Anda di halaman 1dari 21

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN KEBUTUHAN RASA NYAMAN “NYERI “

A.    Kebutuhan Rasa Nyaman


1.      Definisi
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari), kelegaan
(kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang
secara holistik yang mencakup empat aspek yaitu:
a.       Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b.      Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c.       Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna
kehidupan).
d.      Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan
unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan
bantuan. Secara umum dalam aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa nyeri, dan
hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak
nyaman pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

2.      Gangguan Rasa Nyaman akibat Nyeri


A.      Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat dari kerusakan jaringan yang aktual atau
potensial (Smatzler & Bare, 2002). Nyeri adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan IASP
(dalam Potter & Perry, 2006). Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi kapan saja
seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter & Perry, 2006).
B. Gejala Klinis

1.      Tekanan darah meningkat


2.      Nadi meningkat
3.      Pernafasan meningkat
4.      Raut wajah kesakitan
5.      Menangis, merintih
6.      Posisi berhati-hati

C. Klasifikasi Nyeri
Nyeri Akut.
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang tidak melebihi 6 bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan
tegangan otot berbatasan karakteristik.
-          Mayor : Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan.
-          Minor :
1.      Mengatupkan rahang atau pergelangan tangan
2.      Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas.
3.      Agirasi / kegelisahan
4.      Peka rangsangan
5.      Menggosok bagian nyeri
6.      Mengerok
7.      Postur tidak biasa
8.      Ketidakaktifan fusik dan mobilitas
9.      Perubahan pada pola tidur
10.  Rasa takut mengalami cedera tulang
11.  Mata terbuka lebar dan sangat tajam
12.  Mual muntah.
Nyeri Kronis.
Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan. Biasanya berlangsung dalam waktu cukup lama lebih daro 6 bulan.
Batasan karakteristik :
-          Mayor : Nyeri telah ada lebih dari 6 bulan
-          Minor :
1.      Gangguan hubungan social dan keluarga.
2.      Peka rangsangan
3.      Ketidakaktifan fisik dan mobilitas
4.      Menggosok kebagian yang nyeri.
5.      Tampilan yang meringis
6.      Keletihan.

KLASIFIKASI NYERI
1.      Menurut Tempatnya
         Perifer Pain (Pinggiran)
Nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh (daerah perifer).
Contoh : Nyeri pada kaki, tangan, permukaan kulit.
         Deep Pain (Dalam)
Nyeri yang dirasakan dari struktur tubuh yang lebih dalam.
Contoh : Sendi, Otot, nyeri lambung.
         Reffered Pain ( Nyeri Alihan)
Nyeri akibat penyakit organ tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh lain yang bukan merupakan asal nyeri.
Contoh : luka pada leher, nyeri pada pundak.
2.      Menurut sifatnya
         Insidental      : Nyeri yang datang secara tidak menentu.
         Steody           : Rasa Nyeri yang terus-menerus.
         Proximal        : Rasa nyeri yang dapat diketahui waktunya.

D.       Fisiologi Nyeri

Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus
penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu
dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat
berinteraksi dengan sel-sel saraf inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke
korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang
dimiliki serta asosiasi kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
a.         Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin,
bradikinin dan kalium, yang bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap stimulus yang
membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya berespon pada satu jenis
nyeri, sedangkan reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan tekanan. Apabila kombinasi dengan reseptor nyeri
mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf),
kemudian terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk dan ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri
disetiap bagian tubuh bervariasi.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf
perifer mengkonduksi stimulus nyeri: Serabut A-Delta yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan
berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan
mendeteksi intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral, dan terus menerus.
Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia
yang mengaktifkan dan membuat peka respons nyeri. Misalnya, kalium, prostaglandin dilepaskan ketika sel-sel lokal mengalami
kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut sampai transmisi tersebut berakhir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam
kornu dorsalis, neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu transmisi spinalis dari saraf perifer ke
saraf traktus spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke dalam sisitem saraf pusat.
b.         Neuroregulator
Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Sustansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor.
Neuroregulator dibagi menjadi dua kelompok, yakni neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P
mengirim impuls listrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf (eksitator dan inhibitor). Neuromodulator memodifikasi
aktivitas neuron dan menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung menstransfer tanda saraf
melalui sebuah sinap. Endorfin merupakan salah satu contoh neuromodulator.
E.      Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Kontrol)
Teori Gate Kontrol dari Melzack dan Wall (1965), mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh
mekanisme pertahanan disepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam
kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol
desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk menstransmisikan impuls melalui
mekanisme petahanan. Neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Apabila masukan yang dominan
berasal dari serabut delta-A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien akan mempersepsikan nyeri.
Saat impuls diantarkan keotak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf
desenden melepaskan opiat endogen, seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan substansi P.
F.       Respon Terhadap Nyeri
1)      Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi
sebagai bagian dari respon stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial menimbulkan reaksi
“flight-atau-fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom
menghasilkan respon fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal akan melibatkan organ-organ viseral,
sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali pada
kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu mengalami syok, kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu
tanda-tanda fisik kembali normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu memperlihatkan tanda-tanda
fisik.

Respon fisiologis terhadap nyeri

1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)

a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

b) Peningkatan heart rate

c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

d) Peningkatan nilai gula darah

e) Diaphoresis

f) Peningkatan kekuatan otot

g) Dilatasi pupil

h) Penurunan motilitas GI

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a) Muka pucat
b) Otot mengeras

c) Penurunan HR dan BP

d) Nafas cepat dan irreguler

e) Nausea dan vomitus

f) Kelelahan dan keletihan

2)      Respon Perilaku


Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri
dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai respon perilaku terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengkerutkan dahi, gelisah,
memalingkan wajah ketika diajak bicara.

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari & tangan

4) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,

Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd

aktivitas menghilangkan nyeri)

G.       Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


1)      Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai
kesulitan memahami nyeri dan prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga mengalami kesulitan
secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi
mengalami situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit dan degeneratif.
2)      Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani
dan tidak boleh menangis, sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun secara umum, pria dan
wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon terhadap nyeri.
3)      Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk
melatih perilaku yang tertutup (introvert). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan demikian hal ini
dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4)      Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut memberi kesan ancaman, suatu kehilangan,
hukuman dan tantangan. Makna nyeri mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5)      Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang
meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan dengan respon nyeri
yang menurun.
6)      Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa
cemas tidak mendapat perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.
7)      Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan
persepsi nyeri.
8)      Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak selalu berarti bahwa individu tersebut akan
menerima nyeri dengan lebih mudah di masa datang.
9)        Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka sebagai individu yang dapat mengendalikan
lingkungan mereka dan hasil akhir suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali eksternal
mempersepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil
akhir suatu peristiwa.
10)    Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien
dengan nyeri memerlukan dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun kehadiran orang yang
dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.

H.      Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri


1)      Tanda dan gejala fisik
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk tidak mengeluh atau mengakui
ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan
saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan ftekuensi pernapasan meningkat.
2)      Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta
mengalami kerusakan dalam interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir, gelisah,
imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi bagian tubuh sampai dengan menghinndari percakapan,
menghindari kontak sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
3)      Pengaruh Pada Aktivitas Sehari – hari
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan
dalam melakukan tindakan higiene normal dan dapat menganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.
I.      Penanganan Nyeri
1)      Farmakologi
a      Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan kodein. Narkotik dapat memberikan efek
penurunan nyeri dan kegembiraan karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan penekan nyeri
endogen pada susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun, penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafasan
di medulla batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam status pernafasan jika menggunakan
analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2001).
b       Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti
inflamasi dan anti piretik. Obat golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi prostalglandin dari
jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer & Bare, 2001). Efek samping yang paling umum terjadi adalah
gangguan pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.
c.       Non Farmakologi
a)      Relaksasi progresif
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres. Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri
ketika terjadi rasa tidak nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2006).
b)      Stimulasi Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul,
cairan injeksi, dan sebagainya. Placebo umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa (Tamsuri, 2007).
c)      Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain
sehingga pasien akan lupa terhadap nyeri yang dialami ( Priharjo, 1996 ).
J.        Pengukuran Nyeri
a.       Skala Deskriptif
Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata
pendeskripsian yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa nyeri”
sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
b.      Skala penilaian numerik
Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat
mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik.
c.       Skala Analog Visual
Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat
pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk mengidentifikasi keparahan
nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis, peneliti menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala
nyeri numerik paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik relaksasi progresif.
Selain itu selisih antara penurunan dan peningkatan nyeri lebih mudah diketahui dibanding skala yang lain.

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) skala intensitas nyeri deskritif

2) Skala identitas nyeri numerik


3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya,
dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat
menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria hasil Intervensi Keperawatan


Keperawatan (SDKI) (SLKI) (SIKI)
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera Setelah dikakukan tindakan Observasi :
fisik dibuktikan dengan tampak meringis keperawatan 1x24 jam diharapkan  Identifikasi lokasi, karakteristik,
Tingkat nyeri menurun. frekuensi, intensitas nyeri
 Identifikasi skala nyeri
Kriteria Hasil :  Identifikasi factor penyebab nyeri
 Keluhan nyeri menurun (5)  Monitor efek samping penggunaan
 Tampak meringis menurun analgetik
(5)
 Sikap protektif menurun (5) Terapeutik :
 Berikan teknik nonfarmakologis
(tarik nafas dalam, kompre hangat
atau dingin)
 Kontrok lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (suhu,
pencahayaan, kebisingan)
 Fasilitas istirahat dan tidur

Edukasi :
 Jelaskan penyebab dan pemicu nyeri
 Jelaskan strategi pereda nyeri
 Anjurkan monitor nyeri secara
mandiri
 Anjurkan teknik nonfarkamkologis
untuk mengurangi nyeri

Kolaborasi :
 Kolaborasi pemberian analgetik
(jika perlu)
2. Resiko infeksi berhubungan dengan kerusakan Setelah melakukan tindakan Observasi :
integritas kulit. keperawatan 1x 8 jam diharapkan
Tingkat infeksi menurun.  Monitor tanda dan gejala infeksi
local dan sistemik
Kriteria Hasil :
Terapeutik :
 Kebersihan tangan meningkat
(5)  Batasi jumlah pengunjung
 Kebersihan badan meningkat  Berikan perawatan kulit pada area
(5) edema
 Nyeri menurun (5)  Cuci tangan sebelum dan sesudah
kontak dengan pasien dan
lingkungan pasien
 Pertahankan teknikn aseptic pada
pasein beresiko tinggi
Edukasi :

 Jelaska tanda dan gejala infeksi


 Ajarkan cuci tangan dengan benar
 Anjurkan meningkatkan asupan
nutrisi
 Anjurkan meningkatkan asupan
cairan
Kolaborasi :

 Kolaborasi pemberian antibiotok


ataupun imusisasi (jika perlu)

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan Setelah melakukan tindakan Observasi :


imobilitas dibuktikan dengan klien merasa keperawaran 1x24 jam
lemah. diharapkan Toleransi aktivitas  Identifikasi keterbatasan fungsi dan
meningkat. gerak sendi
Kriteria Hasil :  Monitor lokasi dan sifat
ketidaknyamanan atau rasa sakit
 Kemudahan dalam melakukan selama bergerak atau beraktivitas
aktivitas sehari-hari meningkat
(5) Terapeutik :
 Kecepatan berjalan meningkat
(5)  Lakukan pengendalian nyeri
 Jarak berjalan meningkat (5) sebelum memulai latihan
 Perasaan lemah menurun (5)  Berikan posisi tubuh optimal untuk
gerakan sendimpasif atau aktif
 Fasilitasi menyusun jadwal latihan
rentang gerak aktif atau pasif
 Berikan penguatan positif untuk
melakukan latihan bersama
Edukasi :

 Jelaskan kepada pasien atau keluarga


tujuan dan rencanakan latihan
bersama
 Anjurkan pasien duduk ditempat
tidur, disisi tempat tidur (menjuntai)
atau di kursi
 Anjurkan melakukan latihan rentang
gerak pasif dan aktif secara
sistematis
4. Deficit perawatan diri berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :
kelemahan fisik dibuktikan dengan tidak keperawatan 1x24 jam diharapkan
mampu mandi/berpakaian secara mandiri. Perawatan diri meningkat.  Monitor tingkat kemandirian
 Identifikasi kebutuhan alat bantu
Kriteria Hasil : dlam melakukan kebersihan diri,
berpakaian, berhias, dan makan.
 Kemampuan mandi meningkat  Monitor integritas kulit pasien.
(5)
 Kemampuan mengenakan Terapeutik :
pakaian secara mandiri
meningkat (5)  Dampingi dalam melakukan
 Mempertahankan kebersihan perawatan diri
diri meningkat (5)  Fasilitasi kemandirian klien
 Jadwalkan rutinitas perawatan diri
Edukasi :

 Anjurkan melakukan perawatan diri


secara konsisten sesuai kemampuan
 Anjurkan ke toilet secara mandiri

5. Gangguan mobilitan fisik berhubungan dengan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


efek agen farmakologis (anestesi) dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan fisik lemah. Mobilitas fisik meningkat.  Identifikasi adanya nyeri atau
keluhan fisik lainnya
Kriterian Hasil :  Identifikasi toleransi fisik
melakukan pergerakan
 Nyeri menurun (5)
 Kelemahan fisik menurun (5) Terapeutik :
 Kekuatan otot meningkat (5)
 Gerakan terbatas menurun (5)  Fasilitas aktivitas mobilisasi dengan
alat bantu
 Libatkan keluarga untuk membantu
pasien dalam meningkatkan
pergerakan
Edukasi :

 Jelaskan tujuan dan prosedur


mobilisasi
 Anjurkan mobilisasi dini
 Ajarkan mobilisasi sederhana yang
harus dilakukan (mis. duduk di
tempat tidur, pindah dari tempat
tidur ke kursi)

6. Resiko ketidakseimbangan cairan berhubungan Setelah dikakukan tindakan Observasi :


dengan prosedur pembedahan dibuktikan keperawatan 1x24 jam diharapkan
dengan perdarahan. Keseimbangan cairan meningkat.  Monitor frekuensi dan kekuatan
nadi
Kriteria Hasil :  Monitor tekana darah
 Monitor jumlah dan warna urin
 Asupan cairan meningkat (5)
 Monitor inteka dan output cairan
 Kelembaban membrane
mukosa meningkat (5) Terapeutik :
 Membrane mukosa membaik
(5)  Atur waktu pemantauan sesuai
 Turgor kulit membaik (5) dengan kondisi klien
 Dokumentasikan hasil pemantauan

Edukasi :
 Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
 Informasikan hasil pemantauan
DAFTAR PUSTAKA

Ali mulhidayat, Aziz. 1997. Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta


Brunner&Suddarth, Suzanne C. Smeltzer, Brenola G. Bare. 2001. Keperawatan
Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Docterman dan Bullechek. Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Ganong. 2003. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson. Nursing Out Comes (NOC), United States Of
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume I dan II. EGC: Jakarta
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta
Saputra, Robby. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Dan
Aman Pasien(online) diunduh tgl. 26 November 2012.

Fadhillah Harif, 2018. SDKI ( Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia ). Jakarta

Anda mungkin juga menyukai