Anda di halaman 1dari 14

PEMERINTAH KOTA JAMBI

DINAS KESEHATAN
UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT
Jl. Buton RT. 36 Kel. Payo Lebar Kec. Jelutung Kota Jambi 36124
Email: puskesmas.simpang.kawat.@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT


NOMOR :

TENTANG
KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI)

KEPALA PUSKESMAS PANDANWANGI,


Menimbang : a. bahwa puskesmas merupakan sarana pelayanan
kesehatan tingkat pertama yang diharapkan dapat
memberikan dan memenuhi standar pelayanan dengan
memperhatikan terhadap upaya pencegahan
kemungkinan terjadinya penularan infeksi;
b. bahwa dalam rangka menjalankan dan mendukung
upaya pencegahan dan pengendalian infeksi,
puskesmas berkewajiban membentuk adanya tim yang
terkait dengan upaya tersebut;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana
dimaksud pada huruf a dan b, maka perlu menetapkan
Keputusan Kepala Puskesmas tentang Kebijakan
Penyelenggaraan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
(PPI).

Mengingat : 1. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun


1999 Tentang Perlindungan Konsumen;
2. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun
2009 Tentang Pelayanan Publik;
3. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun
2009 Tentang Kesehatan;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
71 Tahun 2013 Tentang FKTP;
5. Undang - Undang No.36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan;
6. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Puskesmas;
7. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 46 Tahun 2015 Tentang Akreditasi;
8. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
27 Tahun 2017 Tentang Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan;

MEMUTUSKAN :

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS TENTANG KEBIJAKAN


PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI)
KESATU : Kebijakan penyelenggaraan pencegahan dan pengendalian
infeksi Puskesmas Pandanwangi sebagaimana tercantum
dalam Lampiran Keputusan ini;
KEDUA : Segala biaya yang timbul sebagai akibat dikeluarkannya
keputusan ini dibebankan pada dana opersional
Puskesmas Pandanwangi;
KETIGA : Surat keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan
ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS
NOMOR :
TENTANG : KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN
PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
(PPI)

KEBIJAKAN PENYELENGGARAAN PENCEGAHAN PENGENDALIAN INFEKSI


UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT

A. KEBIJAKAN ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN


INFEKSI PUSKESMAS
1. Kepala Puskesmas membentuk Tim PPI Puskesmas sesuai dengan SK
Kepala Puskesmas yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan
yang jelas sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
2. Tim PPI merupakan unit kerja non struktural langsung di bawah
Kepala Puskesmas, yang disusun terdiri dari ketua, sekretaris
merangkap IPCN, dan anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, petugas
laboratorium, perawat, bidan, petugas farmasi, ahli gizi, dan ahli
sanitasi.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 tentang
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI) di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan.
5. Semua unit kerja di Puskesmas harus melaksanakan kegiatan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat tiap 3 bulan untuk mengevaluasi hasil
surveillance, kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat 3 bulanan kepada Kepala
Puskesmas dan Tim Mutu.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah
dilakukan pada 3 bulan berikutnya.
9. Puskesmas mengalokasikan anggaran untuk mendukung kegiatan
pencegahan dan pengendalian infeksi yang dimasukkan dalam
anggaran PPI.
B. PROGRAM PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT
1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
2. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan
3. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
4. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
5. Surveilans

C. KEBIJAKAN UMUM KEWASPADAAN ISOLASI


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi
penyakit menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi
yang diketahui maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan di rumah sakit setiap
petugas harus menerapkan kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua
lapis yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berdasarkan
transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam
perawatan di rumah sakit yang meliputi : kebersihan tangan,
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD), pemrosesan peralatan
perawatan pasien, pengendalian lingkungan, penatalaksanaan linen,
pengelolaan limbah, perlindungan kesehatan karyawan, penempatan
pasien, hygiene respirasi (etika batuk), dan praktek menyuntik
yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan standar ditujukan kepada
semua pasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko
penularan melalui kontak, droplet, udara (airborne), common vehicle
(makanan, air, obat, alat, peralatan), dan vektor (lalat, nyamuk, tikus).
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di Puskesmas Pandanwangi
selengkapnnya diatur dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan
Kepala Puskesmas Pandanwangi.

D. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN STANDAR


1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
a. Semua karyawan puskesmas, pasien dan pengunjung harus
menjaga kebersihan tangan dengan melakukan cuci tangan
menggunakan air bersih dan sabun atau handrub menggunakan
cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum
kontak dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik,
setelah melakukan tindakan invasif yang berhubungan cairan
tubuh pasien, setelah kontak dengan pasien, setelah kontak
dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan
air mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan
handrub cairan antiseptik berbasis alkohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 6 langkah, dengan
prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan
dengan benar 8 langkah, dengan prosedur yang sesuai dengan
rekomendasi WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey
terhadap seluruh petugas puskesmas setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum
memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang
kebersihan tangan pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai
pelindung barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada
dan petugas kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang
berisiko menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai
dengan prosedur yang benar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus
memakai APD sesuai dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung
mata (goggles plastic bening, kacamata pengaman, pelindung
wajah dan visor), topi, gaun pelindung, apron, pelindung kaki
(sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat
sampah infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD
yang akan dipakai kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuai
prosedur.
3. Pengelolaan limbah
a. Puskesmas berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya
dengan cara pengelolaan limbah yang tepat.
b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi,
pemisahan, labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan
penanganan sesuai jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya merupakan salah satu upaya pencegahan
pengendalian infeksi di Puskesmas Pandanwangi.
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapat
diminimalkan dengan melakukan pembersihan lingkungan,
disinfeksi permukaan lingkungan yang terkontaminasi dengan
darah atau cairan tubuh pasien, melakukan pemeliharaan
peralatan medik dengan tepat, mempertahankan mutu air bersih,
mempertahankan ventilasi udara yang baik.
5. Perlindungan Kesehatan karyawan
a. Karyawan Puskesmas Pandanwangi diwajibkan menerapkan
prinsip-prinsip PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan
berbasis transmisi sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan
tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Puskesmas Pandanwangi terutama karyawan medis dan
paramedis, berhak mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara
bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Puskesmas Pandanwangi yang merawat pasien menular
melalui udara harus mendapatkan pelatihan mengenai cara
penularan dan penyebaran, tindakan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila terpajan. Karyawan
yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus diberi penjelasan
umum mengenai penyakit tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis Puskesmas Pandanwangi
wajib melakukan praktik menyuntik yang aman sesuai dengan
prosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai,
pada tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan
injeksi dan terapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan
sekali pakai karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk
mengambil obat dalam vial multidose dapat menimbulkan
kontaminasi mikroba yang dapat menyebar saat obat dipakai
untuk pasien lain.
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting
untuk mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus
dianjurkan untuk selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan
pernapasan untuk mencegah sekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup
hidung dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan
kebersihan tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung
tangan bedah, dan barang-barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi.
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman
untuk ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya
menginaktivasi HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak
menghilangkan, jumlah mikroorganisme yang mengkontaminasi.
Proses ini adalah dengan melakukan perendaman dengan memakai
detergen atau larutan enzymatic sampai seluruh permukaan alat
terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran,
darah atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun
membuang sejumlah mikroorganisme untuk mengurangi risiko
bagi mereka yang menyentuh kulit atau menangani objek tersebut.
Proses ini adalah terdiri dari mencuci sepenuhnya dengan sabun
atau detergen dan air atau enzymatic, membilas dengan air bersih,
dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek,
dengan merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi : Proses menghilangkan semua mikroorganisme
(bakteria, virus, fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial
dari benda mati dengan uap tekanan tinggi (otoklaf), panas kering
(oven), sterilan kimiawi, atau radiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai
prosedur.
9. Penatalaksanaan linen
a. Puskesmas berupaya menjamin manajemen laundry dan linen
yang benar.
b. Puskesmas berupaya mencegah terjadinya kontaminasi pada
pakaian atau lingkungan.
c. Semua linen yang sudah digunakan harus dimasukkan ke dalam
kantong/wadah yang tidak rusak saat dingkut.
a. Pengantongan ganda tidak diperlukan untuk linen yang sudah
digunakan.
10. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk
melindungi pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit
menular dan melindungi pasien yang immunosuppressed dari
infeksi.
b. Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah
dengan pasien infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun
melalui kontak harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan)
untuk mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan
kohorting (pasien dengan diagnose yang sama ditempatkan secara
berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien non
infeksius.
g. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat
transportasi/transfer, karena belum ada jalur khusus pasien
infeksius.
E. KEBIJAKAN PELAKSANAAN KEWASPADAAN BERDASARKAN
TRANSMISI
1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin
kohorting, bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan
epidemiologi mikrobanya dan populasi pasien. Tempatkan dengan
jarak >1 meter (3 kaki) antar TT (tempat tidur). Jaga agar tidak ada
kontaminasi silang ke lingkungan dan pasien lain.
b. Transport pasien
Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila
diperlukan pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko
minimal transmisi ke pasien lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saat
masuk ke ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak
dengan bahan infeksius (feses, cairan drain), lepaskan sarung
tangan sebelum keluar dari kamar pasien dan cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang
pasien untuk melindungi baju dari kontak dengan pasien,
permukaan lingkungan, barang diruang pasien, cairan diare
pasien, ileostomy, colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun
sebelum keluar ruangan. Jaga agar tidak ada kontaminasi silang
ke lingkungan dan pasien lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien
atau pasien dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan
disinfeksi sebelum dipakai untuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting.
Bila keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter
antar TT dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka,
tidak perlu penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien
dengan mengenakan masker pada pasien dan menerapkan hygiene
respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien,
saat kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut,
dipakai saat memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran
nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidak
bergerak jarak jauh.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai ; tekanan
negative, pertukaran udara 6-12 X /jam sebelum udara mengalir ke
ruang atau tempat lain di Puskesmas. Usahakan pintu ruang pasien
tertutup. Bila ruang terpisah tidak memungkinkan, tempatkan
pasien dengan pasien lain yang mengidap mikroba yang sama,
jangan dicampur dengan infeksi lain (kohorting) dengan jarak >1
meter. Konsultasikan dengan Tim PPI Puskesmas sebelum
menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan kohorting
tidak memungkinkan.
b. Transport pasien
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja.
Bila perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah
untuk cegah menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas
Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada efisiensi 95%)
saat masuk ruang pasien atau suspek TB paru. Orang yang rentan
seharusnya tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui atau
suspek campak, cacar air kecuali petugas yang telah imun. Bila
terpaksa harus masuk maka harus mengenakan masker respirator
untuk pencegahan. Orang yang pernah sakit campak atau cacar air
tidak perlu memakai masker.
Bila melakukan tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol
maka APD yang digunakan adalah masker bedah, gaun, goggle, dan
sarung tangan.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC
”Guideline for Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities”
e. KEBIJAKAN PENDIDIKAN DAN PELATIHAN KARYAWAN DALAM
RANGKA PPI
1. Semua anggota Tim PPI UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT wajib
memiliki sertifikat Pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
Tingkat Dasar.
2. Semua pegawai baru UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT baik tenaga
medis maupun non medis wajib menjalani program orientasi pegawai
baru baik orientasi umum maupun khusus yang salah satu materinya
adalah pelatihan (in house traning) tentang pencegahan dan
pengendalian infeksi yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
3. Semua pegawai UPTD PUSKESMAS SIMPANG KAWAT wajib mengikuti
pelatihan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi tingkat dasar (bagi
yang belum pernah pelatihan) secara bertahap yang diselenggarakan
oleh Tim PPI.
4. Tim PPI harus mengembangkan program PPI yang mengikutsertakan
seluruh karyawan Puskesmas, pasien dan keluarga, serta pengunjung
lainnya.
5. Tim PPI harus memberikan pendidikan tentang PPI kepada karyawan
Puskesmas, pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.

f. KEBIJAKAN UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PEMASANGAN


ALAT KESEHATAN
1. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
pemasangan kateter (CAUTI / Catheter Assosiated Urinary Tract
Infection)
a) Pemasangan kateter dikerjakan oleh petugas yang memahami dan
trampil dalam tehnik pemasangan secara aseptic dan perawatan
kateter sesuai prosedur.
b) Penggantian urin dilakukan setiap 8 jam atau bila pada keadaan
tertentu.
c) Kateter dipasang pada saat diperlukan saja berdasarkan indikasi.
2. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan
terampil dalam teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan
infuse sesuai prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi
dan infeksi.
c) Pemindahan tempat penusukan setiap 32 jam.
g. KEBIJAKAN PENGGUNAAN ANTIBIOTIKA RASIONAL UNTUK
PROFILAKSIS DAN TERAPEUTIK
1. Puskemas membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang
resisten terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Puskesmas melakukan pengawasan yang ketat terhadap pemakaian
obat-obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

h. KEBIJAKAN PELAKSANAAN SURVEILANS


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk
mengurangi resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada
pasien, tenaga pelayanan kesehatan dan pengunjung termasuk
mengembangkan program surveillance infeksi yang relevan, yang
dilaksanakan secara bertahap dan berkesinambungan, terintegrasi
dengan program peningkatan mutu dan keselamatan pasien yaitu
indikator mutu yang berhubungan dengan masalah infeksi, dalam hal
ini pemantauan CAUTI dan phlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang
sistematis, analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data
HAIs yang penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan
dan evaluasi suatu tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan
pengendalian infeksi di puskesmas yang didesiminasikan secara
berkala kepada pihak-pihak yang memerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang
meliputi surveillance proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang
dibuat oleh Tim PPI yang diserahkan kepada Kepala Puskesmas.
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui
rapat bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi
dan tindak lanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindak lanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada
bulan berikutnya.
i. KEBIJAKAN PENGADAAN BAHAN DAN ALAT UNTUK PPI
1. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Puskesmas tentang pengadaan
alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang
menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.

j. KEBIJAKAN PEMELIHARAAN FISIK DAN SARANA TERKAIT PPI


1. Tim PPI memberikan masukan kepada Kepala Puskesmas yang
menyangkut konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara
pemrosesan alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip
PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan
penanggung jawab pemeliharaan sarana dan prasarana puskesmas.
3. Tim PPI Puskesmas harus melakukan pemeriksaan kualitas udara
secara berkala untuk mengurangi resiko infeksi selama pembangunan
/ renovasi.

k. KEBIJAKAN KESEHATAN KARYAWAN


1. Karyawan Puskesmas Pandanwangi diwajibkan menerapkan prinsip-
prinsip PPI yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis
transmisi sesuai dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya
sehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska
pajanan, kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Puskesmas Pandanwangi yang tidak memiliki kartu BPJS
atau asuransi kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan
kesehatan gratis di Puskesmas Pandanwangi baik rawat jalan,
maupun rawat inap sesuai kebijakan Kepala Puskesmas.

l. KEBIJAKAN PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


1. Tim PPI segera melakukan investigasi masalah atau KLB nosokomial.
2. Tim PPI segera melaporkan adanya KLB kepada Kepala Puskesmas
3. Tim PPI melakukan upaya mencari sumber infeksi
dengan pemeriksaan mikrobiologik.
4. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Puskesmas untuk menutup
ruangan rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi.
5. Bila memungkinkan pasien yang mengalami KLB infeksi nosokomial
dirawat di ruang isolasi, bila tidak memungkinkan maka dilakukan
kohorting.
6. Petugas yang merawat pasien tersebut wajib menggunakan APD sesuai
dengan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
7. Apabila terjadi outbreak bencana alam seperti gunung meletus, gempa
bumi dan sebagainya Tim PPI harus sigap melakukan pencegahan
infeksi, misalnya membagikan masker, menutup ruangan,
pembersihan ruangan secara berkala dll.

m. KEBIJAKAN PENCEGAHAN INFEKSI DALAM PENGELOLAAN MAKANAN


Kegiatan pelayanan makanan harus memperhatikan standar hygiene dan
prosedur yang aman sesuai rekomendasi Tim PPI guna mencegah
penularan infeksi.

Anda mungkin juga menyukai