringatan tentang cara transmisi infeksi dan penggunaan APD pada pasien,
petugas dan pengunjung penting dicantumkan di pintu ruangan rawat pasien
sesuai kewaspadaan transmisinya
4) Ruang rawat pasien TB/MDR TB sebaiknya menggunakan ruangan
bertekanan negatif. untuk RS yang belum mampu menyediakan ruang tersebut,
harus memiliki ruang dengan ventilasi yang memadai, minimal terjadi
pertukaran udara 12x/jam (diukur dengan alat vaneometer
88
Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi
89
perawata n area sekitar droplet tidak perlu dilakukan secara
pasien pasien atau penanganan udara dekontaminasi
ruangan setelah secara khusus permukaan dengan
pasien pulang karena mikroba menggunakan H2O2
Dapat dipakai tidak bergerak 0,5-1,4%dengan
Na hipoklorit jauh. lama kontak 30
0,5% bilas Perlu terminal detik – 1 menit
dengan air atau dekontaminasi area (bactericidal,
dengan H2O2 sekitar pasien atau virusidal) atau lama
0,5-1,4% ruangan setelah kontak 5 menit bila
pasien pulang Dapat dengan tujuan
dipakai Na mikobakterisidal atau
hipoklorit 0,5% dry mist
bilas dengan air dengan H2O2 5%
atau dengan H2O2 dikombinasi dengan
0,5-1,4% Ag dengan lama
kontak 55 menit
untuk luas ruangan
0,135 m3.
90
kontak dengan Gaun dan apron Orang yang rentan
bahan infeksius sama seperti tidak boleh masuk
(feses, cairan transmisi kontak ruang pasien yang
tubuh, darah) diketahui atau
- Gaun suspek campak ,
Pakai gaun cacar air.
bersih saat Bila masuk atau
masuk ruang melakukan tindakan
pasien untuk dengan
melindungi kemungkinan timbul
petugas dari aerosol,
kontak dengan maka petugas
pasien, harus mengenakan
permukaan respirator partikulat
lingkungan,
barang di ruang
pasien, cairan
diare pasien,
ileostomy,
colostomy, luka
terbuka.
Lepas gaun
sebelum keluar
ruangan.
- Apron
Untuk
mengurangi
penetrasi cairan
Bila
memungkinkan
peralatan non
91
kritikal dipakai
untuk 1 pasien
atau pasien
dengan infeksi
mikroba yang
sama
1) Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh eksresi dan sekresi
dari seluruh pasien untuk meminimalisir resiko transmisi infeksi
2) Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien
3) Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4) Gunakan tehnik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius
5) Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Desinfeksi tangan segera setelah
melepas sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien.
6) Penanganan limbah feses, urin dan sekresi pasien yang lain dalam
lubang pembuangan yang disediakan, bersihkan dan desinfeksi bedpan,
urinal dan container pasien yang lain.
7) Tangani bahan infeksius secara prosedur
8) Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah
dibersihkan dan didesinfeksi dengan benar antar pasien
e. Pemulasaraan jenasah
92
Pelayanan jenazah yang dilakukan di RSUD Manggelewa dikatagorikan dalam
pelayanan jenazah purna-pasien atau “mayat dalam” dimana cakupan layanannya
hanya berasal dari bagian akhir pelayanan kesehatan yang dilakukan di RS setelah
pasien dinyatakan meninggal, sebelum jenazah diserahkan kepihak keluarga
atau kepihak yang berkepentingan lainnya.
93
terbungkus seluruhnya dalam kantong jenazah yang tidak mudah tembus,
jangan ada kebocoran cairan tubuh yang mencemari bagian luar kantong
jenazah.APD lengkap harus digunakan petugas yang menangani jenasah
jika pasien tersebut meninggal dalam masa penularan. Jika keluarga
ingin melihat jenazah, diijinkan sebelum jenazah dimasukkan kedalam
kantong jenazah dan jenazah tidak boleh disuntik pengawet serta dibuka
kembali setelah jenazah dimasukkan kedalam kantong jenazah.
d) Jenazah diantar oleh mobil jenazah khusus dengan jalur jenazah
yang telah di sediakan.
Pendokumentasian jenazah dilakukan oleh petugas ruang pemulasaraan
jenazah di buku register jenazah. Penerimaan jenazah dan penyerahan
jenazah kepada keluarga pasien tercatat dalam buku register jenazah.
94
- Lama rawat inapprabedah
1) Klasifikasi Daerah Operasi
a) Luka Operasi Bersih
(1) Bila operasi dilakukan pada daerah tanpa radang.
Operasi tidak membuka
(a) Tr. Respiratorius
(b) Tr. Orofaring
(c) Tr. Gastrointestinal
(d) Tr. Urinarius
(e) Tr. Biller
Operasi berencana dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa
drain tertutup.
b) Luka Operasi Bersih Terkontaminasi
Bila operasi membuka :
(1) Tr. Respiratorius
(2) Tr. Orofaring
(3) Tr. Gastrointestinal
(4) Tr. Urinarius
(5) Tr. Reproduksi (kecuali ovarium)
(6) Tr. Biller
Operasi tanpa pencemaran nyata (gross spillage) Tr. Biliaris, Apendix,
Vagina dan Orofaring.
c) Luka Operasi Terkontaminasi
Operasi yang dilakukan pada kulit yang terbuka, tetapi masih
dalam waktu emas (Golden Periode ) yaitu dibawah 6 jam.
96
berikut : demam (>380C) atau nyeri local, terkecuali biakan insisi
negative.
(c) Ditemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang
mengenai insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu
pembedahan ulang, atau dengan pemeriksaan histopatologis atau
radiologis.
(d) Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi.
c) Infeksi Daerah Operasi Organ/Rongga
Infeksi daerah operasi organ/rongga memiliki criteria sebagai
berikut :
(1) Infeksi timbul dalam waktu 30 hari setelah prosedur pembedahan,
bila tidak dipasang implant atau dalam waktu satu tahun bila
dipasang implant dan infeksi tampaknya ada hubungannya dengan
prosedur pembedahan.
(2) Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit,
fascia atau lapisan-lapisan otot yang dibuka atau dimanipulasi
selama prosedur pembedahan.
Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut :
(a) Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk
kedalam rongga/organ.
(b) Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptic dari
cairan atau jaringan dari dalam organ atau rongga :
(c) Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
organ/rongga yang ditemukan pada pemeriksaan langsung
waktu pembedahan ulang atau dengan pemeriksaan
hispatologi satau radiologis.
(d) Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga.
97
3) Faktor Risiko IDO
Faktor risiko terjadinya IDO dapat berasal dari :
(a) Kondisi pasien sendiri misalnya usia, obesitas, penyakit berat, ASA
Score, karier MRSA, lama rawat praoperasi, malnutrisi, DM, penyakit
keganasan.,
(b) Prosedur operasi : cukur rambut sebelum operasi, jenis tindakan,
antibiotic profilaksis, lamanyaoperasi, tindakan lebih dari satu jenis,
benda asing, transfuse darah, operasi emergensi
(c) Jeniso operasi : operasi bersih, operasi bersih terkontaminasi, operasi
terkontaminasi, operasikotor
(d) Perawatan paska infeksi : tempt perawatan, tindakan –tindakan
keperawatan dan lamanya perawatan
4) Pencegahan infeksi daerah operasi terdiri dari tiga tahap yaitu :
(a) Pencegahan infeksi sebelum operasi
(1) Persiapan pasien sebelum operasi
● Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih
dahulu infeksi sebelum hari operasi elektif, dan jika perlu tunda
operasi sampai infeksi tersebut sembuh.
● Jangan mencukur rambut kecuali bila rambut terdapat pada daerah
operasi dan atau akan menggangguj alannya operasi
● Bila diperlukan mencukur rambut, lakukan dikamar bedah
beberapa saat sebelum operasi dan sebaiknya menggunakan
pencukur listrik (bila tidak ada pakai silet yang baru).
● Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari
kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi
● Sarankan pada pasien untuk berhenti merokok minimum 30 haris
ebelum hari elektif operasi
● Mandikan pasien dengan zat antiseptic malam hari sebelum hari
elektif operasi
98
● Cuci dan bersihkan area pembedahan dan sekitarnya untuk
menghilangkan kontaminasi sebelum mengadakan persiapan kulit
dengan anti septic
● Gunakan anti septic kulit yang sesuai untuk persiapan kulit
● Oleskan antiseptic pada kulit dengan gerakan melingkar mulai dari
bagian tengah menuju kearah luar. Daerah yang dipersiapkan
haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi, jika diperlukan
membuat insisi baru atau memasang drain bila diperlukan.
● Masa rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat
mungkin dan cukup waktu untuk persiapan operasi yang memadai
99
● Susun satu kebijakan mengenai perawatan pasien bila karyawan
mengidap infeksi yang kemungkinan dapat menular. Kebijakan ini
mencakup :
- Tanggung jawab karyawan untuk menggunakan jasa pelayanan
medis karyawan dan melaporkan penyakitnya
- Pelanggaran kerja
- Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh penyakitnya
- Petugas yang berwewenang untuk melakukan pelanggaran kerja
100
● Batasi jumlah orang yang masuk dalam kama rbedah
(2) Membersihkan dan disinfektan permukaan lingkungan
● Bila tampak kotoran atau darah/cairan tubuh lainnya pada
permukaan benda atau peralatan, gunakan disinfektan untuk
membersihkan sebelum operasi dimulai
● Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau penutupan
kamar bedah setelah selesai operasi kotor
● Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar bedah
ataupun daerah sekitarnya
● Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan disinfeksi permukaan
lingkungan atau peralatan kamar bedah setelah selesai operasi
terakhir setiap harinya dengan disinfektan
(3) Sterilisasi instrument kamar bedah
● Sterilkan semua instrument bedah sesuai petunjuk
● Laksanakan sterilisasi kilat hanya untuk instrument yang harus
segera digunakan seperti instrument yang jatuh tidak sengaja saat
operasi berlangsung. Jangan melaksanakan sterilisasi kilat dengan
alas an kepraktisan, untuk menghemat pembelian instrument baru
atau untuk menghemat waktu.
(4) Pakaian bedah dan drape
● Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara
menyeluruh bila memasuki kamar bedah saat operasi akan
dimulai atau sedang berjalan, atau instrument steril sedang dalam
keadaan terbuka. Pakai masker bedah selama operasi berlangsung
● Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut dikepala dan
wajah secara menyeluruh bila memasuki kamar bedah (semua
rambut yang ada dikepala dan wajah harus tertutupi)
● Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk mencegah
IDO
101
● Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tanga nbedah, pakailah
sarung tangan steril. Sarung tangan steril dipakai setelah
memakai gaun steril
● Gunakan gaun dan drape yang kedap air
● Gantilah gaun bila tampak kotor, terkontaminasi percikan cairan
tubuh pasien
● Sebaiknya gunakan gaun yang dispossible
102
● Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai
perawatan luka operasi yang benar, gejala IDO dan pentingnya
melaporkan gejala tersebut.
Selain pencegahan infeksi daerah operasi diatas, pencegahan infeksi dapat
dilakukan dengan penerapan bundles IDO yaitu ;
103
b) Hipotermi < 37oC
c) Apnea
d) Bradikardi
Di RSUD Kab. Dompu untuk pencegahan dan pengendalian infeksi aliran darah
primer yang disurvey adala
A. Phlebitis
Adalah infeksi pada dinding vena yang timbul karena tindakan infasif pada
pemasangan kanule kateter intravena.
Infeksi ditandai dengan rasa panas, pengerasan dan kemerahan dengan atau tanpa
nanah pada daerah bekas tusukan jarum infus dalam waktu 3 X 24 jam setelah
pemasangan infus atau kurang dari waktu tersebut bila infus masih terpasang.
104
(2) Rasa panas pada tempat penusukan.
(3) Rasa sakit pada tempat penusukan dan bila ditekan terasa sakit.
(4) Kemerahan sepanjang vena yang ditusuk.
(5) Timbul pada tempat penusukan.
Penyebab Phlebitis :
Kimia
Karena osmolaritas dan PH cairan.
Mekanis
(1) Pemilihan tempat penusukan jarum dan pemilihan vena.
(2) Pemilihan jarum.
(3) Pelaksanaan fiksasi.
(4) Penggunaan cairan dingin.
Bacterial
(1) Cairan infus terkontaminasi.
(2) Tempat penusukan terkontaminasi.
Skala Phlebitis
105
3 : Tanda Phlebitis no.1 dan 2 ditambah Sepanjang
106
(3) Kenakan sarung tangan bersih untuk pemasangan kateter intra vena
perifer
(4) Gunakan sarung tangan baru jika terjadi pergantian kateter yang
diduga terkontaminasi
(5) Gunakan sarung tangan bersih atau steril jika melakukan perbaikan
(dressing) kateter intra vena.
107
● Laksanakan surveilans untuk menentukan angka infeksi masing-masing
jenis alat, untuk memonitor kecenderungan angka-angka tersebut dan
untuk mengetahui kekurangan-kekurangan dalam praktek pengendalian
infeksi
● Raba dengan tangan setiap hari lokasi pemasangan kateter melalui perban
untuk mengetahui adanya pembengkakan
● Periksa secara visual lokasi pemasangan kateter untuk mengetahui apakah
ada pembengkakan, demam tanpa adanya penyebab yang jelas, atau gejala
infeksi local atau infeksi bakterimia
● Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba atau dilihat,
lepas perban terlebih dahulu, periksasecara visual setiaphari dan pasang
perbanbaru
● Catat tanggal dan waktu pemasangan kateter di lokasi yang dapat dilihat
dengan jelas
(3) Kebersihan tangan yang dilakukan sebelum dan sesudah palpasi,
pemasangan alat intravaskuler, penggantian alat intravaskuler atau
memasang perban.
(4) Penggunaan APD, pemasangan dan perawatan kateter :
● Gunakan sarung tangan pada saat memasang alat intravaskuler seperti
dalam standard bllodborne pathogens yang dikeluarkan oleh Occupational
Safety and Health Administration (OSHA).
● Gunakan sarung tangan saat mengganti perban alat intravaskuler
(5) Pemasangan kateter, pada saat pemasangan kateter jangan menyingkat
prosedur pemasangan kateter yang sudah ditentukan.
(6) Perawatan luka kateterisasi
(a) Antiseptic kulit
● Sebelum pemasangan kateter, bersihkan kulit dilokasi dengan antiseptic
yang sesuai, biarkan antiseptic mongering pada lokasi sebelum
memasang
● Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum
pemasangan kateter maka harus dibilas dengan alcohol
108
● Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit dibersihkan dengan
antiseptic
● Perban kateter : gunakan kasa steril atau perban transparan untuk
menutup lokasi pemasangan kateter, ganti perban bila alat dilepas atau
diganti atau bila perban basah, longgar atau kotor. Ganti perban lebih
sering bagi pasien diaphoretic. Hindari sentuhan yang mengkontaminasi
lokasi kateter saat mengganti perban.
(b) Pemilihan dan pengganti analat intravaskuler
Pilih alat yang risiko komplikasinya relative rendah dan harganya paling
murah yang dapat digunakan untuk terapi intravenad enganjenis dan
jangka waktu yang sesuai. Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila
sudah tidak ada indikasi klinis.
(c) Pengganti perlengkapan dan cairan intravena
● Set perlengkapan : gantiselang IV termasuk selang piggyback dan
stopcock, dengan interval yang tidak kurang dari 72 jam, kecuali bila
ada indikasi klinis
● Gantiselang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen darah
atau emulsi lemak dalam 24 jam dari diawalinya infuse
● Cairan parenteral
- Rekomendasi tentang waktu pemakaian cairan IV, termasuk juga cairan
nutrisi parentral yang tidak mengandung lemak sekurang-kurangnya
96 jam
- Infuse harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu
botolcairanparentral yang mengandung lemak
- Bila hanya emulsi lemak yang diberikan, selesaikan infuse dalam 12 jam
setelah botol emulsi mulai digunakan
(7) Port injeksi intravena
Bersihkan port injeksi dengan alcohol 70% ataupovidon iodine sebelum
mengakses system.
(8) Persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan intravena
109
(1) Campurkan seluruh cairan parentral dibagian farmasi dalam laminar-
flow hood menggunakan tehnik aseptic.
(2) Periksa semua container cairan parentral apakah ada kekeruhan,
kebocoran, keretakan, partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik
sebelum digunakan
(3) Pakai vial dosis tunggal aditif parentral atau obat-obatan bila mana
mungkin
(4) Bila harus menggunakan vial multi dosis
● Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang dibuka bila
direkomendasi dari pabrik
● Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alcohol sebelum
menusukkan alat ke vial
● Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial multi
dosis dan hindari kontaminasi alat sebelum menembus karet vial
● Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau terlihat
adanya kontaminasi atau bila telah mencapai tanggal kadaluarsa
(9) Filter in line, jangan gunakan secara rutin untuk pengendalian infeksi
(10) Petugas terapi intra vena
Tugaskan personel yang telah terlatih untuk pemasangan dan pemeliharaan
peralatan intravaskuler.
(11) Profilaksis antimikroba
Jangan memberikan antimikroba sebagai prosedur rutin sebelum pemasangan
atau selama pemasangan alatin travaskuler untuk mencagah kolonisasi kateter
atau infeksi bakterimia.
B. ISK
110
c) Kultur urin positif ≥105coloni forming unit (CFU) dengan 1 atau 2 jenis
mikroorganisme dan nitrit dan/leukosit esterase positif dengan carik
celup
111
(4) Pasien bedrest dengan perawatan paliatif
112
(5) Pasien immobilisasi dengan trauma atau operasi
(6) Pengukuran urin out put pada pasien kritis
113
ketentuan. Sebaiknya pemasangan urine kateter dilakukan oleh orang
yang ahli atau terampil.
(4) Pengambilan specimen, gunakan sarung tangan steril dengan tehnik
aseptic. Permukaan selang kateter swab alcohol kemudian tusuk kateter
dengan jarum suntik untuk pengambilan sample urine (jangan membuka
kateter untuk mengambil sample urine), jangan mengambil sample
urine dengan indwelling kateter diambil hanya bila ada indikasi klinis.
(5) Pemeliharaan urin kateter, pasien dengan menggunakan kateter urin
seharusnya dilakukan perawatan kateter dengan mempertahan kankesterilan
system drainase tertutup, lakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah
memanipulasi kateter, hindari sedikit mungkin melakukan buka tutup urin
kateter karena akan menyebabkan masuknya bakteri, hindari
meletakkannya dilantai, kosongkan urine bag secara teratur dan hindari
kontaminasi bakteri. Menjaga posisi urin bag lebih rendah dari pada
kandung kemih, hindarii rigasi rutin, lakukan perawatan meatus dan jika
terjadi kerusakan atau kebocoran pada keteter lakukan perbaikan dengan
tehnik aseptic
(6) Melepas kateter, sebelum membuka kateter urin keluarkan cairan dari balon
terlebih dahulu, pastikan balon sudah mengempes sebelum ditarik untuk
mencegah trauma, tunggu selama 30 detik dan biarkan cairan mengalir
mengikuti gaya gravitasi sebelum menarik kateter untuk dilepas.
114
tanda infeksi sistemik yaitu demam, takikardi dan leukositosis yang disertai
dengan gambaran infiltrate baru ataupun perburukan di foto thoraks dan
penemuan bakteri penyebab infeksi paru.Pasien dengan menggunakan
ventilator mempunyai resiko 6-21 kali lebih tinggi dari pada pasien tanpa
ventilator.
Bundles pada pencegahan dan pengendalian VAP sebagai berikut :
3) Menjaga kebersihan mulut atau oral hygiene setiap 2-4 jam dengan
menggunakan bahan dasar antiseptic chorlhexidine 0,02% dan dilakukan
gosok gigi setiap 12 jam untuk mencegah timbulnya flaque pada gigi karena
flaque merupakan media tumbuh kembang bakteri pathogen yang pada
akhirnya masuk kedalam paru pasien.
4) Manajemen sekresi oroparingeal dan trakeal yaitu :
(a) Suctioning bila dibutuhkan saja dengan memperhatikan tehnik aseptic
bila harus melakukan tindakan tersebut
(b) Petugas yang melakukan suctioning pada pasien yang terpasang ventilator
menggunakan APD
(c) Gunakan suction kateter sekali pakai
(d) Tidak sering membuka selang / tubing ventilator
(e) Perhatikan kelembaban pada humidifier ventilator
(f) Tubing ventilator diganti bila kotor
5) Melakukanpengkajiansetiaphari “sedasi dan extubasi” :
(a) Melakukan pengkajian penggunaan obat sedasi dan dosis obat tersebut
(b) Melakukan pengkajian secara rutin akan respon pasien terhadap
penggunaan obat sedasi tersebut. Bangunkan pasien setiap hari dan manila
responnya untuk melihat apakah sudah dapat dilakukan penyapihan
modus pemberian ventilasi
115
6) Peptic ulcer diseases porphylaxis diberikan pada pasien dengan risiko tinggi
7) Berikan Deep Vein Trombosis (DVT) Prophylaxis
HAP adalah infeksi akut pada parenkim paru setelah pasien dirawat di rumah
sakit >48 jam tanpa dilakukan intubasi dan sebelumnya tidak menderita infeksi
saluran nafas bawah.
Tanda dan gejala :
Ditemukan minimal dari tanda dan gejala klinis :
1) Demam (≥380C) tanpa ditemui penyebab lainnya
2) Leucopenia (<4000WBC/mm3) atau leukositosis (≥ 12000 SDP/mm3) Dan
minimal disertai dua dari tanda berikut :
E. Dekubitus
1) Factor internal :
a) Umur tua (75th)
116
b) Penurunan kemampuan system kardiovaskuler (DM, Anemia,
Hipoalbumin, Penyakit neurology)
c) Status gizi (under atau overweight)
2) Faktor eksternal :
a) Kebersihan tempat tidur
b) Peralatan medik yang memfiksasi (post op)
c) Perubahan posisi yang kurang
Penampilan klinis dekubitus :
Derajat I : radang epidermis
Derajat II : radang dermis hingga subkutan
Derajat III : radang faskia sampai otot Derajat
IV : radang sampai tampak tulang Perawatan
dekubitus :
Derajat I : dirawat dengan air hangat, lotion, dimasase 2-3kali sehari Derajat
II : dirawat dengan syarat aseptic suasana dingin dan hangat, obat-obatan
Derajat III : luka bersih, eksudat dialirkan, oksigenasi dijaga,antibiotika
sistemik
Derajat IV : perawatan diatas dilanjutkan, perlu tindakan bedah ?
117
Kegiatan sueveilans infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan ini merupakan suatu
proses yang dinamis, komprehensif dalam mengumpulkan, mengidentifikasi,
menganalisa data kejadian yang terjadi dalam suatu populasi yang spesifik dan
melaporkannya kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Hasil kegiatan surveilans
ini dapat digunakan sebagai data dasar laju infeksi di fasilitas pelayanan kesehatan,
untuk menentukan adanya kejadian luar biasa (KLB), dan sebagai tolak ukur
kejadian infeksi di rumah sakit. Dengan adanya kegiatan surveilans pada program PPI
di rumah sakit diharapkan dapat menurunkan laju infeksi.
a. Pengertian
Surveilans kesehatan adalah kegiatan pengamatan yang sistematis dan terus menerus
terhadap data dan informasi tentang kejadian penyakit atau masalah kesehatan dan
kondisi yang mempengaruhi terjadinya peningkatan dan penularan penyakit atau
masalah kesehatan untuk memperoleh dan memberikan informasi guna
mengarahkan tindakan pengendalian dan penanggulangan secara efektif dan
efisien. Salah satu dari bagian surveilans kesehatan adalah surveilans infeksi
terkait pelayanan kesehatan (health care associated infections/HAIs)
Kegiatan surveilans IRS adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus, dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi dari data
kesehatan yang penting pada suatu populasi spesifik yang dideseminasikan
sacara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
kesehatan.
b. Tujuan Surveilans
1) Tersedianya informasi tentang situasi dan kecenderungan kejadian HAIs
difasilitas pelayanan kesehatan dan factor risiko yang mempengaruhinya.
118
2) Terselenggaranya kewaspadaan dini terhadap kemungkinan terjadinya
fenomena abnormal (penyimpangan) pada hasil pengamatan dan dampak HAIs
di fasilitas pelayanan kesehatan
3) Terselenggaranya investigasi dan pengendalian kejadian penyimpangan pada
hasil pengamatan dan dampak HAIs difasilitas pelayanan kesehatan.
c. Metode Surveilans
1) Surveilans komprehensif (hospital wide/traditional surveilans)
Adalah surveilans yang dilakukan disemua area perawatan untuk
mengidentifikasi pasien yang mengalami infeksi selama di rumah sakit. Data
dikumpulkan dari catatan medis, catatan keperawatan, laboratorium dan
perawatruangan. Metode surveilans ini merupakan metodepertama yang
dilakukan oleh center for diseases control (CDC) pada tahun 1970 namun
memerlukan banyak waktu, tenaga dan biaya.
2) Surveilans target (targeted surveilans)
Metode surveilans ini berfokus pada ruangan atau pasien dengan risiko infeksi
spesifik seperti ruang perawatan intensif, ruang perawatan bayi baru
lahir, ruang perawatan pasien transplant, ruang perawatan
hemodialise, atau pasien dengan risiko : ISK, surgical site infection
(SSI)/IDO, blood stream infection (BSI)/IAD, pneumonia, (HAP/VAP) Surveilans
target dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan
memerlukan sumber daya manusia yang sedikit.
3) Surveilans Periodik
Metode hospital wide traditional surveillance yang dilakukan secara periodic
misalnya satu bulan dalam satu semester. Cara lain dilakukan surveilans
pada satu atau beberapa unit dalam periode tertentu kemudian pindah lagi ke
unit lain.
4) Surveilans Prevalensi (Prevalence Surveilance)
Adalah menghitung jumlah aktif infeksi selama periode tertentu. Aktif
infeksi dihitung semua jumlah infeksi baik yang lama maupun yang baru
ketika dilakukan survey. Prevalence surveilans dapat digunakan
pada populasi khusus seperti infeksi mikroorganisme khusus :
119
methicillin-resistant staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin resistant
enterococci (VRE).
Berdasarkan beberapa metode diatas, yang direkomendasikan adalah surveilans
target (targeted surveillance) untuk dapat dilaksana karena surveilans target
dapat memberikan hasil yang lebih tajam dan memerlukan sumberdaya
manusia yang sedikit.
d. Langkah – Langkah Surveilans
1) Perencanaan Surveilans
(a) Tahap 1 : mengkaji populasi
Tentukan populasi pasien yang akan dilakukan survey apakah semua
pasien / sekelompok pasien/ pasien yang berisiko tinggi saja
(b) Tahap 2 : menseleksi hasil /proses surveilans
Lakukan seleksi hasil surveilans dengan pertimbangan kejadian paling
sering/dampakbiaya/ diagnosis yang paling sering
(c) Tahap 3 : penggunaan definisi infeksi
Gunakan definisi infeksi yang mudah dipahami dan mudah diaplikasikan,
nosocomial infection surveilans system (NISS) misalnya menggunakan national
health safety network (NHSN), center for diseases control (CDC) atau
kementrian kesehatan
2) Pengumpulan data
a) Tahap 4 : mengumpulan data surveilans
b) Mengumpulkan data surveilans oleh orang yang kompeten,
professional, berpengalaman, dilakukan oleh IPCN
c) Memilih metode surveilans dan sumber data yang tepat
d) Data yang dikumpulkan dan dilakukan pencatatan meliputi data
demografi, factor risiko, antimikroba yang digunakan dan hasil kultur
resistensi, nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomorcatatan medic,
tanggal masuk RS.
e) Tanggal infeksi muncul, lokasi infeksi, ruang perawatan saat infeksi
muncul pertama kali.
f) Factor risiko : alat, prosedur, factor lain yang berhubungan dengan
IRS, data radiologi/imaging :X-ray, CT scan, MRI
120
g) Metode observasi langsung merupakan gold standard.
3) Analisis
Tahap 5 : penghitungan dan stratifikasi
(a) Incidence rate
Numerator adalah jumlah kejadian infeksi dalam kurun waktu tertentu.
Denominator adalah jumlah hari pemasangan alat dalam kurun waktu
tertentu atau jumlah pasien yang dilakukan tindakan pembedahan dalam
kurun waktu tertentu.
(b) Menganalisis incidence rate infeksi
Data harus dianalisa dengan cepat dan tepat untuk mendapatkan
informa siapakah dia ada masalah infeksi rumah sakit yang memerlukan
penanggulangan atau investigasi lebihl anjut.
121
LATAR Prosedur pemasangan infuse dan pemasangan CVP
BELAKANG/ merupakan tahap awal pemantauan dari kejadian infeksi
ALASAN/ luka infuse dan infeksi aliran darah primer dalam
IMPLIKASI/ meningkatkan mutu pelayanan RS, kesalahan tahap awal
RASIONALIS
pada tehnik pemasangan dapat menyebabkan terjadinya
ASI
HAIs di pelayanan kesehatan. Jika tidak dilakukan
pemantauan akan meningkatkan risiko infeksi rumahsakit
selanjutnya. Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian
fatal yang berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
Angka insisden:
Angka kejadian infeksi luka infuse/phlebitis dan angka
kejadian infeksi aliran darah primer di RSUD Manggelewa
dari bulan Januari sampai Desember 2022
sebesar 0.20%.
𝑁
FORMULA 𝑥1000 =...0/
𝐷 00
122
hasil yang positif yang tidak berhubungan dengan infeksi
ditempat lain
Dugaan infeksi aliran darah terkait pemasangan kateter
intravaskuler pada anak berusia < 1 tahun memiliki minimal
satu dari tanda berikut: demam suhu tubuh 380C per rectal,
hipotermi(<370C per rectal), apnea atau bradikardi, tidak
ditemukan sumer infeksi selain pemasangan kateter
vaskuler, terdapat bakteri pathogen dalam biakan kuman
Pada pasien dengan pemakaian kateter intravena perifer
ditemukan minimal satu gejala atau tanda berikut: bengkak
disekitar daerah pemasangan infuse, perubahan warna
kulit/kemerahan pada daerah
pemasangan kateter intravena, dan rasa nyeri
123
dengan target menggunakan
tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target,
lanjutan dalam bentuk grafik garis (tren)
yang dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan
mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD. Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
124
FORMAT
PENCATATA FORMULIR PELAPORAN INFEKSI NOSOKOMIA
N
Bulan:
Nama
:
Ruangan
NB :
125
Sampel Seluruh prosedur yang dilaksanakan di
Unit RSUD Manggelewa
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian infeksi akibat pemasangan
Numerator intravena cateter di daerah perifer dan
pemasangan cateter vena
sentral.
Angka Jumlah seluruh hari rawat pasien yang
Denominato terpasang infuse dan terpasang CVL
r
126
LATAR Prosedur pemasangan urine cateter merupakan tahap awal
BELAKANG/ pemantauan dari kejadian infeksi saluran kemih dalam
ALASAN/ meningkatkan mutu pelayanan RS, kesalahan tahap awal
IMPLIKASI/ pada tehnik pemasangan dapat menyebabkan terjadinya
RASIONALIS
HAIs di pelayanan kesehatan. ISK merupakaninfeksi yang
ASI
terjadi pada salurankemihmurni (ureter dan permukaan
kandung kemih) atau melibatkan bagian yang lebih dalam
dari organ-organ pendukung saluran kemih (ginjal, ureter,
kandung kemih, uretra dan jaringan sekitar retroperitoneal
atau rongga perinefrik), karena penggunaan kateter urine
>48 jam. Jika tidak dilakukan pemantauan akan
meningkatkan risiko infeksi nosokomial selanjutnya.
Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian fatal yang
berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
Angka insisden:
Angka kejadian infeksi saluran kemih di RSUD
Manggelewa dari bulan Januari sampai Desember 2022
sebanyak 0%.
𝑁
FORMULA 𝑥1000 =...0/
𝐷 00
128
FREKUENSI Frekuensi pengumpulan Setiap hari
DAN CARA data
PENGUMPUL Pelaksana pengumpulan IPCLN dan IPCN
AN DATA data
Bentuk pengumpulan data Catatan dalam format
pemantauan
FREKUENSID Frekuensi analisis data Setiap 3 bulan
AN CARA Pelaksana analisis data IPCN
ANALISIS Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah
DATA numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan target
menggunakan tabel
distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses pelaporan Setiap bulan
DAN CARA Pelaksana laporan awal IPCN
PELAPORAN Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan lanjutan Ketua Komite PPI
berkoordinasi dengan
unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan lanjutan Rekapitulasi pencapaian
target, dalam bentuk
129
grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan
target, lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target
tidak tercapai
Penerima laporan lanjutan Direktur RS, Dirut dan
Dewan Komisaris untuk
mendapatkan feedback/
rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
FORMAT
PENCATATAN FORMULIR PELAPORAN INFEKSI NOSOKOMIAL
Bulan:
Nama
Ruan :
gan
130
Mem gan sanga
akai CVL ninfus
Kate
ter
NB :
Frekuensi Setiap Hari
Pencatatan
Pelaksana Kepala Unit Rawat Inap
Pencatatan
Sampel Seluruh prosedur pemasangan cateter
urine di ruang rawat RSU Manggelewa
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian infeksi akibat
Numerator pemasangan urine cateter.
Angka Jumlah seluruh hari rawat pasien yang
Denominato terpasang urine cateter
r
131
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya dalam
pelaksanaan penyediaan data, pencatatan dan pelaporan
kejadian infeksi yang disebabkan oleh pemasangan alat
bantu nafas / ventilator di R. ICU -
RS.
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial,
OPERASIONA pengumpulan data pada pasien pada pasien yang terpasang
L ventilator setiap harinya di instalasi
pelayanan RS.
LATAR Prosedur pencegahan VAP pada pasien yang terpasang
BELAKANG/ ventilator merupakan tahap awal pemantauan dari kejadian
ALASAN/ VAP dalam meningkatkan mutu pelayanan RS, kesalahan
IMPLIKASI/ tahap awal pada pemasangan ventilator dan perawatan pasien
RASIONALIS
yang terpasang ventilator dapat menyebabkan terjadinya
ASI
infeksi rumahsakit di pelayanan kesehatan. VAP adalah
infeksi saluran nafas bawah yang mengenai parenkim paru
setelah pemakaian ventilasi mekanik> 48 jam dan
sebelumnya tidak ada tanda-tanda infeksi saluran nafas.
Angka insisden:
Angka kejadian dekubitus di RSUD Manggelewa dari bulan
Januari sampai Desember 2022 sebanyak 0%.
𝑁
FORMULA 𝑥1000 =...0/
𝐷 00
132
Leucopenia (<4.000 WBC/mm3) atau leukositosis
(≥12.000 SDP/mm3)
Dan minimal disertai 2 dari tanda berikut :
Timbulnya onset baru sputum purulen atau perubahan sifat
sputum
Peningkatan fraksi inspirasi oksigen ≥ 0,2 dari FiO2
sebelumnya
Peningkatan PEEP setiap hari sebesar ≥ 3cm H2O dari
PEEP sebelumnya selama 2 hari berturut-turut
KRITERIA Pasien dengan pneumonia sebelum pemasangan
EKSKLUSI ventilasi mekanik
SUMBER Format pemantauan Catatan hari rawat pasien yang
DATA terpasang ventilator
FREKUENSI Frekuensi pengumpulan Setiap hari
DAN CARA data
PENGUMPUL Pelaksana pengumpulan IPCLN dan IPCN
AN DATA data
Bentuk pengumpulan data Catatan dalam format
pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis data Setiap 3 bulan
DAN CARA Pelaksana analisis data IPCN
ANALISIS Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah
DATA numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target menggunakan tabel
distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses pelaporan Setiap bulan
DAN CARA Pelaksana laporan awal IPCN
PELAPORAN
133
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan lanjutan Ketua Komite PPI
berkoordinasi dengan unit
Penjaminan Mutu
Bentuk laporan lanjutan Rekapitulasi pencapaian
target, dalam bentuk grafik
garis (tren) yang
dibandingkan dengan
target, lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target
tidak tercapai
Penerima laporan lanjutan Direktur RS, Dirut dan
Dewan Komisaris untuk
mendapatkan feedback/
rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
134
FORMAT
PENCATATA
Jumlah seluruh
N
hari rawat
Tangga Jml kejadian
No RM pasien yang
l VAP
terpasang
Ventilator
1
1
2
3
4
NB :
135
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Out
MUTU put
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga pencegahan
dan pengendalian infeksi khususnya dalam pelaksanaan
penyediaan data, pencatatan dan pelaporan kejadian infeksi
yang disebabkan oleh tindakan operasi pada criteria operasi
bersih yang
dilakukan di RS.
DEFINISI Kegiatan pengamatan faktor resiko infeksi nosokomial,
OPERASIONA pengumpulan data pada semua pasien yang melakukan
L operasi setiap harinya di instalasi pelayanan RS.
LATAR Prosedur pencegahan infeksi daerah operasi pada pasien
BELAKANG/ yang melakukan operasi merupakan tahap awal pemantauan
ALASAN/ dari kejadian infeksi daerah operasi dalam meningkatkan
IMPLIKASI/ mutu pelayanan RS, kesalahan tahap awal pada persiapan
RASIONALIS
operasi, tindakan dan perawatan pasien yang melakukan
ASI
operasi yang terjadidalamwaktu 30 sampai 90
haripascaoperasidi pelayanan kesehatan. Jika tidak dilakukan
pemantauan akan meningkatkan risiko infeksi nosokomial
selanjutnya. Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian
fatal yang berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
Angka insisden:
Angka kejadian dekubitus di RSUD Manggelewa dari bulan
Januari sampai Desember 2022 sebanyak 0 %.
𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷
136
KRITERIA Seluruh prosedur yang dilaksanakan di seluruh unit RSUD
INKLUSI Manggelewa yang meliputi:
. Infeksi luka operasi superficial incisional site (SSI) adalah
infeksi luka operasi yang terjadi 30 hari setelah operasi dan
hanya mengenai kulit dan jaringan sub kutan dengan gejala
: aliran nanah purulen atau terdapat minimal salah satu
gejala infeksi berikut yaitu bengkak, kemerahan, nyeri dan
panas.
. Infeksi luka oprasi dalam (profunda) / surgical site
infection (SSI) Deep Incisional adalah infeksi yang terjadi
30 hari sampai 90 hari pasca tindakan operasi dengan
criteria terdapat salah satu keadaan sebagai berikut :
terdapat drainase purulen dari tempat insisi dalam, biakan
positif dari specimen berupa cairan yang keluar dari luka
atau jaringan insisi dalam yang diambil dengan cara
aseptic. Insis superficial yang disengaja dibuka oleh dokter
dan memberikan hasil kultur positif atau tidak dilakukan
kultur dan terdapat setidaknya satu gejala atau tanda seperti
bengkak, kemerahan, nyeri, demam dengan suhu 38 0C.
dokter yang merawat menyatakan infeksi.
. Infeksi luka operasi organ/rongga adalah infeksi
yang terjadi 30 harisampai 90 hari pasca tindakan operasi
menyangkut bagian tubuh kecuali insisi kulit, fasia,
lapisanotot yang dibuka atau dimanipulasi selama tindakan
operasi dan terdapat paling sedikit satu keadaan berikut :
terdapat drainase purulen yang berasaldari drain yang
ditempatkan pada organ /rongga terkait, biakan positif dari
specimen berupa cairan yang keluar dari luka atau
jaringan organ/rongga terkait,
abses atau tanda infeksi yang melibatkan organ/rongga
137
yang dibuktikan dengan pemeriksaan histology atau
pemeriksaan radiologi dan dokter yang menangani
menyatakan IDO.
. Jenis operasi :
Bersih : dilakukan pada daerah/kulit yang pada kondisi pra
bedah tidak terdapat peradangan dan tidak membuka
traktus respiratorus, traktus gastrointestinal, orofaring,
traktus urinarius atau traktus bilier. Operasi berencana
dengan penutupan kulit primer dengan atau tanpa
pemakaian drain tertutup.
Bersih Tercemar : luka operasi yang membukan traktus
digestivus, traktus bilier, traktus urinarius, traktus
respiratorius sampai dengan orofaring atau traktus
reproduksi kecuali ovarium
138
dibandingkan dengan
target menggunakan
tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses pelaporan Setiap bulan
DAN CARA Pelaksana laporan awal IPCN
PELAPORAN Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan
target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan lanjutan Ketua Komite PPI
berkoordinasi dengan
unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan lanjutan Rekapitulasi pencapaian
target, dalam bentuk
grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan
target, lengkap dengan
interpretasi, serta
laporan pelaksanaan
program peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila
target tidak tercapai
Penerima laporan lanjutan Direktur RS, Dirut dan
Dewan Komisaris untuk
mendapatkan feedback/
Rekomendasi
139
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
FORMAT
PENCATATA FORMULIR PELAPORAN INFEKSI NOSOKOMIAL
N
Bulan :
Nam a
:
Ruangan:
NB :
140
Frekuensi Setiap Hari
Pencatatan
Pelaksana Kepala Unit Rawat Inap
Pencatatan
Sampel Jumlah seluruh pasien yang melakukan
operasi
Jumlah Total sampling
Sampel
Angka Jumlah kejadian infeksi daerah operasi
Numerator sakit.
Angka Jumlah seluruh pasien yang melakukan
Denominato operasi.
R
141
LATAR Prosedur pencegahan HAP pada pasien yang dirawat di unit
BELAKANG/ pelayanan RSU Manggelewa merupakan tahap awal
ALASAN/ pemantauan dari kejadian HAP dalam meningkatkan mutu
IMPLIKASI/ pelayanan RS, kesalahan tahap awal pada perawatan pasien
RASIONALIS
dapat menyebabkan terjadinya HAIs di pelayanan kesehatan.
ASI
HAP adalah infeksi akut pada parenkimparusetelahpasien di
rawat dirumah sakit>48 jam tanpa dilakukan intubas dan
sebelumnya tidak menderita infeksi saluran nafas bagian
bawah. Jika tidak dilakukan pemantauan terhadap pasien
dengan risiko terjadi HAP akan meningkatkan risiko HAIs
selanjutnya. Kerugian yang dapat terjadi adalah kerugian
fatal yang berhubungan dengan KTD terhadap pasien.
𝑁
FORMULA 𝑥1000 = …0/
𝐷 00
142
Peningkatan fraksi inspirasi oksigen ≥ 0,2 dari fraksi
Sebelumnya
KRITERIA Pasien yang sudah pneumonia dari rumah atau luar
EKSKLUSI rumah sakit
SUMBER Format pemantauan Catatan hari rawat pasien dengan
DATA HAP
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPUL Pelaksana IPCLN dan IPCN
AN DATA pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format
pengumpulan data pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis Setiap 3 bulan
DAN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target menggunakan
tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
143
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target,
lanjutan dalam bentuk grafik garis (tren)
yang dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Kab. Dompu
AREA
PIC Ketua Tim PPI
FORMAT
PENCATATA
N Jumlah seluruh
pasien yang dirawat
Tang Jml kejadian dengan risiko
No RM
gal HAP pneunonie (pasien
dengan tirah
baring
lama)
1
1
2
3
4
144
NB :
Kepatuhan petugas dalam melakukan kebersihan tangan dengan metode Enam lan
gkah pada saat five moment
145
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
keselamatan pasien khususnya dari infeksi nosokomial
DEFINISI Kepatuhan kebersihan tangan adalah ketaatan petugas dalam
OPERASION melakukan prosedur kebersihan tangan dengan menggunakan
AL metode 6 langkah dan lima momen. Lima momen yang
dimaksud adalah:
. Sebelum kontak dengan pasien
. Sebelum melaksanakan tindakan aseptik
. Setelah kontak dengan cairan tubuh pasien
. Setelah kontak dengan pasien
. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien Kebersihan
tangan bisa dilaksanakan dengan hand wash (membersihkan
tangan di air mengalir) atau hand rub (membersihkan tangan
dengan cairan hand rubber
basis alkohol)
LATAR Rumah Sakit merupakan pusat pelayanan pasien yang
BELAKANG/ membutuhkan prosedur yang kompleks, sehingga
ALASAN/ meningkatkan risiko terjadinya HAIs akibat pelayanan
IMPLIKASI/ rumah sakit.
RASIONALIS
Dampak : Jika tidak dilaksanakan prosedur cuci tangan
ASI
yang baik dan benar akan mengakibatkan peningkatan
insiden infeksi nosokomial diantaranya yang sesuai dengan
kondisi saat ini adalah insiden VAP, HAP, IADP dan ISK.
Kerugian : Apabila terjadi insiden HAIs tentunya akan sangat
merugikan pasien, dari segi keselamatan, hari rawat,
penggunaan jenis obat yang tentunya
mempengaruhi pengeluaran biaya yang lebih besar.
𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷
146
NUMERATO Jumlah komulatif kegiatan lima momen petugas kesehatan
R melakukan kebersihan tangan dengan metode enam
langkah yang tepat dan benar dalam
suatu periode survei (momen)
DENOMINAT Jumlah komulatif seluruh kegiatan lima momen petugas
OR kesehatanyang seharusnya melakukan kebersihan tangan
dengan metode enam langkah yang tepat dan benar dalam
periode survei yang sama
(momen)
TARGET ≥ 90%
KRITERIA Seluruh kegiatan lima momen petugas kesehatan yang
INKLUSI seharusnya melakukan kebersihan tangan dengan
metode enam langkah (indikasi kebersihan tangan)
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER Survei (on-going process audit)
DATA
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPUL Pelaksana IPCN dan IPCLN RSUD
AN DATA Manggelewa
pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format
pengumpulan data Pemantauan
FREKUENSI Frekuensi analisis Setiap bulan
DAN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN RSUD Manggelewa
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian
147
dibandingkan dengan target
menggunakan tabel distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN RSUD Manggelewa
awal
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian
dibandingkan dengan target,
disajikan dalam bentuk grafik
Tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI-RS serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Tim PPI-RS berkoordinasi
lanjutan dengan Unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target,
lanjutan dalam bentuk grafik garis (tren)
yang dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan
mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai.
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Area Klinis RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI-RS
148
FORMAT BLANGKO AUDIT HAND HYGIENE RSU SHND ADOPSI
PENCATATA AUSTRALIAN HH/ WHO
N
AREA :
TANGGAL :
AUDITOR :
P MO TINDA H.SCO P MO TINDA H.SCOE
T ME KAN EN T ME KAN
G NT G NT
⚪ ⚪
S S
◻H.RU ◻PAK ◻H.RU ◻PAKAI
1 B AI 1 B
⚪2 ⚪2
◻LEPAS
◻H.W ◻LEP ◻H.W
ASH AS ASH ◻LANJU
◻ ◻
3 3
◻LUP ◻LAN ◻LUP
◻ ◻
UT JUT UT
4 4
◻ ◻
5 5
NB.
Frekuen Periode audit dilaksanakan setiap 1
si bulan.
Pencatat
an
Pelaksa IPCLN yang telah memahami secara
na seksama audit kebersihan tangan yang
Pencatat ditetapkan oleh RSUD Manggelewa
an
149
Sampel Kebersihan tangan yang dilaksanakan
seluruh staff di seluruh area klinis
RSUD Manggelewa
Jumlah Sampel yang diambil dengan
Sampel convinience sampling dari petugas/
profesi kesehatan yang memiliki
indikasi untuk melaksanakan
kebersihan tangan. Besar sampel /
momen diharapkan berkisar antara 30
momen/ area, namun akan disesuaikan
dengan kegiatan setiap profesional yang
melaksanakan kebersihan tangan.
Angka Komulatif kegiatan lima momen petugas
Numerat kesehatan melakukan kebersihan
or tangan dengan metode enam langkah
yang tepat dan benar dalam suatu
periode survei
Angka Komulatif seluruh kegiatan lima momen
Denomi petugas kesehatan yang seharusnya
nator melakukan kebersihan tangan dengan
metode enam langkah yang tepat dan
benar dalam periode survei yang sama
150
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
keselamatan pasien khususnya dari kejadian HAIs
DEFINISI Kepatuhan petugasmenggunakan APD adalah ketaatan petugas
OPERASION dalam melakukan prosedur penggunaan APD sesuai dengan
AL standar di RS.
𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷
151
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER Survei(on-going process audit)
DATA
FREKUENSI Frekuensi Setiap hari
DAN CARA pengumpulan data
PENGUMPU Pelaksana IPCN dan IPCLN RSUD Manggelewa
LAN DATA pengumpulan data
Bentuk Catatan dalam format pemantauan
pengumpulan data
FREKUENSI Frekuensi analisis Setiap bulan
DAN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN RSUD Manggelewa
DATA data
Bentuk analisis data Kalkulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target menggunakan tabel
Distribusi
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN RSUD Manggelewa
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan dalam
bentuk grafik tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI-RS Serta Unit
awal Penjaminan Mutu
152
Pelaksana laporan Ketua Tim PPI-RS berkoordinasi
lanjutan dengan Unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target, dalam
lanjutan bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target, lengkap
dengan interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan
mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai.
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Area Klinis RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI-RS
FORMAT
PENCATATA
N FORMULIR AUDIT KEPATUHAN PENGGUNAAN APD
RSUD Manggelewa
PETU
GAS
YANG
DIMO
NITO
R:
1. DOKTER
2.PERAWAT
3.PENUNJANG MEDIS ( CLEANING SERVICE,
PTGS LAB, PTGS LINEN, PRAMUSAJI)
153
154
Sampel Penggunaan APD yang dilaksanakan
seluruh staff di seluruh area klinis
RSUD Manggelewa
Jumlah Sampel yang diambil dengan
Sampel convinience sampling dari petugas/
profesi kesehatan yang memiliki
indikasi untuk menggunakan APD
sesuai dengan standar. Besar sampel
/ momen diharapkan berkisar antara
30 sample /area, namun akan
disesuaikan dengan kegiatan setiap
profesional yang menggunakan APD
sesuai dengan standar.
Angka Komulatif petugas kesehatan yang
Numerator menggunanakan APD sesuai dengan
standar dalam suatu periode survei
Angka komulatif seluruh kegiatan petugas
Denominato kesehatan yang seharusnya
r menggunakan APD sesuai dengan
standar dalam periode survei yang
sama
Hasil baik rectal swab petugas penjamah makanan dan petugas ruang bayi
STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Dilakukannya Rectal Swab Untuk Petugas Penjamah
INDIKATOR Makanan dan petugas ruang bayi @ 6 bulan
155
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Output
MUTU
TUJUAN Mencegah terjadinya kontaminasi terhadap makanan yang
diolah dan Memberikan rasa aman kepada konsumen/pasien
Mencegah terjadinya penularan kuman E Coli pada bayi
yang dirawat
FORMULA 𝑁
𝑥100% = …%
𝐷
156
PENGUMPUL Pelaksana IPCN
AN DATA pengumpulan data
Bentuk Hasil dari data laboratorium
pengumpulan data
FREKUENSID Frekuensi analisis Setiap 6 bulan
AN CARA data
ANALISIS Pelaksana analisis IPCN
DATA data
Bentuk analisis Kalkulasi jumlah numerator,
data denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target dari masing-masing
ruangan
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap 6 bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian sesuai
formula, kemudian dibandingkan
dengan target dari beberapa ruangan,
disajikan dalam bentuk
grafik tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target
lanjutan beberapa Unit Rawat Inap, dalam
bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target,
157
lengkap dengan interpretasi, serta
laporan pelaksanaan program
peningkatan mutu FOCUS-PDCA
bila target tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP Rawat Inap
AREA
PIC Ketua Tim PPI RS
FORMAT
PENCATATA
N N Pemeriksaan rectal
Nama KET
O swab
ya tidak
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
NB:
158
Angka Jumlah Seluruh staf pramusaji, dapur dan
Numerator ruang bayi RSUD Manggelewa yang
dilakukan rectal swab @ 6 bulan
Angka Seluruh staf pramusaji, dapur dan
Denominato ruang bayi RSUD Manggelewa
r
159
DENOMINATOR Jumlah seluruh pemeriksaan kultur mikrobiologi
RSUD Manggelewa
TARGET 100%
KRITERIA Seluruh pemeriksaan kultur mikrobiologi yang
INKLUSI dilakukan di RSUD Manggelewa meliputi :
Semua staf pramusaji, dapur dan ruang bayi RSUD
Manggelewa Semua alat single use yang direuse yang ada
di RSUD Manggelewa
Semua alat kritikal bedah di ruang operasi RSUD
Manggelewa Semua bahan makanan yang digunakan di
RSUD Manggelewa
Ruang yang digunakan untuk melakukan tindakan
operasi
KRITERIA -
EKSKLUSI
SUMBER DATA Hasil Data Dari laboratorium
FREKUENSI DAN Frekuensi Setiap 3 dan 6 bulan
CARA pengumpulan data
PENGUMPULAN Pelaksana IPCN
DATA pengumpulan data
Bentuk Hasil dari data laboratorium
pengumpulan data
FREKUENSIDA N Frekuensi analisis Setiap 6 bulan
CARA data
ANALISIS DATA Pelaksana analisis IPCN
data
Bentuk analisis Kalkulasi jumlah numerator,
data denominator, pencapaian
sesuai formula, kemudian
160
dibandingkan dengan target
dari masing-masing ruangan
FREKUENSI DAN Frekuensi proses Setiap 6 bulan
CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan IPCN
awal
Bentuk laporan Rekapitulasi jumlah numerator,
awal denominator, pencapaian
sesuai formula, kemudian
dibandingkan dengan target dari
beberapa ruangan, disajikan
dalam bentuk grafik
tren
Penerima laporan Ketua Tim PPI serta Unit
awal Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI berkoordinasi
lanjutan dengan unit Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target
lanjutan beberapa Unit Rawat Inap, dalam
bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target,
lengkap dengan
interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program
peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target tidak
tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/ rekomendasi
LINGKUP AREA Rawat Inap
161
PIC Ka Unit Pelayanan Gizi
FORMAT
PENCATATAN
N Pemeriksaan kultur
Nama KET
O mikrobiologi
ya tidak
1 2 3 4 5
1
2
3
4
5
NB:
162
Ketepatan pengelolaan linen RS
STANDAR Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
JUDUL Ketepatan pengelolaan linen RS
INDIKATOR
DIMENSI Safety TIPE INDIKATOR Pr
MUTU os
es
TUJUAN Tergambarnya upaya rumah sakit dalam menjaga
pencegahan dan pengendalian infeksi khususnya
dalam pelayanan laundry
DEFINISI Pengelolaan linen RS adalah seluruhkegiatan yang
OPERASION dilakukanmulaidaripenyediaan linen/alattenun RS
AL sampai dengan pendistribusian linen di masing-masing unit
perawatan. Alat tenun yang berupa kain yang digunakan di
seluruh pelayanan rumah sakitada yang terkontaminasi
cairan tubuhpasien (linen infeksius) yang berpotensi
menularkan penyakit menular dan ada yang tidak
terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien (linen non
infeksius). Dimana dalam pemilahan, proses pencucian,
pengeringan memerlukan tehnik khusus yang harus
dibedakan antara linen infeksius dan linen non infeksius.
Penyetrikaan, pendistribusian dan penyimpanan linen yang
siap pakai harus sesuai dengan standar yang ada untuk
mencegah terjadinya
kontaminasi silang.
LATAR Pengelolaan RS merupakan salah satu pemantauan PPI
BELAKANG/ dalam meningkatkan mutu pelayanan RS,
ALASAN/ pengelolaan linen yang tidak sesuai dengan standar
163
IMPLIKASI/ dapat menyebabkan terjadinya HAIs di pelayanan
RASIONALIS kesehatan. Jika tidak dilakukan pemantauan akan
ASI meningkatkan risiko infeksi RS selanjutnya.
𝑁
FORMULA 𝑥100% = …%
𝐷
164
FREKUENSI Frekuensi proses Setiap bulan
DAN CARA pelaporan
PELAPORAN Pelaksana laporan awal IPCN
Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah
numerator, denominator,
pencapaian sesuai formula,
kemudian dibandingkan
dengan target, disajikan
dalam bentuk grafik tren
Penerima laporan awal Ketua Tim PPI serta Unit
Penjaminan Mutu
Pelaksana laporan Ketua Komite PPI
lanjutan berkoordinasi dengan unit
Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian
lanjutan target, dalam bentuk grafik
garis (tren) yang
dibandingkan dengan target,
lengkap dengan interpretasi,
serta laporan pelaksanaan
program peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target
tidak tercapai
Penerima laporan Direktur RS, Dirut dan Dewan
lanjutan Komisaris untuk mendapatkan
feedback/
rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
165
FORMAT PENCATATA N
Note :
166
dan Pengendalian Infeksi ) Rumah Sakit berdasarkan standar
badan lingkungan hidup dan standar PPI.
DEFINISI Limbah B3 adalah sisa suatu usaha dan atau kegiatan yang
OPERASI mengandung B3. Yang termasuk dalam limbah B3 meliputi
ONAL limbah dengan karakteristik infeksius, benda tajam,
patologis, bahan kimia kadaluarsa, tumpahan kimia, atau
sisa kemasan kimia, radioaktif, farmasi, sitotoksik, peralatan
medis yang memiliki kandungan logam berat tinggi dan
tabung gas atau kontainer bertekanan.
Limbah berbahaya dan beracun dari farmasi adalah sampah
pada akibat proses pelayanan yang mengandung
bahan-bahan yang tercemar atauadasisaobat antara lain
:spuittanpa needlenya, kemasan infus, vial/plakonobat.
Pengolahan limbah padat infeksius/berbahaya adalahlimbah
Yang
Terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien dimasukkan dalamk
Antong berwarna kuning serta harus dikelola sesuai dengan
aturan dan pedoman yang berlaku.
Pengelolaan sampah / limbah non Infeksius adalah proses
pemilahan sampah yang tidak terkontaminasi cairan
Tubuh pasien dimasukkan dalam kantong plastic hitam sesuai
aturan.
Limbah benda tajam dibuang ke sharp kontainer/jerigen yang
167
RASIONA
LISASI
FORMULA 𝑁
𝑥100% = …%
𝐷
168
formula, kemudian dibandingkan
dengan target menggunakan tabel
distribusi
FREKUEN Frekuensi proses Setiap bulan
SI DAN pelaporan
CARA Pelaksana laporan Kepala Unit rumah tangga
PELAPOR awal
AN Bentuk laporan awal Rekapitulasi jumlah numerator,
denominator, pencapaian sesuai formula,
kemudian dibandingkan dengan target,
disajikan dalam bentuk
grafik tren
Penerima laporan Manager Keuangan dan Umum
awal ditembuskan ke Unit Penjaminan
Mutu
Pelaksana laporan Manager Keuangan dan Umum
lanjutan berkoordinasi dengan Unit
Penjaminan Mutu
Bentuk laporan Rekapitulasi pencapaian target, dalam
lanjutan bentuk grafik garis (tren) yang
dibandingkan dengan target, lengkap
dengan interpretasi, serta laporan
pelaksanaan program peningkatan mutu
FOCUS-PDCA bila target tidak
Tercapai
Penerima laporan Direksi dan Owner untuk
lanjutan mendapatkan feedback/ rekomendasi
LINGKUP Seluruh Unit Pelayanan RSUD Manggelewa
AREA
PIC Ketua Tim PPI
169
FORMAT PENCATA
CatatanTAN
Expedisi pembuangan sampah
170
5) ASA 5 : pasien tidak diharapkan hidup walaupun dioperasi atau
tidak
c. T.Time (T Point)
3 Craniotomy 4
5 Colonic surgery 3
7 Vascular surgery 3
9 Ventricular shunt 2 2
10 Herniorrhaphy 2
11 Appendectomy 1
12 Limb amputation 1
171
c) Tercemar
d) Kotor 1
2) Klasifikasi kondisi pasien
a) ASA 1 0
b) ASA 2
c) ASA 3
d) ASA 4 1
e) ASA 5
3) Durasioperasi / T.Time / T Point
a) Sesuai dengan waktu yang ditentukan nilai : 0
b) Lebih dari waktu yang ditentukan nilai 1
4) Interpretasi
Tahap 7 : interpretasi
Interpretasi yang dibuat harus menunjukkan informasi tentang
penyimpangan yang terjadi. Bandingkan angka infeksi rumah sakit apakah
ada penyimpangan, dimana terjadi kenaikan atau penurunan yang
cukuptajam. Bandingkan rate infeksi dengan NNIS/CDC/WHO.
Perhatikan dan bandingkan kecenderungan menurut jenis infeksi, ruang
perawatan dan mikroorganisme pathogen penyebab bila ada. Jelaskan
sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi rumah sakit dengan
melampirkan data pendukung yang relevan dengan masalah yang
dimaksud.
5) Pelaporan
Tahap 8 : pelaporan
1) Laporan dibuat secara periodic, setiapbulan, tri wulan, tahunan atau
sewaktu-waktu jika diperlukan.
2) Laporan dilengkapi dengan rekomendasi tindak lanjut bagi pihak
terkait dengan peningkatan infeksi
3) Laporan didesiminasi kepada pihak-pihak terkait
172
4) Tujuan didesiminasi agar pihak terkait dapat memanfaatkan informasi
tersebut untuk menetapkan startegi pengendalian infeksi rumah sakit.
6) Evaluasi
Tahap 9 : evaluasi surveilans system
a) Langkah-langkah proses surveilans
b) Ketepatan waktu dari data
c) Kualitas data
d) Ketepatanan alisa
e) Hasil penilaian : apakah system surveilans sudah sesuai dengan tujuan
yang telah ditetapkan
Hasil pelaksanaan surveilans merupakan dasar untuk melakukan
perencanaan lebih lanjut. Jika terjadi peningkatan infeksi yang
signifikan yang dapat dikatagorikan kejadian luar biasa, maka perlu
dilakukan upaya penaggulangan kejadian luar biasa.
4. Identifikasi dini KLB infeksi rumah sakit
Bila laju infeksi rumah sakit telah diketahui, maka kita dapat segera
mengenali bila terjadisuatu penyimpangan dari laju angka dasar tersebut, yang
mencerminkan suatu peningkatan kasus atau kejadian luar biasa (Out Break )
dari RS.
KLB adalah timbulnya atau meningkatnya kejadian kesakitan dan atau kematian
yang bermakna secara epidimiologis pada daerah dalam kurun waktu tertentu
dan merupakan keadaan yang dapat menjurus terjadinya wabah.
173
terus menerus dan sistematis (surveilans) terhadap factor resiko terjadinya infeksi
rumah sakit.
a. Timbulnya suatu penyakit yang sebelumnya tidak ada atau tidak dikenal
pada suatu daerah.
b. Peningkatan kejadian kesakitan terus menerus selama 3 kurun waktu dalam
jam, hari atau mingguberturut-turut menurut jenis penyakitnya.
c. Peningkatan kejadian kesakitan dua kali atau lebih dibandingkan dengan
periode sebelumnya dalam kurun waktu jam, hari atau minggu menurut jenis
penyakitnya
d. Jumlah penderita baru dalam periode waktu satu bulan menunjukkan
kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan
dalam satu tahun sebelumnya.
e. Rata-rata jumlah kejadian kesakitan perbulan selama satu tahun
menunjukkan kenaikan dua kali atau lebih dibandingkan dengan rata-rata
jumlah kejadian kesakitan per bulan dalam tahun sebelumnya.
f. Angka kematian khusus suatu penyakit (Case Fatality Rate ) dalam
satu kurun waktu tertentu menunjukkan kenaikan 50% atau lebih
dibandingakan dengan angka kematian kasus suatu penyakit periode
sebelumnya dalam kurun waktu yang sama
g. Angka proporsi penyakit (Proportional Rate) penderita baru suatu
penyakit pada suatu periode menunjukkan kenaikan dua kali atau
174
lebih disbanding suatu periode sebelumnyadalam kurun waktu yang sama.
Tanpa adanya ketrampilan tersebut maka pengumpulan data yang dilakukan tidak
ada gunanya sama sekali dan KLB akan lewat demikian saja.
Surveilans yang baik dapat menyediakan data dasar sebagai data pendukung
rumah sakit dalam upaya memenuhi standar pelayanan rumah sakit.
175
d. Salah satu unsure pendukung untuk memenuhi akreditasi RS
Surveilans IRS merupakan salah satu unsure untuk memenuhi akreditasi RS
yaitu pencegahan dan pengendalian infeksi. Akan tetapi pengumpulan, data
surveilans hanya untuk kepentingan akreditasi adalah suatu pemborosan sumber
daya yang luar biasa tanpa memberikan manfaat kepada RS ataupun tenaga
yang ada. Oleh karena itu surveilans harus dikembalikan kepada tujuan yang
sebenarnya yaitu untuk menurunkan resiko IRS.
Pusat sterilisasi merupakan salah satu mata rantai yang penting untuk
pengendalian infeksi dan berperan alam upaya menekan kejadian
176
infeksi. Untuk melaksanakan tugas dan fungsi sterilisasi, Pusat Sterlisasi
sangat bergantung pada unit penunjang lain seperti unsur pelayanan medik,
unsur penunjang medik maupun instalasi antara lain perlengkapan, rumah
tangga, pemeliharaan sarana rumah sakit dan lain-lain. Apabila terjadi
hambatan pada salah satu sub unit diatas maka pada akhirnya akan
mengganggu proses dan hasil sterilisasi. Pusat pelayanan sterilisasi ini bertugas
untuk memberikan pelayanan terhadap semua kebutuhan kondisi steril atau
bebas dari semua mikroorganisme (termasuk endospora) secara tepat dan
cepat.
1. Falsafah
Unit pelayanan sterilisasi Rumah Sakit Umum Manggelewa melayani
semua unit pelayanan yang ada di rumah sakit yang membutuhkan alat-
alat/bahan-bahan dalam kondisi steril.
2. Tujuan
a. Tujuan Umum
Untuk meningkatkan mutu pelayanan sterilisasi alat dan bahan guna
menekan kejadian infeksi di rumah sakit.
b. Tujuan Khusus
1) Sebagai sebuah panduan kerja bagi tenaga pelaksana dalam
memberikan pelayanan sterilisasi
177
2) Menyediakan kebutuhan persediaan / peralatan kamar operasi dan
unit lain yang membutuhkan peralatan steril
3) Menyelenggarakan standarisasi dalam proses dekontaminasi,
pengemasan sampai dengan sterilisasi
4) Terkendalinya kejadian Infeksi Rumah Sakit
3. Pengertian
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah suatu proses untuk menghilangkan atau
memusnahkan mikroorganisme dan kotoran yang melekat pada
peralatan medis/objek, sehingga aman untuk penggunaan
selanjutnya.
b. Desinfektan
Desinfektan adalah bahan kimia yang digunakan untuk mencegah atau
menurunkan jumlah mikroorganismeatau kuman penyakit lainnya
c. Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali endospora bakterial
dari objek dengan merebus, menguapkan, atau memakai desinfektan
kimiawi.
d. Pembersihan
Proses yang secara fisik membuang semua debu yang tampak, kotoran
darah, atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang
sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi resiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air mengalir sikat
sehingga kotoran atau bahan organik hilang dari permukaan, membilas
dengan air bersih lalu mengeringkan.
e. Sterilisasi
178
Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati melalui proses fisika
dan kimiawi dengan menggunakan alat sterilisator.
f. Steril
Steril adalah kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk spora
g. Antiseptik
Antiseptik adalah bahan kimia yang dapat menghambat atau membunuh
pertumbuhan bakteri, jamur, dan lain-lain pada jaringan hidup
h. Indikator biologi
Indikator biologi adalah sediaan berisi sejumlah tertentu mikroorganisme
spesifik dalam bentuk spora yang paling resisten terhadap suatu proses
sterilisasi tertentu dan digunakan untuk menunjukkan bahwa sterilisasi telah
tercapai
i. Indikator kimia
Indikator kimia adalah suatu alat bentuk strip atau tape yang menandai
terjadinya pemaparan sterilan pada obyek yang disterilkan, ditandai dengan
adanya perubahan warna.
j. Indikator mekanik
Indikator mekanik adalah penunjuk suhu, tekanan, waktu dan lain-lain pada
mesin sterilisasi yang menunjukkan mesin berjalan normal
4. Peran Unit Pelayanan Sterilisasi
Bahan dan peralatan medik pada umumnya diproses di setiap unit/bagian
yang ada pada rumah sakit bersangkutan. Kelemahan dengan sistem ini
adalah terjadinya duplikasi bahan dan peralatan serta sulit untuk
mempertahankan standar/kualitas yang terbaik untuk proses
dekontaminasi dan sterilisasi.
179
Dengan semakin berkembangnya prosedur operasi maupun kompleksitas
peralatan medik , maka diperlukan proses sterilisasi yang tersentralisasi sehingga
keseluruhan proses menjadi lebih efisien, ekonomis dan keamanan pasien
semakin terjamin.
Untuk itu unit pelayanan sterilisasi mempunyai fungsi utama yaitu menyiapkan
alat-alat bersih dan steril untuk keperluan perawatan pasien di rumah sakit.
Secara lebih rinci fungsi dari unit pelayanan sterilisasi adalah menerima,
memproses, mensterilkan, menyimpan dan mendistribusikan peralatan medis
ke berbagai ruangan di rumah sakit untuk kepentingan perawatan pasien.
180
d. Memberi label : setiap kemasan (alat yang sudah di dekontaminasi) yang
dikirimkan oleh ruang perawatan harus mempunyai label yang menjelaskan
isi dari kemasan, tanggal sterilisasi dan kadaluarsa dari proses sterilisasi
Koordinator : 1 orang
Staf : 2 orang
Pada situasi tertentu dapat dibantu oleh staf perawat sift dari kamar
operasi
b. Uraian Tugas
1) Koordinator pelayanan sterilisasi
181
a) Merencanakan, mengkoordinasikan, melaksanakan, mengawasi serta
mengevaluasi kegiatan sterilisasi
b) Menyediakan dan mendistribusikan peralatan steril keseluruh unit
rumah sakit yang membutuhkan
c) Bertanggung jawab atas kualitas hasil sterilisasi
d) Menjaga efisiensi dan efektivitas penggunaan bahan/alat, mesin,
waktu dan tenaga
e) Menjaga ketertiban dan kebersihan lingkungan kerja serta suasana kerja
yang aman dan nyaman
f) Menyusun anggaran kebutuhan alat tenun pelayanan sterilisasi dan
rencana bisnis anggaran (RBA)
g) Ikut menunjang PPI
h) Menjaga disiplin dan kerjasama tim serta menilai kerja staf
i) Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh atasan
j) Menyusun laporan kegiatan yang dipertanggung jawabkan kepada
atasan
k) Mengecek kebutuhan alat-alat/ bahan ke bagian logistik
l) Merencanakan kebutuhan set linen di kamar operasi sesuai
prosedur yang berlaku.
2) Staf
a) Staf/ Urusan Penerimaan
Bertanggung jawab terhadap penerimaan bahan yang akan disteril dari unit-unit
pelayanan yaitu : OK, ICU, HD, Poliklinik, Rawat inap, VK, Ruang Bayi dan
Home Care.
Rincian tugasnya sebagai berikut :
(1) Menerima bahan-bahan/ alat-alat yang akan disterilkan dari unit-
unit pelayanan
(2) Mencatat di buku ekspedisi dan menandatangani serah terima
(3) Pada setiap alat-alat/ bahan-bahan kemasan diberi label kartu
pelayanan sterilisasi dan indikator tipe sebagai berikut :
No :
182
Pemilik :
183
Nama barang :
Tanggal sterilisasi :
No. Mesin :
No. Siklus :
Tanggal kadaluarsa :
Dikemas oleh :
(4) Mencatat dibuku register pelayanan sterilisasi jumlah alat yang
disterilkan dalam satu mesin atau autoclave
b) Staf/ urusan Procesing
Bertanggung jawab terhadap pelaksanaan proses sterilisasi dari pengepakan sampai
dengan sterilisasi
(1) Menyiapkan set linen kemudian diseting didalam tromol besar, jumlahnya
sebagai berikut :Jas operasi 4 buah, Doek besar 3 buah dan Doek sedang
/ kecil 3 buah
(2) Mengecek dan memberi tanda setiap tromol/ kemasan yang akan
disterilkan dengan kartu pelayanan sterilisasi atau tape indikator
(3) Menyeteril yang sudah diset sesuai prosedur dari kamar operasi dan unit-
unit lain di Rumah Sakit Umum daerah Manggelewa
(4) Mengamati mesin selama proses sterilisasi agar kondisinya tetap baik dan
matikan bila bel autoclave bunyi
(5) Membuat laporan kalibrasi
c) Staf/ urusan Penyimpanan dan Penyaluran
Bertanggung jawab terhadap penyimpanan barang yang sudah steril sampai
pendistribusian ke unit-unit pelayanan.
185
1) Bangunan dan lokasi Unit Pelayanan Sterilisasi
Lokasi pusat sterilisasi Rumah Sakit Umum Daerah Manggelewa berada di
dekat ruang penyakit dalam. Penetapan lokasi sesuai dengan kapasitas
rumah sakit yang terdiri dari 229TT.
a) Ruang Dekontaminasi
Pada ruang ini terjadi penerimaan barang kotor, dekontaminasi dan
pembersihan. Pada ruangan ini suhu dan kelembaban harus terpantau
karena akan berpengaruh pada bioburden lingkungan dan juga
kenyamanantenaga yang bekerja. Suhu dan kelembaban yang
direkomendasikan adalah suhu udara antara 180C-220C.
b) Ruang pengemasan alat
Diruang ini dilakukan proses pengemasan alat bersih yang akan disterilkan
dan pemberian etiket pada kemasan alat tersebut.
c) Ruang prosesing
Di ruang ini dilakukan pemeriksaan linen, dilipat dan dikemas untuk
persiapan sterilisasi. Pada daerah ini ada tempat penyimpanan barang tertutup.
d) Ruang sterilisasi
Di ruang ini dilakukan proses sterilisasi alat/bahan.
186
minimum 43cm dari langit-langit dan 5cm dari dindingserta diupayakan
untuk menghindari terjadinya penumpukan debu pada kemasan, serta alat
steril tidak disimpan di dekat wastafel atau saluran pipa lainnya.
h) Pendokumentasian
Setiap mesin sterilisasi memiliki dokumen riwayat pemeliharaan /
perawatan mesin yang terimpan di ruang pusat pelayanan sterilisasi RSUD
Manggelewa
187
perbekalan non medis, Rawat inap, rawat jalan, IGD, OK, ICU, Ruang Bayi,
Ruang Bersalin dan Home Care.
2) Pengemasan
Pengemasan ini digunakan untuk membungkus alat yang dipakai ulang untuk
disterilisasi, disimpan dan dipakai kembali. Tujuan pengemasan adalah
berperan terhadap keamanan dan efektivitas perawatan pasien.
c. Metode Sterilisasi
Metode sterilisasi yang dilaksanakan di RSUD Manggelewa adalah :
1) Oven Kering
Cara kerja :
190
(d) Alat akan steril dalam waktu 30 menit ditandai dengan lampu pada
steril atau lampu pada ozon akan mati
(e) Tekan tombol power untuk mematikan sterilisator
(f) Alat boleh diangkat setelah 30 menit dari lampu sterilisator mati
2) Autoclave
Cara kerja :
(a) Linen : dengan steam sterilizer atau autoclave pada program linen pada
suhu 1340C selama 30 menit atau label berubah warna menjadi
hitam
(b) Instrument : dengan steam sterilizer atau autoclave pada program
instrumen pada suhu 1340C selama 30 menit atau label berubah warna
menjadi hitam
(c) Bahan plastik / karet : dengan steam sterilizer pada program
plastik pada suhu 1340C selama 30 menit (misal sirkuit ventilator)
191
d. Penyaluran / distribusi
Penyaluran / distribusi / pengeluaran barang steril dari ruang penyimpanan
mengikuti kombinasi Sistem First In First Out ( FIFO ) dan First Expired First Out
(FEFO).
Barang steril yang akan disalurkan ke OK diangkut dengan kereta dorong
khusus untuk barang steril lengkap dengan tutupnya yang didesinfeksi secara
berkala.
Tempat lewat barang steril diatur sedemikian rupa, sehingga tidak bercampur
dengan alur barang non steril atau barang kotor.
Barang steril yang akan disalurkan ke masing-masing ruangan menggunakan
container khusus.
e. Monitoring dan Evaluasi Proses Sterilisasi
Kualitas sterilisasi sangat dipengaruhi oleh sistem pengawasan mutu.
Pengawasan ini harus dapat perhatian khusus dari koordinator serta stafnya.
Kegiatan pengawasan mutu meliputi :
1) Monitoring proses sterilisasi dengan memperhatikan :
(a) Tape indikator yang digunakan
(b) Perubahan warna pada jenis indikator kimia eksternal yang
digunakan
192
(d) Jenis barang yang disalurkan
(e) Jumlah barang yang disalurkan
(f) Unit Peminta
(g) Jenis barang yang disteril
(h) Jumlah barang yang disteril
(i) Kondisi barang secara visual
Pada processing pencatatan dilakukan validasi proses sterilisasi yaitu
mengenai kondisi mesin seperti :
(a) Vakum tes dinyatakan baik bila tampilan tekanan mesin autoclave sesuai
standar yaitu suhu 134°c waktu pencapaian 30 menit
(b) Warna autoclave tape berubah menjadi hitam
(c) Test biologi sesuai hasil kultur dari laboratorium mikrobiologi
2) Pelaporan
Laporan kegiatan unit sterilisasi dilaksanakan secara berkala, bulanan dan
tahunan. Adapun hal-hal yang dilaporkan antara lain :
193
6) Laporan kerusakan alat / mesin / sarana prasarana yang ditujukan ke teknisi
medis berupa blanko :
● Tanggal pelaporan
● Nama barang atau alat
● Jenis kerusakan
● Proses perbaikan atau tindak lanjut
7) Laporan inventaris yang melaporkan kondisi inventaris barang unit
Pelayanan Sterilisasi yang meliputi :
● Nama barang
● Pengenal barang / merek / tipe, tahun pembuatan
● Jumlah
● Kondisi baik atau rusak.
194
d. Penandaan yang dimaksud dibuat dari selotif/spidol permanen
sesuai kode angka pada penandaan
e. Staf yang berkewajiban memberikan tanda adalah penanggung
jawabalat di unit kerja
f. Proses untuk pre-cleaning, cleaning dan sterilisasi harus sesuai
dengan spesifikasi masing-masing alat
Tahapan proses sterilisasialat single- use yang di re-use :
a. Uji visual
b. Perendaman dengan desinfektan
c. Pencucian
d. Pembilasan
e. Pengeringan
f. Pengemasan
g. Labeling
h. Proses sterilisasi
i. Penyimpanan alat
Penandaan peralatan dengan kode angka ;
195
9 REUSE IX Re-use 9 kali
196
Untuk mengembangkan atau meningkatkan pengetahuan, ketrampilan
serta sikap dari SDM di pusat pelayanan sterilisasi melalui beberapa cara
seperti: mengikuti pendidikan formal maupun non formal dan pelaksanaannya
menggunakan kurikulum pelatihan yang baku sehingga mutu pelatihan bisa
dipertanggung jawabkan. Program diklat untuk koordinator pusat pelayanan
sterilisasi berbeda dengan staf yang ada di pusat pelayanan sterilisasi. Diklat
untuk kepala instalasi lebih bersifat managerial sedangkan diklat untuk staf lebih
bersifat teknis.
Materi pengajaran untuk staf yaitu dengan mengikuti seminar atau
pelatihan baik yang diadakan didalam rumah sakit maupun diluar rumah sakit.
Pelatihan / seminar Pelayanan Sterilisasi antara lain : manajemen sterilisasi,
operasional teknis sterilisasi, dekontaminasi, pengemasan, tentang quality
assurance proses sterilisasi, tentang pencegahan dan pengendalian Infeksi
Rumah Sakit, K-3 RS dan pemeliharaan serta perbaikan alat sterilisasi dan
kelengkapannya. Mengadakan studi banding yaitu dengan mengunjungi atau
melihat langsung instalasi sterilisasi yang lebih baik.
i. Kesehatan dan Keselamatan Kerja ( K3 )
Pencegahan kecelakaan pada petugas melaksanakan semua kegiatan secara
aman di lingkungan Pelayanan Sterilisasi menjadi tanggung jawab petugas
pelayanan sterilisasi setelah dilakukan pembekalan kepada petugas tentang bahaya-
bahaya yang mungkin terjadi di lingkungan Pelayanan Sterilisasi. Pada dasarnya
kecelakaan dapat dihindari dengan mengetahui potensi bahaya yang dapat
ditimbulkannya. Dengan memperhatikan secara seksama dan melatih teknik-teknik
bekerja secara aman maka resiko terjadinya kecelakaan kerja dapat diturunkan
secara signifikan.
197
penyakit dan dalam kondisi yang ekstrim menyebabkan kematian. Upaya
pencegahan dapat dilakukan secara efektif dengan menggunakan alat pelindung
diri seperti sarung tangan, penutup kepala, penutup kaki, baju anti cairan,
masker maupun goggle mata.
198
Petugas Pelayanan Sterilisasi mempunyai tanggung jawab dalam upaya
mencegah terjadinya kecelakaan pada pasien yang dirawat di rumah sakit.
Melakukan proses dekontaminasi, desinfeksi, pengemasan, sterilisasi dan
penanganan barang steril secara aseptik dan benar sesuai dengan SOP yang
ditetapkan merupakan cara terbaik bagi petugas untuk mencegah terjadinya
kecelakaan / luka pada pasien. Pasien penerima barang yang belum diuji
kelayakan fungsi dan cara pakainya dapat mengalami komplikasi. Alat-alat
terkontaminasi (seperti instrument bedah) apabila digunakan pada pasien dapat
menimbulkan infeksi nasokomial.
199
bakteri pada instalasi laundry). Untuk itu penanganan linen di rumah sakit juga
harus mendapat perhatian khusus dalam pemrosesannya.
200
f. Linen kotor terinfeksi/ linen kotor infeksius adalah linen yang
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi
g. Linen kotor tidak terinfeksi / linen kotor non infeksius adalah linen kotor
yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh, darah, sekresi dan eksresi
h. Limbah bahan berbahaya dan beracun adalah sisa suatu usaha dan atau
kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan atau beracun yang karena
sifat dan atau konsentrasinya dan atau jumlah, baik secara langsung maupun
tidak langsung dapat mencemarkan dan atau merusak lingkungan hidup dan
atau dapat membahayakanlingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup
manusia serta mahluk hidup lainnya.
4. Manajemen Linen di Rumah Sakit
Jenis Linen
Ada bermacam-macam jenis linen yang digunakan di rumah sakit diantaranya:
a. Sprei / laken bayi
b. Steek laken
c. Perlak besar
d. Perlak satandar
e. Perlak kecil
f. Sarung bantal
g. Sarung guling
h. Selimut/selimut bayi
i. Bed cover
j. Tirai / gorden
k. Kain penyekat
l. Taplak
m. Celemek/skort
n. Topi pasien/topi kerja
o. Baju pasien
p. Celana pasien
201
q. Baju operasi
r. Jas petugas (biru)
s. Jas pengunjung (putih)
t. Macam-macam doek (doek kecil, doek besar, doek lubang, doek sedang )
u. Popok, baju bayi dan selimut bayi
v. Handuk cuci alat
w. Handuk mandi
x. Linen operasi
Bahan Linen
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
1) Katun 100%
2) Flannel
3) Twill/drill
Pemilihan bahan linen hendaknya disesuaikan dengan fungsi dan cara perawatan
serta penampilan yang diharapkan
Peran dan Fungsi Manajemen Linen
Peran pengelolaan manajemen linen di rumah sakit cukup penting. Diawali dari
perencanaan, salah satu subsistem pengelolaan linen adalah proses pencucian. Alur
aktivitas fungsional dimulai dari penerimaan linen kotor, pemilahan, proses
pencucian, pemerasan, pengeringan, sortir noda, penyetrikaan, sortir linen rusak,
pelipatan, merapikan, mengepak atau mengemas, menyimpan, dan
mendistribusikan ke unit-unit yang membutuhkannya, sedangkan linen yang rusak
akan di jarit.
Untuk melaksanakan aktivitas tersebut dengan lancer dan baik, maka diperlukan
encana dengan baik. Peran sentral lainnya adalah perencanaan, pngadaan,
pengelolaan, pemusnahan, control dan pemeliharaan fasilitas kesehatan, dan lain-
lain, sehingga linen dapat tersedia di unit-unit yang membutuhkan.
Prinsip Pengelolaan Linen di Rumah Sakit
202
203
Secara umum infeksi yang disebabkan karena linen relative rendah.
Karena tidak kontak langsung dengan jaringan tubuh yang steril atau dengan
pembuluh darah
5. Pengelolaan Linen
a. Struktur organisasi
Pengelolaan linen di RSUD Manggelewa merupakan tanggung jawab dari
bagian rumah tangga, dimana pada bagian penyediaan, pencucian sampai dengan
penyetrikaan dikontrakkan pada pihak kedua yang berada di luar rumah sakit /
dengan sistem out sourcing.
Saat ini pengelolaan linen sesuai struktur berada dibawah bagian rumah
tangga. Pengelolaan yang hanya dilakukan adalah pemisahan linen kotor dan
pengawasankegiatan laundry di pihakkedua oleh Komite PPI. Dilakukannya out
sourcing di RSUD Manggelewa berdasarkan pemikiran bahwa : adanya
keterbatasan lahan rumahsakit dan manajemen perlu berkonsentrasi pada care
bisnis yaitu jasa layanan kesehatan yang artinya adalah perawatan dan
pengobatan
204
Fungsi utama, tugas dan tanggung jawab koordinator dan pelaksana linen
1) Koordinator Rumah Tangga
Fungsi utama :
Bertanggung jawab atas stock dan kebersihan linen RSUD Manggelewa
Tugas dan tanggung jawab
a) Melaksanakan kebijakan pelayanan linen sesuai dengan ketentuan dan satndar
RS
b) Bertanggung jawab dalam pengelolaan linen
c) Mengawasi sistem kerja pelayanan linen sehingga dicapai mutu
pelayanan linen yang diharapkan
d) Mengatur pengelolaan ketenagaan dan peralatan dalam mendukung
kelancaran kerja pelayanan dibagian linen
e) Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan tempat dan peralatan di bagian
linen
f) Membuat, mengevaluasi serta merubah protap bila perlu
g) Merencanakan kebutuhan linen untuk masing-masing unit
h) Mengumpulkan linen dari masing-masing unit dan menyerahkan ke
laundry
i) Membuat pencatatan jumlah linen yang dikirim ke laundry dan yang
dikembalikan
j) Memastikan jumlah linen yang dikirim dan yang diterima sesuai dengan
jumlahnya
k) Memastikan linen yang diterima dari laundry dalam kondisi bersih
l) Bertanggung jawab terhadap program penjamin mutu yang meliputi :
Akreditasi, KPRS, PPI, K3
m) Memastikan kualitas linen dan ketersediaan stok dimasing-masing unit
205
n) Menerima linen dari laundry dan mendistribusikan ke masing-masing unit
o) Membuat laporan investaris linen
p) Melakukan koordinasi dengan pihak laundry
q) Mengikuti rapat-rapat rutin bagian linen dan koordinasi dengan
divisi/bidang terkait
r) Membuat laporan harian dan bulanan untuk disampaikan kepada manager
penunjang medis
2) Pelaksana Linen/Pihak Rekanan
Fungsi Utama :
Bertanggung jawab atas stock dan kebersihan linen RSUD Kab. Manggelewa
Tugas dan tanggung jawab :
a) Melaksanakan kebijakan pelayanan linen sesuai dengan ketentuan dan
standar RS
b) Menjaga kebersihan, ketertiban dan keamanan tempat dan
peralatan dibagian linen
c) Merencanakan kebutuhan linen dimasing-masing unit
d) Mengumpulkan linen di masing-masing unit
e) Membuat pencatatan jumlah linen yang dikirim ke laundry dan
dikembalikan
f) Memastikan jumlah linen yang dikirim dengan jumlah linen yang
diterima sesuai dengan jumlahnya
g) Memastikan linen yang diterima dari laundry dalam keadaan bersih
h) Memastikan kualitas linen dan ketersediaan stock di masing-masing unit
i) Membuat laporan inventaris linen
j) Melakukan koordinasi dengan pihak laundry
k) Mengikuti rapat–rapat bagian linen dan rapat koordinasi dengan
divisi / bidang yang terkait
l) Membuat laporan harian dan bulanan untuk disampaikan kepada
koordinator rumah tangga
206
3) Hubungan dengan Unit Lain
207
Sumber daya manusia
Sumber daya manusia ( SDM ) terdiri dari : Tenaga
perawat
Tenaga non medis
4) Skema Manajemen Linen Rumah Sakit RSUD Kab. Dompu
208
5) Tata Laksana Pengelolaan Linen
Tata laksana pengelolaan linen terdiri dari :
a) Perencanaan
b) Penerimaan linen kotor
c) Pensortiran
d) Proses pencucian
e) Pemerasan
f) Pengeringan
g) Sortir noda
209
h) Penyetrikaan
i) Sortir linen rusak
j) Pelipatan
k) Merapikan, pengemasan/pengepakan
l) Penyimpanan
m) Distribusi
n) Perawatan kualitas linen
o) Pencatatan dan pelaporan
210
Di ruang ini memuat dua meja yang digunakan untuk alas setrika dan alat
setrika
Diruang ini juga dilakukan pelipatan, penyortiran linen yang rusak yang
akan diserahkan ke petugas linen RS secara terpisah dengan disertakan
catatan
Setelah pelipatan semua linen akan di kemas sesuai dengan catatan yang
telah tertera dan siap didistribusikan kembali ke rumah sakit. Pengawasan
ruang laundry dengan sistem out sourcing ini akan dilakukan setiap
satu bulan sekali di minggu ke empat oleh IPCN.
7) Ruang penerimaan linen bersih di rumah sakit Di
ruang ini memuat :
Lemari dan rak untuk menyimpan linen dan meja administrasi
Di ruang ini pintu selalu tertutup dengan sirkulasi udara tetap
dipertahankan dan suhu serta kelembaban ruangan tetap dijaga sesuai
dengan pedoman pencahayaan rumah sakit, suhu 22-27 0C. suhu di ruang
ini selalu dipantau dan dicatat oleh petugas linen setiap pagi.
b. Prasarana
Prasarana gudang linen RSUD Manggelewa terdiri dari prasarana listrik karena
tidak berhubungan langsung dengan proses pencucian. Prasarana listrik berfungsi
sebagai instalasi penerangan dengan besarnya daya 100 watt.
a) Peralatan dan bahan pencuci
Peralatan pada laundry out sourcing menggunakan bahan pencuci kimiawi
dengan komposisi tertentu dan kadar tertentu, agar tidak merusak bahan yang
dicuci, mesin cuci, kulit petugas yang melaksanakan dan limbah buangan
yang tidak merusak lingkungan.
Peralatan yang digunakan yaitu : mesin cuci, mesin pengering dan mesin
penyetrika
Produk bahan kimia yang digunakan
● Alkali
211
Mempunyai peran meningkatkan fungsi atau peran detergen dan
emulsifier serta membuka pori dari linen
● Detergen
Mempunyai peran menghilangkan kotoran yang bersifat asam secara
global
● Emulsifier
Mempunyai peran untuk mengemulsi kotoran yang berbentuk minyak
dan lemak
● Bleach / pemutih
Mengangkat kotoran/noda, mencemerlangkan linen, dan
bertindak sebagai desinfektan, baik pada linen yang berwarna (ozone)
dan yang putih (chlorine)
● Softener
Melembutkan linen dan digunakan pada akhir proses pencucian.
5) Standar material
Bahan linen yang digunakan biasanya terbuat dari :
a) Katun 100%
b) Blacu
c) Twill/drill
d) Polyester
Pemilihan bahan linen hendaknya disesuaikan dengan fungsi dan cara
perawatan serta penampilan yang diharapkan.
6) Standar Ukuran
213
Standar ukuran yang baku untuk linen di Rumah Sakit Umum Daerah
Manggelewa adalah :
(a) Laken : 165 x 240
(b) Steek laken : 100 x 150
(c) Perlak besar : 140 x 200
(d) Perlak sedang : 90 x 135
(e) Perlak kecil : 45 x 35
(f) Sarung bantal : 60 x 45
(g) Sarung guling : 85 x 30
(h) Selimut : 190 x 120
(i) Bed Cover : 235 x 125
(j) Handuk besar : 140 x 70
(k) Handuk kecil : 80 x 35
4) Standar Jumlah
Standar jumlah yang dipergunakan di RSUD Manggelewa adalah 1 : 3. Satu
tempat tidur berbanding tiga , 3 adalah par (kapasitas) stok yang terdiri dari 3
stok berputar di ruangan dengan rincian : stok 1 par terpakai, stok 1 par
tercuci, dan 1 par sebagai cadangan.
5) Standar Penggunaan
Setiap rumah sakit menentukan standar kelayakan sebuah linen
berdasarkan : umur linen, kondisi fisik linen dan frekuensi cuci
Di Rumah Sakit Umum Manggelewa standar kelayakan yang dipergunakan
adalah umur linen dan kondisi fisik linen
Untuk itu disetiap linen yang ada di RSUD Manggelewa informasi yang
tertera adalah:
Perbedaan warna pada pita yang ada pada laken untuk mengetahui
kepemilikan dan terteratanggal pertama kali dipakai.
b. Penatalaksanaan Linen
Penatalaksanaan linen dibedakan menurut lokasi dan kemungkinan
214
transmisi organisme berpindah :
215
1) Di ruangan-ruangan
2) Perjalanan transportasi linen kotor
3) Pencucian di laundry
4) Penyimpanan linen bersih
5) Distribusi linen bersih
c. Pengelolaan linen di ruangan :
Seperti disebutkan diatas yang dimaksud dengan linen infeksius dan linen kotor
non infeksius yang secara spesifik diperlakukan secara khusus dengan kantung
linen yang berbeda.
Persyaratan kantung linen di ruangan – ruangan : kantung linen infeksius
berwarna kuning dan kantung linen non infeksius berwarna hitam.Pemilahan linen
sudah dimulai dari awal di tindakan keperawatan.Linen kotor infeksius di
tempatkan di kantung plastik berwarna kuning dan linen kotor non infeksius
ditempatkan di kantung plastic berwarna hitam. Kantung tempat linen yang sudah
terisi akan diikat rapat dan diberi label jenis dan jumlah linen yang ada di dalam
kantung yang kemudian diletakkan di spoel hoek sampai diambil oleh petugas linen
RS.
d. Transportasi
Transportasi dapat merupakan bahaya potensial dalam menyebarkan
mikroorganisme, jika linen kotor tidak tertutup dan bahan troli tidak mudah
dibersihkan.
Persyaratan alat transportasi linen :
(1) Dipisahkan antara linen bersih dan linen kotor
(2) Bahan troli menggunakan stainless steel
(3) Tempat yang digunakan mampu menanggung beban linen
(4) Tempat yang digunakan mudah dibersihkan
(5) Tempat yang digunakan mempunyai tutup
e. Laundry
216
Di RSUD Manggelewa menggunakan sistem out sourcing, namun pencuciannya
tetap mengacu pada Pedoman Manajemen Linen RS, Depkes RI tahun 2004 yaitu :
1) Petugas laundry menggunakan alat pelindung diri seperti : apron, sarung
tangan, sepatu boot, masker yang digunakan saat membuka linen kotor
infeksius.
2) Petugas laundry melakukan cuci tangan sebelum dan setelah melakukan
tindakan.
3) Penerimaan linen kotor :
a) Linen kotor yang diterima dari ruangan, dicatat kembali jumlahnya yang
kemudian disesuaikan dengan catatan yang diberikan oleh masing-masing
ruangan.
b) Tidak melakukan pensortiran kembali karena sudah disesuaikan antara
kantung linen dan jenis linen yang ada di dalamnya. (penggunaan
perbedaan jenis kantung yang digunakan sejak dari ruangan adalah salah
satu upaya menghindari sortir)
4) Pencucian
Pencucian mempunyai tujuan selain menghilangkan noda (bersih), awet (tidak
cepat rapuh), namun memenuhi persyaratan sehat (bebas dari mikroorganisme
pathogen). Sebelum melakukan pencucian setiap harinya lakukan pemanasan-
desinfeksi untuk membunuh seluruh mikroorganisme yang mungkin tumbuh
dalam semalam di mesin-mesincuci. Teknis pencuciannya :
a) Waktu
Waktu merupakan bagian yang tidak terpisahkan dengan temperature dan
bahan kimia guna mencapai hasil cucian yang bersih dan sehat. Jika
waktu yang dipakai tidak dipersyaratkan, maka kerja bahan kimia tidak
akan berhasil dan yang terpenting mikroorganisme dan jenis pets seperti
kutu dan tungu dapat mati.
b) Suhu
217
Suhu yang direkomendasi untuk tekstil : katun ≤ 900C, polykatun
≤800C, polyester ≤750C, wool dan silk ≤300C. sedangkan suhu terkait
dengan pencampuran bahan kimia dan proses :
(1) Proses pra cuci dengan / tanpa bahan kimia dengan suhu
normal
(2) Proses cuci dengan bahan kimia alkalidan detergen untuk linen
warna putih 45 – 500C, untuk linen warna 60-800C
(3) Proses bleaching atau dilakukan desinfektan 650C atau 710C
(4) Proses bilas I dan II dengan suhu normal
(5) Proses penetralan dengan suhu normal
(6) Proses pelembut dengan suhu normal
c) Bahan kimia
Bahan kimia yang digunakan terdiri dari : alkali, emulsifier, detergen dan
bleach. Masing-masing mempunyai fungsi sendiri. Penanganan linen infeksius
dipersyaratkan menggunakan bahan kimia chlorine formulasi 1% atau 10.000
ppm av.Cl2
Untuk chlorine yang dipasarkan untuk laundry biasanya memiliki bahan aktif
10% atau 100.000 ppm av.Cl2
5) Pemerasan
Pemerasan merupakan proses pengurangan kadar air setelah tahap pencucian
selesai. Pemerasan dilakukan dengan mesin cuci yang juga memiliki fungsi
pemerasan / extractor, namun jika mesin extractor terpisah, maka diperlukan
troli untuk memindahkan hasil cucian dari mesin cuci menuju mesin extractor.
Troli diupayakan dipelihara kebersihan dan pencuciannya dengan desinfektan
sebelum melakukan pekerjaan. Proses pemerasan dilakukan dengan mesin pada
putaran tinggi selama sekitar 5 – 8 menit.
6) Pengeringan
Pengeringan dilakukan dengan mesin pengering yang mempunyai suhu 70 UUC
selama 10 menit. Pada proses ini, jika mikroorganisme belum mati atau terjadi
kontaminasi ulang diharapkan dapat mati.
7) Penyetrikaan
218
Penyetrikaan dapat dilakukan dengan mesin setrika yang disetel suhunya antara
70-80UUC
8) Pelipatan
Melipat linen mempunyai tujuan selain kerapihan juga mudah digunakan pada
saat penggantian linen dimana tempat tidur kosong atau pasien diatas tempat
tidur.
9) Pendistribusian
Setelah pelipatan, di laundry out sourcing dilakukan pengemasan yang nantinya
akan didistribusikan ke rumah sakit.
10) Penyimpanan
Setelah penerimaan linen bersih dari pihak out sourcing, linen dicatat pada form
penerimaan linen bersih yang disesuaikan dengan pengiriman linen kotor.
Selanjutnya linen bersih disimpan di almari.
11) Pendistribusian
Pendistribusian merupakan administrasi yang penting dalam pencatatan linen yang
keluar. Dengan menerapkan sistem FIFO ( First In First Out), yaitu linen yang
tersimpan sebelumnya harus dipergunakan lebih dahulu sedangkan linen yang
selesai dicuci disiapkan untuk berikutnya.
219
yang disertai tanda tangan penerima linen bersih dari ruangan dan petugas
linen yang menyerahkan.
g. Kesehatan dan Keselamatan Kerja
Keselamatan kerja adalah keselamatan yang berkaitandengan alat kerja, bahan
dan proses pengolahannya, tempat kerja dan lingkungannyaserta cara-cara
melakukan pekerjaan. Kecelakaan adalah kejadian yang tak terduga oleh
karena dibelakang peristiwa itu tidak terdapat unsure kesengajaan, lebih-lebih
dalam bentuk perencanaan. Beberapa bahaya, potensial untuk terjadinya
kecelakaan kerja di tempat linen yaitu : Terjatuh / terpeleset
Terjatuh / terpeleset pada lantai yang sama adalah bentuk kecelakaan kerja
yang dapat terjadi pada petugas linen
Penanggulangan :
1) Jangan memakai sepatu dengan hak tinggi, sol yang rusak atau memakai tali
sepatu yang longgar
2) Konstruksi lantai harus rata
3) Pemeliharaan lantai : lantai harus selalu dibersihkan dari kotoran –
kotoran yang bisa membuat terpeleset
4) Lantai yang cacat / rusak harus segera diperbaiki
220
Untuk itu penanganan sampah (kebersihan lingkungan) di rumah sakit
perlu mendapat perhatian khusus sehingga mata rantai terjadinya infeksi dapat
diputus dengan baik.
1. Pengertian
221
Limbah / sampah adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi.
Limbah / sampah Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan oleh
seluruh kegiatan rumah sakit.
2. Tujuan
a. Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat disekitar
sarana kesehatan sehingga infeksi nasokomial dapat dicegah dengan
mempertimbangkan cost efektif.
b. Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman dan mencegah terjadinya
kecelakaan kerja
a. Limbah padat
1) Infeksius : limbah yang berasal dari pelayanan klinis, perawatan,
laboratorium, dan atau semua benda yang sudah terkontaminasi dengan
darah atau cairan tubuh pasien.
2) Non infeksius : limbah rumah tangga atau pembungkus alat medik yang tidak
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien.
b. Limbah cair
222
1) Infeksius : limbah cair yang berasal dari rumah sakit yang terkontaminasi
darah atau cairan tubuh pasien, atau cairan tubuh pasien itu sendiri.
2) Non infeksius : limbah cair yang berasal dari limbah rumah tangga / sisa
obat cair yang tidak terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien.
3) Air buangan rumah sakit adalah air bekas yang dihasilkan oleh berbagai
kegiatan di rumah sakit, antara lain : dapur, kantin, kamar mandi/WC, unit
rawat inap, poliklinik, laboratorium dan sebagainya. Limbah cair medis
dikelola dengan menggunakan system ABR (An Aerob Buffer Reactor).
System pengelolaan air limbah RSU Dompu yang menggunakan system ABR
(An Aerob Buffer Reactor) dengan indicator terakhir kolam aerob.
c. Limbah benda tajam
Limbah benda tajam adalah semua benda yang dapat melukai / memotong jaringan
permukaan kulit atau bagian tubuh sehingga menyebabkan luka.
a. Melindungi petugas yang menangani sampah atau limbah medis dari luka
tidak sengaja
b. Mencegah penyebaran infeksi kepada petugas kebersihan yang
menangani sampah atau limbah medis
c. Mencegah penyebaran infeksi kepada masyarakat sekitar
d. Melenyapkan bahan-bahan berbahaya
223
a. Langkah-langkah penanganan limbah berdasarkan : perencanaan, pemisahan,
pengumpulan, transportasi, penyimpanan, treatmen dan penanganan akhir
b. Pemisahan limbah didasarkan pada katagori jenis limbah
c. Kode warna kantong sesuai dengan kode internasional dan diletakkan pada
kontainer sebagai logo simbul biohazard
d. Kontainer benda tajam (prinsip tahan air, tahan tusukan) diletakkan pada
area ruang tindakan serta mudah dijangkau
e. Memiliki alat transportasi khusus
f. Area penampungan limbah ditempat terbuka mudah dibersihkan
6. Penanganan Sampah yang benar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada penanganan sampah atau limbah
rumah sakit :
a. Tempat sampah harus dapat dicuci, tidak korosif dengan tutup yang dapat
dipasang dengan rapat
b. Perlengkapan yang digunakan untuk mengumpulkan dan membawa sampah
tidak boleh digunakan untuk keperluan lain
c. Pisahkan sampah terkontaminasi dan tidak terkontaminasi. Beri tanda
pada wadah untuk sampah terkontaminasi
d. Khusus untuk sampah yang tajam sepeti jarum, pisau dibuang pada
tempat yang tahan pecah dan tahan tusukan
e. Tempat sampah tersebut diletakkan sedemikian rupa sehingga sampah
tersebut tidak perlu dibawa terlalu jauh sebelum dibuang
f. Jika wadah / tempat sampah sudah ¾ penuh, segera ditutup, disumbat
atau diikat dengan kuat
g. Setelah dipakai, seluruh tempat sampah dicuci dengan detergen kemudian
dibilas dengan air secara teratur. Petugas kebersihan harus memakai alat
pelindung, seperti pelindung wajah, apron, sarung tangan rumah tangga
dan sepatu boot
h. Petugas Kebersihan harus memakai alat pelindung ketika membuang
sampah. Setelah selesai bertugas dan melepaskan
224
sarung tangan, cuci tangan atau gunakan antiseptik berbahan dasar
alkohol
7. Pengelolaan Limbah Cair
Limbah cair rumah sakit apabila dalam pengelolaan sejak awalnya dikelola dengan
benar akan memberi pengaruh positif terhadap lingkungan masyarakat di dalam
dan di luar rumah sakit. Limbah cair rumah sakit yang tidak dikelola dengan
benar dapat mengakibatkan pencemaran sumber air, gangguan kesehatan
masyarakat di dalam dan di luar rumah sakit.
Sumber limbah cair umumnya berasal dari dapur, pencucian linen, ruang
perawatan, ruang poliklinik, laboratorium, kamar mandi dan unit lainnya
Proses pengelolaan limbah cair sudah dikelola melalui sistem IPAL (Instalasi
Pembuangan Air Limbah). Rumah sakit memiliki IPAL diatur dalam UU RI No.
44 thn 2009 tentang rumah sakit, Permenkes No. 147 tahun 2010 tentang
perizinan rumah sakit dan Kepmenkes No. 1204 tahun 2004 tentang persyaratan
kesehatan lingkungan rumah sakit.
225
1) Petugas memakai pelindung diri
2) Sampah cair infeksius dapat dibuang di wastafel / toilet □ IPAL
3) Setelah membuang sampah cair infeksius ke wastafel / toilet
jangan lupa membilas dengan air.
Perhatian :
a. Hindari percikan
b. Jangan membuang pada saluran terbuka
1. PH 6–9
3. BOD 30 mg/ lt
4. COD 80 mg/ lt
5. TSS 30 mg/lt
226
8. Penanganan limbah benda tajam
a. Selalu dibuang sendiri oleh si pemakai
b. Semua benda tajam harus digunakan sekali pakai, tidak boleh didaur ulang
atas permintaan penghematan
c. Tindakan beresiko terpajan benda tajam, tempatkan operator pada posisi
lapangan pandang yang luas dan cahaya yang cukup
d. Lindungi jari dengan menggunakan penjepit/pinset
e. Tidak menyarungkan kembali, mematahkan atau menekukkan jarum suntik
bekas pakai
f. Tempat yang digunakan adalah tempat yang tahan bocor dan tahan tusuk,
mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan,mempunyai
tutup yang tidak bisa dibuka kembali, ditutup dan digantisetelah terisi 2/3
bagian limbah.
g. Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam
h. Jangan meletakkan limbah benda tajam disembarang tempat
i. Segera buang limbah benda tajam kewadah yang tersedia yang tahan tusuk
dan tahan air serta tidak bias dibuka lagi
j. Selalu buang sendiri oleh sipemakai
k. Tidak menyarungkan kembali jarum suntik yang habis pakai
(recapping)
l. Wdah limbah benda tajam diletakkan dekat dengan lokasi tindakan
m. Bila menangani limbah pecahan benda tajam, gunakan sarung tangan
rumahtangga, Gunakan kertas Koran untuk mengumpulkan pecahan benda
tajam tersebut, kemudian bungkus dengan kertas. Masukkan dalam container
tahantusuk
n. Wadah penampung limbah benda tajam adalah wadah yang tahan bocor dan
tahan tusuk, harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu
tangan
o. Mempunyai penutup yang tidak bias dibuka lagi
p. Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan
q. Ditutup dan digantisetelah ¾ bagianterisidenganlimbah
227
9. Permukaan Lingkungan
228
Jangan melakukan disinfeksi fogging diarea perawatan
Hindari metode pembersihan permukaan yang luas yang menghasilkan aerosol.
Jangan menggunakan DTT untuk peralatan non kritikal dan permukaan
lingkungan.
Hindari penggunaan karpet.
Tidak merekomendasikan bunga segar/kering atau tanaman pot diarea
perawatan pasien.
a. Prinsip dasar pembersihan lingkungan :
1) Semua permukaan ditempat pelayanan yang disediakan untuk pasien harus
dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor. Permukaan tersebut juga harus
dibersihkan bila pasien sudah keluar atau sebelum pasien baru masuk
2) Bila permukaan tersebut bersentuhan langsung dengan pasien, permukaan
tersebut harus dibersihkan dan didesinfeksi
3) Bila permukaan tersebut terkena tumpahan cairan tubuh bersihkan dengan
cara ;
a) Petugas mencuci tangan kemudian menggunakan APD (gaun/celemek,
sarung tangan karet, masker dan kacamata)
b) Berikan daerah pinggiran tumpahan dengan pasir
c) Semprotkan cairan desinfektan pada tumpahan cairan tubuh
d) Lakukan penyerapan cairan tubuh dengan menggunakan pampers Koran
lalubuang pada kresek kuning
e) Bersihkan pasir dengan menggunakan sapu dan serok yang telah
disediakan
f) Lakukan desinfeksi pada bagian permukaan tersebut, mop
ulangdaerah yang terkenatumpahancairantubuh
g) Buka APD lakuakan kembali kebersihan tangan
4) Ikuti prtosedur tepat yang efektif menggunakan moops, chlots and
solution;
a) Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan, dan
gunakan cairan yang baru
229
b) Semua kain lap yang digunakan harus dibasahi sebelum digunakan
c) Semua peralatan pembersih harus dibersihkan dan dikeringkan setelah
digunakan
5) Petugas harus menggunakan APD saat melakukan pembersihan dan desinfeksi
6) Petugas harus melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah
melakukan pembersihan.
10. Pengendalian vektor / serangga penular penyakit
Vektor (serangga dan binatang mengerat) dalam program sanitasi rumah sakit
yaitu semua jenis seranggan dan binatang pengerat yang dapat menularkan
beberapa penyakit tertentu, merusak bahan makanan di gudang, merusak
peralatan instalasi rumah sakit, yang pada dasarnya dapat merugikan kesehatan
maupun ekonomi.
Insektisida adalah bahan kimia beracun yang digunakan untuk bahan campuran.
Kalau vektor dan binatang pengerat tidak dikendalikan akan berakibat gangguan
kesehatan dan merugikan ekonomi.
230
Proses pengendalian dapat dilakukan secara mekanis (tirai angin, pemberantasan
sarang nyamuk), fisik (suara tinggi dan listrik), kimia (abatisasi, spraying, foging,
fumigasi)
b. Pemisahan
231
Pemisahan limbah dimulai dari awal penghasil limbah sesuai dengan jenis
limbah.
c. Labeling
Kode warna pembungkus :
232
1) Bahannya tidak mudah berkarat
233
2) Kedap air, terutama untuk menampung sampah basah
3) Bertutup
4) Mudah dibersihkan
5) Mudah untuk diangkat sampahnya / dipindahkan
Bila tempat sampah sudah penuh atau dalam jam-jam tertentu sampah ini diangkut.
234
3) Ada tidaknya keluhan baik dari masyarakat yang tinggal di sekitar rumah
sakit, pengunjung rumah sakit, pasien maupun petugas rumah sakit sendiri.
h. Evaluasi Pengelolaan Sampah
Evaluasi perlu dilakukan untuk mengetahui kebersihan pengelolaan sampah di
rumah sakit yang harus dilakukan berkala, setiap bulan dengan indikator yang
dapat dipergunakan :
235
infection) diganti dengan istilah baru yaitu “Healthcare Associated Infection “ (HAIs )
dengan pengertian yang lebih luas tidak hanya dirumah sakit tetapi juga difasilitas
pelayanan kesehatan lainnya. Juga tidak terbatas infeksi pada pasien saja, tetapi
juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan
perawatan pasien. Khusus untuk infeksi yang terjadi atau didapat dirumah sakit,
selanjutnya disebut sebagai infeksi rumah sakit (Hospital Infection )
1. Tujuan
□ TujuanUmum
Menyiapkan agar Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya dapat
menerapkan pencegahan dan pengendalian infeksi sehingga dapat melindungi
tenaga kesehatan dan masyarakat dari penularan penyakit menular
□ TujuanKhusus
2. Sumber Infeksi
Sumber Infeksi Rumah Sakit dapat dibagi dalam 4 bagian:
236
3) Kurang atau tidak memperhatikan teknik aseptic dan antiseptic
4) Menderita penyakit tertentu
5) Tidak mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan pekerjaan
b. Alat yang dipakai
1) Kotor
2) Rusak
3) Penyimpanan kurang baik
4) Dipakai berulang-ulang
5) Kadaluarsa
c. Pasien
1) Kondisi yang sangat lemah
2) Kebersihan kurang
3) Menderita penyakit kronis
4) Menderita penyakit menular
d. Lingkungan
1) Tidak ada sinar matahari / penerangan yang masuk
2) Ventilasi udara kurang baik
3) Ruangan lembab
4) Banyak serangga.
3. Transmisi Mikroorganisme
Transmisi mikroorganisme di rumah sakit dapat terjadi dengan berbagai cara,
bias lebih dari satu cara. Ada lima cara terjadinya trasmisi mikroorganisme
yaitu: contact, droplet, airbone, common vehicle, dan vertorborne.
Contact transmission adalah yang paling sering pada Infeksi Rumah Sakit,
dibagi dalam dua grup; direct contact, dan indirect contact.
237
membalikkan pasien, kegiatan asuhan keperawatan yang menyentuh permukaan
tubuh pasien, dapat juga terjadi di antara dua pasien.
Indirect contact (kontak tidak langsung): kontak dengan kondisi orang yang
lemah melalui peralatan yang terkontaminasi, seperti peralatan instrument yang
terkontaminasi : jarum, alat dressing, tangan yang terkontaminasi tidak dicuci,
dan sarung tangan tidak diganti di antara pasien
238
Transmisi mikroorganisme melalui makanan, minuman, alat kesehatan, dan
peralatan lain yang terkontaminasi dengan mikroorganisme pathogen.
Vectorborne transmission
239
akan mati, tetapi akan bertahan pada kondisi yang lembab dan gelap. Hampir
semua organ tubuh dapat diserang oleh bakteri ini diantaranya : kulit, kelenjar,
otak, ginjal, tulang dan paling sering paru.
Cara penularannya termasuk relatif mudah terutama pada penyakit TB paru.
Penularannya dapat melalui percikan droplet/ dahak bila seseorang yang
mengidap penyakit TB batuk, dalam sekali batuk terdapat 3000 percikan dahak
yang mengandung kuman BTA yang dapat menulari orang sekitarnya. Tingkat
penularannya tergantung pada jumlahbasil yang dikeluarkan, virulensi kuman,
terjadinya aerosolisasi waktu batuk dan bersin dan tindakan medis beresiko tinggi
seperti intubasi dan bronkoskopi.
Pencegahannya :
1) Penemuan dan pengobatan pasien merupakan salah satu cara pencegahan
dengan menghilangkan sumber penularan
2) Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi
memberikan daya perlindungan yang bervariasi tergantung karakteristik
penduduk, kualitas vaksin dan strain yang dipakai. Penelitian menunjukkan
imunisasi BCG ini secara konsisten memberikan perlindungan terhadap
terjadinya meningitis TB dan TB milier pada anak balita
3) Perbaikan lingkungan, status gizi dan kondidi sosial ekonomi juga
merupakan bagian dari usaha pencegahan
4) Menggunakan APD yang baik dan benar seperti menggunakan masker saat akan
kontak dengan penderita TB secara langsung dengan jarak yang dekat atau
menggunakan sarung tangan bersih saat bersentuhan dengan pembuangan dahak
penderita TB.
5) Melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar
Berdasarkan SK Menteri Kesehatan No 364/Menkes/Sk/V/2009
tentang pedoman nasional penanggulangan TB maka harus dilaksanakan
strategi DOTS di RS.
b. Pencegahan dan pengendalian infeksi HIV
HIV
240
HIV merupakan kumpulan gejala penyakit yang disebabkan oleh penurunan
kekebalan tubuh akibat terserang virus Human Immunodeficiency Virus yang
terdiri atas dua tipe yaitu tipe 1 (HIV – I ), dan tipe 2 ( HIV – 2 ).
Cara penularannya yaitu dari orang ke orang melalui kontak seksual yang tidak
dilindungi, baik homo maupun heteroseksual, pemakaian jarum suntik yang
terkontaminasi, kontak kulit yang lecet dengan bahan infeksius, tranfusi darah
atau komponennya yang terinfeksi, transplantasi organ dan jaringan. Sekitar 15
– 35% bayi yang lahir dari ibu yang HIV + terinfeksi melalui plasenta dan
hampir 50% bayi yang disusui oleh ibu yang HIV + dapat tertular. Penularannya
juga dapat terjadi pada petugas kesehatan yang tertusuk jarum suntik yang
mengandung darah yang terinfeksi.
Cara pencegahannya :
1) Menempatkanpasien pada ruang/kamartersendiri
2) Menghindari penggunaan alat suntik bergantian
3) Melakukan praktek tranfusi dan donor organ yang aman
4) Melakukan praktek medis dan prosedur laboratorium yang
memenuhi standar
5) Menggunakan APD yang baik dan benar saat akan kontak dengan cairan
tubuh pasien, seperti penggunaan sarung tangan.
6) Membatasipengunjung
c. Pencegahan dan penanggulangan infeksi Hepatitis
Hepatitis adalah peradangan hati yang dapat disebabkan oleh bahan kimia atau obat
atau berbagai jenis infeksi virus. Orang yang terinfeksi dapat menularkan infeksi
ini kepada orang lain dari dua minggu sebelum timbulnya gejala sampai dengan
satu minggu setelah timbulnya gejala. Hepatitis dapat ditularkan sewaktu virus
dari orang yang terinfeksi tertelan oleh orang lain melalui :
1) Makan dan minum yang tercemar
2) Menyentuh seprai yang dikotori oleh tinja dari pasien hepatitis
3) Hubungan seksual
241
Pencegahan penyakit hepatitis diantaranya :
1) Melakukan kebersihan tangan yang baik dan benar
2) Imunisasi
3) Hati-hati pada penggunaan peralatan yang mungkin terkontaminasi cairan
tubuh
5. Penempatan dan Penanganan Pasien dengan Penyakit Infeksi Menular
a. Tetap menerapkan dan melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaanKewaspadaan Standar
b. Meletakkan pasien dalam satu ruangan tersendiri.
c. Jika memungkinkan, upayakan ruangan tersebut dialiri udara bertekanan
negative bila tidak, di dalam ruangan gunakan AC + filter HEPA
d. Jaga pintu tertutup setiap saat
e. Jelaskan kepada pasien mengenai perlunya tindakan pencegahan
f. Pakai respirator partikulat saat memasuki ruang dengan resiko tinggi, cek
tiap akan pakai
g. Pastikan setiap orang yang memasuki ruangan memakai APD yang sesuai
(pakai masker)
h. Batasi gerak pasien, edukasi untuk etika batuk, pakai masker bila
hendak keluar ruang rawat.
H. Pengendalian Resistensi Antimikroba
Penggunaan antibiotic secara bijak dapat dicapai salah satunya dengan
memperbaiki prilaku para dokter dalam penulisan resep antibiotic. Antibiotic
hanya digunakan dengan indikasi yang ketat yaitu dengan penegakkan diagnosis
penyakit infeksi menggunakan data klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium
seperti pemeriksaan darah tepi, radiologi, mikrobiologi dan serologi. Dalam
keadaan tertentu penanganan kasus infeksi berat ditangani secara multi disiplin.
Pemberian antibiotic pada pasiendapatberupa :
1. Profilaksisbedah pada beberapa operasi bersih (misalnya kraniotomi, mata) dan
semua operasi bersih terkontaminasi adalah penggunaan antibiotic sebelum,
selamadan paling lama 24 jam pascaoperasi pada
242
kasus yang secara klinis tidak memperlihatkan tanda-tanda infeksi dengan
tujuan mencegah terjadinya infeksi daerah operasi. Pada prosedur operasi
terkontaminasi dan kotor, pasien diberi terapi antibiotic sehingga tidak perlu
ditambahkan antibiotic propilaksis.
2. Terapi antibiotic emperik yaitu penggunaan antibiotic pada kasus infeksi
atau didug ainfeksi yang belum diketahui jenis bakteri penyebabnya. Terapi
antibiotic emperi kini dapat diberikan selama 3-5 hari. Antibiotic lanjutan
diberikan berdasarkan data hasil pemeriksaan laboratorium dan
mikrobiologi. Sebelum pemberian terapi emperik dilakukan pengambilan
specimen untuk pemeriksaan mikrobiologi. Jenis antibiotic emperik
ditetapkan berdasarkan pola mikroba dan kepekaan antibiotic setempat.
3. Terapi antibiotic definitive adalahpenggunaan antibiotic pada kasusinfeksi yang
sudah diketahui jenis bakteri penyebabnya dan kepekaannya terhadap
antibiotic.
Upaya dalam penggunaan antimikroba rasional dengan melakukan :
1. Edukatif
a. Pelatihan.
b. Pemberian dan penyebaran informasi tertulis maupun melalui
masmedia.
2. Manajerial
a. Memberlakukan pengobatan sesuai dengan pelayanan medis.
b. Menyusun dan memberlakukan formularium.
c. Menerapkan sistem pemantauan yang sifatnya edukatif dan
konstruktif.
d. Supervisi
e. Umpan balik.
3. Regulasi
a. Memberlakukan ketentuan yang mengikat dalam pengunaan obat :
1) Kebijakan penggunaan obat berdasarkan formularium.
2) Membatasi jumlah, jenis dan lama pemberian obat.
243
3) Memberlakukan regulasi penggunaan antibiotika berdasarkan
pemetaan pola kuman dan resistensi antibiotika.
244
makanan, proses hingga menjadi makanan, penyajian kepada konsumen dan faktor-
faktor lingkungan lainnya yang terkait.
245
1. Pengertian
a. Makanan adalah bahan selain obat yang mengandung zat-zat gizi dan
hygienis serta berguna bila dimasukkan ke dalam tubuh.
b. Makanan di rumah sakit adalah semua makanan yang disajikan dari dapur
rumah sakit, yang dijual di dalam lingkungan rumah sakit serta yang dibawa
dari luar rumah sakit.
c. Bahan makanan adalah semua bahan, baik terolah ataupun tidak, termasuk
bahan tambahan makanan dan bahan penolong
d. Makanan jadi adalah makanan yang telah diolah dan atau langsung disajikan
/ dikonsumsi
e. Pengelolaan makanan adalah semua kegiatan yang berhubungan dengan
pengadaan bahan makanan, penyimpanan, pengolahan, pengangkutan dan
penyajian makanan.
f. Pengolahan makan adalah kegiatan yang meliputi penerimaan bahan mentah
atau minuman terolah, pembuatan, pengubahan bentuk, pengemasan dan
pewadahan makanan.
246
g. Persyaratan kesehatan makanan adalah ketetapan terhadap makanan dan
perlengkapannya yang memenuhi persyaratan bakteriologis, kimia dan fisika.
h. Sanitasi makanan adalah usaha pencegahan yang menitikberatkan kegiatan
dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala bahaya
yang dapat mengganggu atau merusak kesehatan, melalui dari sebelum
makanan itu diproduksi selama dalam proses pengolahan, penyiapan,
pengangkutan, penjualan, sampai pada saat dimana makanan tersebut siap
untuk dikonsumsikan kepada konsumen.
i. Pengujian makanan adalah pemeriksaan dan analisa yang dilakukan terhadap
contoh-contoh makanan dan spesimen untuk diperiksa tingkat kesehatannya.
j. Bahan tambahan makanan adalah bahan yang tidak digunakan sebagai
makanan dan bukan merupakan ingredien khas makanan, mempunyai atau
tidak mempunyai nilai gizi, yang dengan sengaja ditambahkan kedalam
makanan untuk maksud teknologi (termasuk organoleptik) pada pembuatan,
pengolahan, penyiapan, perlakuan, pengepakan, pengemasan, penyimpanan
atau pengangkutan makanan untuk menghasilkan atau diharapkan
menghasilkan (langsung atau tidak langsung) suatu komponen atau
mempengaruhi sifat khas makanan tersebut.
2. Penyakit yang Ditularkan Melalui Makanan
Yang dimaksud dengan penyakit-penyakit karena makanan ialah gangguan pada
saluran pencernaan yang ditandai dengan gejala-gejala : mual, muntah, perut
mules, berak-berak yang terjadi setelah makan atau minum.
247
sebelum pengolahan antara lain sejak dari pemanenan, penyembelihan dan selama
penyimpanan.
Pada hakekatnya bahan makanan yang berasal dari tanaman dan hewan atau
produk-produknya, sulit dihindari dari hadirnya mikroorganisme secara alamiah
pada bahan makanan. Selama proses pengolahan makanan dan sesudah
pengolahan, dapat terjadi kontaminasi antara lain berasal dari perabotan, air, dan
penjamah makanan.
a. Infeksi
Penyakit ini disebabkan karena didalam makanan terdapat kuman atau
mikroorganisme pathogen sehingga dapat menimbulkan gangguan kesehatan
seperti cholera, disentri, typhus abdominalis, para typhus A dan B dan
sebagainya.
Pembawa kuman
- Staphylococcus aureus : dihidung, tenggorokan, perineum.
- E. Coli : diusus
- Pseudomonas sp : di hidung, tenggorokan, usus dan lain-lain
Sebagai penderita infeksi
248
Penderita penyakit saluran pernafasan : penyakit TBC, difteri, pertusis,
influenza yang ditularkan melalui secret hidung, dahak dan percikan ludah.
b. Keracunan Makanan
Yang dimaksud dengan keracunan makanan adalah timbulnya sindroma gejala
klinik disebabkan karena memakan makanan tertentu. Kelaianan ini dapat
digolongkan sebagai berikut :
Keracunan yang disebabkan makanan sebagai pembawa agen dapat berupa factor-
faktor sebagai berikut :
249
fatal, keracunan makanan ini biasanya ada hubungannya dengan nasi,
sayur, daging yang telah terkontaminasi setelah dimasak
2) Staphyllococcus aureus, masa inkubasi 1-7 jam dengan gejala klinik
mendadak mual-mual yang hebat, sakit perut dan muntah-muntah, biasanya
disertai mencret dan lemah, kadang dengan suhu tubuh sub normal dan
tekanan darah yang rendah. Keracunan akibat dari jenis ini biasanya dari
makanan yang terkontaminasi dengan toksin kuman yang berasal dari
manusia misalnya nanah penderita yang infeksi, mata yang terinfeksi,
sekresi hidungdan susu yang terkontaminasi
3) Clostridium Perfringens, masa inkubasui 8-24jam, rata-rata 10-12jam
dengan gejala kolik perutyang diikuti diare, mual kadang disertai dengan
muntah. Jarang menyebabkan kematian pada orang sehat, pada orang lemah
atau berpenyakit kronis dapaty terjadi penyakit yang berat. Keracunan jenis
ini biasanya dari makanan dagingyang dicemari oleh bakteri. Bakteri ini
terdapat pada tinja, kotoran atau sampah dan tanah. Sumber penularan
berasal dari saluran pencernaan makanan manusia ataupun binatang
4) Clostridium Botullinum, masa inkubasi 12-36 jam dengan gejala secar klinis
yaitu gangguan sistem saraf, kelopak mata tertutup, penglihatan kabur,
mulut kering dan radang tenggorokan. Pada umumnya penderita meninggal
karena kesulitan bernafas. Keracunan akibat jenis ini biasanya dari makanan
kaleng yang diproses tidak baik antara lain: kaleng kembung, segel rusak,
berkarat, isi bergelembungdan berbau serta berwarna tidak normal
5) Vibrio parahaemolitikus, masa inkubasi 12-14 jam, dengan gejala klinis
berupa diare, perut keram, disertai mual, muntah, panas dan sakit kepala.
Penyakit ini berlangsung 1-7hari, tetapi jarang menimbulkan kematian,
keracunan akibat jenis ini biasanya dari makanan jenis kerang-
kerangan/ikan yang dimasak tidak sempurna.
c. Sanitasi Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit
Lokasi dapur, bangunan dan fasilitas sanitasi
250
1) Lokasi dapur : terhindar dari sumber pencemaran, terutama yang berasal dari
tempat sampah, WC dan sumber pencemaran lain
2) Bangunan dan fasilitas dapur :
a) Halaman : bersih, tidak banyak lalat dan tersedia tempat sampah yang
memenuhi syarat kesehatan, tidak terdapat tumpukan barang-barang yang
dapat menjadi sarang tikus, pembuangan limbah tidak menimbulkan
sarang serangga dan genangan air.
b) Konstruksi : bangunan untuk kegiatan pengolahan makanan harus
memenuhi persyaratan teknis kontruksi bangunan yang berlaku
c) Lantai : permukaan lantai rapat, halus, kelandaian cukup, tidak licin dan
mudah dibersihkan
d) Dinding : permukaan dinding sebelah dalam halus, kering/tidak
menyerap air dan mudah dibersihkan. Pada permukaan dinding yang
sering terkena percikan air, harus dilapisi bahan kedap air yang
permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang
e) Langit – langit : harus menutup seluruh atap bangunan, tinggi langity –
langit sekurang-kurangnya 2,4meter diatas lantai
f) Pintu dan jendela : seluruh pinti dan jendela pada bangunan yang
dipergunakan untuk memasak harus membuka kearahluar. Semua pintu
dibuat menutup sendiri dan dilengkapi peralatan anti lalat.
g) Pencahayaan : intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan
pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan secara efektif.
Disetiap ruangan tempat pengolahan makanan dan tempat cuci tangan
intensitas pencahayaan sedikitnya
200 lux pada bidang kerja. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan
silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin
menghindarkan bayangan.
h) Ventilasi : tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi
yang dapat menjaga kenyamanan suhu dan kelembaban dalam ruangan,
ventilasi juga harus cukup untuk mencegah udara
dalam ruangan terlalu panas, mencegah terjadinya kondensasi uap
251
air atau lemak pada lantai, dinding atau langit-langit, membuang bau,
asap dan pencemaran lain dari ruangan. Tungku dapat dilengkapi dengan
sungkup asap, cerobong asap, saringan dan saluran serta pengumpulan
lemak. Semua tungku terletak dibawah sungkup asap.
i) Ruangan pengolahan makanan : luas ruang pengolahan makanan harus
cukup untuk bekerja agar terhindar dari kemungkinan terkontaminasinya
makanan dan memudahkan pembersihan, dengan luas 2m2 untuk setiap
pekerja. Ruang pengolahan makanan tidak boleh langsung berhubungan
dengan WC, peturasan dan kamar mandi. Untuk kegiatan pengolahan
dilengkapi sedikitnya mejakerja, lemari, tempat penyimpanan bahan dan
makanan jadi yang terlindung dari gangguan serangga.
j) Fasilitas pencucian peralatan dan bahan makanan : pencucian peralatan
harus menggunakan bahan pembersih/detergen. Pencucian bahan
makanan yang tidak dimasak harus menggunakan larutan kalium
permanganat 0,02% atau dalam rendaman air mendidih dalam beberapa
detik. Peralatan dan bahan makanan yang telah dibersihkan disimpan dalam
tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran.
k) Tempat cuci tangan : tersedia tempat cuci tangan yang bersih dan terpisah
dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi
dengan kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan
pengering. Jumlah tempat cuci tangan disesuaikan dengan banyaknya
karyawan. Untuk sebuah tempat cuci tangan dipergunakan maksimal 10
orang, dengan tambahan 1 buah setiap penambahan 10 orang atau kurang,
dan terletak sedekat mungkin dengan tempat kerja.
3) Air bersih dan air minum : air harus tersedia cukup untuk seluruh kegiatan
penyelenggaraan pengolahan makanan. Kualitas air harus memenuhi
persyaratan sesuai dengan peraturan yang berlaku.
4) Penjamah Makanan
252
Semua penjamah makanan harus selalu memelihara kebersihan pribadi dan
terbiasa untuk berprilaku sehat selama bekerja.
Hal – hal yang diperhatikan dalam kebersihan pribadi :
a) Mencuci tangan, hendaknya tangan selalu dicuci dengan sabun
b) Pakaian : hendaknya memakai pakaian khusus untuk bekerja dan harus
bersih
c) Kuku dan perhiasan : kuku harus selalu dalam kondisi pendek dan tanpa
menggunakan perhiasan
d) Topi/penutup rambut : semua penjamah hendaknya memakai topi untuk
mencegah jatuhnya rambut ke dalam makanan dan mencegah kebiasaan
menggaruk kepala
e) Merokok : penjamah makanan tidak diperkenankan untuk merokok selama
bekerja
f) Lain-lain kebiasaan seperti batuk-batuk, menggaruk-garuk, mencet jerawat
merupakan tindakan yang tidak hygienis
d. Peralatan Pengolahan Makanan
1) Peralatan makanan dan minuman
Peralatan digunakan untuk penyaji makanan yang langsung dimakan oleh
karyawan, penderita maupun pengunjung di RS maka perlu diperhatikan :
a) Bahan peralatan : terbuat dari bahan yang kuat dan bagian
permukaan tempat makanan yang kontak dengan makanan haruslah
permukaannya halus, tidak ada sudut mati, mudah dibersihkan, tidak
mudah larut dalam makanan tidak mengandung bahan beracun atau logam
berat lain seperti timah, arsen, tembaga, seng, cadmium dan antimon
b) Bahan dasar harus kuat sehingga tidak mudah retak, penyok,
gompel, robek/pecah
c) Peralatan yang kontak langsung dengan makanan yang siap disajikan tidak
boleh mengandung angka kuman yang melebihi ambang batas dan tidak
boleh mengandung E. Coli per cm2
permukaan alat
253
d) Kebersihan peralatan : harus dijaga dengan baik. Indikasi kebersihan
makanan secara fisik dapat diketahui dari ada tidaknya kotoran atau noda,
tidak bau. Kebersihan dapat diperoleh dengan cara pencucian yang baik.
2) Peralatan masak dan wadah makanan
Peralatan ini digunakan untuk mengolah makanan mentah atau membawa makanan
matang :
a) Peralatan makanan mentah terpisah dengan peralatan makanan jadi
b) Peralatan masak dan wadah makanan sebaiknya terbuat dari bahan yang
kuat dan tidak larut dalam makanan seperti stainless steel
c) Semua peralatan harus mempunyai tutup
d) Peralatan yang bukan logam harus dari bahan yang kuat dan setelah
rusak langsung dibuang
e) Penyimpanan peralatan masak dan wadah pada rak – rak yang teratur,
sebaiknya mendapatkan sinar matahari
3) Pencucian peralatan
Pencucian yang benar akan memberikan hasil akhir pencucian yang sehat dan
aman.
Untuk pencucian yang perlu diikuti adalah :
a) Pisahkan segala kotoran atau sisa – sisa makanan yang terdapat pada
alat / barang seperti gelas, mangkok dan lain-lain ketempat yang telah
disediakan untuk itu. Selanjutnya sampah tersebut dibuang bersama
sampah dapur lainnya.
b) Piring dan alat yang telah dibersihkan dari sisa makanan
ditempatkan pada tempat piring kotor
c) Setiap piring atau alat yang dicuci direndam pada bak pertama. Cara ini
dimaksud untuk memberikan kesempatanperesapan air kedalam sisa
makanan yang masih menempel, sehingga mudah untuk dibersihkan
selanjutnya
d) Setelah direndam untuk beberapa saat maka piring mulai
dibersihkan dengan menggunakan detergen pada bak pencucian
254
tersebut. Penggunaan sabun sebaiknya dihindarkan karena sabun tidak
dapat menghilangkan lemak
e) Cara pencucian dilakukan dengan menggosok bagian-bagian yang
terkena makanan, dengan cara menggosok berulang kali sampai tidak
terasa licin lagi, bilaman masih licin akan menempel sisa-sisa bau yang
belum bersih
f) Setelah pencucian dirasa cukup maka langsung dibilas dengan air
pembersih/pembilas yang mengalir sambil digosok dengan tangan dan
tidak lagi terasa sisa-sisa makanan atau detergen
g) Piring atau gelas yang sudah dicuci didesinfeksi dengan air panas
disyaratkan dengan suhu 820C untuk selama 2 menit atau 1000C selama
1 menit kemudian ditempatkan pada tempat penirisan
h) Cara memasukkan piring /gelas kedalam air panas, tidak boleh
langsung dengan tangan, tetapi sebelumnya dimasukkan ke dalam rak-rak
khusus untuk didesinfeksi
i) Piring dan alat makan yang telah selesai melalui proses desinfeksi
ditempatkan pada rak-rak anti karat sebagai tempat penirisan /
pengeringan dengan cara terbalik atau miring sampai kering dengan bantuan
sinar matahari atau sinar buatan dan tidak boleh dilap dengan kain.
Untuk itu bagian yang menempel ke permukaan piring atau bibir gelas
harus dijaga kebersihannya dengan cara desinfeksi
j) Piring atau gelas yang akan dipakai tidak perlu dilap atau digosok
kain lap, karena menjadi kotor kembali. Bilamana dilap gunakan kain lap
/ tissue sekali pakai.
4) Penyimpanan peralatan
Penyimpanan peralatan harus memenuhi ketentuan :
a) Semua peralatan yang kontak dengan makanan harus disimpan dalam
keadaan kering dan bersih
b) Cangkir, mangkok, gelas dan sebagainya cara penyimpanannya harus
dibalik
c) Rak-rak penyimpanan peralatan dibuat anti karat, rata dan tidak
255
rusak
256
d) Laci-laci penyimpanan peralatan terpelihara kebersihannya
e) Ruang penyimpanan peralatan tidak lembeb, terlindung dari sumber
pencemaran dan binatang perusak
e. Pengolahan Makanan
1) Pengadaan bahan makanan
Sumber bahan makanan hendaknya dipilih yang berkualitas baik. Tempat-
tempat memperoleh bahan mentah hendaknya diketahui oleh kepala dapur.
Disamping itu masih diperlukan upaya tertentu untuk menjamin bahwa
makanan tersebut dalam keadaan baik sampai siap digunakan, antara lain
pemeriksaan bahan saat penerimaan, kalau perlu gunakan alat uji untuk jenis
makanan tertentu misal untuk jenis makanan susu dan daging
Bahan makanan yang akan diolah terutama daging, susu, telur, ikan/udang
dan sayuran harus baik, segar dan tidak rusak atau berubah bentuk,
warna dan rasa sebaiknya berasal dari tempat resmi yang diawasi.
Bahan makanan kemasan (terolah), bahan makanan tambahan, bahan penolong
yang dipergunakan hendaknya memenuhi persyaratan, sudah terdaftar pada
departemen kesehatan dan sesuai dengan peraturan yang berlaku yaitu ;
a) Makanan kemasan (terolah) : mempunyai label/merk, terdaftar dan
mempunyai nomor daftar, kemasan tidak rusak, belum kadaluarsa,
kemasan digunakan hanya untuk satu kali penggunaan.
b) Makanan yang tidak dikemas : baru, segar, tidak basi, busuk, rusak
dan berjamur, tidak mengandung bahan yang dilarang
2) Penyimpanan bahan makanan
Tempat menyimpan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih, terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya, serangga dan hewan.
Bahan makanan kering
257
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan bahan makanan kering
antara lain:
a) Semua gudang bahan makanan hendaknya berada dibagian yang tinggi
untuk mencegah genangan air dan menjaga kelembabannya. Hendaknya
dihindarkan meletakkan gudang dikaki tangga, ruang peralatan atau ruang yang
kurang sesuai untuk bahan makanan
b) Bahan makanan hendaknya tidak diletakkan dibawah saluran/pipa air
untuk menghindari terkena bocoran dari saluran tersebut. Kebocoran itu
mudah diketahui dengan melihat adanya kotoran yang menempel pada
bagian saluran yang bocor tersebut
c) Hendaknya tidak ada drainase disekitar gudang makanan untuk
menghindari saluran balik / meluapnya saluran pada saat macet
d) Semua bahan makanan hendaknya disimpan pada rak-rak yang baik dengan
ketinggian rak terbawah dari lantai 20 – 25cm. Hal ini untuk menghindari
kontaminasi karena genangan air, memudahkan pembersihan dan mencegah
infeksi serangga
e) Suhu gudang bahan makanan kering dan kaleng dijaga kurang dari
220C untuk mengurangi pertumbuhan serangga, bakteri atau kerusakan
kaleng. Reaksi enzymatis yang merusak bisa terjadi pada suhu yang lebih
tinggi. Kelembaban relatif dijaga pada tingkat 40% atau kurang untuk
menjaga mutu biji-biji dan bahan sejenis
f) Gudang harus dibuat anti tikus dan serangga. Jendela dan pintu
dipasang screen, pelindung tikus dan tempat masuk pipa harus ditutup semen.
Penggunaan pestisida harus hati-hati, untuk gudang besar dapat menyewa ahli
pemberantasan hama. Barang lain : sabun, pestisida, detergen, tidak boleh
disimpan didalam gudang makanan . untuk keteraturan penyimpanan bisa
menggunakan kartu gudang.
3) Penyimpanan di lemari pendingin
Kamar pendingin atau refrigerator hendaknya dapat memenuhi ketentuan antara
lain:
a) Pada refrigerator hendaknya disediakan ruang yang memadai untuk
258
meniris potongan-potongan dari freezer. Bila ditiris diluar refrigerator,
259
transfer terjadi cepat sehingga bagian tengah masih beku sementara bagian
luar sudah dimungkinkan untuk pertumbuhan bakteri
b) Ada tiga cara pokok untuk meniriskan bahan makanan : langsung
memasak bahan makanan beku, meniriskan bahan makanan beku dari freezer
dengan air panas suhu 1000C, dan meletakkan bahan makanan beku dalam air
mengalir.
c) Rak-rak dalam refrigerator diatur sedemikian rupa sehingga bahan
makanan tidak saling berdesakan untuk mendapatkan aliran udara dingin
secukupnya.
d) Refrigerator harus berukuran memadai sehingga dapat digunakan
dengan baik dan mudah dijangkau. Area pengolahan hendaknya jangan terlallu
jauh dari refrigerator sehingga bahan makanan yang belum / tidak
digunakan segera dapat dismpan dalam refrigerator. Hal-hal tersebut
mengingat bahwa bahan makanan yang dibiarkan dalam suhu kamar selama
lebih dari 3 jam memungkinkan terjadinya perkembangbiakan bakteri
4) Pengolahan makanan
Dalam pengolahan makanan terdapat unsur bahan makanan, unsur orang yang
mengolah, unsur waktu dan unsur suhu.
Pengolahan makanan dapat dilakukan :
260
b) Tidak makan atau mengunyah
c) Tidak memakai perhiasan berlebih kecuali cincin kawin
d) Tidak menggunakan peralatan atau fasilitas kerja yang bukan peruntukannya
e) Tidak mengerjakan kebiasaan yang menjijikkan selama mengolah makanan
seperti mengorek, mencungkil, menggaruk, menjilat atau meludah
f) Semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara
terlindung dari kontak langsung dengan tubuh
g) Perlindungan kontak langsung dengan makanan jadi dilakukan dengan
menggunakan sarung tangan plastik, penjepit makanan, sendok, garpu dan
sejenisnya
h) Tenaga pengolah makanan harus selalu melakukan pemeriksaan kesehatan
secara rutin/berkala minimal 6 bulan sekali
Selalu berupaya untuk menjaga kebersihan diri dan kebersihan lingkungan kerja
dengan cara :
a) Menempatkan makanan pada wadah dan tempat yang layak, terutama
makanan yang mudah rusak
b) Selalu mencuci tangan dengan sabun sebelum bekerja dan setelah keluar
dari WC
c) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung
d) Selalu bersifat teliti dan hati-hati dalam menangani makanan
f. Pengangkutan makanan
Makanan yang telah diolah dan disiapkan seperti tersebut diatas secara hygienis
akan menjadi tercemar kalau cara pengangkutannya tidak baik. Makanan perlu
diperhatikan dalam cara pengangkutannya yaitu :
1) Makanan jadi tidak diangkut bersama dengan bahan makanan mentah
2) Makanan diangkut dengan mennggunakan kereta dorong yang tertutup, bersih
dan anti karat dan permukaan dalamnya mudah dibersihkan
261
3) Pengisian kereta dorong tidak sampai penuh, agar masih tersedia udara untuk
ruang gerak
4) Perlu diperhatikan jalur khusus yang terpisah dengan jalur yang
mengangkut barang / bahan kotor
g. Penyajian makanan
Cara penyajian makanan harus terhindar dari pencemaran dengan menggunakan
kereta dorong khusus serta peralatan yang dipakai selalu terjaga kebersihannya.
Makanan jadi yang siap disajikan harus diwadahi dan dijamah dengan peralatan
yang bersih, makanan jadi yang disajikan dalam keadaan hangat ditempatkan pada
fasilitas penghangat makanan dengan suhu minimal 600C untuk makanan panas
dan 40C untuk makanan dingin
Penyajian dilakukan dengan prilaku penyaji yang sehat dan berpakaian
bersihsertamenggunakan APD sesuaidenganstandar (Tutupkepala, masker dan
sarungtangan)
Dalam tatahidang disiapkan segera dan tidak lama menunggu, letak makanan
berada dalam satu bidang, bila digunakan bidang yang berbeda, maka jenis
makanan basah berada dibawah dari jenis makanan kering.
h. Pengawasan dan Penilaian
Agar penyelenggaraan pengelolaan makanan di RS berjalan sesuai dengan
ketentuan yang telah ditetapkan perlu dilaksanakan pengawasan dan penilaian
yang dilakukan dengan mengadakan pemeriksaan dengan observasi maupun
pengukuran yang dianggap perlu. Dimuali dari bagian luar bangunan kemudian
seterusnya sesuai dengan diagram jalur makanantermasuktempat pencucian,
tempat penyimpanan bahan, tempat pengolahan termasuk alat pengangkut.
Observasi meliputi ;
1) Melihat kebersihan dan kerapian secara umum
2) Melihat kebersihan dan kerapian karyawan selama melakukan tugas
pengolahan makanan
3) Melihat ada tidaknya serangga atau tikus
4) Mengukur suhu penyimpanan dingin bahan makanan maupun
makanan jadi
262
5) Melakukan pengukuran yang diperlukan misalnya pH dan chlor pada air
minum dan air bersih, kadar CO, Amoniak atau H2S didapur, intensitas
cahaya, suhu, kelembaban, kadar suhu pada makanan
Untuk mengetahui penmgelolaan makanan di RS memenuhi syarat atau tidak, perlu
penilaian fisik dan kualitas. Penilaian fisik direalisasikan dalam bentuk
pemeriksaan dengan ceklist yang berupa formulir pemeriksaan yang telah
dirancang dengan sedemikian rupa sehingga dikembangkan sistem bobot dan nilai.
Nilai fisik dapat berupa nilai mutlak atau prosentase sesuai dengan penggunaan
formulir. Dalam penilaian fisik hanya ada dua penilaian yaitu memenuhi
persyaratan kesehatan lingkungan dan tidak memenuhi persyaratan. Penilaian
kualitas memerlukan bantuan pemeriksaan laboratorium.
263
rutin, sedangkan penilaian hasil laboratorium merupakan penunjang dan
dilakukan pada waktu tertentu sesuai dengan peraturan.
i. Penyuluhan
Penyuluhan sanitasi pengelolaan makanan ditujukan untuk :
1) Pengawas dan penjamah makanan
a) Tujuan : memberikan pengetahuan agar merubah sikap dan perilaku dalam
pengelolaan makanan
b) Sasaran : pengawas makanan dan penjamah makanan yang ada dilingkungan RS
c) Metode : penyegaran, pertemuan rutin, mengadakan pelatihan dan penataran
d) Materi : penyakit infeksi yang ditularkan melalui makanan, penyakit yang
disebabkan oleh keracunan makanan, prosedur kerja penyehatan makanan dalam
pengelolaan makanan, pengetahuan sanitasi tentang sarana peralatan dan
perlengkapan, personal hygiene
2) Pasien, keluarga dan pengunjung
a) Tujuan : agar memahami makanan yang baik untuk dimakan
b) Metode : konsultasi dan penyuluhan
c) Materi ; pengetahuan tentang makanan yang baik, tempat pengolahan makanan
yang baik, personal hygiene
J. Petunjuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Untuk Pengunjung
1. Pengunjung dengan gejala infeksi saluran pernafasan selama terjangkitnya
penyakit menular
c. Orang dewasa yang sakit tidak boleh berkunjung sampai batas waktu
penularan penyakit, sedangkan anak-anak dibawah 12 tahun dilarang
mengunjungi pasien dirumah sakit
264
d. Kebijakan ini agar dicantumkan di papan pengumuman fasilitas
kesehatan
Petunjuk pencegahan dan pengendalian infeksi untuk anggota keluarga yang
merawat pasien dengan penyakit infeksi adalah anggota keluarga perlu
menggunakan APD seperti petugas kesehatan yang merawat.
265
Menjaga kebersihan alat pernafasan dan etika batuk di tempat pelayanan kesehatan
3. Setiap orang yang memiliki tanda atau gejala infeksi pernafasan (batuk, bersin) harus;
a. Menutup hidung/mulut ketika batuk atau bersin
b. Menggunakan tissue untuk menahan sekresi pernafasan dan dibuang pada
tempat yang tersedia
c. Cuci tangan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan
4. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menjamin tersedianya :
Pada pintu masuk dan ruang fasilitas rawat jalan, juga pada ruang gawat
darurat, perlu dipasang etika batuk atau bersin. Pasien dan orang yang
menemaninya agar mempraktekkan kebersihan alat saluran pernapasan dan
etika batuk atau bersin, dan memberitahukan kepada petugas sesegera
mungkin tentang gejala penyakit yang diderita. Bagi orang yang batuk harus
disediakan masker
K. Panduan Penilaian Risiko Akibat Dampak Renovasi atau Konstruksi Rumah Sakit
Umum Daerah Kab. Dompu
266
1. Definisi
267
Ruang lingkup penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi atau
konstruksi menggunakan metode ICRA adalah:
a. Melakukan identifikasi tipe proyek konstruksi.
b. Melakukan identifikasi kelompok pasien berisiko yang dapat terkena
dampak konstruksi.
c. Menentukan kelas kewaspadaan
d. Melakukan identifikasi area di sekitar area kerja dan menilai dampak
potensial lainnya
e. Menentukan intervensi PPI berdasarkan kelas kewaspadaan
3. Tujuan :
Untuk mencegah dan mengurangi risiko infeksi terjadinya HAIs pada
pasien, petugas dan pengunjung di rumah sakit dengan cara :
b. Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas
4. Infection Control Risk Assessment terdiri dari :
a. External
1) Terkait dengan komunitas : kejadian KLB dikomunitas yang
berhubungan dengan penyakit menular : influensa, meningitis
2) Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada
makanan, air seperti hepatitis A dan salmonela
3) Terkait dengan bencana alam : tornado, banjir, gempa, dan lain-lain
4) Kecelakaan massal : pesawat, bus dan lain-lain
b. Internal
1) Risiko terkait pasien : jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus
2) Risiko terkait petugas kesehatan
268
a) Kebiasaan kesehatan perorangan
b) Budaya keyakinan tentang penyakit menular
c) Pemahaman tentang pencegahan dan penularan penyakit
d) Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (kebersihan tangan,
pemakaian APD, tehnik isolasi)
e) Skrenng yang tidak adekuat terhadap penyakit menular
f) Kebersihan tangan
3) Risiko terkait pelaksana prosedur
a) Prosedur invasif yang dilakukan
b) Peralatan yang dipakai
c) Pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu tindakan
d) Persiapan pasien yang memadai
e) Kepatuhan terhadap tehnik pencegahan yang direkomendasikan
3) Risiko infeksi terkait pelayanan (HAIs)
a) IDO
b) ISK
c) VAP
d) HAP
e) IADP
f) Phlebitis
g) Dekubitus
4) Risiko Kegiatan penunjang
a) Pengelolaan linen dan londri
b) Pengelolaan sampah
c) Penyediaan makanan
d) Kamar jenazah
269
c) Pemrosesan alat sekali pakai
270
d) Pembungkusan kembali alat
e) Peralatan yang dipakai
6) Risiko terkait lingkungan
a) Pembangunan / renovasi
b) Kelengkapan peralatan
c) Pembersihan lingkungan
Pengkajian risiko infeksi (ICRA) terdiri dari 4 langkah :
1. Identifikasi risiko
Proses manajemen risiko bermula dari identifikasi risiko dan melibatkan :
3. Control Risiko
271
a) Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan
b) Hal ini dapat dilakukan dengan audit atau surveilans dan memberikan umpan
balik kepada staf dan manajer terkait.
Dibawah ini ada table yang menerangkan cara membuat perkiraan risiko, derajat
keparahan dan frekuensi terjadinya masalah : (sumber : Basic Consepts of Infection
Control, IFEC, 2011)
Derajat keparahan
272
20-30 Tinggi / Dampak yang besar bagi Tindakan segera
mayor pasien yang dapat sangat
mengarah kepada dibutuhkan
kematian atau dampak
jangka panjang
Jenis risiko dan tingkat risiko berbeda disetiap unit fasilitas pelayanan kesehatan
seperti di IGD, ICU, instalasibedah, rawatinap, laboratorium,
renovasi/pembangunan dan lainnya. Pencatatan risiko adalah pencatatan semua
risiko yang sudah diidentifikasi, untuk kemudian dilakukan
273
pemeringkatan (grading) untuk menentukan matrisk risiko dengan katagori merah,
kuning dan hijau. Pemeringkatan (grading) dalam bentuk table sebagaiberikut :
274
PenilaianDampak Risiko
Berkurangnya fungsi
motorik/sensorik/psikologis atau
intelektual (reversible) tidak
berhubungan dengan penyakit
275
Tingkat Deskripsi Kegiatan
Risiko
276
Ekstrem (sangat Risiko ekstrem dilakukan RCA paling lama 45 hari,
tinggi) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
direktur RS, perlu pengkajian yang sangat tajam
(a) Manajemen risiko harus diinformasikan kepada staf dimulai dari staf
administrasi senior
(b) Rekomendasi tertulis disampaikan kepada direksi dalam waktu 48 jam
(c) Rencana tindakan dibuat tertulis dengan batas waktu tertentu 4.Rencana
tindakan yang sudah dibuat dikerjakan dalam waktu 48 jam
Risiko Sedang
Risiko Rendah
278
5. TataLaksana ICRA renovasi /pembangunan gedung baru
Penilaian risiko dampak renovasi atau konstruksi yang dikenal sebagai ICRA
adalah suatu proses terdokumentasi yang dilakukan sebelum memulai kegiatan
pemeliharaan, perbaikan, pembongkaran, konstruksi, maupun renovasi untuk
mengetahui risiko dan dampaknya terhadap kualitas udara dengan
mempertimbangkan potensi pajanan pada pasien.
Ruang lingkup penilaian criteria risiko akibat dampak renovasi atau konstruksi
menggunakan metode ICRA adalah :
279
Kegiatan pemeriksaan konstruksi dengan resiko rendah,
pengawasan pada kegiatan ini yang tidak ada pembongkaran
besar :
A keramik / 15m2
Pengecatan (bukan pemlesteran)
Merapikan pekerjaan listrik, pemasangan pipa kecil, dan
aktifitas lain yang tidak menimbulkan debu beterbangan.
Kegiatan non invansif skala kecil, durasi pendek ( tidak lebih
dari 1 hari ) dengan risiko debu minimal, termasuk namun
tidak terbatas pada :
280
Kegiatanpembangunanproyekkonstruksi dan
pembongkarangedungdenganskalabesar :
TIPE besaran
D Adanya kegiatan pemasangan/pemindahan system
perkabelan, bongkar besar untuk mengganti total sistem kabel
Konstruksi baru atau pembangunan gedung baru
281
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Perawatanpasien NICU/PICU
Poli bedah
Ruang
HCU isolasitekanann
egativ
ICCU
KelompokPasienBe TipeProyekKonstruksi
282
Rendah I II II III/IV
Sedang I II III IV
Tinggi I II III/IV IV
283
K Lakukan pekerjaan konstruksi Pembersihan lingkungan kerja
284
Mengisolasisistem HVAC di Pembatas area kerja harus tetap
area kerja untuk mencegah dipasang sampai proyek selesai
kontaminasi system saluran. diperiksa oleh Komite K3, Komite
285
Mengisolasi sistem HVAC di Pembatas area kerja harus tetap
area kerja untuk mencegah dipasang sampai proyek selesai
kontaminasi systems aluran. diperiksa oleh Komite K3, Komite
286
e. Identifikasi area di sekitar area kerja dan menilai dampak potensial
Pada Kelas Kewaspadaan III dan IV, perlu dilakukan identifikasi daerah sekitar
area proyek dan tingkat risiko lokasi tersebut. Identifikasi dampak potensial lain
dapat diketahui dengan mengisi :
287
Lakukan perencanaan untuk membahas masalah pembatasan dengan tim
proyek.
Misalnya, arus lalu lintas, rumah tangga, pembuangan puing
(bagaimana dan kapan).
f. Pendokumentasian
Pencatatan dan pelaporan penilaian kriteria risiko akibat dampak renovasi
atau konstruksi dengan menggunakan metode ICRA dilakukan oleh Unit
PengembanganBisnis yang kemudian dilaporkan ke KomitePPI. Pada Kelas
Kewaspadaan III dan IV, kepala petugas konstruksi harus mendapatkan izin kerja
dari Komite PPI dalam bentuk pengisian Formulir penerapan kewaspadaan dalam
pembangunan dan renovasi.
Bila hasil dari proyek termasuk kelas Kewaspadaan I dan II maka hasil kajian
dari tim pembangunan dan renovasi tidak diperlukan.
Audit
288
dari proyek audit berdasarkan pada pengkajian risiko yang diperbaharui
289
setiap tahun dengan memakai konsep PDCA yaitu plan, do, study dn act. Siklus
PDSA merupakan cara pintas untuk mengembangkan suatu rencana untuk
melakukan pengetesan perubahan (plan), melaksanakan rencana (do),
mengobservasi dan belajar dari konsekuensi yang ada (study) dan menentukan
modifikasi apa yang harus dibuat (act).
Pedoman audit PPI harus dibuat berdasarkan referensi terbaru, dapat
diterima dan mudah diterapkan, bertujuan untuk mengembangkan kebijakan dan
prosedur PPI. Umpan balik dari hasil audit PPI kepada staf diharapkan akan
mewujudkan perbaikan melalui perubahan pemahaman (mind set) dan perilaku
petugas yang secara tidak langsung akan berdampak pada upaya perubahan
perilaku pasien dan pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan. Audit dapat
dilakukan oleh komite PPI ataupetugas terpilih lainnya.
Metode Audit
Prioritas dilakukan pada area yang sangat penting di fasilitas pelayanan
kesehatan, antara lain area risiko tinggi, yang dievaluasi melalui surveilans atau
KLB. Audit yang efektif terdiri dari suatu gambaran lay out fisik, kajian ulang
atau alur traffic, protocol dan kebijakan, makanan, peralatan dan observasi dari
praktik PPI yang sesuai. Audit harus dilaksanakan pada waktu yang sudah
ditentukan, dapat dilakukan dengan wawancara staf dan observasi keliling, audit
ini sederhana namun menghabiskan banyak waktu, sehingga disarankan
menggunakan siklus cepat rencana audit.
290
Staf harus memahami bahwa pendekatan objektif dan audit akan
dilakukan secara konsisten dan kerahasiaannya akan dilindungi. Tim audit harus
mengidentifikasi para pemimpin disetiap area yang diaudit dan terus
berkomunikasi dengan mereka. Pengambilan keputusan dan pembimbing perlu
untu kmendukunng tim audit jika terdapat perubahan yang diperlukan setelah
audit.
Prinsip-prinsip Dasar
Jenis audit :
a. Toolkit audit dari “the community and hospital infection control association”
kanada
291
b. Toolkit audit WHO
c. Audit dilaksanakan pada :
1) Kebersihan tangan
2) Memakai kewaspadaan standar
3) Menggunakan kewaspadaan isolasi
4) Menggunakan APD
5) Monitoring peralatansterilisasi
6) Pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi peralatan pakai ulang
7) Pembersihan area perawatan
8) Praktik HD, peralatan dan fasilitas
9) Praktik PPI di OK, aseptic, dan aseptic prabedah, control alur,
persiapankulitpasien, pencukuran, kebersihan tangan bedah dan
antibiotic profilaksis
10) Isu-isu keselamatan kerja seperti tertusuk benda tajam,
vaksinasipetugas
11) Manajemen KLB
12) Alat audit sendiriuntukkomite
Data audit dapat digunakan sebagai tujuan atau target tahunan program PPI. Juga
dapat membantu dalam pengambilan keputusan pemenuhan standar di rumah sakit.
Laporan
Hasil audit yang telah lengkap dikaji ulang bersama pihak manajemen dan staf
diarea yang diaudit sebelum dilaporkan. Di dalam laporan harus diinformasikan
bagaiman audit dilakukan, metode yang dipakai, data kepatuhan, temuan dan
rekomendasi.
292
a. Laporanmingguan : memberikan umpan balik yang cepat (contoh selama
KLB atau setelah terjadi kejadian terpajan)
b. Laporan bulanan : berisikan tentang surveilans, hasil audit, edukasi,
pelatihan dan konsultasi
c. Laporan per empat bulan : merupakan laporan formal termasuk
rekomendasi
d. Laporan tahunan : suatu kegiatan audit yang dilaksanakan selama setahun
dan mengahasilkan perubahan atau perbaikan, biasanya diilustrasikan
dengan grafik.
Perubahan perilaku dari hasil audit dibutuhkan untuk memahami bagaimana
melakukan intervensi yang lebih tepat sehingga perubahan perilaku itu dapat
dicapai.
Laporan
293
a. IPCN membuat laporan rutin : 3 bulan, 1 tahun atau jika diperlukan
b. Komite/Tim PPI membuat laporan tertulis kepada pimpinan fasyankes
setiap bulan dan jikadi perlukan.
294
Lakukan pekerjaan konstruksi Pembersihan
KELAS I dengan metode debu minimal. lingkungan kerja
area kerja.
Letakkan dust mat (keset
sistem HVAC
Menutup sistem HVAC (heating, ventilation,
air conditioning) di area
dimana pekerjaan sedang
dilakukan.
295
Mengisolasisistem HVAC di area . Pembatas area kerja kerja
KELAS untuk mencegah harus tetap dipasang
III kontaminasi system saluran. sampai proyek selesai
meminimalkan
wada hyang tertutup rapa
tsebelum
penyebarankotoran dan
dibuang.
puing-puing
Lakukan pengepelan
basahdengan
pembersih/disinfektan.
Setelah pekerjaan
selesai, rapikan kembali
sistem HVAC.
296
Mengisolasi sistem HVAC di area . Pembatas area kerja kerja
KELAS untuk mencegah harus tetap dipasang
IV kontaminasi system saluran. sampai proyek selesai
hati-hati untuk
Menyegel lubang, pipa, dan
meminimalkan
saluran.
Penyebaran kotoran dan
Membuat anteroom dan
puing-puing
mewajibkan semua personel untuk
konstruksi.
melewati ruangan ini sehingga
Letakkan limbah
mereka dapat disedot
kontruksi dalam wadah
menggunakan vacuum cleaner HEPA
yang tertutup rapat
sebelum meninggalkan
sebelum dibuang.
tempat kerja atau mereka bias
297
kerja. basah dengan
pembersih/disinfektan.
298
Setelah pekerjaan
selesai, rapikan kembali
sistem HVAC.
299
L. Kesiapan Menghadapi Pandemi Penyakit Menular ( Emerging Infection Disease)
Perencanaan untuk menghadapi pandemi untuk penyakit menular merupakan
hal yang sangat penting. Kesiapan menghadapi pandemi bukan berarti hanya
mempunyai rencana tertulis atau menyediakan obat antivirus saja. Persiapan
menghadapi pandemi sangan dibutuhkan walaupun sulit untuk memprediksi
kemungkinan berkembangnya suatu penyakit menular menjadi pandemi pada
manusia. Rekomendasi ini berdasarkan pada “ Daftar Tilik untuk Perencanaan
Kesiapan Pandemi Influensa “ dari WHO yang dikembangkan untuk membantu
petugas membuat perencanaan dan persiapan tahap lanjut. Rekomendasi ini
mengidentifikasi aktifitas yang harus diimplementasi agar siap menghadapi
wabah.
1. Koordinasi
Dalam koordinasi hal yang perlu dilakukan :
300
2. Surveilans di fasilitas pelayanan kesehatan
Hal-hal yang perlu dilakukan pada tahap ini adalah :
c. Perlu ditunjuk seorang juru bicara saat wabah ataupun pandemi untuk
mewakili fasilitas pelayanan kesehatan menghadapi masyarakat dan media
d. Memastikan bahwa selama pandemi materi berita dan pesan dikaji secara
teratur dan diperbaharui dengan informasi terbaru yang tersedia
301
b. Menerapkan prosedur rutin diseluruh rumah sakit untuk identifikasi
kasus baru
c. Panduan klinis harus mencakup aspek-aspek dibawah ini ;
1) Dimana pasien harus ditangani dan kriteria rawat inap
2) Tindakan untuk pencegahan dan pengendalian infeksi
3) Pengumpulan, pengiriman dan pemeriksaan spesimen yang sesuai ke
laboratorium yang ditetapkan
4) Prosedur pengobatan, termasuk obat antivirus, antibiotik dan terapi
pendukung lainnya
5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Hal
yang perlu dilakukan yaitu ;
a. Menyempurnakan panduan dan prosedur PPI
b. Mengadaptasi panduan PPI untuk digunakan di fasilitas pelayanan
c. Memastikan bahwa petugas telah terlatih dalam melaksanakan
kewaspadaan standar
c. Menetapkan kriteria triage pada saat menangani jumlah pasien yang banyak
d. Menetapkan petugas utama yang terlatih untuk menjadi perespon pertama
302
e. Mengadakan rapat secara teratur dan menetapkan serta melatih individu
lain yang akan menggantikan petugas utama ketikan petugas utama tidak
ada
f. Mengevaluasi sistem yang telah ada dalam menilai ketersediaan bahan medis
di fasilitas pelayanan kesehatan contohnya penyediaan APD
Program orientasi merupakan salah satu kegiatan bidang PPI dalam rangka
memberikan pengarahan dalam bimbingan serta mempersiapkan karyawan agar
dapat bekerja sesuai dengan peran dan fungsinya.
Karyawan baru adalah karyawan yang baru mengenal lingkungan kerja serta
peraturan/kebijakan yang ada di RS Dompu. Sehubungan dengan hal tersebut
maka perlu diadakan program orientasi karyawan baru guna kelancaran dalam
bekerja.
303
misi, program rumah sakit serta peraturan-peraturan yang berlaku di RS Dompu.
Tujuan
a. Tujuan Umum
Agar seluruh karyawan RSU Dompu, pasien dan pengunjung memahami dan
melaksanakan tentang program pencegahan dan pengendalian infeksi.
b. Tujuan Khusus
1) Memberi pengertian dan cara pelaksanaan pedoman pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit kepada seluruh karyawan meliputi :
a) Batasan infeksi nasokomial
b) Langkah pencegahan infeksi
c) Kewaspadaan Isolasi
d) Surveilans
e) Penggunaan antimikroba yang rasional
2) Memberikan pengertian dan cara pelaksanaan pencegahan infeksi
nasokomial kepada pasien dan pengunjung pasien meliputi :
3) Tehnik kebersihan tangan yang baik dan benar
4) Penggunaan alat pelindung diri ( masker, saputangan dan gaun )
5) Etika batuk
Petugas kesehatan yang terkait mengerti dan mampu melaksanakan pengisian
formulir laporan PPI
Bentukpendidikan dan ataupelatihan PPI terdiridari ;
a. Komunikasi, informasi dan edukasi
b. Pelatihan PPI
304
Pendidikan dan pelatihan PPIN diberikan oleh pemerintah, pemerintah
daerah, dan atau organisasi profesi sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan, serta petugas fasilitas pelayanan kesehatan yang
memiliki kompetensi di bidang PPI, termasuk komite PPI/tim PPI.
Pendidikan dan pelatihan bagi komite atau tim PPI dengan ketentuan
sebagai berikut :
1) Wajib mengikuti pendidikan atau pelatihan dasar dan lanjut serta
pengembangan dan pengetahuan PPI lainnya
2) Memiliki sertifikat yang dikeluarkan oleh lembaga pelatihan
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
3) Mengembangkan diri denga nmengikuti seminar, lokakarya dan
sejenisnya
4) Mengikuti bimbingan teknis secara berkesinambungan
5) Perawat PPI pada komite/tim PPI harus mendapatkan
tambahan pelatihan khusus IPCN pelatihan tingkat lanjut.
6) IPCLN harus mendapatkan tambahan pelatihan PPI tingkat
lanjut.
Pendidikan dan pelatihan bagi staf fasyankes dengan ketentuan sebagai berikut :
a. Semua staf pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan harus mengetahui
prinsip-prinsip PPI antara lain melalui pelatihan PPI tingkat dasar
b. Semua staf non medis di fasilitas pelayanan kesehatan harus dilatih dan
mampu melakukan upaya pencegahan infeksi meliputi hand hygiene, etika
batuk, penanganan limbah, APD yang sesuai.
c. Semua karyawan baru, mahasiswa harus mendapatkan orientasi PPI
d. Bagi pasien dan pengunjung pasien dapat berupa kominukasi dan informasi
tentang PPI terkait penyakit yang dapat menular.
Pencatatan dan pelaporan
Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan untuk karyawan dilakukan oleh
komite/tim PPI segera setelah orientasi selesai dilaksanakan dan dilaporkan ke
Direktur Rumah Sakit.
305
Pencatatan dan pelaporan hasil kegiatan sosialisasi PPI kepada pasien dan
pengunjung akan diarsipkan kembali ke les masing-masing pasien.
306
BAB V
LOGISTIK
Pada ruang lingkup dalam pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di
RSUD Manggelewa system pengadaan semua sarana yang mendukung program PPI
dibebankan ke unit pelayanan masing-masing.
Unit yang membutuhkan sarana yang mendukung program PPI seperti brosur
PPI, sabun, handrub, tissue, stiker PPI, cairan desinfekstan, APD serta tempat sampah
dengan membuat amprahan sesuai dengan kebutuhan unitnya pada formulir
permintaan barang kemudian formulir tersebut akan dilanjutkan kebagian logistic
untuk diproses dalam pengadaannya.
307
BAB VI
Petugas kesehatan beresiko terinfeksi bila terekspos saat bekerja, juga dapat
menstransmisikan infeksi kepada pasien maupun kepada petugas kesehatan yang
lain. Fasilitas kesehatan harus memiliki program pencegahan dan pengendalian
infeksi bagi petugas kesehatan. Saat menjadi karyawan baru, seorang petugas
kesehatan harus diperiksa riwayat pernah infeksi apa saja dan status imunisasinya.
Imunisasi yang dianjurkan untuk petugas kesehatan adalah Hepatitis B dan bila
memungkinkan A, Influensa, campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux tes untuk
melihat adakah infeksi TB sebelumnya sebagai data awal. Pada kasus khusus dapat
diberikan varicela. Alur paska pajanan harus dibuat dan dipastikan dipatuhi untuk
HIV, HBV, HCV, Neisseria meningitidis, MTB, Hepatitis A, Difteri, Varicella
zoster, Bordetella pertusis, Rabies.
308
harus termasuk sumber pajanan, penatalaksanaan jarum dan
309
alat tajam yang benar, APD, penatalaksanaan luka tusuk, sterilisasi dan desinfeksi.
Paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan HIV serologi dicatat sampai jadwal
pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinan serokonversi. Petugas
terinformasi tentang sindroma ARV akut, mononukleosis akut pada 70-90% infeksi
HIV akut, melaporkan semua gejala sakit yang dialami dalam 3 bulan.
Kemungkinan resiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling, pemeriksaan
laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam waktu
24 jam. Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun. Diulang
setiap 3 bulan sampai 9 bulan atau 1 tahun.
Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung anti HBS lebih dari 10
mlU/ml. HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48jam dan >
1 minggu PP, 1 seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes serologi.
310
Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada therapi propilaksis paska
pajanan yang dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan
adakah serokonversi dan didokumentasikan. Sumber pajanan harus juga
diperiksa.
311
312
kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain : monitoring dan support petugas
kesehatan, vaksinasi bila dibutuhkan dan upayakan support psikososial
(a) Tujuan dari program ini adalah untuk menjamin keselamatan petugas di
lingkungan rumah sakit, memelihara kesehatan petugas kesehatan dan
mencegah KLB.
(b) Unsur yang dibutuhkan dalam pelaksanaan program ini adalah petugas yang
berdedikasi, SPO, administrasi yang menunjang, koordinasi yang baikantar
unit, penanganan pasca pajanan infeksius, pelayanan konseling, serta
perawatan dan kerahasiaan medical record.
(c) Program imunisasi yang diberikan kepada petugas pelaksanaannya
disesuaikan dengan keputusan dengan mempertimbangkan : risiko ekspos
petugas, kontak petugas dengan pasien, karakteristik pasien rumah sakit dan
dana rumah sakit.
313
BAB VII
PENGENDALIAN MUTU PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI RUMAH SAKIT
314
Kejadian infeksi pada daerah operasi pada pasien yang mendapatkan tindakan
operasi di rumahsakit
6. Kejadian ISK (Infeksi Saluran Kemih)
Kejadian infeksi saluran kemih yang terjadi pada pasien selama perawatan
pasien yang menggunakan cateter urin, dimana pasien tidak dalam masa
inkubasi penyakit infeksi
7. Kejadian Dekubitus
Kejadian dekubitus yang benar-benar terjadi di rumah sakit akibat pelayanan
keperawatan yang terjadi pada pasien yang berisiko terjadi dekubitus
(pasientirah baring)
B. Kepatuhan Dari Petugas Dalam Melakukan Kebersihan Tangan
Kepatuhan cuci tangan dari seluruh petugas dalam memberikan pelayanan
keperawatan berdasarkan five moment hand hygiene dan sesuai dengan 6 langkah
C. Kepatuhan Petugas Dalam Menggunakan APD Sesuai DenganStandar
Kepatuhan petugas dalam menggunakan APD sesuai dengan standar dalam
memberikan pelayanan keperawatan
D. Pemeriksaan Kultur/Mikrobiologi Terhadap Alat, Ruang, Bahan, Air Dan
Petugas.
Pemeriksaan kultur/mikrobiologi terhadap alat, ruang, bahan, air dan
petugas yang dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan dengan hasil
yang memenuhi syarat kesehatan
E. Pengelolaan Limbah Rumah Sakit
Pengelolaan limbah yang dilakukan oleh seluruh petugas sesuai dengan standar
limbah rumah sakit
315
Pemilahan linen sesuai dengan stan.dar yang dilakukan oleh semua petugas selama
pemberian pelayanan kesehatan
316
BAB VIII
PENUTUP
317
DAFTAR PUSTAKA
318
319