Anda di halaman 1dari 26

RUMAH SAKIT UMUM BALI HOLISTIK

Jl. Raya Umabian Desa Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan


TELP (0361) 8945458, FAX (0361) 8945461
Email : baliholistichospital@gmail.com

KEPUTUSAN DIREKTUR RSU BALI HOLISTIK


Nomor : 020/SK/DIR/RSBH/VII/2017
TENTANG
KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI
DI RUMAH SAKIT UMUM BALI HOLISTIK

DIREKTUR RSU BALI HOLISTIK

Menimbang : a. bahwa dalam upaya meningkatkan mutu pelayanan Rumah Sakit


Umum Bali Holistik, maka diperlukan penyelenggaraan pelayanan
yang bermutu tinggi dari setiap gugus tugas/ unit pelayanan yang
ada;
b. bahwa pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi merupakan
salah satu gugus tugas/ unit pelayanan di RSU Bali Holistik yang
harus mendukung pelayanan rumah sakit secara keseluruhan maka
diperlukan penyelenggaraan pelayanan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang bermutu tinggi.
c. bahwa agar pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi dapat
terlaksana dengan baik, perlu adanya Surat Keputusan Direktur
tentang Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi
RSU Bali Holistik sebagai landasan bagi penyelenggaraan
pelayanan.
d. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam a,
b dan c, perlu ditetapkan dengan Surat Keputusan Direktur Rumah
Sakit Umum Bali Holistik.
Mengingat : 1. Undang-Undang RI Nomor 44 tahun 2009 tentang Rumah Sakit;
2. Undang-undang Republik Indonesia No 36 Tahun 2009 tentang

1
kesehatan (lembaran Negara RI tahun 2009 Nomor 144);43
3. Undang-undang Republik Indonesia No 29 Tahun 2004 tentang
Praktik Kedokteran (lembar Negara RI Tahun 2004 Nomor 116,
tambahan Lembar Negara RI Nomor 4431)
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
772/Menkes/SK/VI/2002 tentang Pedoman Peraturan Internal
Rumah Sakit (Hospital Bylaws);
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
631/Menkes/SK/VI/2005 tentang Pedoman Peraturan Internal Staf
Medis (Medical Staf Bylaws);
6. Surat Keputusan Meteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
434/Menkes/SK/X/1983 tentang Kode etik Kedokteran Indonesia;
7. Surat Keputusan Kepala Dinas Kesehatan Kab.Tabanan
503/4448/Dikes/2015, tentang Pemberian Ijin Pelayanan Kesehatan
RSU Bali Holistik;
8. Peraturan Internal RSU Bali Holistik (Hospital Bylaws RSU Bali
Holistik ).
9. Surat Edaran Direktur Jenderal Bina Pelayanan Medik Nomor
HK.03.01/III/3744/08 tentang Pembentukan Komite dan Tim
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit.
10. Surat Keputusan Menkes Nomor 270/MENKES/2007 tentang tugas
Komite PPI dan Tim PPI;

2
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
Kesatu : KEPUTUSAN DIREKTUR RSU BALI HOLISTIKTentang
KEBIJAKAN PELAYANAN PENCEGAHAN DAN
PENGENDALIAN INFEKSI RSU BALI HOLISTIK.
Kedua : Kebijakan pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi RSU Bali
Holistik sebagaimana tercantum dalam Lampiran Keputusan ini.
Ketiga : Pembinaan dan pengawasan penyelenggaraan pelayanan pencegahan
dan pengendalian infeksi RSU Bali Holistikdilaksanakan oleh Direktur
RSU Bali Holistik.
Keempat : Kepala pelayanan pencegahan dan pengendalian infeksi wajib
mensosialisasikan keputusan ini ke seluruh karyawan di Pelayanan
pencegahan dan pengendalian infeksi.
Kelima : Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan, dan apabila dikemudian
hari ternyata terdapat kekeliruan dalam penetapan ini, akan diadakan
perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Tabanan
Pada Tanggal : 10 Juli 2017
RSU. Bali Holistik

dr.Ni Ketut Agustiani, MARS


Direktur

RUMAH SAKIT UMUM BALI HOLISTIK


Jl. Raya Umabian Desa Belayu Kecamatan Marga Kabupaten Tabanan
TELP (0361) 8945458, FAX (0361) 8945461
Email : baliholistichospital@gmail.com

3
Lampiran I :
Keputusan Direktur RSU Bali HolistikNomor :020/SK/DIR/RSBH/VII/2017
Tentang: Kebijakan Pelaksanaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakit Umum
Bali Holistik

KEBIJAKAN PELAKSANAAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


RUMAH SAKIT UMUM BALI HOLISTIK

1.ORGANISASI PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI


a. Dalam rangka melindungi pasien, pengunjung dan petugas terhadap penularaninfeksi
di Rumah Sakit, maka RSU Bali Holistikmelaksanakan Pencegahandan Pengendalian
Infeksi (PPI).
b. Agar pelaksanaan PPI terkoordinasi dengan baik, Direktur membentuk
KomitePencegahan dan Pengendalian Infeksi serta Tim Pencegahan danPengendalian
Infeksi. Tim PPI RSU Bali Holistikbertanggung jawab langsung kepadaDirektur.
c. Tim PPI mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang jelas sesuaidengan Pedoman
Manajerial Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakitdan fasilitas
kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementerian KesehatanRepublik Indonesia
Tahun 2011.
d. Pelaksanaan PPI dikelola dan diintegrasikan antara struktural dan fungsional disemua
unit dan menjadi tanggung jawab seluruh staf dan karyawan.
e. Agar kegiatan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi berjalan lancar, maka
RumahSakit RSU Bali Holistikmemiliki 1IPCN (Infection Prevention and Control
Nurse) purnawaktu yang bertugas mengawasi seluruh kegiatan pencegahan dan
pengendalian infeksi yang meliputi gugus tugas keperawatan, farmasi, gizi, CSSD,
laboratorium, laundry.
f. Dalam melaksanakan tugasnya IPCN dibantu oleh IPCLN (InfectionPrevention and
Control Link Nurse)sebagai pelaksana harian/penghubungdi unit masing-masing.

2.KEWASPADAAN STANDAR
Meliputi kebersihan tangan, pemakaian alat pelindung diri,disinfeksi dan
sterilisasi,penatalaksanaan limbah dan benda tajam,pengendalian lingkungan, praktik

4
menyuntik yang aman,kebersihan pernafasan/etika batuk,praktek lumbal
punksi,perawatanperalatan pasien,program kesehatan karyawan,penempatan
pasien.Kewaspadaan standar diterapkan secara menyeluruh di semua area RS
denganmengukur risiko yang dihadapi pada setiap situasi dan aktifitas pelayanan
sesuai Panduan PPI RSU Bali Holistik.

3.KEBERSIHAN TANGAN
a. Kebersihan tangan dilakukan oleh seluruh petugas klinis maupun non-klinis di
seluruhlingkungan RSU Bali Holistik.
b. Dua jenis kebersihan tangan :
 Hand wash : kebersihan tangan dengan sabun dan air mengalir
 Handrub : kebersihan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol
c. Kebersihan tangan dilakukan menurut 5 Momen Kebersihan Tangan(WHO):
 Momen 1 : sebelum kontak dengan pasien
 Momen 2 : sebelum tindakan asepsis
 Momen 3 : setelah terkena cairan tubuh pasien
 Momen 4 : setelah kontak dengan pasien
 Momen 5: setelah kontak dengan lingkungan sekitar pasien
d. Enam langkah kebersihan tangan.
e. Kebersihan tangan efektif :
 Tidak mengenakan jas lengan panjang saat melayani pasien
 Bagi semua petugas yang berkontak langsung dengan pasien (klinisi),
semuaperhiasan yang ada (misalnya: jam tangan, cincin, gelang) harus
dilepaskanselama bertugas dan pada saat melakukan kebersihan tangan
 Kuku dijaga tetap pendek tidak melebihi 1 mm, tidak menggunakan kuku
palsu dan cat kuku
 Jika tangan ada luka ditutup dengan plester kedap air
 Tutuplah kran dengan siku tangan atau putar kran menggunakan tisu
 Membersihkan tangan dengan sabun cairdan air mengalir apabila tangan
terlihat kotor
 Membersihkan tangan dengan larutan berbahan dasar alkohol (handrub) bila
tangan tidak terlihat kotor diantara tindakan
 Keringkan tangan menggunakan tisu / handuk sekali pakai

5
 Pastikan tangan kering sebelum memulai kegiatan / mengenakan sarung
tangan
 Jangan menambahkan sabun cair ke dalam tempatnya bila masih ada isinya.
 Dispenser sabun harus dibersihkan terlebih dahulu sebelum pengisian ulang

f. Sediakan di setiap ruangan / bagian :


 Area klinis (area perawatan / pelayanan langsung terhadap pasien) :
 Wastafel dengan air yang mengalir.
 Larutan chlorhexidine 2 % (indikasi kebersihan tangan momen 2 dan3) :
poli rawat jalan, IGD (area non tindakan), ruang keperawatan, unit
penunjang medik (radiologi, laboratorium klinik, rehabilitasi medik)
 Larutan chlorhexidine 4 % : kamar bedah
 Sabun biasa (handsoap) : kamar pasien, pos perawat (indikasi
kebersihan tangan momen 1,4,5), toilet, dapur.
 Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : setiap tempat tidur pasiendi area
kritis (IGD, ruang observasi, VK, kamar bedah), setiap pintu masuk kamar
pasien,meja trolly tindakan.
 Area non-klinis (area pelayanan tidak langsung terhadap pasien) :
 Wastafel dengan air yang mengalir.
 Sabun biasa (handsoap) : toilet, dapur, perkantoran, kantin, aula.
 Larutan chlorhexidine 2% (indikasi kebersihan tangan momen 3):
sanitasi, laundry, CSSD.
 Larutan berbahan dasar alkohol (handrub) : pintu keluar-masukpetugas /
pengunjung, ruang tunggu rawat jalan, farmasi, area dimana fasilitas
kebersihan tangan dengan sabun dan airmengalir tidak tersedia / jauh letaknya.
g. Melakukan monitoring compliance kebersihan tangan dengan cara :
 Mengukur / mengobservasi kepatuhan kebersihan tangan :
 Petugas klinis setiap 2 minggu sekali(ruang keperawatan, IGD, kamar
bedah,rawat jalan, VK,Gizi) .

 Dengan memperhatikan 1,2,3,4,5,6 kebersihan tangan.


Sebelum kontak dengan pasien (Momen 1 menurut WHO).

6
Petugas non-klinis setiap sebulan sekali(laundry, farmasi, dapur, ,sanitasi)
sesuai indikasi kebersihantangan secara umum.
 Kepatuhan kebersihan tangan melibatkan petugas klinis maupun non-
klinisdengan sasaran 30 % dari jumlah masing-masing profesi (dokter,
perawat, dan gizi).
h. Melakukan program edukasi kebersihan tangan pada petugas, pasien, keluarga dan
pengunjung yang merupakansalah satu bagian dari proses penerimaan pasien baru.
i. Setiap petugas di RSU Bali Holistikwajib mengikuti pelatihan kebersihan
tanganyang diadakan oleh rumah sakit secara berkesinambungan mengenai
prosedurkebersihan tangan melalui orientasi dan pendidikan berkelanjutan.
j. Dilakukan monitoring kepatuhan kebersihan tangan petugas (dokter, perawat,
gizi) setiap 2 minggu sekali pada hari Selasa pada setiap minggu ke-2.

4.PEMERIKSAAN KESEHATAN KARYAWAN


a. Petugas dapur saji setiap 6 bulan sekali dengan pemeriksaan rectal swab
b. Seluruh karyawan baru RSU Bali Holistiksaat diterima menjadi
karyawandilakukanpemeriksaan fisik dan foto thorax.
c. Pemeriksaan laboratorium HbsAg dan imunisasi Hepatitis setahun sekali pada
karyawan yang bekerja di unit-unit yang berisiko yaitu IGD, kamar operasi,
laboratorium dan laundry.
d. Untuk karyawan yang pasca tertusuk jarum dilakukan pemeriksaan laboratorium
HbsAg dan bila hasil negatif, dilakukan imunisasi Hepatitis sebanyak 3 kali
berturut-turut setiap bulan.

5.KEWASPADAAN BERDASARKAN TRANSMISI


Merupakan tambahan kewaspadaan standarditerapkan pada pasien rawat inap yang
suspek atau telah ditentukan jenis infeksinya,berdasarkan cara transmisi kontak,
droplet atau airbone. Tatalaksana administratifmeliputi percepatan akses diagnosis,
pemisahan penempatan pasien, mempersingkatwaktu pelayanan di rumah sakit,
penyediaan paket perlindungan petugas ; tatalaksanalingkungan meliputi penataan
alur pasien, penataan sistem ventilasi (natural maupunmekanikal) tatalaksana
penyediaan dan penggunaan alat pelindung diri.
a. Pasien dengan imuno supressed hanya di lakukan stabilisasi keadaan untuk
selanjutnya dirujuk kefasilitas kesehatan yang lebih lengkap.

7
b. Tatalaksana perawatan pasien infeksi diterapkan berdasarkan prinsip
kewaspadaan isolasi sesuai cara transmisi spesifiknya. Petugas menerapkan
prinsip kewaspadaan kontak atau droplet atau airbone atau kombinasinya.
c. Prosedur penunjang medik (pengambilan darah, pemberian gizi) dilakukan setelah
pasien yang tidak menular.
d. Setiap pengunjung harus dilakukan edukasi penggunaan APD, kebersihan tangan,
etika batuk.

6.ALAT PELINDUNG DIRI (APD)


Ditata perencanaan, penyediaan, penggunaan danevaluasinya oleh Tim PPI RS bersama
instalasi farmasi dan bagian logistik RS.
a. APD digunakan berdasarkan prinsip kewaspadaan standar dan isolasi denganselalu
mengukur potensi risiko spesifik pada setiap aktivitas pelayanan/tindakanmedik
sehingga tepat, efektif dan efisien.
b. APD sekali pakai disediakan melalui instalasi farmasi.
c. Adanya cheklist tindakan yang menggunakan APD dan kebersihan tangan.
d. Tim PPI RS melakukan monitoring dan audit ketepatan penggunaan APD
sebagaibahan dalam evaluasi dan rekomendasi peningkatan efektivitasnya.

7. SURVEILANS INFEKSI RUMAH SAKIT (IRS)


Dilakukan secara sistematik aktif oleh IPCN (Infection Prevention Control Nurse –
perawat pengendali infeksi purna waktu) dan IPCLN (link nurse – perawat
penghubungpengendali infeksi) untuk menggambarkan tingkat kejadian berbagai
penyakit infeksitarget sesuai Pedoman Surveilans Infeksi Rumah Sakit, Kemenkes dan
penyakit endemi di rumah sakit.Target surveilans yaitu : Infeksi Saluran Kemih (ISK)
terkait kateterisasi, Infeksi DaerahOperasi (IDO), Infeksi Aliran Darah (IAD) pada pasien
berisiko, Pneumonia terkait ventilator (VAP)
a. Melakukan surveilans PPIRS
b. Melakukan analisis, evaluasi dan rekomendasi tindak lanjut data infeksi dilakukan
Tim PPIRS di bawah koordinator dokter penanggung jawab PPI untuk
tujuanpengendalian, manajemen risiko dan kewaspadaan terhadap kejadian luar
biasa(KLB)
c. Pengendalian angka Infeksi Rumah Sakit menggunakan target sasaran sesuai program
PPI. Sasaranangka IRS dievaluasi setiap 3 tahun.

8
d. Kejadian luar biasa IRS ditetapkan oleh direktur RS berdasarkan pertimbangan Tim
PPI RS pada hasil evaluasi epidemiologik kecenderungan angka IRSmelalui
surveilans. Kecenderungan kejadian IRS yang terus menerus meningkatsignifikan
selama 3 bulan berturut-turut atau peningkatan signifikan angka kejadianpada suatu
waktu pengamatan tertentu diwaspadai sebagai KLB. Pencegahan danpengendalian
risiko penyebaran kejadian yang berpotensi menjadi KLB dilakukansegera secara
sinergi melalui kerjasama lintas unit/satuan kerja oleh Tim PPIRS.
e. Laporan Infeksi RS disampaikan Tim PPI RS kepada Direktur dan Keperawatansetiap
bulan.
f. Pemantauan penerapan bundles Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (IAD,
ISK,VAP/HAP, IDO) adalah sebagai salah satu tolak ukur keberhasilan
surveilansinfeksi RS. Kultur mikrobiologi dilakukan pada setiap kasus yang diduga
infeksi rumah sakit(HAIs).

8. PENGENDALIAN RESISTENSI ANTIBIOTIKA


a. Pemilihan terapi antibiotik secara rasional kepada pasien didasarkan tujuan
danindikasi (profilaksis atau terapi) sesuai hasil pemeriksaan kultur dan
resistensimikroba, sehingga untuk penderita penyakit infeksi perlu dilakukan
pemeriksaanmikrobiologi tersebut bekerja sama dengan KFT.

b. Ketepatan pemberian antibiotika agar aman bagi pasien meliputi :


 Tepat indikasi, obat benar-benar dibutuhkan;
 Tepat pemilihan obat dengan perbandingan biaya efektivitas yang baik
 Tepat pasien, tidak ada kontra indikasi, efek sampingi minimal;
 Tepat dosis, tepat cara pemberian, tepat durasi pemakaian;
 Tepat informasi, kepada pasien dan keluarganya.
c. Pasien wajib diberi informasi tentang pengobatan yang diberikan dan efek
yangditimbulkan

9. STERILISASI ALAT/INSTRUMEN KESEHATAN PASCA PAKAI


Di RS dilakukan dengan 2 cara yaitu secara fisika atau kimia, melalui tahapan
pencucian(termasuk perendaman dan pembilasan), pengeringan, pengemasan,
labeling,indikatorisasi, sterilisasi, penyimpanan, distribusi, diikuti dengan pemantauan
dan evaluaiproses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi secara terpusat melaluiCSSD.

9
1. Pemrosesan alat/instrumen pasca pakai dipilih berdasarkan kriteria alat.
Sterilisasidilakukan untuk alat kritikal,disinfeksi tingkat tinggi (DTT)dilakukan untuk
alat semi kritikal, disinfeksi tingkat rendah untuk alat non kritikal.
2. Kriteria pemilihan desinfektan didasari telaah secara cermat terkait kriteria
memiliki spektrum luas dengan daya bunuh kuman yang tinggi dengan
toksisitasrendah, waktu disinfeksi singkat, stabil dalam penyimpanan, tidak merusak
bahandan efisien. Unit kerja yang bertanggung jawab terhadap penyediaan
desinfektandan antiseptik di RS sesuai rekomendasi Tim PPI RSU Bali
Holistikmelalui instalasi farmasi.
3. CSSD bertanggung jawab menyusun panduandan prosedur tetap, mengkoordinasikan
serta melakukan monitoring dan evaluasiproses serta kualitas/mutu hasil sterilisasi
dengan persetujuan TimPPI RS.

10.PEMAKAIAN ULANG PERALATAN & MATERIAL SEKALI PAKAI (single yang


dire-use).
Dapat digunakan kembali sesuai dengan rekomendasi manufacture-nya. Alat Medis
Sekali Pakai dapat digunakan ulang (reuse of single use devices) sesuai kebijakan RS.
a. AMSP dapat diproses secara benar/tepat (rasional) dan hasil sterilisasi
masihefektif dan efisien baik secara fisik /fungsi, kualitas serta aman
digunakan bagi pasien.
b. AMSP sangat dibutuhkan penggunaannya, tetapi sulit diperoleh atau sangat
mahal harganya
c. Pemrosesan AMSP yang disterilkan dan digunakan kembali harus melalui
proses pencatatan dan pengawasan mutu di bagian CSSD.
d. AMSP yang non steril dilakukan pengawasan mutu dengan melihat secara
visual dan fungsi dari alat / bahan.
e. Daftar AMSP yang akan digunakan kembali ditentukan oleh RS.
f. Adanya form daftar peralatan alat single use yang di re-use.
g. Adanya form daftar monitoring alat single use yang dire-use.

11.PENGENDALIAN LINGKUNGAN RUMAH SAKIT

10
Meliputi penyehatan air, pengendalian serangga dan binatang pengganggu,
penyehatanruang dan bangunan, pemantauan higiene sanitasi makanan, pemantauan
penyehatan linen, disinfeksi permukaan/udara/lantai, pengelolaan limbah cair, limbah
B3, limbahpadat medis/non medis dikelola oleh Kesehatan Lingkungan RS (KLRS)
danBagian Rumah Tangga bekerjasama dengan pihak ketiga, berkoordinasi dengan
TimPPI RS, sehingga aman bagi lingkungan.
Pengelolaan limbah harus memperhatikan prinsip sebagai berikut :
a. Semua limbah beresiko tinggi harus diberi label/tanda yang jelas.
b. Wadah/kontainer diberi alas kantong plastik dengan warna : kuning
untuklimbah infeksius dan B3, merah untuk limbah radioaktif,hitam untuk
limbah non medis / domestik.
c. Limbah tidak boleh dibiarkan atau disimpan > 24 jam.
d. Kantong plastik tempat limbah tidak diisi terlalu penuh (cukup 3/4).
e. Wadah / kontainer harus tertutup, tahan bocor, tidak berkarat, mudah
dikosongkan atau diangkat, mudah dibersihkan dan berada ditempat
yangterlindung dari binatang atau serangga.
f. Limbah benda tajam harus dikumpulkan dalam satu wadah anti bocor dan
tahantusukan (safety box), tanpa memperhatikan terkontaminasi atau tidak.
g. Jarum dan syringe harus dimasukkan ke dalam safety box.
h. Pengangkutan limbah harus menggunakan troli yang tertutup.
i. Pembuangan atau pemusnahan limbah medis padat harus dilakukan di tempat
pengelolaan sampah medis dalam hal ini rumah sakit bekerjasama dengan
pihak ketiga.
j. Petugas yang menangani limbah harus mengunakan APD seperti sarung
tangan khusus,masker,sepatu boot,apron,pelindung matadan bila perlu helm.
k. Prinsip metode pembersihan ruang perawatan dan lingkungan, pemilihan
bahan desinfektan,cara penyiapan dan penggunaannya dilaksanakan
berdasarkan telaah Tim PPI RS untuk mencapai efektifitas yang tinggi.

12. PENGELOLAAN LINEN

11
a. Jenis linen di RSU Bali Holistikdikualifikasikan menjadi linen bersih, linen
kotor infeksius, linen kotor non infeksius
b. Untuk mencegah kontaminasi, pengangkutan linen menggunakan kantong linen
yang berbeda, linen kotor dengan kantong linen berwarna abudan linen kotor
infeksius dengan kantong plastickuning
c. Pencegahan kontaminasi lingkungan maupun pada petugas dilakukan dengan
desinfeksi kereta linen, pengepelan/disinfeksi lantai, implementasi praktik
kebersihan tangan,penggunaan alat pelindung diri (APD) sesuai potensi risiko
selama bekerja

13. PENGELOLAAN MAKANAN


Pengelolaan makanan di instalasi gizi memperhatikan standar sanitasi makanan,
minuman, alat, lingkungan produksi dan hygiene perorangan penjamah makanan.
a. Semua bahan makanan yang disiapkan sampai dengan disajikan kepada
pasien, pegawai atau pengunjung dikelola sesuai pedoman dan standar
prosedur pelayananinstalasi gizi agar terhindar dari pencemaran dan
penularan infeksi melalui makanan.
b. Penyimpanan bahan makanan harus selalu terpelihara dan dalam keadaan
bersih,terlindung dari debu, bahan kimia berbahaya dan hewan lain serta
suhupenyimpanan disesuaikan dengan jenis bahan makanan.
c. Penjamah makanan yang kontak langsung dengan makanan mulai dari
prosespenyiapan bahan sampai dengan penyajiannya dilakukan
surveilans.Hygiene pribadiberupa monitoring kultur mikrobiologi swab
rektal, dikoordinasikan dan di bawahtanggung jawab petugas Gizi RS.
d. Petugas unit harus dalam kondisi sehat dan dilakukan pemeriksaan berkala
selama 6 (enam) bulan sekali

14. PENDIDIKAN dan PELATIHAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN


INFEKSI RUMAH SAKIT
Direncanakan dan dilaksanakan secara periodik dan berkesinambungan oleh
bagianPendidikan dan Pelatihan (DIKLAT) bekerjasama dengan Tim PPI RS
untukmenjamin setiap petugas yang berada dan bekerja di RS (termasuk peserta
didik dankaryawan kontrak) memahami dan mampu melaksanakan program PPIRS
, khususnya kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.

12
a. Seluruh SDM baru di RS wajib mengikuti program orientasi, termasuk
materi PPIRS
b. Setiap ada mahasiswa yang akan praktek harus diberikan materi orientasi
PPIRS.
c. Monitoring dan evaluasi hasil pendidikan dan pelatihan dilakukan oleh
bagianSDM bersama Tim PPIRS sesuai ketentuan yang berlaku sebagai
dasarperencanaan program selanjutnya.
d. Seluruh stafdididik tentang pengelolaan infeksius.

15. PENDIDIKAN PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI


DIBERIKAN UNTUK SETIAP PASIEN
Untuk pasien rawat inap disampaikan oleh perawat saat orientasi pasien baru
masuk, meliputi kebersihan tangan, etika batuk dan ketertiban membuang
sampah.

16. PENGKAJIAN RISIKO INFEKSI PADA KONSTRUKSI &RENOVASI


DIRUMAH SAKIT
a. Sebelum melakukan kontruksi atau renovasi bangunan dilakukan analisis
terhadap kualitas udara, persyaratan utilisasi, kebisingan, getaran dan prosedur
emergency.
b. Setiap konstruksi maupun renovasi bangunan yang dilakukan di RS
harusmengutamakan keselamatan pasien, pengunjung dan petugas berdasarkan
prinsip-prinsippencegahan dan pengendalian infeksi .
c. Pengkajian risiko infeksi dibuat berdasarkan dari panduan Infection Control
RiskAssesment (ICRA).
d. Tim Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Rumah Sakitmelakukanpengkajian
risiko infeksi dan tindak lanjut .

17. PENGGUNAAN CAIRAN DESINFEKTAN


a. Proses desinfeksi alat dapat dikategorikan menjadi:

13
 Peralatan kritikal/risiko tinggi: adalah peralatan medis yang masuk
kedalamjaringan tubuh steril atau sirkulasi darah. Contoh instrumen bedah,
kateterintravena, kateter jantung. Pengelolaannya dengan cara sterilisasi.
 Peralatan semikritikal/risiko sedang: adalah peralatan yang kontak
denganmembrana mukosa tubuh. Pada peralatan semikritikal, proses
sterilisasidisarankan namun tidak mutlak, jadi bisa dilakukan disinfeksi
tingkat tinggi.
 Peralatan nonkritikal/resiko rendah: adalah peralatan yang kontak
denganpermukaan kulit utuh contoh: tensimeter, stetoskop, linen, alat
makan, lantai,perabot, tempat tidur. Untuk jenis peralatan ini dapat
digunakan disinfeksitingkat sedang sampai tingkat rendah.
b. Disinfeksi lingkungan rumah sakit
 Permukaan lingkungan : lantai, dinding, dan permukaan meja, trolly
didisenfeksi dengan detergen netral.
 Lingkungan yang tercemar darah atau cairan tubuh lainnya dibersihkan
dengandesinfektan tingkat menengah.
c. Penggunaan disinfektan di ruang infeksi (menular) dan area kritis
 Untuk mengepel/membersihkan lantai dan WC menggunakan : chlorine
0,05%
 Untuk area yang sering disentuh (high touch area) menggunakan
disinfektan:chlorine 0.05 % (permukaan bukan logam).
 Untuk area yang jarang disentuh (non high touch area) menggunakan
sabunPH netral
d. Penggunaan disinfektan di area banyak tumpahan darah/cairan tubuh:
menggunakan disinfektan chlorine 0.5%

Cairan desinfektan yang digunakan di RSU Bali Holistik


N ISI MERK PENGGUNAAN
14
O
1 Isopropyl ethil Alkohol 70 % Antiseptik kulit
alcohol
2 Chlorhexidine 2% X-tragene Antiseptik kebersihan
tangan ruang perawatan,
antiseptik kulit pre operasi
3 Chlorhexidine 4% Dermanios Antiseptik kulit kebersihan
tangan daerah kritis
4 Povidone Iodine Bethadine Solotion Antiseptik kulit dan luka
7.5% Operasi
5 Chlorin 0,5% Bycline Disinfektan tumpahan
darah dan cairan tubuh
lainnya.
 Penggunaan di kamar
bersalin
 Untuk wabah (mis ;C
difficile)
 Multi Drug Resisten
Organisem (Mis.MRSA)

10 Chlorin 0,5% High level disinfektan alat


semi kritikal

18. PRAKTEK MENYUNTIK YANG AMAN


a. Pakai jarum yang steril, sekali pakai, pada tiap suntikan untuk
mencegahkontaminasi pada peralatan injeksi dan terapi.
b. Vial/ampul/botol infus untuk single use harus dapat digunakan dengan cara
yangdapat menjaga syarat aseptik.
c. Multi dose vial digunakan ;
 Hanya digunakan untuk satu orang pasien
 Setiap mengakses via multi dose harus menggunakan jarum dan spuit
yangsteril
 Tidak disimpan atau dibawa ke kamar pasien atau ruang tindakan
kecuali vialtersebut hanya diperuntukkan untuk satu orang pasien
tertentu.

15
 Setelah digunakan untuk pertama kali, harus dicantumkan tanggal
pertama kalivial dibuka dan tanggal beyond use date pada etiket obat.
d. Cairan infus dalam botol (plastik atau kaca) tidak dapat digunakan bersama
samauntuk beberapa pasien.
e. Insulin flexpen hanya dapat digunakan untuk satu orang pasien dan tidak
dapatdigunakan untuk bersama-sama untuk beberapa pasien.
f. Setiap kali penyuntikan insulin dengan menggunakanflexpen harus
menggunakanjarum baru

19. PENCEGAHAN dan PENGENDALIAN INFEKSI UNTUK PASIEN,


KELUARGA dan PENGUNJUNG.
a. Salah satu pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah
kepedulian terhadap pasien, keluarga dan pengunjung rumah sakit.
b. Pasien,keluarga dan pengunjung harus diberikan edukasi tentang PPIRS.
c. Pencegahan dan pengendalian infeksi rumah sakit di RSU Bali
Holistikdikoordinasi oleh Tim PPIRS yang tergabung dalam unit rawat jalan dan
rawat inap.
d. Masing-masing dari tenaga kesehatan (dokter, perawat, gizi , farmasi, dll)
maupun non kesehatan (pekarya, petugas kebersihan, dll) pasien,keluarga dan
pengunjung turut ambil bagian dalam pencegahan danpengendalian infeksi.
e. Pasien, keluargadan pengunjung yang dirawat di RSU Bali Holistikharus
mentaatiperaturan yang ada di RSU Bali Holistiksesuai dengan peraturan tata
tertib pasien.
f. Buku pedoman pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit dan
fasilitaslainya tahun 2011 : tentang kebersihan tangan dan penggunaan Alat
PelindungDiri ( APD ) di fasilitas kesehatan
g. Pasien dapat mengingatkan petugas kesehatan ( Dokter, Perawat,Pekarya, Gizi
dll ) bila tidak melakukan kebersihan tangan sebelum dan sesudahmenyentuh
pasien dan lingkungan pasien.
h. Pencegahan dan pengendalian infeksi di rumah sakit adalah tanggung
jawabpasien, keluarga dan pengunjung.
i. Anak-anak di bawah 12 tahun di larang mengunjungi pasien
j. Pasien, keluarga dan pengunjung berperan penting di dalam pencegahan
danpengendalian infeksi di rumah sakit. Setiap ruangan / unit harus

16
menyediakanfasilitas wastafel,tempat sampah non infeksius (kantong
hitam),sabun biasa (handsoap), masker bagi pasien, keluarga dan pengunjung

20. PENANGANAN KEJADIAN LUAR BIASA (KLB)


a) Agar kejadian KLB dapat dikendalikan dan segera ditangani, Rumah Sakit
Bali Holistik perlu mempunyai sistem pengendalian dan penanganan
KLB.
b) Untuk mendeteksi secara dini adanya KLB, dilakukan surveilans infeksi
di rumah sakit. Selain untuk deteksi dini, surveilans secara aktif juga
bertujuan untuk mencegah supaya KLB tidak terulang lagi.
c) Surveilans dilakukan oleh IPCN bekerjasama dengan IPCLN.Data yang
didapatdari surveilans diolah oleh Tim PPIRS, disertai analisis,
rekomendasi dantindak lanjut, dan digunakan sebagai bahan laporan
kepada Direktur rumah sakit,dan bahan komunikasi dengan bagian yang
terkait.
d) Kejadian Luar Biasa Infeksi Rumah Sakit ditetapkan oleh Direktur
berdasarkanpertimbangan Tim PPIRS Bali Holistik pada hasil evaluasi
epidemiologik kecenderunganpeningkatan angka IRS secara signifikan
selama 3 bulan berturut-turut.Peningkatan signifikan angka kejadian IRS
pada suatu waktu pengamatan tertentudiwaspadai sebagai KLB.
e) Penanganan KLB IRS harus dilakukan dengan segera dan secara terpadu
olehseluruh unsur yang terkait, dikoordinasikan oleh Komite PPIRS.
Selama terjadiKLB, Petugas Ruangan/Bagian terkait, Kepala Bagian, dan
IPCLN, harusberkoordinasi secara intensif dengan Tim dan Komite PPI
Rumah Sakit untukmenangani KLB tersebut.
f) Setelah menerima laporan dugaan adanya KLB, Komite PPIRS
bersamaIPCN/IPCO melakukan investigasi bersama di tempat terjadinya
KLB, meliputi:
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur
Surveilans InfeksiRumah Sakit
 Mencatat setiap kejadian infeksi di ruangan sesuai prosedur
Surveilans InfeksiRumah Sakit.

17
 Berkoordinasi dengan IPCLN dan Kepala ruangan serta dokter
yang bertanggung jawab menangani pasien, untuk melakukan
verifikasi diagnosis infeksi rumah sakit, penegakan diagnosis
IRS dan mengkonfirmasi sebagai kasus KLB. Selain itu juga
dilakukan investigasi terhadap kemungkinan sumber penularan,
cara penularan dan kemungkinan penyebarannya, serta aspek
lain yang diperlukan untuk penanggulangan atau memutuskan
rantai penularan.
 Berkoordinasi dengan Bagian Laboratorium untuk melakukan:
o Swab ruang/alat yang diduga terkontaminasi bakteri.
o Pengambilan bahan dari berbagai lokasi tersangka
sumber infeksi untuk dibiakkan dan antibiogram.
o Pemasangan label di tempat penampungan bahan
pemeriksaanlaboratorium pasien penyakit menular.
Label bertuliskan ”Awas Bahan Menular”
 Berkoordinasi dengan seluruh personil di bagian terkait untuk
memberikan klarifikasi-klarifikasi perihal yang terkait dengan
KLB, misalnya pelaksanaan SPO secara benar.
g) Apabila hasil investigasi menyimpulkan telah terjadi KLB,
makaTimPPIRSmenetapkan status siaga bencana KLB dan melaporkan
kepada pimpinan RS.
h) Untuk menanggulangi KLB Tim PPIRS berkoordinasi denganK3 RS,
Laboratorium, Farmasi, Sanitasi, Pelayanan Sterilisasi, Gizi,Kamar Cuci
dan Bagian terkait lainnya sesuai kebutuhan.
i) Apabila diperlukan pasien kasus KLB dirujuk ke rumah sakit rujukan
infeksi yangtelah ditetapkan oleh dinas kesehatan.
j) Agar KLB IRS tidak meluas,TimPPI bersama IPCLN dan perawat
ruanganmelakukan langkah-langkah pencegahan dan pembatasan dengan
cara:
 Melaksanakan dan mengawasi secara ketat pelaksanaan cuci
tangan yang benardan tepat.
 Menggunakan dan mengawasi penggunaan sarung tangan dan
APD lain sesuaiindikasi.

18
 Melakukan dan mengawasi pembuangan limbah dengan benar
 Melakukan pemisahan pasien yang terinfeksi, disatukan dengan
pasien yang sama-sama terinfeksi/kohorting dan menentukan
staf yang akan memberikan penanganan (dipisahkan dengan staf
lainnya)
 Apabila diperlukan mengusulkan kepada Direktur untuk
mengisolasi ruangan atau mengisolasi pasien bersangkutan yang
dianggap tercemar oleh infeksi.
 Mengawasi ketat penerapan Kewaspadaan Standar.
 Ruangan yang terjadi KLB harus didisinfeksi.
k) Tim PPIRS melakukan dokumentasi tentang kejadian dan tindakan yang
telahdiambil terhadap data atau informasi KLB.
l) Tim PPIRS terus melakukan monitoring dan evaluasi sampai KLB
berhasil diatasi.
m) Status KLB wajib dilaporkan ke dinas kesehatan setempat.
n) Tim PPI menyatakan KLB selesai jika dua kali masa inkubasi terpanjang
tidak ditemukan kasus baru.

21. PEMERIKSAAN KULTUR dan SWAB MIKROBIOLOGI DI LINGKUNGAN


RUMAH SAKIT
a) Swab dilakukan 2 kali setahun untuk area kritis (zona risiko tinggi dan sangat
tinggi)
b) Area lain bila diperlukan sewaktu-waktu atau bila terjadi wabah/KLB.
c) Persiapan pemakaian ruangan baru pasca renovasi atau konstruksi rumah sakit.
d) Dilakukan pemeriksaan pada pasien yang menderita infeksi yang terjadi IAD,
IDO.
e) Kultur dilakukan jika ada curiga kasus IAD dan IDO.

22. PERSIAPAN PEMAKAIAN RUANGAN BARU PASKA KONSTRUKSI /


RENOVASI RUMAH SAKIT

19
a) Melakukan analisis dampak renovasi dan konstruksi terhadap kualitas
udara,tingkat kebisingan .
b) Melakukan edukasi (pemasangan rambu2 atau gambar diarea renovasi) kepada
petugas ,pengunjung dan pasien.
c) Melakukan pembersihan menyeluruh dan dekontaminasi semua permukaan,
termasuk dinding, langit-langit, jendela dan sistem ventilasi berisiko tinggi.
d) Makukan swab ruangan dan uji kualitas udara, khususnya di area berisiko
tinggi sebelum ruangan digunakan.

23. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR


BERSALIN
a) Pencegahan standar
 Baju / gaun panjang dan sarung tangan harus digunakan pada semua
proseduryang bersentuhan dengan darah atau cairan tubuh pasien, termasuk
jugakebersihan peralatan dan lingkungan, pemeriksaan plasenta.
 Pelindung mata (google) dipakai pada setiap prosedur persalinan.
 Semua benda tajam yang terkontaminasi oleh darah harus langsung
dibuangkedalam sharp container yang telah tersedia.
 Semua linen yang terkena noda darah dimasukkan kedalam kantong
berwarnakuning.
 Staff yang mempunyai lesi/luka terbuka atau goresan pada tangan mereka
harusmenutup luka tersebut dengan plester kedap air dan selalu menggunakan
sarungtangan saat menangani persalinan.
 Semua tissue dan sampah yang terkontaminasi dengan darah harus dibuang
kedalam kantong plastik kuning.
b) Persyaratan bekerja di kamar bersalin
 Petugas kamar bersalin
 Dokter ganti baju sebelum menolong persalinan.
 Menggunakan APD lengkap (sarung tangan, masker, goggle, apron,
topi)sebelum menolong persalinan.
 Memakai alas kaki yang telah disediakan khusus untuk kamar bersalin.
 Melaksanakan kebijakan kebersihan tangan yang efektif.
 Pasien

20
 Pasien ganti baju sebelum ditolong persalinan
 Keluarga yang masuk ke kamar bersalin dibatasi.
 Pasien dengan infeksi harus ditempatkan diruang tersendiri (isolasi).

 Bayi
 Perawat/bidan yang menerima bayi baru lahir harus menggunakan APD
lengkap.
 Penghisap lendir bayi harus menggunakan yang sekali pakai.
 Bayi lahir, tali pusat diikat dengan klem tali pusat steril dan diberi
alkohol70%/povidine iodine7.5% pada ujung tali pusat.
 Bayi baru lahir dibersihkan, kemudian bayi dimandikan dengan air
hangat.
c) Lingkungan
 Ruang Bersalin
 Pembersihan ruang bersalin dilakukan 2x sehari dan setiap selesai
tindakan.
 Pembersihan umum dilakukan seminggu sekali pada hari tidak ada
tindakan/persalinan.
 Semua tumpahan darah dan cairan tubuh harus dibersihkan dengan
menggunakandesinfektan chlorine 0,5%
Tempat tidur, meja pasien, lemari harus dibersihkan dengan
menggunakandeterjen netral setiap selesai digunakan.
 Alat dan linen
 Instrumen yang telah dipakai dicuci dengan air mengalir hanya untuk
menghilangkannoda darah (proses dekontaminasi) dan langsung
dikirim ke Pelayanan Sterilisasi.
 Kemasan steril tidak boleh robek, tidak boleh terbuka dan tidak kotor,
dan lihat tanggal kadaluarsa.
 Semua peralatan medik steril yang akan dipakai dibatasi secukupnya
sesuai dengan keperluan saat itu.
 Kain gorden harus diganti setiap 1 bulan sekali atau kalau perlu bila
terkena darah.
 Linen pasien harus diganti segera setelah pasien selesai tindakan.

21
 Linen yang telah terkontaminasi dengan darah harus dimasukkan ke
dalam kantong plastik warna kuning.

24. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI KAMAR BEDAH


a) Pencegahan dan pengendalian Infeksi di Kamar Bedah berfokus pada pasien,
petugas, teknik pembedahan, lingkungan, dan peralatan.
b) PPI di Kamar Bedah meliputi :
 Kebersihan Tangan
Kebersihan tangan dilaksanakan melalui praktek mencuci tangan
menggunakan sabun antiseptik (chlorhexidin 4 %) dan air mengalir, atau
handrub. Kebersihan tangan wajib diimplementasikan di kamar bedah oleh
setiap petugas kamar bedah sesuai dengan kebijakan kebersihan tangan di
RSU Bali Holistik.
 Penerapan praktik kebersihan tangan oleh seluruh petugas kamar
bedah berpedoman pada lima saat kebersihan tangan wajib
dilaksanakan (standar WHO) dan enam langkah prosedur.
 Kebersihan tangan surgical, menggunakan chlorhexidin 4 %, dengan
enam langkah prosedur dan mencuci sampai siku tangan.
 Alat Pelindung Diri (APD)
 Pakai sarung tangan sesuai ukuran tangan dan jenis tindakan
 Cuci tangan segera setelah melepas sarung tangan
 Pakai sarung tangan bila ada kemungkinan akan terkontaminasi
darah, cairan tubuh, sekret, ekskret, bahan/benda terkontaminasi,
mukosa, kulit yang tidak utuh, atau kulit utuh yang potensial
terkontaminasi.
 Gantilah sarung tangan bila akan merawat pasien yang berbeda.
 Masker bedah dipakai selama tindakan operasi dan diganti dengan
masker baru pada saat akan operasi berikutnya.
 Kenakan apron sebelum akan memakai gaun steril
 Kenakan Gaun steril untuk tindakan operasi
 Kenakan Gaun bersih tidak steril untuk melindungi kulit dari

22
kontaminasi dan mencegah baju menjadi kotor, selama tindakan
/merawat pasien yang memungkinkan terjadinya percikan cairan tubuh
pasien.
 Tutup kepala digunakan mulai pintu masuk kamar bedah, dan diganti
setiap kali selesai operasi.
 Gunakan alas kaki yang tertutup bagian depan, dan tidak bolong bolong.
c) Penanganan peralatan perawatan pasien
 Pembersihan dan desinfeksi dilakukan segera setelah alat-alat
dipergunakandan dilakukan oleh petugas terlatih.
d) Pembersihan lingkungan
 Tempat tidur/ kursi, meja, permukaan meja operasi, permukaan meja
instrument dibersihkan setiap selesai dipakai pasien dengan
menggunakan clorin 0,05 %.
 Penanganan limbah, sampah medis (infeksius) dalam kantong kuning
kemudian dibakar di incenerator, benda tajam masuk ke dalam box
safety,sampah umum/rumah tangga (non infeksi) dibuang di TPA.
 Penanganan tumpahan darah atau bahan infeksi harus dibersihkan
sesuaiSPO.
e) Pasien
 Pasien berhenti merokok 1 bulan sebelum operasi.
 Mandi pasien dengan antiseptik malam dan pagi hari sebelum operasi.
 Cukur rambut, dilakukan bila benar-benar diperlukan segera sebelum
operasidengan menggunakan clipper bukan razor.
 Post operasi, meliputi pencegahan dan rawatan pasien sebelum, selamapasien
dan sesudah pasien operasi.
f) Petugas
 Memberikan pendidikan dan pelatihan kepada petugas kamar bedah
 Memberikan motivasi kepada petugas.
 Petugas tidak memakai jam tangan, gelang, cincin.
 Tidak berkuku panjang dan memakai kutek

23
25. PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI (PPI) DI POLI KLINIK GIGI
a) Jalur utama penyebaran mikroorganisme pada praktek dokter gigi adalah melalui :
 Kontaklangsungdengan luka infeksi atau saliva dan darah yang terinfeksi
 Kontak tidak langsungdari alat-alat yang terkontaminasi
 Percikan darah, saliva atau sekresi nasofaring langsung pada kulit yangterluka
maupun utuh atau mukosa
 Aerosol atau penyebaran mikroorganisme melalui udara.
b) Semua pasien yang datang harus dianggap carrier dari mikroorganisme patogen.
 Evaluasi pasien : mengetahui riwayat kesehatan yang lengkap
 Perlindungan diri :
 Hindari memegang sesuatu yang tidak dibutuhkan pada waktu
merawat pasien, hindari kontak dengan mata, hidung, mulut dan
rambut serta hindari memegang luka atau abrasi.
 Tutupi luka atau lecet-lecet pada jari dengan plester kedap air.
 Melakukan kebersihan tangan sebelum dan setelah merawat pasien
dengan chlorhexidine 2 %.
 Dokter gigi memakai baju praktek yang bersih dan berlengan pendek.
 Dokter gigi dan perawat gigi harus menggunakan :
 Sarung tangan : sarung tangan lateks bersih digunakan pada saat
memeriksa pasien tanpa kemungkinan terjadinya perdarahan,
sarung tangan steril digunakan pada saat melakukan tindakan
bedah, sarung tangan rumah tangga digunkan pada saat
membersihkan alat/permukaan kerja atau bila menggunakan
bahan kimia.
 Kacamata pelindung : melindungi mata dari splatter dan debris
yang diakibatkan oleh high speed handpiece, pembersihan karang
gigi.
 Masker : mencegah terhirupnya aerosol yang dapat menginfeksi
saluran pernafasan atas maupun bawah.
c) Sterilisasi instrumen :
 Sebelum disterilkan alat-alat harus dibersihkan terlebih dahulu dari
debris organik, darah dan saliva
 Setelah dibersihkan, instrumen harus dibungkus untuk sterilisasi

24
 Proses sterilisasi dilakukan di Pelayanan Sterilisasi.
 Instrumen harus tetap steril hingga saat dipakai, pembungkus
instrumen hanya boleh dibuka segera sebelum digunakan, apabila
dalam waktu 1 bulan tidak digunakan harus disterilkan ulang.
d) Menutupi pegangan lampu, tombol-tombol pada unit gigi, baki instrumen, ujungalat
three way syringe, saliva ejector, ujung alat tambalan sinar, sandaran kepaladengan
plastik, alumunium foil sekali pakai untuk tiap pasien.
e) Pembuangan barang-barang bekas pakai seperti sarung tangan, masker,
penutuppermukaan yang terkontaminasi darah atau cairan tubuh ke dalam tempat
sampahinfeksius sedangkan benda tajam seperti jarum atau pisau scalpel dimasukkan
kedalam tempat sampah benda tajam.
f) Berkumur antiseptic sebelum tindakan kedokterangigi, efektif mereduksi jumlahoral
mikroorganisme rongga mulut

26. PERBANDINGAN DATA DASAR INFEKSI (BENCHMARKING)


a) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan secara internal (antar unit)
maupuneksternal (dengan Rumah Sakit lain yang sejenis atau dengan praktik
terbaik /bukti ilmiah yang diakui).
b) Perbandingan data dasar infeksi dilakukan oleh tim Pencegahan dan
PengendalianInfeksi setiap bulan (benchmarking internal) dan setahun sekali
(benchmarkingeksternal).
c) Rumah sakit yang menjadi mitra dalam benchmarking eksternal adalah rumah
sakitlokal / nasional yang setara maupun organisasi kesehatan internasional
yangterbukti memiliki praktik terbaik secara ilmiah.
d) Hasil perbandingan dianalisa, ditindaklanjuti dan dilaporkan kepada Direksi
secaratertulis dalam bentuk laporan bulanan PPI (benchmarking internal) dan
laporansurveilans tahunan (benchmarking eksternal).
e) Hasil perbandingan data dasar infeksi internal maupun eksternal
dikoordinasikandalam rapat tim pokja PPI setiap 3 bulan sekali.

25
27. RISK MANAGEMENT PPI
a) Setiap gugus tugas melakukan pengkajian risk PPI di masing-masing ruangan.
b) Pengkajian didasarkan pada management risk.
c) Dilakukan analisis risk management PPI oleh IPCN bersama komite PPI.
d) Komite PPI menetapkan hasil analis untuk dijadikan program kerja PPIRS Bali
Holistik.
e) Risk PPI juga terkait kejadian KLB

Ditetapkan di : Tabanan
Pada Tanggal : 10 Juli 2017
RSU. Bali Holistik

dr.Ni Ketut Agustiani, MARS


Direktur

26

Anda mungkin juga menyukai