20
KOMITE PPIRS
i
PERATURAN DIREKTUR
Nomor : 109/07K/RSRI/I/2022
Tentang
ii
Kesehatan.
5. Undang - Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
6. PMK Nomor 34 tahun 2017 tentang Akreditasi RS.
7. PMK Nomor 1144 tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja
Kementrian Kesehatan RI.
8. PMK Nomor 27 tahun 2017 tentang Pedoman Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
9. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.
01.07/MENKES/1128/2022 tentang Standar Akreditasi Rumah
Sakit.
MEMUTUSKAN
iii
resiko transmisi serta kesehatan kerja untuk petugas), tata laksana
lingkungan dan tata laksana penggunaan alat pelindung diri secara
tepat dan efisien.
Ke Sembilan : Segala anggaran yang timbul dari keputusan ini menjadi beban RBA
RS. Restu Ibu Balikpapan.
iv
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Ke Sepuluh : Surat keputusan ini berlaku terhitung sejak tanggal ditetapkan, apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam keputusan ini, akan
diadakan perubahan dan perbaikan sebagai mana mestinya
Ditetapkan di : Balikpapan
Pada tanggal : 10 Januari 2022
5. Arsip
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat-Nya
sehingga kami berhasil menyusun Buku Pedoman kerja Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Rumah Sakit Restu Ibu Balikpapan.
Rumah Sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan yang saat ini makin berkembang seiring
dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dilain pihak rumah sakit dihadapi
tantangan yang makin besar. Rumah sakit dituntut agar dapat memberikan pelayanan
kesehatan yang bermutu, akuntabel dan transparan kepada masyarakat, khususnya bagi
jaminan keselamatan pasien (patient safety).
Buku pedoman kerja pelayanan pencegahan dan pengendalin infeksi ini sangat
penting bagi petugas yang bekerja di rumah sakit, pasien, keluarga pasien dan lingkungan
rumah sakit. Kami menyadari bahwa buku ini masih belum sempurna, dan kami
mengharapkan adanya masukan bagi penyempurnaan buku ini dikemudian hari.
Buku Pedoman kerja PPI ini tersusun atas kerjasama dan dukungan dari berbagai pihak dan
Tim penyusun mengucapkan terima kasih dan semoga buku ini dapat dipergunakan sebagai
acuan dengan sebaik - baiknya.
Tim Penyusun
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang .......................................................................................... 1
1.2. Tujuan Umum Dan Tujuan Khusus .......................................................... 1
1.3. Ruang Lingkup .......................................................................................... 1
1.4. Batasan Operasional .................................................................................. 3
1.5. Landasan Hukum ...................................................................................... 15
BAB II PENGORGANISASIAN TIM KOMITE PPI RS RESTU IBU BALIKPAPAN
2.1. Gambaran Umum RS Restu Ibu Balikpapan ............................................ 17
2.2. Sejarah Institusi RS Restu Ibu Balikpapan ............................................... 17
2.3. Visi, Misi, dan Motto RS Restu Ibu Balikpapan ...................................... 20
2.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit .............................................................. 21
2.5. Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Komite PPIRS ....................................... 22
2.6. Struktur Organisasi Komite/Tim PPI ........................................................ 23
2.7. Uraian Tugas, Tanggung Jawab, Wewenang dan Peran ........................... 24
2.8. Pola Ketenagaan Dan Kualifikasi Personal Di Komite PPI ...................... 37
BAB III SARANA DAN PRASARANA
3.1. Sarana Kesekretariatan .............................................................................. 39
3.2. Dukungan Manajemen .............................................................................. 40
3.3. Kebijakan Dan Prosedur SPO ................................................................... 40
3.4. Pengembangan Dan Pendidikan Pelatihan ................................................ 41
BAB IV KEGIATAN DAN RINCIAN KEGIATAN
4.1. Kegiatan Pokok ......................................................................................... 42
4.2. Rincian Kegiatan ....................................................................................... 42
BAB V TATA LAKSANA
5.1. Kewaspadaan Isolasi ................................................................................. 50
1. Kewaspadaan Standar ......................................................................... 50
a. Kebersihan Tangan ......................................................................... 50
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) ........................................ 62
i
c. Pengolahan Limbah Dan Benda Tajam .......................................... 77
d. Pengendalian Lingkungan .............................................................. 82
e. Penempatan Pasien Di Kamar Isolasi .............................................. 93
f. Penatalaksanaan Linen Dan Laundry ............................................. 100
g. Perlindungan Petugas Kesehatan .................................................... 107
h. Pemprosesan Peralatan Perawatan Pasien ...................................... 113
i. Penatalaksanaan Etika Batuk .......................................................... 122
j. Penyuntikan Yang Aman ................................................................ 122
k. Praktek Lumbal Punksi ................................................................... 123
2. Kewaspadaan Transmisi ...................................................................... 125
a. Kewaspadaan Transmisi Kontak .................................................... 125
b. Kewaspadaan Transmisi Droplet .................................................... 126
c. Kewaspadaan Transmisi Melalui Udara ......................................... 126
5.2. Surveilans HAI’s ....................................................................................... 132
1. Tata Laksana Surveilans HAI’s .......................................................... 132
2. Teknik Perhitungan ............................................................................. 133
3. Evaluasi, Pelaporan Dan Diseminasi .................................................. 134
4. Jenis – Jenis HAI’s Pencegahannya .................................................... 135
a. Pencegahan Ventilator Associated Pneumonia (VAP) ................... 135
b. Pencegahan Infeksi Aliran Darah (IAD) ........................................ 141
c. Pencegahan Infeksi Daerah Operasi (IDO) .................................... 145
d. Pencegahan Hospital Aquired Pneumonia (HAP) .......................... 153
e. Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) ...................................... 154
5.3. Pencegahan Infeksi Di Unit Pelayanan ..................................................... 159
1. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di TB ...................................... 159
2. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Instalasi Gizi ...................... 176
3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar bayi ........................ 179
4. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Bersalin .................. 180
5. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Bedah ..................... 183
6. Pencegahan dan Pengendallian Infeksi di Instensive Care Unit ......... 187
7. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Hemodialisa ....................... 193
8. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Instalasi Rawat Inap .......... 202
9. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Klinik Gigi dan Mulut ....... 208
ii
10. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Jenazah ................ 209
11. Dekontaminasi Mobil Ambulance .................................................... 210
5.4. Pendidikan Dan Pelatihan PPI .................................................................. 213
5.5. Penggunaan Antimikroba Rasional ........................................................... 214
5.6. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa (KLB) ........................................... 219
5.7. Penggunaan Cairan Desinfektan ............................................................... 224
5.8. Pengkajian Risiko Infeksi (ICRA) ............................................................ 226
5.9. Melakukan Audit ...................................................................................... 244
BAB VI MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
6.1. Monitoring ................................................................................................ 249
6.2. Evaluasi ..................................................................................................... 249
6.3. Pelaporan ................................................................................................... 250
BAB VII PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
Upaya meminimalkan resiko terjadinya infeksi di rumah sakit dan fasilitas pelayanan
kesehatan lainnya perlu diterapkan melalui kegiatan yang meliputi perencanaan,
pelaksanaan, pembinaan, pendidikan dan pelatihan serta monitoring dan evaluasi.
Untuk hal tersebut diatas RS Restu Ibu perlu meningkatkan pelayanannya khususnya
dalam hal Pencegahan dan Pengendalian Infeksi, maka disusunlah Pedoman
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi ini agar dapat digunakan sebagai acuan bagi
seluruh petugas yang memberikan pelayanan kesehatan yang meliputi dokter, perawat,
dan profesi kesehatan lain dalam kegiatan pengendalian infeksi.
1.2. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit Restu Ibu melalui Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi yang dilaksanakan oleh semua unit sehingga petugas, pasien,
keluarga dan pengunjung terlindungi dari penularan penyakit/infeksi.
2. Tujuan Khusus
a. Mempunyai kebijakan yang mengatur tentang Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi (PPI) di Rumah Sakit Restu Ibu
1
b. Mencegah infeksi nosokomial terhadap penggunaan alat-alat medik seperti
penggunaan ventilator, pemasangan chateter urin, IV kateter perifer dan central
c. Mencegah penularan infeksi melalui kontak, droplet dan airbone
d. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI
2
3. Pencegahan Infeksi
a. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Instalasi Gizi
b. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di IPI
c. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar bedah
d. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Hemodialisa
e. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Perinatologi
f. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Bersalain
g. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Kamar Jenazah
h. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rawat Jalan
i. Dekontaminasi Mobil Ambulance
4. Pendidikan Dan Pelatihan PPI
5. Penggunaan Antimikroba Bijaksana
6. Penanggulangan Kejadian Luar Biasa
7. Penggunaan Cairan Disinfektan
8. Manajemen Pengkajian Risiko ICRA
9. Melakukan Audit
3
disertai adanya respon imun atau gejala klinis. Pada kolonisasi tubuh pejamu
tidak dalam keadaan suseptibel. Pasien atau petugas kesehatan bisa mengalami
kolonisasi dengan kuman patogen tanpa menderita sakit tetapi menularkan
kuman tersebut ke orang lain. Pasien atau petugas kesehatan tersebut dapat
bertindak sebagai ―carrier‖.
b. Carrier: pasien atau petugas kesehatan mengalamai kolonisasi dengan kuman
pathogen tanpa menderita sakit, tetapi dapat menularkan kuman tersebut ke
orang lain.
c. Infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen infeksi
(organisme) dimana terdapat respon imun tetapi tidak disertai gejala klinik.
d. Penyakit infeksi: merupakan suatu keadaan dimana ditemukan adanya agen
infeksi (organisme) yang disertai adanya respon imun dan gejala klinik.
e. Penyakit menular atau infeksius: adalah penyakit infeksi tertentu yang dapat
berpindah dari satu orang ke orang lain, secara langsung maupun tidak
langsung.
f. Inflamasi (radang atau peradangan lokal): merupakan bentuk respon tubuh
terhadap suatu agen (tidak hanya infeksi, dapat berupa trauma, pembedahan
atau luka bakar) yang ditandai dengan adanya sakit/nyeri (dolor) panas (kalor),
kemerahan (rubor), pembengkakan (tumor) dan gangguan fungsi.
g. SIRS (Sistemic Inflamatory Response Syndrome) : sekumpulan gejala klinik
atau kelainan laboratorium yang merupakan respon tubuh (inflamasi) yang
bersifat sistemik. Kriteria SIRS bila ditemukan 2 atau lebih keadaan berikut: (1)
hipertermi atau hipotermia atau suhu yang tidak stabil, (2) takikardia (sesuai
usia), (3) takipnoe (sesuai usia), serta (4) leukositosis atau leukopenia (sesuai
usia) atau pada hitung jenis leukosit jumlah sel muda (batang ) lebih dari 10 %.
SIRS dapat disebabkan karena infeksi atau non infeksi seperti trauma,
pembedahan, luka bakar, pankreatitis atau gangguan metabolik. SIRS yang
disebabkan oleh infeksi disebut ―Sepsis‖.
2. Rantai Penularan Infeksi
Untuk melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi perlu mengetahui
rantai penularan. Apabila salah satu rantai dihilangkan atau dirusak maka infeksi
dapat dicegah atau dihentikan.
Enam komponen rantai penularan infeksi adalah:
4
a. Agen Infeksi (infectious agent) adalah mikroorganisme yang dapat
menyebabkan infeksi pada manusia, agen infeksi dapat berupa bakteri, virus,
ricketsia, jamur dan parasit. Ada 3 faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
yaitu : pathogenesis, virulensi, jumlah (dosis atau ―load‖).
b. Reservoir atau Wadah adalah tempat dimana agen infeksi dapat hidup,
tumbuh, berkembang biak dan siap ditularkan kepada orang lain. Reservoir
yang paling umum adalah manusia, binatang, tumbuh-tumbuhan, tanah, air dan
bahan-bahan organik lainnya. Pada orang sehat permukaan kulit, selaput lendir,
saluran napas atas, usus dan vagina merupakan reservoir yang umum.
c. Pintu keluar (portal of exit) adalah jalan darimana agen infeksi meninggalkan
reservoir. Pintu keluar meliputi saluran pernapasan ,pencernaan, saluran kemih
dan kelamin, kulit dan membrana mukosa, transplasenta dan darah serta cairan
tubuh lainnya.
d. Metode Transmisi (cara penularan) adalah mekanisme bagaiman transport
agen infeksi dari reservoir ke penderita (yang suseptibel). Ada beberapa cara
penularan yaitu : (1) kontak ; langsung dan tidak langsung, (2) droplet, (3)
airborne, (4) Vehicle ; makan/minuman, darah, (5) vektor (biasanya binatang
pengerat dan serangga).
e. Pintu masuk (portal of entry) adalah tempat dimana agen infeksi memasuki
tubuh pejamu (yang suseptibel) dapat melalui saluran pernapasan, pencernaan,
saluran kemih dan kelamin, selaput lendir, serta kulit yang tidak utuh (luka).
f. Pejamu (host) yang suseptibel adalah orang yang tidak memiliki daya tahan
tubuh yang cukup untuk melawan agen infeksi serta mencegah terjadinya
infeksi atau penyakit. Faktor yang khusus dapat mempengaruhi adalah umur,
status gisi, status imunisasi, penyakit kronis, luka bakar yang luas, trauma atau
pembedahan. Faktor lain yang mungkin berpengaruh adalah jenis kelamin, ras
atau etnis tertentu, status ekonomi, gaya hidup, pekerjaan dan herediter.
5
Kateter urin : meningkatkan kejadian infeksi saluran kemih (ISK)
Prosedur operasi : dapat menyebabkan infeksi luka operasi (ILO) atau
―Surgical Site Infection‖ (SSI).
Intubasi pernafasan : meningkatkan kejadian : ― Hospital Acquired
Pneumonia”
Kanula vena dan arteri : menimbulkan infeksi luka infuse (ILI). Blood
Stream Infection” (BSI).
Luka bakar dan trauma
d. Implantasi benda asing
Pemakaian mesh pada operasi hernia
Pemakaian implant pada operasi tulang, kontrasepsi, alat pacu jantung
Perubahan mikroflora normal : pemakaian antibiotic yang tidak bijak dapat
menyebabkan pertumbuhan jamur berlebihan dan timbulnya bakteri resisten
terhadap berbagai antimikroba.
6
c. Memutus rantai penularan
Hal ini merupakan cara yang paling mudah untuk mencegah penularan infeksi,
tetapi hasilnya sangat bergantung kepada ketaatan petugas dalam melaksanakan
prosedur yang telah ditetapkan. Tindakan pencegahan ini telah disusun dalam
suatu Isolation Precautions (Kewaspadaan Isolasi) yang terdiri dari dua
pilar/tingkatan yaitu Standar Precaution (Kewaspadaan Standar) dan
Transmission based Precaution (kewaspadaan berdasarkan cara penularan).
d. Tindakan pencegahan paska pajanan
Hal ini terutama berkaitan dengan pecegahan agen infeksi yang ditularkan
melalui darah dan cairan tubuh lain yang sering terjadi karena tertusuk jarum
bekas pakai utamanya hepatitis B, C dan HIV.
7
d. Gejala dan Tanda
pada orang yang terinfeksi HIV dalam waktu 5 sampai 10 tahun,
Setelah terjadi penurunan sel CD 4 secara bermakna baru AIDS mulai
berkembang dan menunjukan gejala – gejala seperti :
Diare yang berkelanjutan drastis
Penurunan berat badan secara Biasanya tidak ada gejala klinis yang
khusus
Pembesaran kelenjar limfe leher dan atau ketiak
Batuk terus menerus.
e. Pengobatan
Pemberian antivirus (Highly Active Anti Retroviral Therapy, HAART)
dengan 3 obat atau lebih dapat meningkatkan prognosis dan harapan
hidup pasien HIV. Angka kematian di Negara maju menurun 80% sejak
digunakannya kombinasi obat anti virus.
f. Masa Penularan
g. Tidak diketahui pasti, diperkirakan mulai sejak segera setelah terinfeksi
dan berlangsung seumur hidup.
h. Kerentanan dan kekebalan
Diduga semua orang rentan, pada penderita PMS dan pria tidak dikhitan
kerentanan akan meningkat.
i. Cara Pencegahan
Menghindari perilaku risiko tinggi seperti seks bebas tanpa
perlindungan, menghindari penggunaan alat suntik bergantian,
melakukan praktek transfuse dan donor organ yang aman serta praktek
medis dan prosedur laboratorium yang memenuhi standar.
j. Profilaksis Pasca Pajanan
Kemungkinann seorang individu tertular setelah terjadi pajanan
tergantung sifat pajanan dan kemungkinan sumber pajanan telah
terinfeksi. Luka tusukan jarum berasal dari pasien terinfeksi
membawa risiko rata-rata penularan 3/1000 ; risiko meningkat bila
luka cukup dalam, tampak darah dalam jarum suntik ditempatkan di
arteri atau vena. Pajanan mukokutan menimbulkan risiko 1/10.000.
cairan tubuh lain yang berisiko terjadi penularan adalah ludah, cairan
8
cerebrospinal, cairan pleura, cairan pericardial, cairan synovial dan
cairan genital. Feses dan muntahan tidak menimbulkan risiko
penularan.
Penggunaan obat ARV untuk mengurangi risiko penularan HIV
terhadap petugas kesehatan setelah pajanan di tempat kerja telah
banyak dipraktekkan secara luas. Studi kasus kelola menyatakan
bahwa pemberian ARV segera setelah pajanan perkutan menurunkan
risiko infeksi HIV sebesar 80% (Cardo dkk. N Eng J Med 1007).
Efektifitas optimal PPP apabila diberikan dalam 1 jam setelah
pajanan. Sampel darah perlu segera diambil dan disimpan untuk
pemeriksaan dikemudian hari. Obat propilaksis sebaiknya diberikan
selama 28 hari, diikuti pemeriksaan antibody pada bulan ke 3 dan ke
6. Petugas yang terpajan perlu dimonitor dan tindaklanjut oleh
dokter yang berpengalaman dalam perawatan HIV dan perlu
mendapat dukungan psikologis.
2. Flu Burung
a. Dibagi menjadi 4 sebagai berikut :
a) Seseorang dalam penyelidikan
Diputuskan oleh pejabat berwenang untuk dilakukan penyelidikan
epidemiologi kemungkinan terinfeksi H5N1, misalnya orang sehat
namun kontak erat dengan kasus atau penduduk sehat namun tinggal
didaerah flu burung.
Adapun gejala yang ditimbulkan :
Batuk
Sakit tenggorokan
Pilek
Sesak napas dan terdapat satu atau lebih keadaan dibawah ini :
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat
kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm)
seperti merawat, berbicara atau bersentuhan dengan pasien dalam
jarak 1 meter.
9
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat
kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm)
seperti memasak, menyembelih atau membersihkan bulu.
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat
kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm)
seperti membersihkan kotoran , bahan atau produk lain.
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat
kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm)
mengkonsumsi produk unggas mentah atau yang tidak dimasak
dengan sempurna.
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat
kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm)
memegang atau menangani sampel hewan atau manusia yang
dicurigai mengandung H5N1.
Dalam 7 hari terakhir sebelum timbul gejala mempunyai riwayat
kontak erat dengan penderita (suspek, probabel atau konfirm)
atau binatang selain unggas yang terinfeksi (babi atau kucing.)
Ditemukan leukopeni
Ditemukan titer antibodi terhadap H5 dengan pemeriksaan uji HI
menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA untuk influensa A
tanpa subtipe.
Foto Rontgen dada menggambarkan pneumonia yang cepat
memburuk pada serial foto.
Infeksi selaput mata
Diare atau gangguan pencernaan
Fatigue
b) Kasus Suspek
c) Kasus Probabel
Dengan kriteria :
Ditemukan kenaikan titer antibodi terhadap H5 min 4 x dengan
pemeriksaan uji HI menggunakan eritrosit kuda atau uji ELISA.
10
Hasil lab terbatas untuk influenza H5 (terdeteksi antibodi spesifik
H5dalam spesimen serum tunggal) menggunakan uji netralisasi
(dikirim kelab rujukan).
d) Kasus konfirmasi
Dengan kriteria :
Isolasi virus H5N1 positif
Hasil PCR H5N1 positif
Peningkatan 4 x lipat titer antibodi netralisasi untuk H5N1 dari
spesimen
Konvalesen dibandingkan dengan spesimen akut (diambil 7 hari
setelah awitan gejala penyakit) dan titer antibodi metralisasi
konvalesen harus pula 1/80
Titer antibodi mikronetralisasi H5N1 1/80 pada spesimen serum
yang diambil pada hari ke 7 stelah awitan disertai hasil positif uji
serologi lain, mis titer HI sel darah merah kuda 1/160 atau western
blot spesifik H5 positif.
b. Pencegahan
1) Menghindari kontak dengan benda terkontaminasi, atau burung
terinfeksi
2) Menghindari peternakan unggas
3) Hati - hati ketika menangani unggas
4) Memasak dengan suhu 60C selama 30 menit, atau 80C selama 10
menit
5) Menerapkan tindakan untuk menjaga kebersihan tangan
Setelah memegang unggas
Setelah memegang daging unggas
Setelah memasak
Sebelum memasak
c. Pengobatan
Obat anti virus bekerja menghambat replikasi virus sehingga mengurangi
gejala dan komplikasi yang terinfeksi.
Macam obat : Amantadine, Rimatadine, Oseltamivir(tamiflu) dan
Zanavir(relenza)
11
3. Tuberculosis
a. Penyebab
TBC disebabkan oleh kuman /basil tahan asam (BTA) yakni mikobacterium
derium tuberkulosis. Kuman ini cepat mati bila terkena sinar matahari
langsung, tetapi dapat bertahan hidup beberapa hari ditempat yang lembab
dan gelap. Beberapa jenis micobakterium lain juga dapat menyebabkan
penyakit pada manusia (matipik). Hampir semua organ tubuh dapat
terserang bakteri ini seperti kulit, otak, ginjal, tulang dan paling sering paru.
b. Epidemiologi
Indonesia menduduki peringkat ke 3 dunia dalam jumlah pasien TB setelah
India dan Cina, diperkirakan penduduk dunia terinfeksi TB secara laten. Di
Indonesia diperkirakan terdapat 583.000 kasus baru dengan 140,000
kematian setiap tahun. Faktor resiko TB ; HIV, DM, Gizi kurang, kebiasaan
merokok.
c. Cara Penularan
Menular dari orang ke orang melalui droplet atau percikan dahak.
d. Masa Inkubasi
Sejak masuknya kuman sampai primer atau reaksi tes tuberculosis positif
memerlukan waktu antara 2 -10 minggu. Resiko menjadi TB paru dan TB
ekstrapulmuner progresif infeksi primer umumnya terjadi pada tahun
pertama dan kedua. Infeksi laten bisa terjadi seumur hidup. Pada pasien
dengan imun defisiensi seperti HIV masa inkubasi bisa lebih pendek.
e. Masa penularan
Berpotensi menular selama penyakitnya masih aktif dan dahaknya
mengandung BTA, penularan berkurang apabila pasien menjalani
pengobatan adekuat selama min 2 minggu, sebaliknya pasien yang tidak
diobati secara adekuat dan pasien dengan persisten AFB positif dapat
menjadi sumber penularan sampai waktu lama.
Tingkat penularan tergantung pada jumlah basil yang dikeluarkan, virulensi
kuman, terjadinya aerosolisasi waktu batuk/bersin dan tindakan medis
beresiko tinggi seperti intubasi dan bronkoskopi.
f. Gejala klinis
Batuk terus menerus disertai dahak selama 3 minggu / lebih
12
Sesak nafas
Nyeri dada
Sering demam
Nafsu makan menurun
Penurunan berat badan
BTA (+)
g. Pengobatan
Pengobatan spesifik dengan kombinasi obat anti tuberculosis (OAT)
dengan metoda DOTS (directly observed treatment shourtcore ) diawasi
poleh pengawas minum obat.
Untuk pasien baru TB BTA (+) , WHO menganjurkan pemberian 4
macam obat setiap hari selama 2 bulan berturut terdiri rif, inh, pza dan
etambutol diikuti inh dan rif 3 kali seminggu selama 4 bulan.
h. Pencegahan
Penemuan dan pengobatan TB
1. Imunisasi BCG sedini mungkin terhadap mereka yang belum terinfeksi
2. Perbaikan lingkungan dan status gizi dan kondisi sosial ekonomi.
13
serangga, ini biasa menyebabkan bengkak, merah dan nyeri. Bakteri ini
dapat menembus kulit sampai dengan menimbulkan infeksi ditulang, sendi,
aliran darah, jantung dan paru yang bisa mengancam jiwa.
a. Penyebaran MRSA
Menyentuh kulit atau luka terinfeksi dari siapa saja yang MRSA
1) Berbagi objek seperti handuk atau peralatan atletik, peralatan rumah
tangga yang MRSA
2) Kontak fisik dapat juga disebarkan melalui batuk dan bersih
3) Menyentuh hidung dari penderita MRSA
b. Tanda dan Gejala
Infeksi luka
Bisul
Folikel rambut yang terinfeksi
Impetigo
Kulit yang sakit seperti digigit seranga
c. Diagnosa
Contoh kulit, nanah, darah, urin atau bahan biopsi dikirim ke laboratorium
dan di kultur untuk S aureus. Jika S aureus yang diisolasi (tumbuh dipiring
pantry) bakteri tersebut kemudian terkena antibiotik yang berbeda termasuk
Meticilin dan S aureus tumbuh dengan baik di Meticilin dalam kultur yang
disebut MRSA. Prosedur yang sama juga dilakukan untuk menentukan
apakah seseorang merupakan pembawa MRSA (Screning untuk carrier)
tetapi sample kulit atau selaput lendir hanya diswab tidak dibiopsi.
d. Pengobatan MRSA
Minor infeksi MRSA kadang - kadang dapat mengalami komplikasi serius
seperti menyebar infeksi ke jaringan sekitar darah, tulang dan jantung.
Karena MRSA yang tahan terhadap antibiotic banyak akan sulit untuk
mengobati namun beberapa antibiotic berhasil mengendalikan infeksi tapi
jarang.
e. Tindakan Pencegahan
1) Kebersihan tangan sesering mungkin terutama setelah menyentuh
hidung anda
2) Bila batuk terapkan etika batuk
14
3) Jika anda mengalami infeksi kulit jaga daerah yang terinfeksi dengan
ditutup kain kasa, ganti verban sesering mungkin terutama jika basah.
4) Bersihkan kamar mandi dengan baik karena penularan juga melalui
feces dan urine
5) Isolasikan peralatan mandi dan peralatan makan khusus untuk penderita
MRSA
6) Jangan berbagi handuk, pisau cukur, sikat gigi dan barang pribadi yang
lainnya
7) Isolasikan pasien, dikontaminasi semua peralatan pasien dengan sabun
dan clorin 0,5%.
15
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 129/Menkes/SK/II/2008
tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit.
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor
HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim Pecegahan dan
Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
10. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2017 Tentang
Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
16
BAB II
PENGORGANISASIAN KOMITE PPI
RS RESTU IBU BALIKPAPAN
17
pelayanan kesehatan kepada masyarakat secara lengkap dalam bidang pelayanan medis.
Secara bertahap Rumah Sakit RESTU IBU dilengkapi, sehingga mampu berkembang
menjadi rumah sakit swasta type C yang tanggal 30 September 1992 disahkan dengan
ijin Depkes No. 0779/YM/RSKS/SK/VIII/92 menjadi rumah sakit RESTU IBU. Rumah
Sakit RESTU IBU terakreditasi penuh untuk lima layanan dasar pada tanggal 26 april
1999. Pada November 2003 kembali dilakukan perubahan menyangkut status badan
usaha yang semula bernama Yayasan Restu Ibu menjadi PT Restu Ibu Utama. Pada
Priode 2004-2005 Rumah Sakit RESTU IBU, melakukan pengembangan fasilitas
rumah sakit dengan membangun gedung baru dan menata gedung lama serta membeli
peralatan kesehatan yang memiliki teknologi lebih maju sehingga dapat memberikan
pelayanan yang lebih baik. Saat ini Rumah Sakit Restu Ibu yang berada ditengah kota
Balikpapan, tepatnya Gunung Sari Ilir, kecamatan Balikpapan Tengah, Kota
Balikpapan, sangat strategis dan mudah dijangkau oleh berbagai kalangan.
Rumah sakit RESTU IBU saat ini telah memiliki ruang perawatan umum dengan
161tempat tidur yang terdiri dari beberapa variasi ruang inap, ruang ICU, ruang
bersalin, OK dan Isolasi.Demikian juga unit rawat jalan dikembangkan dengan
penambahan poliklinik spesialis dalam berbagai bidang.Sejak tahun 2012 Rumah Sakit
Restu Ibu telah membuka pelayanan Hemodialisa untuk pasien gagal ginjal yang
terbuka untuk umum.10Pada tahun 2012 dan tahun 2013 secara berturut-turut Rumah
Sakit Restu Ibu mendapatkan penghargan Service Excellence Award dari MARKPLUS
INSIGHT yang dipimpin oleh Hermawan Kertajaya, pakar marketing tingkat nasional.
Ini semua berkat dukungan seluruh masyarakat Balikpapan khususnya dan Kalimantan
Timur pada umumnya setia menjadi pelanggan Rumah Sakit Restu Ibu selama ini.
Selain itu juga berkat usaha keras dari seluruh jajaran Rumah Sakit Restu Ibu, mulai
dari Dokter , Perawat, Staf Administrasi , dan Seluruh Staf pendukung lainnya.Rumah
sakit RESTU IBU bercita-cita ingin mengembangkan dirinya menjadi Rumah Sakit
Swasta yang bermutu untuk kota Balikpapan khususnya dan wilayah propinsi
Kalimantan Timur pada umumnya.
Rumah Sakit yang bekerja sama dengan BPJS kesehatan , wajib memiliki sertifikat
Akreditasi untuk menjamin pelayanan kesehatan yang bermutu bagi masyarakat.
Tepatnya pada tanggal 10 Desember 2019, Rumah Sakit Restu Ibu mendapatkan
Sertifikat Akreditasi dari Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS) bahwa Rumah Sakit
18
telah memenuhi Standar Akreditasi Rumah Sakit dan dinyatakan Lulus Tingkat
PARIPURNA dengan sertifikat Nomor : KARS – SERT/1282/XII/2019.
Dalam penanganan pandemic covid-19 sejak tahun 2020 sampai saat ini RS Restu
Ibu juga berpatisipasi menjadi Rumah sakit yang ikut melayani pasien covid-19,
Rumah Sakit RESTU IBU memberikan kontribusinya agar bersama-sama dengan
seluruh masyarakan bisa bangkit dari pandemic covid-19.
19
2.3. Visi, Misi, dan Motto RS Restu Ibu Balikpapan
1. VISI
Menjadikan Rumah Sakit Pilihan Utama di Balikpapan
2. MISI
a. Memberikan pelayanan dengan standar mutu terbaik
b. Memuaskan pelanggan internal maupun eksternal
c. Terus mengembangkan sarana dan prasarana
d. Menyehatkan kondisi keuangan
3. MOTTO
Rumah Sakit Restu Ibu Pilihanku
20
2.4. Struktur Organisasi Rumah Sakit
21
2.5. Visi, Misi, Falsafah dan Tujuan Komite PPIRS
1. VISI
Melaksanakan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi di lingkungan rumah
sakit secara efektif dan efisien, berfokus pada keselamatan pasien.
2. MISI
1. Menyelenggarakan surveilans untuk mencegah dan mengendalikan infeksi di
RS. Restu Ibu
2. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang aman bagi pasien, petugas dan
pengunjung RS dengan pelaksanaan kewaspadaan standar yang baik.
3. Menyelenggarakan pelayanan, pendidikan kesehatan dengan memperhatikan
keamanan pasien dan petugas dari infeksi RS
4. Menjadi RS rujukan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di wilayah
kota Balikpapan dan sekitarnya
3. FALSAFAH
Kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan standar mutu pelayanan
yang harus dilaksanakan oleh rumah sakit untuk melindungi pasien, petugas
kesehatan dan pengunjung dari kejadian infeksi dengan memperhatikan cost
effectiveness.
4. TUJUAN
Tujuan Umum
Meningkatkan mutu pelayanan rumah sakit melalui kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit.
Tujuan Khusus
a. Memutus mata rantai penularan mikroorganisme
b. Menurunkan angka kejadian infeksi nosokomial
c. Terciptanya kondisi lingkungan rumah sakit yang memenuhi persyaratan dan
menjamin pencegahan infeksi nosokomial
d. Menggerakkan sumber daya yang ada di RS dalam upaya pencegahan dan
pengendalian infeksi
e. Memantau dan mengevaluasi pelaksanaan program PPI
22
2.6. Struktur Organisasi Komite / Tim PPIRS
DIREKTUR RS
SEKRETARIS
ANGGOTA IPCN
TIM PPI :
IPCLN INST KAMAR OPERASI
DOKTER KSM
IPCLN INST KEBIDANAN & PENYAKIT
DOKTER PATOLOGI KLINIK KANDUNGAN
LABORATORIUM
IPCLN INST PERAWATAN INTENSIVE
FARMASI
INSTALASI GIZI
IPCLN RUANG LANTAI IV
INSTALASI RAWAT JALAN
K3 - RS
IPCLN RUANG LANTAI I CORPORATE
IPS - RS
IT - RS
IPCLN RAWAT JALAN
REKAM MEDIK
BAGIAN UMUM
CLEANNING SERVICE
KAMAR JENAZAH
23
2.7. Uraian Tugas, Tanggung Jawab, Wewenang Dan Peran
1. Direktur
a. Hasil Kerja
1. Terbentuknya komite dan tim PPI di sertai SK
2. Tersedianya fasilitas yang di perlukan untuk kegiatan PPI
3. Kebijakan kegiatan PPI
4. Formularium pemakaian antibiotik
b. Uraian Tugas
1. Membentuk komite dan Tim PPI dengan Surat Keputusan
2. Mendukung penyelenggaraan upaya PPI
3. Menentukan kebijakan PPI
4. Mengesahkan Standar Prosedur Operasional (SPO) PPIRS
5. Menentukan kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi nosokomial
c. Tanggung Jawab
1. Bertanggung jawab dan memiliki komitmen yang tinggi terhadap
penyelenggaraan upaya pencegahan dan pengendalian infeksi
2. Bertanggung jawab terhadap tersedianya fasilitas sarana dan prasarana
termasuk anggaran yang di butuhkan
3. Mengadakan evaluasi kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi
nosokomial berdasarkan saran dari KPPIRS
4. Mengadakan evaluasi kebijakan pemakaian antibiotik yang rasional dan
desinfektan di rumah sakit berdasarkan saran dari KPPIRS
d. Wewenang
Dapat menutup suatu unit perawatan atau instalasi yang dianggap potensial
menularkan penyakit untuk beberapa waktu sesuai kebutuhan berdasarkan saran
dari KPPIRS
24
2. Komite PPI-RS
a. Hasil Kerja
1. Kebijakan Komite Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit
(KPPIRS)
2. Standar Prosedur Operasional (SPO) dan Program PPI
3. Terselenggaranya pelatihan dan pendidikan PPI
4. Laporan kegiatan PPI
b. Uraian Tugas
1. Menetapkan definisi infeksi terkait pelayanan kesehatan di RS Restu Ibu
Balikpapan
2. Membuat metode pengumpulan data atau survailans
3. Menyusun dan menetapkan serta mengevaluasi kebijakan PPI
4. Membuat SPO PPI
5. Menyusun program PPI dan mengevalusi pelaksanaan program tersebut
6. Melakukan pertemuan berkala
7. Menerima laporan dari Tim PPI dan membuat laporan kepada direktur
8. Bekerjasama dengan Tim PPI dalam melakukan investigasi masalah atau
KLB Healthcare Associated Infection (HAIs)
9. Mengidentifikasi temuan dilapangan yang berkaitan dengan kegiatan PPI
10. Melakukan pengawasan terhadap tindakan-tindakan yang menyimpang dari
standar prosedur
11. Melakukan investigasi, menetapkan dan melaksanakan penanggulangan
infeksi bila ada KLB di rumah sakit
c. Tanggung Jawab
1. Melaksanakan sosialisasi kebijakan PPIRS, agar kebijakan dapat dipahami
dan dilaksanakan oleh petugas kesehatan rumah sakit
2. Mengevaluasi pelaksanaan program PPI
3. Memberikan konsultasi pada petugas rumah sakit tentang PPI
4. Berkoordinasi dengan unit terkait
25
d. Wewenang
1. Mengembangkan dan meningkatkan cara pencegahan dan pengendalian
infeksi.
2. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman bagi yang menggunakan.
3. Mengusulkan pelatihan untuk meningkatkan kemampuan sumber daya
manusia (SDM) rumah sakit dalam PPI.
4. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunana dan
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan
alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
5. Memberikan usulan kepada direktur untuk pemakaian antibiotik yang
rasional di rumah sakit berdasarkan hasil pemantauan kuman dan
resistensinya terhadap antibiotika dan meyebar-luaskan data resistensi
antibiotika.
26
2. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi
3. Membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan
pengendalian infeksi
4. Mengusulkan pengadaan alat dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan
aman bagiyang menggunakan
5. Mengidentifikasi temuan di lapangan dan mengsulkan pelatihan untuk
meningkatkan kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) rumah sakit
dalam PPI
6. Melakukan pertemuan berkala, termasuk evaluasi kebijakan.
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
2. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI
e. Syarat Jabatan
1. Dokter dan berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan dasar dan lanjutan PPI
3. Mempunyai kemampuan memimpin
27
d. Memberikan masukan yang menyangkut konstruksi bangunan dan
pengadaan alat dan bahan kesehatan, renovasi ruangan, cara pemrosesan
alat, penyimpanan alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI
e. Mengusulkan penutupan ruangan rawat bila diperlukan karena potensi
penyebaran infeksi
f. Bekerjasama dengan perawat PPI memonitor kegiatan surveilans infeksi dan
mendeteksi serta menyelidiki KLB
c. Tanggung Jawab
1. Membimbing dan mengajarkan praktek dan prosedur PPI yang berhubungan
dengan prosedur terapi
2. Membantu semua petugas kesehatan untuk memahami pencegahan dan
pengendalian infeksi
d. Kewenangan.
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
2. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI
e. Syarat Jabatan
1. Dokter dan berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan dasar dan lanjutan PPI
3. Mempunyai kemampuan memimpin
28
3. Meminitor kesehatan petugas kesehatan untukm mencegah penularan infeksi
dari petugas kesehatan ke pasien atau sebaliknya
4. Melakukan audit pencegahan dan pengendalian infeksi termasuk terhadap
limbah, kebersihan lingkungan, laundry, gizi dan unit lain yang
berhubungan dengan kegiatan PPI.
5. Memberi konsultasi tentang pencegahan dan pengendalian Infeksi yang
diperlukan pada kasus yang terjadi di rumah sakit.
6. Memonitor kesehatan lingkungan.
7. Sebagai koordinator antara unit dalam mendeteksi, mencegah dan
mengendalikan infeksi di rumah sakit
c. Tanggung Jawab
1. Melaksanakan suveilans infeksi dan melaporkan kepada komite Pencegahan
dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit (KPPIRS)
2. Membuat laporan suveilans dan melaporkan ke KPPIRS
3. Bersama komite PPI Melakukan pelatihan petugas kesehatan tentang PPI
4. Melakukan investigasi terhadap KLB dan bersama-sama Komite PPI
memperbaiki kesalahan yang terjadi
5. Meningkatkan kesadaran pasien dan pengunjung rumah sakit tentang
PPIRS.
6. Memprakarsai penyuluhan bagi petugas kesehatan, pengunjung dan
keluarga tentang topik infeksi yang sedang berkembang di masyarakat,
infeksi dengan insiden tinggi
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
2. Memberikan saran desain ruangan rumah sakit agar sesuai dengan prinsip
PPI
3. Melakukan audit dan surveilens
e. Syarat Jabatan
1. Perawat D3 Keperawatan Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapatkan pelatihan dasar dan lanjutan PPI
3. Memiliki pengalaman sebagai kepala ruang atau setara
4. Memiliki kemampuan memimpin, inovatif dan percaya diri
5. Bekerja purna waktu
29
6. Penghubung IPCLN → (INFECTION PREVENTION CONTROL LINK
NURSE)
a. Hasil Kerja
1. Formulir surveilans terisi dengan baik, informative
b. Uraian Tugas
1. Mengisi dan mengumpulkan formulir surveilans setiap pasien di unit rawat
inap masing- masing.
2. Berkoordinasi dengan IPCN saat terjadi infeksi potensial KLB, penyuluhan
bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing, konsultasi prosedur yang
harus dijalankan bila belum faham.
3. Memantau penyuluhan bagi pengunjung di ruang rawat masing-masing,
konsultasi prosedur yang harus dijalankan bila belum faham
c. Tanggung Jawab
1. Memberitahukan kepada IPCN apabila ada kecurigaan adanya HAIS pada
pasien
2. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan yang lain dalam menjalankan
standar isolasi
3. Melakukan koordinasi dengan Kepala Instalasi untuk terlaksananya survey
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil ruangan di unit
rawatnya masing-masing
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Perawat D3 Keperawatan
3. Mendapatkan pelatihan PPI dasar
4. Mempunyai kemampuan memimpin dan Inovatif
30
3. Laporan hasil penatalaksanaan pajanan benda tajam dan paparan cairan
tubuh
b. Uraian Tugas
1. Mengumpulkan data-data tentang : pola resistensi kuman, reaksi transfuse
2. Melaporkan hasil biakan kuman-kuman tertentu
3. Menjalankan kegiatan PPI di unit kerjanya
4. Menjalankan kegiatan koordinasi kultur peralatan dengan ruangan unit lain
5. Membuat laporan kegitan PPI di unit masing-masing
c. Tanggung Jawab
1. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan dalam menjalankan kegiatan PPI
2. Memonitor kepatuhan benda tajam dan pajanan
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap personil di unit
laboratorium
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan Inovatif
c. Tanggung Jawab
1. Memastikan bahwa kegiatan PPI di radilogi berjalan dengan baik
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan PPI pada
setiap petugas di radiologi
31
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapatkan Pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan inovatif
32
1. Memberikan motivasi dan tegurang tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
pada setiap petugas di instalasi gizi
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan inovatif
33
penatalaksanaan linen infeksius dan non infeksius, penyimpanan dan
distribusi linen)
2. Melakukan monitoring pengolahan alur linen
c. Tanggung Jawab
1. Memastikan bahwa kegiatan PPI di laundry berjalan baik
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan tegurang tentang pelaksanaan kepatuhan PPI
pada setiap petugas di laundry
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan inovatif
34
14. Penanggung Jawab PPI di Rehabilitas Medik
a. Hasil Kerja
1. Data hasil monitoring kegiatan PPI di Rehabilitas Medik
b. Uraian Tugas
1. Menjalankan kegiatan PPI di unit kerjanya
2. Membuat laporan kegitan PPI di unit masing-masing
c. Tanggung Jawab
1. Memonitor kepatuhan petugas kesehatan lain dalam menjalankan kegiatan
PPI
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap petugas di Rehabilitas
Medik
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan inovatif
35
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan Inovatif
16. Penanggung Jawab PPI di Keselamatan Dan Kesehatan Kerja (K3 RS)
a. Hasil Kerja
1. Data hasil monitoring kegiatan PPI di K3
b. Uraian Tugas
1. Memonitor kegiatan PPI di k3
2. Membuat laporan bila ada masalah yang berkaitan dengan PPI kepada IPCN
dan kepala K3
c. Tanggung Jawab
1. Memastikan bahwa kegiatan PPI di K3 berjalan dengan lancar
d. Kewenangan
1. Memberikan motivasi dan teguran tentang pelaksanaan kepatuhan
pencegahan dan pengendalian infeksi pada setiap petugas di K3
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan Inovatif
36
e. Syarat Jabatan
1. Berminat terhadap kegiatan PPI
2. Mendapat pelatihan PPI dasar
3. Memiliki kemampuan memimpin dan Inovatif
Tim PPI terdiri dari perawat PPI IPCN (Infection Prevention And Control Nurse) dan
IPCLN (Infection Prevention And Control Link Nurse), IPCN bekerja dengan rasio 1
IPCN untuk 100 tempat tidur di Rumah Sakit dalam bekerja dan dibantu oleh beberapa
IPCLN dari tiap ruangan / unit perawatan.
37
Kualifikasi Personal Komite PPI
38
BAB III
SARANA DAN PRASARANA PENUNJANG
B Peralatan
1 Komputer, mesin printer dan 1 Set
line internet
2 Lektop 1
3 Telepon 1
4 Meja kerja 2
5 Kursi 2
6 Almari berkas 1
7 Papan black boord 1
8 Alat tulis kantor 1
Fasilitas Pelayanan
1. Menyusun kebutuhan pendidikan dan pelatihan bagi petugas kesehatan dan petugas
non medis
2. Melindungi petugas kesehatan dengan memastikan SPO PPI sudah ada dan dipatuhi
3. Memastikan ketersediaan kelengkapan APD yang diperlukan untuk tindakan-
tindakan keamanan dalam penerapan pencegahan dan pengendalian infeksi.
4. Mengembangkan strategi triage untuk pasien yang berpotensi berpenyakit menular
dilakukan pemeriksaan awal, identifikasi sebagai pengobatan darurat, pasien yang
perlu dirujuk untuk penatalaksaan selanjutnya.
39
3.2. Dukungan Manajemen
Anggaran dan pendanaan
Komite PPI menyusun perencanaan dan anggaran untuk :
1. Pendidikan dan Pelatihan
2. Pengadaan fasilitas pelayanan penunjang
3. Untuk pelaksanaan program, monitoring, evaluasi, dan rapat rutin
40
8. Penempatan Pasien
9. Hiygiene Respirasi / Etika Batuk
10. Praktek Menyuntik Yang Aman
11. Praktek Lumbal Punksi
b. Kewaspadaan transmisi
1. Penanganan transmisi Kontak
2. Penanganan Transmisi Droplet
3. Penanganan Transmisi Airbone
41
BAB IV
KEGIATAN DAN RINCIAN KEGIATAN
42
k. Kebijakan tentang Pengendalian Resisten Antibiotik
l. Kebijakan tentang Penggunaan Sarana Desinfektan
m. Kebijakan tentang Perbandingan Data Dasar Infeksi (BENCHMAKING)
n. Kebijakan tentang Pembinaan Pelasanaan PPI
o. Kebijakan tentang Rapat dan Sistem Pelaporan
p. Kebijakan tentang Laporan Komite PPI
43
4. Melaksanakan Kewaspadaan Isolasi
1. Kewaspadaan Standar
a. Kebersihan Tangan
1. Handrub berbasis alkohol jika tangan tidak terlihat kotor
2. Handwash kebersihan tangan dengan air mengalir jika tangan terlihat kotor
b. Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
1. APD merupakan alat kesehatan yang terdiri dari masker, topi, sarung
tangan, pelindung wajah, sepatu yang di gunakan petugas maupun pasien
untuk melindungi diri dari kontaminasi penyakit infeksi.
2. Digunakan sesuai indikasi.
3. Segera dilepas jika sudah selesai tindakan
4. Monitoring ketersedian dan penempatan APD
c. Manajemen Limbah dan Benda Tajam
1. Limbah padat infeksius : limbah terkontaminasi dengan darah dan cairan
tubuh, sekresi dan ekskresi
2. Limbah padat non infeksius : limbah yang tidak terkontaminasi dengan
darah dan cairan tubuh, sekresi dan eksresi
3. Limbah benda tajam dan jarum
4. Limbah cairan tubuh, darah dan komponen darah
d. Pengendalian Lingkungan
1. Monitoring pengendalian lingkungan di rumah sakit/ pembersihan
lingkungan yang meliputi area :
Area pelayanan pasien : kamar operasi, kamar rawat inap, ruang praktek
dokter, ruang pemeriksaan penunjang, laboratorium, dll.
Area staf rumah sakit : area administrasi, ruang sekretariat, kantin, dll
Area pengunjung : Lobby, kantin, ruang tunggu, dll.
Angkutan : Ambulance setelah mengantar pasien menular.
2. Pemantauan pembuangan dan pengelolaan sampah oleh petugas cleaning
servis.
3. Pemantauan pembersihan ruangan pelayanan klinis antara lain ruang
praktek dokter, ruang pemeriksaan penunjang, ruang tindakan, ruang
perawatan pasien, kamar bedah.
4. Pemantauan pembersihan ruangan non klinis : Pantry, toilet, gudang, dll.
44
5. Monitoring pemantauan kebersihan permukaan lingkungan
e. Dekontaminasi Peralatan Kesehatan
1. Dekontaminasi di Central Sterilization Supply Departement (CSSD)
2. Dekontaminasi di luar CSSD
3. Pemantauan produk steril dari unit sterilisasi selama 1 tahun dengan
melakukan swab uji kultur
4. Monitoring peralatan kadaluwarsa, single-use menjadi re-use
Klasifikasi perawatan peralatan pasien menurut Spaulding
1. Peralatan Kritikal : masuk ke pembuluh darah, jaringan steril
2. Peralatan Semi Kritikal : masuk membrane mukosa
3. Peralatan Non Kritikal : hanya permukaan tubuh.
f. Penempatan Pasien
1. Penampatan pasien sesuai dengan jenis infeksi dan transmisinya
2. Tempatkan pasien yang potensial menkontaminasi lingkungan dengan
menempatkan diruang terpisah (isolasi) atau kohorting.
3. Monitoring dekontaminasi penggunaan Ruang Isolasi
g. Penatalaksanaan Manajemen Linen Laundry
1. Linen infeksius (linen yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh).
2. Linen non infeksius (linen kotor bekas pakai tidak terkontaminasi darah
dan cairan tubuh).
3. Penanganan, transportasi dan proses linen yang terkena cairan tubuh, darah,
sekresi, ekskresi dengan prosedur yang benar.
4. Penggunaan APD
5. Penyortiran linen, hindari memanipulasi linen kotor.
h. Perlindungan Kesehatan Karyawan
1. Pemeriksaan kesehatan karyawan
2. Pemberian imunisasi dan vaksinasi pada petugas terutama di unit-unit
risiko tinggi
3. Pengadaan alat pelindung diri
4. Pencegahan kecelakaan kerja karyawan
5. Penatalasanaan pencatatan dan pelaporan kecelakaan luka tusuk jarum dan
tindak lanjutnya bekerja sama dengan K3 petugas
i. Penyuntikan Yang Aman
45
1. Lakukan tindakan aseptik dan antiseptic
2. Gunakan jarum suntik sekali pakai
3. Segera buang jarum suntik setelah digunakan
4. Sebaiknya gunakan obat / cairan sekali pakai, jika tidak memungkinkan
jaga kestreilannya
j. Etika Batuk
1. Menutup mulut dan hidung saat batuk/bersin pakai tissue/sapu tangan atau
lenga atas bagian dalam
2. Buang ketempat sampah (kuning) bila terkena secret saluran napas,
3. Lakukan kebersihan tangan dengan sabun antiseptic dan air mengalir, atau
handrub.
4. Pencegahan awal dengan skrining batuk dan penempatan ruang triase batuk
dan pemberian masker
k. Proses Lumbal Punksi
Masker harus dipakai klinis saat melakukan lumbal punksi . anastesi
spinal/epidural pasang kateter vena sentral
2. Kewaspadaan Transmisi
1. Melalui kontak: sarung tangan, gaun
2. Melalui droplet : Masker bedah, penutup wajah
3. Melalui udara (airborne): Masker N95/ Respiratorik
4. Melalui Common vehicle (makanan, air, obat, alat, peralatan
5. Melalui vector (lalat, nyamuk, tikus)
46
Infeksi Aliran Darah Primer pada pemasangan Peralatan Intravaskuler
Infeksi Aliran Darah perifer
Multi drug Resisten Organisme
b. Pola mikroorganisme HAIs
Pola kuman Infeksi Luka Operasi
Pola kuman Infeksi Saluran Kemih
Pola Kuman Infeksi Saluran pernapasan
4. Melaksanakan penerapan pencegahan infeksi (BUNDLES) pada pemasangan
kateter intravaskuler, kateter urine menetap, ventilasi mekanik, tindakan
pembedahan.
47
g) Risk assesment kebersihan lingkungan
h) Riks assesment pengolahan linen laundry
i) Risk assesment pengolahan sampah
j) Risk assesment penyedian makanan
k) Risk assesment pengolahan kamar jenazah
48
2. Membuat rancangan data terintegrasi dengan Mutu RS dalam proses pelaporan
indikator mutu Komite PPI ke Kemenkes
49
BAB IV
TATA LAKSANA KEGIATAN
50
a. Cara melakukan hand hygiene dengan cairan handrub
Kebersihan tangan dilakukan 20 – 30 detik, dengan cara 6 langkah
Prosedur kerja (Gambar 1):
1) Tuangkan cairan handrub berbasis alkohol secukupnya
2) Ratakan handrub pada kedua telapak tangan
3) Gosok punggung dan sela-sela jari dengan tangan kanan dan
sebaliknya
4) Gosok kedua telapak tangan dan sela sela jari tangan
5) Gosok jari-jari sisi dalam dan punggung tangan dengan jari saling
mengunci
6) Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya
7) Gosok dengan memutar ujung jari-jari tangan kanan di telapak tangan
kiri dan lakukan sebaliknya
8) Tunggu tangan sampai kering, baru melakukan kegiatan selanjutnya
52
Gambar 2: Cara Kebersihan Tangan Dengan Air Mengalir
53
e. Gosok lengan kanan hingga siku dengan gerakan melingkar sampai
cairan antiseptik merata
f. Tuangkan cairan antiseptik sebanyak 5 ml ketelapak tangan kanan
dengan menggunakan siku kiri
g. Celupkan ujung jari tangan kiri ke cairan antiseptic berbasis
alkohol selama 5 detik untuk mendekontaminasi bagian bawah
kuku
h. Gosok lengan kiri hingga siku dengan gerakan melingkar sampai
cairan antiseptic merata
i. Tuangkan cairan antiseptic berbasis alkohol secukupnya
j. Ratakan antiseptic pada kedua telapak tangan
k. Gosok punggung dan sela-sela jari dengan tangan kanan dan
sebaliknya
l. Gosok kedua telapak tangan dan sela sela jari tangan
m. Gosok jari-jari sisi dalam dan punggung tangan dengan jari saling
mengunci
n. Gosok ibu jari kiri berputar dalam genggaman tangan kanan dan
lakukan sebaliknya.
54
HANDRUB KAMAR BEDAH
55
e. Lumuri dan gosok seluruh permukaan tangan sampai 5 cm diatas
siku dengan cairan chlorhexidine gluconat 4% dengan gerakan
memutar kearah siku
f. Sikat kuku jari pada masing-masing tangan selama satu menit
(menggunakan sikat disposibel yang ada sponnya)
g. Buang sikat dan bilas dengan air mengalir sampai bersih (spon
tetap dipegang)
h. Gosokkan spon yang sudah ada chlorhexidine 4% dengan gerakan
memutar dari lengan telapak kea rah siku sampai ¾ lengan,
lakukan pada kedua tangan. Gunakan spon/telapak tangan jika
tidak ada spon, untuk membersihkan kedua tangan dengan urutan ;
membersihkan telapak tangan selama 15 detik, punggung tangan
15 detik. Gosok setiap jari seolah mempunyai 4 sisi, masing-
masing tangan selama 1 menit, lakukan gerakan tersebut pada
tangan satunya
i. Bilas tangan diair mengalir sampai bersih, lakukan gerakan searah
(tidak bolak-balik)
j. Ambil cairan chlorhexidine 4% dan lumuri telapak t angan sampai
pergelangan tangan
k. Lakukan gerakan kebersihan tangan prosedural enam langkah
WHO selama 1 menit
l. Setelah selesai petugas menuju ruang operasi dengan posisi siku
tetap di bawah
56
HANDWASH KAMAR BEDAH
57
2. Indikasi Melakukan Hand Hygiene ( Five Moment Hand Hygiene)
a. Sebelum kontak dengan pasien
b. Sebelum tindakan aseptic
c. Setelah terkena cairan tubuh pasien
d. Setelah kontak dengan pasien
e. Setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
58
(termasuk pasien dan lingkungannya), dan prosedur lain yang kontak
(langsung maupun tidak langsung) dengan membrane mukosa, kulit non
intak atau alat invasif. Contoh:
1) Sebelum menyikatkan gigi pasien, meneteskan obat tetes mata,
pemeriksaan vagina atau rectal, pemeriksaan mulut, hidung, telinga
dengan atau tanpa menggunakan instrumen, melakukan suppositoria,
suction mukosa.
2) Sebelum melakukan perawatan luka dengan atau tanpa menggunakan
instrument, memberikan krim, melakukan injeksi perkutan.
3) Sebelum memasang alat invasive (Nasal kanul, NGT, ETT, Kateter
urin, drainase), membuka sirkuit pada alat invasive (untuk makanan,
drain, obat, suction).
4) Sebelum menyiapkan makanan, obat-obatan, dan benda-benda steril.
c. Setelah menyentuh cairan tubuh pasien
Kapan: Segera setelah menyentuh cairan tubuh (dan setelah melepas sarung
tangan). Contoh:
1) Setelah kontak dengan membrane mukosa dan atau kulit non intak
2) Setelah melakukan injeksi, setelah memasang alat invasif (akses vaskuler,
kateter, tube, drain, dsb) setelah membuka sirkuit pada alat invasif.
3) Setelah melepas alat invasive.
4) Setelah melakukan perawatan luka.
5) Setelah menangani sampel organik; setelah membersihkan ekskresi dan
cairan tubuh lainnya; setelah membersihkan permukaan yang
terkontaminasi (linen, instrumen, pispot, dsb
d. Setelah menyentuh pasien
Kapan: Setelah menyentuh pasien, sebelum menyentuh lingkungan di area
perawatan Contoh:
1) Setelah berjabat tangan dengan pasien, memegang dahi pasien
2) Setelah membantu pasien pindah, ke kamar mandi, makan, berpakaian
dsb
3) Setelah melakukan perawatan non invasif: mengganti bed linen
sementara pasien tidak pindah, memakaikan masker oksigen, memberi
fisioterapi
59
4) Setelah melakukan pemeriksaan fisik atau pemeriksaan non invasif:
mengukur nadi, tekanan darah, merekam EKG.
e. Setelah menyentuh lingkungan sekitar pasien
Kapan : Setelah menyentuh objek apapun atau furniture di sekitar pasien
(tanpa menyentuh pasien) sebelum menyentuk objek di area perawatan.
Contoh:
1) Setelah aktifitas pemeliharaan: mengganti bed linen dan pasien pindah
dari tempat tidur, memegang roda tempat tidur, membersihkan meja
pasien
2) Setelah aktifitas perawatan: mengatur kecepatan perfusi, membersihkan
alat monitoring pasien
3) Setelah kontak lain dengan objek (yang seharusnya dapat dihindari)
4) Hal-hal yang harus diperhatikan saat melakukan hand hygiene
5) Kuku harus dijaga tetap pendek, tidak lebih dari 3 mm melebihi ujung
jari,karena kuku yang panjang baik yang alami maupun buatan dapat
berperan sebagai reservoir bakteri gram negatif (Psudomonas
aeruginosa), jamur dan patogen lain serta lebih mudah melubangi sarung
tangan
6) Bila jelas terlihat kotor/terkontaminasi oleh bahan yang mengandung
protein, tangan harus dicuci dengan antiseptik Chlorhexidine dan air
mengalir
7) Bila tangan tidak tampak kotor atau terkontaminasi, dapat digunakan
antiseptik berbahan dasar alkohol atau alkohol dan chlorhexidine 0.5%
8) Pastikan tangan kering sebelum melakukan kegiatan.
60
b. Untuk area perawatan biasa
Hand wash menggunakan chlorhexidine 2% - 4%
hand Rub menggunakan cairan antiseptic berbasis alkohol 70% atau
berbasis alkohol 70% & Chlorhexidine 0,5%
c. Untuk perkantoran
Hand Wash menggunakan sabun antiseptik biasa atau yang berbasis
chlorhexidine
Hand Rub menggunakan cairan antiseptic berbasis alkohol 70 % atau
berbasis alkohol 70 % & chlorhexidine 0,5 %;
61
b. PENGGUNAAN ALAT PELINDUNG DIRI (APD)
Pemakaian APD yang tepat menjadi sangat penting. Sebagai konsekuensinya
pengelola rumah sakit, penyedia dan petugas kesehatan harus mengetahui tidak
hannya kegunaan dan keterbatasan dari APD tertentu, tetapi juga peran APD
sesungguhnya dalam mencegah penyakit infeksi sehingga dapat di gunakan
secara efektif dan efisien. Alat pelindung diri (APD) sebagai barrier telah
digunakan selama bertahun-tahun untuk melindungi pasien dari mikroorganisme
yang ada pada petugas kesehatan. Namun saat ini pemakaian APD tidak hanya
berorentasi untuk melindungi pasien saja tetapi sangat penting juga untuk
melindungi petugas dari bahan yang dapat menjadi transmisi infeksi dari cairan
tubuh, secret dan kontak.
Tujuan Penggunaan Alat Pelindung Diri (APD)
a. Untuk mencegah terjadinya penularan penyakit dari petugas ke pasien, pasien
ke pasien dan petugas ke pengunjung.
b. Menjelaskan ke semua petugas, pasien dan pengunjung dalam menerapkan
penggunaan alat pelindung diri (APD) secara efektif dan efisien selama berada
dilingkungan rumah sakit.
c. Untuk mengidentifikasi tingkat kepatuhan semua petugas dan pengunjung
dalam hal penggunaan alat pelindung diri (APD).
d. Mengajak dan menggerakkan seluruh sumber daya manusia di RS untuk
menerapkan APD yang benar.
Tata Laksana :
1. Pedoman Umum Alat Pelindung Diri
a. Tangan harus selalu dibersihkan meskipun menggunakan APD
b. Lepas dan rusak atau sobek, segera setelah diketahui APD tersebut tidak
berfungsi optimal
c. Lepaskan semua APD sesegara mungkin setelah selesai memberikan
pelayanan dan hindari kontaminasi, lingkungan di luar ruang isolasi, para
pasien atau pekerja lain atau diri sendiri
d. Buang semua perlengkapan APD dengan hati-hati dan segera bersihkan
tangan
e. Perkirakan risiko terpajan cairan tubuh atau area terkontaminasi sebelum
melakukan kegiatan perawatan kesehatan
62
f. Pilih APD sesuai dengan perkiraan risiko terjadi pajanan
g. Menyediakan sarana APD bila emergensi dibutuhkan untuk dipakai.
2. Jenis – Jenis Alat Pelindung Diri
a. Sarung tangan
b. Masker
c. Alat pelindung mata
d. Topi
e. Gaun pelindung
f. Apron / Celemek
g. Pelindung kaki
a. Sarung Tangan
Sarung tangan dapat melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan
penyakit dan melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di
tangan petugas kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier)
fisik paling penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan
harus diganti antara setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya,
untuk menghindari kontaminasi silang.
Hal yang perlu di perhatikan :
a) Meskipun efektifitas pemakaian sarung tangan dalam mencegah
kontaminasi dari petugas kesehatan telah terbukti (Tenorioetal.2001),
tetapi pemakaian sarung tangan tidak menggantikan kebutuhan untuk
mencuci tangan. Sebab sarung tangan bedah lateks dengan kualitas
terbaik sekalipun, mungkin mengalami kerusakan kecil yang tidak
terlihat, sarung tangan mungkin robek pada saat digunakan atau tangan
terkontaminasi pada saat melepas sarung tangan (Bagg, Jenkins dan
Barker 1990; Davis 2001).
b) Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan
komponen kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan
mempertahankan lingkungan bebas infeksi (Garner, Favero 1986).
c) Pemahaman mengenai kapan sarung tangan steril atau disinfeksi
tingkat tinggi diperlukan dan kapan sarung tangan tidak perlu
63
digunakan, penting untuk diketahui agar dapat menghemat biaya
dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas.
d) Sebelum memakai sarung tangan dan setelah melepas sarung tangan
lakukan kebersihan tangan menggunakan antiseptik cair atau handrub
berbasis alkohol.
Tiga kesempatan petugas perlu memakai sarung tangan:
(1) Ada kemungkinan kontak tangan dengan darah atau cairan tubuh
lain, membran mukosa atau kulit yang terlepas.
(2) Melakukan prosedur medis yangbersifat invasif misalnya
menusukkan sesuatu ke dalam pembuluh darah, seperti memasang
infus.
(3) Menangani bahan-bahan bekas pakai yang telah terkontaminasi
atau menyentuh permukaan yang tercemar
e) Menerapkan Kewaspadaan
Berdasarkan penularaan melalu kontak (yang diperlukan pada kasus
penyakit menular melalui kontak yang telah diketahui atau dicurigai).
yang mengahruskan petugas kesehatan menggunakan sarung tangan
bersih, tidak steril ketika memasuki ruang pasien.
Petugas harus melepas sarung tangan sebelum meninggalkan ruang
pasien, dan mencuci tangan dengan air dan sabun atau dengan handrub
berbasis alkohol, satu pasang sarung tangan digunakan untuk satu
pasien, sebagai upaya untuk menghindari kontaminasi silang
(CDC,1987).
Pemakaian sepasang sarung tangan yang sama atau mencuci tangan
yang masih bersarung tangan, ketika berpindah dari satu pasien ke
pasien ke pasien lain atau ketika melakukan perawatan di bagian tubuh
yang kotor kemudian berpindah ke bagian tubuh yang bersih, bukan
merupakan praktek yang aman. Doebbeling dan Colleagues (1988)
menemukan bakteri dalam jumlah bermakna pada tangan petugas yang
hanya mencuci tangan dalam keadaan masih memakai sarung tangan
dan tidak mengganti sarung tangan ketika berpindah dari satu pasien
ke pasaien lain.
64
(1) Jenis-Jenis Sarung Tangan
(a) Sarung tangan bersih
(b) Sarung tangan steril
(c) Sarung tangan rumah tangga
(2) Hal yang harus diperhatikan pada pemakaian sarung tangan :
(a) Gunakan sarung tangan dengan ukuran yang sesuai, khususnya
untuk sarung tangan bedah. Sarung tangan yang tidak sesuai
dengan ukuran tangan dapat mengganggu ketrampilan dan
mudah robek.
(b) Jaga agar kuku selalu pendek untuk menurunkan risiko sarung
tangan robek.
(c) Tarik sarung tangan ke atas manset gaun (jika anda
memakainya) untuk melindungi pergelangan tangan.
(d) Gunakan pelembab yang larut dalam air (tidak mengandung
lemak) untuk mencegah kulit tangan kering/berkerut.
(e) Jangan gunakan lotion atau krim berbasis minyak, karena akan
merusak sarung tangan bedah maupun sarung tangan periksa
(lateks).
(f) Jangan menggunakan cairan pelembab yang mengandung
parfum ka rena dapat menyebabkan iritasi pada kulit.
(g) Jangan menyimpan sarung tangan di tempat dengan suhu yang
terlalu panas atau terlalu dingin misalnya di bawah sinar
matahari langsung, di dekat pemanas, AC, cahaya ultraviolet,
cahaya fluoresen atau mesin Rontgen, karena dapat merusak
bahan sarung tangan sehingga mengurangi efektifitasnya
sebagai pelindung.
(3) Reaksi Alergi Terhadap Sarung Tangan
Reaksi alergi terhadap sarung tangan lateks semakin banyak
dilaporkan oleh berbagai petugas difasilitas kesehatan, termasuk
bagian rumah tangga, petugas laboratorium dan dokter gigi. Jika
memungkinkan, sarung tangan bebas lateks (nitril )atau sarung
tangan lateks rendah alergen harus digunakan, jika ada kecurigaan
alergi (reaksi alergiterhadapnitril jugaterjadi,tetapi lebih jarang).
65
Selain itu, pemakaian sarung tangan bebas bedak juga
direkomendasikan. Sarung tangan dengan bedak dapat
menyebabkan reaksi lebih banyak, karena bedak pada sarung
tangan membawa partikel lateks keudara. Jika hal ini tidak
memungkinkan, pemakaian sarung tangan kain atau vinil dibawah
sarung tangan lateks dapat membantu mencegah sensitifitas kulit.
Meskipun demikian, tindakan ini tidak akan dapat mencegah
sensitifitas pada membran nemukosa mata dan hidung.(Garner dan
HICPAC,1996). Pada sebagian besar orang yang sensitive, gejala
yang muncul adalah warna merah pada kulit, hidung berair dan
gatal-gatal pada mata, yang mungkin berulang atau semakin parah
missalnya menyebabkan gangguan pernapasan seperti asma.
Reaksi alergi terhadap lateks dapat muncul dalam waktu 1 bulan
pemakaian. Tetapi pada umumnya reaksi baru terjadi setelah
pemakaian yang lebih lama, sekitar 3–5tahun, bahkan sampai 15
tahun (Baumann,1992), meskipun pada orang yang rentan. Belum
ada terapi atau desentisasi untuk mengatasi alergi lateks, satu-
satunya pilihan adalah menghindari kontak.
b. Masker
Masker harus cukup besar untuk menutup hidung, mulut, bagian
bawah dagu, dan rambut pada wajah(jenggot). Masker dipakai untuk
menahan cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan atau petugas
bedah berbicara, batuk atau bersin serta untuk mencegah percikan darah
atau cairan tubuh lainnya memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.
Bila masker tidak terbuat dari bahan tahan cairan, maka masker tersebut
tidak efektif untuk mencegah kedua hal tersebut. Masker yang ada, terbuat
dari berbagai bahan seperti katun ringan, kain kasa, kertas dan bahan
sintetik yang beberapa diantaranya tahan cairan. Masker yang dibuat dari
katun atau kertas sangat nyaman tetapi tidak dapat menahan cairan atau
efektif sebagai filter. Masker yang dibuat dari bahan sintetik dapat
memberikan perlindungan dari tetesan partikel berukuran besar (>5μm)
yang tersebar melalui batuk atau bersin ke orang yang berada didekat
66
pasien (kurang dari 1 meter). Namun masker bedah terbaik sekalipun tidak
dirancang untuk benar-benar menutup secara erat (menempel sepenuhnya
pada wajah) sehingga mencegah kebocoran udara pada bagian tepinya.
Dengan demikian, masker tidak dapat secara efektif menyaring udara yang
dihisap. Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang
digunakan harus dapat mencegah partikel mencapai membran emukosa
dari petugas.
67
Gambar 7: Masker Efisiensi Tinggi N-95
Masker, goggle dan visor melindungi wajah dari percikan darah.
Untuk melindungi petugas dari infeksi saluran napas maka diwajibkan
mengenakan masker sesuai aturan standar. Pada fasilitas kesehatan
yang memadai, petugas dapat memakai respirator sebagai pencegahan
saat merawat pasien multidrug resistance (MDR) atau extremely drug
resistance (XDR) TB.
b) Pemakain Masker Efisiensi Tinggi
Petugas Kesehatan harus memeriksa sisi masker yang menempel
pada wajah untuk melihat apakah lapisan utuh dan tidak cacad. Jika
bahan penyaring rusak atau kotor, buang masker tersebut. Selain itu,
masker yang ada keretakan, terkikis, tepotong atau terlipat pada sisi
dalam masker, juga tidak dapat digunakan. Memeriksa tali-tali masker
untuk memastikan tidak terpotong atau rusak. Tali harus menempel
dengan baik disemua titik sambungan. Memastikan bahwa klip hidung
yang terbuat dari logam (jika ada) berada pada tempatnya dan berfungsi
dengan baik.
c) Fittest Untuk Masker Efisiensi Tinggi
Fungsi masker akan terganggu / tidak efektif, jika masker tidak dapat
melekat secara sempurna pada wajah, seperti pada keadaan dibawah
ini:
(1) Adanya janggut, cambang atau rambut yang tumbuh pada wajah
bagian bawah atau adanya gagang kacamata.
(2) Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah masker.
(3) Apabila klip hidung dari logam dipencet/dijepit, dapat
menyebabkan kebocoran. Ratakan klip diatas hidung tersebut
68
setelah memasang masker, menggunakan kedua telunjuk dengan
cara menekan dan menyusuri bagian atas masker.
(4) Jika mungkin, dianjurkan fittest dilakukan setiap saat sebelum
memakai masker efisiensi tinggi
d) Cara Fittest Respirator Particulat
(1) Langkah 1
Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan
bagian hidung pada ujung jari-jari Anda, biarkan tali pengikat
respirator menjuntai bebas dibawah tangan Anda.
(2) Langkah 2
Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi untuk hidung
berada diatas.
(3) Langkah 3
Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali
agak tinggi dibelakang kepala Anda diatas telinga.
Tariklah tal ipengikat respirator yang bawah dan posisikan tali
dibawah telinga.
(4) Langkah 4
Letakkan jari-jari kedua tangan Anda diatas bagian hidung
yang terbuat dati logam.
Tekan sisi logamt ersebut (gunakan dua jari dari masing-
masing tangan) mengikuti bentuk hidung Anda. Jangan
menekan respirator dengan sapu tangan karena dapat
mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif.
(5) Langkah 5
Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, hati-hati agar
posisi respirator tidak berubah.
Langkah Pemeriksaan Segel positif :
(a) Hembuskan napas kuat-kuat
(b) Tekanan positif didalam respirator menandakan tidak ada
kebocoran
69
(c) Bila ada kebocoran atur posisi dan / atau ketegangan tali. Uji
kembali kerapatan respirator. Ulangi langkah ini, sampai
respirator benar-benar tertutu prapat.
Langkah Pemeriksaan Segel Negative :
(a) Tarik napas dalam-dalam
(b) Bila tidak ada kebocoran, tekanan negative akan membuat
respirator menempel kewajah
(c) Kebocoran menyebabkan hilangnya tekanan negative di dalam
respirator akibat udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
e) Kewaspadaan
Beberapa masker mengandung komponen lateks dan tidak bias
digunakan oleh individu yang alergi terhadap lateks. Petugas harus
diberi cukup waktu untuk menggunakan dan melepaskan masker
dengan baik sebelum bertemu dengan pasien
c. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata melindungi petugas dari percikandarah atau
cairan tubuh lain dengan cara melindungi mata. Pelindung mata mencakup
kacamata (goggles) plasticbening, kacamata pengaman, pelindung wajah
dan visor. Kacamata koreksi atau kacamata dengan lensa polos juga dapat
digunakan, tetapi hanya jika ditambahkan pelindung pada bagian sisi
mata. Petugas kesehatan harus menggunakan masker dan pelindung mata
atau pelindung wajah, jika melakukan tugas yang memungkinkan adanya
percikan cairan secara tidak sengaja kearah wajah. Bila tidak tersedia
pelindung wajah, petugas kesehatan dapat menggunakan kacamata
pelindung atau kacamata biasa serta masker.
d. Topi
Digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke dalam luka selama pembedahan. Topi
70
harus cukup besar untuk menutup semua rambut. Meskipun topi dapat
memberikan sejumlah perlindungan pada pasien, tetapi tujuan utamanya
adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh yang
terpercik atau menyemprot.
e. Gaun Pelindung
Digunakan untuk menutupi atau mengganti pakaian biasa atau seragam
lain, pada saat merawat pasien yang diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui droplet/airborne. Pemakaian gaun pelindung
terutama adalah untuk melindungi baju dan kulit petugas kesehatan dari
sekresi respirasi. Ketika merawat pasien yang diketahui atau dicurigai
menderita penyakit menular tersebut, petugas kesehatan harus
mengenakan gaun pelindungsetiap memasuki ruangan untuk merawat
pasien karena ada kemungkinan terpercik atau tersemprot darah, cairan
tubuh, sekresi atau ekskresi. Pangkal sarung tangan harus menutupi ujung
lengan gaun sepenuhnya.Lepaskan gaun sebelum meninggalkan area
pasien. Setelah gaun dilepas, pastikan bahwa pakaian dan kulit tidak
kontak dengan bagian yang potensial tercemar, lalu cuci tangan segera
untuk mencegah berpindahnya kuman. Kontaminasi pada pakaian yang
dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20-100x dengan memakai gaun
pelindung. Perawat yang memakai apron plastic saat merawat pasien
bedah abdomen dapat menurunkan transmisi Stafilokokus aureus 30x
dibandingkan perawat yang memakai baju seragam dan ganti tiap hari.
f. Apron
Apron yang terbuat dari karet atau plastik, merupakan penghalang
tahan air untuk sepanjang bagian depan tubuh petugas kesehatan
(Gambar5). Petugas kesehatan harus mengenakan apron di bawah gaun
penutup ketika melakukan perawatan langsung pada pasien,
71
membersihkan pasien, atau melakukan prosedur dimana ada risiko
tumpahan darah, cairan tubuh atau sekresi. Hal ini penting jika gaun
pelindung tidak tahan air. Apron akan mencegah cairan tubuh pasien
mengenai baju dan kulit petugas kesehatan.
g. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cedera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja keatas kaki. Oleh
karena itu, sandal jepit atau sepatu yang terbuat dari bahan lunak (kain)
tidak boleh dikenakan. Sepatu boot karet atau sepatu kulit tertutup
memberikan lebih banyak perlindungan, tetapi harus dijaga tetap bersih
dan bebas kontaminasi darah atau tumpahancairan tubuh
lain.Penutupsepatu tidak diperlukan jika sepatu bersih. Sepatu yang tahan
terhadap benda tajam atau kedap air harus tersedia dikamar bedah. Sebuah
penelitian menyatakan bahwa penutup sepatu dari kain atau kertas dapat
meningkatkan kontaminasi karena memungkinkan darah merembes
melalui sepatu dan seringkali digunakan sampai diluar ruang operasi.
Kemudian dilepas tanpa sarung tangan sehingga terjadi pencemaran
(summer setal 1992)
72
3. Faktor-Faktor Penting Pada Pemakaian APD
a. Kenakan APD sebelum kontak dengan pasien,umumnya sebelum
memasuki ruangan
b. Gunakan dengan hati-hati, jangan menyebarkan kontaminasi.
c. Lepasdan buang secara hati-hati ketempat limbah infeksius yang telah
disediakan di ruangganti khusus.Lepas masker diluar ruangan
d. Segera lakukan pembersihan tangan dengan langkah-langkah
membersihan kantangan sesuai pedoman
4. Cara Memakai dan Melepas APD
a. Langkah-langkah mengenakan APD di Ruang Rawat Isolasi Kontak &
Airborne adalah sebagai berikut :
1) Kenakan baju kerja sebagai lapisan pertama pakaian pelindung.
2) Kenakan pelindung kaki
3) Kenakan sepasang sarung tangan pertama
4) Kenakan gaun luar
5) Kenakan celemek plastik
6) Kenakan sepasang sarung tangan kedua
7) Kenakan masker
8) Kenakan penutup kepala
9) Kenakan pelindung mata
b. Langkah-langkah melepaskan APD di Ruang Rawat Isolasi Kontak dan
Airborne adalah sebaga iberikut :
1) Disinfeksi sepasang sarung tangan bagian luar
2) Disinfeksi celemek dan pelindung kaki
3) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian luar
4) Lepaskan celemek
5) Lepaskan gaun bagian luar
6) Disinfeksi tangan yang mengenakan sarung tangan
7) Lepaskan pelindung mata
8) Lepaskan penutup kepala
9) Lepaskan masker
10) Lepaskan pelindung kaki
11) Lepaskan sepasang sarung tangan bagian dalam
12) Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir bersih
73
5. Prinsip-Prinsip PPI Yang Diperhatikan Pada Pemakaian APD
a. Gaun Pelindung
1) Tutupi badan sepenuhnya dari leher hingga lutut, lengan hingga bagian
pergelangan tangan dan selubungkan ke belakang punggung
2) Ikat dibagian belakang leher dan pinggang
74
2) Ingatlah bahwa bagian luar kacamata atau pelindung wajah telah
terkontaminasi
3) Untuk melepasnya, pegang kareta tau gagang kacamata.
4) Letakkan diwadah yang telah disediakan untuk diproses ulang atau
dalam tempat limbah infeksius
75
Gambar 16: Cara Melepas Sarung Tangan
e. Gaun Pelindung
1) Ingatah bahwa bagian depan gaun dan lengan gaun pelindung telah
terkontaminasi
2) Lepas tali
3) Tarik dari leher dan bahu dengan memegang bagian dalam gaun
pelindung saja
4) Balik gaun pelindung
5) Lipat atau gulung menjadi gulungan dan letakkan di wadah yang telah
disediakan untuk diproses ulang atau buang ditempat limbah infeksius
f. Masker
1) Ingatlah bahwa bagian depan masker telah terkontaminasi–
JANGAN SENTUH!
2) Lepaskan tali bagian bawah dan kemudian tali atau karet bagian
atas
3) Buang ketempat limbah infeksius
g. Monitoring
Monitoring penggunaan Alat Pelindung Diri dilakukan dengan
observasi saat melakukan suatu prosedur oleh IPCLN atau IPCN.
76
Dilakukan Audit kepatuhan kelengkapan penggunaan alat pelindung
diri dalam suatu prosedur setiap 3 bulan.
78
c. Limbah Gas
Adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan
pembakaran di rumah sakit seperti incinerator, dapur, perlengkapan
generator, anestesi, dan pembuatan obat citotoksik.
2. Penanganan Limbah
a. Minimisasi Limbah
Minimisasi limbah adalah suatu langkah meminimalkan produksi limbah
dengan cara mereduksi dari sumber penghasil limbah, mengawasi
penggunaan bahan – bahan yang dapat memperbanyak produksi limbah
b. Pemilihan dan Pewadaan Limbah
1) Pemilahan limbah dilakukan mulai dari sumber penghasil
2) Limbah benda tajam dipisahkan sendiri ke dalam wadah tanpa
memperhatikan terkontaminasi atau tidaknya, dan harus menggunakan
wadah yang anti bocor, anti tusuk dan tidak mudah untuk dibuka
3) Limbah dipisahkan berdasarkan karakteristiknya menggunakan
kantung plastik yang kuat, tidak mudah bocor, lentur dan yang berbeda
warna,
a. Kuning : untuk limbah infeksius, patologi dan anatomi
b. Hitam : untuk limbah domestik / Non B3
c. Coklat : untuk limbah farmasi
3. Palebelan Limbah
Pelabelan limbah dilakukan untuk mengetahui sumber limbah berasal dan
waktu pengemasan, sehingga mempermudah petugas dalam mengelola limbah.
Pelabelan limbah berisi jenis limbah, sumber penghasil, waktu pengemasan,
nama operator.
4. Pengumpulan, Pengangkutan, dan Penyimpanan Limbah
a. Limbah harus ditempatkan di tempat sampah yang memenuhi syarat,
yaitu: kuat, ringan, tahan karat, mudah dibersihkan, kedap air, berpenutup,
dan merupakan tempat sampah
b. Tempat sampah yang berada di ruangan dilakukan pencucian minimal 1
minggu sekali dan lebih jika tempat sampah terkontaminasi atau kotor
c. Jarak antar tempat sampah adalah 10 – 20 meter
79
d. Sampah di ruangan pasien dikemas sebelum penuh, yaitu setiap ¾ kantung
plastik, dilakukan ikat kepang, diberi label dan dipindahkan ke TPS
ruangan dengan memegang leher plastik
e. Tidak diperbolehkan membuaka ikatan kantung plastic atau melakukan
pemilahan kembali limbah yang sudah berada di kantung plastik
f. Sampah/limbah padat yang berada di TPS ruangan diangkut ke TPS LB3
rumah sakit sehari sebanyak 3 kali, yaitu pada jam:
Pagi : Jam 06.00 - 07.00 WIB
Siang : Jam 13.00 - 14.00 WIB
Malam : Jam 18.00 - 19.00 WIB
5. Pengumpulan, Pengemasan dan Pengangkutan ke Luar RS
a. Limbah padat dari semua ruangan di rumah sakit dikumpulkan di TPS
rumah sakit
b. Limbah di TPS dikumpulkan di tempat terpisah sesuai dengan karakteristk
dan jenisnya
c. Sistemetika pengumpulan limbah di TPS:
1) Limbah dari TPS ruangan diangkut ke TPS sentral rumah sakit
menggunakan wheel bins
2) wheel bins yang digunakan adalah wheel bins yang tertutup, beroda
dan teripsah antara sampah infeksius dan non infeksius
3) Limbah sampai di TPS rumah sakit dilakukan penimbangan dan
pencatatan oleh cleaning service, kemudian dimasukkan ke dalam
wheel bins yang sudah tersedia di TPS
4) Segera tutup kembali wheel bins setelah limbah dimasukkan
5) Limbah benda tajam dan jerigen tidak dimasukkan ke dalam wheel
bins tetapi diletakkan di TPS benda tajam dan jerigen
6) TPS dibersihkan setiap hari setelah pengumpulan limbah selesai
dilakukan
7) Limbah infeksius diangkut oleh pihak ke 3 setiap 48 jam
8) Limbah domestic diangkut setiap hari sekali
9) Setelah limbah diangkut wheel bins dicuci
10) TPS limbah B3 harus selalu dalam keadaan tertutup
80
6. Pengolahan dan Pemusnahan Limbah
Pengolahan dan pemusnahan limbah RS Restu Ibu Balikpapan dilakukan oleh
pihak ke 3 baik limbah medis, maupun non medis. Untuk limbah domestic
pengolahan akhir dilakukan di TPA setempat.
7. Petugas Kebersihan
a. Semua petugas penanganan limbah harus pernah mendapat sosialisasi
dalam Pencegahan Pengendalian Infeksi
b. Semua petugas yang menangani limbah harus menggunakan Alat
Pelindung Diri (APD)
c. Semua kejadian kecelakaan dalam penanganan limbah harus di catat, di
tindak lanjuti & diketahui atasan yang bersangkutan.
8. Penanganan Limbah Cairan Tubuh, Faeces, Sisa Obat dan Darah
a. Cairan tubuh dan darah : spoelhoek
b. Secreta : spoelhoek
c. Sisa Cairan Infus : spoelhoek
d. Sisa obat cair : spoelhoek
e. Feces dan urine : ke dalam closet lalu gelontor dengan banyak air/air yang
mengalir, hindari cipratan dengan menggunakan jarak yang aman
9. Syarat Penampungan Benda Tajam
a. Tahan bocor dan tahan tusukan.
b. Harus mempunyai pegangan yang dapat dijinjing dengan satu tangan
c. Mempunyai penutup yang tidak bisa dibuka kembali
d. Ditutup dan diganti setelah teris 3/4 bagian
e. Lakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan
10. Strategi Pencegahan Resiko Infeksi / Kecelakaan Kerja
a. Gunakan baki/ bengkok bila memberikan benda tajam
b. Pendidikan & latihan
c. Gunakan APD sesuai jenis tindakan
d. Jangan memanipulasi jarum bekas pakai
e. Tidak menyarungkan kembali jarum yang telah dipakai
f. Segera buang jarum bekas pakai pada kontainer yang telah disediakan.
Jangan pernah memberikan jarum bekas pakai kepada orang untuk
dibuang
81
g. Buang kontainer jarum jika sudah ¾ penuh, segera tutup jangan
membiarkan jarum keluar, buang sampah sesuai pada tempatnya (ke
dalam limbah infeksius)
h. Jaga kebersihan lingkungan
i. Jaga permukaan lantai tetap kering
j. Lepaskan jarum memakai alat yang tepat,atau buang jarum bersama
syringe.
k. Semua petugas pembersih menyadari dan memahami tata cara penanganan
limbah.
11. Monitoring dan Dokumentasi
a. Monitoring
Penanganan limbah rumah sakit perlu diadakan monitoring agar limbah
sebagai hasil aktifitas ruangan tidak mencemari lingkungan. Monitoring
meliputi saat
pemilahan, pengumpulan, pengemasan, pengangkutan dari ruangan
sampai dengan saat pengangkutan ke TPS, serta saat penimbangan dan
pengangkutan oleh pihak ketiga.
b. Dokumentasi
Dokumentasi dan pencatatan dilakukan oleh intalasi kesehatan lingkungan
d. PENGENDALIAN LINGKUNGAN
Lingkungan sarana kesehatan jika tidak dipelihara dengan baik dan benar
dapat menjadi sarana transmisi penyakit, khususnya pada pasien
imunokompromais. Beberapa hal perlu diperhatikan dalam pengendalian
lingkungan rumah sakit seperti ruang bangunan, ventilasi, kebersihan dan lain
lain. Untuk mencegah infeksi akibat lingkungan dapat diminimalkan dengan
pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan yang terkontaminasi oleh darah
dan cairan tubuh pasien, mempertahankan mutu air bersih dan mempertahankan
ventilasi udara.
a. Tujuan Pengendalian Lingkungan
1) Meminimalkan atau mencegah terjadinya transmisi mikroorganisme dari
lingkungan kepada pasien, petugas, pengunjung dan masyarakat di sekitar
sarana kesehatan sehingga infeksi nosokomial dapat di cegah
82
2) Menciptakan lingkungan bersih aman dan nyaman
3) Mencegah terjadinya kecelakaan kerja
b. Ruang Lingkup Pengendalian Lingkungan Meliputi:
1) Struktur bangunan
a) Dinding dan langit-langit
b) Lantai
c) Furniture
d) Fixture & Fitting
e) Gorden
2) Lingkungan
a) Udara
b) Sistem ventilasi
c) Air
d) Permukaan lingkungan
e) Pakaian kotor dan bedding (sprei, selimut, sarung bantal)
f) Binatang
g) Penanganan sampah
Tata Laksana :
1. Struktur Bangunan
2. Dinding dan Langit – Langit
Sebaiknya dinding dibuat rata dan kedap air sehingga mudah dibersihkan
secara periodik dengan jadwal yang tetap 6 – 1 tahun sekali, cat dinding
berwarna terang, mudah dibersihkan dan tidak luntur. Langit langit berwarna
terang mudah dibersihkan, tinggi minimal 2,7 meter dari lantai.
3. Lantai
Sebaiknya halus, kedap air, tidak bergelombang, tidak licin berwarna terang,
sehingga mudah dibersihkan secara rutin 2 kali sehari atau kalau perlu, tidak
bernat sehingga tidak menyimpan debu, pertemuan lantai dan dinding harus
berbentuk lengkung agar mudah dibersihkan.
4. Furniture Mebel
Dibersihkan secara rutin setiap hari, khusus tempat tidur pasien gunakan
disinfektan, tidak menggunakan bahan yang dapat menyimpan debu,
83
sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah dibersihkan dari debu, tumpahan
air, darah dan cairantubuh pasien.
84
3) Monitor sistem ventilasi
a) Pastikan bahwa pemasangan dan pemeliharaan heating, ventilasi,
air conditioning (HVAC) filter, tepat untuk mencegah kebocoran
udara dan debu berlebihan
b) Monitor area yang memerlukan ventilasi khusus seperti ruang
operasi (filtrasi dan perbedaan tekanan)
c) Rencanakan dan implementasikan jadual monitoring HVAC:
perbedaan tekanan, filtrasi
d) Dokumentasikan parameternya, khususnya beda tekanan
e) Kontrol sistem HVAC dan monitor untuk memastikan
pembersihan uap
f) Pastikan bahwa pengambilan udara dan pembuangan gas keluar
ditempatkan dengan tepat pada konstruksi
g) Lokasi exhaust outlets> 25 ft dari air-intake system
h) lokasi outdoor air-intakes> 6 ft diatas tanah atau 3 ft diatas
atap(roof level)
i) lokasi exhaust outlets dari area kontaminasi diatas roof level untuk
meminimalkan recirculation
j) Pelihara pengambilan udara dan periksa filter secara periodik
untuk pengoperasian yang tepat
k) Cegah terjadinya akumulasi debu dengan membersihkan saluran
udara saat kamar tidak di tempati pasien
l) Monitor fungsi sistem, bersihkan saluran ventilasi sebagai bagian
rutin dari pemeliharaan HVAC
m) Jangan matikan sistem HVAC di area pasien, kecuali saat
pemeliharaan, perbaikan, testing
n) Sistem HVAC di perkantoran administrasi boleh dimatikan untuk
hemat energy, tetapi tidak mengganggu area perawatan
o) Bila memungkinkan buat backup untuk sistem ventilasi
p) Tidak ada rekomendasi pemeriksaan rutin mikrobiologi udara
sebelum, selama, setelah pembangunan
85
4) Sistem ventilasi
Mikro organisme yang ada diudara merupakan salah satu sumber
infeksi nosokomial termasuk juga mesin pendingin (AC), contoh :
Micobacterium tuberculosis, aspergillus spp, virus measle dan
varicella. Tipe sistem AC yang dibutuhkan tergantung dari keadaan
pasien yang dirawat dan kualitas udara disekitarnya. Penanganan dan
perawatan AC dilakukan minimal 1x setiap bulan, lakukan kultur swab
di ruangan OK dan ICU bila diperlukan.
1) Ruang Operasi
a. Ruang operasi sebaiknya terpisah dari lalu lalang aliran udara
rumah sakit
b. Ruangan harus didesain sedemikian rupa sehingga kondisi dari
pintu masuk hingga ke ruang operasi dan area steril kualitasnya
semakin steril
c. Aliran udara berasal dari ruangan bersih ke ruangan yang
kurang bersih
d. Masuknya udara melalui diffuser ( alat penyebar ) pada
ruangan melalui exhaust yang berada di dinding
e. Persyaratan ventilasi :
a) Temperatur berkisar antara 20o – 24oC
b) Kelembaban udara antara 50 - 60 %
c) Tekanan udara dijaga agar tetap positif di bagian dalam
d) Alat yang menunjukan tekanan udara dalam ruangan, seluruh
dinding, langit-langit maupun lantai benar-benar tertutup agar
tekanan udara tetap terjaga
e) Ada indikator kelembaban dan termometer yang mudah
terlihat
f) Ada filter sekunder 2 um atau kurang dengan efisiensi 95%.
diletakan di dalam sebuah kisi kisi/ lubang masuk; terminal
hepa filter 0,3 um dengan effisiensi 99,7% untuk hasil sangat
bersih
g) Suplai udara dari langit – langit dan di buang atau
dikembalikan melalui exhaust yang letaknya 30 cm diatas
lantai. Tipe diffuser sebaiknya tipe satu arah
86
h) Minimum udara diganti sebanyak 15 kali perjam untuk sistem
udara bersih 100% dan 25 kali perjam untuk sistem udara
sirkulasi
i) Harus ada jadwal kontrol dan pemeliharaan rutin dan
dikoordinasikan untuk menjamin dijalankanya standar
perlindungan kesehatan
j) Udara segar dari ceiling dan exhaust dekat lantai
k) Tidak menggunakan UV lights untuk mencegah infeksi
l) Senantiasa menutup pintu ruang operasi kecuali untuk arus
keluar masuk petugas, peralatan, dan pasien
m) Batasi personil yang masuk, hanya petugas ruang operasi
Petunjuk prosedur untuk pasien TB yang memerlukan operasi
emergensi
(a) Pakai masker N95
(b) Intubasi pasien di aII room atau di ruang operasi
(c) Gunakan HEPA filter sementara untuk suplai udara bersihselama
intubasi untuk pasien TB yang memerlukan operasi
(d) Posisikan alat sedemikian rupa sehingga udara melewati filter
(e) Matikan portable unit sepanjang operasi
(f) Jika memungkinkan jadualkan operasi pasien TB sebagai kasus
operasi terakhir
2) Ruang Perawatan Intensif (intensive care)
Tidak ada standar khusus untuk sistem ventilasi/AC, penggantian
udara minimum 6 kali dalam satu jam akan menjamin udara bersih
dan partikel. Jika pengaturan ventilasi dengan AC tidak bisa
dilakukan, perhatian harus ditekankan pada prosedur penanganan
pasien yang sesuai dengan prinsip pencegahan infeksi.
3) Ruang Isolasi
Sistem ventilasi dengan tekanan negatif diperlukan untuk pasien yang
terinfeksi virus, tuberculosis, virus measles dan varicellla. Tekanan
negatif diciptakan dengan memasang “Exhaust exceeding supply”
sekitar 15% atau 50 feet udara dari ruangan langsung dialirkan ke
luar.Resirkulasi boleh dilakukan tetapi perlu filter HEPA sebelum
masuk kembali ke ruangan. Paling sedikit 6 – 12 kali dalam satu jam
mengganti udara yang menjamin udara bersih dari partikel
87
4) Pengendalian Air
Yang dimaksud dengan mutu air bersih adalah suatu keadaan air yang
dinyatakan bebas dari bakteri, tidak berbau, berwarna jernih dengan
nilai kandungan mineral tertentu.
Syarat pemeriksaan air
(a) Dilakukan pemeriksaan air setiap 6 bulan sekali
(b) Sampel pemeriksaan air dikirim ke Laboratorium
(c) Pengambilan sampel dikerjakan sesuai SPO
5) Penanganan Air
(a) Lakukan kebersihan tangan dan gunakan sarung tangan
(b) Batasi kontaminasi air atau sumber lingkungan cairan
(c) Bersihkan dan disinfeksi sink dan cuci basin
(d) Evaluasi untuk kemungkinan sumber air terkontaminasi
(e) Hindari penempatan dekorasi air mancur dan kolam ikan di
area perawatan pasien
(f) Pertahankan temperatur air, panas 51° C, dingin 20° C
(g) Pertahankan recirculasi tetap panas air didistribusikan ke unit
perawatan
(h) Anjurkan pasien, keluarga, pengungjung memakai dari air
keran
(i) Untuk di kamar operasi, jangan memegang es langsung dengan
tangan dan cuci tangan sebelum mengambilnya
(j) Gunakan scoop ketika mengambil es
6) Permukaan Lingkungan
(a) Bersihkan & disinfeksi permukaan lingkungan di area
perawatan
(b) Lakukan pembersihan 1 kali sehari atau bila kotor
(c) Pilih disinfektan yang terdaftar, gunakan sesuai petunjuk
pabrik
(d) Ikuti petunjuk pabrik untuk pembersihan dan pemeliharaan
peralatan non kritikal
(e) Jika tidak ada petunjuk pembersihan dari pabrik ikuti prosedur
tertentu
88
(f) Jangan gunakan alkohol untuk disinfeksi permukaan
lingkungan yg luas
(g) Gunakan sarung tangan bersih untuk pembersihan/disinfeksi
lingkungan
(h) Bersihkan permukaan non perawatan seperti perkantoran
administrasi dengan cairan sesuai petunjuk pabrik
(i) Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh
seperti pegangan pintu, bed rails, light switch
(j) Bersihkan dinding, blinds dan jendela, curtain di area
perawatan pasien setiap 6 bulan dan jika ruangan / kamar
kosong
(k) Pemberihan dengan menggunakan lap yang sudah dibasahi
dengan disinfektan, pembersihan lantai dengan menggunakan
lobby duster, sapu ijuk digunakan di area umum
(l) Ikuti prosedur tepat yang efektif menggunakan mops, cloths
dan solution :
(i) Siapkan cairan pembersih setiap hari atau jika diperlukan
dan gunakan cairan yang baru
(ii) Ganti mop setiap hari dengan yang bersih
(iii)Bersihkan mop dan kain pembersih setelah dipakai dan
biarkan kering sebelum dipakai lagi
(iv) Gunakan lap pel sesuai dengan peruntukannya:
Lap pel bergagang merah untuk kamar isolasi
Lap pel bergagang biru untuk area umum
Lap pel bergagang hijau untuk area dapur
Lap pel bergagang kuning untuk area perawatan
(m) Jangan gunakan mats di pintu masuk ruang operasi
(n) Tutup pintu pasien imunokompromais saat vacum, waxing atau
buffing lantai koridoruntuk meminimalkan kontak
(o) Segera bersihkan dan dekontaminasi tumpahan darah atau
material lain yang potensial infeksi
(p) Ikuti prosedur tepat untuk pembersihan dan dekontaminasi
tumpahan darah atau cairan yang terkontaminasi dengan darah
89
(q) Pemeliharaan bunga dan tanaman pot kepada petugas khusus
(r) Tidak mengizinkan bunga segar atau kering atau tanaman pot
di area perawatan pasien imunokompromais
(s) Lakukan pest control strategies di dapur, laundry, CSSD,
Loading dock dan saat kamar perawatan kosong
(t) Pasang screens pada jendela untuk privasi pasien
(u) Pakai APDyang sesuai saat prosedur pembersihan dan
disinfeksi
(v) Berikan perhatian ketat untuk pembersihan dan disinfeksi
permukaan yang sering disentuh di area perawatan seperti bed
rails, carta, charts, bedside commode, pegangan pintu
(i) Pastikan kepatuhan petugas kebersihan untuk pembersihan
dan disinfeksiperalatan menggunakan disinfektan yang
sesuai
(ii) Jika perlu lakukan kultur permukaan lingkungan untuk
klarifikasi dan efikasi kebijakan rumah sakit; prosedur
dilakukan sebelum dan sesudah pembersihan dan disinfeksi
ruangan
(iii)Ajarkan pasien, keluargadan pengunjung tentang
pentingnya kebersihan tangan untuk meminimalkan
penyebaran kuman
(iv) Batasi sampling mikrobiologi untuk maksud jaminan
kualitas saja
j. Pakaian Kotor dan Bedding
1) Tanggung jawab petugas
(a) Petugas harus mencuci pakaiannya yang terkontaminasi darah atau
material infeksius
(b) Pakai dan pelihara peralatan laundry sesuai instruksi pabrik
(c) Tangani pakaian kontaminasi dengan tidak mengibaskan, untuk
menghindari kontak udara, permukaan dan personal
(d) Gunakan kantong plastik kuning untuk linen kotor infeksius dan
kantong hitam untuk linen non infeksius di dalam trolley
(e) Simpan linen agar terhindar dari debu
90
(f) Dalam transportasi harus di bungkus, sehingga tidak kena debu
(g) Jangan lakukan pemeriksaan kultur rutin untuk pakaian bersih
(h) Lakukan pemeriksaan kultur selama outbreak jika ada
(i) Gunakan tekstil steril, surgical drapes dan gown untuk kondisi
yang memerlukan steril
(j) Jaga kasur tetap kering
(k) Bersihkan dan disinfeksi tutup kasur dan bantal menggunakan
disinfektan
2) Binatang
(a) Anjurkan pasien menghindari dari kotoran, air liur, urine binatang
(b) Jangan membiarkan binatang anjing kucing, tikus dan serangga
berkeliaran di sekitar rumah sakit
(c) Bersihkan lingkungan rumah sakit dari kotoran binatang
3) Mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dilakukan dengan :
(a) Melakukan pembersihan dan disinfeksi dengan
pembersih/disinfektan yang tepat
(b) Melakukan Pemeliharaan peralatan medik dengan tepat
(c) Mempertahankan mutu air bersih
(d) Mempertahan ventilasi udara yang baik
4) Mentaati aturan bagi pengunjung :
(a) Kunjungan tamu kepada pasien harus dibatasi jumlahnya, ini untuk
tindakan pencegahan. Kebijakan harus menentukan bahwa tidak
dibenarkan kehadiran lebih dari 2 atau 3 tamu dalam waktu
bersamaan
(b) Pengunjung harus mengenakan pengenal (name tags)
(c) Waktu berkunjung sebaiknya dibatasi sesuai dengan ketentuan
tentang jam berkunjung yang diatur rumah sakit, yaitu 10.00 –
12.00 WIB dan 16.00 – 18.00 WIB sehingga tidak mengganggu
pelayanan perawatan dan gawat darurat pasien
(d) Untuk pasien tertentu dan unit tertentu, jam kunjungan dapat diatur
sesuai keadaan dan kondisi pasien
(e) Pasien dalam proses kematian, keluarga mendampingi disamping
tempat tidur pasien
91
(f) Pasien dalam keadaan gawat
(g) Pasien anak, orang tua diizinkan satu orang untuk menunggu
disamping tempat tidur
(h) Pengujung lain ( seperti peserta pendidikan )harus mendapat izin
dari pihak RS dan penanggung jawab keperawatan
(i) Anak-anak di bawah umur 12 tahun sebaiknya tidak diizinkan
berkunjung ke tempat atau unit perawatan
Perhatian
1) Tidak diperkenankan melakukan kegiatan yang mengganggu kerja
petugas rumah sakit
2) Tidak diperkenankan merokok disekitar area rumah sakit
3) Tidak diperkenankan berkerumun atau duduk/tidur di tempat tidur
pasien
4) Tidak diperkenankan membawa makanan dari luar kecuali sudah
diizinkan oleh dokter/perawat sepengetahuan petugas gizi
5) Tidak diperkenankan membawa peralatan makan, alat keperluan
tidur (tiker, selimut, bantal) kedalam rumah sakit; diperkenankan
makan di tempat yang telah ditentukan
6) Sedapat mungkin toilet pasien tidak dibenarkan untuk dipakai oleh
pengunjung
7) Membuang sampah di tempat yang telah ditetapkan
8) Penunggu tidak di perkenankan gelaran di lantai
9) Tidak boleh melakukan penjemuran diruang rawat
Monitoring
Dalam pelaksanaan penanganan lingkungan area rumah sakit perlu
adanya kerjasama antara rumah tangga, penanggung jawab unit
masing masing, K3RS dan komite PPI.
Pengawasan sehari-hari dilakukan oleh penanggung jawab unit dengan
bukti checklist yang ditandatangani oleh penanggung jawab atau
Kepala Ruangan/ Tim unit tersebut
92
e. PENEMPATAN PASIEN DI KAMAR ISOLASI
Pasien dengan infeksi penularan melalui udara harus dirawat di ruangan
khusus atau secara kohort pada ruang isolasi penularan melalui udara (air borne
transmission) karena pasien tersebut merupakan sumber penyakit yang dapat
menyebarkan mikroba ke lingkungan sekitar dan bertahan lama di udara.
Sementara pasien yang mempunyai penyakit yang menyebabkan imunitas
rendah atau keadaan imunitas rendah ditempatkan di ruang isolasi bertekanan
positif karena pasien tersebut sangat berisiko tertular infeksi dari pasien lain,
petugas, pengunjung maupun lingkungan dengan berbagai cara transmisi.
Skrining dilakukan mulai pasien datang di rawat jalan, IGD dan rawat inap. Jika
ada pasien dengan gejala batuk lebih dari 2 minggu disertai dengan batuk darah
langsung di beri masker bedah.
Tata Laksana :
1. Standar Ruang Isolasi
a. Standar ruang isolasi penularan melalui udara
1) Desain ruang isolasi penularan melalui udara dilengkapi dengan ruang
antara (anteroom)
2) Bertekanan negatif dilengkapi dengan HEPA filter
3) Suhu dan kelembaban udara dimonitor dengan menggunakan
hygrometer thermometer dan didokumentasikan
4) Pintu ruang isolasi harus kedap terhadap pertukaran udara dan pintu
kearah dalam, pintu harus selalu tertutup dan dipasang door closer
5) Harus dilakukan evaluasi tekanan udara secara berkala atau permanen
dengan test sederhana (menggunakan tissue/ magnahelic)
6) Ruang perawatan isolasi pasien ada di IGD, ICU,HD, Cempaka dan
VK.
b. Standar ruang isolasi pasien imunocompromais
1) Desain ruang isolasi pasien imunosupresi harus dilengkapi dengan ruang
antara (anteroom)
2) Bertekanan positif dengan menggunakan air conditioner sehingga udara
dalam kamar lebih dingin dibanding dengan udara luar kamar
3) Tekanan udara di monitor dengan menggunakan magnehellic, suhu dan
kelembaban udara dimonitor dengan menggunakan hygrometer
thermometer dan didokumentasikan
93
4) Pintu ruang isolasi harus kedap terhadap pertukaran udara dan pintu
kearah luar, pintu harus selalu tertutup
5) Harus dilakukan evaluasi tekanan udara secara berkala dengan test
sederhana (menggunakan tissue)
94
3. Cegah Kontaminasi Silang
a. Lakukan kebersihan tangan sesuai five moment dengan 6 langkah
kebersihan tangan dan segera setelah melepas alat pelindung diri.
b. Tanda peringatan kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi harus
terpasang di pintu masuk ruang isolasi.
c. Penggunaan alat pelindung diri (APD)
1) APD untuk mencegah penularan melalui transmisi udara yaitu:
a) Petugas menggunakan masker respiratori atau masker N95
b) Pengunjung menggunakan masker bedah
c) Jika pasien keluar kamar isolasi menggunakan masker bedah.
2) APD yang lain digunakan sesuai risiko pajanan
3) Perlengkapan APD diletakan di ruang antara (anteroom)
4) APD digunakan dalam konteks strategi dan rekomendasi pencegahan
dan pengendalian infeksi berdasarkan kewaspadaan standar, transmisi
kontak, droplet dan airborne
5) Hindari penggunaan berulang APD sekali pakai
6) Pemilihan APD harus sesuai dengan risiko pajanan, perkiraan risiko
pajanan, area terkontaminasi sebelum melakukan perawatan
7) Pemakaian APD sebelum kontak dengan pasien, yaitu sebelum
memasuki ruangan.
8) Gunakan APD dengan hati hati, hindari terkontaminasi atau
mengkontaminasi
9) Lepaskan atau ganti bila perlu segala kelengkapan APD yang sudah
rusak atau sobek
10) Lepaskan semua APD sesegera mungkin setelah selesai melakukan
prosedur atau member pelayanan dan hindari kontaminasi lingkungan
luar isolasi, pasien lain atau pekerja.
11) Buang semua kelengkapan APD dengan hati hati dan segera lakukan
kebersihan tangan.
d. Pemprosesan peralatan pasien dan penataan linen
1) Bila peralatan digunakan kembali ikuti prosedur umum disinfeksi dan
sterilisasi sesuai dengan jenis penggunaannya (kritikal, semi-kritikal
dan non kritikal).
95
2) Peralatan makan dan minum dicuci dengan menggunakan airpanas dan
detergent.
3) Peralatan sekali pakai harus dibuang sebagai limbah.
4) Semua linen dari ruang isolasi yang tidak terpapar dengan darah dan
cairan tubuh dikelola sebagai linen non infeksius dan semua linen yang
terpapar darah dan cairan tubuh dikelola sebagai linen infeksius.
5) Tidak memilah linen diruang perawatan memanipulasi minimal, tidak
mengibas-ibas untuk menghindari kontaminasi udara dan orang.
6) Semua petugas yang menangani peralatan yang sudah dipakai dan
linen kotor harus menerapkan kewaspadaan standar dan harus
menerapkan kewaspadaan standar dan membersihkan tangan setelah
melepas APD.
e. Pembersihan lingkungan kamar isolasi selama pasien ditempatkan dan
sesudah pasien pindah atau pulang
1) Pembersihan noda (sekresi, eksresi pasien, kotoran, noda dll) harus
dilakukan sebelum dilakukan disinfeksi menggunakan detergen & air
2) Setelah dilakukan pembersihan dengan detergen dan air, dilap dengan
larutan hipoklorit 0.05% - 0.5%, NaDCC
3) Permukaan horizontal terutama tempat tidur dan barang yang sering
disentuh oleh pasien harus dibersihkan setiap hari dan setelah pasien
pindah atau pulang
4) Pembersihan harus dilakukan dengan metode pembersihan lembab,
jangan menggunakan pembersihan kering
5) Alat yang digunakan untuk pembersihan dan disinfeksi harus
dibersihkan dan dikeringkan setelah digunakan
6) Singkirkan semua persediaan dan peralatan yang tidak perlu dari
lokasi disekitar pasien
7) Petugas yang membersihkan kamar isolasi harus menggunakan sarung
tangan danmasker N95
96
4. Edukasi Bagi Pengunjung dan Pasien Ruang Isolasi
a. Pengunjung harus menggunakan APD sesuai standar di fasilitas pelayanan
kesehatan, diberi petunjuk mengenai pemakainnya dan dianjurkan untuk
melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah masuk ruangan.
b. Pemberian informasi tentang kewaspadaan standar kebersihan tangan,
etika batuk dan strategi pencegahan infeksi rutin lainnya, disediakan di
tempat pasien masuk rumah sakit dalam bentuk leaflet & cetakan lainnya.
c. Penyuluhan pencegahan infeksi di rumah sakit terhadap pengunjung
secara rutin dan terjadwal
6. Penempatan Pasien
a. Airborne Transmission (Penularan / tranmisi penyakit melalui udara)
1) Ruangan dengan tekanan negatif termonitor
2) Minimal pergantian udara 6 - 12 kali perjam
3) Udara langsung dibuang keluar (exhaust) atau dengan menggunakan
bantuan kipas angin diatas pintu masuk kearah jendela/ exoust
4) Jagalah pintu tetap tertutup dan pasien tetap dalam rungan
5) Bila pasien akan dimobilisasi keluar kamar, pasien harus dipasang
masker bedah
6) Gunakan masker N95 saat masuk keruang pasien yang menderita
tuberculosis dan belum mendapat terapi
b. Droplet Transmission (Penularan / tranmisi melalui percikan)
1) Tempatkan pasien diruang tersendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi aktif organism yang sama,tetapi tidak ada infeksi lain
(kohorting).
97
2) Bila ruang untuk kohort tidak ada, tempatkanlah dalam satu ruangan,
jarak antar tempat tidur harus lebih dari 2 meter dengan memakai
pemisah/ sekat.
c. Contact Transmission (Penularan melalui kontak)
1) Tampatkan pada kamar sendiri atau bersama pasien lain dengan
infeksi aktif organosme yang sama tetapi tanpa ada infeksi lain
2) Bila tidak memungkinkan, tempatkan dalam satu ruangan secara
Kohort
3) Gunakan alat pelindung diri saeung tangan dan gaun, lepas alat
pelindung diri sebelum meninggalkan ruangan
4) Batasi pasien hanya jika diperlukan saja
5) Usahakan agar peralatan dan permukaan lingkungan sekitar pasien
dibersihkan setiap hari
6) Bila mungkin gunakan peralatan pasien non kritis
(stetoskop,tensimeter, thermometer) masing masing satu atau
sekelompok pasien kohort.
98
g. Jika pasien dipindahkan menggunakan ambulans maka sesudahnya harus
segera dibersihkan dengan menggunakan disinfektan.
h. Jika akan dilakukan tindakan, usahakan agar dijadualkan merawat pasien
yang mengalami infeksi menular.
i. Pemantauan kesehatan petugas khususnya yang memberikan pelayanan
kepada pasien menular yang mengkhawatirkan,dan segera melapor diri
bila memperlihatkan gejala
j. Berikan akses segera untuk mendapatkan diagnosis, konsultasi dan
perawatan.
9. Penanganan Spesimen
a. Petugas kesehatan pengambil spesimen pasien harus memakai APD sesuai
dengan kewaspadaan standar
b. Spesimen yang dibawa harus dimasukan kedalam kotak streofom yang
tersedia atau dimasukan kedalam dompet pelindung dan dikirim melalui
PTS
Monitoring
Dilakukan pemantauan terhadap kepatuhan dan kelengkapan fasilitas hand
hygiene, pemantauan tekanan, suhu dan kelembaban udara, kepatuhan
penggunaan APD, kesediaan APD yang sesuai, edukasi etika batuk, pembuangan
sputum. Pemantauan ini dilakukan oleh Komite PPI setiap ada pasien dengan
kriteria perawatan di kamar isolasi terakhir.
99
f. PENATALAKSANAAN LINEN DAN LAUNDRY
Salah satu usaha pencegahan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit
adalah penyehatan laundry dan linen. Penyehatan laundry dan linen juga
menambah kenyamanan bagi pasien untuk tinggal di rumah sakit, sebab pasien
hampir selama 24 jam berada di tempat tidurnya. Selain itu juga dengan
tersedianya linen yang baik dalam arti bebas kuman patogen, bersih dan rapi akan
menambah citra suatu rumah sakit. Untuk menjaga kualitas linen yang baik
sangat tergantung pada pengelolanya. Juga sangat dipengaruhi oleh sarana dan
prasarana yang ada pada suatu rumah sakit. Oleh karena itu penyehatan laundry
dan linen perlu ditangani secara profesional oleh pengelolanya.
Tata Laksana :
1. Penanganan Linen Kotor
a. Di Ruang Perawatan
Penanganan linen kotor sudah harus dilakukan sejak dari ruang perawatan
1) Pemisahan linen kotor
a) Pakai alat pelingung diri: sarung tangan sesuai indikasi, masker
kalau perlu.
b) Segera setelah dilepas dari tempat tidur, pisahkan linen kotor
infeksius, linen kotor ternoda atau kontaminasi dan linen kotor
tidak terinfeksi / ternoda.
c) Segera masukkan dalam kontainer : linen kotor infeksius ke dalam
kantong kuning dan diberi tanda infeksius, linen kotor
ternoda/tercemar kedalam kontainer dekontaminasi yang telah
dibersihkan terlebih dahulu, linen kotor tidak ternoda/kontaminasi
dalam kontainer linen kotor atau masukkan ke dalam keranjang
linen kotor.
d) Setelah tiga perempat penuh ikat/tutup kirim ke laundry dengan
menggunakan trolley linen kotor tertutup
2) Penempatan linen kotor
a) Penempatan linen kotor harus dibedakan antara linen kotor
terinfeksi dan yang tidak terinfeksi.
100
b) Linen kotor harus dimasukkan kedalam kantong yang kedap air
untuk mencegah kebocoran, kontaminasi lingkungan dan petugas
yang membawanya.
c) Linen terinfeksi dimasukkan kedalam kantong plastik kuning
untuk mencegah kontaminasi lingkungan dan petugas yang
membawanya , kemudian diikat dan linen yang tidak terinfeksi
diletakkan dalam trolley yang ditutup
3) Pengangkutan linen kotor
a) Pengangkutan linen kotor dilakukan dengan kereta dorong yang
tertutup
b) Kereta dorong yang digunakan harus dibedakan dengan
pengangkutan linen bersih dan kotor untuk mencegah kontaminasi
c) Jangan menyeret linen di lantai
d) Jangan melindas linen dengan trolley
4) Klasifikasi linen kotor
a) Linen Kotor ternoda / Infeksius
Linen yang terkontaminasi dengan pasien darah atau cairan tubuh
pasien.
b) Linen kotor non infeksius
Linen kotor yang sudah dipakai, berasal dari ruang perawatan,
administrasi, ruang tunggu, ruang pemeriksaan, ruang perawatan
yang tidak berpenyakit menular
5) Penanganan linen kotor ternoda
c) Bersihkan linen kotor bernoda / terkontaminasi dengan
menggunakan air mengalir diruang cuci ( Spoelhok )
d) Angkat linen, masukkan dalam kantong plastik kuning dan ikat
rapat jangan sampai ada kebocoran.
6) Penanganan linen infeksius
a) Pakai sarung tangan bersih
b) Segera setelah dilepas dari tempat tidur, masukkan dalam kantong
kuning beri tanda infeksius
c) Pisahkan dari linen kotor
101
d) Kirim ke laundry dalam keadaan tertutup dengan menggunakan
trolley kain kotor
7) Pengiriman linen kotor ke laundry
a) Petugas laundry mengambil ke ruangan
b) Pintu masuk linen kotor di laundry harus di bedakan antara linen
kotor dan bersih
c) Laundry melakukan pencatatan jumlah linen, harus memaraf pada
buku expedisi.
b. Di Loundry
1) Penilaian linen kotor
a) Tingkat kotoran ( berat atau ringan )
b) Jenis linen ( tebal, tipis , berwarna atau tidak berwarna , wool atau
katun )
c) Infeksius atau non infeksius
2) Pengumpulan/pemisahan linen kotor
a) Pengumpulan / pemisahan linen kotor harus menggunakan alat
pelindung diri (sarung tangan, masker dan gaun ).
b) Pisahkan jenis linen kotor antara linen terkontaminasi dan yang
tidak terkontaminasi.
c) Linen kotor dipegang dengan menggunakan sarung tangan dan
digerak-gerakkan sesedikit mungkin untuk mencegah kontaminasi
udara dan petugas.
d) Bila linen kena darah atau cairan tubuh,maka linen tanpa dilakukan
perendaman langsung dimasukan mesin cuci infeksius.
e) Tuliskan juga jenis linen dan jumlahnya.
3) Proses pencucian
a) Dekontaminasi
b) Lakukan penimbangan linen
c) Masukkan linen kotor ke dalam mesin cuci
d) Gunakan detergent berdasarkan tingkat cucian :
infeksius,berat,sedang, ringan , khusus dan linen berwarna
e) Waktu pencucian (tergantung mesin cuci )
102
4) Proses pengeringan
a) Periksa linen yang perlu di cuci ulang sebelum pengeringan
b) Keluarkan linen, pres sebelum pengeringan
c) Jangan meletakkan linen panas di trolley
5) Proses penyeterikaan
Pada proses penyeterikaan dikelompokkan linen yang lembaran dan
bukan lembaran. Penyeterikaan dilakukan dengan menggunakan Roll
Press dan Rotary Press.
Roll Press digunakan untuk jenis lenen lembaran, sedangkan Rotary
Press untuk linen yang bukan lembaran seperti piyama, baju pasien,
gordyn. Pada proses penyeterikaan petugas harus dalam keadaan
bersih.
6) Proses pelipatan
Pada proses pelipatan, dilakukan pensortiran terhadap linen yang
rusak. Tempat pelipatan harus bersih dan jauh dari daerah kotor agar
linen tidak terkontaminasi. Pelipatan dilakukan sesuai yang sudah
ditentukan.
7) Proses penyimpanan
Pada proses penyimpanan linen yang sudah rapi disimpan ke dalam
rak-rak sesuai dengan jenis linen. Sebaiknya pengelolaan linen
dilakukan secara sentralisasi. Tapi bila pengelolaan belum sentralisasi
maka linen disimpan ke dalam rak-rak sesuai dengan ruangan dan
sertakan kartu tanda terima jenis linen. Dilarang memasuki ruang
gudang penyimpanan linen bersih, kecuali oleh petugas laundry.
8) Pendistribusian
Dalam pendistribusiannya tergantung pada sistem pengelolaannya.
Apabila pengelolaan linen sistem sentralisasi, maka pendistribusiannya
di sesuaikan dengan permintaan/ kebutuhan ruangan berdasarkan bon
permintaan. Akan tetapi bila pengelolaan linen belum sistem
sentralisasi, maka pendistribusiannya, maka pendistribusiannya
berdasarkan kartu pengiriman.
103
9) Pencegahan kontaminasi pada saat penanganan linen kotor
a) Menyediakan fasilitas alat pelindung diri (sarung tangan rumah
tangga, masker, gaun pelindung dan alas kaki) untuk mencegah
kontaminasi pada petugas.
b) Gunakan kantong yang berbeda untuk linen terinfeksi dan yang tidak
terinfeksi
c) Jangan menyeret linen dilantai
d) Jangan meletakan linen diarea yang lembab
104
a. Tata cara pelaksanaannya sebagai berikut :
1) Lokasi tempat pencucian umum atau laundry hendaknya pada lokasi
yang mudah dijangkau oleh unit yang memerlukan. Penempatan
laundry jauh dari ruangan pasien dan tidak berada di jalan lintas.
2) Lantai harus terbuat dari beton atau plester yang kuat, rata, dan tidak
licin dengan kemiringan memadai (2-3 %).
3) Harus disediakan saluran pembuangan air kotor sistem tertutupdengan
ukuran, bahan dan kemiringan yang memadai (2-3 %).
4) Disediakan kran air bersih dengan kualitas dan tekanan yang memadai.
5) Untuk laundry perlu disediakan jugaair panas ( steam) untuk keperluan
disinfeksi.
6) Peralatan cuci dipasang permanan dan dibuat saluran pembuangan air
kotor.
7) Apabila memungkinkan laundry dilengkapi dengan perlengkapan
disinfeksi lainnya.
8) Perlu disediakan ruang sarana/ pengeringan untuk alat-alat yang telah
dicuci.
9) Tempat cucian harus selalu dijaga kebersihannya.
10) Bangunan laundry perlu disediakan ventilasi dan pencahayaan
minimal 200 lux
b. Pada laundry harus disediakan ruang-ruang yang terpisah sesuai
dengan kegunaannya:
1) Ruang linen kotor
2) Ruang linen bersih
3) Gudang kereta linen
4) Kamar mandi / WC tersendiri untuk petugas pencucian umum
5) Ruang cuci hendaknya dilengkapi dengan alat cuci yang mampu
bekerja satu hari habis .
6) Ruang-ruang diatur penempatannya sehingga perjalanan linen kotor
sampai menjadi linen bersih terhindar dari kontaminasi ulang.
7) Hendaknya disediakan mesin cuci yang dapat mencuci jenis-jenis linen
berbeda yang dipergunakan di rumah sakit. Dibedakan mesin pencuci
infeksius dengan non infeksius.
105
8) Harus disediakan tempat cuci tangan dengan air yang mengalir bagi
petugas untuk mencegah dekontaminasi linen bersih.
9) Dalam melakukan proses pencucian harus dihindari tumpahan air.
c. Standarisasi laundry
1) Bangunan laundry harus terpisah dari bagian pengolaan makanan
2) Loket penerimaan linen kotor dengan loket pendistribusian linen
bersih harus dibedakan.
3) Mesin pencuci linen infeksi dengan non infeksi harus di bedakan
4) Ruang pengolaan linen bersih dan kotor harus dibedakan
5) Tekanan udara pada ruang penatalaksanaan linen kotor harus negatif
untuk mencegah sirkulasi udara menuju ruang linen bersih
6) Pencahayaan harus cukup, sirkulasi udara harus baik
7) Sanitasi lingkungan yang baik / bersih
8) Petugas pengolaan linen kotor di ruangan pelayanan dan di ruangan
laundry harus menggunakan alat pelindung diri seperti tutup kepala,
masker, kaca mata, sarung tangan rumah tangga, sepatu boat, apron
9) Linen kotor tidak boleh di kibas-kibaskan atau diletakkan di lantai
10) Dilarang memasuki gudang penyimpanan linen bersih kecuali oleh
petugas laundry
11) Kain kotor diantar setiap hari ke laundry
12) Kereta dorong harus di pisaahkan antara linen kotor infeksius dengan
non infeksius.
106
g. PERLINDUNGAN PETUGAS KESEHATAN
Saat menjadi karyawan baru seorang petugas kesehatan harus diperiksa
riwayat pernah infeksi apa saja, status imunisasinya. Imunisasi yang dianjurkan
untuk petugas kesehatan adalah hepatitis B, dan bila memungkinkan A,
influenza, campak, tetanus, difteri, rubella. Mantoux test untuk melihat adakah
infeksi TB sebelumnya, sebagai data awal. Pada kasus khusus, dapat diberikan
varicella. Alur paska pajanan harus dibuat dan pastikan dipatuhi untuk HIV,
HBV, HCV, Neisseria meningitidis, MTB, Hepatitis A, Difteri, Varicella zoster,
Bordetella pertusis, Rabies.
Tata Laksana :
1. Pajanan terhadap virus H5N1
Bila terjadi pajanan H5N1 diberikan oseltamivir 2x75mg selama 5 hari.
Monitor kesehatan petugas yang terpajan sesuai dengan formulir yang
tersedia.
2. Pajanan terhadap virus HIV
Risiko terpajan 0,2 – 0,4% per injuri
Upaya menurunkan risiko terpajan patogen melalui darah dapat melalui:
a. Rutin menjalankan Kewaspadaan Standar, memakai APD yang sesuai
b. Menggunakan alat dengan aman, membuang limbah pada wadah yang
tepat
c. Edukasi petugas tentang praktek aman menggunakan jarum, benda tajam.
d. Faktor yang dapat meningkatkan terjadinya infeksi paska pajanan:
1) Tusukan yang dalam
2) Tampak darah pada alat penimbul pajanan
3) Tusukan masuk ke pembuluh darah
4) Sumber pajanan mengandung virus kadar tinggi
Tindakan pencegahan harus terinformasi kepada seluruh petugas.
Peraturannya harus termasuk memeriksa sumber pajanan, penatalaksanaan
jarum dan alat tajam yang benar, alat pelindung diri, penatalaksanaan luka
tusuk, sterilisasi dan disinfeksi.
Alur penatalaksanaan pajanan di rumah sakit harus termasuk pemeriksaan
laboratorium yang harus dikerjakan, profilaksis paska pajanan harus telah
diberikan dalam waktu 4 jam paska pajanan, dianjurkan pemberian
107
antiretroviral (ARV) kombinasi AZT (zidovudine), 3TC (lamivudine) dan
Indinavir atau sesuai pedoman lokal.
Paska pajanan harus segera dilakukan pemeriksaan HIV serologi dan
dicatat sampai jadwal pemeriksaan monitoring lanjutannya kemungkinan
serokonversi. Petugas terinformasi tentang sindroma ARV akut,
mononukleosis akut pada 70-90% infeksi HIV akut, melaporkan semua
gejala sakit yang dialami dalam 3 bulan.
Kemungkinan risiko pajanan dapat terjadi kapan saja tetapi konseling,
pemeriksaan laboratorium dan pemberian ARV harus difasilitasi dalam 24
jam. Penelusuran paska pajanan harus standar sampai waktu 1 tahun.
Diulang tiap tiga bulan sampai sembilan bulan ataupun 1 tahun.
3. Pajanan terhadap virus Hepatitis B
Probabilitas infeksi Hepatitis B paska pajanan antara 1,9 – 40% per pajanan.
Segera paska pajanan harus dilakukan pemeriksaan. Petugas dapat terjadi
infeksi bila sumber pajanan positif HBsAg atau HbeAg.
Profilaksis Paska Pajanan :
a. Tidak perlu divaksinasi bila petugas telah mengandung Anti HBs lebih
dari 10mIU/ml.
b. HB imunoglobulin IM segera, dianjurkan dalam waktu 48 jam dan >1
minggu PP, dan 1 seri vaksinasi Hepatitis B dan dimonitor dengan tes
serologik.
c. Hepatitis B timbul pada individu dengan Hepatitis B, ditransmisikan
dengan cara yang sama demikian dengan cara memonitornya.
4. Pajanan terhadap virus Hepatitis C
Transmisi sama dengan Hepatitis B. Belum ada terapi profilaksis paska
pajanan yang dapat diberikan, tetapi perlu dilakukan monitoring pemeriksaan
adakah serokonversi dan didokumentasikan. Sumber pajanan juga harus
diperiksa.
Segala pajanan patogen yang terjadi saat okupasi harus dilakukan konseling,
pemeriksaan klinis dan harus dimonitor dengan pemeriksaan serologis.
5. Infeksi Neisseria Meningkitis
N meningitidis dapat ditransmisikan lewat sekresi respiratorik, jarang terjadi
saat okupasi. Perlu terapi profilaksis bila telah terjadi kontak erat petugas
108
dengan pasien misal saat resusitasi mulut ke mulut, diberikan Rifampisin 2 X
600 mg selama 2 hari atau dosis tunggal Cyprofloxasin 500 mg atau Cefriaxon
250 mg IM.
6. Mycobacterium Tuberculosis
Transmisi kepada petugas lewat airborne droplet nuclei biasanya dari pasien
TB paru. Sekarang perlu perhatian hubungan antara TB, Infeksi HIV dan
MDR TB. Petugas yang paska terekspos perlu di tes Mantoux bila indurasinya
> 10 mm perlu diberikan profilaksis INH sesuai rekomendasi lokal.
7. Infeksi lain (Varicella, Hepatitis A, Hepatitis E, Influensa, Pertusis,
Difteria dan Rabies)
Transmisinya tidak biasa, tetapi harus dibuat penatalaksanaan untuk petugas.
Dianjurkan vaksinasi untuk petugas terhadap Varicella dan Hepatitis A,
Rabies untuk daerah yang endemis.
109
8. Alur Pajanan
a. Alur laporan paparan benda tajam infeksius bagi petugas
110
b. Tindakan pertama pada pajanan bahan kimia atau cairan tubuh
1) Pada mata : Bilas dengan air mengalir – 15 menit
2) Pada kulit : Bilas dengan air mengalir – 1 menit
3) Pada mulut : Segera kumur-kumur – 1 menit
4) Lapor ke Komite PPI, Panitia K3RS atau ke dokter karyawan
c. Tindakan pada petugas yang tertusuk limbah benda tajam bekas
pakai :
1) Cuci luka dengan air mengalir selama ± 10 menit dan tidak boleh
dipijat pijat
2) Beri cairan antiseptic biarkan sampai kering
3) Lapor ke penanggung jawab unit/ Ketua Tim, dan penanggung jawab
unit/ketua tim segera melapor ke Komite PPI
4) Lakukan pemeriksaan laboratorium (HbSAg, Anti HCV, Anti HIV)
baik pasien maupun petugas yang terpajan
5) Jika hasil pemeriksaan pasien HbSAg positif, hasil petugas negatif
maka petugas diberikan vaksin Hepatitis B. Pasien dilaporkan ke DPJP
untuk ditindak lanjuti
6) Jika hasil HbSAg petugas positif maka dikonsulkan ke DPJP dan
Komite K3RS
7) Jika hasil anti HCV dan anti HIV pasien dan petugas positive maka
petugas di konsulkan ke DPJP
8) Jika hasil laboratorium pasien positive dan hasil petugas negative
dikonsulkan ke DPJP
9) Petugas dilakukan pemeriksaan laboratorium ulang dalam waktu 1
bulan, 3 bulan, 6 bulan, 1 tahun (ALUR penanganan terlampir)
10) Semua pembiayaan dibebankan ke rumah sakit dan untuk karyawan
pihak ke 3 (outsourching) dibebankan kepada perusahaan penyedia.
d. Program pemberian vaksin terhadap petugas
Pemberian vaksin dilakukan terhadap smua petugas yang bekerja di
Rumah Sakit (semua perawat, bidan,dokter,CS,sopir, tukang kebun,
sanitarian, radiographer,analis, petugas kamar jenazah,fisioterapis).
Apabila dana terbatas, maka perlindungan yang minimal bagi petugas
111
adalah imunisasi Hepatitis B, imunisasi masal yang diulang tiap 5 tahun
pasca imunisasi.
Pemberian vaksin lainya tergantung kebutuhan dan sistuasi ,jika ada
kejadian luar biasa yang mengharuskan pemberian vaksin yang sesuai;
misal ada KLB difteri.
e. Strategi pencegahan terhadap infeksi yang dapat ditranmisikan
dalam kegiatan pelayanan kesehatan, antara lain:
1) Monitoring dan support kesehatan petugas
2) Vaksinasi bila dibutuhkan
3) Vaksinasi terhadap infeksi saluran napas akut bila memungkinkan
4) Menyediakan antivirus profilaksis
5) Terapi dan follow up epi/pandemic infeksi saluran napas akut pada
petugas
6) Rencanakan petugas diizinkan masuk, sesuai pengukuran risiko pasca
infeksi
7) Upayakan support psikososial
f. Evaluasi sebelum dan setelah penempatan petugas
1) Status imunisasi
2) Riwayat kesehatan yang lalu
3) Terapi saat ini
4) Pemeriksaan fisik
5) Pemeriksaan Laboratorium dan Radiologi
g. Edukasi
Sosialisasi SPO pencegahan dan pengendalian infeksi misal:
Kewaspadaan Isolasi, Kewaspadaan standar dan Kewaspadaan berbasis
transmisi, Kebijakan Departemen Kesehatan tentang Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI) terkini.
h. Monitoring dan Dokumentasi
a. Monitoring
Pengawasan terhadap petugas dilakukan setiap saat dan setiap petugas
yang terkena pajanan melaporkan ke penanggung jawab unit / ketua
Tim, atau ke Duty Manager jika kejadian di sore dan malam hari yang
112
kemudian dilaporkan ke IPCN/ KomitePPI dan mengisi formulir
laporan terpajan
b. Dokumentasi
Semua kejadian terkena pajanan didokumentasikan dan dilaporkan
setiap triwulan ke Komite Mutu dan Manajemen Risiko
113
(2) Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,
kaca mata) kalau perlu
(3) Segera rendam peralatan medis setelah dipakai dalam larutan
klorin 0.5 % selama 10-15 menit (desinfektan)seluruh alat
medis harus terendam dalam larutan klorin
(4) Lanjutkan dengan pembersihan
(5) Buka sarung tangan
(6) Cuci tangan
b) Prosedur dekontaminasi permukaan meja/permukaan lain
yang tercemar/tumpahan darah atau cairan tubuh pasien
(1) Cuci tangan
(2) Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,
kaca mata) kalau perlu
(3) Serap darah/cairan tubuh sebanyak-banyaknya dengan
kertas/koran bekas/tissue
(4) Buang kertas/tissue penyerap kedalam kantong sampah medis
(5) Bersihkan daerah bekas tumpahan dengan larutan klorin 0.5 %
(desinfektan)
(6) Buka sarung tangan
(7) Cuci tangan
c) Prosedur dekontaminasi linen bekas pakai yang tercemar
darah/atau cairan tubuh pasien
(1) Cuci tangan
(2) Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,
kaca mata) kalau perlu
(3) Segera rendam alat tenun yang terkontaminasi setelah dipakai
dalam larutan klorin 0.5 % selama 10-15 menit (desinfektan).
Alat tenun yang terkontaminasi harus terendam semua
(4) Peras alat tenun dan masukkan dalam kantong alat tenun kotor
(5) Buka sarung tangan
(6) Cuci tangan
114
b. Pembersihan
Cara pembersihan di RS Restu Ibu Balikpapan menggunakan manual
Prosedur pembersihan dengan cara manual
(1) Cuci tangan
(2) Pakai sarung tangan dan alat pelindung diri (apron, masker,kaca
mata) kalau perlu
(3) Keluarkan alat-alat medis yang telah didekontaminasi, bilas
dengan air mengalir
(4) Lepaskan/buka alat medis yang dapat dilepas pada saat dibersihkan
(5) Sikat perlahan-lahan alat medis dari setiap permukaan termasuk
gerigi dan lekukan
(6) Bilas sampai bersih dalam air hangat
(7) Bersihkan sikat dan bak pencuci
(8) Keringkan alat medis dengan kain atau di udara
(9) Buka sarung tangan dan alat pelindung diri dan lakukan cuci
tangan
c. Desinfeksi
Selain pengklasifikasian peralatan medis, Dr. Earl Spaulding juga
mengklasifikasikan desinfeksi menjadi tiga, yaitu:
1) Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)
Sterilisasi peralatan medis kritikal seharusnya disterilkan tetapi apabila
tidak memungkinkan HDL merupakan perlakuan minimun yang
direkomendasikan oleh CDC. HDL dapat membunuh semua
mikroorganisme, kecuali endospora.
Cara: Merebus dalam air mendidih selama 20 menit.
Rendam dalam larutan kimiawi: Glutaraldehyde, Hydrogen Peroksida
2) Desinfeksi Tingkat Sedang (DTS)
Desinfektan ini akan membunuh mikroorganisme bakteri, fungi, virus,
namun tidak mempunyai aktivitas membunuh spora.
Contoh: Ethyl atau Isporopyl alkohol 70-90 % Mudah menguap dan
terbakar
Natrium Hipoklorit bersifat korosif terhadap metal
115
3) Desinfeksi Tingkat Rendah (DTR)
Disinfektan ini tidak mempunyai daya untuk membunuh
mikroorganisme, fungi, bakteri, virus,
Contoh: Formaldehid pada konsentrasi kurang dari 4 %, Ethyl atau
iSPOropyl alkohol 70-90 %, namun tidak mempunyai aktivitas
membunuh spora.
d. Pengemasan
Untuk dapat memenuhi tujuan tersebut diatas bahan pengemas harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Bahan kemasan harus tahan terhadap kondisi fisik yang akan dialami
pada saat proses sterilisasi berlangsung, seperti suhu tinggi,
kelembaban, tekanan dan kondisi vakum.
2) Harus memungkinkan terjadinya penetrasi dan kontak langsung dari
agen sterilan baik steam (uap), ethylene oksida, maupun panas kering,
terhadap setiap aspek kemasan dan isinya.
3) Harus memungkinkan pengeluaran dan pemindahan agen sterilan dari
kemasan pada akhir proses sterilisasi.
4) Memastikan bahwa sterilitas kemasan dapat terjamin sampai waktu
kemasan tersebut dibuka.
5) Bahan pengemasan harus efisien untuk dapat digunakan pada semua
prosedur pengemasan.
6) Harus mudah ditangani, dan cukup fleksibel terhadap ukuran alat yang
akan dikemas.
7) Bahan pengemas tidak boleh mengandung materi toksik atau zat
pewarna toksik
a) Penyegelan kemasan
Penyegelan kemasan juga mempunyai andil memberikan proteksi
terhadap isi kemasan. Isi kemasan dalam pembungkus datar, dapat
disegel dengan menggunakan tape indikator. Kantong terbuat dari
plastik, kombinasi kertas/dengan plastik, atau kertas dan harus
disegel secara rapat menggunakan segel panas atau segel kertas.
Segel harus dibuat sedemikian rupa sehingga apabila dibuka fungsi
segel menjadi hilang, hal ini untuk menjaga kepastian bahwa
116
kemasan memang masih utuh dan belum dibuka sebelum saatnya
penggunaaan.
b) Jenis bahan kemasan
(1) Linen
(2) Plastik film
(3) Kertas
(4) Kombinasi plastik film dan kertas
c) Prosedur pengemasan
Linen merupakan pengemasan tradisionil, dan saat ini banyak
sekali dipakai di Indonesia. Keuntungan dari pengemas ini adalah
dapat dipakai ulang, relatif murah, cukup kuat. Namun ada
beberapa kelemahannya antara lain kurang memberikan proteksi
mikroorganisme yang baik karena biasanya dapat menyerap air,
pemanasan berlebihan menyebabkan hilangnya daya rentang dan
warna menjadi kecoklatan, linen bersih harus diperiksa terhadap
lubang, sobekan dan kerusakan lain yang menghilangkan daya
proteksinya. Sebaiknya linen yang digunakan tidak di bleach
karena relatif lebih kuat,. Jenis kain kanvas tidak semestinya
digunakan karena menghambat penetrasi steam. Plastik tidak dapat
ditembus oleh air baik dalam bentuk cair maupun dalam bentuk
uap, sehingga plastik tidak dapat digunakan untuk sterilisasi uap,
kecuali dikombinasi dengan kertas. Untuk sterilisasi ethyline
oksida jenis plastik polyethelene dapat digunakan karena dapat
ditembus oleh molekul ethyline oksida. Untuk jenis pengemas
kertas perlu diperhatikan bahwa pemakaiannya adalah untuk satu
kali pakai. Beberapa persyaratan kertas yang dapt digunakan
sebagai pengemas kertas adalah:
(1) Harus bersifat menolak/tidak mengabsorpsi air
(2) Mempunyai daya rentang
(3) Harus mempunyai sifat penghalang bakteri yang baik
(4) Harus bebas dari materi toksik
Prosedur tertulis mengenai pengemasan harus disiapkan untuk
dapat dimanfaatkan bagi seluruh personil pengemasan. Prosedur
pengemasan harus mencakup hal-hal berikut seperti: nama alat
117
yang akan dikemas, langkah-langkah penyiapan dan inspeksi alat,
metode sterilisasi yang digunakan, cara penempatan item secara
benar dalam kemasan, cara penempatan indikator kimia internal
dan eksternal, metode penyegelan kemasan, maupun cara
penempatan kemasan dalam chamber dan cara penyimpanan yang
benar.
e. Sterilisasi
Pengelolaaan alat medis dengan dekontaminasi, pembersihan dan
disinfeksi dapat dilakukan di CSSD, sterilisasi dilaksanakan di pelayanan
sterilisasi sentral.
Pelayanan sterilisasi central merupakan suatu unit di rumah sakit yang
memberikan pelayanan sterilisasi semua kebutuhan rumah sakit seperti
alat instrumen bedah, linen dan bahan lain yang diperlukan dalam kondisi
steril.
a) Tujuan pelayanan sterilisasi sentral adalah:
a) Menyediakan alat-alat medis yang steril
b) Membantu mencegah terjadinya infeksi nosokomial
c) Menjamin kualitas sterilisasi
d) Efisiensi tenaga
b) Untuk mencapai tujuan pelayanan sterilisasi ini perlu adanya :
a) Bagan organisasi yang jelas, menggambarkan alur tanggung jawab
dan komunikasi dengan unit-unit yang memerlukan pelayanan
sterilisasi.
b) Unit sterilisasi harus dipimpin oleh seorang yang memahami
tentang dekontaminasi, desinfeksi, pembersihan, disinfeksi dan
sterilisasi.
c) Ada prosedur tertulis mengenai proses dekontaminasi, pencucian,
pengemasan dan sterilisasi semua alat-alat medis.
d) Ada loket yang terpisah penerimaan alat-alat medis kotor dan loket
penyerahan alat-alat medis steril
e) Ada ruangan tempat penyimpanan peralatan kotor, bersih dan
peralatan steril yang terpisah.
118
f) Ruangan peralatan steril harus mempunyai tekanan positif dari
ruangan lain, aliran udara dari dalam ke luar. Kelembaban harus
dijaga 20-23 C. Upayakan tidak ada pipa, kabel yang menonjol
untuk menghindari timbunan kuman. Hanya petugas penyimpanan
barang yang boleh masuk. Distribusi stok barang dengan sistem
FIFO.
g) Ruangan sterilisasi dirancang sedemikian rupa sehingga udara dari
ruangan kotor tidak mengalir ke ruangan bersih.
h) Lantai dan dinding mudah dibersihkan.
i) Ada tempat cuci tangan dengan air mengalir
j) Kualitas air baik
k) Mesin sterilisator diperiksa secara teratur. Sebaiknya memiliki dua
pintu depan dan belakang.
l) Tersedia alat-alat pelindung diri
m) Ada pemeriksaan secara berkala dengan indikator fisik dan
kimiawi serta secara mikrobiologik terhadap alat-alat yang
disterilkan.
n) Jadwal dan tata kerja diatur sedemikian rupa agar unit sterilisasi
dapat berfungsi di luar jam kerja.
o) Pengorganisasian pelayanan sterilisasi sentral sebaiknya dibawah
Direktur Penunjang Medik. Dan merupakan anggota dari Sub
Komite Pengendalian Infeksi Nosokomial.
Tata Laksana :
1) Proses Sterilisasi
Proses sterilisasi terjadi dengan memaparkan energi thermal dalam
bentuk panas kering/basah, zat kimia dalam wujud cair/gas maupun
bentuk radiasi terhadap suatu benda dalam waktu tertentu. Sterilisasi
adalah keadaan/kondisi bebas dari semua mikroorganisme termasuk
spora
2) Metode Streilisasi
a) Sterilisasi dengan suhu tinggi
119
(1) Sterilisasi Uap (Steam Heat)
Pemaparan uap jenuh pada tekanan tertentu selama waktu dan
suhu tertentu pada auatu objek, sehingga terjadi pembunuhan
mikroorganisme secara irreversibel akibat dari denaturasi atau
koagulasi protein sel.
Sterilisasi uap adalah metode sterilisasi paling tua, aman,
efektif, relatif tidak mahal, bersifat non toksik, dan sangat
dikenal untuk digunakan di sarana kesehatan. Temperatur
waktu 120 ° C dalam 30-45 menit untuk karet, 132 ° C dalam
35 menit untuk logam /linen.
Sterilisasi uap direkomendasikan untuk peralatan yang tahan
panas dan tahan uap.
(2) Sterilisasi panas kering (Dry Heat)
Proses sterilisasi panas kering terjadi melalui mekanisme
konduksi pada benda padat, konveksi pada cairan dan gas, dan
radiasi yaitu transfer panas tanpa menyebabkan panas
didalamnya. Keuntungan steriliasi panas kering dapat
mensterilkan bahan yang tidak dapat ditembus steam, tidak
bersifat korosi, mencapai seluruh permukaan alat. Namun
sterilisasi panas kering ini punya kelemahan penetrasi bahan,
sangat lambat, waktu pemaparan panas lama, perlu suhu tinggi,
dan dapat merusak bahan karet.
Penggunaan sterilisasi panas kering : minyak, serbuk halus,
syringe, kaca, gelas.Waktu temperaturnya adalah 170° C
selama 60 menit, 160° C selama 120 menit, 150 ° C selama
150 menit
b) Sterilisasi dengan suhu rendah
Kriteria sterilan ideal:
Daya bunuh yang kuat
Daya penetrasi yang baik
Aman /tidak toksik
Bisa digunakan untuk semua alat Indikator
Proses cepat
120
(1) Ethylene Oxide
Proses sterilisasi suhu rendah /Ethylene Oxide (ETO)
digunakan untuk sterilkan alat-alat medis yang sensitif
terhadap panas dan uap.
ETO tidak berwarna, mudah terbakar, dan tidak berbau. Suhu
37 ℃ / 55 ℃ . Keuntungan dari ETO ini non korosi terhadap
plastik, metal, karet.
Mempunyai kelemahan; waktunya lama 2.5 – 6 jam, biaya
tinggi, bersifat toksik, mutagenik, karsinogenik, iritasi saluran
pernapasan, dalam konsentrasi tinggi dapat menimbulkan
pusing, mual, muntah.
(2) Hydrogen Peroxide
Sterilisasi Plasma Hydrogen Peroksida. Gas plasma
sterilization (Sterrad) mengalami dua fase difusi H2O2 dan
Plasma Konsentrasi 58 % .
Kekurangannya: linen dan kertas tidak dapat disterilkan dengan
metode ini.
(3) Liquid Paracetic Acid
Keuntungan Sterilisaasi ini adalah tidak merusak
lingkungan/aman (asetic, O2, H2O), waktu cepat 30-45 menit,
otomatis.
Isu pengolahan alat –alat medis
Pembersihan tidak adekuat pada saat pembersihan
Konsentrasi larutan disinfektan tidak tepat
Penyimpanan tidak benar
Penyimpanan basah setelah sterilisasi
3) Faktor – factor yang mempengaruhi proses sterilisasi
a) Suhu
b) Tekanan
c) Waktu
d) Kejenuhan uap, Kontak uap dengan objek
121
i. PENATALAKSANAAN ETIKA BATUK
Tata Laksana :
1) Bahwa etika batuk dan bersin Diterapkan untuk semua orang terutama pada
kasus infeksi dengan jenis transmisi airborne dan droplet.
2) Rumah sakit menyediakan sarana cuci tangan seperti wastafel dengan air
mengalir, tisu, sabun cair, tempat sampah infeksius dan masker bedah sebagai
sarana penunjang pelaksanaan etika batuk dan bersin yang benar.
3) Bahwa langkah etika batuk dan bersin mengacu pada sumber yang sesuai
4) Petugas, pasien dan pengunjung dengan gejala infeksi saluran napas, harus
melaksanakan dan mematuhi langkah-langkah etika batuk sebagai berikut.
5) Menutup hidung dan mulut dengan tisu atau saputangan atau lengan atas.
6) Tisue dibuang ke tempat sampah infeksius dan kemudian mencuci tangan.
7) Edukasi/Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit (PKRS) tentang etika batuk dan
bersin dapat dilakukan melalui audio visual, leaflet, poster, benner, radio,
video melalui TV di ruang tunggu atau lisan oleh petugas.
122
3) Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara
yang dapat menjaga syarat aseptic
4) setiap proses menyuntik memperhatikan kaidah pembersihan peralatan dan
lingkungan baik selama persiapan, pelaksanaan dan setelah selesai tindakan
menyuntik
5) Multi dose vial digunakan
a) Hanya digunakan untuk satu orang pasien
b) Setiap mengakses vial multi dose harus menggunakan jarum dan spuit
yang steril
c) Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan kecuali
vial tersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien tertentu
d) Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal pertama
kali vial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat :
(1) Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan
bersama sama untuk beberapa pasien
(2) Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan
tidak dapat digunakan untuk bersama - sama untuk beberapa pasien
(3) Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakan flexpen harus
menggunakan jarum baru
123
d) Pasien miring ke kiri, tarik garis lurus yang menghubungkan Krista illiaca
kiri dan kanan
e) Jarum Lumbal Punksi ditusukkan dititik ini / satu celah diatas, satu celah
dibawah
f) Lakukan tindakan aseptik atau desinfeksi lokasi tusukan dan area sekitar
tusukan
g) Berikan injeksi obat anastesi secara intra kutan, subkutan kedalam
ligamentum intenspinalis kiri dan kanan tunggu sekitar 2 menit
h) Lakukan penusukan jarum Lumbal Punksi pada media tegak lurus
i) Setelah melewati ligamentum inten spinalis stilitel dicabut dan
diperhatikan kondisi cairan (jernih, keruh atau berdarah)
j) Apabila tidak ada cairan yang menetes, jarum ditusukkan beberapa meli
meter, lebih dalam dan di putar sedikit sampai cairan menetes
k) Untuk mengukur Tekanan Intra Kranial (TIK) dipasang manometer, ukur
tinggi permukaan cairan (TIK adalah ukuran tinggi tersebut dalam satuan
centimeter air
l) Teteskan 3 (tiga) tetes cairan liquor kedalam tabung reagen Nonne, dan
dapat diliat adanya reaksi reagen tersebut
m) Selanjutnya teteskan 3 cc sampai 5 cc cairan liquor pada botol steril untuk
pemeriksaan sellen, protein, glucose dan elektrolit untuk biakan kuan,
kemudian kirim ke laboratorium
n) Tutup luka dengan balutan dan plester
o) Setelah selesai tindakan, dokter dan perawat melepas APD
p) Dokter dan perawat melakukan kebersihan tangan
124
2. KEWASPADAAN TRANSMISI
Kewaspadaan berdasarkan transmisi ini dapat dilaksanakan secara terpisah ataupun
kombinasi dengan Kewaspadaan Standar seperti kebersihan tangan dengan mencuci
tangan sebelum dan sesudah tindakan menggunakan sabun, antiseptik ataupun
antiseptik berbasis alkohol, memakai sarung tangan sekali pakai bila kontak dengan
cairan tubuh, gaun pelindung dipakai bila terdapat kemungkinan terkena percikan
cairan tubuh, memakai masker, goggle untuk melindungi wajah dari percikan cairan
tubuh.
a) Kewaspadaan Transmisi Kontak
Cara transmisi yang terpenting dan tersering menimbulkan HAIs. Ditujukan
untuk menurunkan risiko transmisi mikroba yang secara epidemiologi
ditransmisikan melalui kontak langsung atau tidak langsung. Kontak langsung
meliputi kontak permukaan kulit terluka/abrasi orang yang rentan/petugas dengan
kulit pasien terinfeksi atau kolonisasi. Misal perawat membalikkan tubuh pasien,
memandikan, membantu pasien bergerak, dokter bedah dengan luka basah saat
mengganti verband, petugas tanpa sarung tangan merawat oral pasien HSV atau
scabies. Transmisi kontak tidak langsung terjadi kontak antara orang yang rentan
dengan benda yang terkontaminasi mikroba infeksius di lingkungan, instrumen
yang terkontaminasi, jarum, kasa, tangan terkontaminasi dan belum dicuci atau
sarung tangan yang tidak diganti saat menolong pasien satu dengan yang lainnya,
dan melalui mainan anak. Kontak dengan cairan sekresi pasien terinfeksi yang
ditransmisikan melalui tangan petugas atau benda mati dilingkungan pasien
sebagai cara transmisi tambahan melalui droplet besar pada patogen infeksi
saluran napas misal: para influenza, RSV, SARS, H5N1.
Pada pedoman Isolation tahun 2007, dianjurkan juga kenakan masker saat
dalam radius 6-10 kaki dari pasien dengan mikroba virulen. Diterapkan terhadap
pasien dengan infeksi atau terkolonisasi (ada mikroba pada atau dalam pasien
tanpa gejala klinis infeksi) yang secara epidemiologi mikrobanya dapat
ditransmisikan dengan cara kontak langsung atau tidak langsung. (Kategori IB)
Petugas harus menahan diri untuk menyentuh mata, hidung, mulut saat masih
memakai sarung tangan terkontaminasi ataupun tanpa sarung tangan. Hindari
mengkontaminasi permukaan lingkungan yang tidak berhubungan dengan
perawatan pasien misal: pegangan pintu, tombol lampu, telepon.
125
b) Kewaspadaan Transmisi Droplet
Diterapkan sebagai tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien dengan
infeksi diketahui atau suspek mengidap mikroba yang dapat ditransmisikan
melalui droplet (>5,5m) Droplet yang besar terlalu berat untuk melayang di udara
dan akan jatuh dalam jarak 1-2m dari sumber. Transmisi droplet melibatkan
kontak konjungtiva atau mucus membrane hidung/mulut, orang rentan dengan
droplet partikel besar mengandung mikroba berasal dari pasien pengidap atau
carrier dikeluarkan saat batuk, bersin, muntah, bicara, selama prosedur suction,
bronkhoskopi.
Dibutuhkan jarak dekat antara sumber dan resipien < 3 kaki. Karena droplet
tidak bertahan diudara maka tidak dibutuhkan penanganan khusus udara atau
ventilasi, Misal: Adenovirus.Transmisi droplet langsung, dimana droplet
mencapai mucus membrane atau terinhalasi. Transmisi droplet ke kontak, yaitu
droplet mengkontaminasi permukaan tangan dan ditransmisikan ke sisi lain misal:
mukosa membrane. Transmisi jenis ini lebih sering terjadi daripada transmisi
droplet langsung, misal: commoncold, respiratory syncitial virus (RSV).Dapat
terjadi saat pasien terinfeksi batuk, bersin, bicara, intubasi endotrakheal, batuk
akibat induksi fisioterapi dada, resusitasi kardiopulmoner.
c) Kewaspadaan Transmisi Airbone
Kewaspadaan transmisi melalui udara (kategori IB) diterapkan sebagai
tambahan Kewaspadaan Standar terhadap pasien yang diduga atau telah diketahui
terinfeksi mikroba yang secara epidemiologi penting dan ditransmisikan melalui
jalur udara. Seperti misalnya transmisi partikel terinhalasi (varicella zoster)
langsung melalui udara.
Ditujukan untuk menurunkan risiko transmisi udara mikroba penyebab infeksi
baik yang ditransmisikan berupa droplet nuklei (sisa partikel kecil < 5 m
evaporasi dari droplet yang bertahan lama di udara) atau partikel debu yang
mengandung mikroba penyebab infeksi. Mikroba tersebut akan terbawa aliran
udara > 2m dari sumber, dapat terinhalasi oleh individu rentan di ruang yang sama
dan jauh dari pasien sumber mikroba, tergantung pada faktor lingkungan, misal
penanganan udara dan ventilasi yang penting dalam pencegahan transmisi melalui
udara, droplet nuklei atau sisik kulit luka terkontaminasi (S. aureus).
126
KEWASPADAAN BERBASIS TRANSMISI
Kontak Droplet Udara / Airbone
Penempatan Tempatkan di ruang rawat terpisah, bila tidak Tempatkan pasien di ruang terpisah, Tempatkan pasien di ruang
Pasien mungkin kohorting. bila ke2nya tidak mungkin bila tidak mungkin kohorting. Bila terpisah yang mempunyai
maka pertimbang kan epidemiologi mikroba ke2nya tidak mungkin, buat pemisah 1. Tekanan negatif
nya dan populasi pasien. Bicarakan dengan dengan jarak >1 meter antar TT dan 2. Aliran udara 6-12 X / jam
petugas PPI. jarak dengan pengunjung. Pengeluaran udara terfiltrasi
Tempatkan dengan jarak >1 meter antar TT. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu sebelum udara mengalir ke ruang
penanganan khusus thd udara dan atau tempat lain di RS.
ventilasi .
Usahakan pintu ruang pasien
tertutup. Bila ruang terpisah tidak
memungkinkan, tempat kan pasien
dengan pasien lain yang mengidap
mikroba yang sama, jangan
dicampur dengan infeksi lain
(kohorting) dengan jarak ≥ 1
meter.
126
Konsultasikan dengan petugas
PPIRS sebelum menempatkan
pasien bila tidak ada ruang isolasi
dan khorting tidak memungkinkan
Transport Batasi gerak, transport pasien hanya kalau Batasi gerak dan transportasi untuk Batasi gerakan dan transport
Pasien perlu saja. Bila diperlukan pasien keluar batasi droplet dari pasien dengan pasien hanya kalau diperlukan
ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal mengenakan masker pada pasien dan saja.
transmisi ke pasien lain atau lingkungan. menerapkan hygiene respirasi dan Bila perlu untuk pemeriksaan
etika batuk. pasien dapat diberi masker bedah
untuk cegah menyebarnya droplet
nuklei.
Alat Pelindung Sarung Tangan dan Cuci Tangan Masker Perlindungan Saluran Nafas
Diri Memakai sarung tangan bersih non steril, lateks Pakailah bila bekerja dalam radius 1 Kenakan masker respirator (N95 /
saat masuk ke ruang pasien, ganti sarung tangan meter terhadap pasien saat kontak erat. pada efisiensi 95%) saat masuk
setelah kontak dengan bahan infeksius (darah, Masker seyogyanya melindungi ruang pasien atau suspek TB paru.
cairan drain), lepaskan sarung tangan sebelum hidung dan mulut, dipakai saat
keluar dari kamar pasien dan cuci tangan memasuki ruang rawat pasien dengan Orang yang rentan seharusnya
dengan antiseptik. infeksi saluran napas. tidak boleh masuk ruang pasien
127
Gaun Tidak perlu penanganan udara secara yang diketahui atau suspek
Pakai gaun bersih, tidak steril saat masuk khusus karena mikroba tidak bergerak campak, cacar air kecuali petugas
ruangan pasien untuk melindungi baju dari jarak jauh. yang telah imun.
kontak dengan pasien, permukaan
lingkungan, barang diruang pasien, cairan diare Bila terpaksa harus masuk maka
pasien, ileostomy, colostomy, luka terbuka. harus mengenakan masker
Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga respirator untuk pencegahan.
agar tidak ada kontaminasi silang ke lingkungan
dan pasien lain. Orang yang telah pernah sakit
campak atau cacar air tidak perlu
Apron memakai:
Bila gaun permeable, untuk mengurangi Masker bedah / Prosedur (min)
penetrasi cairan, tidak dipakai sendiri. Sarung Tangan
Gaun
Goggel
Bila memungkinkan tindakan
dengan kemungkinan timbulnya
aerosol.
128
Peralatan Untuk Bila memungkinkan peralatan non critical
Perawatan dipakai untuk 1 pasien atau pasien dengan
Pasien infeksi mikroba yang sama.
Bersihkan dan disinfeksi sebelum dipakai untuk
pasien lain. (Kategori 1B).
Contoh MDRO, MRSA, VRSA, VISA, VRE, MDRSP Hepatitis B, Pertussis, SARS, RSV Transmisi Pada TB
(Strep pneumoniae) Influenza, Adenovirus, Rhinovirus, N. Sesuai pedoman TB CDC
Virus Herpes simplex, SARS, RSV(indirek mel Meningitidis, Streptococ grup A, Guideline for Preventing of
mainan), S. aureus, C. difficile, P. aeruginosa, Mycoplasma Pneumoniae, Tuberculosis in Healthcare
Influenza, Norovirus. Facilities‖ dan referensi nomor 10.
(juga makanan dan air)
MTB (obligat airborne)
campak, cacar air (kombinasi
transmisi) Norovirus (partikel
feses, vomitus), Rotavirus melalui
partikel kecil aerosol
129
Penempatan Pasien Positif
Penempatan pasien seharusnya sesuai temuan klinis sambil menunggu hasil kultur
laboratorium.
Pertimbangan pada saat penempatan pasien:
1) Kamar terpisah bila dimungkinkan kontaminasi luas terhadap lingkungan, misal: luka
lebar dengan cairan keluar, diare, perdarahan tidak terkontrol.
2) Kamar terpisah dengan pintu tertutup diwaspadai transmisi melalui udara ke kontak,
misal: luka dengan infeksi kuman gram positif.
3) Kamar terpisah atau kohort dengan ventilasi dibuang keluar dengan exhaust ke area tidak
ada orang lalu lalang, missal.
4) Kamar terpisah dengan udara terkunci bila diwaspadai transmisi airborne luas, misal:
varicell.
5) Kamar terpisah bila pasien kurang mampu menjaga kebersihan (anak, gangguan mental).
6) Bila kamar terpisah tidak memungkinkan dapat kohorting.
7) Bila pasien terinfeksi dicampur dengan non infeksi maka pasien, petugas dan pengunjung
menjaga kewaspadaan untuk mencegah transmisi infeksi.
a. Transport pasien infeksius
Dibatasi, bila perlu saja
Bila mikroba pasien virulen, 3 hal perlu diperhatikan:
(1) Pasien diberi APD (masker, gaun)
(2) Petugas di area tujuan harus diingatkan akan kedatangan pasien tersebut
melaksanakan kewaspadaan yang sesuai
(3) Pasien diberi informasi untuk dilibatkan kewaspadaannya agar tidak terjadi
transmisi kepada orang lain
b. Petugas, peralatan dan permukaan
Tujuan terpenting PPI adalah menjaga petugas, peralatan dan permukaan tetap bersih.
Bersih diartikan :
(1) Bebas dari kotoran
(2) Telah dicuci setelah terakhir dipakai
(3) Penjagaan kebersihan tangan personal
(4) Bebas polutan dan bahan tidak diinginkan
(5) Disinfeksi tangan adalah kewaspadaan isolasi yang terpenting.
130
c. Peraturan untuk Kewaspadaan Isolasi Harus dihindarkan transfer mikroba patogen
antar pasien dan petugas saat perawatan pasien rawat inap. Perlu dijalankan hal
berikut:
1) Kewaspadaan terhadap semua darah dan cairan tubuh ekskresi dan sekresi dari
seluruh pasien untuk meminimalisir risiko transmisi infeksi
2) Dekontaminasi tangan sebelum kontak diantara pasien
3) Cuci tangan setelah menyentuh bahan infeksius (darah dan cairan tubuh)
4) Gunakan teknik tanpa menyentuh bila memungkinkan untuk menghindari
menyentuh bahan infeksius
5) Pakai sarung tangan saat harus atau mungkin kontak dengan darah dan cairan
tubuh serta barang yang terkontaminasi. Disinfeksi tangan segera setelah melepas
sarung tangan. Ganti sarung tangan antara pasien
6) Penanganan limbah faeses, urine, dan sekresi pasien yang lain dalam lubang
pembuangan yang disediakan, bersihkan dan disinfeksi bedpan, urinal dan
container pasien yang lain
7) Tangani bahan infeksius sesuai prosedur
8) Pastikan peralatan, barang fasilitas dan linen infeksius pasien telah dibersihkan
dan didisinfeksi dengan benar antar pasien.
131
5.2. SURVEILANS HAI’S
Surveilans infeksi rumah sakit adalah suatu proses yang dinamis, sistematis, terus
menerus dalam pengumpulan, identifikasi, analisis dan interpretasi data kesehatan yang
penting pada suatu populasi spesifik dan didiseminasikan secara berkala kepada pihak
pihak yang memerlukan untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan, serta evaluasi
suatu tindakan yang berhubungan dengan kesehatan (Pedoman Surveilans Kemkes
2011).
1. Tata Laksana :
a. Perencanaan surveilans
1) Kaji populasi
Siapa yang masuk dalam program surveilans (semua pasien, sekelompok
pasien, Pasien resiko tinggi saja)
2) Seleksi hasil
a) Kejadian yang paling sering terjadi, dampak biaya, diagnosis paling sering
b) Gunakan definisi surveilans infeksi akibat pemasangan alat HAIs,
National Healthcare Safety Network (NHSN), CDC.
b. Identifikasi kasus
Ada 3 hal yang harus diperhatikan dalam identifikasi kasus
1) Kasus didapatkan secara pasif atau aktif
2) Kasus didapatkan secara temuan atau laboratorium
3) Kasus didapatkan secara prospektif atau retrospektiof
c. Pengumpulan dan pencatatan data
Komite PPI bertanggung jawab atas pengumpulan data, karena mereka yang
memiliki keterampilan dalam mengidentifikasi infeksi rumah sakit sesuai dengna
kriteria yangtelah ditentukan sedangkan pelaksanaannya adalah IPCN dibantu
oleh IPCLN. Data yang dikumpulkan terdiri dari data numerator dan data
denumerator.
1) Pengumpulan Data Numerator (angka kejadian infeksi)
a) Data Demografi: Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, nomor catatan medic.
b) Tanggal masuk RS Infeksi: tanggal infeksi, lokasi infeksi, ruang
perawatan saat infeksi muncul
c) Data Laboratorium: jenis mikroba, serologi, patologi
d) Data Radiologi: X-ray, CTScan, MRI dll
132
2) Pengumpulan Data Denumerator (tabulasi dari data pada kelompok pasien
yang memiliki risiko untuk mendapat infeksi).
Jumlah populasi pasien yang berisiko terkena infeksi rumamah sakit untuk
data laju densitas insiden infeksi rumah sakit yang berhubungan dengan
pemasangan alat. Catatan harian jumlah total pasien dan jumlah total hari
pemasangan alat pada area yang dilakukan surveilans. Untuk laju infeksi luka
operasi atau untuk mengetahui indeks risiko: catat informasi untuk prosedur
operasi yang dipilih untuk surveilans.
d. Analisa
Perhitungan dan analisa rate surveilans:
1) Melakukan cek ulang apakah data sudah valid.
2) Menjumlahkan lama hari pemakaian alat dari semua jenis alat yang tercatat
dalam formulir tersebut untuk menentukan denominator.
3) Menjumlahkan semua kasus infeksi sesuai jenisnya untuk menentukan
numerator.
4) Merekapitulasi jenis kuman yang ada pada pasien yang dilakukan
pemeriksaan kultur sesuai jenis spesimen dan masing – masing ruangan.
5) Dilakukan penghitungan sesuai rumus untuk menentukan insiden rate.
6) Mambuat tabel / grafik dari data yang didapatkan.
7) Membandingkan dengan databulansebelumnya dan data CDC. 8) Membuat
dugaanfaktorfaktor kemungkinan kejadian infeksi (dilihat secara intrinsik dan
ekstrinsik).
2. Teknik Perhitungan
a. Catat data secara manual atau komputerisasi sebagai data dasar Tentukan
numerator dan denumerator.
Numerator
Rate: --------------------------- x 100/1000
Denominator
b. Numerator: Jumlah yang terinfeksi pada pasien yang berisiko
c. Denominator: Tabulasi dari kohort pasien yang beresiko infeksi.
d. Angka infeksi VAP adalah jumlah VAP dibagi jumlah hari pemakaian alat
ventilasi mekanik.
133
Jumlah kasus VAP
Angka infeksi VAP = --------------------------------------------X 1000 ‰
Jumlah lama hari pakai alat
e. Angka infeksi saluran kemih (ISK) adalah jumlah kasus terjadi infeksi saluran
kemih akibatpemasangan kateter urin menetap dalam waktu ≥ 24 jam
Jumlah kasus ISK
Angka infeksi ISK = -------------------------------------------- X 1000 ‰
Jumlah lama hari pasang kateter
f. Angka infeksi aliran darah primer (IADP) adalah infeksi yang terjadi akibat
pemasangan central vena kateter
Jumlah kasus IADP
Angka IADP = --------------------------------------------------X 1000 ‰
Jumlah lama hari pasang katete
g. Infeksi luka operasi adalah jumlah kasus infeksi daerah operasi akibat
pembedahan
Jumlah kasus IDO
Angka IDO = ------------------------------------------------X 100 %
Jumlah operasi sesuai jenisnya
h. Infeksi luka infuse perifer (perifer) adalah jumlah kasus infeksi akibat
pemasangan infus
Jumlah kasus plebitis
Angka IDO = -----------------------------------------------X 1000 ‰
Jumlah lama hari pasang infus
134
4) Laporan dibuat secara periodik, setiap bulan, triwulan, semester, tahunan.
c. Diseminasi
Surveilans belum selesai apabila hasilnya tidak didiseminasikan kepada yang
berkepentingan untuk melaksanakan pencegahan dan pengendalian infeksi
karenanya hasil surveilans sebaiknya disampaikan keseluruh anggota komite,
direktur rumah sakit, unit terkait secara berkesinambungan.
135
b) Baru timbul sputum purulen atau terjadi perubahan sifat sputum
c) Isolasi kuman positif pada biakan darah
d) Isolasi kuman patogen positif dari aspirasi trakea, sikatan/cuci bronkus/
biopsy
e) Virus dapat diisolasi atau terdapat antigen virus dalam sekresi saluran
nafas
f) Titer IgM atau IgG spesifik meningkat 4 x lipat dalam dua pemeriksaan
g) Terdapat tanda-tanda pneumonia pada pemeriksaan histopatologi atau
gambaran radiologi torak serial pada penderita umur < 12 bulan
menunjukkan infiltrat baru atau progresif, konsolidasi, kavitasi, atau efusi
pleura.
136
terkontaminasi, kurangnya teknis aseptik atau organisme yang terbawa
tangan petugas kesehatan.
137
Perawatan Pasien Pernafasan :
PENULARAN Terapi O2
INFEKSI Suction endotrakeal
Ventilator
138
a. Tata Laksana :
Strategi Pencegahan VAP
(1) Kebersihan Tangan
Lakukan kebersihan tangan dengan air mengalir dan antiseptik jika
tanganterlihatkotor dan dengan handrub jika tangan tidak terlihat kotor
Kebersihan tangan dilakukan sesuai dengan five moment dan 6 langkah
kebersihan tangan
(2) Posisi Pasien
Posisi 30 – 45 º C setiap saat, kecuali ada kontra indikasi
(3) Kebersihan Mulut
Menjaga kebersihan mulut pasien secara rutin, dengan cara menyikat gigi
setiap 12 jam untuk mencegah terjadinya plaque
Oral Hygiene setiap 4-6 jam dengan oral antiseptik yang bebas dari
alkohol (chlorhexidin 0.2 %)
(4) Manajemen Sekresi Orafrangeal Dan Trakheal
Pengisapan lendir jika diperlukan
Lakukan tindakan aseptic
- Gunakan cairan steril untuk membersihkan jika kateter dimasukkan
kembali ke ETT
- Sebaiknya dengan sistem tertutup
- Gunakan APD
(5) Pengkajian Sehari – hari Sedasi dan Ekstubasi
Indikasi pemberian sedasi
Pengurangan dosis sedasi setiap hari
Penilaian secara rutin terhadap respons terapi
Bangunkan pasien setiap hari (kecuali kontra indikasi)
(6) Kebersihan Lingkungan
Pembersihan lingkungan sekali sehari/jika kotor termasuk tempat tidur,
meja pasien, monitor dll.Kebersihan permukaan lingkungan sekitar pasien
Tempat tidur, Jarak tempat tidur,Single room/jarak minimal 1m
(7) Dekontaminasi Peralatan
Peralatan kritikal di sterilkan
Peralatan semi kritikal disinfeksi tingkat tinggi
139
Peralatan non kritikal dibersihkan, kecuali terkontaminasi darah atau
cairan tubuhlakukan disinfeksi
Semua peralatan pasien sebelum didisinfeksi atau disterilkan harus
dibersihkan terlebih dahulu
(8) Pergantian Sirkuit Ventilator
Ganti sirkuit pernapasan jika terlihat kotor atau tidak berfungsi (tidak ada
rekomendasi waktu penggantian breathing circuit
Tidak membuka sirkuit ventilator secara rutin
Segera buang kodensasi air dalam sirkuit ketempat penampungan
Sebelum intubasi, laringoscope blade terlebih dahulu di alkoholise
Secepat mungkin extubasi, tetapi hindari re-intubasi
(9) Obat – Obatan
Gunakan antimikroba rasional jika ada indikasi
Selective digestive decontamination (SDD)
H2 blockers and antacids menurunkan insiden kejadian stress ulkus
dengan cara meningkatkan PH karena itu kuman dari GI naik ke trachea
Sukralfat dapat melindungi lambung tanpa meningkatkan PH
DVT Profilaksis.
(10) Surveilans
Melakukan pengawasan terhadap populasi VAP pada pasien ICU Dewasa,
ICU A nak dan CVCU, memantau kejadian infeksi dan mengindentifikasi
perubahan yang terjadi dalam praktek pengawasan/pengendalian infeksi.
140
b. Pencegahan Infeksi Aliran Darah (IAD)
Ditemukannya organisme dari hasil kultur darah semi/ kuantitatif sertai tanda
klinis yang jelas dan dokter yang merawat menyatakan telah terjadi infeksi.
Kriteria terdapat patogen (mikroba yang tidak termasuk kontaminan kulit) dari
satu atau lebih kultur darah pasien.
Terdapat setidaknya satu tanda dan gejala sebagai berikut:
- Demam (>38⁰C)
- Menggigil
- Hipotensi Dan setidaknya satu dari berikut:
a. Kontaminan kulit biasa didapatkan (misal: Diphtheroids, Bacillus spp
Propionibacterium spp. Coagulase Negative Staphylococcus aureus, or
micrococci) terkultur dari dua atau lebih kultur darah yg diambil pada
waktu yang berbeda.
b. Kontaminan kulit umum terkultur dari setidaknya satu kultur darah
pasien dengan line intravena dan dokter memberikan terapi antibiotik
yg sesuai.
c. Tesantigen darah positif (misal: Hemophilus influenzae, Streptococcus
pneumonia Neisseria meningitidis, atau grup B Streptococcus).
Faktor Risiko IAD
1) Perawatan di rumah sakit yang lama sebelum dilakukan insersi kateter.
2) Durasi pemasangan kateter yang lama
3) Kolonisasi hebat pada tempat tusukan kateter
4) Jenis jalur pemasangan tusukan pada vena Jugularis, vena perifer atau
vena femoral
5) Teknik pemasangan baik dari segi teknik aseptic, jenis antiseptic dan
bahan peralatan yang terpasang
6) Penggunaan antibiotik selama pemasangan kateterisasi
7) Perlindungan yang tidak cukup diperhatikan selama pemasangan kateter
8) Kondisi pasien dari segi usia dan penyakit yang mendasari
141
a. Tata Laksana :
Strategi Pencegahan IAD
(1) Hand Hygiene dan Aseptik Technique
a. Lakukan prosedur kebersihan tangan, baik mencuci tangan dengan
sabun dan air atau dengan antiseptik berbasis alkohol (ABHR).
b. Kebersihan tangan harus dilakukan sesuai dengan five moment dan
6 langkah kebersihan tangan.
c. Pertahankan teknik aseptik untuk pemasangan dan perawatan
kateter intravascular.
(2) Maximal Sterile Barrier Precaoutions ( Penggunaan APD)
a. Gunakan alat pelindung diri lengkap, termasuk tutup kepala,
masker, gown steril, sarung tangan steril, dan area steril pada
daerah insersi saat pemasangan central vena.
b. Kenakan sarung tangan bersih atau steril ketika melakukan
perawatan kateter intravaskular.
(3) Skin Preparation Antiseptic
a. Skin preparasi dngan klorheksidin 0.5%, 2%atau 4% dengan
alkohol sebelum pemasangan central kateter vena, IABP, CVVH.
b. Jika ada kontraindikasi untukklorheksidin, tinktur yodium,
iodophor atau alkohol 70%dapat digunakan sebagai alternatif.
c. Tidak ada rekomendasi untuk pemakaian chlorhexidine pada bayi
gunakan octaniceft atau bethadine kemudian alkohol 70%.
d. Antiseptik harus dibiarkan kering sesuai dengan rekomendasi
pabrik sebelummenempatkan kateter.
e. Aplikasikan antiseptik paling sedikit 30 detik.
f. Biarkan antiseptik mengering sebelum insersi dilakukan
(4) Pemilihan Lokasi Pemasangan Kateter Central Vena
a. Gunakan vena subklavia, bukan jugular atau femoral, pada pasien
dewasauntuk meminimalkan risiko infeksi pada nontunneled CVC.
b. Hindari pemasangan venafemoralis padapasien dewasa. Kecuali
jika pemasangan kontra indikasi pada tempat lain.
c. Hindari vena subklavia pada pasien hemodialisis dan pasien
dengan penyakit ginjal lanjut, untuk menghindari stenosis.
142
d. Gunakan CVC dengan jumlah minimum port atau lumen penting
untuk pengelolaan pasien.
e. Tidak ada rekomendasi mengenai penggunaan lumen ditujukan
untuk nutrisi parenteral masalah yang belum teratasi, segera lepas
kateter intravaskular yang tidak lagi penting.
f. Ganti kateter sesegera mungkin, ketika kepatuhan terhadap teknik
aseptik tidak dapat (kateter dipasang selama keadaan darurat
medis), yaitu dalam waktu 48 jam.
g. Gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup lokasi
pemasangan.
h. Pada pasien yang memakai perban tebal sehingga susah diraba atau
dilihat, lepas perban terlebih dahulu,periksa secara visual setiap
hari dan pasang perban baru
(5) Surveilans
Melakukan pengawasan terhadap populasi infeksi aliran darah pada
pasien ICU dantempat lainnya, memantau kejadian infeksi dan
mengindentifikasi perubahan yang terjadi dalam praktek
pengawasan/pengendalian infeksi.
(6) Pendidikan dan Pelatihan Petugas
Laksanakan pendidikan dan pelatihan berkelanjutan bagi petugas
medis yang materinya menyangkut indikasi pemakaian alat
intravaskuler, prosedur pemasangan kateter, pemeliharaan peralatan
intravaskuler dan pencegahan infeksi saluran darah sehubungan
dengan pemakaian kateter.
Metode audio – visual dapat digunakan sebagai alat bantu efektif
dalam pendidikan.
(7) Perawatan Luka Kateterisasi
Antiseptik Kulit
a. Bersihkan kulit di lokasi dengan antiseptik yang sesuai, sebelum
pemasangan kateter; biarkan antiseptik mengering pada lokasi
sebelum prosedur.
b. Bila dipakai iodine tincture untuk membersihkan kulit sebelum
pemasangan kateter, maka harus dibilas dengan alkohol.
143
c. Jangan melakukan palpasi pada lokasi setelah kulit diberi
antiseptic
d. Perban Kateter
Gunakan kasa steril atau perban transparan untuk menutup
lokasi pemasangan kateter.
Ganti perban bila alat dilepas atau diganti, atau bila perban
basah, longgar atau kotor.
Hindari sentuhan yang mengkontaminasi lokasi kateter saat
mengganti perban.
e. Transparan dressing diganti setiap 3 x 24 jam atau jika kotor, untuk
infus perifer dressing diganti setiap penggantian pemasangan infus
atau jika kotor
(8) Pemilihan dan Pergantian Alat Intravaskular
a. Lepas semua jenis peralatan intravaskuler bila sudah tidak ada
indikasi klinis
b. Penggantian central vena tidak ada batasan waktu hanya jika ada
tanda infeksi baiklokal maupun sistemik
c. Ganti semua selang infus setiap 72 jam untuk cairan dan obat
d. Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, setiap selesai
tranfusi komponendarah dan untuk emulsi lemak dalam 24 jam
e. Port injeksi: bersihkan port injeksi dengan alkohol 70% setiap akan
memberikan injeksi: Port injeksi yang digunakan adalah yang
tanpa jarum.
(9) Persiapan Pelarutan Cairan Intravena
a. Pelarutan cairan dan obat obatan intravena dilakukan oleh perawat
pelaksana yangbertanggung jawab terhadap pasien dengan
memperhatikan teknik aseptic.
b. Periksa semua kontainer cairan parentral, apakah ada kekeruhan,
kebocoran,keretakan,partikel dan tanggal kadaluarsa dari pabrik
sebelum penggunaan.
c. Pakai vial dosis tunggal bila mungkin.Bila harus pakai vial multi
dosis:
Simpan sisa obat dalam kulkas, bila direkomendasikan oleh
pabrik.
144
Bersihkan karet penutup vial multidosis dengan alkohol
sebelum menusukkan alat ke vial.
Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari vial
multi dosis, dan hindari kontaminasi alat sebelum menembus
karet vial.
Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai atau
terlihat adanya kontaminasi, atau bila telah mencapai tanggal
kadaluarsa.
(10) Profilaksis Antimikroba
Jangan memberikan anti-mikroba sebagai prosedur rutin sebelum
pemasangan atau selama pemakaian alat intravaskuler, untuk
mencegah kolonisasi kateter atau infeksi bakterimia.
145
(a) Skin Antiseptik
(b) Pencukuran rambut
(c) Antiseptik pencukuran di ruang opersi
(d) Surgical scrub / cuci tangan bedah: tipe antiseptic, lamanya scrub
(e) Tim bedah terinfeksi atau kolonisasi
(f) Propilaksis antibiotik
b. Intra Operasi lingkungan ruang operasi
(a) Ventilasi ruang operasi
(b) Permukaan lingkungan ruang operasi
(c) Inadekuat sterilisasi instrument
(d) Teknik asepsisluka dan jahitan operasi
c. Post operasi
(a) Perawatan luka operasi
146
permanen) dan meliputi jaringan lunak yang dalam ( mis, lapisan fascia
dan otot) dari insisi.
b. Terdapat paling sedikit satu keadaan berikut:
Pus keluar dari luka insisi dalam tetapi bukan berasal dari komponen
organ/rongga dari daerah pembedahan.
Insisi dalam secara spontan mengalami dehisens atau dengan sengaja
dibuka oleh ahli bedah bila pasien mempunyai paling sedikit satu dari
tanda-tanda atau gejala gejala berikut: demam ( > 38o C), atau nyeri
lokal, terkecuali biakan insisi negative.
Diketemukan abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai
insisi dalam pada pemeriksaan langsung, waktu pembedahan ulang,
atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis.
Dokter yang menangani menyatakan terjadi infeksi
3) Infeksi Daerah Operasi Organ / Rongga
Infeksi daerah Operasi Organ/ Rongga memiliki kriteria sebagai berikut:
a. Infeksi timbul dalam waktu 90 hari setelah prosedur pembedahan, infeksi
tampaknya ada hubungannya dengan prosedur pembedahan
b. Infeksi tidak mengenai bagian tubuh manapun, kecuali insisi kulit, fascia
atau lapisanotot yang dibuka atau dimanipulasi selama prosedur
pembedahan
c. Pasien paling sedikit menunjukkan satu gejala berikut:
Drainase purulen dari drain yang dipasang melalui luka tusuk ke dalam
organ/rongga
Diisolasi kuman dari biakan yang diambil secara aseptik dari cairan
atau jaringan dari dalam organ atau rongga :
Abses atau bukti lain adanya infeksi yang mengenai organ/rongga
yang ditemukan pada pemeriksaan langsung waktu pembedahan ulang
atau dengan pemeriksaan histopatologis atau radiologis
Dokter menyatakan sebagai IDO organ/rongga
147
a. Tata Laksana :
Strategi Pencegahan IDO
a. Pra Bedah
a) Persiapan Pasien Sebelum Operasi
(a) Jika ditemukan ada tanda-tanda infeksi, sembuhkan terlebih
dahulu infeksi nyasebelum hari operasi elektif, dan jika perlu
tunda hari operasi sampai infeksi tersebut sembuh.
(b) Rawat inap sebelum operasi diusahakan sesingkat mungkin dan
cukup waktu untuk persiapan operasi yang memadai (1 hari
sebelum operasi kecuali pasien yang sedang dirawat)
(c) Mencukur rambut, kecuali bila rambut terdapat pada sekitar
daerah operasi dan atau akan mengganggu jalannya operasi ,di
ruang persiapan operasi beberapa saat sebelum dibawa ke
kamar operasi, menggunakan pencukur listrik /electric clipper
oleh perawat.
(d) Kendalikan kadar gula darah pada pasien diabetes dan hindari
kadar gula darah yang terlalu rendah sebelum operasi.
(e) Pasien untuk berhenti merokok, minimun 30 hari sebelum hari
elektif operasi.
(f) Mandikan pasien dengan zat antiseptik chlorhexidine 4%
malam hari dan setelah pencukuran sebelum operasi.
(g) Lakukan skin preparasi sebelum operasi dengan menggunakan
chlorhexidine 0.5%, 2% atau 4% lalu dengan alkohol 70%
untuk pasien dewasa dan dengan antiseptik octaniceft untuk
pasien pediatrik.
(h) Bubuhkan zat antiseptik pada kulit dengan gerakan melingkar
mulai dari bagian tengah menuju ke arah luar. Daerah yang
dipersiapkan haruslah cukup luas untuk memperbesar insisi,
jika diperlukan membuat insisi baru atau memasang drain bila
diperlukan. Aplikasikan antiseptik paling sedikit 30 detik.
Biarkan antiseptik mengering lebih kurang 2 menit.
(i) Tidak ada rekomendasi mengenai :
Penghentian atau pengurangan steroid sistemik sebelum
operasi
148
Makanan tambahan yang berhubungan dengan pencegahan
infeksi
Pemberian mupirocin melalui lubang hidung untuk
mencegah IDO
Oksigenisasi pada luka untuk mencegah IDO.
b) Persiapan Tim Bedah: Antiseptik Tangan dan Lengan
(a) Jaga agar kuku selalu pendek dan jangan memakai kuku palsu
(b) Lakukan kebersihan tangan bedah sesuai langkah langkah
(surgical scrub) denganantiseptik yang sesuai chlorhexidine
4%
(c) Setelah cuci tangan, lengan harus tetap mengarah ke atas dan di
jauhkan dari tubuhsupaya air mengalir dari ujung jari ke siku.
(d) Keringkan tangan dengan handuk steril dan kemudian pakailah
gaun dan sarung tangan
(e) Bersihkan sela-sela dibawah kuku setiap hari sebelum cuci
tangan bedah yang pertama
(f) Jangan memakai perhiasan di tangan atau lengan
(g) Tidak ada rekomendasi mengenai pemakaian cat kuku, namun
sebaiknya tidak memakai
(h) Didiklah dan biasakan anggota tim bedah agar melapor jika
mempunyai tanda dan gejala penyakit infeksi dan segera
melapor kepada petugas pelayan kesehatan karyawan
(i) Kebijakan mengenai perawatan pasien bila karyawan mengidap
infeksi yang kemungkinan dapat menular. (Kategori II)
Kebijakan ini mencakup:
Tanggung jawab karyawan untuk menggunakan jasa
pelayanan medis karyawan dan melaporkan penyakitnya
Pelarangan bekerja
Ijin untuk kembali bekerja setelah sembuh penyakitnya
Petugas yang berwenang untuk melakukan pelarangan
bekerja
Ambil sampel untuk kultur dan berikan larangan bekerja
untuk anggota tim bedah yang memiliki luka pada kulit,
149
hingga infeksi sembuh atau menerima terapi yang
memadai.
Bagi anggota tim bedah yang terkolonisasi mikro
organisme seperti S. Aureus Bagi anggota tim bedah yang
terkolonisasi mikro organisme seperti S. Aureus atau
Stertococcus grup A tidak perlu dilarang bekerja, kecuali
bila ada hubungan epidemiologis dengan penyebaran
mikroorganisme tersebut di rumah sakit
Profilaksis Anti mikroba
Pemberian profilaksis antimikroba hanya bila di indikasikan,
dan pilihlah jeni antimikroba yang paling efektif terhadap
patogen yang umum menyebabkan IDO pada operasi jenis
tersebut atau sesuai dengan rekomendasi.
Profilaktik Antibiotik diberikan untuk pasien operasi
menggunakan antibiotik cefalosporin generasi I atau II, kecuali
pada pasien yang sedang dirawat kemudian operasi
menggunakan cefalosporin generasi III, diberikan 1 jam
sebelum insisi dan diberikan 6 kali /2 x 24 jam.
Jangan menggunakan vancomycin secara rutin untuk profilaksis
antimikroba.
c) Selama Operasi Berlangsung
a. Ventilasi
(a) Pertahankan tekanan lebih positif dalam kamar bedah
dibandingkan dengan koridordan ruangan di sekitarnya
(b) Pertahankan minimun pergantian udara 15 x per jam ,
dengan minimun 3 di antaranya adalah udara segar
(c) Semua udara harus disaring, baik udara segar maupun
udara hasil resirkulasi
(d) Semua udara masuk harus melalui langit-langit & keluar
melalui dekat lantai
(e) Jangan menggunakan fogging dan sinar ultra violet di
kamar bedah untuk mencegah infeksi IDO
(f) Pintu kamar bedah harus selalu tertutup, kecuali bila di
butuhkan untuk lewatnya peralatan, petugas dan pasien.
150
(g) Batasi jumlah orang yang masuk dalam kamar bedah
b. Membersihkan dan Desinfeksi Permukaan Lingkungan
(a) Bila tampak kotoran atau darah atau cairan tubuh lainnya
pada permukaan benda atau peralatan, gunakan desinfektan
untuk membersihkannya sebelum operasi dimulai.
(b) Tidak perlu mengadakan pembersihan khusus atau
penutupan kamar bedah setelah selesai operasi kotor.
(c) Jangan menggunakan keset berserabut untuk kamar bedah
ataupun daerah sekitarnya.
(d) Pel dan keringkan lantai kamar bedah dan desinfeksi
permukaan lingkungan atau peralatan dalam kamar bedah
setelah selesai operasi terakhir setiap harinya dengan
desinfektant.
(e) Tak ada rekomendasi mengenai desinfeksi permukaan
lingkungan / peralatan dalam kamar bedah di antara dua
operasi bila tidak tampak adanya kotoran.
c. Sterilisasi Instrumen Kamar Bedah
(a) Sterilkan semua instrumen bedah sesuai petunjuk
(b) Jangan melaksanakan sterilisasi kilat dengan alasan
kepraktisan, untuk menghemat pembelian instrumen baru
atau untuk menghemat waktu.
d. Pakaian Bedah dan Drape
(a) Pakai masker bedah dan tutupi mulut dan hidung secara
menyeluruh bila memasukikamar bedah saat operasi akan
di mulai atau sedang berjalan, atau instrumen steril sedang
dalam keadaan terbuka.
(b) Pakai masker bedah selama operasi berlangsung.
(c) Pakai tutup kepala untuk menutupi rambut di kepala dan
wajah secara menyeluruh bila memasuki kamar bedah,
semua rambut yang ada di kepala dan wajah harus tertutup.
(d) Jangan menggunakan pembungkus sepatu untuk mencegah
Infeksi daerah operasi.
(e) Bagi anggota tim bedah yang telah cuci tangan bedah,
pakailah sarung tangan steril.
151
(f) Sarung tangan dipakai setelah memakai gaun steril.
(g) Gunakan gaun dan drape yang kedap air
(h) Ganti gaun bila tampak kotor, terkontaminasi percikan
cairan tubuh pasien.
(i) Sebaiknya gunakan gaun yang disposable
e. Teknik Aseptik dan Bedah
(a) Lakukan tehnik aseptic saat memasukkan peralatan
intravaskuler (CVP), kateter anastesi spinal atau epidural,
atau bila menuang atau menyiapkan obat-obatan intra vena.
(b) Siapkan peralatan dan larutan steril sesaat sebelum
penggunaan.
(c) Perlakukan jaringan dengan lembut, lakukan hemostatis
yang efektif, minimalkan jaringan mati atau ruang kosong
(dead space) pada lokasi operasi.
(d) Biarkan luka operasi terbuka atau tertutup dengan tidak
rapat, bila ahli bedah menganggap luka operasi tersebut
sangat kotor atau terkontaminasi.
(e) Bila diperlukan drainase, gunakan drain penghisap tertutup,
Letakkan drain pada insisi yang terpisah dari insisi bedah.
Lepas drain sesegera mungkin bila drain sudah tidak
dibutuhkan lagi
f. Merawat Luka Operasi
(a) Lindungi luka yang sudah di jahit dengan perban steril
selama 24 sampai 48 jam paska bedah
(b) Cuci tangan sebelum dan sesudah mengganti perban atau
bersentuhan dengan lukaoperasi
(c) Bila perban harus diganti gunakan tehnik aseptic
(d) Berikan pendidikan pada pasien dan keluarganya mengenai
perawatan luka operasi yang benar, gejala-gejala IDO, dan
pentingnya melaporkan gejala IDO
(e) Tidak ada rekomendasi mengenai perlunya menutup luka
operasi yang sudah dijahit lebih dari 48 jam ataupun kapan
waktu yang tepat untuk mulai di perbolehkan mandi dengan
luka tanpa tutup.
152
(f) Boleh mandi bila luka sudah kering
(g) Perawatan luka dilakukan sesuai dengan SPO
153
(5) Menjaga kebersihan mulut pasien secara rutin, dengan cara menyikat gigi
setiap 12 jam untuk mencegah terjadinya plaque.
155
3) Infeksi Saluran Kemih Lainnya
Harus memenuhi paling sedikit satu criteria berikut:
a. Ditemukan kuman yang tumbuh dari biakan cairan bukan urin atau
jaringan yang diambil dari lokasi yang dicurigai terinfeksi.
b. Ada abses atau tanda infeksi lain yang dapat dilihat, secara pemeriksaan
langsung selama pembedahan atau melalui pemerikasaan histopatologis
Terdapat dua dari tanda berikut :
Demam ( > 38 °C )
Nyeri lokal
Nyeri tekan pada daerah yang dicurigai terinfeksi
dan terdapat paling sedikit satu gejala berikut :
c. Keluar pus atau aspirasi purulen dari tempat yang dicurigai terinfeksi.
d. Ditemukan kuman pada biakan darah yang sesuai dengan tempat yang
dicurigai.
e. Pemeriksaan radiology, misalnya ultrasound, CT Scan, MRI, radiolabel
scan (gallium, technetium abnormal, memperlihatkan gambar infeksi.
f. Dokter yang menangani memberikan pengobatan antimikroba yang sesuai
Faktor Risiko Terjadinya ISK
a. Metode kateterisasi
b. Lamanya kateterisasi
c. Jenis kateter
d. Kualitas pemeliharaan kateter
e. Status immunologi pasien
a. Tata Laksana :
Strategi Pencegahan ISK
Rekomendasi CDC tentang pencegahan ISK meliputi :
a. Personil
a. Pemasangan kateter hanya dilakukan oleh personil yang trampil dan
memahami dan tehnik pemasangan kateter secara aseptik dan
perawatan kateter yang benar.
b. Tenaga yang memberikan asuhan keperawatan pasien dengan kateter
urin sudah mendapatkan pelatihan secara berkala dengan tehnik yang
benar mengenai prosedur pemasangan kateter urin dan kompilaksi
potensi yang mungkin terjadi pada kateter urin.
156
b. Penggunaan Kateter
a. Pemasangan kateter urin dilakukan hanya kalau diperlukan saja dan
segera dilepas bila tidak diperlukan lagi. Alasan pemasangan kateter
bukan karena untuk mempermudah personil dalam memberikan
asuhan pada pasien.
b. Segera dilepas jika tidak perlu lagi.
c. Untuk pasein – pasien tertentu dapat digunakan alternatif dari kateter
menetap,seperti: drainase dengan kondom kateter, kateter supra pubik,
kateter selang seling.
c. Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah manipulasi
lokasi kateter atau peralatannya.
d. Pemasangan Kateter
a. Pemasangan kateter harus menggunaka tehnik aseptik dan peralatan
steril.
b. Untuk membersihkan daerah sekitar uretra harus menggunakan sarung
tangan, kapas dan larutan antiseptik yang sesuai dan pakai jelly
pelumas sekali pakai.
c. Gunakan kateter sekecil mungkin dengan laju drainase yang konsisten
untuk meminimalkan trauma uretra.
d. Kateter menetap harus terpasang dengan baik dan menempel pada
badan untuk mencegah pergerakan dan tegangan pada uretra
e. Dranase Sistem Tertutup dan Steril
a. Sistem drainase yang tertutup dan steril harus dipertahankan.
b. Kateter dan selang / tube drainase tidak boleh dielepas sambungannya
kecuali bila kateter akan dilakukan irigasi.
c. Bila tehnik aseptik terganggu, sambungan terlepas atau terjadi
kebocoran, sistem penampungan harus diganti dengan sistem tehnik
aseptic setelah sambungan antara kateter dan pipa didesinfeksi.
d. Tidak ada kontak antara urine bag dengan lantai.
f. Laju Aliran Urine
a. Laju aliran yang tidak terhambat harus dipertahankan
b. Untuk memperoleh aliran lancar :
Jaga kateter dan pipa drainase dari lekukan.
157
Kantong drainase harus dikosongkan secara teratur dengan
menggunakan kontainer terpisah untuk setiap pasien (jangan ada
kontak antara lubang pengosong pada kantong penampung dengan
kontainer non steril.
Kateter yang berfungsi kurang baik atau tersumbat harus dirigasi
atau kalau perlu diganti.
Kantong penampung diletakkan lebih rendah dari kantong kemih.
g. Perawatan Meatus
Bersihkan dua kali sehari dengan antiseptik dan setiap hari bersihkan
dengansabun dan air.
h. Monitoring Bakteriologi
Monitoring rutin bakteriologi pada pasien dengan kateter urine tidak
dianjurkan.
i. Pemisahan Pasien Infeksi
Untuk mengurangi kemungkinan infeksi silang, pasien dengan kateter
yang terinfeksi tidak boleh bersebelahan tempat tidur atau sama dalam
satu kamar dengan pasien berkateter yang tidak terinfeksi.
j. Pengambilan Spesimen
(1) Jika kebutuhan urine sedikit dan baru untuk pemeriksaan, diambil dari
akhir distal kateter atau lebih baik dari sampling port jika ada, dan
dibersihkan dengan disinfektan, kemudian urine diaspirasi dengan
syringe steril.
(2) Jika kebutuhan urine banyak untuk analisis dengan tehnik aseptik
diambil darikantong urine.
160
batuk atau bersin. Kalau perlu berikan
masker atau tisu untuk menutup mulut dan
mencegah terjadinya aerosol.
Adaptasi dari: Tuberculosis Infection Control in The Era of Expanding HIV Care and
Treatment -‐ Addendum to WHO Guidelines for the Prevention of Tuberculosis in Health
Care Facilities in Resource-‐Limited Settings
161
sampah yang khusus disediakan untuk ini. (kantong kuning / infeksius). Petugas
yang sedang sakit sebaiknya tidak merawat pasien. Apabila tetap merawat pasien,
maka petugas harus mengenakan masker bedah. Terutama apabila petugas bersin
atau batuk, dan harus melaksanakan etika batuk.
c. Pengendalian Lingkungan
Pengendalian Lingkungan adalah upaya peningkatan dan pengaturan aliran
udara/ventilasi dengan menggunakan teknologi untuk mencegah penyebaran dan
mengurangi / menurunkan kadar percik renik di udara. Upaya pengendalian
dilakukan dengan menyalurkan percik renik kearah tertentu (directional airflow)
dan atau ditambah dengan radiasi utraviolet sebagai germisida.
Pemanfaatan Sistem Ventilasi
Sistem Ventilasi adalah sistem yang menjamin terjadinya pertukaran udara di
dalam gedung dan luar gedung yang memadai, sehingga konsentrasi droplet
nuklei menurun.
Secara garis besar ada dua jenis sistem ventilasi yaitu:
(a) Ventilasi Alamiah: adalah sistem ventilasi yang mengandalkan pada pintu
dan jendela terbuka, serta skylight (bagian atas ruangan yang bisa
dibuka/terbuka) untuk mengalirkan udara dari luar kedalam gedung dan se
bali knya. Indonesia sebaiknya menggunakan ventilasi alami dengan
menciptakan aliran udara silang (cross ventilation) dan perlu dipastikan arah
angin yang tidak membahayakan petugas atau pasien lain.
(b) Ventilasi Mekanik: adalah sistem ventilasi yang menggunakan peralatan
mekanik untuk mengalirkan dan mensirkulasi udara di dalam ruangan secara
paksa untuk menyalurkan/menyedot udara ke arah tertentu sehingga terjadi
tekanan udara positif dan negatif. Termasuk exhaust fan, kipas angin berdiri
(standing fan) atau duduk.
(c) Ventilasi campuran (hybrid): adalah sistem ventilasi alamiah ditambah
dengan penggunaan peralatan mekanik untuk menambah efektifitas
penyaluran udara.
Pemilihan jenis sistem ventilasi tergantung pada jenis fasilitas dan keadaan
setempat. Pertimbangan pemilihan sistem ventilasi suatu fasyankes
berdasarkan kondisi lokal yaitu struktur bangunan, iklim - cuaca, peraturan
bangunan, budaya, dana dan kualitas udara luar ruangan serta perlu dilakukan
monitoring dan pemeliharaan secara periodik. Pengaturan tata letak ruangan
162
seperti antara ruangan infeksius dan non infeksius, pembagian area (zoning)
tempat pelayanan juga perlu memperoleh perhatian untuk PPI TB.
Pemantauan sistem ventilasi harus memperhatikan 3 unsur dasar, yaitu:
(d) Laju ventilasi (Ventilation Rate): Jumlah udara luar gedung yang masuk ke
dalam ruangan pada waktu tertentu.
(e) Arah aliran udara (airflow direction): Arah aliran udara dalam gedung dari
area bersih ke area terkontaminasi.
(f) Distribusi udara atau pola aliran udara (airflow pattern): Udara luar perlu
terdistribusi ke setiap bagian dari ruangan dengan cara yang efisien dan udara
yang terkontaminasi dialirkan keluar dengan cara yang efisien.
Kebutuhan ventilasi yang baik, bervariasi tergantung pada jenis ventilasi yang
digunakan, seperti resirkulasi udara atau aliran udara segar. Harus ada dua hasil
pengukuran untuk mengukur laju ventilasi, yaitu (1) dengan menghitung volume
ruangan dan (2) menghitung kecepatan angin Dari hasil perhitungan akan didapat
pertukaran udara per jam (ACH = airhanges per hour).
Pertukaran udara yang memenuhi persyaratan PPI-TB minimal 12 x / Jam.
163
Gambar 19: Alat Bantu Menghitung ACH
164
a) Ventilasi Campuran
Gedung yang tidak menggunakan sistem pendingin udara sentral, sebaiknya
menggunakan ventilasi alamiah dengan exhaust fan atau kipas angin agar
udara luar yang segar dapat masuk ke semua ruangan di gedung tersebut.
Pintu, jendela maupun langit-‐langit di ruangan di mana banyak orang
berkumpul seperti ruang tunggu, hendaknya dibuka selebar mungkin. Sistem
ventilasi campuran (alamiah dengan mekanik), yaitu dengan penggunaan
exhaust fan/Kipas angin yang dipasang dengan benar dan dipelihara dengan
baik, dapat membantu untuk mendapatkan dilusi yang adekuat, bila ventilasi
alamiah saja tidak dapat mencapai rate ventilasi yang cukup. Ruangan dengan
jendela terbuka dan exhaust fan/kipas angin cukup efektif untuk mendilusi
udara ruangan dibandingkan dengan ruangan dengan jendela terbuka saja atau
ruangan tertutup.
165
Pemasangan Exhaust fan yaitu kipas yang dapat langsung menyedot udara
keluar dapat meningkatkan ventilasi yang sudah ada di ruangan. Sistem
exhaust fan yang dilengkapi saluran udara keluar, harus dibersihkan secara
teratur, karena dalam saluran tersebut sering terakumulasi debu dan kotoran,
sehingga bisa tersumbat atau hanya sedikit udara yang dapat dialirkan.
Optimalisasi ventilasi dapat dicapai dengan memasang jendela yang dapat
dibuka dengan ukuran maksimal dan menempatkan jendela pada sisi tembok
ruangan yang berhadapan, sehingga terjadi aliran udara silang (cross
ventilation). Meskipun fasyankes mempertimbangkan untuk memasang sistem
ventilasi mekanik, ventilasi alamiah perlu diusahakan semaksimal mungkin.
Yang direkomendasikan adalah ventilasi campuran:
1) Usahakan agar udara luar segar dapat masuk ke semua ruangan.
2) Dalam ventilasi campuran, Ventilasi alami perlu diusahakan semaksimal
mungkin.
3) Penambahan dan penempatan kipas angin untuk meningkatkan laju
pertukaran udara harus memperhatikan arah aliran udara yang di hasilkan.
4) Mengoptimalkan aliran udara.
5) Menyalakan kipas angin selama masih ada orang-orang di ruangan
tersebut (menyalakan kipas angin bila ruangan digunakan)
6) Pembersihan dan perawatan :
a. Gunakan lap lembab untuk membersihkan debu dan kotoran dari kipas
angina.
b. Perlu ditunjuk staf yang ditugaskan dan bertanggung jawab terhadap
kondisi kipas yang masih baik, bersih dll.
166
c. Periksa ventilasi alamiah secara teratur (minimal sekali dalam
sebulan)atau dirasakan ventilasi sudah kurang baik.
d. Catat setiap waktu pembersihan yang dilakukan dan simpan dengan
baik.
Penggunaan ventilasi alamiah dengan kipas angin masih ada beberapa
kelemahan, selain keuntungan yang sudah dijelaskan diatas.
Beberapa keuntungan dan kelemahan penggunaan sistem ventilasi ini.
Kelebihan Kelemahan
Murah dan mudah direalisasikan Ventilasi alamiah sering agak sulit
dikendalikan
Diaktifkan hanya dengan membuka Dipredisi karena tergantung pada
pintu, jendela dan skylight cuaca, kondisi, angin dan suhu
Tidak hanya mengurangirisiko Arah dan laju aliranudara dapat
transmisi TB, tetapi juga berubah sewaktu-waktu
meningkatkan kualitas udara secara
umum
Kipas angin cukup murah dan mudah Udara yang masuk ruangan dari luar
digunakan tanpa disaring dapata membawa
palutan udara lainnya
Kipas angin berdiri (Standing Fan) Jendela /pintu yang selalu di buka
dapat dengan mudah dipindahkan dapat berdampak pada keamanan,
sesuai kebutuhan kenyaman, dan privasi.
Hal ini terutama terjadi pada malam
hari atau bila cuaca dingin
167
Harus dapat menyaring (dengan pemasangan filter) partikel yang infeksius
dari udara yang di resirkulasi.
Bila perlu ditambahkan lampu UV untuk mendesinfeksi udara yang di
resirkulasi
168
Perbedaan 3 jenis filter terdapat pada efisiensi menyaring udara yang
mengandung percik renik MTb berukuran 1 — 5 mikron:
a) Filter HEPA (High Efficiency Particulate Air): dapat menyaring
partikel yang berukuran sebesar percik renik MTb (tetapi filter HEPA
merupakan alat khusus, yang tidak sesuai untuk sebagian besar sistem
ventilasi sentral yang ada di Indonesia).
b) Filter pleated ASHRAE dengan efisiensi 25% (MERV= Minimum
Efficiency Reporting Value 7 atau 8): hanya dapat menyaring separuh
dari partikel yang berukuran sebesar percik renik bakteri TB.
c) Filter Lint: tidak dapat menyaring partikel yang berukuran sebesar
percik renik bakteri TB
169
segar yang dialirkan kedalam ruangan melalui filter udara dan bila
diperlukan dapat didinginkan terlebih dahulu. Sistem aliran udara satu
arah ini cukup mahal, apalagi bila harus didinginkan terlebih dahulu
sehingga biasanya gedung - gedung tertutup hanya menggunakan sebagian
kecil udara luar. Proporsi udara luar yang digunakan biasanya hanya
berkisar antara 10 - 30% dan sisanya adalah udara resirkulasi.
Udara luar yang akan dialirkan kedalam ruangan, biasanya melalui saluran
udara yang dipasang penyaring udara.
Sumber: Bahan Pelatihan TOT Pengendalian dan Pencegahan Infeksi TB
Rekomendasi
WHO Tentang Ventilasi Ruangan :
REKOMENDASI UTAMA:
1. Untuk pencegahan dan pengendalian infeksi yang ditransmisikan
melalui airborne, perlu diupayakan ventilasi yang adekuat di semua
area pelayanan pasien di fasilitas kesehatan
2. Untuk fasilitas yang menggunakan ventilasi alamiah, perlu dipastikan
bahwa angka rata-‐rata ventilation rate per jam yang minimal tercapai,
yaitu:
a. 160/l/detik/pasien untuk ruangan yang memerlukan
kewaspadaan airborne (dengan ventilation rate terendah
adalah 80/l/detik/pasien) contoh: Bangsal perawatan MDR TB.
b. 60/l/detik/pasien untuk ruangan perawatan umum dan
poliklinik rawat jalan.
c. 2,5/l/detik untuk jalan/selasar (koridor) yang hanya dilalui
sementara oleh pasien. Bila pada suatu keadaan tertentu ada
pasien yang terpaksa dirawat di selasar Rumah Sakit, maka
berlaku ketentuan yang sama untuk ruang kewaspadaan
airborne atau ruang perawatan umum.
d. Desain ruangan harus memperhitungkan adanya fluktuasi
dalam besarnya ventilation rate.
e. Bila ventilasi alamiah saja tidak dapat menjamin angka
ventilasi yang memadai sesuai standar diatas, maka
dianjurkan menggunakan ventilasi campuran
170
3. Rancangan ventilasi alamiah di rumah sakit, perlu memperhatikan,
bahwa aliran udara harus mengalirkan udara dari sumber infeksi ke
area di mana terjadi dilusi udara yang cukup dan lebih diutamakan ke
arah luar gedung.
4. Di ruangan dimana di lakukan prosedur yang menghasilkan aerosol
berisi patogen potensial menular, maka ventilasi alamiah harus paling
sedikit mengikuti rekomendasi nomor 2 diatas. Bila agen infeksi
ditransmisikan melalui airborne, hendaknya di ikuti rekomendasi 2
dan 3.
171
Hal yang perlu diperhatikan saat melakukan fit test :
1) Memeriksa sisi masker yang menempel pada wajah untuk melihat adanya
cacat atau lapisan yang tidak utuh. Jika cacat atau terdapat lapisan yang
tidak utuh, maka tidak dapat digunakan dan perlu diganti.
2) Memastikan tali masker tersambung dan menempel dengan baik di semua
titik sambungan.
3) Memastikan klip hidung yang terbuat dari logam dapat disesuaikan bentuk
hidung petugas
b. Fungsi Alat
Fungsi alat ini akan menjadi kurang efektif dan aman bila tidak menempel erat
pada wajah. Beberapa keadaan yang dapat menimbulkan keadaan demikian,
yaitu:
1) Adanya janggut atau rambut diwajah bagian bawah
2) Adanya gagang kacamata
3) Ketiadaan satu atau dua gigi pada kedua sisi yang dapat mempengaruhi
perlekatan bagian wajah masker.
c. Langkah – Langkah Melakukan Fit Test Respirator
1) Genggamlah respirator dengan satu tangan, posisikan sisi depan bagian
hidung pada ujung jari-‐jari Anda, biarkan tali pengikat respirator
menjuntai bebas di bawah tangan Anda.
2) Posisikan respirator di bawah dagu Anda dan sisi untuk hidung berada di
atas.
3) Tariklah tali pengikat respirator yang bawah dan posisikan tali di bawah
telinga. Tariklah tali pengikat respirator yang atas dan posisikan tali agak
tinggi di belakang kepala Anda, di atas telinga.
4) Letakkan jari-jari kedua tangan Anda di atas bagian hidung yang terbuat
dari logam. Tekan sisi logam, dengan dua jari untuk masing-masing
tangan, mengikuti bentuk hidung Anda. Jangan menekan dengan satu
tangan karena dapat mengakibatkan respirator bekerja kurang efektif.
5) Tutup bagian depan respirator dengan kedua tangan, dan hati-‐hati agar
posisi respirator tidak berubah
d. Pemeriksaan Segel Positif
1) Hembuskan napas kuat-kuat
2) Tekanan positif di dalam respirator berarti tidak ada kebocoran
172
3) Bila terjadi kebocoran atur posisi dan/ atau ketegangan tali
4) Uji kembali kerapatan respirator
5) Ulangi langkah tersebut sampai respirator benar-‐benar tertutup rapat
e. Pemeriksaan Segel Negatif
1) Tarik napas dalam-dalam. Bila tidak ada kebocoran, tekanan negatif di
dalam respirator akan membuat respirator menempel ke wajah. Kebocoran
akan menyebabkan hilangnya tekanan negatif di dalam respirator akibat
udara masuk melalui celah-celah pada segelnya.
2) Lamanya penggunaan maksimal 1 minggu dengan pemeliharaan yang
benar
3) Cara pemeliharaan dan penyimpanan yang benar (setelah dipakai
diletakkan di tempat yang kering dan dimasukkan dalam kantong
berlobang)
173
g. Keselamatan dan Keamanan Laboratorium TB
Konsep perlindungan diri petugas Laboratorium tetap mengacu pada
Kewaspadaan Standar dan Kewaspadaan Berdasarkan Transmisi melalui
udara (airborne) dan Transmisi melalui Kontak apabila sedang memproses
spesimen. Petugas Lab yang menangani pemeriksaan BTA dan kultur BTA
berhak mendapatkan pemeriksaan kesehatan rutin setiap tahun. Kehati‐hatian
dalam melakukan prosedur laboratorium perlu ditekankan terutama apabila
kemungkinan menimbulkan aerosol.
Pekerjaan harus dilakukan dalam lemari Biologic Safety Cabinet kelas I
atau IIA dengan keamanan tingkat 2 (Biosafety level 2) yang dilengkapi
laminar-airflow dan filter HEPA. Sebelum bekerja, meja kerja kabinet dialasi
dengan bahan penyerap yang sudah dibasahi larutan disinfektans. Setiap
selesai bekerja, permukaan kabinet harus dibersihkan dengan disinfektans.
Lampu UV harus selalu dinyalakan apabila kabinet dalam keadaan tidak
digunakan. Untuk pemeliharaan biosafety cabinet perlu dilakukan pengecekan
berkala minimal 1 (satu) kali dalam setahun oleh teknisi yang kompeten dan
tersertifikasi. Untuk pemeriksaan kultur dan resistensi perlu dilakukan dengan
tingkat keamanan BSL 2 menggunakan BSC 2B dengan akses yang sangat
dibatasi.
Sistem ventilasi udara laboratorium Tb harus diatur sedemikian rupa
sehingga udara mengalir masuk sesuai area bersih ke area tercemar dan keluar
ke udara bebas yang tidak dilalui lalu lintas manusia. Ruang pemrosesan
dianjurkan selalu terpasang dan dinyalakan lampu UV bila dalam keadaan
tidak digunakan. Lampu harus selalu dalam keadaan bersih dan efek
germisidal lampu diperiksa secara rutin setiap bulan menggunakan alat
pengukur.
175
2) Kebersihan tangan setelah penampungan sputum
Pasien perlu diberitahu untuk membersihkan tangan setelah menampung
sputum baik dengan air mengalir dan sabun, atau dengan larutan
handrubs. Fasilitas pelayanan kesehatan harus menyediakan sarana
tersebut.
3) Proteksi saat transportasi pasien
Apabila pasien akan ditransportasikan keluar dari ruang isolasi, maka
pasien harus dipakaikan masker bedah untuk melindungi lingkungan
sekitar.
178
3. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Kamar Bayi
Tata Laksana :
a. Rumah sakit menetapkan pengendalian ruangan/lingkungan di ruang bayi
adalah:
(a) Lantai dipel dua kali sehari atau jika diperlukan dengan menggunakan cairan
yang direkomendasikan oleh kesling
(b) Ruangan di bongkar ( general cleaning ) satu kali dalam seminggu
(c) Sirkulasi udara mencukupi
(d) Ruang bayi sehat harus terpisah dengan ruangan bayi sakit
(e) Suhu dan kelembaban kamar terukur dan terdokumentasikan dengan
ketentuan: suhu 22 – 24 °C & kelembaban 35 – 60 %
(f) Kulkas obat di check temperaturnya dan terdokumentasikan
b. Rumah sakit menetapkan bahwa pengolahan peralatan di ruang bayi
adalah:
(a) pengelolaan peralatan kotor bekas pakai pasien dilakukan di ruang spoel hoek
(b) Tempat tidur /box bayi,timbangan, peralatan photo terapi, dibersihkan setiap
hari dengan kain lembab menggunakan disinfektan yang direkomendasikan
(c) kamar mandi dan peralatan penunjangnya dibersihkan dengan detergen dan air
bersih setiap hari
c. Rumah sakit menetapkan bahwa persyaratan beraktivitas di kamar bayi
adalah :
Petugas
(a) Mencuci tangan harus dilakukan sebelum dan sesudah tindakan / memberi
susu bayi, dari toilet (sesuai moment yang ada)
(b) Perawat kamar bayi harus mengikuti program perlindungan karyawan berupa
pemberian vaksinasi yang ditentukan oleh komite K3RS ( hepatitis )
(c) Tidak boleh memelihara kuku ( panjang kuku maksimal 2 mm) , cat kuku atau
memakai perhiasan saat bekerja
(d) Jilbab petugas diatur sedemikian rupa saat melakukan tindakan ke pasien
(e) Mengganti popok tidak harus mengunakan sarung tangan , namun selalu
melakukan kebersihan tangan sesuai moment kecuali ada resiko paparan darah
dan cairan tubuh.
179
Ibu yang menyusui di kamar bayi
(a) Melakukan kebersihan tangan pada air yang mengalir sebelum dan sesudah
menyusui bayi, tidak diperkenankan menggunakan handrub
(b) Membersihkan puting susu menggunakan air hangat sebelum menyusui bayi
(c) Petugas yang menerima ASI yang dipompa dari ibu / keluarga, maka pada
botol harus ditutup, beri label, tanggal dan waktu pengambilan ASI
Bayi
(a) Bayi yang sehat harus dipisahkan dari bayi yang sakit
(b) Pemberian vaksin Hepatitis B diberikan 24 jam setelah lahir dengan ketentuan
yang ditetapkan DPJP
(c) Bayi dengan riwayat ibu dengan Hepatitis diberikan immunisasi pasif dalam
waktu 12 jam setelah lahir
(d) Bayi dengan berat badan normal dimandikan 2x sehari sebelum putus tali
pusat
(e) Perawatan tali pusat dengan menggunakan air bersih, dikeringkan dan ditutup
dengan kassa steril serta segera diganti apabila basah terkena urine
(f) Bayi yang dirawat dengan blue light, matanya harus ditutup dan dibuka saat
diberi susu.
(g) Setiap bayi mempunyai perlengkapan masing-masing dan disimpan ditempat
yang sudah disediakan (kontainer)serta selalu dijaga kebersihanya dengan
pembersihan rutin tiap hari.
181
Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan sesuai
prosedur penanganan tumpahan cairan infeksius.
Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan menggunakan
disinfektan yang direkomendasikan setiap selesai digunakan.
(b) Alat dan Linen
Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkan noda darah (proses pre cleaning) di spoel hoek kemudian
segera dikirim ke CSSD menggunakan container alat kotor.
Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor, dan
lihat tanggal kadaluarsa.
Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya
sesuai dengan keperluaan saat itu.
Kain gorden harus dibersihkan setiap 1-3 bulan sekali atau jika perlu bila
terkena darah dan kain gorden berbahan plastik lakukan dekontaminasi
secara rutin dengan cara di lap dengan menggunakan larutan klorsep.
Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.
Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke dalam
kantong plastik warna kuning.
185
(h) Pasien
Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi
Pasien menggunakan baju khusus, semua baju dari luar harus dilepas
di ruang persiapan
Sebelum operasi pasien mandi menggunakan antiseptik yang
mengandung chlorhexidine
Mandi guyur dengan chlorhexidine untuk pasien yang masih bisa
mobilisasi
Menggunakan towel yang mengandung chlorhexidine bagi pasien
yang immobilisasi
Cukur rambut, dilakukan bila benar - benar diperlukan dan dilaksanakan
mendekati jam operasi dengan menggunakan clipper bukan razor di
bangsal atau ruang persiapan kamar operasi.
Post operasi, meliputi pencegahan dan perawatan pasien sebelum, selama
pasien dan sesudah pasien operasi.
Penderita TB sewaktu dibawa masuk kamar operasi segera langsung
masuk kamar operasi tidak diperbolehkan menunggu di lingkungan kamar
operasi. Masker bedah harus dipakai pasien selama pasien dipindah ke
kamar operasi.
Pasien TB harus dipulihkan kesadarannya diruang kamar operasi/ruang
anastesi, tidak boleh diruangan pemulihan untuk mengurangi resiko
paparan.
(i) Petugas Kamar Bedah
Menerapkan praktek kewaspadaan standar dengan sebaik baiknya
Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
Memberikan motivasi kepada petugas lain
Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin
Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
Pembatasan jumlah petugas di ruang bedah selama operasi berlangsung
186
6. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Instensive Care Unit
Tata Laksana :
(a) Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan yang sering merupakan salah satu cara yang paling penting
sebagai ukuran pengendalian infeksi di Rumah sakit. Tangan harus dicuci
sebelum dan sesudah merawat pasien atau menangani peralatan medis yang
digunakan oleh pasien.
Tangan juga harus dicuci jika terkontaminasi dengan cairan tubuh pasien,
sebelum melakukan tindakan invasive, sebelum dan setelah melepas sarung
tangan, sebelum memulai kerja dan setelah tugas kerja selesai, setelah kontak
dengan lingkungan sekitar pasien.
(b) Pengendalian Alat Pelindung Diri
Pemakaian sarung tangan untuk melindungi petugas, sarung tangan harus
digunakan jika akan kontak dengan cairan tubuh lainnya dan sarung tangan
harus dilepas setelah selesai melakukan tindakan untuk meminimalkan
terjadinya kontaminasi silang, kemudian segera lakukan kebersihan tangan.
Sarung tangan tidak perlu dipakai jika tidak ada resiko kontaminasi dengan
cairan tubuh pasien cukup dengan melakukan kebersihan tangan sesuai
moment petugas sudah terlindungi.
(c) Konsultasi
Komite pencegahan dan pengendalian infeksi harus dapat dijadikan sebagai
narasumber dalam melakukan surveilans dan pengkajian pengendalian infeksi di
IPI. Disamping itu komite PPI juga harus menetapkan dan melakukan monitoring
terhadap prosedur sterilisasi dan desinfeksi terhadap peralatan yang digunakan di
IPI, juga terhadap penanganan bila terjadi luka tertusuk jarum.
(d) Prosedur Invasive
Jika prosedur invasive digunakan sebagai pilihan untuk menyelamatkan jiwa
pasien dan sangat bermanfaat dalam penanganan pasien, maka prosedur
pengendalian infeksi sebagaimana dijelaskan di atas dapat diabaikan.
Prosedur invasive harus dilakukan dengan menerapkan teknik aseptik. Teknik
aseptik harus diterapkan untuk semua prosedur invasive dan penggantian
balutan perlu memakai sarung tangan steril. Dalam situasi emergency dimana
prosedur yang dilakukan tidak cukup baik dalam teknik aseptik, maka seperti
187
penggantian kateter urine, kateter yang mungkin dapat terkontaminasi maka
sebaiknya diganti setelah kondisi pasien stabil.
Kanulasi pembuluh darah
Bagian yang dipasang kanulasi merupakan tempat masuknya mikroorganisme
ke dalam jaringan subkutan dan sirkulasi darah yang sangat potensial. Oleh
karena itu staff yang akan melakukan pemasangan kanulasi harus terlebih
dahulu melakukan kebersihan tangan dan memakai sarung tangan serta
tindakan mendisinfeksi kulit sebelum pemasangan kanulasi.
Kanulasi vena sentral
Pemasangan kanulasi vena sentral harus dilakukan dengan menerapkan teknik
aseptik termasuk memakai sarung tangan steril, melakukan persiapan kulit
yang akan ditusuk dengan antiseptik dan memasang doek steril pada area yang
telah disiapkan. Cari bagian yang mempunyai risiko yang rendah
sepertisubclavicula, internal jugularis.
Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler (72 jam).
Khusus bayi, kanulasi umbilical kateter dipasang dengan teknik steril
menggunakan jas operasi, sarung tangan steril, masker dan doek steril.
Penggantian posisi kanulasi umbilical kateter dilakukan tidak melebihi 5 – 7
hari.
(e) Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan
pada semua perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai
peralatan sendiri - sendiri dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang
sekali pakai;
Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung dengan
saluran pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana dari
manufakturnya telah diberi label sekali pakai, maka tidak boleh dipakai ulang
atau didaur ulang.
Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan disinfeksi
yang benar sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur yang akan
188
dilakukan melibatkan bagian tubuh yang steril, maka peralatan tersebut harus
dalam keadaan steri.
Circuit ventilator
Untuk setiap pasien, breathing circuit, humidifier harus diganti setiap 5-7 hari
atau dapat diganti jika kotor, circuit dapat dilindungi dengan posisi filter yang
benar, sedangkan bacterial filter dipakai satu pasien satu bacterial filter.
(f) Suplai
Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama.
Lokasi atau ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.
Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan kering.
Jika bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka kemasan
tersebut dinyatakan tidak steril lagi dan item didalamnya tidak boleh
digunakan. Pengecekan item steril pada stok steril harus dilakukan secara
reguler. Semua item steril harus dicek keutuhan kemasannya sebelum
digunakan (dibuka).
(g) Pengelolaan Linen
Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme yang
signifikan linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian
linen tidak boleh dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).
Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk mencegah
kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi digunakan, maka
tidak boleh disimpan di area penyimpanan stok linen ruangan, tetapi harus
dikembalikan ke laundry untuk dicuci ulang.
Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linen
kotor dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah
tersedia. Trolly linen yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak
boleh digunakan untuk membawa linen bersih.
(h) Praktek Menyuntik Yang Aman
Obat - obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa sentuhan,
obat - obat parenteral harus disiapkan secara aseptik menggunakan spuit dan
jarum steril. Cairan intravena dan cairan irigasi steril harus diberi label
189
tanggal, waktu dibuka dan dibuang setelah 24 jam (jika setelah dibuka dan
tidak digunakan lagi)
Antibiotika
Pemberian antibiotika pada pasien ICU yang tidak memperhatikan pola
sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius
dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika di
rumah sakit akan lebih rasional dalam pemberiannya dan merupakan
keputusan yang dapat diterima secara hukum dibandingkan mereka yang tidak
mempunyai kebijakan tentang pemberiaan antibiotika yang benar
Pemberian Multi Dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untuk
multi dose dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan
diterapkan di RS. Restu Ibu oleh karena itu isi vial atau ampul hanya
digunakan oleh satu pasien saja dengan alternatif lainnya yaitu dengan
memisahkan isi vial ke dalam beberapa spuit steril, beri tanggal dan jam buka
vial pada spuit dan disimpan dalam lemari pendingin obat untuk selama 24
jam.
Tidak melakukan re caping jarum
Satu pasien menggunakan satu spuit dan sekali pakai
Menggunakan tehnik aseptik selama proses penyiapan hingga pemberian
obat
Menggunakan alkohol swab dengan cara memutar dari arah dalam keluar
untuk membersihkan area yang akan di lakukan injeksi
(i) Faktor Pasien dan Petugas
Isolasi
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai penyakit
menular, maka harus ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar isolasi)
Pengelolaan pasien di isolasi memperhatikan prinsip prinsip penerapan
kewaspadaan isolasi
Tata udara, cahaya dan ventilasi harus termonitor dengan baik
Hygiene
Pasien yang dirawat di ICU secara rutin harus dilakukan personal hygiene
dengan baik. Dengan melakukan personal hygiene yang baik akan mencegah
190
terjadinya infeksi silang dan memberikan kesegaran dan mengurangi stres
bagi pasien.
Petugas
1. Semua staff yang bertugas di ICU harus memakai seragam yang bersih.
2. Staf ICU tidak diperbolehkan memakai asesoris tangan termasuk cincin
kawin saat mereka tugas, hal ini karena potensial menyebarkan kuman
atau mengakibatkan kolonisasi kuman
3. Menerapkan praktek kewaspadaan standar dengan sebaik baiknya
4. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas sesame petugas
5. Memberikan motivasi kepada petugas lain
6. Tidak berkuku panjang dan memakai kutek
7. Kesehatan Petugas :
Apabila terkena pajanan barang infeksius maka dilakukan
penatalaksanaan sesuai alur dan SPO pajanan benda infeksius
Petugas yang terkena pajanan langsung dilakukan pemerikasaan sesuai
SPO serta membuat laporan pajanan
Petugas yang dengan sakit menular airborne dilarang untuk bekerja di
ICU sampai dengan dinyatakan sembuh kembali
Staf yang diketahui mengidap penyakit menular baik melalui
pembuluh darah maupun melalui udara harus berobat dan melaporkan
keatasan
Petugas yang sedang sakit sementara tidak bekerja sesuai rekomendasi
dokter
Dilakukan pemberian vaksinasi hepatitis untuk semua petugas
(j) Pengendalian Lalu Lintas Di ICU
Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai dengan keperluannya,
hal ini untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pasien, cukup
sampai batas yang telah ditentukan kecuali pada kondisi pasien kritis ,namun
tetap diatur.
Jika pasien dirawat di kamar isolasi IPI, maka pengunjung harus diberi
penjelasan untuk menerapkan kewaspadaan standar termasuk pengunaan APD
anak-anak di bawah umur 12 tahun tidak boleh masuk melakukan kunjungan
ke pasien.
Khusus untuk bayi pengunjung yang diperbolehkan hanya orang tua.
191
Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
mengunjungi pasien ICU.
Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat mengunjungi pasien di
ICU.
Penunggu dan pengunjung tidak perlu menggunakan alas kaki khusus atau
melepas alas kaki saat masuk ICU.
(k) Managemen Lingkungan dan Limbah
Menggunakan cairan desinfektan sesuai dengan pedoman RS
Tempat tidur/kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja operasi,
permukaan meja instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan
Rumah Sakit.
Penanganan limbah :
1. Limbah medis infeksius di masukan kantong kuning
2. Limbah benda tajam masuk ke dalam safety box
3. Limbah umum (non infeksius) dimasukan ke kantong warna hitam
4. Limbah cair di buang ke spoelhoek
Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuai SPO
Tumpahan cairan infeksius
Suhu dan kelembapan udara
Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari
Petugas kebersihan :
1. Pembersihan harian lantai harus dibersihkan setiap hari dengan
menggunakan kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau sewaktu-
waktu
2. Pembongkaran dilakukan 1 bulan sekali atau melihat jumlah pasien
3. Pembersihan permukaan lingkungan dan peralatan menggunakan
disinfektan yang tepat sesuai yang di tentukan
192
7. Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Di Hemodialisa
Tata Laksana :
Rumah sakit menetapkan semua petugas untuk menjalankan langkah langkah
pencegahan dan pengendalian infeksi di ruang hemodialisa yang meliputi :
(a) Kebersihan Tangan
Hal-hal yang perlu diingat saat membersihkan tangan :
1. Melakukan kebersihan tangan seuai moment yang ada
2. Bila jelas terlihat kotor atau terkontaminasi oleh bahan yang mengandung
protein, tangan harus dicuci dengan sabun dan air mengalir
3. Bila tangan tidak jelas terlihat kotor atau terkontaminasi, harus digunakan
antiseptic berbasis alkohol untuk dekontaminasi tangan rutin
4. Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan
(b) Pengendalian Alat Pelindung Diri
1. Sarung Tangan
Melindungi tangan dari bahan yang dapat menularkan penyakit dan
melindungi pasien dari mikroorganisme yang berada di tangan petugas
kesehatan. Sarung tangan merupakan penghalang (barrier) fisik paling
penting untuk mencegah penyebaran infeksi. Sarung tangan harus diganti
setiap kontak dengan satu pasien ke pasien lainnya untuk menghindari
kontaminasi silang (Depkes, 2008).
Penggunaan sarung tangan dan kebersihan tangan, merupakan komponen
kunci dalam meminimalkan penyebaran penyakit dan mempertahankan
suatu lingkungan bebas infeksi. Selain itu pemahaman mengenai kapan
sarung tangan steril atau disinfeksi tingkat tinggi diperlukan dan kapan
sarung tangan tidak perlu digunakan, penting untuk diketahui agar dapat
menghemat biaya dengan tetap menjaga keamanan pasien dan petugas
(Depkes, 2008).
Rekomendasi praktis penggunaan sarung tangan pada saat kontak dengan
pasien dan peralatannya akan membutuhkan jumlah sarung tangan yang
banyak sekali bahkan mungkin tidak realistik di unit HD. Namun, jika
area yang akan disentuh terlihat kotor atau ada indikasi contact
precaution, memakai sarung tangan menjadi suatu keharusan. Sarung
tangan steril digunakan pada saat melakukan prosedur dengan teknis
aseptic seperti pada saat insersi kateter atau memanipulasi kateter.
193
Jenis-jenis sarung tangan :
a. Sarung tangan bersih
b. Sarung tangan steril
c. Sarung tangan rumah tangga
Ya
Ya
194
2. Masker
Maker harus cukup besar untuk menutupi hidung, mulut, bagian bawah
dagu dan rambut pada wajah (jenggot). Masker dipakai untuk menahan
cipratan yang keluar sewaktu petugas kesehatan berbicara, batuk atau
bersin serta untuk mencegah percikan darah atau cairan tubuh lainnya
memasuki hidung atau mulut petugas kesehatan.
Pada perawatan pasien yang telah diketahui atau dicurigai menderita
penyakit menular melalui udara atau droplet, masker yang digunakan
harus dapat mencegah partikel mencapai membran mukosa dari petugas
kesehatan (Depkes, 2008)
3. Alat Pelindung Mata
Alat pelindung mata melindungi petugas dari percikan darah atau cairan
tubuh lain dengan cara melindungi mata. Petugas kesehatan harus
menggunakan masker dan pelindung mata atau pelindung wajah jika
melakukan tugas yang memungkinkan adanya percikan cairan secara tidak
sengaja ke arah wajah (Depkes, 2008).
Ketentuan penggunaan alat pelindung mata di ruang hemodialisa (APIC
2010), pelindung wajah digunakan pada saat :
a. Memasang dan melepas peralatan HD
b. Reprocessing dialiser atau pada saat mencuci peralatan medis yang
lain
c. Digunakan ketika petugas dan pasien yang batuk dan tidak bermasker
berjarak kurang dari 6 kaki
4. Topi
Topi digunakan untuk menutup rambut dan kulit kepala sehingga serpihan
kulit dan rambut tidak masuk ke area perawatan. Tujuan utama pemakaian
topi adalah untuk melindungi pemakainya dari darah atau cairan tubuh
yang terpercik atau menyemprot.
5. Apron
Pemakaian gaun pelindung terutama untuk melindungi baju dan kulit
petugas kesehatan dari sekresi respirasi. Kontaminasi pada pakaian yang
dipakai saat bekerja dapat diturunkan 20 -100x dengan memakai gaun
pelindung.
195
6. Pelindung Kaki
Digunakan untuk melindungi kaki dari cidera akibat benda tajam atau
benda berat yang mungkin jatuh secara tidak sengaja ke atas kaki. Sepatu
boot karet atau sepatu kulit tertutup memberikan lebih banyak
perlindungan tetapi harus dijaga tetap bersih dan bebas kontaminasi darah
atau tumpahan cairan tubuh lain.
(c) Kebersihan dan Disinfeksi Lingkungan
Semua permukaan horizontal ditempat dimana pelayanan yang disediakan
untuk pasien harus dibersihkan setiap hari dan bila terlihat kotor, permukaan
tersebut juga harus dibersihkan bila pasien sudah keluar dan sebelum pasien
baru masuk (Depkes, 2008).
Untuk mencegah dan mengontrol perkembangbiakan mikroorganisme,
pembersihan dan disinfeksi lingkungan luar di unit HD sangat penting untuk
dilakukan (mesin HD, bed atau kursi HD, troli) dan permukaan peralatan lain
yang sering di sentuh oleh pasien dan staf harus dibersihkan sebelum dipakai
pasien berikutnya. Di lingkungan pelayanan hemodialisa, lingkungan akan
terkontaminasi dengan berbagai macam pathogen dimana transmisi terbesar
pathogen tersebut melalui tangan tenaga kesehatan.
Lingkungan hemodialisa cenderung terkontaminasi oleh ―blood borne
phatogen‖ berupa HBV, HCV dan HIV dan agen infeksius lainnya seperti
methicillin-resistant Staphylococcus aureus (MRSA), vancomycin-resistant
Enterococci (VRE) dan Clostridium difficile (Karkar, 2014). Mikroorganisme
dapat bertahan hidup dengan berbagai macam periode dari hari sampai dengan
bulan, temperatur yang rendah, kelembaban yang tinggi merupakan media
yang baik bagi mikroorganisme untuk berkembang biak. Virus dapat
dinonaktifkan oleh alkohol 70% dan klorin 0.5% atau produk pabrikan yang
direkomendasikan.
Hal-hal penting mengenai pembersihan dan disinfeksi permukaan
lingkungan :
1. Lingkungan yang digunakan oleh pasien harus dibersihkan dengan teratur
2. Hanya permukaan yang bersentuhan dengan kulit/mukosa pasien dan
permukaan yang sering disentuh oleh petugas kesehatan yang memerlukan
disinfeksi setelah dibersihkan
3. Lakukan pembersihan dua kali sehari atau bila kotor
196
4. Jangan melakukan disinfeksi fogging di ruang perawatan
5. Bersihkan dan disinfeksi permukaan yang sering disentuh seperti
pegangan pintu, bed rails, light switch
6. Bersihkan dinding, blinds dan jendela, tirai di area perawatan pasien
7. Petugas kesehatan harus menggunakan APD untuk melakukan
pembersihan dan disinfeksi peralatan dan harus membersihkan tangan
setelah APD dilepas
8. Lakukan pembersihan dan disinfeksi untuk pengendalian lingkungan yang
terkontaminasi sesuai prosedur
9. Larutan disinfeksi pada bagian permukaan yang terkena tumpahan (catatan
: sodium hipoklorit dapat digunakan untuk disinfeksi, dengan konsentrasi
yang dianjurkan berkisar dari 0,05% sampai 0,5%) atau menggunakan
produk pabrikan yang direkomendasikan
10. Pastikan kepatuhan dari petugas kebersihan untuk pembersihan dan
disinfeksi
11. Anjurkan keluarga, pengunjung, pasien tentang kebersihan tangan untuk
meminimalkan penyebaran mikroorganisme (Depkes, 2008).
199
7. Gunakan vial yang multidose untuk satu pasien jika mungkin, jika vial
multidose untuk beberapa pasien, maka vial tersebut harus disimpan di tempat
pengobatan dan tidak diperbolehkan berada di ruang perawatan.
8. Buang vial, syringe dan jarum di container yang tertutup, tahan terhadap
tusukan dan tahan pecah.
9. Ketaatan tenaga kesehatan terhadap paparan ―blood borne pathogen‖
200
3. Pemeriksaan tes HIV pada pasien HD lama hanya dilakukan bila ada
kecurigaan menderita penyakit HIV.
201
(m)Edukasi Pasien, Keluarga dan Tenaga Kesehatan
Rumah sakit menetapkan Pendidikan, pelatihan pencegahan dan pengendalian
infeksi diberikan kepada tenaga kesehatan dan diulangi secara rutin misalnya
setiap tahun. Pasien dan caregivers juga diedukasi tentang perawatan akses baru,
perubahan akses dan hal ini diulangi setiap tahunnya. Area kunci edukasi pasien
menurut CDC adalah sebagai berikut :
Pasien dengan kateter :
1. Cuci tangan
2. Perawatan dirumah
3. Tanda dan gejala infeksi
4. Cara mengatasi masalah ketika ada permasalahan dengan kateter
5. Resiko pemasangan kateter
6. Pelaksanaan dasar-dasar kontrol infeksi selama proses akses kateter
(mengikut sertakan pasien)
Pasien dengan akses permanen :
1. Cuci tangan
2. Mencuci area akses sebelum dilakukan kanulasi
3. Perawatan di rumah
4. Tanda dan gejala infeksi
5. Cara mengatasi masalah ketika ada permasalahan dengan AVF
6. Pelaksanaan dasar-dasar control infeksi selama proses kanulasi (mengikut
sertakan pasien)
203
tangan dan memakai sarung tangan serta tindakan mendisinfeksi kulit
sebelum pemasangan kanulasi.
Penggantian kanulasi
Kanulasi intravena harus diganti secara reguler (72 jam).
d. Peralatan
Tingkat sterilitas yang benar, desinfektan dan dekontaminasi harus dilakukan
pada semua perlatan yang akan digunakan. Setiap pasien harus mempunyai
peralatan sendiri - sendiri dan bisa dipakai ulang atau menggunakan alat yang
sekali pakai.
Item sekali pakai
Item yang sekali pakai seperti peralatan airway yang kontak langsung
dengan saluran pernafasan seperti ETT dan airway, canule suction dimana
dari manufakturnya telah diberi label sekali pakai, maka tidak boleh
dipakai ulang atau didaur ulang.
Item yang dapat dipakai ulang
Item yang dapat dipakai ulang harus dilakukan dekontaminasi dan
disinfeksi yang benar sebelum digunakan kembali dan apabila prosedur
yang akan dilakukan melibatkan bagian tubuh yang steril, maka peralatan
tersebut harus dalam keadaan steril.
e. Suplai
Area penyimpanan
Item yang bersih dan steril tidak boleh disimpan dalam area yang sama.
Lokasi atau ruangan terpisah harus digunakan untuk area bersih dan kotor.
Item steril
Semua item yang telah steril harus disimpan di area yang bersih dan
kering. Jika bungkusan steril mengalami kerusakan atau bocor, maka
kemasan tersebut dinyatakan tidak steril lagi dan item didalamnya tidak
boleh digunakan. Pengecekan item steril pada stok steril harus dilakukan
secara reguler. Semua item steril harus dicek keutuhan kemasannya
sebelum digunakan (dibuka).
f. Pengolahan Linen
Linen kotor adalah merupakan sumber kontaminasi mikroorganisme yang
signifikan linen kotor saat penggantian linen (oleh karena itu penggantian
linen tidak boleh dilakukan dengan mengibaskan linen ke udara).
204
Linen disimpan di tempat yang bersih, kering dan tertutup untuk
mencegah kontaminasi kuman dari udara. Jika linen bersih tidak jadi
digunakan, maka tidak boleh disimpan di area penyimpanan stok linen
ruangan, tetapi harus dikembalikan ke laundry untuk dicuci ulang.
Tidak boleh meletakkan linen kotor di lantai, di kursi atau di meja. Linen
kotor dimasukkan ke dalam kantong plastik trolly linen kotor yang telah
tersedia. Trolly linen yang digunakan untuk mengangkut linen kotor tidak
boleh digunakan untuk membawa linen bersih.
g. Praktek Menyuntik Yang Aman
Obat - obatan harus disiapkan dengan menggunakan teknik tanpa
sentuhan, obat - obat parenteral harus disiapkan secara aseptik
menggunakan spuit dan jarum steril. Cairan intravena dan cairan irigasi
steril harus diberi label tanggal, waktu dibuka dan dibuang setelah 24 jam
(jika setelah dibuka dan tidak digunakan lagi)
Antibiotik
Pemberian antibiotika pada pasien IRI yang tidak memperhatikan pola
sensitivitas kuman akan memberikan andil terjadinya KLB infeksi serius
dengan konsekuensi yang fatal. Adanya kebijakan penggunaan antibiotika
di rumah sakit akan lebih rasional dalam pemberiannya dan merupakan
keputusan yang dapat diterima secara hukum dibandingkan mereka yang
tidak mempunyai kebijakan tentang pemberiaan antibiotika yang benar.
Pemberian multi dose
Karena adanya potensi terjadi infeksi silang, maka penggunaan vial untuk
multi dose dan ampul untuk pasien lebih dari satu sangat tidak dianjurkan
atau diterapkan oleh karena itu isi vial atau ampul hanya digunakan oleh
satu pasien saja dengan alternatif lainnya yaitu dengan memisahkan isi
vial ke dalam beberapa spuit steril, beri tanggal dan jam buka vial pada
spuit dan disimpan dalam lemari pendingin obat untuk selama 24 jam.
- Tidak melakukan re caping jarum
- Satu pasien menggunakan satu spuit dan sekali pakai
- Menggunakan tehnik aseptik selama proses penyiapan hingga
pemberian obat
- Menggunakan alkohol swab dengan cara memutar dari arah dalam
keluar untuk membersihkan area yang akan di lakukan injeksi
205
h. Faktor Pasien dan Petugas
a) Penempatan pasien
Setiap pasien yang dicurigai atau dinyatakan mempunyai penyakit
menular, maka harus ditempatkan terpisah dari pasien lain (kamar
isolasi)
Pengelolaan pasien di isolasi memperhatikan prinsip prinsip penerapan
kewaspadaan isolasi
Tata udara, cahaya dan ventilasi harus termonitor dengan baik
b) Hygiene
Pasien yang dirawat di IRI secara rutin harus dilakukan personal hygiene
dengan baik. Dengan melakukan personal hygiene yang baik akan
mencegah terjadinya infeksi silang dan memberikan kesegaran dan
mengurangi stres bagi pasien
c) Petugas
1. Semua staff yang bertugas di IRI harus memakai seragam yang bersih.
2. Staf IRI tidak diperbolehkan memakai asesoris tangan termasuk cincin
kawin saat mereka tugas, hal ini karena potensial menyebarkan kuman
atau mengakibatkan kolonisasi kuman.
3. Menerapkan praktek kewaspadaan standar dengan sebaik baiknya
4. Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas sesame petugas
5. Memberikan motivasi kepada petugas lain
6. Tidak berkuku panjang dan tidak memakai kutek
7. Kesehatan Petugas ;
1) Apabila terkena pajanan barang infeksius maka dilakukan
penatalaksanaan sesuai alur dan SPO pajanan benda infeksius
2) Petugas yang terkena pajanan langsung dilakukan pemerikasaan
sesuai SPO serta membuat laporan pajanan
3) Staf yang diketahui mengidap penyakit menular baik melalui
pembuluh darah maupun melalui udara harus berobat dan
melaporkan keatasan
4) Petugas yang sedang sakit sementara tidak bekerja sesuai
rekomendasi dokter
5) Dilakukan pemberian vaksinasi hepatitis untuk semua petugas
206
2. Pengendalian Lalu Lintas di Rawat Inap
Dalam kasus tertentu pengunjung harus dibatasi sesuai dengan keperluannya,
hal ini untuk memberikan keamanan dan kenyamanan bagi pasien, cukup
sampai batas yang telah ditentukan kecuali pada kondisi pasien kritis, namun
tetap diatur.
Jika pasien dirawat di kamar isolasi, maka pengunjung harus diberi penjelasan
untuk menerapkan kewaspadaan standar termasuk pengunaan APD.
Anak-anak di bawah umur 12 tahun tidak boleh masuk melakukan kunjungan
ke pasien.
Pengunjung wajib melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
mengunjungi pasien.
Pengunjung tidak perlu memakai baju ganti pada saat mengunjungi pasien.
Penunggu dan pengunjung tidak perlu menggunakan alas kaki khusus atau
melepas alas kaki saat masuk bangsal pasien.
3. Managemen Lingkungan dan Limbah
Menggunakan cairan desinfektan sesuai dengan pedoman RS
Tempat tidur/kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan menggunakan
clorin 0,05 % atau desinfektan yang lain sesuai kebijakan Rumah Sakit
Penanganan limbah :
a. Limbah medis infeksius di masukan kantong kuning
b. Limbah benda tajam masuk ke dalam safety box
c. Limbah umum (non infeksius) dimasukan ke kantong warna hitam
d. Limbah cair di buang ke spoelhoek
Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan sesuai SPO
Tumpahan cairan infeksius.
Suhu dan kelembapan udara
Pengecekan suhu dan kelembapan udara harus dilakukan setiap hari
1) Petugas kebersihan;
a. Pembersihan harian : lantai harus dibersihkan setiap hari dengan
menggunakan kain pel dan desinfektan, dilakukan 2x sehari atau sewaktu-
waktu
b. Pembongkaran : dilakukan 1 bulan sekali atau melihat jumlah pasien
207
c. Pembersihan permukaan lingkungan dan peralatan menggunakan
disinfektan yang tepat sesuai yang di tentukan
4. Penerapan Bundels Pencegahan Infeksi
Setiap petugas wajib menjalankan bundles pencegahan infeksi dengan benar
sesuai surveilans yang sudah dijalankan di ruang perawatan.
212
5.4. PENDIDIKAN DAN PELATIHAN PPI
Pendidikan dan Latihan Staf Di RS Restu Ibu meliputi :
1. Pendidikan dan latihan bagi staf dan karyawan baru
2. Pendidikan dan latihan bagi pasien, penunggu pasien dan pengunjung
Tata Laksana :
1. Pendidikan dan Latihan Bagi Staf dan Karyawan Baru
a. Program pendidikan dan latihan PPI direncanakan dan dilaksanakan secara
periodik dan berkesinambungan oleh bagian kepegawaian dan diklat rumah sakit
bekerjasama dengan Komite PPI RS untuk menjamin tenaga yang berada di KPPI
dan setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk dokter interhinsip dan
karyawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPI RS,
khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
b. Program pendidikan dan latihan PPI bisa dilaksanakan secara eksternal dengan
cara mengikuti pelatihan yang diselenggarakan di luar rumah sakit atau pun secara
internal dengan cara mengadakan in house training berdasarkan kebutuhan yang
ada.
c. Bahwa seluruh karyawan baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk
materi PPI di rumah sakit.
d. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh diklat
bersama Komite PPI sesuai ketentuan yang berlaku sebagai dasar perencanaan
program selanjutnya.
e. Seluruh staf di unit terkait di didik tentang pengelolaan pasien infeksius
2. Pendidikan dan Latihan Bagi Pasien, Penunggu Pasien dan Pengunjung
a. Salah satu Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di rumah sakit adalah kepedulian
terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b. Pasien, keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPI.
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RS Restu Ibu di koordinasi
oleh Komite PPI yang tergabung dalam unit rawat jalan dan rawat inap.
d. Masing – masing dari tenaga kesehatan ( Dokter, Perawat, Fisioterapi, Gizi,
Farmasi dll) maupun non kesehatan (Pekarya, Petugas Kebersihan, dll) pasien,
keluarga dan pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan dan pengendalian
infeksi.
e. Pasien, keluarga dan pengunjung yang dirawat di RS Restu Ibu harus mentaati
peraturan yang ada di RS Restu Ibu sesuai dengan peraturan tata tertib pasien
213
sesuai yang tercantum dalam Buku Pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi
di rumah sakit dan fasilitas lainya tahun 2017, Tentang kebersihan tangan dan
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) di fasilitas kesehatan.
f. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan (Dokter, Perawat, Fisioterapi,
Pekarya, Gizi dll) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudah
menyentuh pasien dan lingkungan pasien.
g. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung jawab
bersama antara pihak rumah sakit, pasien, keluarga dan pengunjung.
h. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan dan
pengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan/unit harus menyediakan
fasilitas wastafel, tempat sampah non infeksius (kantong hitam), sabun biasa
(handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung.
i. Untuk edukasi pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien
baru masuk meliputi:
- Kebersihan tangan
- Etika batuk dan bersin
- Larangan membawa anak kecil
- Larangan mencuci dan menjemur pakaian di rumah sakit
- Larangan melepas alas kaki
- Larangan duduk, tidur atau tiduran dilantai rumah sakit;
216
b. Monitoring dan Pelaporan
1. Monitoring
Monitoring efektivitas dan efek samping penggunaan antibiotik dengan
memperhatikan kondisi klinis pasien dan data penunjang yang ada. Apabila setelah
pemberian antibiotik selama 72 jam kondisi klinis pasien tidak ada perbaikan,
maka perlu dilakukan evaluasi ulang tentang diagnosis klinis pasien, dan dapat
dilakukan diskusi dengan Komite PPRA RS Restu Ibu untuk mencarikan solusi
masalah tersebut.
Jika terjadi efek samping obat (ADRs/ Adverse Drug Reaction) sebaiknya segera
dilaporkan kepusat MESO, dengan menggunakan form MESO. Pelaporan ADRs
dapat dilakukan oleh dokter, apoteker, maupun perawat, dan sebaiknya di bawah
koordinasi Komite Farmasi dan Terapi yang ada di RS. Restu Ibu (sesuai pedoman
Komite PPRA Kemenkes RI 2011). ADRs antibiotik yang perlu diwaspadai
menurut Aronson, 2005; Koda Kimble, 2009; Pedoman MESO Nasional; Lacy,
2010; WHO, 2004, antara lain adalah:
a. ADRs akibat penggunaan antibiotik yang perlu diwaspadai seperti syok
anafilaksis, Steven Johnson’s Syndrome. Antibiotik yang perlu diwaspadai
penggunaannya terkait kemungkinan terjadinya ADRs ini adalah golongan
sulfonamide (kotrimoksazol), penisilin/ampisilin, sefalosporin, quinolon,
rifampisin, tetrasiklin, dan eritromisisn.
b. Penggunaan antibiotik golongan aminoglikosida dapat menyebabkan efek
samping nefrotoksisitas dan ototoksisitas.
c. Penggunaan vankomisin perlu diwaspadai kemungkinan terjadinya efek
samping Redman’s Syndrome karena pemberian injeksi yang terlalu cepat,
sehingga harus diberikan secara drip minimal selama 60 menit.
2. Pelaporan
Kualitas penggunaan antibiotik dapat dinilai dengan melihat rekam pemberian
antibiotik atau Lembar Antibiotik/Antifungal Rumah Sakit umum Universitas
Kristen Indonesia , yang dikeluarkan oleh Komite PPRA RS. Restu Ibu Perawat
atau dokter harus mengisi dan melengkapi Lembar Antibiotik/Antifungal sebagai
rekaman penggunaan antibiotik parenteral pasien. Lembar Antibiotik/Antifungal
ini akan dikumpulkan oleh ners link disetiap ruang rawat yang telah ditunjuk.
Kemudian lembar ini akan dikumpulkan oleh Komite PPRA dan akan dinilai
217
kerasionalannya dengan mempertimbangkan kesesuaian diagnosis (gejala klinis,
hasil laboratorium), indikasi, regimen dosis, keamanan, dan harga.
Alur penilaian menggunakan kategori/klasifikasi Gyssens. Kategori hasil penilaian
kualitatif penggunaan antibiotik sebagai berikut (Gyssens IC, 2001).
Kategori I : Penggunaan antibiotik tepat / bijak
Kategori IIA : Penggunaan antibiotik tidak tepat dosis
Kategori IIB : Penggunaan antibiotik tidak tepat interval pemberian
Kategori IIC : Penggunaan antibiotik tidak tepat cara / rute pemberian
Kategori IIIA : Penggunaan antibiotik terlalu lama
Kategori IIIB : Penggunaan antibiotik terlalu singkat
Kategori IVA : Ada antibiotik lain yang lebih efektif
Kategori IVB : Ada antibiotik lain yang kurang toksik / lebih aman
Kategori IVC : Ada antibiotik lain yang lebih murah
Kategori V : Tidak ada indikasi penggunaan antibiotic
Kategori VI : Data rekam medik tidak lengkap dan tidak dapat di evaluasi
Dari hasil analisa dengan kriteria Gyssens akan terlihat persentase rasionalitas
penggunaanantibiotik tiap ruang rawat, hasil analisa data ini akan dilaporkan tiap
tiga bulan untuk kemudian dievaluasi seberapa besar tingkat rasionalitas
penggunaan antibiotik di RS. Restu Ibu.
218
5.6. PENANGGULANGAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)
Tata Laksana :
Langkah – Langkah Investigasi KLB
i. Pencegahan &
Pengendalian
219
a. Tugas Manajemen RS
a) Menetapkan kebijakan berkaitan dengan kebutuhan penanganan KLB (antara lain:
sistim kewaspadaan KLB, sistim komunikasi dgn pihak luar RS
b) Menetapkan SPO penanganan KLB (setelah menerima masukan dari Komite PPI
dan unit terkait)
c) Menjamin tersedianya fasiltas bagi penanganan kasus KLB (ruang isolasi,
kelengkapan peralatan dll)
d) Menjamin kecukupan petugas kesehatan RS yang kompeten menangani KLB
petugas sudah mendapat pelatihan khusus/terkait)
b. Komite
a) Terdiri dari :
- Komite Mutu dan Manajemen Risiko
- Komite PPI
- KomiteKeselamatan pasien
- Komite Medik
- Komite Perawatan
b) Tugas komite
- Memberikan masukan pada direktur, yang berkaitan dengan kebijakan
penanganan KLB
- Menetapkan diagnosis klinik kasus – kasus KLB
- Menberikan konsultasi kepada petugas klinik yang langsung menangani kasus
diruang rawat
c. Langkah – Langkah Investigasi
1) Persiapan Lapangan
Komite PPI dan para ahli mempersiapkan investigasi KLB
Persiapan ATK (Laptop, kamera) dan prosedur administrasi, bahan literature
untuk sebagai reviuw literature
konsultasi dengan tim ahli terkait
Menganilisa masalah
Konsultasi dengan lab (Jenis specimen)
Bentuk tim investigasi KLB dan pengendalian yang terdiri dari :
- Komite PPIRS dan Unit terkait
- Direktur Pelayanan Medik
- Bidang Keperawatan
220
- Komite Medik
- Dokter SMF yang terkait
- Dokter patologi klinik
Tentukan ketua Tim
Siapa yang memimpin investigasi
siapa yang membantu
siapa yang ditugaskan dan berwewenang untuk menyampaikan informasi
ke media jika diperlukan
2) Pastikan Adanya KLB
Bandingkan kasus yang ada (current) dengan baseline insidence (dari bulan-
bulan/tahun-tahun sebelumnya). Jika data tidak tersedia, banding-kan dengan
data dari RS lain atau data Sistem Survei Nasional.
Perhatikan hal-hal yang mungkin menyebabkan peningkatan kasus yang
melampaui ―normal‖ , misal: definisi kasus yang beda, unit yangmelapor-kan
bertambah peningkatan kegiatan surveilans, dan lain lain
3) Verifikasi Diagnose Kasus
Untuk memastikan Diagnosa: Review temuan klinis, Telusuri hasil Lab,
Rekammedik pasien
Diskusi dengan dokter/perawat yang merawat
Evaluasi besar masalah:Apakah yang terkena akan banyak, Morbiditas dan
mortalitastinggi
4) Definisi dan penemuan kasus
Definisi Kasus:
Tetapkan kriteria kasus secaraklinis dan lab
Bedakan menurut orang, tempat dan waktu kapan terjadi kasus
Terapkan secara konsisten dan tanpa bias terhadap seluruh kasus yang diteliti
Pemeriksaan dapat dilakukan terhadap individu dengan faktor risiko seperti :
dokter, perawat, keluarga
Penemuan kasus, mencakup informasi :
Identitas : nama, alamat
Demografi : Umur, sex, pekerjaan
Klinis
Faktor risiko
221
Pelapor
5) Pengolahan Data Deskriptif
Mengolah Data: berdasarkan waktu, tempat, orang
Menggunakan Curve Epidemik (epi curve) dapat menggambarkan:
- Jumlah kasus menurut tanggal onset
- Common source break/Sumber tunggal
- Propagated dan karakteristik KLB dan informasi tentang karakteristik
KLB :
Pola penyebaran penyakit
Besarnya masalah
Trend/kecendrungan waktu pajanan dan masa inkubasi
Cara membuat kurva epidemik
Kurva berbentuk histogram
Axis diberi label
Beri judul deskriptif meliputi Kejadian pre-epidemik period untuk
memperlihatkan data dasar kasus
6) Membuat Hipotesa
Buatlah dugaan terbaik untuk menjelaskan observasi.
Hipotesa harus menjelaskan mayoritas kasus.
Dari info Time, Place, Person kembangkan hipotesa yang mengarahkan ke:
- Sumber penularan
- Cara transmisi
- Exposure / Pajanan
- Evaluasi Hipotesa
Bandingkan dengan fakta yg ditemukan
Studi Laboratorium dan lingkungan yang dapat menjelaskan mengapa KLB
terjadi
7) Implementasi Pencegahan dan Pengendalian
Secepatnya dilakukan
Tidak perlu menunggu sampai investigasi selesai
Jangka pendek dan jangka panjang
Tindakan intervensi disesuaikan dengan karakteristik penyebab dan
penyebaran KLB(mis, karakteristik patogen, model transmisi)
222
Umumnya, garis besar hal-hal yang dilakukan terdiri atas:
- Mengendalikan sumber pathogen
- Memusnahkan sumber pathogen
- Host menghindari pemaparan
- Treatment orang yg terinfeksi
- Disinfeksi peralatan dan lingkungan
- Memutus transmisi
- Isolasi kasus
- Memodifikasi respons host terhadap pemaparan
8) Mengkomunikasikan Temuan Kepada
Direktur/pimpinan RS
Kepala Instalasi Laboratorium
Unit terkait
Ketua Komite Mutu dan Manajemen Risiko
Jika perlu melakukan pertemuan dengan media
9) Pengakhiran Kasus KLB
Pengakhiran KLB ditimbulkan beberapa factor :
- Tidak ada individu yang rentan
- Tidak ada pemaparan ke sumber infeksi/penyakit
- Tidak ada lagi sumber kontaminasi
- Berkurang kerentanan individu
- Patogenitas patogen berkurang
Segera umumkan bila KLB sudah berakhir
Buat laporan lengkap KLB untuk pelaporan
Pelaporan Dan Dokumentasi
1) Pelaporan akhir dan dokumentasi incestigasi KLB meliputi:
a. Deskripsi wabah
b. Intervensi yang dilakukan
c. Efektifitas keberhasilan intervensi, dan ringkasan kontribusi tiap anggota tim
d. Rekomendasi pencegahan wabah
2) Laporan KLB dibuat dan dilaporkan
a. Direktur
b. Ketua Komite PPI
c. Ketua Komite Keselamatan Pasien
223
d. Unit Terkait
e. Ketua Mutu
f. Bidang Pelayanan
Laporan di publikasikan di jurnal ilmiah dan dapat di gunakan sebagai legal dokumen
224
NO ISI MERK PENGGUNAAN
1 Etanol 96%, Sanitizer RSRI Antiseptik kulit kebersihan
Gliserol 98%, tangan daerah kritis (Petugas)
Hidrogen Peroksida 3%
dan Aquadest
2 Etanol 96%, Gliserol Sanitizer RSRI Antiseptik kulit kebersihan
98%, Hidrogen tangan (pasien, keluarga dan
Peroksida 3% dan pengunjung)
Aquadest
3 Chlorhexidine Mil scrub Sabun antiseptic kebersihan
digluconat 4% tangan ruang perawatan
Solution
4 Chlorhexidine Dermanios scrub Sabun antiseptic kebersihan
digluconat 4% Solution tangan kamar operasi
5 Povidone lodine 7,5% Bethadine solution Antiseptik kulit dan luka operasi
225
5.8. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI ( Infection Risk Control Assesment ) ICRA
Salah satu program dalam pencegahan dan pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan adalah melakukan pengkajian risiko. Pengkajian risiko sebaiknya dilakukan
setiap awal tahun sebelum memulai program dan dapat setiap saat ketika dibutuhkan.
a. Definisi Infection Control Risk Assesment (ICRA)
1. Risiko adalah potensi terjadinya kerugian yg dapat timbul dari proses kegiatan
saat sekarang atau kejadian dimasa datang (ERM, Risk Management Handbook
for Health Care Organization).
2. Manajemen risiko adalah pendekatan proaktif untuk mengidentifikasi, menilai
dan menyusun prioritas risiko, dengan tujuan untuk menghilangkan atau
meminimalkan dampaknya. Suatu proses penilaian untuk menguji sebuah proses
secara rinci dan berurutan, baik kejadian yang aktual maupun yang potensial
berisiko ataupun kegagalan dan suatu yang rentan melalui proses yang logis,
dengan memprioritaskan area yang akan di perbaiki berdasarkan dampak yang
akan di timbulkan baik aktual maupun potensial dari suatu proses perawatan,
pengobatan ataupun pelayanan yang diberikan.
3. Pencatatan risiko adalah pencatatan semua risiko yang sudah diidentifikasi, untuk
kemudian dilakukan pemeringkatan (grading) untuk menentukan matriks risiko
dengan kategori merah, kuning dan hijau.
4. ICRA adalah proses multidisiplin yang berfokus pada pengurangan infeksi,
pendokumentasian bahwa dengan mempertimbangkan populasi pasien, fasilitas
dan program:
1) Fokus pada pengurangan risiko dari infeksi
2) Tahapan perencanaan fasilitas, desain, konstruksi, renovasi, pemeliharaan
fasilitas, dan
3) Pengetahuan tentang infeksi, agen infeksi, dan lingkungan perawatan, yang
memungkinkan organisasi untuk mengantisipasi dampak potensial.
ICRA merupakan pengkajian yang di lakukan secara kualitatif dan kuantitatif
terhadap risiko infeksi terkait aktifitas pengendalian infeksi di fasilitas pelayanan
kesehatan serta mengenali ancaman/bahaya dari aktifitas tersebut.
b. Tujuan adalah untuk mencegah dan mengurangi resiko terjadinya HAIs pada
pasien, petugas dan pengunjung RS dengan cara:
a) Mencegah dan mengontrol frekuensi dan dampak risiko terhadap :
(a) Paparan kuman patogen melalui petugas, pasien dan pengunjung
226
(b) Penularan melalui tindakan/prosedur invasif yang dilakukan baik melalui
peralatan,tehnik pemasangan, ataupun perawatan terhadap HAIs.
b) Melakukan penilaian terhadap masalah yang ada agar dapat ditindak lanjuti
berdasarkan hasil penilaian skala prioritas
c. Infection Control Risk Assesment terdiri atas:
1. External
a) Terkait dengan komunitas: Kejadian KLB dikomunitas yang berhubungan
dengan penyakit menular: Influenza, Meningitis.
b) Penyakit lain yang berhubungan dengan kontaminasi pada makanan, air
seperti hepatitis A dan salmonela.
c) Terkait dengan bencana alam : tornado, banjir, gempa, dan lain-lain.
d) Kecelakaan Massal : pesawat, bus, dan lain-lain.
2. Internal
a) Risiko terkait pasien : Jenis kelamin, usia, populasi kebutuhan khusus
b) Risiko terkait petugas kesehatan
- Kebiasaan kesehatan perorangan
- Budaya keyakinan tentang penyakit menular
- Pemahaman tentang pencegahan dan penularan penyakit
- Tingkat kepatuhan dalam mencegah infeksi (Kebersihan tangan,
pemakaian APD, teknik isolasi)
- Skrening yang tidak adekuat terhadap penyakit menular
- Kebersihan tangan
- NSI
c) Risiko terkait pelaksanaan prosedur invasif
- Prosedur invasif yang dilakukan :
Pencampuran Obat suntik
Pencampuran Obat atau senyawa campuran untuk mengurangi gejala
untuk menyembuhkan penyakit. Sediaan parenteral adalah salah satu
teknik pemberian obat. Keuntungan sediaan parenteral yang diingikan
adalah obat dapat memeberikan efek lebih cepat dari obat sediaan lain.
Salah satu penyiapan obat parenteral adalah dengan pencampuran ,
pencampuran obat suntik dilakukan oleh apoteker dengan latar
belakang pengetahuan antara lain sterilitas, sifat fisikokimia, stabilitas
obat, dan ketidaktercampuran obat. Selain itu diperlukan juga sarana
227
dan prasarana khusus yang menunjang pekerjaan hingga tujuan
sterilitas, stabilitas dan ketercampuran obat dapat tercapai dengan baik.
Cara pencampuran obat :
1. Penyiapan
a. Petugas farmasi melakukan screning resep meliputi :
kelengkapan resep / kartu terapi dengan prinsip 7 benar
b. Memeriksa kondisi obat yang akan di campur
c. Menghitung ksesuaian dosis
d. Memilih jenis pelarut yang sesuai
e. Menghitung volume pelarut
2. Pencampuran
Proses pencampuran obat suntik secara aseptik maka dilakukan
langkah langkah
a. Menggunakan alat pelindung diri (APD)
b. Melakukan desinfeksi sarung tangan dengan alkohol 70%
c. Menghidupkan Laminer Air Flow sesuai SPO
d. Menyiapkan kantong buangan sampah dalam LAF untuk bekas
obat
e. Mengambil alat kesehatan dan obat – obatan dari box
f. Melakukan pencampuran secara aseptik
Pemberian Suntikan
Pakai spuit dan jarum suntik steril sekali pakai untuk setiap suntikan,
berlaku juga pada penggunaan vial multidose untuk mencegah
timbulnya kontaminasi mikroba saat obat dipakai pada pasien lain.
Jangan lupa membuang spuit dan jarum suntik bekas pakai ke
tempatnya dengan benar.
1. Menerapkan tehnik aseptic untuk mencegah kontaminasi alat- alat
injeksi
2. Tidak menggunakan spuit yang sama untuk penyuntikan lebih dari
1 pasien walaupun jarum suntiknya diganti
3. Semua alat suntik yang dipergunakan harus satu kali pakai untuk
satu pasien dan satu prosedur
4. Gunakan cairan pelarut hanya untuk satu kali.
5. Gunakan single dose untuk obat injeksi (bila memugkinkan)
228
6. Tidak memberikan obat- obat single dose kepada lebih dari satu
pasien atau mencampur obat- obat sisa dari vial/ ampul untuk
pemberian berikutnya.
7. Bila harus menggunakan obat- obat multi dose, semua alat yang
digunakan harus steril.
8. Simpan obat- obat multi dose sesuai dengan rekomendasi dari
pabrik yang membuat.
9. Tidak menggunakan cairan pelarut untuk lebih dari 1 pasien
Terapi Cairan
1. Ganti selang IV, termasuk selang piggyback dan stopcock, dengan
interval yang tidak kurang dari 72 jam, kecuali bila ada indikasi
klinis.
2. Ganti selang yang dipakai untuk memasukkan darah, komponen
darah atau emulsi lemak dalam 24 jam
3. Waktu pemakaian cairan IV, termasuk juga cairan nutrisi
parenteral yang tidak mengandung lemak sekurang- kurangnya 96
jam.
4. Infus harus diselesaikan dalam 24 jam untuk satu botol cairan
parenteral yang mengandung lemak.
5. Bila hanya emusi lemak yang diberikan, selesaikan infus dalam 12
jam setelah botol emulsi mulai digunakan.
Port injeksi intravena
Bersihkan port injeksi dengan alkhohol 70% sebelum digunakan.
Persiapan dan pengendalian mutu campuran larutan
intravena
1. Campurkan seluruh cairan parenteral di bagian farmasi dalam
laminar- flow hood menggunakan tehnik aseptic.
2. Periksa semua container cairan parenteral, apakah ada
kekeruhan, kebocoran, keretakan, partikel dan tanggal
kadaluwarsa dari pabrik sebelum penggunaan.
3. Pakai vial dosis tunggal aditif parenteral atau obat- obatan
bilamana mungkin.
4. Bila harus mengunakan vial multi dosisi :
229
- Dinginkan dalam kulkas vial multi dosis yang sudah
dibuka, bila direkomendasikan oleh pabrik.
- Bersihkan karet penutup vial multi dosis dengan alkhohol
sebelum memasukkan alat ke vial.
- Gunakan alat steril setiap kali akan mengambil cairan dari
vial multi dosis, dan hindari kontaminasi alat sebelum
menembus karet vial.
- Buang vial multi dosis bila sudah kosong, bila dicurigai
atau terlihat adanya kontaminasi, atau bila telah mencapai
tanggal kadaluwarsa
Punksi lumbal
Semua petugas harus memakai masker bedah, gaun bersih, sarung
tangan steril saat melakukan tindakan lumbal pungsi, anestesi spinal/
epidural/ pasang kateter vena sentral.
Penggunaan masker bedah pada petugas dibutuhkan agar tidak terjadi
droplet flora orofaring yang dapat menimbulkan meningitis bacterial
- Peralatan yang dipakai
- Pengetahuan dan pengalaman dalam melakukan suatu tindakan
- Persiapan pasien yang memadai
- Kepatuhan terhadap tehnik pencegahan yang direkomendasikan
d) Risiko terkait peralatan
Pembersihan, desinfektan dan sterilisasi untuk proses peralatan:
- Instrumen bedah
- Prostesa
- Pemrosesan alat sekali pakai
- Pembungkusan kembali alat
- Peralatan yang dipakai
e) Risiko terkait infeksi pada fasilitas pengendalian mekanis teknis
(mechanical dan engineering control)
- Kontrol monitoring sistem ventilasi tekanan positip di Ruang Isolasi dan
Kamar Bedah.
- Biological safety cabinet
- Laminary airflow hood (RS Restu Ibu tidak ada)
- Monitoring thermostat di lemari pendingin
230
- Monitoring air untuk sterilisasi piring dan alat dapur
f) Risiko terkait lingkungan
- Pembangunan / renovasi
- Kelengkapan peralatan
- Pembersihan lingkungan
g) Risiko terkait pengolahan kamar jenazah
1. Kebersihan ruangan dan peralatan dan upaya pelayanan
- Fife moment hand hygiene
- Lantai bersih tidak licin
- Permukaan tidak berdebu
- Tidak ada lawa lawa
- Tempat sampah infeksius dan non infeksius tertutup
- Wastafel cuci tangan selalu bersih dan bebas dari peralatan
- Keran selalu bersih dan tidak berkarat
- Mobil jenazah di bersihkan setiap habis di pakai ( Tidak ada MUO pihak ke
3 dari RS )
- Pembersihan lingkungan dengan disinfektan setiap habis dipakai dan
seminggu sekali sesuai jadwal
- Pengendalian lingkungan
- Penanganan limbah
- Pemulasaran jenazah
2. Fasilitas
- Tersedia APD lengkap, (sarung tangan, masker, googles, tutup kepala,
celemek/apron, sepatu boot)
- Tersedia alat cuci tangan lengkap di ruangan, wastafel, sabun antiseptik,
tisue dan hundsrub
- Tersedia handsrub di mobil jenazah
- Tersedia Spillkiit di mobil jenazah
- Tersedia tempat sampah infeksius dan non infeksius
- Tersedia tempat linen kotor tertutup
- Meja memandikan
- Ruang pemulasaraan
- Almari penyimpana BHP
231
d. Pengkajian ICRA terdiri dari 4 (empat) langkah yaitu :
1. Identifikasi Risiko
Proses manajemen risiko bermula dari identifikasi risiko dan melibatkan :
a) Penghitungan beratnya dampak potensial dan kemungkinan frekuensi
munculnya risiko
b) Identifikasi aktivitas-aktivitas dan pekerjaan yang menempatkan pasien, tenaga
kesehatan dan pengunjung pada risiko
c) Identifikasi agen infeksius yang terlibat
d) Identifikasi cara transmisi
2. Analisa Risiko
a) Mengapa hal ini terjadi ?
b) Berapa sering hal ini terjadi ?
c) Siapa saja yang berkontribusi terhadap kejadian tersebut ?
d) Dimana kejadian tersebut terjadi ?
e) Apa dampak yang paling mungkin terjadi jika tindakan yang sesuai tidak
dilakukan?
f) Berapa besar biaya untuk mencegah kejadian tersebut ?
3. Kontrol Risiko
a) Mencari strategi untuk mengurangi risiko yang akan mengeliminasi atau
mengurangi risiko atau mengurangi kemungkinan risiko yang ada menjadi
masalah.
b) Menempatkan rencana pengurangan risiko yang sudah disetujui pada masalah.
4. Monitoring Risiko
a) Memastikan rencana pengurangan risiko dilaksanakan
b) Hal ini dapat dilakukan dengan audit dan atau surveilans dan memberikan
umpan balik kepada staf dan manajerterkait
c) Dalam bentuk skema langka-langkah ICRA digambarkan sebagai berikut:
232
Sumber: Basic Consept Of Infection Control, IFEC. 2011
Di bawah ini ada Tabel yang menerangkan cara membuat perkiraan resiko, derajat
keparahan dan frekuensi terjadinya masalah :
Peringkat Peluang Uraian
4 1 : 10 Hampir pasti atau sangat mungkin untuk terjadi
3 1 : 100 Tinggi kemungkinan akan terjadi
2 1 : 1000 Mungkin hal tersebut akan terjadi pada suatu waktu
1 1 : 10000 Jarang terjadi dan tidak diharapkan untuk terjadi
233
Keparahan 4 – keparahan rendah 3 - keparahan Rendah
Rendah (infeksi dari linen rumah sakit) Frekuensi tinggi (infeksi
saluran kemih)
Frekuensi Rendah Frekuensi Tinggi
Jenis risiko dan tingkat risiko berbeda di setiap unit fasilitas pelayanan kesehatan, seperti
di IGD, ICU, instalasi bedah, rawat inap, laboratorium, renovasi/pembangunan, dan
lainnya. Pencatatan risiko adalah pencatatan semua risiko yang sudah diidentifikasi,
untuk kemudian dilakukan pemeringkatan (grading) untuk menentukan matriks risiko
dengan kategori merah, kuning dan hijau.
Pemeringkatan (grading) dalam bentuk table sebagai berikut :
Tabel Penilaian Probabilitas/Frekuensi :
Tingkat Risk Deskripsi Frekuensi Kejadian
0 Never Tidak pernah
1 Rare Jarang ( Frekuensi 1 – 2 x/tahun )
2 Maybe Kadang ( Frekuensi 3 – 4 x/tahun )
3 Likely Agak Sering ( Frekuensi 4 – 6 x/tahun )
4 Expectit Sering ( Frekuensi > 6 – 12 x/tahun )
234
Tabel Sistem Yang Ada :
Tingkat Risiko Deskripsi Kegiatan
1 Solid Peraturan ada, fasilitas ada, dilaksanakan
2 Good Peraturan ada, fasilitas ada, tidak
3 Fair Peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan
4 Poor Peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan
5 None Tidak ada peraturan
Skor : Nilai Probabilitas x Nilai Risiko/Dampak x Nilai Sistem yang ada
Untuk Kasus Yang Membutuhkan Penanganan Segera Tindakan Sesuai Tingkat dan
Bands Resiko
Level / Bands Tindakan
Ekstreem Resiko ekstreem, dilakukan RCA paling lama 45 hari,
(Sangat Tinggi) membutuhkan tindakan segera, perhatian sampai ke
direktur, perlu pengkajian yang sangat dalam.
High ( Tinggi ) Resiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji
dengan detail dan perlu tindakan segera serta membutuhkan
tindakan top manajemen, perlu penanganan Segera
Moderat ( Sedang ) Resiko sedang, dilakukan investigasi sederhana paling lama 2
minggu, manajer / pimpinan klinis sebaiknya menilai
dampak terhadap bahaya dan kelola resiko menggunakan
monitoring audit spesifik
Low ( Rendah ) Resiko rendah, dilakukan investigasi sederhana paling lama 1
minggu, diselesaikan dengan prosedur rutin.
235
- Rencana tindakan dibuat tertulis dengan batas waktu tertentu
- Rencana tindakan yang sudah dibuat segera dikerjakan dalam waktu 48 jam
Risiko Sedang
- Rekomendasi tertulis dibuat kepada direksi
- Membuat rencana tindak lanjut dalam bentuk time line
- Rencana tindakan: 3 bulan
Risiko Rendah
- Rekomendasi tertulis untuk manejer
- Membuat rencana tindak lanjut dalam bentuk time line
- Rencana tindakan: 6 bulan atau waktu yang lama
236
m. Instalasi Jenazah
n. Komite Mutu
o. Staf Keperawatan
p. IPSRS
q. Administrasi
237
berdasarkan banyaknya debu yang dihasilkan, potensi aerosolisasi air, durasi kegiatan
konstruksi, dan sistem sharing HVAC.
Tipe A Kegiatan pemeriksaan konstruksi dengan resiko rendah, termasuk namun
tidak terbatas pada :
a. Pemindahan plafon untuk pemeriksaan visual (debu minimal).
b. Pengecatan (bukan pemlesteran).
c. Merapikan pekerjaan listrik, pemasangan pipa kecil dan aktivitas lain
yang tidak menimbulkan debu atau mengakses ke langit- langitselain
untuk pemeriksaan visual.
Tipe B Kegiatan non invasive skala kecil, durasi pendek dengan resiko debu
minimal, termasuk namun tidak terbatas pada:
a. Instalasi kabel untuk telephone dancomputer
b. Mengakses ―chase spaces‖
c. Pemotongan dinding atau plafon dimana penyebaran debu dapat
dikontrol.
Tipe C Kegiatan pembongkaran gedung dan perbaikan gedung yang menghasilkan
debu tingkat tinggi dengan resiko sedang sampai tinggi, termasuk namun
tidak terbatas pada:
a. Pemlesteran dinding untuk pengecatan atau melindungi dinding
b. Pemindahan untuk pemasangan lantai danplafon
c. Konstruksi dinding baru
d. Pekerjaan pipa kecil atau pemasangan listrik di atasplafon
e. Kegiatan pemasangan kabel besar
f. Kegiatan tipe A, B, atau C yang tidak dapat diselesaikan dalam satu
shift kerja saja
Tipe D Kegiatan pembangunan proyek konstruksi dan pembongkaran gedung
dengan skala besar:
a. Kegiatan yang menuntut pembongkaran gedung secara besar- besaran
b. Adanya kegiatan pemasangan/ pemindahan sistem perkabelan.
c. Konstruksi baru atau pembangunan gedungbaru
238
Rendah Sedang Tinggi Sangat Tinggi
Area Perkantoran - Fisioterapi - Instalasi Gawat - Area untuk pasien
Administrasi - Instalasi Rawat Darurat immunocom
Jalan - VK promised
- Instalasi Gizi - Laboratorium - ICU
- Poli Bedah - NICU/ PICU
- Instalasi Bedah - Ruang Isolasi
Sentral tekanan negative
- Ruang perawatan - Onkologi
pasien - Ruang Operasi
239
udara. 2. Letakkan limbah kontruksi dalam
2. Memberikan kabut air pada wadah yang tertutup rapat
permukaan kerja untuk sebelum di buang.Lakukan
mengendalikan debu saat memotong. pengepelan basah dan/ atau
3. Menyegel pintu yang tidak terpakai vacum dengan HEPA filter
dengan lakban. sebelum meninggalkan area kerja.
4. Menutup ventilasi udara. 3. Setelah pekerjaan selesai, rapikan
5. Letakkan dust mat (keset debu) di kembali sistem HVAC
pintu masuk dan keluar area kerja.
6. Menutup sistem Heating Ventilation
Air Conditioning (HVAC)
Kelas III 1. Mengisolasi sistem HVAC di area 1. Pembatas area kerja harus tetap
kerja untuk mencegah kontaminasi dipasang sampai proyek selesai
sistem saluran. diperiksa oleh Komite K3,
2. Siapkan pembatas area kerja atau Komite PPI dan dilakukan
terapkan metode control kubus pembersihan oleh petugas
(menutup area kerja) sebelum kebersihan.
konstruksi dimulai. 2. Lakukan pembongkaran bahan -
3. Menjaga tekanan udara negative bahan pembatas area kerja dengan
dalam tempat kerja dengan hati- hati untuk meminimalkan
menggunakan unit penyaringan penyebaran kotoran dan puing-
udara HEPA. puing konstruksi.
4. Letakkan limbah kontruksi dalam 3. Vakum area kerja dengan
wadah yang tertutup rapat sebelum penyaring HEPA.
dibuang. 4. Lakukan pengepelan basah
5. Tutup wadah atau gerobak dengan pembersih/ desinfektan.
transportasi 5. Setelah pekerjaan selesai, rapikan
kembali sistem HVAC.
Kelas IV 1. Mengisolasi sistem HVAC di area 1. Pembatas area kerja harus tetap
kerja untuk mencegah kontaminasi dipasang sampai proyek selesai
sistem saluran. diperiksa oleh K3, Komite PPI
2. Siapkan pembatas area kerja atau dan dilakukan pembersihan oleh
terapkan metode kontrol kubus petugas kebersihan.
(menutup area kerja dengan plastic 2. Lakukan pembongkaran bahan-
dan menyegel dengan vakum HEPA bahan pembatas area kerja dengan
untuk menyedot debu keluar) hatihati untuk meminimalkan
sebelum konstruksi dimulai. penyebaran kotoran dan puing –
240
3. Menjaga tekanan udara negatif puingkonstruksi.
dalam tempat kerja dengan 3. Letakkan limbah konstruksi
menggunakan unit penyaringan dalam wadah yang tertutup rapat
udara HEPA. sebelum dibuang.
4. Menyegel lubang, pipa dan saluran. 4. Tutup wadah atau gerobak
5. Membuat anteroom dan mewajibkan transportasi limbah.
semua personel untuk melewati 5. Vakum area kerja dengan
ruangan ini dan melepas APD yang penyaring HEPA.
digunakan serta mengganti pakaian 6. Lakukan pengepelan basah
kerja di ruang anteroom. dengan pembersih/ desinfektan.
6. Semua personil memasuki tempat 7. Setelah pekerjaan selesai, rapikan
kerja diwajibkan untuk memakai kembali sistem HVAC
penutup sepatu. Sepatu harus diganti
setiap kali keluar dari area kerja.
241
2. Infection Control Risk Assesment HAI’S (ICRA)
Tata Laksana :
Langkah – Langkah ICRA HAI’S
1) Hindari Risiko, jika tidak dapat dihindari berarti harus di lakukan tindakan.
2) Mengidentifikasi mikroorganisme penyebab infeksi, bagaimana transmisi nya, siapa
yang berisiko (pasien atau petugas kesehatan).
3) Mengidentifikasi risiko untuk tertular dan menularkan infeksi berdasarkan transmisi
infeksi (memilih target atau kelompok yang di kaji).
a. Eksternal :
Berhubungan dengan komunitas
Berhubungan dengan disaster
Regulasi, syarat akreditasi
b. Internal :
Berhubungan dengan pasien
Berhubungan dengan petugas
Berhubungan dengan prosedur tindakan
Berhubungan dengan alat-alat yang digunakan
Berhubungan dengan lingkungan
Berhubungan dengan treatment
(1) Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko dibagi menjadi dua yaitu identifikasi risiko proaktif adalah kegiatan
identifikasi yang dilakukan dengan cara proaktif mencari resiko yang berpotensi
menghalangi RS mencapai tujuannya dan Identifikasi risiko reaktif adalah kegiatan
yang dilakukan setelah risiko muncul dan bermanifestasi dalam bentuk insiden atau
gangguan. Setiap unit melakukan resiko di unit-unit masing-masing yang kemudian di
kumpulkan menjadi identifikasi risiko rumah sakit.
(2) Analisa Risiko
Analisa risiko dilakukan dengan cara menilai seberapa sering peluang risiko itu
muncul, berat ringannya dampak yang ditimbulkan, serta ketersedian sistem yang
mengatur di RS dan manfaat biaya yang dikeluarkan (setelah diranking, biaya untuk
mengurangi resiko dibandingkan dengan biaya kalau terjadi resiko).
Pastikan risiko yang ditimbulkan bisa di terima atau tidak.
(3) Evaluasi Risiko
a. Apa yang dapat dilakukan untuk menurunkan atau menghilangkan resiko
242
b. Lakukan tindakan terhadap risiko
Apa yang dapat dilakukan
Siapa yang bertanggung jawab
(4) Penanganan Risiko
Proses untuk memodifikasi risiko antara lain :
Menghindari risiko dengan memutuskan untuk tidak memulai atau melanjutkan
aktivitas yang dapat menimbulkan risiko
Menghilangkan sumber risiko
Mengubah konsekuensi
(5) Tindakan dilakukan sesuai Tingkat dan Bands Risiko
LEVEL / BANDS TINDAKAN
Ekstrem Resiko ekstrem, dilakukan RCA paling lama 45 hari, membutuhkan
(Sangat Tinggi) tindakan segera, perhatian sampai di Direksi RS: perlu pengkajian
yang sangat dalam
High (Tinggi) Resiko tinggi, dilakukan RCA paling lama 45 hari, kaji dengan detail
dan perlu tindakan segera, serta membutuhkan tindakan top
manajemen : perlu penanganan segera
Moderat (Sedang) Resiko sedang dilakukan investigasi sederhana paling lama 2 minggu.
Manajer klinis sebaiknya menilai dampak terhadap bahaya dan kelola
risiko : menggunakan monitoring / audit spesifik
Low (Rendah) Resiko rendah dilakukan investigasi sederhana paling lama 1 minggu
, diselesaikan dengan prosedur rutin
243
Petunjuk Cara Pengisian Tabel :
Penilaian Probilitas / Frekuensi
a. Nilai 4 : Sering (frekuensi > 6-12x/tahun)
b. Nilai 3 : Agak sering ( Frekuensi 4-6x/tahun)
c. Nilai 2 : Kadang –kadang (Frekuensi 3-4x/tahun)
d. Nilai 1 : Jarang (Frekuensi 1-2x/tahun)
e. Nilai 0 : Tidak pernah
Penilaian Dampak Risiko
a. Nilai 5 : Kehilangan nyawa/ekstermitas
b. Nilai 4 : Hilangnya fungsi
c. Nilai 3 : Masa rawat panjang
d. Nilai 2 : Klinis dan keuangan sedang
e. Nilai 1 : Klinis dan keuangan minimal
Sistem Yang Ada
a. Nilai 5 : Tidak ada peraturan
b. Nilai 4 : Peraturan ada, fasilitas tidak ada, tidak dilaksanakan
c. Nilai 3 : Peraturan ada, fasilitas ada, tidak dilaksanakan
d. Nilai 2 : Peraturan ada, fasilitas ada, tidak selalu dilaksanakan
e. Nilai 1 : Peraturan ada, fasilitas ada, dilaksanakan
Penentuan score = Nilai Probilitas X Nilai Dampak X Nilai Sistem yang ada.
Siklus PDSA
Pedoman Audit PPI harus dibuat berdasarkan referensi terbaru, dapat diterima dan mudah
diterapkan, bertujuan untuk mengembangkan kebijakan dan prosedur PPI. Umpan balik
hasil audit PPI kepada staf diharapkan akan mewujudkan perbaikan melalui perubahan
pemahaman (mind set) dan perilaku petugas yang secara tidak langsung akan berdampak
pada upaya perubahan perilaku pasien dan pengunjung fasilitas pelayanan kesehatan.
Audit dapat dilakukan oleh Komite PPI atau petugas terpilih lainnya.
1. Metode Audit
Prioritas dilakukan pada area yang sangat penting di fasilitas pelayanan kesehatan,
antara lain area risiko tinggi, yang dievaluasi melalui hasil surveilans atau KLB. Audit
yang efektif terdiri dari suatu gambaran lay out fisik, kajian ulang atau alur traffic,
protocol dan kebijakan, makanan dan peralatan dan observasi dari praktik PPI yang
sesuai.
Audit harus dilaksanakan pada waktu yang sudah ditentukan, dapat dilakukan dengan
wawancara staf dan observasi keliling, audit ini sederhana namun menghabiskan
banyak waktu, sehingga disarankan menggunakan siklus cepat rencana audit.
2. Persiapan Tim Audit
Semua tenaga kesehatan dan staf pendukung harus dimasukkan dalam persiapan suatu
audit. Tim harus diberi pemahaman bahwa tujuan audit adalah untuk memperbaiki
praktik PPI yang telah dilaksanakan. Pertemuan sebelum audit sangat penting untuk
245
menjelaskan dan mendiskusikan target dan objektif dari audit, bagaimana hal tersebut
akan dilakukan, dan bagaimana hasilnya akan dilaporkan. Hal ini bukan berarti untuk
menghukum atau mencari kesalahan.
Staf harus memahami bahwa pendekatan objektif dan audit akan dilakukan secara
konsisten dan kerahasiaannya akan dilindungi. Tim audit harus mengidentifikasi para
pemimpin di setiap area yang di audit dan terus berkomunikasi dengan mereka.
Pengambil keputusan dan pembimbing perlu untuk mendukung tim audit jika terdapat
perubahan yang diperlukan setelah audit. Pengisian kuisioner oleh pegawai tentang
praktik PPI yang aman harus dibagikan dan disosialisasikan sebelum adanya audit.
Kuisioner dapat dikembangkan terus-menerus membantu penentuan praktik area yang
harus diaudit. Responden mencantumkan identitas dengan pekerjaan (contoh: perawat,
dokter, radiographer, costumer services).
Kuisioner bisa kembali tepat waktu. Satu orang pada setiap area survei harus
ditanyakan untuk memastikan kuisioner lengkap dan aman untuk pengumpulan dan
tabulasi oleh tim audit. Hasil dapat mempersilahkan Komite PPI untuk menentukan
dimana edukasi tambahan diperlukan.Diseminasi hasil dan diskusi jawaban yang benar
dapat digunakan sebagai alat edukasi. dimodifikasi agar sesuai dengan departemen atau
area yang diaudit.Suatu tenggat waktu harus diberikan sehingga kuisioner
3. Prinsip – Prinsip Audit
Bundles adalah kumpulan proses yang dibutuhkan untuk perawatan secara efektif dan
aman untuk pasien dengan treatment tertentu dan memiliki risiko tinggi. Beberapa
intervensi di bundle bersama, dan ketika dikombinasikan dapat memperbaiki kondisi
pasien secara signifikan. Bundles sangat berguna dan telah dikembangkan untuk VAP,
ISK dan IADP.
Suatu Set Bundles termasuk :
a. Suatu komitmen pernyataan dari tim klinis
b. Chart sebab akibat yang menggambarkan bukti untuk praktik yang optimal dan
digunakan juga untuk RCA dari ketidaksesuaian, dalam hubungannya dengan
standar
c. SPO untuk bundle termasuk kriteria spesifik
d. Lembar pengumpul data
e. Penjelasan bundle kepada staf klinik (grup diskusi, presentasi slide).
Bundles secara khusus terdiri atas set kritikal kecil dari suatu prosedur (biasanya 3-5),
semuanya ditentukan oleh bukti kuat, dimana ketika dilakukan bersama - sama
246
menciptakan perbaikan yang bagus. Secara sukses dalam melengkapi setiap langkah
adalah suatu proses langsung dan bisa diaudit.
Jenis Audit :
a. Toolkit audit dari ―the Community and Hospital Infection Control Association‖
Kanada
b. Toolkit audit WHO
c. Audit dilaksanakan pada :
- Kebersihan tangan (kesiapan dan praktik, suplai seperti sabun, tissue, produk
handrub berbasis alkohol).
- Memakai kewaspadaan standar/praktik rutin.
- Menggunakan kewaspadaan isolasi.
- Menggunakan APD.
- Monitoring peralatan sterilisasi
- Pembersihan, disinfeksi, dan sterilisasi peralatan pakai ulang seperti bronkoskopi,
dan instrument bedah.
- Pembersihan area lingkungan perawatan.
- Praktik HD, peralatan dan fasilitas.
- Praktik PPI di OK,aseptik, dan antiseptik pra-bedah, kontrol alur, persiapan kulit
pasien, pencukuran (pada daerah khusus), kebersihan tangan bedah, dan
antibiotika profilaksis.
- Praktik dan alat medis yang diproses ulang di klinik dan kantor dokter.
- Isu-isu keselamatan kerja seperti tertusuk benda tajam/jarum, vaksinasi petugas.
- Manajemen KLB.
d. Alat audit sendiri untuk Komite PPI. Data audit dapat digunakan sebagai
tujuan/target tahunan program PPI. Juga dapat membantu dalam pengambilan
keputusan pemenuhan standar di fasyankes.
4. Laporan Audit
Hasil audit yang telah lengkap dikaji ulang bersama pihak manajemen dan staf di area
yang diaudit sebelum dilaporkan. Di dalam laporan harus diinformasikan bagaimana
audit dilakukan, metode yang dipakai, data kepatuhan, temuan, dan rekomendasi.
Laporan audit bisa tercakup di dalam :
a. Laporan Mingguan: memberikan umpan balik yang cepat (contoh selama KLB atau
setelah terjadi kejadian tertusuk jarum).
247
b. Laporan Bulanan: berisikan tentang surveilans, hasil audit, edukasi, pelatihan dan
konsultasi.
c. Laporan Triwulan: merupakan laporan formal termasuk rekomendasi.
d. Laporan Tahunan: suatu ringkasan audit yang dilaksanakan selama setahun dan
menghasilkan perubahan atau perbaikan, biasanya diilustrasikan dengan grafik.
248
BAB V
MONITORING, EVALUASI DAN PELAPORAN
6.1. Monitoring
Kegiatan monitoring kejadian infeksi dan kepatuhan terhadap pelaksanaan PPI
dilakukan oleh IPCN dan IPCLN yang sudah dilatih kegiatan tersebut meliputi :
a. Pelaksanaan monitoring surveilans menggunakan formulir harian dan formulir
bulanan yang di masukan dalam sistem exsel melalui media komputer
b. Kegiatan monitoring dilakukan dengan melaksanakan surveilans dan kunjungan
lapangan di bantu oleh IPCLN dan IPCN dan ketua komite jika diperlukan
c. Monitoring dilakukan oleh Komite PPI baik dalam pengukuran, pengawasan,
pengamatan kegiatan yang berkaitan dengan program PPI dengan frekuensi minimal
setiap bulan
6.2. Evaluasi
Evaluasi pelaksanaan kegiatan memerlukan adanya data yang berisikan hasil kegiatan
yaitu dokumen yang berisikan data yang berhubungan dengan kegiatan secara rinci
untuk menunjang kegiatan pencegahan dan pengendalian infeksi.
Evaluasi harus dilakukan secara berkesinambungan agar data yang sudah dihasilkan
dapat menjadi nilai tambah bagi rumah sakit dan pelayanan secara umum dan pada
proses selanjutnya.
Dari hasil evaluasi terhadap data-data pelaksanaan kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi, kita dapat menentukan langkah selanjutnya terhadap:
Rencana kegiatan selanjutnya
Evaluasi terhadap program yang telah dibuat untuk tahun berikutnya
Tim PPI melakukan evaluasi pelaksanaan kegiatan pencegahan dan pengendalian
infeksi dalam bentuk:
Laporan surveilans yang dibuat setiap bulan
Laporan hasil monitoring audit PPI
Laporan kegiatan PPI berdasarkan program setiap bulan
Laporan secara menyeluruh dalam semua kegiatan tahunan komite ppi yang
diserahkan kepada Direktur RS untuk rekomendasi berikutnya
249
6.3. Pelaporan
IPCN membuat laporan secara tertulis kepada ketua komite PPI laporan kegiatan
merupakan laporan internal yang terbagi secara periodic yaitu laporan bulanan,
triwulan dan semester yang mencakup
a. Laporan hasil survielans HAI’s berdasarkan dari unit kerja
b. Laporan hasil pencegahan HAI’s karena pemakaian alat
c. Laporan hasil audit kepatuhan terhadap kewaspadaan standar
d. Laporan hasil pendidikan dan pelatihan
e. Laporan dari supervisi di setiap kunjungan unit kerja
f. Laporan penggunaan antimikroba RS
250
BAB VI
PENUTUP
251
DAFTAR PUSTAKA
Dir Jend Pelayanan Medik. Standar Kamar Jenazah, Jakarta 2004 : Depatermen Kesehatan
RI
Kemenkes RI Pedoman Penerapan Terapi HIV Pada Anak, Jakarta 2014 : kementrian
Kesehatan Republic Indonesia.
WHO, Global Guidelines For The Prevention Of Surgical Site Infection : Geneva,
Switzeland WHO 2016.
252