KEPUTUSAN DIREKTUR
KLINIK SEHATI INDONESIA
NOMOR : 1167/KSI/KPP/IV/2022
TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN
KOMITE PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
KLINIK SEHATI INDONESIA
1
13333/MenKes/SK/XII/1999 tentang Standart Pelayanan Rumah Sakit;
6. Undang-undang No.44 Tahun 2009, pasal, 40 ayat 1 tentang Upaya
Peningkatan Mutu Pelayanan Rumah Sakit;
7. Kepmenkes RI 270/Menkes/SK/III/2008 tentang pedoman Managerial
Pengendalian Infeksi RS dan Fasilitas Kesehatan Lainnya.
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR KLINIK SEHATI INDONESIA TENTANG
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN
INFEKSI (PPI) KLINIK SEHATI INDONESIA.
KESATU : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik Sehati
Indonesia sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
KEDUA : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi Klinik Sehati Indonesia dilaksanakan oleh Direktur
Klinik Sehati Indonesia.
KETIGA : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi.
KEEMPAT : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian hari
ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan perbaikan
sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Baubau
Pada Tanggal : ....................
Direktur Klinik Sehati Indonesia
H. LA ODE RUSLAN,SE.,MM
2
Nomor :
Tentang : Kebijakan Pelayanan Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi RSI
A. KEBIJAKAN UMUM
1. Pelayanan Klinik di seluruh unit pelayanan harus selalu dilandasi dengan cinta kasih, tidak
membedakan suku, ras, agama, golongan, dan memperhatikan mereka yang lemah dan kurang
mendapat perhatian (option for the poor).
2. Pelayanan Klinik di seluruh unit pelayanan harus selalu berorientasi pada mutu layanan,
keselamatan pasien, dan keselamatan dan kesehatan kerja (K3) bagi pasien, keluarga dan
masyarakat serta karyawan sesuai dengan Visi, Misi, Klinik Sehati Indonesia.
3. Pelayanan Klinik di seluruh unit pelayanan harus selalu berfokus pada pasien (patient
centeredness) dengan melaksanakan akses ke pelayanan dan kontinuitas pelayanan, memenuhi
hak pasien dan keluarga, asesmen pasien, pemberian pelayanan pasien, serta memberikan
edukasi kepada pasien, keluarga dan masyarakat.
4. Pelayanan rumah sakit dilaksanakan selama 14 jam setiap hari, kecuali Poli pelayanan tertentu
5. Setiap unit pelayanan harus menjalankan upaya peningkatan mutu melalui kegiatan Plan-Do-
Check-Action (PDCA).
6. Setiap unit pelayanan harus menjalankan kewaspadaan universal melalui kegiatan pencegahan
dan pengendalian infeksi yang menjangkau setiap pelayanan di Klinik dan melibatkan berbagai
individu.
7. Setiap pimpinan unit pelayanan harus mampu memberikan arahan, mengendalikan, mengelola,
dan memimpin unit pelayanan masing-masing untuk mencapai visi-misi unit pelayanan maupun
visi-misi Klinik.
8. Dalam melaksanakan tugasnya setiap petugas rumah sakit wajib mematuhi ketentuan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) dengan melakukan upaya untuk mengurangi dan
mengendalikan bahaya, resiko, mencegah kecelakaan dan cedera, dan memelihara kondisi
lingkungan dan keamanan, termasuk dalam penggunaan alat pelindung diri (APD).
9. Semua individu yang terlibat dalam pelayanan Klinik wajib melakukan 6 (enam) sasaran
Keselamatan Pasien.
10. Peralatan di unit pelayanan harus selalu dilakukan pemeliharaan dan kalibrasi secara teratur
sesuai ketentuan yang berlaku dan selalu dalam kondisi siap pakai.
11. Penyediaan tenaga harus mengacu pada pola ketenagaan Klinik .
12. Semua petugas Klinik wajib memiliki ijin/ lisensi/ sertifikasi sesuai dengan profesi dan
ketentuan yang berlaku.
13. Setiap petugas Klinik harus bekerja sesuai standar profesi, standar kompetensi, standar prosedur
operasional, etika profesi, kode etik Klinik dan semua peraturan Klinik yang berlaku.
3
14. Setiap unit pelayanan harus mampu mengelola data yang dapat dijadikan sebagai sumber
informasi dan pengambilan keputusan bagi kepentingan manajemen dan pelayanan kepada
masyarakat.
15. Setiap unit pelayanan harus berupaya memperoleh, mengolah dan menggunakan informasi secara
terintegrasi yang dikomunikasikan secara benar untuk meningkatkan kesehatan pasien serta
kinerja Klinik baik secara keseluruhan maupun individu.
16. Koordinasi dan evaluasi pelayanan disetiap unit pelayanan wajib dilaksanakan melalui rapat rutin
minimal 1 kali dalam satu bulan.
17. Semua unit pelayanan wajib membuat laporan harian, bulanan, semester dan tahunan kepada
manajemen Klinik Sehati Indonesia.
18. ibu dan bayi dan pelayanan rujukan kerumah sakit lain yang mampu memberikan pelayanan
lebih lanjut.
19. Jika pelayanan yang dibutuhkan pasien tidak bersedia di klinik , maka pasien harus dirujuk ke
rumah sakit lain yang bisa melayani setelah mendapat persetujuan pasien / keluarga
20. Klinik menghargai dan memenuhi hak pasien yang dilayani.
21. Seluruh karyawan Klinik berkewajiban menjaga dan melindungi rahasia medis pasien yang
dilayani.
22. Klinik Sehati Indonesia melakukan pengumpulan, validasi dan analisis data baik internal
ataupun eksternal untuk pengembangan pelayanan rumah sakit.
B. KEBIJAKAN KHUSUS :
1. ORGANISASI PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI
a) Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularan infeksi di
Klinik Sehati Indonesia melaksanakan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
b) Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk Komite Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi (KPPI) serta Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (TPPI).
Komite PPI Klinik Sehati Indonesia bertanggung jawab langsung kepada Direktur. Tim PPI
bertanggung jawab langsung kepada Komite PPI.
c) Komite dan Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuai dengan
Pedoman Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik dan fasilitas kesehatan
lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Tahun 2011.
d) Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua unit dan
menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
2. KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri, disinfeksi dan sterilisasi, tatalaksana
linen, penatalaksanaan limbah dan benda tajam,pengendalian lingkungan, praktik menyuntik
yang aman, kebersihan pernafasan/etika batuk, praktek lumbal punksi, perawatan peralatan
pasien, penatalaksanaan linen, program kesehatan karyawan, penempatan pasien. Kewaspadaan
4
standar diterapkan secara menyeluruh di semua area RS dengan mengukur risiko yang dihadapi
pada setiap situasi dan aktivitas pelayanan sesuai Panduan PPI Klinik Sehati Indonesia
3. KEBERSIHAN TANGAN
a) Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non klinis di
b) Seluruh lingkungan Klinik sehati Indonesia.
c) Indikasi kebersihan tangan secara umum :
Segera : setelah tiba di tempat kerja
Sebelum :
1) Kontak langsung dengan pasien
2) Memakai sarung tangan sebelum pemeriksaan klinis dan tindakan invasif
3) Menyediakan / mempersiapkan obat-obatan
4) Mempersiapkan makanan
5) Memberi makan pasien
6) Meninggalkan rumah sakit
Diantara : prosedur tertentu pada pasien yang sama dimana tangan terkontaminasi untuk
menghindari kontaminasi silang
Setelah :
1) Kontak dengan pasien
2) Melepas sarung tangan
3) Melepas alat pelindung diri
4) Kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi, ludah, dahak, muntahan, urine, keringat
dan peralatan yang diketahui atau kemungkinan terkontaminasi dengan darah, cairan
tubuh, pispot, urinal baik menggunakan atau tidak menggunakan sarung tangan.
5) Menggunakan toilet, menyentuh / melap hidung dengan tangan (batuk/ bersin).
6) Menyentuh lingkungan di sekitar pasien
d) 4 Jenis kebersihan tangan .
Kebersihan tangan surgical
Kebersihan tangan Aseptik
Kebersihan tangan alkohol handrub
Kebersihan tangan Sosial
e) Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan (WHO):
Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
5
f) 6 langkah kebersihan tangan.
g) Jenis kebersihan tangan untuk seluruh ruangan / bagian (klinis & non-klinis) di
Klinik Sehati Indonesia, yaitu :
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun (sosial)
Kebersihan tangan dengan air mengalir dan sabun antiseptik chlorhexidine 2% (aseptik)
Kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub)
Kebersihan tangan sebelum pembedahan dengan larutan antiseptik chlorhexidine 4%
(surgical).
h) Kebersihan tangan efektif :
Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi), semua perhiasan
yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus dilepaskan selama bertugas dan
pada saat melakukan kebersihan tangan
Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku palsu dan cat
kuku
Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan handuk sekali pakai
Membersihkan tangan dengan sabun cair dan air mengalir apabila tangan terlihat kotor
Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila tangan tidak
terlihat kotor diantara tindakan
Keringkan tangan menggunakan handuk sekali pakai
Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung tangan
Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang
i) Sediakan di setiap ruangan / bagian :
Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
1) Wastafel dengan air yang mengalir.
2) Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan 3) : poli rawat
jalan, ICU, kamar bayi, IGD (area non tindakan), ruang keperawatan, unit penunjang
medik (radiologi,laboratorium klinik)
3) Larutan chlorhexidine 4 % : UGD (area tindakan), kamar bedah, VK
4) Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi kebersihan tangan
momen 1,4,5), toilet, dapur.
5) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasien di area kritis
(UGD, kamar bayi, ruang observasi VK, ICU, kamar bedah), setiap pintu masuk
kamar pasien,meja trolly tindakan.
6
Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
1) Wastafel dengan air yang mengalir.
2) Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
3) Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3): sanitasi, kamar
cuci, .
4) Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masuk petugas / pengunjung,
ruang tunggu rawat jalan, farmasi, kamar jenazah, area dimana fasilitas kebersihan
tangan dengan sabun dan air mengalir tidak tersedia / jauh letaknya.
j) Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan : Petugas klinis setiap 2 minggu
sekali
Dengan memperhatikan 4,5,6 kebersihan tangan sebelum kontak dengan pasien (Momen 1
menurut WHO).
1) Petugas non-klinis setiap sebulan sekali (kamar cuci, farmasi, sesuai indikasi
kebersihan tangan secara umum.
2) Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun nonklinis dengan
sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi (Dokter,Perawat ).
k) Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakan salah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
l) Setiap petugas Klinik Sehati Indonesia wajib mengikuti pelatihan kebersihan tangan yang
diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai prosedur kebersihan tangan
melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
7
fillter dan pertukaran udara 12 kali per jam, yang terpisah dari pasien non infeksi dan
khususnya terpisah dari pasien dengan kondisi imunocompromise.
d) Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip kewaspadaan isolasi
sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan prinsip kewaspadaan kontak atau
droplet atau airbone atau kombinasinya.
e) Transportasi pasien infeksi dari satu unit ke unit lain harus dibatasi seminimal mungkin dan
bila terpaksa harus memperhatikan prinsip kewaspadaan isolasi.
f) Pembersihan ruang kohort dilakukan setelah pembersihan ruang perawatan umum dengan
menggunakan bahan desinfektan.
g) Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah pasien
yang tidak menular.
h) Setiap pengunjung atau pasien ruang kohort harus dilakukan edukasi penggunaan APD,
kebersihan tangan, etika batuk.
i) Adanya pengaturan alur penyakit menular.
5. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI TUBERKOLOSIS (PPI TB)
Merupakan bagian tidak terpisahkan dari PPIRS, khususnya kewaspadaan infeksi airbone,
dimaksudkan untuk lebih memprioritaskan kewaspadaan terhadap risiko transmisi penyakit TB,
MDR dan XDR-TB (Multiple Extend Drug Resistance TB).
a) Semua pasien yang berobat ke Klinik dengan keluhan batuk akan diberikan edukasi oleh
petugas Klinik mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan memakai masker
bedah, jika keluhan pasien mengarah ke TB ( batuk ≥ 2 minggu atau batuk darah )
b) Semua pasien yang datang berobat ke poli rawat jalan dengan keluhan batuk akan diberikan
edukasi oleh petugas Klinik mengenai etika batuk serta higiene respirasi dan diharuskan
memakai masker bedah
c) Petugas rumah sakit memberikan pelayanan baik administrasi maupun medis
d) mengurangi waktu pasien tersebut berada di fasilitas pelayanan kesehatan.
e) Pasien disarankan untuk membersihkan tangan setelah menampung sputum dengan air
mengalir dan sabun atau dengan larutan handrubs.
f) Saat memproses spesimen, petugas laboratorium tetap mengacu pada kewaspadaan standar
dan kewaspadaan berdasarkan transmisi melalui udara (airbone) dan transmisi melalui
kontak.
g) Klinik menjamin dilaksanakannya upaya perlindungan diri yang adekuat bagi petugas
kesehatan dan mereka yang bertugas di tempat pelayanan.
6. ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan dan evaluasinya oleh Komite PPI RS bersama K3 ,
instalasi farmasi dan bagian logistik .
8
a) APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi dengan selalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakan medik sehingga
tepat, efektif dan efisien.
b) APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c) Adanya ceklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d) APD yang lain disediakan melalui unit K3 .
e) Masker untuk ruang kohort air borne desease dengan masker bedah
rangkap 2.
f) Tim K3 melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD sebagai bahan dalam
evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.
7. SURVEILANS INFEKSI RS (IRS)
Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –perawat
pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat penghubung pengendali
infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai penyakit infeksi target sesuai Pedoman
Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan penyakit endemis di rumah sakit. Target
surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait kateterisasi, Infeksi Daerah Operasi (IDO),
Infeksi Luka Infus (ILI) pada pasien berisiko, Pneumonia terkait ventilator (VAP)
a) Melakukan surveilens PPIRS
b) Melakukan Analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan Komite
PPI Klinik di bawah koordinator. Dokter Penanggung jawab PPI (IPCO) untuk tujuan
pengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar biasa(KLB)
c) Pengendalian angka IRS menggunakan target sasaran seuai program PPI. Sasaran angka IRS
dievaluasi setiap 3 tahun.
d) Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur berdasarkan pertimbangan Komite PPI RS
pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRS melalui surveilans.
Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkat signifikan selama 3 bulan
berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadian pada suatu waktu pengamatan
tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan dan pengendalian risiko penyebaran kejadian
yang berpotensi menjadi KLB dilakukan segera secara sinergi melalui kerjasama lintas
unit/satuan kerja oleh Komite PPI .
e) Laporan Infeksi disampaikan Komite PPI Klinik kepada Direktur dan Keperawatan setiap
bulan.
8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA
a) Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan dan indikasi
(profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan resistensi mikroba, sehingga
untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan pemeriksaan mikrobiologi tersebut bekerja
sama dengan KFT.
9
b) Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :
Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c) Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek yang ditimbulkan
9. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASKA PAKAI
Di Klinik dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan pencucian
(termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan, labeling, indikatorisasi,
sterilisasi, penyimpanan, distribusi diikuti dengan pemantauan dan evaluai proses serta
kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melalui Instalasi Pusat Pelayanan Sterilisasi (CSSD)
yang saat ini berada di IKO
a) Pemrosesan alat/instrumen paska pakai dipilih berdasarkan kriteria alat. Sterilisasi dilakukan
untuk alat kritikal, sterilisasi atau disinfeksi tingkat tinggi (DTT) dilakukan untuk alat semi
kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal.
b) Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
10
11. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN
a) Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:
Peralatan Kritis/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk kedalam jaringan tubuh
steril atau sirkulasi darah. Contoh isntrumen bedah, kateter intravena, kateter jantung.
Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
Peralatan semikritis/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak dengan membrana
mukosa tubuh. Pada peralatan semikritis, proses sterilisasi disarankan namun tidak mutlak,
jadi bisa dilakukan disinfeksi tingkat tinggi.
Peralatan Nonkritis/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak dengan permukaan kulit
utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat makan, lantai, perabot, tempat tidur. Untuk
jenis peralatan ini dapat digunakan disinfeksi tingkat sedang sampai tingkat rendah.
b) Disinfeksi lingkungan Klinik
Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan dengan desinfektan
tingkat menengah.
c) Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan Area kritis
Untuk mengepel/membersihkan lantai dan wc menggunakan : creolin
Untuk area yang sering disentuh (High touch area) menggunakan disinfektan: Lysol 1:100
(permukaan logam), Chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
Untuk area yang jarang disentuh (Non High touch area) menggunakan sabun PH netral
d) Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh: menggunakan
disinfektan Chlorine 0.5%
Cairan desinfektan yang digunakan di Klinik Sehati Indonesia
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Isopropyl, ethil Alkohol 70 %, Softa-man Antiseptik kulit
alkohol
2 Chlorhexidine 2% Acetron Antiseptik kebersihan
tangan ruang perawatan,
11
darah dan cairan tubuh
lainnya.
penggunaan di kamar
bersalin
12
f) Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan fasilitas lainya
tahun 2011: tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat Pelindung Diri (APD ) di
fasilitas kesehatan
g) Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan bila tidak melakukan kebersihan tangan
sebelum dan sesudah menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
h) Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab pasien,
keluarga dan pengunjung.
i) Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j) Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus menyediakan fasilitas wastafel,tempat
sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien,
keluarga dan pengunjung.
14. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR PERAWATAN
IBU DAN ANAK
a) Ruangan / Lingkungan
Lantai dipel dua kali sehari dengan menggunakan cairan sabun netral
Ruangan di bongkar satu kali dalam seminggu
AC dibersihkan setiap satu bulan sekali
Pemeriksaan air bersih dilakukan setiap 3 bulan sekali
Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
Suhu dan kelembaban kamar bayi sehat : 21 – 24 °C & 45 -60%, sedangkan
untuk kamar bayi sakit : 22 – 24 °C & 35 – 60 %
Kulkas obat di check temperaturnya
b) Peralatan
Tempat tidur, gantungan, timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap hari
dengan kain lembab memakai detergen dan air bersih
Bak mandi : dibersihkan dengan detergen dan air bersih setiap hari
c) Persyaratan bekerja di kamar bayi
Petugas
1) Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi susu bayi,
dari toilet, dll
2) Perawat kamar bayi harus mengikuti program vaccinasi hepatitis & Varicella.
3) Tidak boleh memelihara kuku atau memakai perhiasan saat bekerja.
4) Perawat yang merawat bayi sehat tidak boleh merawat bayi sakit.
5) Rambut harus diikat / dipotong pendek sehingga tidak mengenai muka bayi saat
memberi susu bayi.
13
6) Mengganti popok harus mengunakan sarung tangan.
Ibu yang menyusui di kamar bayi
1) Mencuci tangan sebelum dan sesudah menyusui bayi.
2) Membersihkan puting susu sebelum menyusui bayi
3) Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada botol harus
ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI.
Bayi
1) Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit.
2) Pemberian vaccin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir sedangkan bayi dengan
riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif.
3) Bayi dengan berat badan normal dimandikan 1x sehari sebelum putus tali pusat.
4) Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan tidak ditutup
dengan kassa.
5) Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat diberi
susu.
6) Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat yang
sudah disediakan.
15. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BERSALIN
a) Pencegahan standar
Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua prosedur yang
bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk juga kebersihan peralatan
dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
Pelindung mata (goggles) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung dibuang kedalam
sharp container yang telah tersedia.
Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong berwarna kuning.
Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka harus menutup
luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan sarung tangan saat
menangani persalinan.
Staff yang bekerja dikamar bersalin harus ikut dalam program Vaksinasi Hepatitis B.
Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang ke dalam
kantong plastik kuning.
14
2) Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron, topi) sebelum
menolong persalinan.
3) Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
4) Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
Pasien
1) Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
2) Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
3) Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi)
Bayi
1) Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD lengkap.
2) Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
3) Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi alkohol 70% pada
ujung tali pusat.
4) Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air hangat.
c) Lingkungan
Ruang Bersalin
1) Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai tindakan.
2) Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.
3) Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan menggunakan
desinfektan chlorine.
4) Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan deterjen
netral setiap selesai digunakan.
Alat dan linen
1) Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk menghilangkan
noda darah (proses dekontaminasi) dan langsung dikirim ke CSSD.
2) Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan lihat
tanggal kadaluarsa.
3) Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya sesuai dengan
keperluaan saat itu.
4) Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila terkena darah.
5) Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
6) Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke dalam kantong
plastik warna kuning.
d) Penanganan terhadap ibu yang positif terpapar virus yang ditularkan melalui darah –
Hepatitis B, C dan HIV.
15
Untuk meminimalkan resiko kelahiran bayi dengan kelainan darah karena ibunya positif
terkena virus yang ditularkan melalui darah, beberapa langkah yang harus dilakukan :
Pertahankan selaput ketuban tetap utuh selama mungkin.
Tali pusat diklem/ditutup sesegera mungkin untuk menghindari tranfusi janin maupun
ibu yang tidak perlu.
Suntikan dan contoh darah bayi ditunda sampai darah yang berasal dari ibu dibersihkan.
Dalam keadaan ibu positif menderita Hepatitis B, maka dorongan untuk imnunisasi
terhadap bayi sebaiknya aktif dilakukan.
Pada saat bayi dimandikan, harus dilakukan secara hari-hari sehingga semua darah
menempel bisa dibersihkan, semua peralatan yang digunakan dibuang diplastik warna
kuning atau dibersihkan sehingga semua yang mengandung protein terangkat. Segera
setelah prosedur ini selesai dilakukan, bayi bisa ditangani dengan normal, tidak perlu
diambil tindakan pengisolasian.
Lakukan imunisasi bayi baru lahir dengan ibu yang positif hepatitis B.
16
melakukan tindakan bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat
membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan bahan kimia.
2) Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
3) yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang gigi.
4) Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi saluran pernafasan
atas maupun bawah.
c) Sterilisasi instrumen :
Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari debris organik,
darah dan saliva
Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi
Proses sterilisasi dilakukan di CSSD
Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus instrumen hanya boleh
dibuka segera sebelum digunakan, apabila dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus
disterilkan ulang.
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujung alat three
way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepala dengan plastik,
alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker, penutup
permukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat sampah infeksius
sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan ke dalam tempat
sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokteran gigi, efektif mereduksi jumlah oral
mikroorganisme rongga mulut
17. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)
a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit) maupun eksternal
(dengan Klinik lain yang sejenis atau dengan praktik terbaik / bukti ilmiah yang diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi
setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali (benchmarking eksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah sakit lokal /
nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional yang terbukti memiliki
praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi secara tertulis
dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan laporan surveilans tahunan
(benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal dikoordinasikan dalam
rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.
17
18. RISK MANAGEMENT PPI
a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada management risk.
c) Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja Risk PPI juga
(dr.DAUD)
18