Oleh :
Awaluddin, S. Kep
NIM. P2002076
Pendahuluan
1. Latar belakang
Insiden penemuan kasus pneumonia pada balita usia 1-4 tahun menurut
Kemenes RI (2017), tertinggi di Provinsi Jawa Barat (126.936 kasus) dan terendah
pada Provinsi Papua (51 kasus), kemudian jumlah kematian balita karna pneumonia
tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah (339 kematian) dan terendah di Provinsi
Kalimantan Tengah (1 kematian). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,
kelompok umur penduduk, period prevalence pneumonia yang paling tertinggi terjadi
pada kelompok usia 1-4 tahun. Sedangkan period prevalence pneumonia pada balita
di Indonesia adalah 18,5% balita pneumonia yang berobat hanya 1,6 %. Lima
Provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), dan Kalimantan Tengah
(32,7%).
Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok usia 12-23 bulan
(21,7%). Sedangkan pada insiden pneumonia per 2 1000 balita banyak dialami oleh
anak berusia 12-35 bulan. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2013 pada pasien anak balita yang di rawat inap di rumah sakit tertinggi di
Provinsi Jawa Tengah (1.942 jiwa), terendah di Provinsi Bangka Belitung (7 jiwa).
Sedangkan pada pasien rawat jalan terbesar di Jawa Barat sebesar (1.132 jiwa),
terendah di Provinsi Sulawesi Utara (5 jiwa) ( Infodatin, 2013)
Salah satu upaya tindakan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah dengan melakukan fisioterapi
dada, gangguan pertukaran gas dengan tindakan memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dengan memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori, intoleransi aktivitas
dengan monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual, resiko ketidakseimbangan
elektrolit dengan monitor status cairan intake dan output cairan (Nurarif dan Kusuma,
2015)
2. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan pneumonia di ruang PICU
b. Tujuan khusus
1). Dapat melakukan dan menganalisa pengkajian pada pasien pneumonia
2).
Bab 2
Tinjuan teoritis
1. Pengertian
Pneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih, 2013). Pneumonia adalah
peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal dari bronkiulus terminalis
mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan menimbulakn konsolidasi jaringan
paru (Padila, 2013).
Pneumonia adalah keadaan inflamasi akut yang terdapat pada parenkim paru
(bronkiolus dan alveoli paru), penyakit ini merupakan penyakit infeksi karena
ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau jamur (Jonh Daly, 2010).
2. Etiologi
Secara umum pneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk,
adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan
sekresi humoral setempat. Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus
dan jamur, antara lain :
a. Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
b. Virus :Legionella Pneumoniae
c. Jamur :Aspergillus Spesies, Candida Albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama (Nurarif dan Kusuma, 2015)
3. Manifesasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita pneumonia menurut
Wijayaningsih (2013), ialah :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
b. Demam (39o -40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan saat bernafas dan batuk.
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelectasis absorbsi.
4. Pathofisiolgi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet)
invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis
dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini
tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan
pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret
dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal
dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah GI. Dalam keadaan sehat,
pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. keadaan ini disebabkan
adanya mekanisme pertahanan paru. terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan
adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari
udara, aspirasi dari bahan- bahan yang ada dinasofaring dan orofaring serta perluasan
9 langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen ( Nurarif dan
Kusuma, 2013)
5. WOC
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi satu atau beberapa
lobus yang bebercak-bercak.
b. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner yang berhubungan
dengan oksigen.
d. d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok diberikan.
7. Komplikasi
Menurut Marni (2014), komplikasi pneumonia antara lain:
a. Efusi pleura dan emfiema.
b. Hipoksemia.
c. Pneumonia kronik.
d. Bronkietasis.
e. Gangguan pertukaran oksigen.
f. Gagal napas.
g. Obstruksi jalan napas.
h. Apnea paru.
8. Penatalaksanaan
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaan keperawatan pneumonia antara lain:
a. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
b. Ekspektoron yang dapat dibantu dengan postural drainase.
c. Rehidrasi yang cukup dan adekuat.
d. Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu.
e. Oksigenasi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat.
f. Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
g. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
h. Terapi lain sesuai dengan komplikasi.
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaaan medis pneumonia antara lain:
a. Pemberian antibiotik.
b. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator.
c. Pemberian oksigen.
d. Pemberian cairan indikas
9. Pengkajian keperawatan
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability
e. Exposure
10. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi.
Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan cuping hidung,
distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada
pada saat menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan adalah 50
kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun 12 adalah
40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan
tampak jelas. (2)
b. Palpasi
Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat cairan atau secret,
getaran hanya teraba pada sisi yang tidak terdapat secret.
c. Perkusi Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor, namun untuk kasus
bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi redup.
d. Auskultasi Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar stridor,
ronkhi atau wheezing. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
akan berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-kadang terdengar
bising gesek pleura.