Anda di halaman 1dari 8

POLRES METRO BEKASI KOTA

KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA

KEPUTUSAN KEPALA KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA


NOMOR:KEP/ /V/KES.9/2023

TENTANG

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA

KEPALA KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA

Menimbang: a. bahwa tugas Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah membantu
Kepala Klinik untuk menjaga dan meningkatkan mutu pelayanan medis Klinik
melalui pencegahan dan pengendalian infeksi;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan tugasnya, Tim Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi berkoordinasi dengan Tim Manajemen Mutu guna
mengendalikan infeksi nosokomial di Klinik;
c. bahwa dalam rangka pemenuhan Akreditasi Klinik, dimana Klinik diharapkan
dapat memenuhi kegiatan standar pelayanan pengendalian infeksi di Klinik;
d. bahwa Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik agar dapat
berperan dalam upaya – upaya preventif, promotif, dan sebagainya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a dan b,
perlu ditetapkan Kebijakan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Klinik.

Mengingat: 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 Ditetapkan di :


Pada tanggal : tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 5063);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014,
tentang Klinik;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 tahun 2015,
tentang Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1457/
MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan
di Kabupaten / Kota;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 tahun 2014,
tentang Klinik.
MEMUTUSKAN

Menetapkan :

Pertama : KEPUTUSAN KEPALA KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA


TENTANG KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI
KOTA

Kedua : Kebijakan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Klinik


sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dan apabila di kemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Bekasi
Pada Tanggal: Mei 2023
KEPALA KLINIK PRATAMA POLRES
METRO BEKASI KOTA

BONDAN RICKY ROMADHON Spd.,MM.,CH.,CHt


IPTU NRP.79080033
POLRES METRO BEKASI KOTA LAMPIRAN KEP KAPOLIKLINIK
KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA NOMOR :KEP/ /V/KES.9/ 2023
TANGGAL: MEI 2023

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


DI KLINIK PRATAMA POLRES METRO BEKASI KOTA

A. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI KLINIK


1. Kepala Klinik membentuk Tim PPI Klinik sesuai dengan SK Kepala Klinik yang
mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan Pedoman
Manajerial PPI Rumah Sakit dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya.
2. Tim PPI merupakan unit kerja langsung di bawah Kepala Klinik, yang disusun terdiri dari
ketua, sekretaris merangkap IPCN, dan anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, perawat , bidan, petugas farmasi.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Pedoman Manajerial Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan lainnya
yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.
5. Semua unit kerja di Klinik harus melaksanakan kegiatan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat tiap bulan untuk mengevaluasi hasil surveillance, kinerja tim
dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat bulanan kepada Kepala Klinik, managemen, staf
medis, staf penunjang medis dan umum.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan pada bulan
berikutnya.
9. Klinik mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam anggaran PPI.

B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK PRATAMA POLRES


METRO BEKASI KOTA
1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
2. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
3. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
4. Surveilans

C. KEBIJAKAN UMUM KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit menular pada
petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di poliklinik setiap petugas harus menerapkan
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di poliklinik yang
meliputi : kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), pemrosesan
peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan, pengelolaan limbah,
perlindungan kesehatan karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk),
dan praktek menyuntik yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan standar ditujukan kepada
semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan kewaspadaan
standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan melalui kontak, droplet,
udara (airborne), common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan), dan vektor (lalat,
nyamuk, tikus).
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota selengkapnnya
diatur dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan Kepala Klinik Pratama Polres Metro
Bekasi Kota:
D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN
1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
a. Semua karyawan klinik, pasien dan pengunjung harus menjaga kebersihan tangan
dengan melakukan cuci tangan menggunakan air bersih dan sabun atau handrub
menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak dengan pasien,
sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan tindakan invasif yang
berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak
dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air mengalir. Bila
tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub cairan antiseptic berbasis
alcohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 12 langkah selama 40-60 detik, dengan
prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan benar 8 langkah
selama 20-30 detik, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey terhadap seluruh
petugas klinik setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum memenuhi standard
dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung barrier untuk
melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko menularkan
penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai APD sesuai
dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata (goggles plastic
bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor), topi, gaun pelindung, apron,
pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah infeksius yang
telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai kembali, dilakukan
penatalaksanaan sesuai prosedur.

3. Pengelolaan limbah
a. Klinik berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya dengan cara pengelolaan
limbah yang tepat.
b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan, labeling,
packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan lainnya
merupakan salah satu upaya pencegahan pengendalian infeksi di Klinik Pratama Polres
Metro Bekasi Kota.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan
melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan lingkungan yang
terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan
peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih, mempertahankan
ventilasi udara yang baik.
5. Perlindungan Kesehatan karyawan
a. Karyawan Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota diwajibkan menerapkan prinsip-
prinsip PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai
dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota terutama karyawan medis dan
paramedis, berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan, kemudian
Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota yang merawat pasien menular
melalui udara harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran,
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila terpajan.
Karyawan yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberi penjelasan umum
mengenai penyakit tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota wajib
melakukan praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan
untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai karena jarum
atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam vial multidose dapat
menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai untuk pasien
lain.
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk mengendalikan
penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk selalu
mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung dan mulut,
segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk mengurangi penularan
penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan bedah, dan barang- barang habis
pakai lainnya adalah (precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi).
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk ditangani oleh
petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan
mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
Proses ini adalah dengan melakukan perendaman dengan memakai detergen atau
larutan enzymatic sampai seluruh permukaan alat terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah atau cairan
tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah mikroorganisme untuk
mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air
atau enzymatic, membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua mikroorganisme, kecuali
beberapa endospora bakterial dari objek, dengan merebus, menguapkan atau memakai
disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus, fungi dan
parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan uap tekanan tinggi
(otoklaf ), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai prosedur.

9. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi pasien, pengunjung
dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi pasien yang immunosuppressed dari
infeksi.
b. Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah dengan pasien
infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun melalui kontak harus
dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan) untuk mencegah transmisi langsung atau
tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting (pasien dengan
diagnose yang sama ditempatkan secara berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non infeksius.
g. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat transportasi/transfer, karena
belum ada jalur khusus pasien infeksius.

E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin
kohorting, bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi mikrobanya
dan populasi pasien. Tempatkan dengan jarak >1 meter (3 kaki) antar TT (tempat tidur).
Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
b. Transport pasien Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperlukan
pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi ke pasien lain
atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke ruang pasien,
ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan infeksius (feses, cairan drain),
lepaskan sarung tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien untuk melindungi
baju dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan, barang diruang pasien, cairan
diare pasien, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak
ada kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai
untuk 1 pasien atau pasien dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi
sebelum dipakai untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting.
Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar TT dan jarak
dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu penanganan khusus
terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan
mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap
pasien, saat kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut, dipakai saat
memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien Tidak perlu penanganan udara secara khusus
karena mikroba tidak bergerak jarak jauh.

F. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN ALAT KESEHATAN


1. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan terampil dalam
teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan infuse sesuai prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi dan infeksi.

G. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK PROFILAKSIS DAN


TERAPEUTIK
1. Klinik membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang dicadangkan untuk
menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Klinik melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-obatan lainnya
seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

H. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk mengurangi resiko dari
infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, tenaga pelayanan kesehatan dan
pengunjung termasuk mengembangkan program surveillance infeksi yang relevan, yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terintegrasi dengan program
peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu indikator mutu yang berhubungan
dengan masalah infeksi, dalam hal ini pemantauan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang sistematis, analisis
dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang penting untuk digunakan dalam
perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan
pencegah dan pengendalian infeksi di klinik yang didesiminasikan secara berkala kepada
pihak-pihak yang memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang meliputi surveillance
proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat oleh Tim PPI yang
diserahkan kepada Kepala Klinik.
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat bulanan,
kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan tindak lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada bulan berikutnya.

I. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI


1. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Klinik tentang pengadaan alat dan bahan yang
sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.

J. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


1. Tim PPI memberikan masukan kepada Kepala Klinik yang menyangkut konstruksi
bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai
dengan prinsip PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan penanggung jawab
pemeliharaan sarana dan prasarana klinik.

K. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip
PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan
indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan, kemudian Tim
PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Klinik Pratama Polres Metro Bekasi Kota yang tidak memiliki kartu BPJS atau
asuransi kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Klinik
Pratama Polres Metro Bekasi Kota

Ditetapkan di : Bekasi
Pada Tanggal: Mei 2023
KEPALA KLINIK PRATAMA
POLRES METRO BEKASI KOTA

BONDAN RICKY ROMADHON Spd.,MM.,CH.,CHt


IPTU NRP.79080033

Anda mungkin juga menyukai