Anda di halaman 1dari 13

SURAT KEPUTUSAN

PENANGGUNG JAWAB KLINIK PRATAMA PITALOKA


Nomor : / SK/ /2023
TENTANG
KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
KLINIK PRATAMA PITALOKA
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
PENANGGUNG JAWAB KLINIK PRATAMA PITALOKA

Menimbang : a. Bahwa tugas Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah


membantu Penanggung jawab Klinik untuk menjaga dan
meningkatkan mutu pelayanan medis Klinik melalui pencegahan dan
pengendalian infeksi;
b. Bahwa dalam rangka melaksanakan tugasnya, Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi berkoordinasi dengan Tim Manajemen
Mutu guna mengendalikan infeksi nosokomial di Klinik;
c. Bahwa dalam rangka pemenuhan Akreditasi Klinik, dimana Klinik
diharapkan dapat memenuhi kegiatan standar pelayanan pengendalian
infeksi di Klinik;
d. Bahwa Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik Pratama
Pitaloka agar dapat berperan dalam upaya-upaya preventif, promotif,
dan sebagainya;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a
dan b, perlu ditetapkan Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Klinik Pratama Pitaloka;
Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 2009 tentang
Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2009
Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2014 tentang Klinik;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 27 Tahun
2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di fasilitas
Pelayanan Kesehatan;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 14
Tahun 2021 Tentang Standar Kegiatan Usaha dan Produk Pada
Penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko Sektor
Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2022 tentang
Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium
Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktek Mandiri Dokter,
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
7. Peraturan Menteri Kesehatan No. 30 Tahun 2022 tentang
Indikator Nasional Mutu Pelayanan Kesehatan Tempat Praktik
Mandiri Dokter dan Dokter Gigi, Klinik, Pusat Kesehatan
Masyarakat, Rumah Sakit, Lboratorium Kesehatan, dan Unit
Transfusi Darah.

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK TENTANG
KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI KLINIK PRATAMA PITALOKA .
Kesatu : Kebijakan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Klinik Pratama Pitaloka sebagaimana tercantum dalam lampiran surat
keputusan ini;
Kedua : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan diadakan
perbaikan /perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Depok
Pada tanggal :1 Juli 2023
Penanggung Jawab
Klinik Pratama Pitaloka

drg. Kristiani Dwi Hastuti, MPH


LAMPIRAN 1 : SURAT KEPUTUSAN
PENANGGUNG JAWAB
KLINIK PRATAMA
PITALOKA
NOMOR : ......../....../....../2023
TENTANG : TENTANG KEBIJAKAN
PELAKSANAAN
PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI
KLINIK PRATAMA
PITALOKA

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI


KLINIK PRATAMA PITALOKA

A. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI KLINIK

1. Penanggung jawab klinik membentuk Tim PPI Klinik sesuai dengan SK


Penanggung Jawab Klinik yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial PPI Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya.
2. Tim PPI merupakan unit kerja non struktural langsung dibawah Penanggung
jawab klinik, yang disusun terdiri dari ketua, sekretaris merangkap IPCN, dan
anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat, bidan, petugas
farmasi, rekam medis.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan
Kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
5. Semua unit kerja di klinik harus melaksanakan kegiatan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat secara berkala untuk mengevaluasi hasil surveillance,
kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat berkala kepada penanggung jawab klinik,
managemen, staf medis, staf penunjang medis dan umum.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan.
9. Klinik mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam anggaran PPI.
B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK
PRATAMA PITALOKA

1. Kewaspadaan Isolasi
2. Kewaspadaan Standar
3. Kewaspadaaan Berdasarkan Transmisi
4. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan dalam Rangka Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi
5. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
6. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
7. Surveillans
8. Pengadaan Alat dan Bahan untuk Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
9. Kesehatan Karyawan
10. Penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB)

C. KEBIJAKAN UMUM KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular
pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak
diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di rumah sakit
yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),
pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan
linen, pengelolaan limbah, perlindungan kesehatan karyawan, penempatan pasien,
hygiene respirasi (etika batuk), dan praktek menyuntik yang aman. Pelaksanaan
kewaspadaan standar ditujukan kepada semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan
standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan melalui kontak, droplet,
udara (airborne), common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan), dan vektor
(lalat, nyamuk, tikus).
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di Klinik Pratama Pitaloka selengkapnya diatur
dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan Penanggung Jawab Klinik Pratama
Pitaloka.
D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR

1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene


a. Semua karyawan klinik , pasien dan pengunjung harus menjaga kebersihan tangan
dengan melakukan cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun atau handrub
menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak dengan pasien,
sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan tindakan invasif yang
berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak
dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air mengalir.
Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub cairan antiseptic berbasis
alcohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 12 langkah selama 40-60 detik,
dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan benar 8
langkah selama 20-30 detik, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui monitoring terhadap
seluruh petugas Klinik setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum memenuhi
standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan pada unit tersebut.

2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)


a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung barrier
untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko menularkan
penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai APD sesuai
dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker bedah, masker N95, alat pelindung
mata (goggles plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor), topi,
gaun pelindung, coverall/hazmat, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu
kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah infeksius
yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai kembali, dilakukan
penatalaksanaan sesuai prosedur.
3. Pengelolaan Limbah
a. Klinik berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya dengan cara
pengelolaan limbah yang tepat.
b. Pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,
packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai jenis limbah.

4. Pengendalian Lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
merupakan salah satu upaya pencegahan pengendalian infeksi di Klinik Pratama
Pitaloka.
b.Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan
melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan
peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan
ventilasi udara yang baik.

5. Perlindungan Kesehatan Karyawan


a. Karyawan Klinik Pratama Pitaloka diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan
indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Klinik Pratama Pitaloka terutama karyawan medis dan paramedis,
berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Klinik Pratama Pitaloka yang merawat pasien menular melalui udara
harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran, tindakan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila terpajan. Karyawan
yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberi penjelasan umum mengenai
penyakit tersebut.

6. Praktek Menyuntik Yang Aman


a. Semua petugas medis dan paramedis Klinik Pratama Pitaloka wajib melakukan
praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan
untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai karena
jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk
pasien lain.

7. Hygiene Respirasi (Etika Batuk)


a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung dan mulut,
segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan tangan.

8. Pemrosesan Peralatan Perawatan Pasien


a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk mengurangi
penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang-
barang habis pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan,
sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi).
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani
oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV)
dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang
mengkontaminasi. Proses ini adalah dengan melakukan perendaman dengan memakai
detergen atau larutan enzymatic sampai seluruh permukaan alat terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air
atau enzymatic, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme,
kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau
memakai disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi
dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi
(otoklaf ), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai prosedur.
9. Penatalaksanaan Linen
a. Klinik berupaya menjamin manajemen laundry dan linen yang benar.
b. Klinik berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingkungan.
c. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam kantong/wadah
yang tidak rusak saat dingkut.
d. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.

10. Penempatan Pasien


a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi pasien,
pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi pasien lainnya
dari infeksi.
b. Pasien non infeksius ditempatkan di ruang yang terpisah dengan pasien infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun melalui kontak
harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan) untuk mencegah transmisi
langsung atau tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting
(pasien dengan diagnosa yang sama ditempatkan secara berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non infeksius.

E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN


TRANSMISI
1. Kewaspadaan Transmisi Kontak
a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak
mungkin kohorting, bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan
epidemiologi mikrobanya dan populasi pasien. Tempatkan dengan jarak >1 meter
(3 kaki) antar TT (tempat tidur). Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain.
b. Transport pasien Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila
diperlukan pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi
ke pasien lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke ruang
pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius
(feses, cairan drain), lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan
cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien untuk
melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan, barang diruang
pasien, cairan diare pasien, ileostomy, colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun
sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan
pasien lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Bila memungkinkan peralatan
nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan infeksi mikroba yang sama.
Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.

2. Kewaspadaan Transmisi Droplet


a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin
kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter
antar TT dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu
penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien
dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan
etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat kontak erat.
Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut, dipakai saat memasuki ruang
rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Tidak perlu penanganan udara secara
khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.

3. Kewaspadaan Transmisi Udara (Airborne)


a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai ;
tekanan negative, pertukaran udara 6-12 X /jam sebelum udara mengalir ke ruang
atau tempat lain di Klinik . Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang
terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap
mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan jarak
>1 meter. Konsultasikan dengan Tim PPI Klinik sebelum menempatkan pasien bila
tidak ada ruang isolasi dan kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan
saja. Bila perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah
menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada
efisiensi 95%) saat masuk ruang pasien atau suspek TB paru. Orang yang rentan
seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui atau suspek campak,
cacar air kecuali petugas yang telah imun. Bila terpaksa harus masuk maka harus
mengenakan masker respirator untuk pencegahan. Orang yang pernah sakit campak
atau cacar air tidak perlu memakai masker. Bila melakukan tindakan dengan
kemungkinan timbul aerosol maka APD yang digunakan adalah masker bedah,
gaun, goggle, dan sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Pengelolaan peralatan perawatan pasien
sesuai pedoman TB CDC ”Guideline for Preventing of Tuberculosis in Healthcare
Facilities”.

F. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN DALAM


RANGKA PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
1. Semua anggota Tim PPI Klinik Pratama Pitaloka wajib memiliki sertifikat Pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tingkat Dasar.
2. Semua pegawai baru Klinik Pratama Pitaloka baik tenaga medis maupun non medis
wajib menjalani program orientasi pegawai baru baik orientasi umum maupun
khusus yang salah satu materinya adalah pelatihan tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
3. Semua pegawai Klinik Pratama Pitaloka wajib mengikuti pelatihan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi tingkat dasar (bagi yang belum pernah pelatihan) secara
bertahap yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
4. Tim PPI harus mengembangkan program PPI yang mengikutsertakan seluruh
karyawan klinik , pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
5. Tim PPI harus memberikan pendidikan tentang PPI kepada karyawan klinik , pasien
dan keluarga, serta pengunjung lainnya.

G. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN


ALAT KESEHATAN
1. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait pemasangan
kateter (CAUTI / Catheter Assosiated Urinary Tract Infection)
a) Pemasangan kateter dikerjakan oleh petugas yang memahami dan trampil dalam
tehnik pemasangan secara aseptic dan perawatan kateter sesuai prosedur.
b) Penggantian urin dilakukan setiap 8 jam atau bila pada keadaan tertentu.
c) Kateter dipasang pada saat diperlukan saja berdasarkan indikasi.
2. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan terampil dalam
teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan infuse sesuai prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi dan infeksi.
c) Pemindahan tempat penusukan setiap 32 jam.
H. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK
PROFILAKSIS DAN TERAPEUTIK
1. Puskemas membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang dicadangkan
untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten terhadap obat yang lazim
dipakai.
2. Klinik melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-obatan lainnya
seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

I. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk mengurangi resiko
dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, tenaga pelayanan kesehatan dan
pengunjung termasuk mengembangkan program surveillance infeksi yang relevan,
yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terintegrasi dengan
program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu indikator mutu yang
berhubungan dengan masalah infeksi, dalam hal ini pemantauan CAUTI dan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis,
analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang penting untuk
digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang
berhubungan dengan pencegah dan pengendalian infeksi di Klinik yang
didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang meliputi surveillance
proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat oleh Tim PPI
yang diserahkan kepada Penanggung Jawab Klinik .
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat bulanan,
kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan tindak lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada bulan berikutnya.

J. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI


1. Tim PPI mengusulkan kepada Penanggung Jawab Klinik tentang pengadaan alat dan
bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.
K. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI
1. Tim PPI memberikan masukan kepada Penanggung Jawab Klinik yang menyangkut
konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat dan
linen sesuai dengan prinsip PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan penanggung jawab
pemeliharaan sarana dan prasarana Klinik.
3. Tim PPI Klinik harus melakukan pemeriksaan kualitas udara secara berkala untuk
mengurangi resiko infeksi selama pembangunan / renovasi.

L. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan Klinik Pratama Pitaloka diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan
indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Klinik Pratama Pitaloka yang tidak memiliki kartu BPJS atau asuransi
kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis
di Klinik Pratama Pitaloka baik rawat jalan, maupun rawat inap
sesuai kebijakan Penanggung Jawab Klinik .

M. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


1. Tim PPI segera melakukan investigasi masalah atau KLB nosokomial.
2. Tim PPI segera melaporkan adanya KLB kepada Penanggung Jawab Klinik.
3. Tim PPI melakukan upaya mencari sumber infeksi dengan pemeriksaan
mikrobiologik.
4. Tim PPI mengusulkan kepada Penanggung Jawab Klinik untuk menutup ruangan
rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi.
5. Bila memungkinkan pasien yang mengalami KLB infeksi nosokomial dirawat di
ruang isolasi, bila tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting.
6. Petugas yang merawat pasien tersebut wajib menggunakan APD sesuai dengan
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
7. Apabila terjadi outbreak wabah/bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi
dan sebagainya Tim PPI harus sigap melakukan pencegahan infeksi, misalnya
membagikan masker, menutup ruangan, pembersihan ruangan secara berkala dll.
Penanggung Jawab
Klinik Pratama Pitaloka

drg. Kristiani Dwi Hastuti, MPH

Anda mungkin juga menyukai