Anda di halaman 1dari 12

KEPOLISIAN DAERAH JAMBI

SATUAN BRIMOB
SEKSI KESEHATAN DAN JASMANI

KEPUTUSAN KAKLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA JAMBI

Nomor: SK/ /PPI/IV/2023/KLINIK

TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI KLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA JAMBI
KEPALA KLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA JAMBI

Menimbang : a. Bahwa tugas tim pencegahan dan pengendalian


infeksi adalah membantu kepala klinik untuk menjaga
dan meningkatkan mutu pelayanan medis klinik
melalui pencegahan dan pengendalian infeksi;
b. Bahwa dalam rangka melaksanakan tugasnya, tim
pencegahan dan pengendalian infeksi berkoordinasi
dengan tim manajemen mutu guna mengendalikan
infeksi nosokomial di klinik;
c. Bahwa dalam rangka pemenuhan akreditasi klinik,
dimana klinik diharapkan dapat memenuhi kegiatan
standar pelayanan pengendalian infeksi di klinik;
d. Bahwa tim pencegahan dan pengendalian infeksi di
klinik agar dapat berperan dalam upaya-upaya
preventif, promotif dan sebagainya;
e. Bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud dalam a dan b, perlu ditetapkan kebijakan
pelaksanaan pencegahan dan pengendalian infeksi di
klinik.

Mengingat : 1. Undang-undang Republik Indonesia No 29 Tahun 2004


tentang Praktik Kedokteran;
2. Undang-undang Republik Indonesia No. 36 Tahun
2009 tentang kesehatan;
3. Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga
Kesehatan;
4. Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2008 tentang
Pelayanan Publik;
5. Undang-Undang No. 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan;
6. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 47
Tahun 2016 tentang Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
7. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 88
Tahun 2019 tentang Kesehatan Kerja;
8. Peraturan Menteri Kesehatan No. 9 tahun 2014
tentang Klinik;
9. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 43 Tahun 2016
Tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan;
10. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101
Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun;
11. Peraturan Menteri Kesehatan No. 46 Tahun 2015
tentang Standar Akreditasi Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Dokter Gigi;
12. Peraturan Menteri Kesehatan No. 27 Tahun 2017
tentang Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi Di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
13. Peraturan Menteri Kesehatan No. 34 Tahun 2022
tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik,
Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah,
Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi.
MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA KLINIK PRATAMA


SATBRIMOBDA JAMBI TENTANG PENGENDALIAN
DAN PENCEGAHAN INFEKSI (PPI)
Kesatu : Keputusan tentang Program Pengendalian dan
Pencegahan Infeksi (PPI) sebagaimana
dimaksud dilaksanakan dalam keputusan ini.
Kedua : Hal-hal yang berkaitan dengan Program
Pengendalian dan Pencegahan Infeksi (PPI)
dapat dilihat pada sop sasaran keselamatan
pasien
Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
dan apabila di kemudian hari ada kekeliruan
dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Jambi
Pada tanggal : Juni 2023
KEPALA KLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA
JAMBI

dr. EDWARDO REFNO HADI PUTRA


INSPEKTUR POLISI DUA NRP 92110917
LAMPIRAN KEPUTUSAN KEPALA KLINIK
POLRI DAERAH JAMBI
NOMOR : KEP/ /PMKP/II/2023 TANGGAL
KLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA JAMBI :

KEBIJAKAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
KLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA JAMBI

A. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


KLINIK
1. Kepala klinik membentuk tim PPI klinik sesuai dengan SK Kepala klinik yang
mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan pedoman
manajerial PPI rumah sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Tim PPI merupakan unit kerja langsung dibawah Kepala klinik yang disusun
terdiri dari ketua, sekretaris dan anggota.
3. Anggota tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, petugas laboratorium,
perawat, bidan, petugas farmasi, ahli gizi dan ahli sanitasi.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu pedoman manajerial
pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh kementrian kesehatan republik
Indonesia.
5. Semua unit kerja di klinik harus melaksanakan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat untuk mengevaluasi hasil kinerja tim dan
menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat kepada Kepala klinik, manajemen, staf
medis, staf penunjang medis dan umum.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lannut yang telah dilakukan pada
bulan berikutnya.

STRUKTUR ORGANISASI TIM PPI

PIMPINAN KLINIK

KETUA TIM PMKP

PJ KLINIK KETUA TIM PPI


B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK PRATAMA
SATBRIMOBDA JAMBI
1. Kewaspadaan Isolasi
2. Pencegahan PPI dengan Bundles HAIs
3. Surveilans HAIs
4. Pendidikan dan Pelatihan PPI
5. Penggunaan antibiotik yang bijak

C. KEBIJAKAN KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan
standar dan kewaspadaan berdasar transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di rumah
sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan alat pelindung diri (APD),
perawatan peralatan pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen,
pengelolaan limbah, perlindungan kesehatan karyawan, penempatan pasien,
etika batuk, dan praktek menyuntik yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan
standar ditujukan kepada semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus-kasus yang mempunyai risiko penularan
melalui kontak, droplet dan udara.
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di klinik Pratama Satbrimob Polda Jambi
selengkapnya diatur dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan Kepala
klinik Pratama Satbrimob Polda Jambi.

D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR


1. Kebersihan tangan/ hand hygiene
a. Semua karyawan klinik, pasien dan pengunjung harus menjaga kebersihan
tangan dengan melakukan cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun
atau handrub menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu sebelum kontak dengan
pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan tindakan
invasif yang berhubingan dengan cairan tubuh pasien, setelah kontak
dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun
d. Cuci tangan dengan sabun selama 40-60 detik, apabila menggunakan
handrub selama 20-30 detik.
e. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey terhadap
seluruh petugas klinik setiap bulan.

2. Pemakaian Alat pelindung diri (APD)


a. Alat pelindung diri adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung barrier
untuk melindungi diri dari mikroorganisme yang ada dan petugas
kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisikoo
menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan prosedur
yang benar
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai
APD sesuai dengan prosedur yang benar
d. Jenis-jenis APD yaitu sarung tangan, masker, alat pelindung mata, topi,
gaun pelindung,apron, pelindung kaki.
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah
infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai
kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai prosedur.

3. Dekontaminasi dan sterilisasi peralatan perawatan pasien


a. Suatu proses menghilangkan mikroorganisme dan kotoran yang melekat
pada alat kesehatan sehingga aman untuk pengolahan selanjutnya dan
dilakukan sebagi langkah pertama bagi pengelolaan alat kesehatan habis
pakai yang meliputi precleaning, pencucian dan pembersihan,sterilisasi
b. Precleaning : proses ini dengan melakukan perendaman dengan memakai
detergen atau larutan enzimatik sampai seluruh permukaan alat terendam.
c. Pembersihan : proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah,
atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh
kulit. Proses ini terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau
detergen dan air, membilas dengan air bersih dan mengeringkan.
d. Desinfeksi tingkat tinggi ; proses menghilangkan semua mikroorganisme,
kecuali beberapa endospore bacterial dari objek, dengan merebus,
menguapkan atau memakai desinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi : proses menghilangkan semua mikroorganisme termasuk
endospore bacterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai
prosedur.

4. Pengendalian lingkungan
Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan
yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan
pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih,
mempertahankan ventilasi udara yang baik.

5. Pengelolaan limbah
Pengelolaan limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,
packing, penyimpanan, pengangkutan penanganan sesuai jenis limbah.

6. Penatalaksanaan linen
a. Klinik berupaya menjamin manajemen laundry dan linen yang benar
b. Klinik berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada pakaian atau
lingkungan.
c. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam
kantong/wadah yang tidak rusak saat diangkut.

7. Perlindungan kesehatan petugas


a. karyawan Klinik pratama Satbrimob Polda Jambi diwajibkan menerapkan
prinsip-prinsip PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi
sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
c. Karyawan klinik yang merawat pasien menular melalui udara harus
mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran,
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila
terpajan.

8. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi pasien,
pengunjung dan staf terhadap penyakit menular
b. Pasien dengan penyakit menular melalui udaea/airborne maupun melalui
kontak harus dirawat diruang isolasi untuk mencegah transmisi langsung
dan tidak langsung.
c. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan, maka dilakukan kohorting
(pasien dengan diagnose yang sama ditempatkan secara berdekatan)
d. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
e. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non infeksius.
f. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat transportasi,
karena belum ada jalur khusus pasien infeksius.

9. Etika batuk dan bersin


a. Semua pasien, pengunjung dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk
selalu mematuhi etika batuk.
b. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : tutup hidung
dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan
tangan.

10. Praktek menyuntik yang aman


a. Semua petugas medis dan paramedis klinik wajib melakukan praktik
menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktik menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap
suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai
karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam
vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN TRANSMISI
1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin kohorting, bila
keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi mikrobanya dan
populasi pasien. Tempatkan dengan jarak > 1 meter antar tempat tidur. Jaga
agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien.
b. Transport pasien
Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperlukan pasien
keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi ke pasien
lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke
ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius,
lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci
tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien untuk
melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan,
barang diruang pasien, cairan diare pasien, ileostomy, colostomy, luka
terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien.
Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien
dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan desinfeksi sebelum
dipakai untuk pasien lain.

2. Kewaspadaan transmisi droplet


a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien diruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting. Bila
keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar tempat
tidur dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu
penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan
mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan
etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat
kontak erat. Masker semestinya melindungi hidung dan mulut, dipakai saat
memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien.
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak bergerak
jarak jauh.

3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)


a. Penempatan pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai tekanan negatif,
pertukaran udara 6-12x/jam sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat
lain di klinik. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah tidak
memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang mengidap
mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan
jarak > 1 meter. Konsultasikan dengan tim PPI sebelum menempatkan paien
bila tidak ada ruang isolasi dan kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien
Batasi Gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja. Bila perlu
untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah
menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas
Kenakan masker respirator (N95) saat masuk ruang pasien atau suspek TB
paru. Orang yang rentan seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang
diketahui atau suspek campak, cacar air kecuali petugas yang telah imun.
Bila terpaksa harus masuk maka harus mengenakan masker respirator untuk
pencegahan. Orang yang pernah sakit campak atau cacar air tidak perlu
memakai masker.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien.
Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC.

F. PENCEGAHAN PPI DENGAN BUNDLES HAIs


Penerapan bundles dilaksanakan pada tindakan atau pelayanan yang tersedia di
FKTP, sebagai berikut :
1. Bundles HAIs : infeksi saluran kemih (ISK), chateter urinary tract infection
(CAUTI), Pheripheral line associated bloodstream infection (PLABSI), infeksi
daerah operasi (IDO) khususnya pada Superficial Incisional Surgical Site
Infection.
2. PPI pada penggunaan peralatan kesehatan lainnya seperti penggunaan alat
bantu pernafasan ( oksigen nasal ), terapi inhalasi (nebulizer) dan perawatan
luka.

G. SURVEILANS HAIs
1. Suatu proses yang dimanis, sistematis, terus-menerus, dalam pengumpulan,
identifikasi, analisis dan interpretasi dari data kesehatan yang penting pada
suatu populasi spesifik yang dideminasikan secara berkala kepada pihak-pihak
yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan dalam upaya penilaian
HAIs.
2. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk mengurangi
risiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, tenaga pelayanan
kesehatan dan pengunjung termasuk mengembangkan program surveilans
infeksi yang relevan, yang dilaksankan secara bertahap dan berkesinambungan.

H. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PPI


1. Ketua atau penanggung jawab PPI harus mengikuti pelatihan PPI, minimal
pelatihan dasar PPI di FKTP yang diselenggarakan oleh kementrian
kesehatan, dinas kesehatan, organisasi profesi, Lembaga pelatihan yang
tersertifikasi oleh PPSDM.
2. Semua petugas pelayanan kesehatan memahami dan mampu melaksanakan
prinsip-prinsip PPI minimal yang diberikan melalui sosialisasi secara internal
yang dilaksanakan oleh ketua tim PPI atau penanggung jawan PPI yang
kompeten dan tersertifikasi.
3. Semua petugas non pelayanan memahami dan mampu melaksanakan upaya
pencegahan infeksi meliputi kebersihan tangan, etika batuk, penanganan
limbah, penggunaan APD (masker dan sarung tangan) yang sesuai.
4. Semua karyawan baru, mahasiswa harus mendapatkan orientasi tentang
program PPI di FKTP.

I. PENGGUNAAN ANTIBIOTIK YANG BIJAK


1. Penggunaan antibiotik secara rasional sesuai dengan penyebab infeksi, dengan
rejimen dosis optimal, lama pemberian optimal, efek samping minimal dengan
mempertimbangkan dampak muncul dan menyebarnya mikroba resisten.
2. Pemilihan jenis antimikroba berdasar pada informasi tentang spektrum kuman
penyebab infeksi dan pola kepekaan kuman terhadap antibiotik, hasil
pemeriksaan mikrobiologi atau perkitraan kuman penyebab infeksi, profil
farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotic dan cost effective.

Ditetapkan di : Jambi
Pada tanggal : Juni 2023

KEPALA KLINIK PRATAMA SATBRIMOBDA


JAMBI

dr. EDWARDO REFNO HADI PUTRA


INSPEKTUR POLISI DUA NRP 92110917

Anda mungkin juga menyukai