Anda di halaman 1dari 15

KLINIK IZZA

Jl. Hos Cokroaminoto, Kelurahan Macanang, Kecamatan Tanete Riattang Barat


Kabupaten Bone, Sulawesi Selatan
Telp. +62 852 9841 1187, email: izzaklinik@gmail.com

KEPUTUSAN DIREKTUR
KLINIK IZZA
NOMOR : 001 / PPI / IZZA / SK-DIR / IV/ 2023

TENTANG
KEBIJAKAN PENCEGAHAN DAN PENGENDALIAN INFEKSI DI KLINIK IZZA

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA


DIREKTUR KLINIK IZZA

Menimbang : a. bahwa dalam upaya untuk meningkatkan mutu pelayanan Kesehatan


di Klinik Izza, maka diperlukan pencegahan pengendalian infeksi;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud pada
huruf a, maka perlu menetapkan Keputusan Direktur Klinik
tentang kebijakan pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik
Izza

Mengingat : 1. Undang- undang Republik Indonesia No.36 tahun 2009 tentang


Kesehatan;
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 3 Tahun
2014 tentang Sanitasi Total Berbasis Masyarakat;
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
2014 tentang Klinik;
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11
Tahun 2017 tentang Keselamatan Pasien;
5. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 27
Tahun 2017 Tentang Pedoman pencegahan dan Pengendalian
Infeksi di Fasilitas pelayanan Kesehatan.

MEMUTUSKAN

MENETAPKAN : Keputusan Direktur Klinik Izza tentang Kebijakan pencegahan dan


Pengendalian Infeksi Di Klinik di Klinik Izza.
KESATU : Pencegahan dan pengendalian infeksi di Klinik Izza merupakan upaya
untuk meningkatkan mutu pelayanan klinis.
KEDUA : Segala biaya yang timbul karena kebijakan ini, dibebankan kepada
Klinik Izza.
Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan
KETIGA : ketentuan apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam
penetapan ini akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di Watampone
Tanggal : 01 April 2023
Direktur

Fitria Dwi Khaerunnisa


KLINIK IZZA
Jl. Hos Cokroaminoto, Kelurahan Macanang, Kecamatan Tanete Riattang Barat Kabupaten
Bone, Sulawesi Selatan
Telp. +62 852 9841 1187, email: izzaklinik@gmail.com

Lampiran I : Kebijakan Pelaksanaan Pencegahan Pengendaalian Infeksi di Klinik


Izza

A. Kebijakan Organisasi Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


1. Direktur Klinik Izza membentuk Tim PPI Klinik Izza sesuai dengan SK
Direktur Klinik Izza yang mempunyai tugas, fungsi dan kewenangan yang
jelas sesuai dengan Pedoman Manajerial PPI dan fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya.
2. Tim PPI merupakan unit kerja non struktural langsung di bawah Direktur
Klinik Izza, yang disusun terdiri dari ketua, sekretaris merangkap IPCN, dan
anggota.
3. Anggota Tim PPI terdiri dari dokter umum, dokter gigi, petugas laboratorium,
perawat, bidan, petugas farmasi.
4. Tim PPI dalam menyusun regulasi, wajib mengacu Pedoman Manajerial
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan FasilitasPelayanan
Kesehatan lainnya yang dikeluarkan oleh Kementrian Kesehatan Republik
Indonesia.
5. Semua unit kerja di Direktur Klinik Izza harus melaksanakan kegiatan
Pencegahan dan Pengendalian Infeksi (PPI).
6. Tim PPI mengadakan rapat tiap bulan untuk mengevaluasi hasil surveillance,
kinerja tim dan menentukan tindak lanjut.
7. Tim PPI harus melaporkan hasil rapat bulanan kepada Direktur Klinik
Izza, managemen, staf medis, staf penunjang medis dan umum.
8. Tim PPI harus mengevaluasi kembali tindak lanjut yang telah dilakukan pada
bulan berikutnya.

B. Program Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi Di Klinik Izza


1. Pelaksanaan Kewaspadaan Isolasi
2. Pendidikan dan Pelatihan Karyawan
3. Pencegahan Infeksi Pada Pemasangan Alat Kesehatan
4. Penggunaan Antibiotika Rasional untuk Profilaksis dan Terapeutik
5. Surveilans

C. Kebijakan Umum Kewaspadaan Isolasi


1. Kewaspadaan isolasi diterapkan untuk mengurangi risiko infeksi penyakit
menular pada petugas kesehatan baik dari sumber infeksi yang diketahui
maupun yang tidak diketahui.
2. Dalam memberikan pelayanan kesehatan, setiap petugas harus menerapkan
kewaspadaan isolasi yang terdiri dari dua lapis yaitu kewaspadaan standar dan
kewaspadaan berdasarkan transmisi.
3. Kewaspadaan standar harus diterapkan secara rutin dalam perawatan yang
meliputi : kebersihan tangan, penggunaan Alat Pelindung Diri (APD),
pemrosesan peralatan perawatan pasien, pengendalian ingkungan,
penatalaksanaan linen, pengelolaan limbah, perlindungan kesehatan
karyawan, penempatan pasien, hygiene respirasi (etika batuk), dan praktek
menyuntik yang aman. Pelaksanaan kewaspadaan standar ditujukan kepada
semuapasien.
4. Kewaspadaan berdasarkan transmisi diterapkan sebagai tambahan
kewaspadaan standar pada kasus – kasus yang mempunyai risiko penularan
melalui kontak, droplet, udara (airborne), common vehicle (makanan, air,
obat, alat, peralatan), dan vektor (lalat, nyamuk, tikus).
5. Penyelenggaraan kewaspadaan isolasi di Klinik Izza selengkapnnya diatur
dalam pedoman dan prosedur, sesuai kebijakan Kepala Klinik Izza.

D. Kebijakan Pelaksanaan Kewaspadaan Standar


1. Kebersihan Tangan / Hand Hygiene
a. Semua karyawan Klinik Izza, pasien dan pengunjung harus menjaga
kebersihan tangan dengan melakukan cuci tangan menggunakan air bersih
dan sabun atau handrub menggunakan cairan antiseptik berbasis alkohol.
b. Kebersihan tangan dilakukan pada 5 keadaan yaitu: sebelum kontak
dengan pasien, sebelum melakukan tindakan aseptik, setelah melakukan
tindakan invasif yang berhubungan cairan tubuh pasien, setelah kontak
dengan pasien, setelah kontak dengan lingkungan pasien.
c. Bila tangan tampak kotor, maka cuci tangan dengan sabun dengan air
mengalir. Bila tangan tidak tampak kotor, cuci tangan dengan handrub
cairan antiseptic berbasis alcohol.
d. Cuci tangan dengan sabun dilakukan dengan 12 langkah selama 40-60
detik, dengan prosedur yang sesuai dengan rekomendasi WHO.
e. Handrub dengan cairan antiseptik berbasis alkohol dilakukan dengan benar
8 langkah selama 20-30 detik, dengan prosedur yang sesuai dengan
rekomendasi WHO.
f. Tim PPI melakukan evaluasi kepatuhan cuci tangan melalui survey
terhadap seluruh petugas Klinik Izza setiap bulan.
g. Apabila hasil survey kepatuhan cuci tangan dari unit kerja belum
memenuhi standard dilakukan sosialisasi/training ulang kebersihan tangan
pada unit tersebut.
2. Pemakaian Alat Pelindung Diri (APD)
a. Alat pelindung diri (APD) adalah alat yang berfungsi sebagai pelindung
barrier untuk melindungi dari mikroorganisme yang ada dan petugas
kesehatan.
b. Semua petugas yang melakukan kontak dengan pasien yang berisiko
menularkan penyakit infeksius wajib memakai APD sesuai dengan
prosedur yangbenar.
c. Semua petugas yang melakukan tindakan septik aseptik harus memakai
APD sesuai dengan prosedur yang benar.
d. Jenis-jenis APD yaitu: sarung tangan, masker, alat pelindung mata
(goggles plastic bening, kacamata pengaman, pelindung wajah dan visor),
topi, gaun pelindung, apron, pelindung kaki (sepatu boot karet atau sepatu
kulittertutup).
e. Pemakaian APD hendaknya sesuai dengan indikasi pemakaian.
f. Untuk APD yang disposable setelah dipakai dibuang ditempat sampah
infeksius yang telah disediakan, sedangkan untuk APD yang akan dipakai
kembali, dilakukan penatalaksanaan sesuaiprosedur.
3. Pengelolaan limbah
a. Klinik Izza berkewajiban menurunkan resiko infeksi salah satunya dengan
cara pengelolaan limbah yang tepat.
b. Pengelolaan Limbah dapat dilakukan mulai dari identifikasi, pemisahan,
labeling, packing, penyimpanan, pengangkutan dan penanganan sesuai
jenis limbah.
4. Pengendalian lingkungan
a. Pengendalian lingkungan rumah sakit atau fasilitas pelayanan kesehatan
lainnya merupakan salah satu upaya pencegahan pengendalian infeksi di
Klinik Izza
b. Untuk mencegah terjadinya infeksi akibat lingkungan dapatdiminimalkan
dengan melakukan pembersihan lingkungan, disinfeksi permukaan
lingkungan yang terkontaminasi dengan darah atau cairan tubuh pasien,
melakukan pemeliharaan peralatan medik dengan tepat, mempertahankan
mutu air bersih, mempertahankan ventilasi udara yang baik.

5. Perlindungan Kesehatan karyawan


a. Karyawan Klinik I z z a diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI
yaitu kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai
dengan indikasi dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari.
b. Karyawan Klinik Izza terutama karyawan medis dan paramedis, berhak
mendapatkan vaksinasi hepatitis B secara bertahap.
c. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
d. Karyawan Klinik Izza yang merawat pasien menular melalui udara harus
mendapatkan pelatihan mengenai cara penularan dan penyebaran,
tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang sesuai prosedur bila
terpajan. Karyawan yang tidak terlibat langsung dengan pasien harus
diberi penjelasan umum mengenai penyakit tersebut.
6. Praktek menyuntik yang aman
a. Semua petugas medis dan paramedis wajib melakukan praktik
menyuntikyang aman sesuai denganprosedur.
b. Praktek menyuntik menggunakan jarum yang steril, sekali pakai, pada
tiap suntikan untuk mencegah kontaminasi pada peralatan injeksi
danterapi.
c. Bila menggunakan vial multidose, sebaiknya tetap digunakan sekali pakai
karena jarum atau spuit yang dipakai ulang untuk mengambil obat dalam
vial multidose dapat menimbulkan kontaminasi mikroba yang dapat
menyebar saat obat dipakai untuk pasien lain.
7. Hygiene respirasi (etika batuk)
a. Kebersihan pernapasan dan etika batuk adalah dua cara penting untuk
mengendalikan penyebaran infeksi di sumbernya.
b. Semua pasien, pengunjung, dan petugas kesehatan harus dianjurkan untuk
selalu mematuhi etika batuk dan kebersihan pernapasan untuk
mencegahsekresi pernapasan.
c. Etika batuk dilakukan dengan cara saat batuk atau bersin : Tutup hidung
dan mulut, segera buang tisu yang sudah dipakai, lakukan kebersihan
tangan.
8. Pemrosesan peralatan perawatan pasien
a. Pemrosesan peralatan perawatan pasien yang dianjurkan untuk
mengurangi penularan penyakit dari instrumen yang kotor, sarung tangan
bedah, dan barang- barang habis pakai lainnya adalah
(precleaning/prabilas), pencucian dan pembersihan, sterilisasi atau
disinfeksi tingkat tinggi (DTT) atau sterilisasi).
b. Precleaning/prabilas: Proses yang membuat benda mati lebih aman untuk
ditangani oleh petugas sebelum dibersihkan (umpamanya menginaktivasi
HBV, HBC, dan HIV) dan mengurangi, tapi tidak menghilangkan, jumlah
mikroorganisme yang mengkontaminasi. Proses ini adalah dengan
melakukan perendaman dengan memakai detergen atau larutan enzymatic
sampai seluruhpermukaan alat terendam.
c. Pembersihan : Proses yang secara fisik membuang semua kotoran, darah
atau cairan tubuh lainnya dari benda mati ataupun membuang sejumlah
mikroorganisme untuk mengurangi risiko bagi mereka yang menyentuh
kulit atau menangani objek tersebut. Proses ini adalah terdiri dari mencuci
sepenuhnya dengan sabun atau detergen dan air atau enzymatic, membilas
dengan air bersih, dan mengeringkan.
d. Disinfeksi Tingkat Tinggi (DTT): Proses menghilangkan semua
mikroorganisme, kecuali beberapa endospora bakterial dari objek, dengan
merebus, menguapkan atau memakai disinfektan kimiawi.
e. Sterilisasi: Proses menghilangkan semua mikroorganisme (bakteria, virus,
fungi dan parasit) termasuk endospora bakterial dari benda mati dengan
uap tekanan tinggi (otoklaf ), panas kering (oven), sterilan kimiawi,
atauradiasi.
f. Seluruh pemrosesan peralatan perawatan pasien dilakukan sesuai prosedur

9. Penempatan pasien
a. Prosedur isolasi harus dilakukan dalam pelayanan untuk melindungi
pasien, pengunjung dan staf terhadap penyakit menular dan melindungi
pasien yang immunosuppressed dari infeksi.
b. Pasien immunosupresi ditempatkan di ruang isi satu yang terpisah dengan
pasien infeksius.
c. Pasien dengan penyakit menular melalui udara / airbone maupun melalui
kontak harus dirawat di ruang isolasi (bila memungkinkan) untuk
mencegah transmisi langsung atau tidak langsung.
d. Bila tindakan isolasi tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting
(pasiendengan diagnose yang sama ditempatkan secara berdekatan).
e. Penunggu pasien infeksius harus menggunakan masker.
f. Akses transfer pasien infeksius harus terpisah dengan pasien noninfeksius.
g. Setiap pasien infeksius harus diberikan masker pada saat
transportasi/transfer, karena belum ada jalur khusus pasien infeksius.

E. Kebijakan Pelaksanaan Kewaspadaan BerdasarkanTransmisi


1. Kewaspadaan transmisi kontak
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang rawat terpisah, bila tidak mungkin kohorting,
bila keduanya tidak mungkin maka pertimbangkan epidemiologi
mikrobanya dan populasi pasien. Tempatkan dengan jarak >1 meter (3
kaki) antar TT (tempat tidur). Jaga agar tidak ada kontaminasi silang ke
lingkungan dan pasien lain.
b. Transport pasien
Batasi gerak, transport pasien hanya kalau perlu saja. Bila diperlukan
pasien keluar ruangan perlu kewaspadaan agar risiko minimal transmisi ke
pasien lain atau lingkungan.
c. Penggunaan APD petugas
1) Petugas memakai sarung tangan bersih non steril, lateks saatmasuk ke
ruang pasien, ganti sarung tangan setelah kontak dengan bahan
infeksius (feses, cairan drain), lepaskan sarung tangan sebelum keluar
dari kamar pasien dan cuci tangan.
2) Petugas memakai gaun bersih, tidak steril saat masuk ruang pasien
untuk melindungi baju dari kontak dengan pasien, permukaan
lingkungan, barang diruang pasien, cairan diare pasien, ileostomy,
colostomy, luka terbuka. Lepaskan gaun sebelum keluar ruangan. Jaga
agar tidak ada kontaminasi silangke lingkungan dan pasien lain.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
Bila memungkinkan peralatan nonkritikal dipakai untuk 1 pasien atau
pasien dengan infeksi mikroba yang sama. Bersihkan dan disinfeksi
sebelum dipakaiuntuk pasien lain.
2. Kewaspadaan transmisi droplet
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah, bila tidak mungkin kohorting. Bila
keduanya tidak mungkin, buat pemisah dengan jarak > 1 meter antar TT
dan jarak dengan pengunjung. Pertahankan pintu terbuka, tidak perlu
penanganan khusus terhadap udara dan ventilasi.
b. Transport pasien
Batasi gerak dan transportasi untuk batasi droplet dari pasien dengan mengenakan
masker pada pasien dan menerapkan hygiene respirasi dan etika batuk.
c. Penggunaan APD petugas
Masker dipakai bila bekerja dalam radius 1 meter terhadap pasien, saat
kontak erat. Masker seyogyanya melindungi hidung dan mulut, dipakai
saat memasuki ruang rawat pasien dengan infeksi saluran nafas.
d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien
e. Tidak perlu penanganan udara secara khusus karena mikroba tidakbergerak jarak
jauh.
3. Kewaspadaan transmisi udara (airborne)
a. Penempatan Pasien
Tempatkan pasien di ruang terpisah yang mempunyai ; tekanan negative,
pertukaran udara 6-12 X /jam sebelum udara mengalir ke ruang atau
tempat lain di Klinik Izza. Usahakan pintu ruang pasien tertutup. Bila
ruang terpisah tidak memungkinkan, tempatkan pasien dengan pasien lain
yang mengidap mikroba yang sama, jangan dicampur dengan infeksi lain
(kohorting) dengan jarak >1 meter. Konsultasikan dengan Tim PPI Klinik
Izza sebelum menempatkan pasien bila tidak ada ruang isolasi dan
kohorting tidak memungkinkan.
b. Transport pasien
Batasi gerakan dan transport pasien hanya kalau diperlukan saja.Bila
perlu untuk pemeriksaan pasien dapat diberi masker bedah untuk cegah
menyebarnya droplet nuclei.
c. Penggunaan APD petugas
Kenakan masker respirator (N95 / Kategori N pada efisiensi 95%) saat
masuk ruang pasien atau suspek TB paru. Orang yang rentan seharusnya
tidak boleh masuk ruang pasien yang diketahui ataususpek campak, cacar
air kecuali petugas yang telah imun. Bilaterpaksa harus masuk maka harus
mengenakan masker respirator untuk pencegahan. Orang yang pernah
sakit campak atau cacar air tidak perlu memakai masker. Bila melakukan
tindakan dengan kemungkinan timbul aerosol maka APD yang digunakan
adalah masker bedah, gaun, goggle, dan sarung tangan.

d. Pengelolaan peralatan perawatan pasien


Pengelolaan peralatan perawatan pasien sesuai pedoman TB CDC
”Guideline for Preventing of Tuberculosis in Healthcare Facilities”

F. Kebijakan Pendidikan Dan Pelatihan Karyawan Dalam Rangka PPI


1. Semua pegawai baru baik tenaga medis maupun non medis wajib menjalani
program orientasi pegawai baru baik orientasi umum maupun khusus yang
salah satu materinya adalah pelatihan tentang pencegahan dan pengendalian
infeksi
yang diselenggarakan oleh Tim PPI.
2. Semua pegawai wajib mengikuti pelatihan Pencegahan dan Pengendalian
Infeksi tingkat dasar (bagi yang belum pernah pelatihan) secara bertahap yang
diselenggarakan oleh Tim PPI.
3. Tim PPI harus mengembangkan program PPI yang mengikutsertakan seluruh
karyawan Klinik Izza, pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
4. Tim PPI harus memberikan pendidikan tentang PPI kepada karyawan Klinik Izza,
pasien dan keluarga, serta pengunjung lainnya.
G. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Dalam Pemasanga Alat Kesehatan
1. Kebijakan Upaya Pencegahan Infeksi Saluran Kemih (ISK) terkait
pemasangan kateter (CAUTI / Catheter Assosiated Urinary Tract Infection)
a) Pemasangan kateter dikerjakan oleh petugas yang memahami dan trampil
dalam tehnik pemasangan secara aseptic dan perawatan kateter sesuai
prosedur.
b) Penggantian urin dilakukan setiap 8 jam atau bila pada keadaantertentu.
c) Kateter dipasang pada saat diperlukan saja berdasarkan indikasi.
2. Kebijakan Upaya Pencegahan Phlebitis terkait pemasangan infus
a) Pemasangan infuse dikerjakan oleh petugas yang memahami dan terampil
dalam teknik pemasangan secara aseptic dan perawatan infuse sesuai
prosedur.
b) Pemilihan tempat penusukan untuk menghindari resiko inflamasi
daninfeksi.
c) Pemindahan tempat penusukan setiap 32 jam.

H. Kebijakan Penggunaan Antibiotika Rasional Untuk Profilaksis Dan


Terapeutik
1. Puskemas membatasi penggunaan beberapa antibiotika tertentu yang
dicadangkan untuk menghadapi kasus infeksi nosokomial yang resisten
terhadap obat yang lazim dipakai.
2. Klinik Yonif Para Raider 432/WSJ melakukan pengawasan yang ketat terhadap
pemakaian obat-obatan lainnya seperti kortikosteroid, imunosupresif dll.

I. Kebijakan Pelaksanaan Surveilans


1. Tim PPI menyusun dan menerapkan program komprehensif untuk
mengurangi resiko dari infeksi terkait pelayanan kesehatan pada pasien,
tenaga pelayanan kesehatan dan pengunjung termasuk mengembangkan
program surveillance infeksi yang relevan, yang dilaksanakan secara bertahap
dan berkesinambungan, terintegrasi dengan program peningkatan mutu dan
keselamatan pasien yaitu indikator mutu yang berhubungan dengan masalah
infeksi, dalam hal ini pemantauan CAUTI danphlebitis.
2. Surveilance HAIs merupakan suatu kegiatan pengumpulan data yang
sistematis, analisis dan interpretasi yang terus-menerus dari data HAIs yang
penting untuk digunakan dalam perencanaan, penerapan dan evaluasi suatu
tindakan yang berhubungan dengan pencegah dan pengendalian infeksi di
Klinik Izza yang didesiminasikan secara berkala kepada pihak-pihak
yangmemerlukannya.
3. Metode yang digunakan adalah metode surveillance target yang meliputi
surveillance proses dan surveillance hasil.
4. Surveilance dilakukan oleh tim PPI.
5. Laporan hasil surveillance dibuat setiap bulan dan tahunan yang dibuat oleh
Tim PPI yang diserahkan kepada Kepala Klinik Izza
6. Hasil surveillance disosialisasikan kepada seluruh karyawan melalui rapat
bulanan, kemudian evaluasi bersama untuk mendapatkan solusi dan
tindaklanjut.
7. Apabila terjadi infeksi yang tinggi dilakukan analisa dan tindaklanjut.
8. Tindak lanjut disampaikan ke setiap unit kemudian dievaluasi pada
bulanberikutnya.

J. Kebijakan Pengadaan Bahan Dan Alat Untuk PPI


1. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Klinik Izza tentang pengadaan alat
dan bahan yang sesuai dengan prinsip PPI dan aman bagi yang
menggunakan.
2. Pengadaan bahan dan alat tersebut dilaksanakan oleh Unit Farmasi.

K. Kebijakan Pemeliharaan Fisik Dan Sarana Terkait Ppi


1. Tim PPI memberikan masukan kepada Kepala Klinik Izza yang menyangkut
konstruksi bangunan, renovasi ruangan, cara pemrosesan alat, penyimpanan
alat dan linen sesuai dengan prinsip PPI.
2. Untuk pemeliharaan fisik dan sarana bekerjasama dengan penanggung jawab
pemeliharaan sarana dan prasarana Klinik Izza
3. Tim PPI Klinik Izza harus melakukan pemeriksaan kualitas udara secara
berkala untuk mengurangi resikoinfeksi selama pembangunan / renovasi.
L. Kebijakan Kesehatan Karyawan
1. Karyawan Klinik Izza diwajibkan menerapkan prinsip-prinsip PPI yaitu
kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi sesuai dengan
indikasi dalam melaksanakan tugasnyasehari-hari.
2. Karyawan yang terpajan infeksi harus melakukan prosedur paska pajanan,
kemudian Tim PPI menindaklanjuti dan mengevaluasi.
3. Karyawan Klinik Izza yang tidak memiliki kartu BPJS atau asuransi
kesehatan lainnya, berhak mendapatkan pelayanan kesehatan gratis di Klinik
Izza baik rawat jalan, maupun rawat inap sesuai kebijakan Kepala Klinik Izza.

M. Kebijakan Penanganan Kejadian Luar Biasa (KLB)


1. Tim PPI segera melakukan investigasi masalah atau KLB nosokomial.
2. Tim PPI segera melaporkan adanya KLB kepada Direktur Klinik Izza
3. Tim PPi melakukan upaya mencari sumber infeksi dengan pemeriksaan
mikrobiologik.
4. Tim PPI mengusulkan kepada Kepala Klinik Izza untuk menutup ruangan
rawat bila diperlukan karena potensial menyebarkan infeksi.
5. Bila memungkinkan pasien yang mengalami KLB infeksi nosokomial dirawat
di ruang isolasi, bila tidak memungkinkan maka dilakukan kohorting.

6. Petugas yang merawat pasien tersebut wajib menggunakan APD sesuai


dengan kewaspadaan standar dan kewaspadaan berbasis transmisi.
7. Apabila terjadi outbreak bencana alam seperti gunung meletus, gempa bumi
dan sebagainya Tim PPI harus sigap melakukan pencegahan infeksi, misalnya
membagikan masker, menutup ruangan, pembersihan ruangan secara berkala
dll.

N. Kebijakan Pencegahan Infeksi Dalam Pengelolaan Makanan


Kegiatan pelayanan makanan harus memperhatikan standar hygiene dan proseduryang
aman sesuai rekomendasi Tim PPI guna mencegah penularaninfeksi.
Ditetapkan di Watampone
Tanggal: 01 April 2023
Direktur,

Fitria Dwi Khaerunnisa

Anda mungkin juga menyukai