Anda di halaman 1dari 16

LAPORAN PENDAHULUAN KEBUTUHAN DASAR MANUSIA GANGGUAN

KEBUTUHAN RASA NYAMAN “NYERI “

A. Kebutuhan Rasa Nyaman


1. Definisi
Kolcaba (1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan kenyamanan/rasa
nyaman adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu
kebutuhan akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-
hari), kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik yang
mencakup empat aspek yaitu:
a. Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
b. Sosial, berhubungan dengan hubungan interpersonal, keluarga, dan sosial.
c. Psikospiritual, berhubungan dengan kewaspadaan internal dalam diri sendiri
yang meliputi harga diri, seksualitas, dan makna kehidupan).
d. Lingkungan, berhubungan dengan latar belakang pengalaman eksternal manusia
seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna, dan unsur alamiah lainnya.

Meningkatkan kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan


kekuatan, harapan, hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam
aplikasinya pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas
dari rasa nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan
hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman pasien
yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.

2. Gangguan Rasa Nyaman akibat Nyeri


A. Pengertian Nyeri
Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan akibat
dari kerusakan jaringan yang aktual atau potensial (Smatzler & Bare, 2002). Nyeri
adalah suatu sensori subyektif dan pengalaman emosional yang tidak menyenangkan
berkaitan dengan kerusakan jaringan yang aktual atau potensial atau yang dirasakan
dalam kejadian-kejadian dimana terjadi kerusakan IASP (dalam Potter & Perry, 2006).
Nyeri adalah segala sesuatu yang dikatakan seseorang tentang nyeri tersebut dan terjadi
kapan saja seseorang mengatakan bahwa ia merasa nyeri (Mc Caffery dalam Potter &
Perry, 2006).
B. Gejala Klinis

1. Tekanan darah meningkat


2. Nadi meningkat
3. Pernafasan meningkat
4. Raut wajah kesakitan
5. Menangis, merintih
6. Posisi berhati-hati

C. Klasifikasi Nyeri
Nyeri Akut.
Merupakan nyeri yang timbul secara mendadak dan cepat menghilang tidak melebihi 6
bulan dan ditandai dengan adanya peningkatan tegangan otot berbatasan karakteristik.
- Mayor : Komunikasi (verbal atau penggunaan kode) tentang nyeri yang dideskripsikan.
- Minor :
1. Mengatupkan rahang atau pergelangan tangan
2. Perubahan kemampuan untuk melanjutkan aktivitas.
3. Agirasi / kegelisahan
4. Peka rangsangan
5. Menggosok bagian nyeri
6. Mengerok 
7. Postur tidak biasa
8. Ketidakaktifan fusik dan mobilitas
9. Perubahan pada pola tidur
10. Rasa takut mengalami cedera tulang
11. Mata terbuka lebar dan sangat tajam
12. Mual muntah.
Nyeri Kronis.
Merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan. Biasanya berlangsung dalam
waktu cukup lama lebih daro 6 bulan.
Batasan karakteristik :
- Mayor : Nyeri telah ada lebih dari 6 bulan
- Minor :
1. Gangguan hubungan social dan keluarga.
2. Peka rangsangan
3. Ketidakaktifan fisik dan mobilitas
4. Menggosok kebagian yang nyeri.
5. Tampilan yang meringis
6. Keletihan.

KLASIFIKASI NYERI
1. Menurut Tempatnya
 Perifer Pain (Pinggiran)
Nyeri yang dirasakan pada permukaan tubuh (daerah perifer).
Contoh : Nyeri pada kaki, tangan, permukaan kulit.
 Deep Pain (Dalam)
Nyeri yang dirasakan dari struktur tubuh yang lebih dalam.
Contoh : Sendi, Otot, nyeri lambung.
 Reffered Pain ( Nyeri Alihan)
Nyeri akibat penyakit organ tubuh yang ditransmisikan kebagian tubuh lain
yang bukan merupakan asal nyeri.
Contoh : luka pada leher, nyeri pada pundak.
2. Menurut sifatnya
 Insidental : Nyeri yang datang secara tidak menentu.

 Steody : Rasa Nyeri yang terus-menerus.

 Proximal : Rasa nyeri yang dapat diketahui waktunya.

D. Fisiologi Nyeri

Menurut Potter & Perry (2006), terdapat tiga komponen fisiologis dalam nyeri
yaitu resepsi, persepsi, dan reaksi. Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls
melalui serabut saraf perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani
salah satu dari beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-
abu di medula spinalis. Terdapat pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel saraf 
inhibitor, mencegah stimulus nyeri sehingga tidak mencapai otak atau dit ransmisi tanpa
hambatan ke korteks serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan
memproses informasi tentang pengalaman dan pengetahuan yang dimiliki serta asosiasi
kebudayaan dalam upaya mempersiapkan nyeri.
a. Resepsi
Pemaparan terhadap panas atau dingin, tekanan, friksi dan zat-zat kimia
menyebabkan pelepasan substansi, seperti histamin, bradikinin dan kalium, yang
bergabung dengan lokasi reseptor di nosiseptor (reseptor yang berespon terhadap
stimulus yang membahayakan) untuk memulai transmisi neural, yang dikaitkan
dengan nyeri. Beberapa reseptor hanya berespon pada satu jenis nyeri, sedangkan
reseptor yang lain juga sensitif terhadap temperatur dan tekanan. Apabila
kombinasi dengan reseptor nyeri mencapai ambang nyeri (tingkat intensitas
stimulus minimum yang dibutuhkan untuk membangkitkan suatu impuls saraf),
kemudian terjadilah aktivasi neuron nyeri. Karena terdapat variasi dalam bentuk 
dan ukuran tubuh, maka distribusi reseptor nyeri disetiap bagian tubuh bervariasi.
Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar disepanjang
serabut saraf perifer aferen. Dua tipe serabut saraf perifer mengkonduksi stimulus
nyeri: Serabut A-Delta yang bermielinasi dengan cepat dan serabut C yang tidak 
bermielinasi dan berukuran sangat kecil serta lambat. Serabut A mengirim sensasi
tajam, terlokalisasi, dan jelas yang melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi
intensitas nyeri. Serabut C menghantarkan impuls yang terlokalisasi buruk, viseral,
dan terus menerus.
Ketika serabut C dan A-delta mentransmisikan impuls dari serabut saraf 
perifer, maka akan melepaskan mediator biokimia yang mengaktifkan dan
membuat peka respons nyeri. Misalnya, kalium, prostaglandin dilepaskan ketika
sel-sel lokal mengalami kerusakan. Transmisi stimulus nyeri berlanjut sampai
transmisi tersebut berakhir dibagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam
kornu dorsalis, neurotransmiter, seperti substansi P dilepaskan, sehingga
menyebabkan suatu transmisi spinalis dari saraf perifer ke saraf traktus
spinotalamus. Hal ini memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan lebih jauh ke
dalam sisitem saraf pusat.
b. Neuroregulator
Neuroregulator memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman
nyeri. Sustansi ini ditemukan di lokasi nosiseptor. Neuroregulator dibagi menjadi
dua kelompok, yakni neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti
substansi P mengirim impuls listrik melewati celah sinap diantara dua serabut saraf 
(eksitator dan inhibitor). Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan
menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung
menstransfer tanda saraf melalui sebuah sinap. Endorfin merupakan salah satu
contoh neuromodulator.
E. Teori Pengontrolan Nyeri (Gate Kontrol)
Teori Gate Kontrol dari Melzack dan Wall (1965), mengusulkan bahwa impuls
nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme pertahanan disepanjang sistem
saraf pusat. Mekanisme pertahanan dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di
dalam kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus, dan sistem limbik. Suatu
keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak 
mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi P untuk 
menstransmisikan impuls melalui mekanisme petahanan. Neuron beta-A yang lebih
tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila
masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme
pertahanan. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta-A dan serabut C,
maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien akan mempersepsikan nyeri.
Saat impuls diantarkan keotak, terdapat pusat korteks yang lebih tinggi di otak 
yang memodifikasi persepsi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen,
seperti endorfin dan dinorfin, suatu pembunuh nyeri alami yang berasal dari tubuh.
Neuromodulator ini menutup mekanisme pertahanan dengan menghambat pelepasan
substansi P.

F. Respon Terhadap Nyeri


1) Respon fisiologis
Pada saat impuls nyeri naik ke medula spinalis menuju ke batang otak dan
talamus, sistem saraf otonom menjadi terstimulasi sebagai bagian dari respon
stres. Nyeri dengan intensitas ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial
menimbulkan reaksi “ flight -atau- fight ”, yang merupakan sindrom adaptasi umum.
Stimulasi pada cabang simpatis pada sistem saraf otonom menghasilkan respon
fisiologis. Apabila nyeri berlangsung terus-menerus secara tipikal akan
melibatkan organ-organ viseral, sistem saraf parasimpatis menghasilkan suatu
aksi. Respon fisiologis terhadap nyeri sangat membahayakan individu. Kecuali
pada kasus-kasus nyeri berat yang menyebabkan individu mengalami syok,
kebanyakan individu mencapai tingkat adaptasi, yaitu tanda-tanda fisik kembali
normal. Dengan demikian klien yang mengalami nyeri tidak akan selalu
memperlihatkan tanda-tanda fisik.

Respon fisiologis terhadap nyeri

1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan,  moderat, dan  superficial )

a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate

b) Peningkatan heart rate

c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP

d) Peningkatan nilai gula darah

e) Diaphoresis

f) Peningkatan kekuatan otot

g) Dilatasi pupil

h) Penurunan motilitas GI

2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)

a) Muka pucat

b) Otot mengeras

c) Penurunan HR dan BP

d) Nafas cepat dan irreguler

e) Nausea dan vomitus

f) Kelelahan dan keletihan

2) Respon Perilaku
Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Gerakan tubuh yang khas dan
ekspresi wajah yang mengindikasikan nyeri dapat ditunjukkan oleh pasien sebagai
respon perilaku terhadap nyeri. Respon tersebut seperti mengkerutkan dahi,
gelisah, memalingkan wajah ketika diajak bicara.

Respon perilaku terhadap nyeri dapat mencakup:

1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)

2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)

3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan

gerakan jari & tangan

4) Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan,

Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd

aktivitas menghilangkan nyeri)

G. Faktor Yang Mempengaruhi Nyeri


1) Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri, khususnya pada
anak-anak dan lansia. Anak kecil mempunyai kesulitan memahami nyeri dan
prosedur yang dilakukan perawat yang menyebabkan nyeri. Anak-anak juga
mengalami kesulitan secara verbal dalam mengungkapkan dan mengekspresikan
nyeri. Sedangkan pasien yang berusia lanjut, memiliki resiko tinggi mengalami
situasi yang membuat mereka merasakan nyeri akibat adanya komplikasi penyakit
dan degeneratif.
2) Jenis kelamin
Beberapa kebudayaan yang mempengaruhi jenis kelamin misalnya
menganggap bahwa seorang anak laki-laki harus berani dan tidak boleh menangis,
sedangkan anak perempuan boleh menangis dalam situasi yang sama. Namun
secara umum, pria dan wanita tidak berbeda secara bermakna dalam berespon
terhadap nyeri.
3) Kebudayaan
Beberapa kebudayaan yakin bahwa memperlihatkan nyeri adalah sesuatu
yang alamiah. Kebudayaan lain cenderung untuk melatih perilaku yang tertutup
(introvert ). Sosialisasi budaya menentukan perilaku psikologis seseorang. Dengan
demikian hal ini dapat mempengaruhi pengeluaran fisiologis opial endogen
sehingga terjadilah persepsi nyeri.
4) Makna nyeri
Individu akan mempersepsikan nyeri berbeda-beda apabila nyeri tersebut
memberi kesan ancaman, suatu kehilangan, hukuman dan tantangan. Makna nyeri
mempengaruhi pengalaman nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri.
5) Perhatian
Tingkat seorang pasien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Perhatian yang meningkat dihubungkan dengan
nyeri yang meningkat sedangkan upaya pengalihan (distraksi) dihubungkan
dengan respon nyeri yang menurun.
6) Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri tetapi nyeri juga dapat
menimbulkan suatu perasaan ansietas. Apabila rasa cemas tidak mendapat
perhatian dapat menimbulkan suatu masalah penatalaksanaan nyeri yang serius.
7) Keletihan
Rasa kelelahan menyebabkan sensasi nyeri semakin intensif dan
menurunkan kemampuan koping sehingga meningkatkan persepsi nyeri.
8) Pengalaman sebelumnya
Setiap individu belajar dari pengalaman nyeri sebelumnya namun tidak 
selalu berarti bahwa individu tersebut akan menerima nyeri dengan lebih mudah
di masa datang.
9) Gaya koping
Individu yang memiiiki lokus kendali internal mempersepsikan diri mereka
sebagai individu yang dapat mengendalikan lingkungan mereka dan hasil akhir
suatu peristiwa seperti nyeri. Sebaliknya, individu yang memiliki lokus kendali
eksternal mempersepsikan faktor lain di dalam lingkungan mereka seperti perawat
sebagai individu yang bertanggung jawab terhadap hasil akhir suatu peristiwa.
10) Dukungan keluarga dan sosial
Kehadiran orang-orang terdekat pasien dan bagaimana sikap mereka
terhadap pasien mempengaruhi respon nyeri. Pasien dengan nyeri memerlukan
dukungan, bantuan dan perlindungan walaupun nyeri tetap dirasakan namun
kehadiran orang yang dicintai akan meminimalkan kesepian dan ketakutan.
H. Efek Yang Ditimbulkan Oleh Nyeri
1) Tanda dan gejala fisik 
Tanda fisiologis dapat menunjukkan nyeri pada klien yang berupaya untuk 
tidak mengeluh atau mengakui ketidaknyamanan. Sangat penting untuk mengkaji
tanda-tanda vital dan pemeriksaan fisik termasuk mengobservasi keterlibatan
saraf otonom. Saat awitan nyeri akut, denyut jantung, tekanan darah, dan
ftekuensi pernapasan meningkat.
2) Efek perilaku
Pasien yang mengalami nyeri menunjukkan ekspresi wajah dan gerakan
tubuh yang khas dan berespon secara vokal serta mengalami kerusakan dalam
interaksi sosial. Pasien seringkali meringis, mengernyitkan dahi, menggigit bibir,
gelisah, imobilisasi, mengalami ketegangan otot, melakukan gerakan melindungi
bagian tubuh sampai dengan menghinndari percakapan, menghindari kontak 
sosial dan hanya fokus pada aktivitas menghilangkan nyeri.
3) Pengaruh Pada Aktivitas Sehari – hari
Pasien yang mengalami nyeri setiap hari kurang mampu berpartisipasi
dalam aktivitas rutin, seperti mengalami kesulitan dalam melakukan tindakan
higiene normal dan dapat menganggu aktivitas sosial dan hubungan seksual.

I. Penanganan Nyeri
1) Farmakologi
a Analgesik Narkotik
Analgesik narkotik terdiri dari berbagai derivate opium seperti morfin dan
kodein. Narkotik dapat memberikan efek penurunan nyeri dan kegembiraan
karena obat ini mengadakan ikatan dengan reseptor opiat dan mengaktifkan
penekan nyeri endogen pada susunan saraf pusat (Tamsuri, 2007). Namun,
penggunaan obat ini menimbulkan efek menekan pusat pernafasan di medulla
batang otak sehingga perlu pengkajian secara teratur terhadap perubahan dalam
status pernafasan jika menggunakan analgesik jenis ini (Smeltzer & Bare, 2001).
b Analgesik Non Narkotik
Analgesik non narkotik seperti aspirin, asetaminofen, dan ibuprofen selain
memiliki efek anti nyeri juga memiliki efek anti inflamasi dan anti piretik. Obat
golongan ini menyebabkan penurunan nyeri dengan menghambat produksi
prostalglandin dari jaringan yang mengalami trauma atau inflamasi (Smeltzer &
Bare, 2001). Efek samping yang paling umum terjadi adalah gangguan
pencernaan seperti adanya ulkus gaster dan perdarahan gaster.
c. Non Farmakologi
a) Relaksasi progresif 
Relaksasi merupakan kebebasan mental dan fisik dari ketegangan stres.
Teknik relaksasi memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak 
nyaman atau nyeri, stres fisik, dan emosi pada nyeri (Potter & Perry, 2006).
b) Stimulasi Kutaneus Plasebo
Plasebo merupakan zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang
dikenal oleh klien sebagai obat seperti kapsul, cairan injeksi, dan sebagainya.
Placebo umumnya terdiri dari larutan gula, larutan salin normal, atau air biasa
(Tamsuri, 2007).
c) Teknik Distraksi
Distraksi merupakan metode untuk menghilangkan nyeri dengan cara
mengalihkan perhatian pasien pada hal-hal yang lain sehingga pasien akan lupa
terhadap nyeri yang dialami ( Priharjo, 1996 ).

J. Pengukuran Nyeri
a. Skala Deskriptif 
Skala pendeskripsi verbal ( Verbal Descriptor Scale, VDS ) merupakan sebuah
garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsian yang tersusun dengan
 jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini dirangking dari “tidak terasa
nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”.
b. Skala penilaian numerik 
 Numerical Rating Scale (NRS) menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-
10. Skala ini sangat efektif untuk digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum
dan setelah intervensi terapeutik.
c. Skala Analog Visual
Visual Analog Scale (VAS) merupakan suatu garis lurus yang mewakili
intensitas nyeri yang terus menerus dan memiliki alat pendeskripsi verbal pada
setiap ujungnya. Skala ini memberikan kebebasan penuh pada pasien untuk 
mengidentifikasi keparahan nyeri.
Untuk mengukur skala nyeri pada pasien pra operasi apendisitis, peneliti
menggunakan skala nyeri numerik. Karena skala nyeri numerik paling efektif 
digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan sesudah diberikan teknik 
relaksasi progresif. Selain itu selisih antara penurunan dan peningkatan nyeri lebih
mudah diketahui dibanding skala yang lain.

Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :

1) skala intensitas nyeri deskritif 

2) Skala identitas nyeri numerik

3) Skala analog visual

4) Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :
0 : Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 :Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis,menyeringai, dapat


menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti
perintah dengan baik.

7-9 :Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah
tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak 
dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang
dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.

2. DIAGNOSA KEBUTUHAN RASA NYAMAN


a) Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisik atau trauma
b) Nyeri kronis berhubungan dengan kontrol nyeri yang tidak adekuat
c) Nausea berhubungan dengan terapi, biofisik dan situasional
d) Cemas berhubungan dengan perubahan status kesehatan

PERENCANAAN KEPERAWATAN
No. Nama Diagnosa Tujuan /NOC Intervensi / NIC
Dx
1 Nyeri akut Setelah dilakukan Pain Management (140)
berhubungan tindakan keperawatan - Kaji tingkat nyeri,meliputi :
dengan agen cedera selama .......x24 jam, lokasi,karakteristik,dan
fisik atau trauma diharapakan nyeri onset,durasi,frekuensi,kualitas,
berkurang dengan intensitas/beratnya nyeri,
kriteria: faktor-faktor presipitasi
Kontrol Nyeri (1605) - Kontrol faktor-faktor
- Mengenal faktor lingkungan yang dapat
penyebab (160501) mempengaruhi respon pasien
- Mengenal reaksi terhadap ketidaknyamanan
serangan nyeri (160502) - Berikan informasi tentang
- Mengenali gejala nyeri nyeri
(1605009) - Ajarkan teknik relaksasi
- Melaporkan nyeri - Tingkatkan tidur/istirahat
terkontrol (1605011) yang cukup
Tingkat Nyeri (2021) - Turunkan dan hilangkan
- Frekuensi nyeri faktor yang dapat
(210203) meningkatkan nyeri
- Ekspresi akibat nyeri - Lakukan teknik variasi untuk 
(210206) mengurangi nyeri
Keterangan Penilaian Analgetik Administration
NOC (2210)
- Tentukan lokasi,
1. tidak dilakukan karakteristik, kualitas, dan
samasekali derajat nyeri sebelum
2.  jarang dilakukan pemberian obat
3. kadang dilakukan - Monitor vital sign sebelum
4. sering dilakukan dan sesudah pemberian
5. selalu dilakukan analgetik 
- Berikan analgetik yang tepat
sesuai dengan resep
- Catat reaksi analgetik dan
efek buruk yang ditimbulkan
- Cek instruksi dokter tentang
 jenis obat,dosis,dan frekuensi
2 Nyeri kronis Setelah dilakukan Pain Management (140)
berhubungan tindakan keperawatan - Kaji tingkat nyeri,meliputi :
dengan kontrol selama .......x24 jam, lokasi,karakteristik,dan
nyeri yang tidak  diharapakan nyeri onset,durasi,frekuensi,kualitas,
adekuat berkurang dengan intensitas/beratnya nyeri,
kriteria: faktor-faktor presipitasi
Kontrol Nyeri (1605) - Kontrol faktor-faktor
- Mengenal faktor lingkungan yang dapat
penyebab (160501) mempengaruhi respon pasien
- Mengenal reaksi terhadap ketidaknyamanan
serangan nyeri (160502) - Ajarkan teknik 
- Mengenali gejala nyeri nonfarmakologi untuk 
(1605009) menguragi nyeri (relaksasi,
- Melaporkan nyeri distraksi)
terkontrol (1605011) - Perhatikan tipe dan sumber
Tingkat Nyeri (2021) nyeri
- Frekuensi nyeri - Turunkan dan hilangkan
(210203) faktor yang dapat
- Ekspresi akibat nyeri meningkatkan nyeri
(210206) - Lakukan teknik variasi untuk 
Keterangan Penilaian mengurangi nyeri
NOC - Tingkatkan istirahat atau tidur
untuk memfasilitasi
1. tidak dilakukan manajemen nyeri
samasekali Analgetik Administration
2.  jarang dilakukan (2210)
3. kadang dilakukan Cek obat, dosis, frekuensi,
4. sering dilakukan pemberian analgesik 
5. selalu dilakukan Cek riwayat alergi obat
Pilih analgetik atau
kombinasi yang tepat apabila
lebih satu analgetik yang
diresepkan
Monitor tanda-tanda vital
sebelum dan sesudah
pemberian analgesik 
3 Nausea Setelah dilakukan Nutrition Management
berhubungan tindakan keperawatan (1100)
dengan terapi, selama .....x24 jam - Kaji kemampuan pasien
biofisik dan diharapkan tidak mual untuk mendapatkan nutrisi
situasional dengan kriteria : yang dibutuhkan
Status Nutrisi (1004) - Monitor jumlah nutrisi dan
- Tenaga (100403) kandungan kalori
- Stamina(100401) - Berikan kalori tentang
- Daya tahan tubuh kebutuhan nutisi
( 100404) - Kolaborasi dengan ahli gizi
Keseimbangan Cairan untuk menentukan jumlah
(0601) kalori dan nutrisi yang
Berat badan stabil dibutuhkan pasien
(160109) Manajemen Cairan (4120)
Tidak ada Pertahankan intake dan
kebingungan (160111) output cairan yang akurat
Tidak haus berlebihan Monitor status hidrasi
(160112) Monitor hasil laboratorium
Kelembabkan kulit berhubungan dengan retensi
Membran mukosa cairan
lembab (160113) Monitor vital sign
Keterangan Penilaian Monitor intake dan output
NOC Monitor status
hemodinamik 
1. tidak dilakukan
samasekali
2.  jarang dilakukan
3. kadang dilakukan
4. sering dilakukan
5. selalu dilakukan

4 Cemas Setelah dilakukan Penurunan Kecemasan


berhubungan tindakan keperawatan (5820)
dengan perubahan selama .....x24 jam - Tenangkan klien
status kesehatan diharapakan kecemasan - Berusaha memahami keadaan
menurun atau pasien klien
dapat tenang dengan - Berikan informasi tentang
kriteria : diagnosa,prognosis dan
Control Cemas (1402) tindakan
-Menyingkirkan tanda - Kaji tingkat kecemasan dan
kecemasaan (140202) reaksi fisik pada tingkat
-Menurunkan stimulasi kecemasan
lingkungan ketika cemas - Gunakan pendekatan dengan
(140203) sentuhan (permisi) verbalisasi
-Menggunakan teknik  - Temani klien untuk 
relaksasi untuk  mendukung keamanan dan
menurunkan cemas menurunkan rasa takut
(140207) - Instruksikan pasien untuk 
-Melaporkan penurunan menggunakan teknik relaksasi
kebutuhan tidur adekuat - Berikan pengobatan untuk 
(140214) menurunkan cemas dengan
-Tidak ada manifestasi cara yang tepat
perilaku kecemasan Peningkatan Koping (5230)
(140216) - Hargai pemahaman pasien
Koping (1302) tentang proses penyakit
-Memanajemen masalah - Gunakan pendekatan yang
(130205) tenang dan memberikan
-Mengekspresikan  jaminan
persaan dan kebebasan - Sediakan informasi actual
emosinal (130206) tentang diagnosa,penanganan
-Memelihara kestabilan dan prognosis
financial (130214) - Dukung keterlibatan keluarga
-Menggunakan suport dengan cara yang tepat
sosial (130218) - Bantu pasien untuk 
Keterangan Penilaian mengidentifikasi strategi
NOC positif untuk mengatasi
keterbatasan dan mengelola
1. tidak dilakukan gaya hidup atau perubahan
samasekali peran
2.  jarang dilakukan
3. kadang dilakukan
4. sering dilakukan
5. selalu dilakukan
DAFTAR PUSTAKA

Ali mulhidayat, Aziz. 1997. Kebutuhan Dasar Manusia. EGC: Jakarta


Brunner&Suddarth, Suzanne C. Smeltzer, Brenola G. Bare. 2001. Keperawatan
 Medikal Bedah. EGC: Jakarta
Docterman dan Bullechek.  Nursing Invention Classifications (NIC), Edition 4, United
States Of America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Ganong. 2003. Fisiologi Kedokteran. EGC: Jakarta
Maas, Morhead, Jhonson dan Swanson.  Nursing Out Comes (NOC), United States Of 
America: Mosby Elseveir Acadamic Press, 2004.
Nanda International (2009).  Diagnosis Keperawatan: definisi & Klasifikasi. 2009-2011.
Penerbit buku kedokteran EGC : Jakarta
Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan. EGC: Jakarta
Price, Sylvia A. 2006. Patofisiologi Volume I dan II . EGC: Jakarta
Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63
Tarwoto & Wartonah. (2010). Kebutuhan Dasar Manusia Dan Proses Keperawatan.
Edisi 4. Salemba Medika : Jakarta
Saputra, Robby. 2012. Asuhan Keperawatan Pemenuhan Kebutuhan Rasa Nyaman Dan
 Aman Pasien(online) diunduh tgl. 26 November 2012.

Anda mungkin juga menyukai