Anda di halaman 1dari 10

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN GANGGUAN NYAMAN (NYERI)

Oleh :
Awaluddin, S. Kep
NIM. P2002076

INSTITUT TEKNOLOGI KESEHATAN & SAINS WIYATA HUSADA SAMARINDA


PROGRAM PROFESI NERS
BAB I

Pendahuluan

1. Latar belakang

Pneumonia merupakan salah satu penyakit saluran pernafasan serius yang


sebagian besar menyerang anak balita dibawah usia 5 tahun, pneumonia merupakan
penyakit terbesar penyebab kematian pada anak-anak di seluruh dunia, ada 15 negara
dengan angka kematian tertinggi dikalangan anak-anak akibat pneumonia, Indonesia
termasuk dalam urutan ke 8 yaitu sebanyak 22.000 kematian (WHO, 2016).

Pneumonia adalah peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal


dari bronkiulus terminalis mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan
menimbulakn konsolidasi jaringan paru (Padila, 2013). Pneumonia adalah keadaan
inflamasi akut yang terdapat pada parenkim paru (bronkiolus dan alveoli paru),
penyakit ini merupakan penyakit infeksi karena ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau
jamur (Jonh Daly, 2010)

Insiden penemuan kasus pneumonia pada balita usia 1-4 tahun menurut
Kemenes RI (2017), tertinggi di Provinsi Jawa Barat (126.936 kasus) dan terendah
pada Provinsi Papua (51 kasus), kemudian jumlah kematian balita karna pneumonia
tertinggi terdapat di Provinsi Jawa Tengah (339 kematian) dan terendah di Provinsi
Kalimantan Tengah (1 kematian). Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2013,
kelompok umur penduduk, period prevalence pneumonia yang paling tertinggi terjadi
pada kelompok usia 1-4 tahun. Sedangkan period prevalence pneumonia pada balita
di Indonesia adalah 18,5% balita pneumonia yang berobat hanya 1,6 %. Lima
Provinsi yang mempunyai insiden pneumonia balita tertinggi adalah Nusa Tenggara
Timur (38,5%), Aceh (35,6%), Bangka Belitung (34,8%), dan Kalimantan Tengah
(32,7%).

Insiden tertinggi pneumonia balita terdapat pada kelompok usia 12-23 bulan
(21,7%). Sedangkan pada insiden pneumonia per 2 1000 balita banyak dialami oleh
anak berusia 12-35 bulan. Berdasarkan data Sistem Informasi Rumah Sakit (SIRS)
tahun 2013 pada pasien anak balita yang di rawat inap di rumah sakit tertinggi di
Provinsi Jawa Tengah (1.942 jiwa), terendah di Provinsi Bangka Belitung (7 jiwa).
Sedangkan pada pasien rawat jalan terbesar di Jawa Barat sebesar (1.132 jiwa),
terendah di Provinsi Sulawesi Utara (5 jiwa) ( Infodatin, 2013)

Masalah keperawatan yang lazim muncul pada anak dengan bronkopneumonia


adalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan peningkatan
produksi sputum, gangguan pertukaran gas berhubungan dengan gangguan
pengiriman oksigen, ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan kebutuhan metabolik sekunder terhadap deman dan proses
infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan toksin bakteri bau dan rasa sputum,
distensi abdomen atau gas, intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi O2
untuk aktifitas sehari-hari, resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
perubahan kadar elektrolit dalam serum (diare) (Nurarif dan Kusuma, 2015).

Salah satu upaya tindakan mandiri yang dapat dilakukan untuk mengatasi
masalah ketidakefektifan bersihan jalan nafas adalah dengan melakukan fisioterapi
dada, gangguan pertukaran gas dengan tindakan memposisikan pasien untuk
memaksimalkan ventilasi, masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan
tubuh dengan memonitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori, intoleransi aktivitas
dengan monitor respon fisik, emosi, social, dan spiritual, resiko ketidakseimbangan
elektrolit dengan monitor status cairan intake dan output cairan (Nurarif dan Kusuma,
2015)

2. Tujuan
a. Tujuan umum
Untuk mendapatkan gambaran dan dapat memberikan asuhan keperawatan pada
anak dengan pneumonia di ruang PICU
b. Tujuan khusus
1). Dapat melakukan dan menganalisa pengkajian pada pasien pneumonia
2).
Bab 2

Tinjuan teoritis

1. Pengertian
Pneumonia adalah radang paru-paru yang mengenai satu atau beberapa lobus
paru-paru yang ditandai dengan adanya bercak-bercak infiltrat yang disebabkan oleh
bakteri, virus, jamur dan benda asing (Wijayaningsih, 2013). Pneumonia adalah
peradangan yang biasanya mengenai parenkim paru, distal dari bronkiulus terminalis
mencangkup bronkiolus respiratori, alveoli, dan menimbulakn konsolidasi jaringan
paru (Padila, 2013).
Pneumonia adalah keadaan inflamasi akut yang terdapat pada parenkim paru
(bronkiolus dan alveoli paru), penyakit ini merupakan penyakit infeksi karena
ditimbulkan oleh bakteri, virus, atau jamur (Jonh Daly, 2010).
2. Etiologi
Secara umum pneumonia diakibatkan penurunan mekanisme pertahanan tubuh
terhadap virulensi organisme patogen. Orang normal dan sehat memiliki mekanisme
pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas : reflek glotis dan batuk,
adanya lapisan mukus, gerakan silia yang menggerakkan kuman keluar dari organ dan
sekresi humoral setempat. Timbulnya bronkopneumonia disebabkan oleh bakteri virus
dan jamur, antara lain :
a. Bakteri :Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae, Klebsiella
b. Virus :Legionella Pneumoniae
c. Jamur :Aspergillus Spesies, Candida Albicans
d. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung kedalam paru
e. Terjadi karena kongesti paru yang lama (Nurarif dan Kusuma, 2015)
3. Manifesasi klinis
Manifestasi klinis yang muncul pada penderita pneumonia menurut
Wijayaningsih (2013), ialah :
a. Biasanya didahului infeksi traktus respiratori bagian atas
b. Demam (39o -40oC) kadang-kadang disertai kejang karena demam yang tinggi.
c. Anak sangat gelisah, dan adanya nyeri dada yang terasa ditusuk-tusuk, yang
dicetuskan saat bernafas dan batuk.
d. Pernafasan cepat dan dangkal disertai pernafasan cuping hidung dan sianosis
sekitar hidung dan mulut.
e. Kadang-kadang disertai muntah dan diare.
f. Adanya bunyi tambahan pernafasan seperti ronchi, wheezing.
g. Rasa lelah akibat reaksi peradangan dan hipoksia apabila infeksinya serius.
h. Ventilasi mungkin berkurang akibat penimbunan mokus yang menyebabkan
atelectasis absorbsi.
4. Pathofisiolgi
Sebagian besar penyebab dari bronkopneumonia ialah mikroorganisme (jamur,
bakteri, virus) awalnya mikroorganisme masuk melalui percikan ludah (droplet)
invasi ini dapat masuk kesaluran pernafasan atas dan menimbulkan reaksi imonologis
dari tubuh. reaksi ini menyebabkan peradangan, dimana ketika terjadi peradangan ini
tubuh menyesuaikan diri maka timbulah gejala demam pada penderita.
Reaksi peradangan ini dapat menimbulkan sekret, semakin lama sekret
semakin menumpuk di bronkus maka aliran bronkus menjadi semakin sempit dan
pasien dapat merasa sesak. Tidak hanya terkumpul dibronkus lama-kelamaan sekret
dapat sampai ke alveolus paru dan mengganggu sistem pertukaran gas di paru.
Tidak hanya menginfeksi saluran nafas, bakteri ini juga dapat menginfeksi
saluran cerna ketika ia terbawa oleh darah. Bakteri ini dapat membuat flora normal
dalam usus menjadi agen patogen sehingga timbul masalah GI. Dalam keadaan sehat,
pada paru tidak akan terjadi pertumbuhan mikroorganisme. keadaan ini disebabkan
adanya mekanisme pertahanan paru. terdapatnya bakteri didalam paru menunjukkan
adanya gangguan daya tahan tubuh, sehingga mikroorganisme dapat berkembang biak
dan mengakibatkan timbulnya infeksi penyakit. masuknya mikroorganisme ke dalam
saluran nafas dan paru dapat melalui berbagai cara, antara lain inhalasi langsung dari
udara, aspirasi dari bahan- bahan yang ada dinasofaring dan orofaring serta perluasan
9 langsung dari tempat-tempat lain, penyebaran secara hematogen ( Nurarif dan
Kusuma, 2013)
5. WOC
6. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan radiologi yaitu foto thoraks, terdapat konsolidasi satu atau beberapa
lobus yang bebercak-bercak.
b. Pemeriksaan laboratorium biasanya terjadi peningkatan leukosit.
c. Pemeriksaan AGD untuk mengetahui status kaardiopulmuner yang berhubungan
dengan oksigen.
d. d. Pemeriksaan gram/kultur sputum dan darah : untuk mengetahui
mikroorganisme penyebab dan obat yang cocok diberikan.

7. Komplikasi
Menurut Marni (2014), komplikasi pneumonia antara lain:
a. Efusi pleura dan emfiema.
b. Hipoksemia.
c. Pneumonia kronik.
d. Bronkietasis.
e. Gangguan pertukaran oksigen.
f. Gagal napas.
g. Obstruksi jalan napas.
h. Apnea paru.

8. Penatalaksanaan
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaan keperawatan pneumonia antara lain:
a. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
b. Ekspektoron yang dapat dibantu dengan postural drainase.
c. Rehidrasi yang cukup dan adekuat.
d. Latihan nafas dalam dan batuk efektif sangat membantu.
e. Oksigenasi sesuai dengan kebutuhan dan yang adekuat.
f. Isolasi pernafasan sesuai dengan kebutuhan.
g. Diet tinggi kalori dan tinggi protein.
h. Terapi lain sesuai dengan komplikasi.
Menurut Nixson (2016), penatalaksanaaan medis pneumonia antara lain:
a. Pemberian antibiotik.
b. Pemberian antipiretik, analgetik, bronchodilator.
c. Pemberian oksigen.
d. Pemberian cairan indikas
9. Pengkajian keperawatan
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
d. Disability
e. Exposure
10. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi.
Perlu diperhatikannya adanya sianosis, dispneu, pernafasan cuping hidung,
distensi abdomen, batuk semula non produktif menjadi produktif, serta nyeri dada
pada saat menarik nafas. Batasan takipnea pada anak 2 bulan – 12 bulan adalah 50
kali/menit atau lebih, sementara untuk anak berusia 12 bulan – 5 tahun 12 adalah
40 kali/menit atau lebih. Perlu diperhatikan adanya tarikan dinding dada ke dalam
pada fase inspirasi. Pada pneumonia berat, tarikan dinding dada ke dalam akan
tampak jelas. (2)
b. Palpasi
Fremitus biasanya terdengar lemah pada bagian yang terdapat cairan atau secret,
getaran hanya teraba pada sisi yang tidak terdapat secret.
c. Perkusi Normalnya perkusi ppada paru adalah sonor, namun untuk kasus
bronkopneumonia biasanya saat diperkusi terdengar bunyi redup.
d. Auskultasi Auskultasi sederhana dapat dilakukan dengan cara mendekatkan
telinga ke hidung atau mulut bayi. Pada anak pneumonia akan terdengar stridor,
ronkhi atau wheezing. Sementara dengan stetoskop, akan terdengar suara nafas
akan berkurang, ronkhi halus pada posisi yang sakit, dan ronkhi basah pada masa
resolusi. Pernafasan bronkial, egotomi, bronkoponi, kadang-kadang terdengar
bising gesek pleura.

11. Diagnose keperawatan


Diagnosa keperawatan adalah proses menganalisa data subjektif dan objektif
yang telah diperoleh pada tahap pengkajian untuk menegakkan diagnosa keperawatan.
Diagnosa keperawatan melibatkan proses berfikir kompleks tentang data yang
dikumpulkaan dari klien, keluarga, rekammedis, dan pemberi pelayanan kesehatan
lain (suara, dkk, 2013). Masalah keperawatan yang muncul menurut Nurarif dan
Kusuma (2015) :
a. (D.0001) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme jalan
nafas.
b. (D.0003) Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi,perubahan membrane alveolus-kapiler.
c. (D.0019) Defisit nutrisi berhubungan dengan kurangnya asupan makanan,
ketidakmampuan mencerna makanan, faktor psikologis (mis. Stress, keengganan
untuk makan)
d. (D.0056) Intoleransi aktifitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
suplai dengan kebutuhan oksigen, kelemahan.
e. Cemas berhubungan dengan perpisahan dengan orang tua, lingkungan yang
asing, ketidaknyamanan.
f. (D.0106) Gangguan tumbuh kembang b.d terpisah dari orang tua, keterbatasan
lingkungan .
g. (D.0037) Resiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan
ketidakseimbangan cairan (mis. Dehidrasi intoksikasi air), diare.
12. Intervensi keperawatan

SDKI SLKI SIKI


Bersihan jalan nafas tidak efektif Bersihan jalan nafas Latihan Batuk Efektif
berhubungan dengan meningkat (I.01006)
 Spasme jalan napas Observasi
 Hipersekresi jalan napas Identifikasi kemampuan batuk
 Disfungsi Monitor adanya retensi sputum
neuromuskuler Monitor tanda dan gejala
 Benda asing dalam jalan infeksi saluran napas
napas Monitor input dan output
 Adanya jalan napas cairan ( mis. jumlah dan
buatan karakteristik)
 Sekresi yang tertahan Terapeutik
 Hiperplasia dinding Atur posisi semi-Fowler atau
jalan napas Fowler
 Proses infeksi Pasang perlak dan bengkok di
 Respon alergi pangkuan pasien
 Efek agen farmakologia Buang sekret pada tempat
(mis. anastesi) sputum
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
batuk efektif
Anjurkan tarik napas dalam
melalui hidung selama 4 detik,
ditahan selama 2 detik,
kemudian keluarkan dari mulut
dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
Anjurkan mengulangi tarik
napas dalam hingga 3 kali
Anjurkan batuk dengan kuat
langsung setelah tarik napas
dalam yang ke-3
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
mukolitik atau
ekspektoran, jika perlu
Gangguan pertukaran gas Pertukaran gas meningkat Observasi
berhubungan dengan Monitor frekuensi, irama,
 Ketidakseimbangan kedalaman, dan upaya napas
ventilasi-perfusi Monitor pola napas (seperti
 Perubahan membrane bradipnea, takipnea,
alveolus-kapiler hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik0
Monitor kemampuan batuk
efektif
Monitor adanya produksi
sputum
Monitor adanya sumbatan
jalan napas
Palpasi kesimetrisan ekspansi
paru
Auskultasi bunyi napas
Monitor saturasi oksigen
Monitor nilai AGD
Monitor hasil x-ray toraks
Terapeutik
Atur interval waktu
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
Dokumentasikan hasil
pemantauan
Edukasi
Jelaskan tujuan dan prosedur
pemantauan
Informasikan hasil
pemantauan, jika perlu

Defisit nutrisi berhubungan Status nutrisi membaik Observasi


dengan Identifikasi status nutrisi
 Ketidakmampuan Identifikasi alergi dan
menelan makanan intoleransi makanan
 Ketidakmampuan Identifikasi makanan yang
mencerna makanan disukai
 Ketidakmampuan Identifikasi kebutuhan kalori
mengabsorbsi nutrien dan jenis nutrient
 Peningkatan kebutuhan Identifikasi perlunya
metabolisme penggunaan selang nasogastrik
 Faktor ekonomi (mis. Monitor asupan makanan
finansial tidak Monitor berat badan
mencukupi) Monitor hasil pemeriksaan
 Faktor psikologis (mis. laboratorium
stres, keengganan untuk Terapeutik
makan) Lakukan oral hygiene sebelum
makan, jika perlu
Fasilitasi menentukan
pedoman diet (mis. Piramida
makanan)
Sajikan makanan secara
menarik dan suhu yang sesuai
Berikan makan tinggi serat
untuk mencegah konstipasi
Berikan makanan tinggi kalori
dan tinggi protein
Berikan suplemen makanan,
jika perlu
Hentikan pemberian makan
melalui selang nasigastrik jika
asupan oral dapat ditoleransi
Edukasi
Anjurkan posisi duduk, jika
mampu
Ajarkan diet yang
diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian
medikasi sebelum makan (mis.
Pereda nyeri, antiemetik), jika
perlu
Kolaborasi dengan ahli gizi
untuk menentukan jumlah
kalori dan jenis nutrient yang
dibutuhkan, jika perlU

13. Daftar pustaka

Anda mungkin juga menyukai