Anda di halaman 1dari 14

PEMERINTAH KABUPATEN BONE

DINAS KESEHATAN
UPT PUSKESMAS LAMURU
Alamat :Jln.Poros Makassar Soppeng KM 130 Kel,Lalebata Kec.Lamuru Bone Sulawesi Selatan
Telepon;,E-mail ;uptlamuru41@gmail.com ,kode pos 92764

KEPUTUSAN KEPALA UPT PUSKESMAS LAMUR


NOMOR 131 TAHUN 2023

TENTANG
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI)

KEPALA PUSKESMAS LAMURU,

Menimbang : a. bahwa puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan


tingkat pertama yang diharapkan dapat memberikan dan
memenuhi standar pelayanan dengan memperhatikan
terhadap upaya pencegahan kemungkinan terjadinya
penularan infeksi;
b. bahwa dalam rangka menjalankan dan mendukung upaya
pencegahan dan pengendalian infeksi, puskesmas
berkewajiban membentuk adanya tim yang terkait dengan
upaya tersebut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
pada huruf a dan b, maka perlu menetapkan Keputusan
Kepala Puskesmas tentang Kebijakan Penyelenggaraan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).

Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999


Tentang Perlindungan Konsumen;
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009
Tentang Pelayanan Publik;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009
Tentang Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 71
Tahun 2013 Tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan
Nasional;
5. Undang - Undang No.36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2015 Tentang Akreditasi;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 43
Tahun 2019 Tentang Pusat Kesehatan Masyarakat;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG KEBIJAKAN


PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI)
KESATU : Kebijakan penyelenggaraan pencegahan dan pengendalian
infeksi Puskesmas Lamur sebagaimana tercantum dalam
Lampiran Keputusan ini;
KEDUA : Segala biaya yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan ini dibebankan pada dana opersional
Puskesmas Lamur;
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Lalebata,
Pada tanggal 2 Januari
2023

KEPALA UPT PUSKESMAS LAMURU,

HJ.JUMIATI
Pemnbina Tk.I
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
NOMOR : 134 TAHUN 2023
TENTANG : KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI)

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI


PUSKESMAS LAMURU

A. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI PUSKESMAS
1. Kepala Puskesmas membentuk Tim PPI Puskesmas sesuai dengan SK
Kepala Puskesmas yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Tim PPI merupakan unit kerja non struktural langsung di bawah Kepala
Puskesmas, yang disusun terdiri dari ketua, sekretaris merangkap IPCN, dan
anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, petugas laboratorium,
perawat, bidan, petugas farmasi, ahli gizi, dan ahli sanitasi.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
5. Semua unit kerja di Puskesmas harus melaksanakan kegiatan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat tiap 3 bulan untuk mengevaluasi hasil surveillance,
kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat 3 bulanan kepada Kepala Puskesmas
dan Tim Mutu.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan pada 3
bulan berikutnya.
9. Puskesmas mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam anggaran PPI.
B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI
PUSKESMAS LAMURU
1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
2. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan
3. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
4. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
5. Surveilans

C. KEBIJAKAN UMUM KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di
rumah sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri
(APD), pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian lingkungan,
penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, perlindungan kesehatan
karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), dan praktek
menyuntik yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan standar ditujukan kepada
semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan
melalui kontak, droplet, udara (airborne), common vehicle (makanan, air, obat,
alat, peralatan), dan vektor (lalat, nyamuk, tikus).
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di Puskesmas Lamur selengkapnnya
diatur dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan Kepala Puskesmas
Lamur.

D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR


1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
a. Semua karyawan puskesmas, pasien dan pengunjung harus menjaga
kebersihan tangan dengan melakukan cuci tangan menggunakan air
bersih dan sabun atau handrub menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak
dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan
tindakan invasif yang berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak
dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub
cairan antiseptik berbasis alkohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 6 langkah, dengan prosedur
yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan
benar 8 langkah, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi
WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey
terhadap seluruh petugas puskesmas setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum
memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan
pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung
barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas
kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko
menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan
prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai
APD sesuai dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(goggles plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor),
topi, gaun pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu
kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah
infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai
kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai prosedur.
3. Pengelolaan limbah
a. Puskesmas berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya
dengan cara pengelolaan limbah yang tepat.
b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan,
labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai
jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu upaya pencegahan pengendalian infeksi di
Puskesmas Lamur.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan
lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien,
melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan
mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik.
5. Perlindungan Kesehatan karyawan
a. Karyawan Puskesmas Lamur diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai
dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Puskesmas Lamur terutama karyawan medis dan paramedis,
berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Puskesmas Lamur yang merawat pasien menular melalui udara
harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran,
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila
terpajan. Karyawan yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus
diberi penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis Puskesmas Lamur wajib melakukan
praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap
suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai
karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam
vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan
untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk
mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung
dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan
tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan
bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi
HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi. Proses ini adalah dengan
melakukan perendaman dengan memakai detergen atau larutan enzymatic
sampai seluruh permukaan alat terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah
atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci
sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau enzymatic,
membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan
uap tekanan tinggi (otoklaf), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau
radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai
prosedur.
9. Penatalaksanaan linen
a. Puskesmas berupaya menjamin manajemen laundry dan linen yang benar.
b. Puskesmas berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada
pakaian atau lingkungan.
c. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam
kantong/wadah yang tidak rusak saat dingkut.
a. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah digunakan.
10. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi
pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi
pasien yang immunosuppressed dari infeksi.
b. Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah dengan
pasien infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun melalui
kontak harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan) untuk
mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting
(pasien dengan diagnose yang sama ditempatkan secara berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non
infeksius.
g. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat
transportasi/transfer, karena belum ada jalur khusus pasien infeksius.
E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN
TRANSMISI
1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin kohorting, bila
keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi mikrobanya dan
populasi pasien. Tempatkan dengan jarak >1 meter (3 kaki) antar TT
(tempat tidur). Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan dan
pasien lain.
b. Transport pasien
Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperlukan
pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi ke
pasien lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat masuk ke
ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan
infeksius (feses, cairan drain), lepaskan sarung tangan sebelum keluar
dari kamar pasien dan cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien
untuk melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan lingkungan,
barang diruang pasien, cairan diare pasien, ileostomy, colostomy, luka
terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien
dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum
dipakai untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting. Bila
keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar TT
dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu
penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan
mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan
etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat
kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut, dipakai saat
memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak
bergerak jarak jauh.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai ; tekanan negative,
pertukaran udara 6-12 X /jam sebelum udara mengalir ke ruang atau tempat
lain di Puskesmas. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang
terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang
mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain
(kohorting) dengan jarak >1 meter. Konsultasikan dengan Tim PPI
Puskesmas sebelum menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan
kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja. Bila perlu
untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah
menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas
Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada efisiensi 95%) saat
masuk ruang pasien atau suspek TB paru. Orang yang rentan seharusnya
tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui atau suspek campak, cacar
air kecuali petugas yang telah imun. Bila terpaksa harus masuk maka harus
mengenakan masker respirator untuk pencegahan. Orang yang pernah
sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker.
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol maka APD
yang digunakan adalah masker bedah, gaun, goggle, dan sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC
”Guideline for Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities”
e. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN DALAM
RANGKA PPI
1. Semua anggota Tim PPI Puskesmas Lamur wajib memiliki sertifikat Pelatihan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tingkat Dasar.
2. Semua pegawai baru Puskesmas Lamur baik tenaga medis maupun non
medis wajib menjalani program orientasi pegawai baru baik orientasi umum
maupun khusus yang salah satu materinya adalah pelatihan (in house traning)
tentang pencegahan dan pengendalian infeksi yang diselenggarakan oleh Tim
PPI.
3. Semua pegawai Puskesmas Lamur wajib mengikuti pelatihan Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi tingkat dasar (bagi yang belum pernah pelatihan) secara
bertahap yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
4. Tim PPI harus mengembangkan program PPI yang mengikutsertakan seluruh
karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
5. Tim PPI harus memberikan pendidikan tentang PPI kepada karyawan
Puskesmas, pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.

f. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN ALAT


KESEHATAN
1. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
pemasangan kateter (CAUTI / Catheter Assosiated Urinary Tract Infection)
a) Pemasangan kateter dikerjakan oleh petugas yang memahami dan trampil
dalam tehnik pemasangan secara aseptic dan perawatan kateter sesuai
prosedur.
b) Penggantian urin dilakukan setiap 8 jam atau bila pada keadaan tertentu.
c) Kateter dipasang pada saat diperlukan saja berdasarkan indikasi.
2. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan terampil
dalam teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan infuse sesuai
prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi dan
infeksi.
c) Pemindahan tempat penusukan setiap 32 jam.
g. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK
PROFILAKSIS DAN TERAPEUTIK
1. Puskemas membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten
terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Puskesmas melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-
obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

h. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk mengurangi
resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, tenaga pelayanan
kesehatan dan pengunjung termasuk mengembangkan program surveillance
infeksi yang relevan, yang dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan, terintegrasi dengan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yaitu indikator mutu yang berhubungan dengan masalah
infeksi, dalam hal ini pemantauan CAUTI dan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang
sistematis, analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang
penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan pengendalian infeksi di
puskesmas yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveilance target yang meliputi
surveillance proses dan surveilance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveilance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat oleh
Tim PPI yang diserahkan kepada Kepala Puskesmas.
6. Hasil surveilance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat
bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan tindak
lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada bulan
berikutnya.
i. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI
1. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Puskesmas tentang pengadaan alat dan
bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.

j. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


1. Tim PPI memberikan masukan kepada Kepala Puskesmas yang menyangkut
konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan
alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan
penanggung jawab pemeliharaan sarana dan prasarana puskesmas.
3. Tim PPI Puskesmas harus melakukan pemeriksaan kualitas udara secara
berkala untuk mengurangi resiko infeksi selama pembangunan
/ renovasi.

k. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan Puskesmas Lamur diwajibkan menerapkan prinsip- prinsip PPI yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan
indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Puskesmas Lamur yang tidak memiliki kartu BPJS atau asuransi
kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di
Puskesmas Lamur baik rawat jalan, maupun rawat inap sesuai kebijakan
Kepala Puskesmas.

l. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


1. Tim PPI segera melakukan investigasi masalah atau KLB nosokomial.
2. Tim PPI segera melaporkan adanya KLB kepada Kepala Puskesmas
3. Tim PPI melakukan upaya mencari sumber infeksi dengan
pemeriksaan mikrobiologik.
4. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Puskesmas untuk menutup ruangan
rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi.
5. Bila memungkinkan pasien yang mengalami KLB infeksi nosokomial dirawat di
ruang isolasi, bila tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting.
6. Petugas yang merawat pasien tersebut wajib menggunakan APD sesuai
dengan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
7. Apabila terjadi outbreak bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi
dan sebagainya Tim PPI harus sigap melakukan pencegahan infeksi, misalnya
membagikan masker, menutup ruangan, pembersihan ruangan secara berkala
dll.

m. KEBIJAKAN PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PENGELOLAAN MAKANAN


Kegiatan pelayanan makanan harus memperhatikan standar hygiene dan prosedur
yang aman sesuai rekomendasi Tim PPI guna mencegah penularan infeksi.

KEPALA PUSKESMAS LAMURU,

HJ,JUMIATI
Pembina Tk.I

Anda mungkin juga menyukai