Anda di halaman 1dari 12

KLINIK dr.

HAIKAL MUBARAK
Alamat: Jalan Mayor Zen Ruko PUSRI II No. 4 Sei Selayur
Kecamatan Kalidoni Palembang
No. Telepon/HP : 0711-5714879

KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK


KLINIK OPINA
NOMOR : 021/A/SK/KHM/2023
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,
PENANGGUNG JAWAB KLINIK OPINA,

Menimbang : a. bahwa dalam meningkatkan mutu dan keselamatan pasien,


keluarga, staf, dan pihak lain yang ada diklinik diperlukan
kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Klinik Opina
b. bahwa sehubungan dengan huruf a diatas maka perlu dibuat
keputusan Penanggung Jawab Klinik tentang Kebijakan
Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 te


ntang Kesehatan;
2. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 te
ntang Tenaga Kesehatan;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Ta
hun 2014 tentang Klinik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 52 T
ahun 2019 tentang Keselamatan dan Kesehatan Kerja;
MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK TENTA


NG KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK OPINA.
Kesatu : Memberlakukan Keputusan Kebijakan Penanggung Jawab Klin
ik tentang Kebijakan Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian
Infeksi di Klinik Opina.
Kedua : Lampiran Keputusan Penanggung Jawab Klinik menjadi satu k
esatuan yang tidak dapat dipisahkan dari Keputusan.
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila dik
emudian hari ternyata terdapat kekeliruan dalam ketetapan ini a
kan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya,

Ditetapkan di Palembang
Pada tanggal 26 Mei 2023
Penanggung Jawab
Klinik Opina

TRISNAWARMAN
Lampiran Keputusan Penanggung Jawab Klinik Opina
Nomor : 21/A/SK/KHM/2023
Tentang :Kebijakan Pelayanan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi

KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI

A. KEBIJAKAN UMUM
Semua pihak wajib menjalankan pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik, agar
meningkatkan mutu dan keselamatan di Klinik.

B. KEBIJAKAN KHUSUS
1. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFE
KSI KLINIK
a. Penanggung Jawab Klinik membentuk Tim PPI Klinik sesuai dengan SK
Penanggung Jawab yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas s
esuai dengan Pedoman Manajerial PPI Klinik dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
b. Tim PPI merupakan unit kerja langsung di bawah Penanggung Jawab Klinik, ya
ng disusun terdiri dari ketua, sekretaris merangkap IPCN, dan anggota.
c. Anggota Tim PPI terdiri dari perawat, perawat gigi, petugas farmasi & umum
d. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Pedoman Manajerial Penceg
ahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik yang dikeluarkan oleh Kementrian Kes
ehatan Republik Indonesia.
e. Semua unit kerja di Klinik harus melaksanakan kegiatan Pencegahan dan Penge
ndalian Infeksi (PPI).
f. Tim PPI mengadakan rapat tiap bulan untuk mengevaluasi hasil surveillance, ki
nerja tim dan menentukan tindak lanjut.
g. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat bulanan kepada Penanggung Jawab Klini
k, managemen, staf medis, staf penunjang medis dan umum.
h. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan pada b
ulan berikutnya.
i. Klinik mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pencegahan dan p
engendalian infeksi yang dimasukkan dalam anggaran PPI.
2. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK
Penanggung jawab klinik menetapkan dan melaksanakan program PPI sesuai
dengan pelayanan dan risiko yang ada di klinik yang meliputi:
a. Kewaspadaan standar yang terdiri atas:
1) kebersihan tangan;
2) penggunaan apd;
3) dekontaminasi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien;
4) pengendalian lingkungan;
5) pengelolaan limbah;
6) penatalaksanaan linen;
7) perlindungan kesehatan petugas;
8) penempatan pasien;
9) etika batuk dan bersin;
10) praktik menyuntik yang aman
b. Kewaspadaan transmisi:
1) kewaspadaan transmisi kontak;
2) kewaspadaan transmisi droplet; dan
3) kewaspadaan transmisi udara (airbone).
c. Kewaspadaan transmisi:
1) Bundles
2) Survailans
3) Pendidikan dan pelatihan
4) Penggunaan anti mikroba yang bijak

3. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN


a. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
1) Semua karyawan klinik, pasien dan pengunjung harus menjaga kebersihan t
angan dengan melakukan cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun at
au handrub menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
2) Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak dengan
pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan tindakan i
nvasif yang berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien,
setelah kontak dengan lingkungan pasien.
3) Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air meng
alir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub cairan ant
iseptic berbasis alcohol.
4) Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 6 langkah selama 40-60 detik,
dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
5) Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan benar
6 langkah selama 20-30 detik, dengan prosedur yang sesuai dengan rekome
ndasi WHO.
6) Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey terhada
p seluruh petugas klinik setiap bulan.
7) Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum memenuh
i standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan pada unit t
ersebut.
b. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
1) Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung bar
rier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas kesehatan.
2) Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko menul
arkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan prosedur yang
benar.
3) Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai AP
D sesuai dengan prosedur yang benar.
4) Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata (goggles
plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor), topi, gaun
pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutu
p).
5) Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
6) Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah infe
ksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai kem
bali, dilakukan penatalaksanaan sesuai prosedur.

c. Dekontaminasi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien. Pemrosesan peralatan


perawatan pasien:
1) Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk mengurangi
penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan ba
rang- barang habis pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian d
an pembersihan, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisa
si).
2) Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk d
itangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi H
BV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mi
kroorganisme yang mengkontaminasi. Proses ini adalah dengan melakukan
perendaman denganmemakai detergen atau larutan enzymatic sampai selur
uh permukaan alat terendam.
3) Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah at
au cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikr
oorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit ata
u menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuh
nya dengan sabun atau detergen dan air atau enzymatic, membilas dengan a
ir bersih, dan mengeringkan.
4) Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorga
nisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, m
enguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
5) Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, f
ungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap
tekanan tinggi (otoklaf ), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
6) Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai prosedur.
d. Pengendalian lingkungan
1) Pengendalian lingkungan klinik merupakan salah satu upaya pencegahan pe
ngendalian infeksi.
2) Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkun
gan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan
pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bers
ih, mempertahankan ventilasi udara yang baik.
e. Pengelolaan limbah
1) Klinik berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya dengan cara
pengelolaan limbah yang tepat.
2) Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan, la
beling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai jenis l
imbah.
f. Penatalaksanaan linen
1) Klinik berupaya menjamin manajemen laundry dan linen yang benar.
2) Klinik berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau lingk
ungan.
3) Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam kantong/w
adah yang tidak rusak saat dingkut.
4) Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan
g. Perlindungan Kesehatan petugas
1) Karyawan Klinik diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI yaitu kewasp
adaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan indikasi d
alam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
2) Karyawan Klinik terutama karyawan medis dan
paramedis, berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
3) Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
4) Karyawan Klinik yang merawat pasien menular melalui udara harus menda
patkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran, tindakan pence
gahan dan pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila terpajan. Karyaw
an yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberi penjelasan umu
m mengenai penyakit tersebut.
h. Penempatan pasien.
1) Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi pasien,
pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi pasien yan
g immunosuppressed dari infeksi.
2) Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah dengan p
asien infeksius.
3) Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun melalui k
ontak harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan) untuk mencegah
transmisi langsung atau tidak langsung.
4) Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting (pasie
n dengan diagnose yang samaditempatkan secara berdekatan).
5) Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
6) Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non infeksius.
7) Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat transportasi/transf
er, karena belum ada jalur khusus pasien infeksius.
i. Etika batuk dan bersin
1) Kebersihan pernapasan dan etika batuk dan bersin adalah dua cara penting
untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
2) Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk s
elalu mematuhi etika batuk dan bersin untuk mencegah sekresi pernapasan.
3) Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung da
n mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan tangan.
j. Praktek menyuntik yang aman
1) Semua petugas medis dan paramedis Klinik wajib
melakukan praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
2) Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap
suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi. Bil
a menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai kare
na jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial m
ultidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saa
t obat dipakai untuk pasien lain.

4. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN


TRANSMISI
a. Kewaspadaan transmisi kontak
1) Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak m
ungkin kohorting, bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epide
miologi mikrobanya dan populasi pasien. Tempatkan dengan jarak >1 mete
r (3 kaki) antar TT (tempat tidur). Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain.
2) Transport pasien Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila
diperlukan pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal tr
ansmisi ke pasien lain atau lingkungan.
3) Penggunaan APD petugas
a) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke
ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksi
us (feses,cairan drain), lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari ka
mar pasien dan cuci tangan.
b) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien unt
uk melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan,
barang diruang pasien, cairan diare pasien, luka terbuka. Lepaskan gau
n sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke li
ngkungan dan pasien lain.
4) Pengelolaan peralatan perawatan pasien Bila memungkinkan peralatan non
kritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan infeksi mikroba yang sa
ma. Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.
b. Kewaspadaan transmisi droplet
1) Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin
kohorting. Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 m
eter antar TT dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tida
k perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
2) Transport pasien Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pas
ien dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene respi
rasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter
terhadap pasien, saat kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan
mulut, dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Tidak perlu penanganan udara secara
khusus karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.

5. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN DALAM


RANGKA PPI
Pendidikan dan pelatihan PPI dimaksudkan untuk meningkatan kompetensi bagi se
mua petugas di Klinik. Peningkatan kompetensi tersebut dapat diperoleh melalui pen
didikan dan pelatihan, in house training, workshop, sosialisasi yang sesuai dengan p
eran dan fungsi serta tanggung jawab masing masing petugas di Klinik dengan keten
tuan, sebagai berikut:
a. Penanggung jawab PPI harus mengikuti pelatihan PPI, minimal pelatihan dasar
PPI yang diselenggarakan oleh Kementerian Kesehatan. Dinas Kesehatan, Orga
nisasi Profesi, Lembaga Pelatihan yang tersertifikasi oleh PPSDM (bersertifika
t)
b. Semua petugas pelayanan kesehatan memahami dan mampu melaksanakan prin
sip-prinsip PPI minimal yang diberikan melalui sosialisasi secara internal yang
dilaksanakan oleh ketua Tim PPI atau penanggung jawab PPI yang kompeten da
n tersertifikasi
c. Semua petugas non pelayanan memahami dan mampu melaksanakan upaya pen
cegahan infeksi meliputi kebersihan tangan, etika batuk, penanganan limbah, pe
nggunaan APD (masker dan sarung tangan) yang sesuai.
d. Semua karyawan baru, mahasiswa harus mendapatkan orientasi tentang progra
m PPI di Klinik..

6. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN


ALAT KESEHATAN
Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus:
a. Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan terampil dala
m teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan infuse sesuai prosedur.
b. Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi dan infeksi.
c. Peralatan single use yang di re use harus memenuhi ketetapan sebagai berikut :
1) Material peralatan bisa di re-use.
2) Maksimum pemakaian ulang sesuai ketentuan.
3) Tidak di re-use bila alat sudah rusak.
d. Proses pembersihan sesuai prosedur.

7. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK


PROFILAKSIS DAN TERAPEUTIK
a. Klinik membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang dicadangkan u
ntuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten terhadap obat yang laz
im dipakai
b. Klinik melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-obatan lainn
ya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

8. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


a. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk mengurangi r
esiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, tenaga pelayanan kes
ehatan\ dan pengunjung termasuk mengembangkan program surveillance infeks
i yang relevan, yang dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terint
egrasi dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu indikato
r mutu yang berhubungan dengan masalah infeksi, dalam hal ini pemantauan ph
lebitis.
b. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis,
analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang penting untuk
digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berh
ubungan dengan pencegah dan pengendalian infeksi di klinik yang didesiminasi
kan secara berkala kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
c. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang meliputi surveil
lance proses dan surveillance hasil.
d. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
e. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat oleh Ti
m PPI yang diserahkan kepada Penanggung Jawab Klinik.
f. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat bulan
an, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan tindak lanjut.
g. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
h. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada bulan beriku
tnya.
9. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI
a. Tim PPI mengusulkan kepada Penanggung Jawab Klinik tentang pengadaan alat
dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan
b. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.
10. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI
a. Tim PPI memberikan masukan kepada Penanggung Jawab Klinik yang menyan
gkut konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpana
n alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
b. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan penanggung jawab pe
meliharaan sarana dan prasarana klinik.
11. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN
a. Karyawan Klinik diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI yaitu kewaspadaa
n standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan indikasi dalam mel
aksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan, kemu
dian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
c. Karyawan Klinik yang tidak memiliki kartu BPJS atau asuransi kesehatan lainn
ya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Klinik .

Ditetapkan di Palembang
Pada tanggal 26 Mei 2023
Penanggung Jawab
Klinik Opina,

TRISNAWARMAN

Anda mungkin juga menyukai