Anda di halaman 1dari 13

Jl. Delima Mas RT 005 RW 005 Kel.Pondok Cabe Udik Kec.

Pamulang
Kota Tangerang Selatan, Telp. 021 74711292 email: tigamandiri2000@yahoo.co.id

KEPUTUSAN
PENANGGUNG JAWAB KLINIK TIGA MANDIRI
NOMOR:
TENTANG

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

Menimbang : a. Bahwa klinik merupakan sarana pelayanan kesehatan


tingkat pertama yang diharapkan dapat memberikan dan
memenuhi standar pelayanan dengan memperhatikan
terhadap upaya pencegahan kemungkinan terjadinya
penularan infeksi;
b. bahwa dalam rangka menjalankan dan mendukung upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi, klinik berkewajiban
membentuk adanya tim yang terkait dengan upaya tersebut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan b, maka perlu menetapkan Keputusan
penanggung jawab klinik tentang Kebijakan
Penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).
Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
Tentang Perlindungan Konsumen;
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71
Tahun 2013 Tentang FKTP;
5. Undang - Undang No.36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2015 Tentang Akreditasi;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
2

(PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

MEMUTUSKAN
Menetapkan : KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK TENTANG KEBIJAKAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)
Kesatu : Kebijakan penyelenggaraan pencegahan dan pengendalian
infeksi klinik tiga mandiri sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini;
Kedua : Segala biaya yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan ini dibebankan pada biaya operasional klinik tiga
mandiri
Ketiga : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan atau perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tangerang Selatan


pada tanggal : 03 Febuari 2023

Penanggung Jawab Klinik Tiga Mandiri

dr.Adhy Purnawan, M.Kes


3

LAMPIRAN
KEPUTUSAN PENANGGUNG JAWAB KLINIK TIGA MANDIRI
NOMOR:
TENTANG KEBIJAKAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI)

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI KLINIK


TIGA MANDIRI

A. KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI KLINIK


1. Penanggung jawab klinik membentuk Tim PPI klinik sesuai dengan SK
penanggung jawab klinik yang mempunyai tugas, fungsi dan
kewenangan yang jelas sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Tim PPI merupakan unit kerja non struktural langsung di bawah
penanggung jawab klinik, yang disusun terdiri dari ketua, kordinator, dan
anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, petugas laboratorium,
perawat, dan bidan.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
5. Semua unit kerja di klinik harus melaksanakan kegiatan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat tiap 1 tahun untuk mengevaluasi hasil
surveillance, kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat 1 tahun kepada penanggung jawab
klinik dan Tim Mutu.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan
pada 1 tahun berikutnya
9. Klinik mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam anggaran PPI.
4

B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK TIGA


MANDIRI
1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
2. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan
3. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
4. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
5. Surveilans

C. KEBIJAKAN UMUM KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di klinik setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di
klinik yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian
lingkungan, pengelolaan limbah, perlindungan kesehatan karyawan,
penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), dan praktek
menyuntik yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan standar ditujukan
kepada semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko
penularan melalui kontak, droplet, udara (airborne), common vehicle
(makanan, air, obat, alat, peralatan), dan vektor (lalat, nyamuk, tikus).

D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR


1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene.
a. Semua karyawan klinik tiga mandiri, pasien dan pengunjung harus
menjaga kebersihan tangan dengan melakukan cuci tangan
menggunakan air bersih dan sabun atau handrub menggunakan
cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak
dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah
5

melakukan tindakan invasif yang berhubungan cairan tubuh pasien,


setelah kontak dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan
pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan
air mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan
handrub cairan antiseptik berbasis alkohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 6 langkah, dengan
prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan
benar 8 langkah, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi
WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey
terhadap seluruh petugas puskesmas setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum
memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan
tangan pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai
pelindung barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada
dan petugas kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko
menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan
prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus
memakai APD sesuai dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(goggles plastic bening, kacamata pengaman), topi, gaun pelindung,
apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat
sampah infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang
akan dipakai kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai prosedur.
3. Pengelolaan limbah
a. Klinik berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya dengan
cara pengelolaan limbah yang tepat.
6

b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi,


pemisahan, labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan
penanganan sesuai jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya merupakan salah satu upaya pencegahan
pengendalian infeksi di klinik tiga mandiri
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat
diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi
permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau
cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan peralatan medik
dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan
ventilasi udara yang baik.
5. Perlindungan Kesehatan karyawan
a. Karyawan klinik tiga mandiri diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip
PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi
sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan klinik tiga mandiri terutama karyawan medis dan
paramedis, berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara
bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan klinik tiga mandiri yang merawat pasien menular melalui
udara harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan
penyebaran, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang
sesuai prosedur bila terpajan. Karyawan yang tidak terlibat langsung
dengan pasien harus diberi penjelasan umum mengenai penyakit
tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis Klinik Tiga Mandiri wajib
melakukan praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai,
pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan
injeksi dan terapi.
7

c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali


pakai karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil
obat dalam vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba
yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting
untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan
untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan
untuk mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup
hidung dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan
kebersihan tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung
tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
Proses ini adalah dengan melakukan perendaman dengan memakai
clorin atau larutan enzymatic sampai seluruh permukaan alat
terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang
sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang
menyentuh kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah
terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air
atau enzymatic, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,
dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
8

e. Sterilisasi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria,


virus, fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda
mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven),
sterilan kimiawi, atau radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai
prosedur.
9. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi
pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan
melindungi pasien yang immunosuppressed dari infeksi.
b. Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah
dengan pasien infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun
melalui kontak harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan)
untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting
(pasien dengan diagnose yang sama ditempatkan secara
berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non
infeksius.
g. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat
transportasi/transfer, karena belum ada jalur khusus pasien
infeksius.

E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat
memeriksa pasien, ganti sarung tangan setelah kontak
dengan bahan infeksius (cairan tubuh pasien), lepaskan
sarung tangan setelah terkena cairan tubuh pasien dan cuci
tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat melakukan
pelayanan pemeriksaan pasien untuk melindungi baju dari
9

kontak dengan pasien, permukaan lingkungan, barang


diruang pasien, cairan pasien, luka terbuka. Lepaskan gaun
sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi
silang ke lingkungan dan pasien lain.
b. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Bila memungkinkan
peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan
infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai
untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting.
Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter
antar TT dan jarak dengan pengunjung. Usahakan ruangan taerbuka,
tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien
dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene
respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD
petugas Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap
pasien, saat kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan
mulut, dipakai saat memasuki ruang pemeriksaan pasien dengan
infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak
bergerak jarak jauh
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah yang
mempunyai ; tekanan negative, pertukaran udara 6-12 X /jam
sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat lain di klinik tiga
mandiri. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang terpisah
tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang
mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain
(kohorting) dengan jarak >1 meter. Konsultasikan dengan Tim PPI
10

klinik sebelum menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan
kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau
diperlukan saja. Bila perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi
masker bedah untuk cegah menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas Kenakan masker respirator (N95 / Kategori
N pada efisiensi 95%) saat masuk ruang pasien atau suspek TB paru.
Orang yang rentan seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang
diketahui atau suspek campak, cacar air kecuali petugas yang telah
imun. Bila terpaksa harus masuk maka harus mengenakan masker
respirator untuk pencegahan. Orang yang pernah sakit campak atau
cacar air tidak perlu memakai masker. Bila melakukan tindakan
dengan kemungkinan timbul aerosol maka APD yang digunakan
adalah masker bedah, gaun, goggle, dan sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC
”Guideline for Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities”

F. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN DALAM RANGKA


PPI
1. Ketua Tim PPI Klinik Tiga Mandiri wajib memiliki sertifikat Pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tingkat Dasar.
2. Semua pegawai baru klinik Tiga Mandiri baik tenaga medis maupun non
medis wajib menjalani program orientasi pegawai baru baik orientasi
umum maupun khusus yang salah satu materinya adalah pelatihan (in
house traning) tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang
diselenggarakan oleh Tim PPI.
3. Semua pegawai klinik tiga mandiri wajib mengikuti pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi tingkat dasar (bagi yang belum
pernah pelatihan) secara bertahap yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
4. Tim PPI harus mengembangkan program PPI yang mengikutsertakan
seluruh karyawan klinik , pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
5. Tim PPI harus memberikan pendidikan tentang PPI kepada karyawan
klinik , pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
11

G. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN ALAT


KESEHATAN
1. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
pemasangan kateter (CAUTI / Catheter Assosiated Urinary Tract
Infection)
a) Pemasangan kateter dikerjakan oleh petugas yang memahami
dan trampil dalam tehnik pemasangan secara aseptic dan
perawatan kateter sesuai prosedur.
b) Penggantian urin dilakukan setiap 8 jam atau bila pada keadaan
tertentu.
c) Kateter dipasang pada saat diperlukan saja berdasarkan indikasi.
2. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan
terampil dalam teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan
infuse sesuai prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi
dan infeksi.
c) Pemindahan tempat penusukan setiap 32 jam.

H. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK PROFILAKSIS


DAN TERAPEUTIK
1. Klinik membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten
terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Klinik melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-
obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

I. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk
mengurangi resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien,
tenaga pelayanan kesehatan dan pengunjung termasuk
mengembangkan program surveillance infeksi yang relevan, yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terintegrasi
dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu
12

indikator mutu yang berhubungan dengan masalah infeksi, dalam hal ini
pemantauan CAUTI dan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang
sistematis, analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs
yang penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan
evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan
pengendalian infeksi di klinik yang didesiminasikan secara berkala
kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang
meliputi surveillance proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat
oleh Tim PPI yang diserahkan kepada penanggung jawab klinik.
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat
bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan
tindak lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada bulan
berikutnya.

J. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI 1. Tim PPI


1. mengusulkan kepada bagian bendahara dan purchasing tentang
pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi
yang menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh instalasi farmasi

K. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


1. Tim PPI memberikan masukan kepada penanggung jawab klinik yang
menyangkut konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan
alat, penyimpanan alat sesuai dengan prinsip PPI
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan petugas
pemeliharaan sarana dan prasarana klinik .
3. Tim PPI klinik harus melakukan pemeriksaan kualitas udara secara
berkala untuk mengurangi resiko infeksi selama pembangunan /
renovasi.
13

L. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan klinik tiga mandiri diwajibkan menerapkan prinsip – prinsip
PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi
sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan klinik di berikan fasilitas asuransi BPJS kesehatan dan BPJS
ketenaga kerjaan

Ditetapkan di : Tangerang Selatan


pada tanggal : 03 Febuari 2023

Penanggung Jawab Klinik Tiga Mandiri

dr.Adhy Purnawan, M.Kes

Anda mungkin juga menyukai