Anda di halaman 1dari 46

KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK FELLA

Nomor : 068/KF/SK/IX/2023

TENTANG
PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI KLINIK FELLA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


PENANGGUNG JAWAB KLINIK FELLA,

Menimbang : a. bahwa dalam upaya mencegah dan meminimalkan terjadinya


infeksi terkait dengan pelayanan kesehatan, maka dibutuhkan
pedoman pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, maka perlu menetapkan Keputusan Penanggung Jawab
Klinik tentang Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Klinik Fella.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2014 Tentang Klinik Sebagaimana Telah Diubah Dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 26 Tahun 2018 Tentang
Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik
Sektor Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 Tentang Keselamatan Pasien;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun
2017 Tentang Pedoman Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 52 Tahun 2018 Tentang
Keselamatan Dan Kesehatan Kerja Di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat,
Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK FELLA


TENTANG PEDOMAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK FELLA.
Kesatu : Memberlakukan Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Klinik Fella sebagaimana tercantum dalam lampiran yang
merupakan bagian tidak terpisahkan dari keputusan ini.
Kedua : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di
kemudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Pangkajene
Pada tanggal : 09 September 2023
PENANGGUNG JAWAB KLINIK FELLA,

SUWARTA
Lampiran SK Penanggung Jawab Klinik Fella
Nomor : 068/KF/SK/IX/2023
Tentang : Pedoman Pelayanan Pencegahan Dan
Pengendalian Infeksi

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang

Klinik sebagai salah satu sarana kesehatan yang memberikan pelayanan kesehatan
kepada masyarakat memiliki peran yang sangat penting dalam meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat. Oleh karena itu Klinik dituntut untuk dapat memberikan pelayanan
yang bermutu sesuai dengan standar yang sudah ditentukan.
Masyarakat yang menerima pelayanan kesehatan, tenaga kesehatan dan
pengunjung di Klinik dihadapkan pada risiko terjadinya infeksi atau infeksi nosokomial
yaitu infeksi yang diperoleh di Klinik, baik karena perawatan atau datang berkunjung ke
Klinik. Angka infeksi nosocomial terus meningkat (Al Varado, 2000) mencapai sekitar 9%
(variasi 3-21%) atau lebih dari 1,4 juta pasien rawat inap di Klinik seluruh dunia. Hasil
survey point prevalensi dari 11 Klinik di DKI Jakarta yang dilakukan oleh Perdalin Jay a
dan Klinik Penyakit Infeksi Prof. Dr. Sulianti Saroso Jakarta pada tahun 2003 didapatkan
angka infeksi nosokomial untuk ILO (Infeksi Luka Operasi) 18,9%, ISK (Infeksi Saluran
Kemih) 15,1%, IADP (Infeksi Aliran Darah Primer) 26,4%, Pneumonia 24,5% dan Infeksi
Saluran Napas lain 15,1%, serta Infeksi lain 32,1%.
Untuk meminimalkan risiko terjadinya infeksi di Klinik dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI), yaitu
kegiatan yang meliputi perencanaan, pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan,
serta monitoring dan evaluasi.
Pencegahan dan pengendalian infeksi (PPI) di Klinik sangat penting karena
menggambarkan mutu pelayanan Klinik. Apalagi akhir-akhir ini muncul berbagai penyakit
infeksi baru (new emerging, emerging diseases dan re-emerging diseases).
Wabah atau Kejadian Luar Biasa (KLB) dari penyakit infeksi sulit diperkirakan
datangnya, sehingga kewaspadaan melalui surveilans dan tindakan pencegahan serta
pengendaliannya perlu terus ditingkatkan. Selain itu infeksi yang terjadi di Klinik tidak
saja dapat dikendalikan tetapi juga dapat dicegah dengan melakukan langkah-langkah yang
sesuai dengan prosedur yang berlaku.
Pedoman ini harus dapat diterapkan di Klinik tanpa membedakan kepemilikan,
kelas, besar kecil Klinik atau kekhususan dari Klinik itu sendiri. Setiap Klinik dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya direkomendasikan dapat menciptakan sendiri Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi dengan berdasarkan pada dokumen yang ada, dan
dimodifikasi sesuai dengan fasilitas, kemampuan sumber daya manusia, lingkungan di
wilayah kerja masing-masing.

II. Tujuan Pedoman


A. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya melalui pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya, yang dilaksanakan oleh semua departemen/unit di
Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya, meliputi kualitas pelayanan,
manajemen risiko, clinical governance, serta kesehatan dan keselamatan kerja.
B. Tujuan Khusus
1. Sebagai pedoman bagi Kepala Klinik Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya dalam membentuk organisasi, menyusun serta melaksanakan tugas,
program, wewenang dan tanggung jawab secara jelas;
2. Menggerakkan segala sumber daya yang ada di Klinik dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya secara efektif dan efisien dalam pelaksanaan PPI;
3. Menurunkan angka kejadian infeksi di Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya secara bermakna.

III. Sasaran Pedoman


Pedoman PPI di Klinik Fella bertujuan untuk meningkatkan kualitas pelayanan di
klinik, sehingga melindungi sumber daya manusia kesehatan, pasien dan masyarakat dari
penyakit infeksi yang terkait pelayanan kesehatan. Sasaran Pedoman PPI di Klinik Fella
disusun untuk digunakan oleh seluruh petugas medis di klinik.

IV. Ruang Lingkup Pedoman


Ruang lingkup program PPI meliputi penerapan PPI terkait Infeksi pasca pelayanan
kesehatan (Health Care Associated Infections/HAIs), monitoring Infection Control Risk
Assesment (ICRA), audit dan monitoring indikator PPI secara berkala, evaluasi dan
monitoring penggunaaan antibiotik secara rasional, dan InHouse Training atau sosialisasi
seluruh program PPI kepada seluruh petugas di Klinik Fella.

V. Batasan Operasional
Healthcare-associated infection (HAIs) tidak terbatas infeksi pada pasien saja,
tetapi juga infeksi pada petugas kesehatan yang didapat pada saat melakukan tindakan
medis di setiap unit pelayanan di Klinik Fella.
BAB II

STANDAR KETENAGAAN

I. Kualifikasi Sumber Daya Manusia

A. Ketua
Kriteria: Seorang perawat yang mempunyai pengetahuan dan berminat pada
pencegahan dan pengendalian infeksi
1. Tanggung jawab:
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab seluruhnya terhadap
pelaksanaan program PPI.
2. Tugas pokok:
Mengkoordinasi semua pelaksanaan kegiatan program PPI
3. Uraian tugas:
a. Menyusun, merencanakan dan mengevaluasi program kerja PPI
b. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI
c. Memimpin, mengkoordinir dan mengevaluasi pelaksanaan PPI
d. Bekerjasama dengan tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau
KLB HAIs
e. Memberi usulan untuk mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan
dan pengendalian infeksi
f. Memberikan konsultasi pada petugas kesehatan klinik dan pelayanan
kesehatan lainnya dalam PPI
g. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan kesehatan, cara pemrosesan alat,
penyimpanan alat dan linen yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi
yang menggunakan.
h. Mengidentifikasi temuan dilapangan dan mengusulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan SDM klinik dalam PPI
i. Bertanggung jawab terhadap koordinasi dengan bagian unit kerja terkait
j. Berkoordinasi dengan unit terkait PPI
k. Memimpin pertemuan rutin setiap bulan dengan anggota PPI untuk
membahas dan menginformasikan hal – hal penting yang berkaitan dengan
PPI
l. Meningkatkan pengetahuan anggota, membuat dan memperbaiki cara kerja
dan pedoman kerja yang aman dan efektif
m. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan renovasi
ruangan
n. Menentukan sikap penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena
potensial menyebarkan infeksi
o. Menghadiri pertemuan manajemen, bila dibutuhkan.
B. Anggota tim
1. Tanggung Jawab:
Secara administratif dan fungsional bertanggung jawab kepada Ketua
dalam pelaksanaan program kerja PPI di setiap unitnya masing-masing
2. Tugas Pokok:
Membantu pelaksanaan semua kegiatan di Program PPI di unit masing-masing
3. Uraian Tugas:
a. Melaksanakan semua kegiatan di program PPI di unit masing-masing
b. Memonitoring pelaksanaan PPI, penerapan SPO terkait PPI di masing-
masing unit
c. Mengaudit pelaksanaan PPI di masing-masing unit
d. Membuat laporan evaluasi kegiatan program PPI di unitnya
e. Memberikan penyuluhan / pendidikan kepada staff tentang upaya-upaya PPI
di unitnya.

Sudah/Belum
Kedudukan Kualifikasi
Nama Mengikuti
Dalam Tim Pendidikan
Pelatihan PPI
Ketua Fahrul Mappe, S.Kep., Ns Sudah
Nurul Fadillah, SKM Belum
Nisfa Musdalipah, A.Md.Kes Belum
Anggota
Darmiania, Amd.Keb Belum
Ahmad Danil, A.Md.Farm Belum
Jumlah 4

C. Distribusi Ketenagaan
Ketenagaan di dalam PPI (Pencegahan dan Pengendalian Infeksi) mencakup
ketenagaan disetiap unit yang terdiri dari:
1. Perawat
2. Bidan
3. Petugas laboratorium
4. Petugas farmasi
5. Kesehatan Masyarakat
D. Jadwal Kegiatan
Jenis Kegiatan Jadwal
Audit PPI Dilakukan secara acak dalam satu bulan di
masing-masing unit
Audit ICRA Dilakukan tiap akhir bulan di masing-masing
unit
Rapat Semester Dilakukan setiap awal semester
In House Training Dilakukan setahun 2x setelah rapat semester
BAB III

STANDAR FASILITAS
I. Denah Ruangan
A. Standar Fasilitas
No Jenis Peralatan Pelayanan Standar Tersedia
1 APD
Masker bedah
Sarung tangan
- Steril
- Non Steril Sesuai Sesuai
- Rumah tangga Kebutuhan Kebutuhan
Google
Fice shield
Kap penutup kepala
Sandal tertutup/sepatu booth
2 Spill Kit Tersedia di Kamar Tindakan
Sign warning “Awas Lantai Licin” 1 1
Box casing 1 1
Appron plastic 1 1
Sarung tangan 1 1
Tisue 1 1
Kain lap 1 1
Penjepit/pincet 1 1
Topi 1 1
Kantong plastik medis 1 1
Chlorin 1 1
Botol spray 1 1
Pasir silica Sesuai Sesuai
kebutuhan kebutuhan
Senter Sesuai Sesuai
kebutuhan kebutuhan
Sapu & serok 1 1
Google /Kaca mata 1 1
Masker 1 1
Sepatu Booth 1 1
3 AHP Cuci Tangan
Briket/botol handrub
Sesuai Sesuai
Alkohol
kebutuhan kebutuhan
Sabun cair/ handwash
Tissue
4 Safety Box Sesuai Sesuai
kebutuhan kebutuhan
BAB IV

TATA LAKSANA PELAYANAN

I. Lingkup Kegiatan

Kegiatan PPI harus dilakukan secara tepat di semua bagian/area di klinik,


mencakup seluruh karyawan klinik dengan menggunakan prosedur dan petunjuk
pelaksanaan yang ditetapkan oleh klinik. Upaya pokok PPI mendasarkan pada upaya
memutus rantai penularan infeksi berfokus pada audit kewaspadaan standar (Standart
Precautions) kepada seluruh petugas klinik, Surveilans HAIs, ICRA dan In House
Training.
Berikut komponen kewaspadaan standar yang dilakukan oleh tim PPI:
1. Kebersihan tangan
2. Alat pelindung diri (APD): sarung tangan, masker, gogle/kacamata pelindung, face
shield (pelindung wajah), gaun, topi, pelindung kaki
3. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
4. Pengendalian lingkungan
5. Penataljaksanaan linen
6. Pengelolaan limbah dan benda tajam
7. Penempatan pasien
8. Higiene respirasi/etika batuk
9. Praktik menyuntik yang aman
10. Kesehatan karyawan/perlindungan petugas kesehatan

A. Metode
Metode merupakan cara-cara yang dilakukan untuk terlaksanya kegiatan PPI di
Klinik , dilakukan dengan cara audit, penyampaian laporan, pertemuan.
1. Audit
Audit dilaksanakan setahun 2x (tiap semester) sesuai jadwal pada masing-masing unit.
2. Pelaporan
a. Laporan Bulanan meliputi rekapitulasi surveilans HAIs tiap bulan di masing-
masing unit, dan daftar tilik pelaksanaan kewaspdaan standar;
b. Laporan Semester meliputi rekapitulasi HAIs, ICRA, audit PPI terkait
kewaspadaan standar, penggunaan antibiotik rasional dan In House Training
dibuat oleh PJ PPI untuk dilaporkan ke PJ Mutu, meliputi laporan kegiatan PPI
dalam waktu 6 bulan.
3. Pertemuan
a. Rapat Terjadwal:
Rapat terjadwal merupakan rapat yang diadakan oleh PJ PPI dengan tim di masing-
masing unit setiap 6 bulan sekali, dengan agenda rapat evaluasi kegiatan PPI
dalam satu semester.
b. Rapat Tidak Terjadwal
Rapat tidak terjadwal merupakan rapat yang sifatnya situasional sesuai
masalah PPI yang muncul di tiap unit.
B. Langkah Kegiatan

1. Surveilans HAIs
Jenis surveilans HAIs yang dilakukan di Klinik Fella adalah Surveilans Target
yaitu survei yang berfokus pada ruangan atau pasien dengan risiko infeksi spesifik
seperti Unit Gawat Darurat, ruang pelayanan dokter gigi, ruang laboratorium, ruang
rawat inap dan ruang kamar bersalin. Surveilans target dapat memberikan hasil yang
lebih tajam dan memerlukan sumber daya manusia yang sedikit.
Adapun langkah-langkah kegiatan surveilans HAIs adalah sebagai berikut:
a. Perencanaan
Melakukan pengkajian populasi pasien, menyeleksi hasil/proses surveilans, dan
penggunaan definisi infeksi
b. Pengumpulan Data
Dilakukan oleh seseorang yang kompeten dibidangnya dan telah mendapatkan
pelatihan. Hasil dari pengumpulan data berupa buku rekapitulasi HAIs yang ditutup
selama satu semester oleh Penanggung Jawab PPI.
c. Analisis
Data harus dianalisa dengan cepat dan tepat dengan menggunakan daftar tilik
kamus indikator mutu klinik untuk mendapatkan informasi apakah ada masalah
infeksi klinik yang memerlukan penanggulangan atau investigasi lebih lanjut.
d. Interpretasi
Interpretasi yang dibuat harus menunjukkan informasi tentang penyimpangan yang
terjadi. Bandingkan angka infeksi klinik apakah ada penyimpangan, dimana terjadi
kenaikan atau penurunan yang cukup tajam. Bandingkan rate infeksi dengan
NNIS/CDC/WHO. Perhatikan dan bandingkan kecenderungan menurut jenis
infeksi, ruang perawatan dan mikroorganisme patogen penyebab bila ada. Jelaskan
sebab-sebab peningkatan atau penurunan angka infeksi klinik dengan melampirkan
data pendukung yang relevan dengan masalah yang dimaksud.
e. Pelaporan
Laporan dibuat secara periodik, yaitu tiap semester. Laporan dilengkapi dengan
rekomendasi tindak lanjut bagi pihak terkait dengan peningkatan infeksi. Laporan
didesiminasikan kepada pihak-pihak terkait. Tujuan diseminasi agar pihak terkait
dapat memanfaatkan informasi tersebut untuk menetapkan strategi pengendalian
infeksi klinik.
f. Evaluasi
Evaluasi berdasarkan keseluruhan langkah-langkah proses surveilans, ketepatan
waktu dari data, kualitas data, ketepatan analisa, dan menghasilkan penilaian
apakah sistem surveilans sudah sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Hasil pelaksanaan surveilans merupakan dasar untuk melakukan perencanaan
lebih lanjut. Jika terjadi peningkatan infeksi yang signifikan yang dapat dikatagorikan
kejadian luar biasa, maka perlu dilakukan upaya penanggulangan kejadian luar biasa.

2. Infection Control Risk Assessment (ICRA)


ICRA merupakan hasil assessment dari faktor resiko HAIs terkait pasien,
petugas kesehatan, pelaksanaan prosedur, peralatan, dan lingkungan. Terdapat 4
(empat) langkah ICRA yang dilakukan oleh tim PPI Klinik Fella, yaitu sebagai
berikut:
a. Identifikasi Resiko
1) Penghitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan frekuensi
munculnya risiko;
2) Identifikasi aktivitas-aktivitas dan pekerjaan yang menempatkan pasien,
tenaga kesehatan dan pengunjung pada risiko;
3) Identifikasi agen infeksius yang terlibat, dan;
4) Identifikasi cara transmisi.
b. Analisa Resiko
1) Mengapa hal ini terjadi;
2) Berapa sering hal ini terjadi;
3) Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut;
4) Dimana kejadian tersebut terjadi;
5) Apa dampak yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak
dilakukan;
6) Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut.
c. Kontrol Resiko
1) Mencari strategi untuk mengurangi risiko yang akan mengeliminasi atau
mengurangi risiko atau mengurangi kemungkinan risiko yang ada menjadi
masalah;
2) Menempatkan rencana pengurangan risiko yang sudah disetujui pada
masalah.
d. Monitoring Resiko
1) Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan;
2) Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan atau surveilans dan memberikan
umpan balik kepada staf dan manajer terkait.
3. Penggunaan Antibiotik Rasional
Penggunaan antibiotik secara bijak dapat dicapai salah satunya dengan
memperbaiki perilaku para dokter dalam penulisan resep antibiotik. Antibiotik hanya
digunakan dengan indikasi yang ketat yaitu dengan penegakan diagnosis penyakit
infeksi menggunakan data klinis dan hasil pemeriksaan laboratorium seperti
pemeriksaan darah tepi, radiologi, mikrobiologi dan serologi. Dalam keadaan tertentu
penanganan kasus infeksi berat ditangani secara multidisiplin.
Penilaian kuantitas dan kualitas penggunaan antibiotik di klinik, dapat diukur
secara retrospektif dari data resep dan rekam medis.
Penggunaan antibiotik Rasional dapat dievaluasi dengan cara berikut:
a. Pengumpulan Data
Tim PPI bersama dengan Penanggung Jawab Pelayanan Kefarmasian
melakukan penarikan data terkait prosentase pemakaian antibiotik pada penyakit
infeksi yang sering muncul.
b. Evaluasi
Data tersebut dilakukan kalkulasi hingga menghasilkan prosentase
pemakaian antibiotik pada tiap bulan. Prosentase pemakaian antibiotik harus
kurang dari 2% dalam sebulan. Apabila hasil perhitungan tidak memenuhi
kriteria, maka Tim PPI akan melakukan sosialisasi kepada dokter untuk
melakukan analisis penggunaan antibiotik menggunakan alur pada gambar 1.
Gambar 1. Alur Penilaian Kualitatif Penggunaan Antibiotik (Gyssens Classification)
(Gyssens, 2005)
4. Jenis Kewaspadaan Standar
a. Hand Hygiene/Kebersihan Tangan
Indikasi kebersihan tangan Berdasarkan pedoman WHO (2009),
direkomendasikan 5 saat penting wajib menjalankan kebersihan tangan di ruang
perawatan, diperkenalkan sebagai “five moments for hand hygiene”.
Lima saat penting wajib menjalankan higiene tangan (WHO):
1. Sebelum kontak pasien
2. Sebelum melakukan prosedur tindakan/aseptik
3. Setelah kontak cairan tubuh
4. Setelah kontak pasien
5. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
1) Prosedur menjaga kebersihan tangan dengan formula berbasis alkohol
- Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3 cc)
- Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,
khususnya di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 6 langkah cuci
tangan, hingga kering dalam waktu 20-30 detik
2) Prosedur mencuci tangan dengan sabun dan air mengalir
- Tuangkan secukupnya handrub berbasis alkohol untuk dapat mengisi 1
cekungan telapak tangan (lebih kurang 1 sendok teh/3cc)
- Gosokkan larutan dengan teliti dan benar pada kedua belah tangan,
khususnya di antara jari-jemari, di bawah kuku, sesuai 6 langkah cuci
tangan, hingga kering dalam waktu 20-30 detik
Gambar 2. Cara Kebersihan Tangan dengan Sabun dan Air
( WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care : 2009 )
Gambar 3. Cara Kebersihan Tangan dengan Antiseptik berbasis Alkohol
( WHO Guidelines on Hand Hygiene in Health Care : 2009 )
Sumber : Pedoman WHO, 2009
b. Alat Pelindung Diri (APD)
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam APD sebagai berikut:
1) Alat pelindung diri adalah pakaian khusus atau peralatan yang di pakai petugas
untuk memproteksi diri dari bahaya fisik, kimia, biologi/bahan infeksius.
2) APD terdiri dari sarung tangan, masker/Respirator Partikulat, pelindung mata
(goggle), perisai/pelindung wajah, kap penutup kepala, gaun pelindung/apron,
sandal/sepatu tertutup (Sepatu Boot).
3) Tujuan Pemakaian APD adalah melindungi kulit dan membran mukosa dari
resiko pajanan darah, cairan tubuh, sekret, ekskreta, kulit yang tidak utuh dan
selaput lendir dari pasien ke petugas dan sebaliknya.
4) Indikasi penggunaan APD adalah jika melakukan tindakan yang
memungkinkan tubuh atau membran mukosa terkena atau terpercik darah atau
cairan tubuh atau kemungkinan pasien terkontaminasi dari petugas.
5) Melepas APD segera dilakukan jika tindakan sudah selesai di lakukan.
6) Tidak dibenarkan menggantung masker di leher, memakai sarung tangan
sambil menulis dan menyentuh permukaan lingkungan.

Gambar 4. Alat Pelindung Diri (APD)


Adapun jenis-jenis APD yang tersedia di klinik adalah sebagai berikut:
1) Sarung tangan
Terdapat tiga jenis sarung tangan, yaitu:
a) Sarung tangan bedah (steril), dipakai sewaktu melakukan tindakan invasif
atau pembedahan.
b) Sarung tangan pemeriksaan (bersih), dipakai untuk melindungi petugas
pemberi pelayanan kesehatan sewaktu melakukan pemeriksaan atau
pekerjaan rutin
c) Sarung tangan rumah tangga, dipakai sewaktu memproses peralatan,
menangani bahan-bahan terkontaminasi, dan sewaktu membersihkan
permukaan yang terkontaminasi.
Langkah-langkah melepaskan APD adalah sebagai berikut:
⁻ Lepaskan sepasang sarung tangan
⁻ Lakukan kebersihan tangan
⁻ Lepaskan apron
⁻ Lepaskan perisai wajah (goggle)
⁻ Lepaskan gaun bagian luar
⁻ Lepaskan penutup kepala
⁻ Lepaskan masker
⁻ Lepaskan pelindung kaki
⁻ Lakukan kebersihan tangan
2) Masker
Masker digunakan untuk melindungi wajah dan membran mukosa
mulut dari cipratan darah dan cairan tubuh dari pasien atau permukaan
lingkungan udara yang kotor dan melindungi pasien atau permukaan
lingkungan udara dari petugas pada saat batuk atau bersin. Masker yang di
gunakan harus menutupi hidung dan mulut serta melakukan Fit Test
(penekanan di bagian hidung). Terdapat tiga jenis masker, yaitu:
a. Masker bedah, untuk tindakan bedah atau mencegah penularan melalui
droplet.
b. Masker respiratorik, untuk mencegah penularan melalui airborne.
c. Masker rumah tangga, digunakan di bagian gizi atau dapur.

Gambar 5. Memakai Masker

Gambar . Masker respirator/particulat-Menekan klip pada tulang hidung


Pemakaian Respirator Partikulat

Gambar 6.Langkah-langkah menggunakan respirator


3) Gaun Pelindung
Gaun pelindung digunakan untuk melindungi baju petugas dari
kemungkinan paparan atau percikan darah atau cairan tubuh, sekresi, ekskresi
atau melindungi pasien dari paparan pakaian petugas pada tindakan steril.
Tindakan atau penanganan alat yang memungkinkan pencemaran atau
kontaminasi pada pakaian petugas, seperti:
a. Membersihkan luka
b. Tindakan drainase
c. Menuangkan cairan terkontaminasi kedalam lubang pembuangan atau
WC/toilet
d. Menangani pasien perdarahan masif
e. Tindakan bedah
f. Perawatan gigi

Gambar 7. Gaun pelindung


4) Goggle dan perisai wajah
Goggle harus terpasang dengan baik dan benar agar dapat melindungi
wajah dan mata. Tujuan pemakaian Goggle dan perisai wajah adalah
melindungi mata dan wajah dari percikan darah, cairan tubuh, sekresi dan
eksresi. Sedangkan, Indikasi pemakaiannya adalah pada saat tindakan
operasi, pertolongan persalinan dan tindakan persalinan, tindakan perawatan
gigi dan mulut, pencampuran B3 cair, pemulasaraan jenazah, penanganan
linen terkontaminasidi laundry, di ruang dekontaminasi CSSD.

Gambar 8. Penutup Wajah

Gambar 9. Memakai Goggle


5) Sepatu pelindung
Tujuannya adalah melindung kaki petugas dari tumpahan/percikan
darah atau cairan tubuh lainnya dan mencegah dari kemungkinan tusukan
benda tajam atau kejatuhan alat kesehatan, sepatu tidak boleh berlubang
agar berfungsi optimal.
Jenis sepatu pelindung seperti sepatu boot atau sepatu yang menutup
seluruh permukaan kaki.
Indikasi pemakaian sepatu pelindung:
a. Penanganan pemulasaraan jenazah
b. Penanganan limbah
c. Tindakan operasi
d. Pertolongan dan Tindakan persalinan
e. Penanganan linen
f. Pencucian peralatan di ruang gizi
g. Ruang dekontaminasi CSSD

Gambar 10. Sepatu Pelindung


6) Topi pelindung
Tujuan pemakaian topi pelindung adalah untuk mencegah jatuhnya
mikroorganisme yang ada di rambut dan kulit kepala petugas terhadap alat-
alat/daerah steril atau membran mukosa pasien dan juga sebaliknya untuk
melindungi kepala/rambut petugas dari percikan darah atau cairan tubuh
dari pasien.

Gambar 11.Topi Pelindung


Panduan Pemilihan APD Berdasarkan Aktivitas Perawatan Pasien
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Tidak, kecuali
Memandikan pasien Tidak Tidak Tidak Tidak
kulit tidak utuh
Vulva / penis hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Menolong BAB Ya Ya Tidak Tidak Tidak
Menolong BAK Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Oral Hygiene Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengambil darah vena Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka mayor Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka minor Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Perawatan luka infeksius Ya (steril) Ya Tidak Tidak Tidak
Mengukur TTV Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan penyuntikan Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang infus Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
Memasang dawer
Ya (steril) Tidak Tidak Tidak Tidak
catheter
Membersihkan ruang Ya (sarung
Tidak Tidak Tidak Tidak
perawatan tangan RT)
Membersihkan peralatan Ya (sarung
Ya Ya Ya Tidak
habis pakai tangan RT)
Transportasi pasien Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Melakukan EKG Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengganti infus Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Memberikan diit per oral Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Mengantar spesimen ke
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
laboratorium
Mengganti linen tidak
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Mengganti linen
Ya Tidak Tidak Tidak Tidak
terkontaminasi
Memberi tetes mata Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
Kacamata
Sarung Gaun/
Jenis tindakan Masker / penutup Topi
tangan Celemek
wajah
Irigasi mata Ya Tidak Tidak Tidak Tidak

3. Pengelolaan Peralatan Kesehatan/Instrumen Pasca Pakai


Proses pencegahan terjadinya infeksi silang (cross contamination) dari
alat/instrumen, setelah digunakan dengan melakukan dekontaminasi. Berdasarkan
kemungkinan terjadinya infeksi, Dr. E.H. Spaulding mengelompokkan
alat/instrumen pasca pakai menjadi 3 kelompok yaitu:

NO. TINGKAT RISIKO PENGELOLAAN ALAT


Risiko Tinggi (critical) adalah alat yang Sterilisasi atau menggunakan
1. digunakan menembus kulit atau rongga alat steril sekali pakai
tubuh atau pembuluh darah (disposable)
Risiko sedang (semi critical) adalah alat
2. yang digunakan pada mukosa atau kulit Disinfeksi tingkat tinggi (DTT)
yang tidak utuh
Risiko rendah (non critical) adalah alat
Disinfeksi tingkat rendah atau
3. yang digunakan pada kulit yang utuh/
cuci bersih
pada permukaan kulit

Gambar 12. Alur Dekontaminasi Peralatan Perawatan Pasien Keterangan Alur:


1) Pembersihan Awal (pre-cleaning): Proses yang membuat benda mati lebih
aman untuk ditangani oleh petugas sebelum di bersihkan (umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
2) Pembersihan (cleaning): Proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah, atau cairan tubuh lainnya dari permukaan benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka
yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri
dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau
menggunakan enzim, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
3) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
4) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora menggunakan uap tekanan tinggi
(otoklaf), panas kering (oven), sterilisasi kimiawi, atau radiasi.
a) Sterilisator Uap Tekanan Tinggi (autoklaf):
Adalah metode sterilisasi yang efektif, tetapi juga paling sulit untuk dilakukan
secara benar. Paling umum digunakan untuk mensterilisasi instrumen dan alat-
alat lain yang digunakan.
b) Sterilisator Panas Kering (Oven):
Baik untuk iklim yang lembab tetapi membutuhkan aliran listrik yang terus
menerus, menyebabkan alat ini kurang praktis pada area terpencil atau
pedesaan. Selain itu sterilisasi panas kering yang membutuhkan suhu lebih
tinggi hanya dapat digunakan untuk benda-benda dari gelas atau logam–karena
akan melelehkan bahan lainnya.

Monitoring dan evaluasi proses serta hasil sterilisasi harus dilakukan sesuai
ketentuan sebagai jaminan mutu/kualitas hasil sterilisasi, meliputi:
a. Monitoring proses secara visual dengan melihat kondisi post sterilisasi
b. Indikator eksternal dilakukan/diberikan pada setiap kemasan (perubahan
warna)
c. Indikator mekanik yaitu dengan mencatat kondisi suhu, waktu dan tekanan
selama proses
d. Bowie Dick Test dilakukan setiap 1 (satu) kali sebulan sebelum mesin
autoclave dengan vakum
e. Indikator biologi, dilakukan minimal 2 (dua) minggu sekali tiap mesin
autoclave steam
Alat kesehatan/instrumen, bahan habis pakai (BHP), serta linen medis yang
telah disterilkan disimpan di ruang steril. Penyimpanan di unit pelayanan minimal
di tempat/ruang yang jauh dari lalu lintas utama atau pada kotak/ almari yang bersih
dan kering serta mudah dilakukan disinfeksi.
Masa kadaluarsa cara sterilisasi dengan bahan pengemas Satu minggu
Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave steam) dengan pengemas kertas
perkamen rangkap 2; linen rangkap 2 atau ditempatkan dalam tromol
Satu bulan Sama seperti 1 minggu jika kondisi ruang penyimpanan sesuai
standar (suhu 180 – 220C kelembaban 35 -75 %)
Satu 3 bulan Sterilisasi dengan metode panas basah (autoclave steam)
pengemas pouches
Sebelum penggunaan alat/instrumen/bahan yang disteril, pastikan bahwa:
a. Kemasan dalam kondisi baik (tidak rusak, kering dan belum terbuka);
b. Monitoring ketepatan penerapan standar, analisis evaluasi dan tindak lanjut
sesuai hasil evaluasi dilakukan Tim PPI setiap 3 bulan, disampaikan kepada
Tim Mutu Klinik.
4. Pengendalian Lingkungan
Kebersihan Ruang di lingkungan klinik merupakan tindakan pembersihan
secara seksama yang dilakukan teratur meliputi:
1. Pembersihan dilaksanakan terhadap barang yang sering tersentuh tangan,
misalnya: tepi tempat tidur dengan bed rails, tiang infus, tombol telpon, gagang
pintu, permukaan meja kerja, anak kunci, dll.
2. Pengepelan lantai meliputi seluruh permukaan dengan disinfektan standar klinik
setiap hari mimimal 2 kali/hari
3. Pembersihan sekat/ gordyn pembatas antar pasien dilakukan minimal setiap 3
bulan (bahan gordyn dipilih yang mudah dibersihkan dan tidak bergelombang)
4. Pembersihan kamar mandi/ WC/ wastafel dilakukan setiap hari atau sewaktu-
waktu diperlukan dengan disinfektan sesuai standar.
5. Bongkaran pada ruang rawat dilakukan setiap 1 (satu) bulan atau sesuai dengan
kondisi hunian ruangan.
Prinsip Pembersihan lingkungan:
1. Dilaksanakan sesuai standar zonasi ruangan di klinik
2. Mengusap seluruh permukaan Lingkungan dengan disinfektan standar klinik
3. Untuk mencegah aerosolisasi kuman patogen penyebab infeksi pada saluran
napas, hindari penggunaan sapu ijuk dan yang sejenis, tapi gunakan cara basah
(kain basah) dan mop (untuk pembersihan kering/lantai), bila dimungkinkan mop
terbuat dari microfiber.
4. Tidak dianjurkan menggunakan karpet di ruang perawatan dan menempatkan
bunga segar, tanaman pot, bunga plastik di ruang perawatan. Pembersihan
permukaan dapat dipakai klorin 0,05%, atau H2O2 0,5-1,4%, bila ada cairan
tubuh menggunakan klorin 0,5%.
Gambar 13. Mop

5. Pengelolaan Limbah dan Benda Tajam


Limbah medis secara garis besar dapat dibedakan berdasarkan pada kondisi
fisiknya yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah padat atau sampah yang
dihasilkan dari aktivitas dalam Klinik menurut PP no 85 Tahun 1999 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun, termasuk kategori limbah
infeksius.
a. Limbah Padat Medis
Dalam pengelolaan sampah Klinik di Klinik sampah secara garis besar dibedakan
menjadi Sampah Medis dan Sampah Non Medis/ Domestik.
1) Sampah Medis
Menurut Depkes RI, limbah klinis berupa berbagai jenis buangan yang
dihasilkan di Klinik dan unit-unit pelayanan kesehatan seperti pelayanan
medis, perawatan gigi, farmasi atau sejenis serta limbah yang dihasilkan Klinik
pada saat dilakukan perawatan, pengobatan .
Wadah tempat penampungan sementara limbah infeksius berlambang
biohazard. Wadah limbah di ruangan:
- Harus tertutup
- Mudah dibuka dengan menggunakan pedal kaki
- Bersih dan dicuci setiap hari
- Terbuat dari bahan yang kuat, ringan dan tidak berkarat
- Ikat kantong plastik limbah jika sudah terisi ¾ penuh
Untuk membedakan dengan sampah umum/ domestik, maka sampah
medis dimasukkan ke dalam tong sampah yang didalamnya telah dilengkapi
plastik kresek warna kuning, dan ini telah disediakan klinik. Selanjutnya
dikirim ke insenerator untuk dilakukan proses pembakaran.
2) Sampah Non-Medis
Sampah non-medis adalah timbunan limbah padat pada Klinik yang
tidak termasuk dalam golongan sampah medis. Sampah non-medis biasanya
berupa sampah domestik seperti timbunan sampah lain pada umumnya
(sampah umum/ domestik).
Untuk membedakan dengan Sampah Medis, maka Sampah Umum/
Domestik dimasukkan ke dalam tong sampah dengan plastik kresek warna
hitam sesuai tulisan sampah non Medis, dan ini telah disediakan Klinik .
Pengolahan Limbah yang dilakukan di klinik meliputi:
- Limbah infeksius dimusnahkan dengan insenerator.
- Limbah non-infeksius dibawa ke tempat pembuangan akhir (TPA).
- Limbah benda tajam dimusnahkan dengan insenerator.
- Limbah feces, urin, darah dibuang ke tempat pembuangan/ pojok limbah
spoelhoek).
Penanganan limbah benda tajam/ pecahan kaca adalah sebagai berikut:
- Jangan menekuk atau mematahkan benda tajam.
- Jangan meletakkan limbah benda tajam sembarang tempat.
- Segera buang limbah benda tajam ke wadah yang tersedia tahan tusuk dan
tahan air dan tidak bisa dibuka lagi.
- Selalu buang sendiri oleh si pemakai.
- Tidak menyarungkan kembali jarum suntik habis pakai (recapping).
- Wadah benda tajam diletakkan dekat lokasi tindakan.
- Bila menangani limbah pecahan kaca gunakan sarung tangan rumah tangga.
Penanganan wadah penampung limbah benda tajam adalah sebagai
berikut:
- Tahan bocor dan tahan tusukan
- Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan
- Mempunyai penutup yang tidak dapat dibuka lagi
- Bentuknya dirancang agar dapat digunakan dengan satu tangan
- Ditutup dan diganti setelah ¾ bagian terisi dengan limbah
- Ditangani bersama limbah medis
Gambar 14. Safety box

Gambar 15. Alur Tata Kelola Limbah

a. Limbah Cair Medis


Secara umum limbah Cair Medis dari suatu kegiatan Klinik dapat
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu air limbah medis yang besifat infeksius dan air
limbah domestik yang besifat non-infeksius. Sumber – sumber air limbah dari
kegiatan operasional Klinik antara lain:
1) Air Limbah dari kamar mandi dan cuci.
2) Air Limbah Laundry
3) Air Limbah laboratorium
Pengolahan limbah klinik dilakukan secara individual (on-site treatment)
menggunakan “Septic Tank”. Fungsi septic tank adalah untuk mengubah
karakteristik air kotor menjadi buangan yang mudah diserap oleh tanah, tanpa
menimbulkan pemampatan pada tanah itu sendiri.
Penanganan Tumpahan Darah dilakukan dengan cara berikut:
1) Pasang tanda peringatan;
2) Siapkan spill kit;
3) Gunakan APD sesuai kebutuhan: sarung tangan RT, masker, pelindung kaki
(bila tumpahan banyak gunakan juga celemek/ apron);
4) Tutup tumpahan dan batasi perluasannya menggunakan bahan yang
menyerap (kertas koran/ tisu). Selanjutnya bahan diambil menggunakan
penjepit atau serok dan langsung dimasukkan dalam kantong plastik kuning
(limbah infeksius);
5) Tuangkan cairan detergen kemudian serap dengan tisu/koran bekas dan
masukkan ke kantong warna kuning.
6) Lanjutkan dengan khlorin 0,5%, kemudian serap dan buang ke kantong
kuning (kantong infeksius)
7) Ikat plastik kuning, masukkan ke dalam tempat sampah medis
8) APD dilepas, dikelola sesuai standar
9) Petugas mencuci tangan pasca penanganan tumpahan selesai

Gambar 16. Spill Kit

DAFTAR ISI SPILL KIT


JUMLAH
No. NAMA BARANG SPESIFIKASI
SATUAN
1 Sign warning “Awas Lantai
Bahan plastik 1 pcs
Licin”
2
Box casing Plastik bertutup 1 pcs

3
Appron plastik Plastik 1 pcs

4
Sarung tangan Medis non steril 1 pasang

5
Tisue Putih,daya serap tinggi 2 pcs

7
Penjepit/pincet Stainless steel 1 pcs

8
Topi Disposible 2 pcs

9
Kantong plastik medis Ukuran 40x40 cm 4 pcs
10
Chlorin Botol 200 ml 1 pcs

11
Botol spray Bahan plastik,ukuran 500 ml 1 pcs

14
Senter Bahan plastik,Bateray 1 pcs

15
Sapu & serok Bahan plstik ukuran kecil 1 pcs

16
Google /Kaca mata Bahan plastik,fleksible 1 pcs

17
Masker Masker bedah,disposible 4 pcs

18
Sepatu Booth Bahan karet/latex,ukuran 41 1 pasang

6. Pengelolaan Linen
Pengelolaan linen yang aman adalah kegiatan yang bertujuan mencegah
kontaminasi linen kotor atau infeksius kepada petugas, pasien dan lingkungan,
meliputi proses pengumpulan, pemilahan, pengangkutan linen kotor, pencucian
sampai distribusi linen. Linen terbagi menjadi linen kotor dan linen terkontaminasi.
Linen terkontaminasi adalah linen yang terkena darah atau cairan tubuh lainnya,
termasuk juga benda tajam. Penatalaksanaan linen yang sudah digunakan harus
dilakukan dengan hati-hati. Kehatian-hatian ini mencakup penggunaan perlengkapan
APD yang sesuai dan membersihkan tangan secara teratur sesuai pedoman
kewaspadaan standar dengan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Membuat SPO penatalaksanaan linen.
2. Petugas yang menangani linen harus mengenakan APD (sarung tangan rumah
tangga, gaun, apron, masker dan sepatu tertutup).
3. Linen dipisahkan berdasarkan linen kotor dan linen terkontaminasi cairan tubuh,
pemisahan dilakukan sejak dari lokasi penggunaannya oleh perawat atau petugas.
4. Minimalkan penanganan linen kotor untuk mencegah kontaminasi ke udara dan
petugas yang menangani linen tersebut. Semua linen kotor segera
dibungkus/dimasukkan ke dalam kantong kuning di lokasi penggunaannya dan
tidak boleh disortir atau dicuci di lokasi dimana linen dipakai.
5. Linen yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh lainnya harus
dibungkus, dimasukkan kantong kuning dan diangkut/ditranportasikan secara
berhati-hati agar tidak terjadi kebocoran.
6. Buang terlebih dahulu kotoran seperti faeces ke washer bedpan, spoelhoek atau
toilet dan segera tempatkan linen terkontaminasi ke dalam kantong
kuning/infeksius. Pengangkutan dengan troli yang terpisah, untuk linen kotor atau
terkontaminasi dimasukkan ke dalam kantong kuning. Pastikan kantong tidak
bocor dan lepas ikatan selama transportasi.
7. Pastikan alur linen kotor dan linen terkontaminasi sampai di laundry terpisah
dengan linen yang sudah bersih.
8. Cuci dan keringkan linen di ruang laundry. Linen terkontaminasi seyogyanya
langsung masuk mesin cuci yang segera diberi disinfektan.
9. Untuk menghilangkan cairan tubuh yang infeksius pada linen dilakukan melalui 2
tahap yaitu menggunakan deterjen dan selanjutnya dengan Natrium hipoklorit
(Klorin) 0,5%. Pengelolaan linen di Klinik meliputi kegiatan, penerimaan dan
pencucian linen kotor, penyediaan linen bersih siap pakai, pemeliharaan, dan
pemusnahan linen rusak.
Jenis linen di Klinik dikualifikasikan menjadi linen bersih, linen kotor
infeksius dan linen kotor non infeksius (terdiri atas linen kotor berat dan linen kotor
ringan). linen bersih pasca pencucian di laundry. Linen kotor infeksius adalah linen yg
terkontaminasi dengan darah, cairan tubuh dan feses terutama yang berasal dari infeksi
TB, Salmonella & Shigella, HBV, HCV, HIV, dll yang dapat menularkan
mikroorganisme tersebut kepada pasien lain, petugas ataupun mencemari lingkungan.
7. Penempatan Pasien
Untuk mencegah transmisi silang agen patogen penyebab infeksi,
direkomendasikan penempatan pasien secara kohorting (penempatan pasien
berkelompok besama pasien lain dengan infeksi sejenis), penempatan dalam ruang
tunggal atau penempatan dalam ruang isolasi. Penataan ventilasi dapat dilakukan
secara alamiah atau campuran (dibantu sistem fan dan exhaust).
8. Hygiene Respirasi/ Etika Batuk
Hygiene pernafasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya. Semua pasien, pengunjung dan
petugas kesehatan hanus direkomendasikan untuk selalu mematuhi etika batuk dan
kebersihan pernafasan untuk mencegah ekskresi sekret pernafasan (droplet nuclei).
Pasien, petugas, pengunjung dengan gejala infeksi saluran nafas harus:
a. Menutup hidung dan mulut saat batuk atau bersin;
b. Gunakan tisu/saputangan untuk menutup batuk, buang tisu pasca pakai ke tempat
limbah infeksius;
c. Atau gunakan lengan baju bagian dalam untuk menutup batuk,
d. Cuci tangan dengan menggunakan air bersih mengalir dan sabun atau lakukan
alternatif cuci tangan menggunakan larutan handrub berbasis alkohol;
e. Gunakan masker kain/masker medikal bila sedang batuk/ flu.
Penyuluhan Kesehatan dilakukan untuk memperkenalkan hygiene respirasi/
etika batuk:
a. Edukasi kepada semua petugas, pasien dan pengunjung Klinik dengan infeksi
saluran napas;
b. Edukasi petugas, pasien, keluarga dan pengunjung akan pentingnya pengendalian
transmisi kandungan aerosol dan sekresi saluran nafas dalam mencegah penularan
infeksi saluran napas;
c. Menyediakan sarana untuk kebersihan tangan (alkohol handrub, wastafel, sabun
biasa/ antiseptik, tissue towel), terutama pada area tunggu perlu diprioritaskan.
9. Praktek Menyuntik Yang Aman
Praktek menyuntik yang dapat dilakukan tenaga Kesehatan agar terhindar dari
infeksi adalah sebagai berikut:
a. Tidak memakai ulang jarum suntik;
b. Upayakan tidak memakai obat- obat/cairan multidose;
c. Pertahankan teknik aseptik dan antiseptik pada pemberian injeksi;
d. Segera buang jarum suntik habis pakai pada kontainer benda tajam;
e. Tidak melakukan recapping jarum suntik habis pakai.
10. Kesehatan Dan Perlindungan Petugas Kesehatan
Upaya kesehatan dan perlindungan karyawan/petugas kesehatan ditujukan
kepada seluruh karyawan baik yang berhubungan langsung dengan pasien maupun
tidak. Pelaksanaan upaya kesehatan kerja meliputi:
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada:
1) Resiko ekspos petugas
2) Kontak petugas dengan pasien
3) Karakteristik pasien Klinik
4) Dana Klinik
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
11. Kewaspadaan Berdasarkan Penularan/Transmisi
Kewaspadan berdasarkan penularan dibutuhkan untuk memutus mata rantai
transmisi mikroba penyebab infeksi, dibuat untuk diterapkan terhadap pasien yang
diketahui atau diduga terinfeksi atau terkolonisasi patogen yang dapat ditransmisikan
lewat udara, droplet, kontak dengan kulit atau permukaan terkontaminasi.
Kewaspadaan ini diterapkan sebagai tambahan terhadap kewaspadaan standar. Jenis
kewaspadaan berdasarkan transmisi:
a. Kewaspadaan kontak
Kunci kewaspadaan transmisi kontak:
1) Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien
2) Gunakan sarung tangan besih, tidak perlu steril dan gaun disposable/
reusable bilamana kontak dengan pasien infeksi kontak.
3) Lepaskan dan proses segera sarung tangan dan gaun pasca pakai perawatan
pasien infeksi kontak secara tepat (dimasukkan limbah medis dan kantong
linen infeksius). Lakukan kebersihan tangan segera setelah melepas sarung
tangan.
4) Hindari menyentuh wajah, mata atau mulut dengan tangan yang memakai
atau tidak memakai sarung tangan sebelum melakukan kebesihan tangan
5) Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara
kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis (kontak)
6) Minimalkan kontak antar pasien dan batasi gerak pasien keluar ruang
perawatan
7) Pengendalian lingkungan: pembemasihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
klinik
b. Kewaspadaan Transmisi Droplet
Kunci Kewaspadaan Droplet:
1) Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri
2) Gunakan masker bedah setiap kali berada dalam jarak 1 meter dengan
pasien
3) Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan yang terpisah atau secara
kohorting dengan pasien lain yang menderita infeksi sejenis, berjarak antar
pasien minimal 1 meter
4) Minimalkan transportasi pasien keluar ruang perawatan
5) APD masker bedah/medik, sarung tangan, gaun
6) Pengendalian lingkungan : pembersihan dan dekontaminasi permukaan
lingkungan dan benda-benda terkontaminasi dengan disinfektan standar
Klinik
c. Kewaspadaan Transmisi melalui Udara (Airborne)
Kunci Kewaspadaan Udara (Airborne):
1) Cuci tangan sebelum dan setelah merawat pasien, dan segera setelah setiap
kali melepas alat pelindung diri
2) Gunakan respirator partikulat saat memasuki ruang isolasi udara, cek setiap
akan pakai (fit test)
3) Pasien ditempatkan dalam ruang perawatan dengan ventilasi
memadai/ruang dengan pertukaran udara 12x/jam atau ruang bertekanan
negatif (bila mungkin), dipisahkan dan pasien lain atau ditempatkan
dengan prinsip kohorting besama pasien dengan infeksi udara sejenis
4) Batasi gerak pasien, edukasi etika batuk, pakai masker bila keluar ruang
rawat
5) APD : masker bedah (untuk pasien/pengunjung, sarung tangan, gaun, apron
(bila menghadapi cairan dalam jumlah banyak)

5. In House Training
Untuk dapat melakukan pencegahan dan pengendalian infeksi dibutuhkan
pendidikan dan pelatihan baik terhadap seluruh SDM Wihdatul Ummah Medikal
Center maupun pengunjung dan keluarga pasien. Bentuk pendidikan dan/atau
pelatihan pencegahan dan pengendalian infeksi terdiri dari:
a. Komunikasi, Informasi, dan Edukasi
b. Pelatihan PPI
BAB V

LOGISTIK

Alat dan bahan yang harus disediakan untuk menunjang kegiatan PPI di Klinik Fella adalah:
LOGISTIK UNTUK ADMINISTRASI:
1. Formulir :
a. Formulir survelilans HAIs
b. Formulir ICRA
c. Buku Rekapitulasi HAIs
d. Daftar tilik Audit PPI
e. Buku Notulen Rapat PPI
2. Komputer
3. Printer
4. ATK : Kertas HVS, bolpoint, pensil, penghapus, tip ex, buku

LOGISTIK UNTUK PELAYANAN


1. Handrub
2. Tissue
3. Sabun Cuci Tangan
4. Spuit dan kapas alcohol
5. Safety Box
6. Spill Kit
7. dll
BAB VI

KESELAMATAN SASARAN KEGIATAN

Ada beberapa indikator keselamatan sasaran kegiatan PPI di Klinik, yaitu:

Target
No Indikator Unit Terkait
Pencapaian

Unit Gawat Darurat, Ruang Pelayanan


Bersalin, Ruang Pelayanan Gigi, Ruang
Pelayanan Kesehatan Jiwa, Ruang
pelayanan Anak, Ruang Pelayanan
Cuci tangan sesuai Obgin, Ruang Pelayanan interna, Ruang
1 100%
prosedur 6 langkah Pelayanan KIA, Ruang Pelayanan Rawat
Inap, Ruang Pelayanan Perinatal, Ruang
Pelayanan farmasi, Ruang pelayanan
Gizi, Loundry, Ruang Sterilisasi, Loket
Pendaftaran.
Penggunaan APD saat
2 100% Semua unit pelayanan
bertugas
Unit Gawat Darurat, Ruang pelayanan
DTT/Dekontaminasi dan
3 100% Gigi, Ruang Pelayanan Bersalin, Ruang
sterilisasi alat
Pelayanan Rawat Inap.
Tindakan asepsis dan
Unit Gawat Darurat, Poli Gigi, Rawat
4 aspirasi sebelum 100%
Inap, Kamar Bersalin.
menyuntik
Unit Gawat Darurat, Ruang pelayanan
Pembuangan jarum
5 100% Gigi, Ruang Pelayanan Bersalin, Ruang
suntik aman
Pelayanan Rawat Inap.
Pemberian KIE Etika
6 100% Semua unit pelayanan
Batuk

Indikator keselamatan pasien diatas dilakukan pencatatan dan pelaporan setiap bulan
kepada ketua tim PPI untuk dilakukan evaluasi, analisa dan tindaklanjut.
BAB VII

KESELAMATAN KERJA

Upaya kesehatan dan keselamatan kerja ditujukan kepada seluruh karyawan baik yang
berhubungan langsung dengan pasien maupun tidak. Pelaksanaan upaya kesehatan kerja
meliputi :
a. Pemeriksaan berkala
b. Pemberian imunisasi yang pelaksanaannya tergantung pada:
- Resiko ekspose petugas
- Kontak petugas dengan pasien
- Karakteristik pasien Klinik
- Dana Klinik
c. Pelaporan pajanan dan insiden kecelakaan kerja (tertusuk jarum)
d. Pengobatan dan atau konseling.
BAB VIII

PENGENDALIAN MUTU

Dengan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan, maka saat ini
masyarakat semakin memperhatikan mutu pelayanan kesehatan yang diterimanya.
Pengendalian mutu di Pencegahan dan Pengendalian Infeksi harus dilakukan demi
kepentingan dan keselamatan pasien sehingga nantinya dapat menimbulkan kepercayaan
masyarakat terhadap pelayanan di Klinik Fella.
Indikator Mutu Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi mengacu pada Pedoman
Indikator Mutu unit pelayanan di Klinik Fella yaitu :
1. Surveilans Infeksi di Klinik Fella yang meliputi:
a. Infeksi Saluran Kemih (ISK)
b. Infeksi Aliran Darah/PLABSI
c. Infeksi karena tindakan Hecting/IDO
d. Infeksi Saluran Pernapasan
2. Unit Pelayanan Housekeeping
a. Pemantauan pembuangan sampah
b. Pemantauan kepatuhan pengelompokan sampah
c. Pemantauan pembuangan limbah B3
3. Unit Pelayanan CSSD
a. Pemantauan mutu sterilisasi
b. Pementauan kepatuhan penggunaan APD
BAB IX

PENUTUP

Pencegahan dan Pengendalian Infeksi klinik merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan paripurna di klinik, yang terkait dengan keenam dasar fungsi klinik, yaitu
peningkatan, pencegahan, penyembuhan, pemulihan, pendidikan dan penelitian.
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi yang berhasil akan mempercepat penyembuhan,
mencegah terjadinya komplikasi penyakit, memperpendek hari rawat pasien dan merupakan
indikasi mutu pelayanan klinik. Buku Pedoman Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi ini merupakan pedoman bagi pelaksanaan tim PPI yang diselenggarakan di Klinik
Fella. Dengan ini, diharapkan pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi klinik dapat
terlaksana dengan baik dan dapat ditingkatkan seiring dengan kemajuan klinik.
DAFTAR PUSTAKA

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang


Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
Pedoman Teknis Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Tingkat Pertama.
LAMPIRAN
1. Formulir Surveilans HAIs

Formulir Surveilans PPI

Data Pasien:
Nama Pasien : No Rekam Medis :
Tanggal lahir : No. Formulir Surveilans :
Jenis Kelamin : L/P Cara dirawat : darurat/elektif
Tempat Dirawat:
Ruang ……………… tgl………………s/d……………….
Ruang ……………….tgl………………s/d………………
Tanggal keluar :
Sebab keluar :
Diagnosa akhir :
Faktor Risiko:
Tindakan Dokter/Petugas:
Perawat:
Jenis tindakan :
Tipe tindakan : kecil/sedang
Jenis luka : bersih/ bersih kontaminasi/ kontaminasi/ kotor
Lama tindakan : 1 jam, 2 jam, >2 jam
ASA Score :
Risk score :
Pemasangan alat
Intra vena cateter perifer: tgl........s/d........
Kateter urine : tgl........s/d........
Pemakaian antibiotika : Ada / tidak ada Profilaksis / Pengobatan
Nama /jenis obat :
Pemeriksaan kultur : Darah / Urine / Sputum / Pus luka Suhu:
Hasil Kultur :
HAIS yang terjadi :
Bakteremia/sepsis :
HAP :
Infeksi Saluran Kemih :
Infeksi Luka Tindakan :
Dekubitus :
Plebitis :
Infeksi lain :
2. Buku Rekapitulasi HAIs

3. Formulir ICRA
4. Daftar Tilik Audit PPI (Cuci tangan 6 langkah dan Penggunaan APD)

CEKLIST PELAKSANAAN AUDIT PPI

Judul Indikator : Kepatuhan petugas terhadap langkah-langkah dalam hand


higyene.
Hari/tanggal : ………………….
Ruangan : ………………….
Nama Auditor : ………………….
Nama Auditee : ………………….
Hasil Penilaian
No. Langkah SOP Dilakukan Tidak SKOR
Dilakukan
1. Gosok telapak tangan dengan telapak.
2. Gosok telapak tangan di atas punggung
tangan kiri dan sebaliknya.
3. Gosok telapak dan telapak, dengan jari
saling terkait.
4. Putar punggung jari di atas telapak tangan.
5. Jempol kanan di gosok memutar oleh
telapak kiri dan sebaliknya.
6. Kuncupkan jari dan putar di atas telapak
tangan.

Nama Auditor Nama Auditee

…………………. ………………….
OBSERVER :
SESUAI
TANGGAL NAMA JENIS JENIS APD YANG INDIKASI
NO UNIT
PENGAMATAN PETUGAS KEGIATAN DIPAKAI
YA TIDAK
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google
□ □ Topi
Handscoen
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....
□ Masker □ Google

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....

Handscoen □ Topi
□ Gaun □ Boots
□ Apron □Lainnya.....

Ditetapkan di : Pangkajene
Pada tanggal : 09 September 2023
PENANGGUNG JAWAB KLINIK FELLA,

SUWARTA

Anda mungkin juga menyukai