Anda di halaman 1dari 14

KLINIK PRATAMA

BUNDA DARA MEDIKA


Alamat :Jl.Poros Rawajitu Desa Sidang Gunung Tiga Rt. 12 Rk. 02
Kec.Rawajitu Utara Kab. Mesuji – Lampung Telp 082186060888 Kode Pos 34595
e-mail : klinikbundadaramedika@gmail.com

KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK


KLINIK PRATAMA BUNDA DARA MEDIKA
NOMOR : …………………………

TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

PENANGGUNG JAWAB KLINIK PRATAMA BUNDA DARA MEDIKA


Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan mutu dan
keselamatan pasien, keluarga, staf, dan pihak lain
yang ada diklinik diperlukan kebijakan Pelayanan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik
Pratama Bunda Dara Medika bahwa sehubungan
dengan huruf a diatas maka perlu dibuat
keputusan Penanggung Jawab Klinik tentang Kebij
akan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Klinik.
Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2009 tentang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36
Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 9 Tahun 2014 tentang Klinik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan republik Indonesia
Nomor 11 Tahun 2017 tentang Keselamatan
Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 52 Tahun 2019 tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 25 Tahun 2021 tentang Penerapan
Manajemen Risiko Terintegrasi di Lingkungan
Kementerian Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat Klinik, Laboratorium
Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi;
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor HK. 01.07/MENKES/1983/2022 tentang
Standar Akreditasi Klinik;
10. Surat Izin Operasional Klinik
11. Surat Keputusan Pemilik Klinik Pratama Bunda
Dara Medika Nomor …….. tentang Struktur Organi
sasi dan Tata Kelola (SOTK) Klinik Pratama Bunda
Dara Medika tentang Pengangkatan dr.Sarma
Dedi Saragih, M.Kes. sebagai Penanggung Jawab
Klinik Pratama Bunda Dara Medika.

MEMUTUSKAN :
Menetapkan : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK
TENTANG KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN
DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK
PRATAMA BUNDA DARA MEDIKA
Kesatu : Memberlakukan Keputusan Kebijakan Penanggung
Jawab Klinik tentang Kebijakan Pelayanan
Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi di Klinik
Pratama Bunda Dara Medika
Kedua : Lampiran Keputusan Penanggung Jawab Klinik
menjadi satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan dari Keputusan.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan apabila dikemudian hari ternyata terdapat
kekeliruan dalam ketetapan ini akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya,

Ditetapkan di …….
Pada tanggal ………..
PENANGGUNG JAWAB KLINIK
PRATAMA BUNDA DARA MEDIKA,

dr. SARMA DEDI SARAGIH, M.Kes.


Lampiran : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK
PRATAMA BUNDA DARA MEDIKA
Nomor :………………
Tentang : KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI

KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

A. KEBIJAKAN UMUM
Semua pihak wajib menjalankan pencegahan dan pengendalian infeksi di
Klinik, agar meningkatkan mutu dan keselamatan di Klinik.

B. KEBIJAKAN KHUSUS
1. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI KLINIK
a. Penanggung Jawab Klinik membentuk Tim PPI Klinik sesuai dengan
SK Penanggung Jawab yang mempunyai tugas, fungsi dan
kewenangan yang jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial PPI
Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
b. Tim PPI merupakan unit kerja langsung di bawah Penanggung
Jawab Klinik, yang disusun terdiri dari ketua, sekretaris
merangkap IPCN, dan anggota.
c. Anggota Tim PPI terdiri dari perawat, perawat gigi, petugas farmasi
& umum
d. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik yang
dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
e. Semua unit kerja di Klinik harus melaksanakan kegiatan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
f. Tim PPI mengadakan rapat tiap bulan untuk mengevaluasi hasil
surveillance, kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
g. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat bulanan kepada Penanggung
Jawab Klinik, managemen, staf medis, staf penunjang medis dan
umum.
h. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah
dilakukan pada bulan berikutnya.
i. Klinik mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam
anggaran PPI.
2. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK
Penanggung jawab klinik menetapkan dan melaksanakan program PPI
sesuai dengan pelayanan dan risiko yang ada di klinik yang meliputi:
a. Kewaspadaan standar yang terdiri atas:
1) kebersihan tangan;
2) penggunaan apd;
3) dekontaminasi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien;
4) pengendalian lingkungan;
5) pengelolaan limbah;
6) penatalaksanaan linen;
7) perlindungan kesehatan petugas;
8) penempatan pasien;
9) etika batuk dan bersin;
10) praktik menyuntik yang aman
b. Kewaspadaan transmisi:
1) kewaspadaan transmisi kontak;
2) kewaspadaan transmisi droplet; dan
3) kewaspadaan transmisi udara (airbone).
c. Kewaspadaan transmisi:
1) Bundles
2) Survailans
3) Pendidikan dan pelatihan
4) Penggunaan anti mikroba yang bijak

3. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN


a. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
1) Semua karyawan klinik, pasien dan pengunjung harus menjaga
kebersihan tangan dengan melakukan cuci tangan
menggunakan air bersih dan sabun atau handrub
menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
2) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum
kontak dengan
pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah
melakukan tindakan invasif yang berhubungan cairan tubuh
pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan
lingkungan pasien.
3) Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun
dengan air mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci
tangan dengan handrub cairan antiseptic berbasis alcohol.
4) Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 6 langkah selama
40-60 detik,
dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
5) Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan
dengan benar 6 langkah selama 20-30 detik, dengan prosedur
yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
6) Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui
survey terhadap seluruh petugas klinik setiap bulan.
7) Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja
belum memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang
kebersihan tangan pada unit tersebut.
b. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
1) Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai
pelindung barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang
ada dan petugas kesehatan.
2) Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang
berisiko menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD
sesuai dengan prosedur yang benar.
3) Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus
memakai APD sesuai dengan prosedur yang benar.
4) Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung
mata (goggles
plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan
visor), topi, gaun
pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu
kulit tertutup).
5) Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
6) Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat
sampah infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD
yang akan dipakai kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai
prosedur.
c. Dekontaminasi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien. Pemrose
san peralatan perawatan pasien:
1) Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi
penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan
bedah, dan barang- barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi
atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi).
2) Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih
aman untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan
(umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme
yang mengkontaminasi. Proses ini adalah dengan melakukan
perendaman denganmemakai detergen atau larutan enzymatic
sampai seluruh permukaan alat terendam.
3) Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua
kotoran, darah atau cairan tubuh lainnya dari benda mati
ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau
menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari
mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau
enzymatic, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
4) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari
objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan
kimiawi.
5) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora
bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf ),
panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
6) Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan
sesuai prosedur.
d. Pengendalian lingkungan
1) Pengendalian lingkungan klinik merupakan salah satu upaya
pencegahan pengendalian infeksi.
2) Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat
diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan,
disinfeksi permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan
darah atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan
peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air
bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik.
e. Pengelolaan limbah
1) Klinik berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya
dengan cara
pengelolaan limbah yang tepat.
2) Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi,
pemisahan, labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan
penanganan sesuai jenis limbah.
f. Penatalaksanaan linen
1) Klinik berupaya menjamin manajemen laundry dan linen yang
benar.
2) Klinik berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian
atau lingkungan.
3) Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke
dalam kantong/wadah yang tidak rusak saat dingkut.
4) Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah
digunakan
g. Perlindungan Kesehatan petugas
1) Karyawan Klinik diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis
transmisi sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari.
2) Karyawan Klinik terutama karyawan medis dan
paramedis, berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara
bertahap.
3) Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur
paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
4) Karyawan Klinik yang merawat pasien menular melalui udara
harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan
penyebaran, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi
yang sesuai prosedur bila terpajan. Karyawan yang tidak
terlibat langsung dengan pasien harus diberi penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut.
h. Penempatan pasien.
1) Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk
melindungi pasien,
pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan
melindungi pasien yang immunosuppressed dari infeksi.
2) Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang
terpisah dengan pasien infeksius.
3) Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone
maupun melalui kontak harus dirawat di ruang isolasi (bila
memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau tidak
langsung.
4) Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan
kohorting (pasien dengan diagnose yang samaditempatkan
secara berdekatan).
5) Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
6) Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien
non infeksius.
7) Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat
transportasi/transfer, karena belum ada jalur khusus pasien
infeksius.
i. Etika batuk dan bersin
1) Kebersihan pernapasan dan etika batuk dan bersin adalah dua
cara penting untuk mengendalikan penyebaran infeksi di
sumbernya.
2) Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus
dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan bersin
untuk mencegah sekresi pernapasan.
3) Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin :
Tutup hidung dan mulut, segera buang tisu yang sudah
dipakai, lakukan kebersihan tangan.
j. Praktek menyuntik yang aman
1) Semua petugas medis dan paramedis Klinik wajib
melakukan praktik menyuntik yang aman sesuai dengan
prosedur.
2) Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali
pakai, pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada
peralatan injeksi dan terapi. Bila menggunakan vial multidose,
sebaiknya tetap digunakan sekali pakai karena jarum atau
spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial
multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
4. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN
TRANSMISI
a. Kewaspadaan transmisi kontak
1) Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah,
bila tidak mungkin kohorting, bila keduanya tidak mungkin
maka pertimbangkan epidemiologi mikrobanya dan populasi
pasien. Tempatkan dengan jarak >1 meter (3 kaki) antar TT
(tempat tidur). Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain.
2) Transport pasien Batasi gerak, transport pasien hanya kalau
perlu saja. Bila
diperlukan pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar
risiko minimal transmisi ke pasien lain atau lingkungan.
3) Penggunaan APD petugas
a) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks
saat masuk ke ruang pasien, ganti sarung tangan setelah
kontak dengan bahan infeksius (feses,cairan drain),
lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien
dan cuci tangan.
b) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk
ruang pasien untuk melindungi baju dari kontak dengan
pasien, permukaan lingkungan, barang diruang pasien,
cairan diare pasien, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum
keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain.
4) Pengelolaan peralatan perawatan pasien Bila memungkinkan
peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien
dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi se
belum dipakai untuk pasien lain.
b. Kewaspadaan transmisi droplet
1) Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila
tidak mungkin
kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan
jarak > 1 meter antar TT dan jarak dengan pengunjung.
Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus
terhadap udara dan ventilasi.
2) Transport pasien Batasi gerak dan transportasi untuk batasi
droplet dari pasien dengan mengenakan masker pada pasien
dan menerapkan hygiene respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas Masker dipakai bila bekerja dalam radius
1 meter
terhadap pasien, saat kontak erat. Masker seyogyanya melindungi
hidung dan
mulut, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi
saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Tidak perlu penanganan
udara secara
khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.

5. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN DALAM


RANGKA PPI
Pendidikan dan pelatihan PPI dimaksudkan untuk meningkatan
kompetensi bagi semua petugas di Klinik. Peningkatan kompetensi
tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan, in house
training, workshop, sosialisasi yang sesuai dengan peran dan fungsi
serta tanggung jawab masing masing petugas di Klinik dengan
ketentuan, sebagai berikut:
a. Penanggung jawab PPI harus mengikuti pelatihan PPI, minimal
pelatihan dasar PPI yang diselenggarakan oleh Kementerian
Kesehatan. Dinas Kesehatan, Organisasi Profesi, Lembaga Pelatihan
yang tersertifikasi oleh PPSDM (bersertifikat)
b. Semua petugas pelayanan kesehatan memahami dan mampu
melaksanakan prinsip-prinsip PPI minimal yang diberikan melalui
sosialisasi secara internal yang dilaksanakan oleh ketua Tim PPI
atau penanggung jawab PPI yang kompeten dan tersertifikasi
c. Semua petugas non pelayanan memahami dan mampu
melaksanakan upaya pencegahan infeksi meliputi kebersihan
tangan, etika batuk, penanganan limbah, penggunaan APD (masker
dan sarung tangan) yang sesuai.
d. Semua karyawan baru, mahasiswa harus mendapatkan orientasi
tentang program PPI di Klinik..

6. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN


ALAT KESEHATAN
Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus:
a. Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan
terampil dalam teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan
infuse sesuai prosedur.
b. Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi
dan infeksi.
c. Peralatan single use yang di re use harus memenuhi ketetapan
sebagai berikut :
1) Material peralatan bisa di re-use.
2) Maksimum pemakaian ulang sesuai ketentuan.
3) Tidak di re-use bila alat sudah rusak.
d. Proses pembersihan sesuai prosedur.

7. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK


PROFILAKSIS DAN TERAPEUTIK
a. Klinik membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang
resisten terhadap obat yang lazim dipakai
b. Klinik melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian
obat-obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

8. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


a. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk
mengurangi resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada
pasien, tenaga pelayanan kesehatan\ dan pengunjung termasuk
mengembangkan program surveillance infeksi yang relevan, yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terintegrasi
dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu
indikator mutu yang berhubungan dengan masalah infeksi, dalam
hal ini pemantauan phlebitis.
b. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data
yang sistematis,
analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang
penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan
pengendalian infeksi di klinik yang didesiminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
c. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang
meliputi surveillance proses dan surveillance hasil.
d. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
e. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang
dibuat oleh Tim PPI yang diserahkan kepada Penanggung Jawab
Klinik.
f. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan
melalui rapat bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk
mendapatkan solusi dan tindak lanjut.
g. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak
lanjut.
h. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada
bulan berikutnya.

9. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI


a. Tim PPI mengusulkan kepada Penanggung Jawab Klinik tentang
pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman bagi yang menggunakan
b. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit
Farmasi.

10. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


a. Tim PPI memberikan masukan kepada Penanggung Jawab Klinik
yang menyangkut konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip
PPI.
b. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan
penanggung jawab pemeliharaan sarana dan prasarana klinik.

11. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


a. Karyawan Klinik diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai
dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
c. Karyawan Klinik yang tidak memiliki kartu BPJS atau asuransi
kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan
gratis di Klinik .
Ditetapkan di …….
Pada tanggal ………..

PENANGGUNG JAWAB KLINIK


PRATAMA BUNDA DARA MEDIKA,

dr. SARMA DEDI SARAGIH, M.Kes.

Anda mungkin juga menyukai