Anda di halaman 1dari 13

PEMERINTAH KABUPATEN FLORES TIMUR

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS BANIONA
KECAMATAN WOTAN ULUMADO

KEPUTUSAN
KEPALA PUSKESMAS BANIONA
NOMOR :
TENTANG
PELAKSANAAN PPI
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
KEPALA UPTD PUSKESMAS BANIONA,
Menimbang : a. bahwa tugas Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi adalah
membantu Kepala Puskesmas untuk menjaga dan
meningkatkan mutu pelayanan medis Puskesmas melalui
pencegahan dan pengendalian infeksi;
b. bahwa dalam rangka melaksanakan tugasnya, Tim Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi berkoordinasi dengan Tim
Manajemen Mutu guna mengendalikan infeksi nosokomial di
Puskesmas;
c. bahwa dalam rangka pemenuhan Akreditasi Puskesmas,
dimana Puskesmas diharapkan dapat memenuhi kegiatan
standar pelayanan pengendalian infeksi di Puskesmas;
d. bahwa Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di
Puskesmas Baniona agar dapat berperan dalam upaya – upaya
preventif, promotif, dan sebagainya;
e. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud
dalam a dan b, perlu ditetapkan Kebijakan Pelaksanaan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Puskesmas Baniona.

Mengingat : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009


tentang Kesehatan (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 5063);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75
tahun 2014, tentang Puskesmas;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46
tahun 2015, tentang Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat
Pertama;
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1457/MENKES/SK/X/2003 tentang Standar Pelayanan Minimal
Bidang Kesehatan di Kabupaten / Kota;
5. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 270/MENKES/2007
tentang Pedoman Manajerial PPI di RS dan Fasyankes Lainnya;
6. Surat Keputusan Menteri Kesehatan No 382/Menkes/2007
tentang Pedoman PPI di RS dan Fasyankes Lainnya;

MEMUTUSKAN

Menetapkan :
KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG
Kesatu : PELAKSANAAN PPI PUSKESMAS BANIONA

Kedua : PELAKSANAAN PPI Puskesmas Baniona sebagaimana


tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.

Ketiga : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan


ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan akan
diadakan perbaikan/perubahan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Baniona
Pada tanggal :

KEPALA PUSKESMAS BANIONA


THOMAS TUPEN BEDA
LAMPIRAN : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
TANGGAL :
NOMOR : 188.4/ ...... /405.09.23/ ......
TENTANG : PELAKSANAAN PPI PUSKESMAS
BANIONA

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI


PUSKESMAS BANIONA

A. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


PUSKESMAS
1. Kepala Puskesmas membentuk Tim PPI Puskesmas sesuai dengan SK
Kepala Puskesmas yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial PPI Rumah Sakit dan fasilitas
pelayanan kesehatan lainnya.
2. Tim PPI merupakan unit kerja non struktural langsung di bawah Kepala
Puskesmas, yang disusun terdiri dari ketua, sekretaris merangkap IPCN, dan
anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, petugas laboratorium,
perawat , bidan, petugas farmasi, ahli gizi, dan ahli sanitasi.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas
Pelayanan Kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan
Republik Indonesia.
5. Semua unit kerja di Puskesmas harus melaksanakan kegiatan Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat tiap bulan untuk mengevaluasi hasil surveillance,
kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat bulanan kepada Kepala Puskesmas,
managemen, staf medis, staf penunjang medis dan umum.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan pada
bulan berikutnya.
9. Puskesmas mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam anggaran PPI.

B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI PUSKESMAS


BANIONA
1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
2. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
3. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
4. Surveilans

C. KEBIJAKAN UMUM KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap petugas harus
menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan di
rumah sakit yang meliputi : kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung
Diri (APD), pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian
lingkungan, penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, perlindungan
kesehatan karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika
batuk), dan praktek menyuntik yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan
standar ditujukan kepada semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan
melalui kontak, droplet, udara (airborne), common vehicle (makanan, air, obat,
alat, peralatan), dan vektor (lalat, nyamuk, tikus).
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di Puskesmas Baniona selengkapnnya
diatur dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan Kepala Puskesmas
Baniona.

D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR


1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
a. Semua karyawan puskesmas, pasien dan pengunjung harus menjaga
kebersihan tangan dengan melakukan cuci tangan menggunakan air
bersih dan sabun atau handrub menggunakan cairan antiseptik berbasis
alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak
dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan
tindakan invasif yang berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak
dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub
cairan antiseptic berbasis alcohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 7 langkah selama 40-60
detik, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan
benar 7 langkah selama 20-30 detik, dengan prosedur yang sesuai
dengan rekomendasi WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey
terhadap seluruh petugas puskesmas setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum
memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan
pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung
barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas
kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko
menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan
prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai
APD sesuai dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(goggles plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan
visor), topi, gaun pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau
sepatu kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah
infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai
kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai prosedur.
3. Pengelolaan limbah
a. Puskesmas berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya
dengan cara pengelolaan limbah yang tepat.
b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan,
labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai
jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu upaya pencegahan pengendalian infeksi di
Puskesmas Baniona
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan
lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien,
melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan
mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik.
5. Perlindungan Kesehatan karyawan
a. Karyawan Puskesmas Baniona diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai
dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Puskesmas Baniona terutama karyawan medis dan paramedis,
berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Puskesmas Baniona yang merawat pasien menular melalui
udara harus mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan
penyebaran, tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai
prosedur bila terpajan. Karyawan yang tidak terlibat langsung dengan
pasien harus diberi penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis Puskesmas Baniona wajib
melakukan praktik menyuntik yang aman sesuai dengan prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap
suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai
karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam
vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan
untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk
mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung
dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai atau menggunakan siku
bagian dalam, lakukan kebersihan tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan
bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi).
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi
HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi. Proses ini adalah dengan
melakukan perendaman dengan memakai detergen atau larutan
enzymatic sampai seluruh permukaan alat terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah
atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci
sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau enzymatic,
membilas dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan
uap tekanan tinggi (otoklaf ), panas kering (oven), sterilan kimiawi, atau
radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai
prosedur.

E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penggunaan APD petugas
1) Petugas Poli Umum, poli gigi dan KIA memakai sarung tangan bersih
non steril dan masker lateks saat masuk ke ruangan, ganti sarung
tangan setelah kontak dengan pasien. Jika melakukan pemeriksaan fisik
pada pasien wajib melepaskan sarung tangan, lepaskan sarung tangan
sebelum keluar dari ruangan dan cuci tangan.
2) Petugas IGD memaikai sarung tangan non steril dan steril tergantung
jenis pemeriksaan dan tindakan
3) Petugas VK wajib menggunakan sarung tangan bersih steril, masker,
apron, gloves dan sepatu saat menolong persalinan.
b. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau pasien
dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi sebelum
dipakai untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting. Bila
keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar TT
dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu
penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan
mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan
etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat
kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut, dipakai saat
memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak
bergerak jarak jauh.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai ; tekanan negative,
pertukaran udara 6-12 X /jam sebelum udara mengalir ke ruang atau
tempat lain di Puskesmas. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila ruang
terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain yang
mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain
(kohorting) dengan jarak >1 meter. Konsultasikan dengan Tim PPI
Puskesmas sebelum menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan
kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja. Bila perlu
untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah
menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas
Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada efisiensi 95%) saat
masuk ruang pasien atau suspek TB paru. Orang yang rentan seharusnya
tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui atau suspek campak, cacar
air kecuali petugas yang telah imun. Bila terpaksa harus masuk maka harus
mengenakan masker respirator untuk pencegahan. Orang yang pernah
sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker.
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol maka APD yang
digunakan adalah masker bedah, gaun, goggle, dan sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC ”Guideline for
Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities”

e. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN ALAT


KESEHATAN
1. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
pemasangan kateter (CAUTI / Catheter Assosiated Urinary Tract Infection)
a) Pemasangan kateter dikerjakan oleh petugas yang memahami dan trampil
dalam tehnik pemasangan secara aseptic dan perawatan kateter sesuai
prosedur.
b) Kateter dipasang pada saat diperlukan saja berdasarkan indikasi.
2. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan
terampil dalam teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan infuse
sesuai prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi dan
infeksi.

f. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK PROFILAKSIS


DAN TERAPEUTIK
1. Puskemas membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten
terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Puskesmas melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian obat-
obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

g. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk mengurangi
resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien, tenaga pelayanan
kesehatan dan pengunjung termasuk mengembangkan program surveillance
infeksi yang relevan, yang dilaksanakan secara bertahap dan
berkesinambungan, terintegrasi dengan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yaitu indikator mutu yang berhubungan dengan masalah
infeksi, dalam hal ini pemantauan CAUTI dan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang
sistematis, analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang
penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan pengendalian infeksi di
puskesmas yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak yang
memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang meliputi
surveillance proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat oleh
Tim PPI yang diserahkan kepada Kepala Puskesmas.
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat
bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan tindak
lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada bulan
berikutnya.

h. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI


1. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Puskesmas tentang pengadaan alat
dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang
menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.

i. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


1. Tim PPI memberikan masukan kepada Kepala Puskesmas yang menyangkut
konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan
alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan penanggung jawab
pemeliharaan sarana dan prasarana puskesmas.
3. Tim PPI Puskesmas harus melakukan pemeriksaan kualitas udara secara
berkala untuk mengurangi resiko infeksi selama pembangunan / renovasi.

j. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan Puskesmas Baniona diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai
dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Puskesmas Baniona yang tidak memiliki kartu BPJS atau asuransi
kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di
Puskesmas Baniona baik rawat jalan sesuai kebijakan Kepala Puskesmas.

k. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


1. Tim PPI segera melakukan investigasi masalah atau KLB nosokomial.
2. Tim PPI segera melaporkan adanya KLB kepada Kepala Puskesmas
3. Tim PPi melakukan upaya mencari sumber infeksi dengan pemeriksaan
mikrobiologik.
4. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Puskesmas untuk menutup ruangan
rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi.
5. Bila memungkinkan pasien yang mengalami KLB infeksi nosokomial dirawat di
ruang isolasi, bila tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting.
6. Petugas yang merawat pasien tersebut wajib menggunakan APD sesuai
dengan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
7. Apabila terjadi outbreak bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi
dan sebagainya Tim PPI harus sigap melakukan pencegahan infeksi, misalnya
membagikan masker, menutup ruangan, pembersihan ruangan secara berkala
dll.

l. KEBIJAKAN PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PENGELOLAAN MAKANAN


Kegiatan pelayanan makanan harus memperhatikan standar hygiene dan
prosedur yang aman sesuai rekomendasi Tim PPI guna mencegah penularan
infeksi.

Puskesmas BANIONA
Kepala Puskesmas,

NIP. 19640721 198912 1 001

Anda mungkin juga menyukai