Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

HERPES PADA IBU NIFAS

KELOMPOK 6

Fitriani Yusuf Nurfadilla


Harnia Nurul Fitria
Hasjayanti Jais Minarti Tiku
Hasniati Saranga Priskila Dikla Maya
Iche Gusri Warnita Maria Datu Lembang
Nur Amina Sardiana Bidangan
Nur Afni Mustafa

DOSEN :
Arini Purnamasari, S.ST., M.Kes

PROGRAM STUDI SI KEBIDANAN


UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
TAHUN 2023
KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt, karena berkat rahmat dan
hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini, kami ucapkan terima kasih
kepada dosen mata Kuliah Pelayanan Promotif dan Preventif pada Kasus IMS, Ibu Arini
Purnamasi S.ST., M.Kes
Dalam penyusunan makalah ini, kami telah berusaha semaksimal mungkin untuk
memperoleh hasil yang terbaik. Namun dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan
serta jauh dari kesempurnaan, mungkin dikarenakan kekurangan dari pengetahuan kami, oleh
karena itu kami mohon maaf atas segala kekurangan kami serta saran dan kritik dari manapun
datangnya senantiasa kami harapkan. Akhirnya, semoga makalah ini dapat memenuhi syarat
yang telah ditentukan dan semoga dapat bermanfaat bagi masa yang akan datang.

Bone, 05 Mei 2023

Penyusun

1
Catalog
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................................1
BAB I.......................................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN....................................................................................................................................................3
A. Latar Belakang.....................................................................................................................................................3
B. Rumusan Masalah................................................................................................................................................3
C. Tujuan Makalah...................................................................................................................................................3
BAB III.....................................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN......................................................................................................................................................5
E. Herpes Genital...................................................................................................................................................10
1. Prinsip dasar.......................................................................................................................................................13
2. Masalah..............................................................................................................................................................13
A. Metritis..............................................................................................................................................................13
B. Infeksi payudara.................................................................................................................................................14
1. Mastitis...............................................................................................................................................................14
2. Abses payudara...................................................................................................................................................15
C. Abses pelvis.......................................................................................................................................................15
D. Peritonitis...........................................................................................................................................................15
E. Infeksi Luka Perineal Dan Luka Abdominal.....................................................................................................16
F. Trombopeblitis...................................................................................................................................................16
G. Pelviotrombopeblitis..........................................................................................................................................17
H. Trombofblebitis femoralis.................................................................................................................................18
BAB IV...................................................................................................................................................................19
PENUTUP..............................................................................................................................................................19
A. Kesimpulan........................................................................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................................20

2
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut Menteri Kesehatan (Menkes), angka kematian ibu (AKI) dan angka
kematian bayi (AKB) di Indonesia tinggi dibandingkan dengan Negara tetangga. Hal ini
dikarenakan persalinan masih banyak dilakukan dirumah. Sementara itu, salah satu target
Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 dalam menurunkan angka kematian
ibu dan angka kematian bayi menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan di
Indonesia (Menkes, 2011).
Selaras dengan MDGs, Departemen Kesehatan (Depkes) menargetkan penurunan
AKI di Indonesia pada tahun 2015 adalah 102 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan
penurunan AKB pada tahun 2015 adalah menjadi 22 kematian per 1.000 kelahiran hidup.
Namun hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012
menunjukkan bahwa AKI adalah 359 kematian per 100.000 kelahiran hidup dan AKB
sebesar 32 per 1.000 kelahiran hidup (Kemenkes, 2012 )
Berdasarkan hasil riset kesehatan dasar (Riskesda) menunjukan penyebab
kematian ibu adalah pendarahan 40-60%, preeklamsi dan eklamsi 20-30%, infeksi 20-
30%, sedangkan penyebab tidak langsung salah satunya adalah 35% ibu hamil menderita
anemia (WHO, 2010).
Kehamilan sering terjadi bersamaan dengan infeksi yang dapat mempengaruhi
kehamilan atau sebaliknya memberatkan infeksi seperti infeksi menular seksual atapun
infeksi lainnya
. Di samping itu terdapat beberapa infeksi yang dapat menimbulkan kelainan
kongenital sehingga kombinasi tersebut memerlukan pengobatan yang intensif dan
melakukan gugur kandung. Untuk kepentingan pendidikan, bidan dan tugas bidan di
tengah masyarakat tidak semua infeksi akan dibicarakan dan terutama ditekankan pada
infeksi yang umum dijumpai atau pengaruh timbal balik antara infeksi dan kehamilan

B. Rumusan Masalah
1. Apa infeksi menular seksual ?
2. Apa itu Herpers?
3. Apa saja klasifikasi herpes
4. Apa itu herpes payudara dan herpes genetalia

3
C. Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui infeksi menular seksual
2. Untuk mengetahui Apa itu Herpers?
3. Untuk mengetahui Apa saja klasifikasi herpes
4. Untuk mengetahui Apa itu herpes payudara dan herpes genetalia

4
BAB III
PEMBAHASAN

A. Defenisi Infeksi Menular Seksual


Infeksi menular seksual (IMS) adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri, virus,
parasite atau jamur, yang penularannya terutama melalui hubungan seksual dari seseorang
yang terinfeksi kepada mitra seksualnya. Infeksi menular seksual merupakan salah satu
penyebab infeksi saluran reproduksi (ISR). Tidak semua IMS menyebabkan ISR, dan
sebaliknya tidak semua ISR disebabkan IMS.

Berdasarkan penyebabnya, ISR dapat dibedakan menjadi :

1. Infeksi menular seksual, misalnya gonorrhea, sifilis, trikomoniasis, ulkus mole, herpes
genitalis, kondiloma akuminata dan infeksi HIV.
2. Infeksi endogen oleh flora normal komensal yang tumbuh berlebihan, misalnya
kandidosis vaginalis dan vaginosis bacterial.
3. Infeksi iatrogenik yang disebabkan bakteri atau mikroorganisme yang masuk ke
saluran reproduksi akibat prosedur medic dan intervensi selama kehamilan, pada
waktu partus atau pascapartus dan dapat juga oleh karena kontaminasi instrument.
Secara gender perempuan memiliki resiko tinggi terhadap penyakit yang
berkaitan dengan kehamilan dan persalinan, juga terhadap penyakit kronik dan infeksi.
Dampak IMS pada kehamilan bergantung pada organisme penyebab, lamanya infeksi,
dan usia kehamilan pada saat perempuan terinfeksi hasil konsepsi yang tidak sehat
seringkali terjadi akibat IMS, misalnya kematian janin (abortus spontan atau lahir mati),
berat bayi lahir rendah (akibat prematuritas atau retardasi pertumbuhan janin dalam
rahim) dan infeksi kongenital atau perinatal (kebutaan, pneumonia neonatus, dan
retardasi mental).
Diagnosis dan manajemen IMS pada kehamilan dapat menurunkan morbiditas
dan mortalitas maternal maupun janin. Sebagian besar IMS bersifat asimptomatik atau
muncul dengan gejala yang spesifik. Tanpa adanya tingkat kewaspadaan yang tinggi dan
ambang batas tes yang rendah, sejumlah besar kasus IMS dapat terlewatkan, yang pada
akhirnya mengarah pada hasil perinatal yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, riwayat
IMS yang lengkap dan melakukan pemeriksaan skrining yang sesuai pada pasien yang
sedang hamil pada saat pemeriksaan prenatal yang pertama adalah penting.

5
Dengan adanya perubahan fisiologik selama kehamilan yang mempengaruhi
farmakokinetik dari terapi medic, eksposur obat ke janin dan pertimbangan keamanan
menyusui untuk bayi, penatalaksaan IMS pada perempuan hamil, dan pascapersalinan
dapat berbeda dari tatalaksana untuk perempuan tidak hamil. Selain itu, pertimbangan
khusus berkaitan dengan potensi penularan untuk beberapa IMS viral perlu
dipertimbangkan dalam menentukan keamanan dari pemberian air susu.

B. Defenisi Herpes
Herpes adalah infeksi menular seksual yang disebabkan oleh virus herpes
simpleks atau HSV. Dalam dunia medis, herpes dibedakan menjadi 2 jenis, tergantung
pada tipe virusnya.

C. Klasifikasi Herpes
Herpes simplex virus (HSV) terdiri dari 2 tipe yakni HSV tipe 1 dan HSV tipe 2.
Infeksi HSV tipe 1 umumnya menimbulkan gejala lentingan yang nyeri di daerah sekitar
mulut dan bibir (cold sores), sedangkan infeksi HSV tipe 2 umumnya menimbulkan
gejala lentingan yang nyeri di sekitar kemaluan (genital herpes).
Penularan HSV tipe 1 bisa dari ciuman atau penggunaan alat makan bertukaran
dengan penderita herpes. Penularan HSV tipe 2 umumnya terjadi saat berhubungan
seksual. Gejala penyakit herpes simpleks biasanya tipikal sehingga dapat didiagnosis dari
anamnesis (wawancara pasien) dan pemeriksaan fisik. Jika tanda klinis kurang khas,
maka dapat dilakukan pemeriksaan penunjang seperti tes PCR untuk deteksi virus herpes
atau kultur virus. Pemeriksaan penunjang juga berguna untuk pasien herpes yang
asimtomatik (tidak bergejala). Hasil PCR atau kultur virus yang positif berarti pasien
sedang mengalami infeksi aktif herpes. Kedua pemeriksaan tersebut juga bisa
membedakan antara infeksi HSV-1 dan HSV-2.
Pemeriksaan antibodi terhadap virus herpes simpleks digunakan sebagai skrining.
Pemeriksaan ini biasanya dimintakan jika ada riwayat berhubungan seksual dengan
penderita herpes.Pengambil sampel darah hanya 1 kali saja, biasanya diambil dari
pembuluh darah vena di lengan. Nanti dari sampel darah tersebut diperiksakan untuk
jenis-jenis pemeriksaan antibodi terhadap HSV tipe 1 dan tipe 2.
Pemeriksaan tersebut mendeteksi antibodi (IgM dan IgG) yang terbentuk dari
respons imun tubuh terhadap infeksi HSV tipe 1 dan HSV tipe 2. IgM terhadap HSV
dapat terdeteksi mulai hari ke 2-7 pasca infeksi dan dapat tetap terdeteksi selama 2

6
minggu. Hasil IgM yang positif menandakan infeksi akut dan tidak bisa membedakan
antara infeksi HSV tipe 1 atau 2. Sedangkan IgG spesifik dapat membedakan HSV tipe 1
dan tipe 2. Hasil yang positif menandakan infeksi herpes di masa lampau / riwayat
infeksi herpes sebelumnya.

D. Herpes Payudara
1. Pengertian Herpes pada Payudara
Herpes pada payudara akan tampak seperti benjolan kecil berisi cairan dengan
dasar merah yang lunak. Beberapa orang mungkin akan mengalami gejala seperti flu,
terutama pada mereka yang baru terinfeksi pertama kali.
2. Gejala Herpes pada Payudara
Pada orang yang pernah mengalami herpes, gejalanya bisa lebih ringan dan
juga berlangsung dalam waktu lebih singkat. Sedangkan pada orang dengan HIV,
kondisi herpes bisa menjadi lebih parah dan berlangsung lebih lama. Ini karena
pengidap HIV mengalami gangguan sistem kekebalan tubuh.
Herpes harus segera ditangani untuk mencegah penularan dan kondisi fisik
semakin parah. Maka dari itu, sangat pentinguntuk segera memeriksakan diri ke
dokter jika menyadari ada tanda-tanda seperti yang telah disebutkan sebelumnya.
Terlebih jika timbul bercak jamur atau saluran susu yan
Jika seorang wanita mengalami herpes di bagian tubuh selain payudara, maka
masih aman untuk menyusui bayi. Hal ini karena virus herpes yang menginfeksi tidak
dapat menembus tubuh wanita dan menginfeksi ASI. Di sisi lain, menurut American
Academy of Pediatrics, apabila seorang wanita mengalami herpes pada payudaranya,
maka wanita tersebut tidak diperbolehkan untuk menyusui.
Meski begitu, wanita yang mengalami herpes di payudara masih tetap dapat
memberikan ASI kepada buah hatinya dengan cara memanfaatkan pompa ASI. Hanya
saja, pastikan agar pompa ASI tidak bersentuhan langsung dengan luka herpes. Jika
hal tersebut terjadi, dapat dipastikan ASI telah terinfeksi virus.
3. Penyebab Herpes pada Payudara
Meskipun herpes biasanya menginfeksi mulut atau bibir dan alat kelamin,
tetapi gangguan kesehatan ini juga dapat menginfeksi bagian kulit lainnya, termasuk
payudara meskipun hal ini jarang terjadi.
Herpes menyebar melalui kontak langsung dengan pengidap. Misalnya, herpes
kelamin ditularkan melalui kontak langsung saat berhubungan intim atau dengan

7
orang lain yang menderita herpes. Kaitannya dengan herpes payudara, kulit payudara
pasti bersentuhan dengan kulit yang terinfeksi herpes orang lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa seseorang dapat menularkan herpes ke
orang lain, meskipun mereka tidak menunjukkan gejala atau lecet yang terlihat.
Artinya, virus dapat muncul di kulit tanpa luka herpes yang terlihat jelas.
Herpes di payudara tampak seperti benjolan kecil yang berisi cairan. Beberapa
orang akan mengalami gejala mirip flu saat terserang herpes. Sementara pada orang
dengan HIV, herpes bisa lebih parah dan bertahan lebih lama karena sistem kekebalan
yang mengalami gangguan.
Segera ke rumah sakit terdekat jika ibu merasa mengalami herpes payudara.
Pasalnya, heroes payudara bisa menyerupai infeksi jamur atau bakteri atau saluran
susu yang tersumbat. Gunakan aplikasi Halodoc untuk membuat janji di rumah sakit
terdekat, sehingga pengobatan bisa segera dilakukan dan ibu tidak perlu mengantre.
Jika ibu memiliki luka herpes di bagian tubuh selain payudara, seperti mulut
atau alat kelamin, ibu boleh tetap menyusui sang buah hati. Akan tetapi, menurut
American Academy of Pediatrics, jika seorang wanita mengalami luka herpes di
payudaranya, dia disarankan untuk tidak menyusui bayinya.
Sementara itu, ibu tetap bisa memberikan ASI pada bayi dengan memerah atau
memompa ASI dari payudara yang terinfeksi, selama bagian pompa payudara yang
menyentuh ASI tidak bersentuhan dengan luka herpes. Jika bersentuhan, ibu harus
membuang hasil perah tersebut.
4. Risiko Menyusui dari Payudara Dengan Luka Herpes
Ibu perlu tahu bahwa herpes memiliki dampak yang sangat berbahaya bagi
bayi. Bayi yang menyusu dari payudara ibu yang memiliki luka herpes berisiko
mengalami infeksi sistem saraf yang mengancam jiwa. Jadi, jika ibu didiagnosis
dengan herpes pada payudara, segera hentikan aktivitas menyusu dari payudara yang
terinfeksi guna menghindari risiko pada bayi.
Inilah mengapa ibu hamil dan menyusui harus menjaga kesehatan sebaik
mungkin. Tidak hanya karena keterbatasan mengonsumsi obat, ada risiko besar bagi
ibu hamil dan menyusui dengan kondisi medis tertentu akan menularkan penyakitnya
langsung pada sang buah hati.

8
5. Pencegahan Penularan Penyakit Herpes pada Payudara
Bayi yang menyusu langsung dari payudara yang terkena herpes
dikhawatirkan berisiko tertular infeksi. Herpes dapat menyerang sistem saraf bayi dan
dapat mengancam jiwanya.
Berikut ini adalah beberapa cara pencegahan penularan herpes pada bayi
melalui menyusui:
1. Hindari kontak langsung bayi dengan luka herpes di bagian manapun di tubuh
anda
2. Cuci tangan dengan sebaik-baiknya sebelum menyusui bayi anda, terutama bila
anda habis menyentuh luka herpes
3. Bila anda memiliki luka herpes pada bagian kulit payudara, anda tetap dapat
menyusui dengan menutupi bagian luka payudara sehingga tidak berkontak
dengan kulit bayi.
4. Bila luka herpes terjadi pada puting susu, sebaiknya jangan menyusui secara
langsung. Anda dapat memompa ASI dan memberikannya pada bayi bila anda
yakin susu tidak berkontak dengan luka pada puting susu anda. Bila anda ragu,
sebaiknya susu tetap tidak diberikan pada bayi.
5. Sebaiknya anda tetap memompa ASI dari payudara yang mengalami luka herpes
agar tidak terjadi mastitis atau penurunan produksi susu
6. Minum obat secara rutin dapat menurunkan risiko penularan virus herpes simplex

Herpes bukanlah kondisi yang bisa disepelekan, terlebih jika Mums sedang dalam
proses menyusui si Kecil. Bayi belum memiliki sistem kekebalan tubuh yang baik
layaknya orang dewasa, sehingga infeksi virus sedikit saja bisa sangat berbahaya hingga
mengancam jiwa.
Segera konsultasikan kepada dokter apabila Mums menyadari adanya tanda-tanda
herpes pada payudara. Untuk memudahkan, Mums bisa mencari dokter spesialis kulit
dan kelamin terdekat melalui Fitur Direktori Dokter di situs atau Aplikasi GueSehat!
(AS). Herpes termasuk penyakit infeksi menular seksual yang secara medis dikenal
sebagai virus herpes simpleks atau HSV. Gangguan kesehatan ini terbagi menjadi dua
jenis, yaitu virus herpes simplex tipe 1 (HSV-1) dan virus herpes simpleks tipe 2 (HSV-
2). Virus HSV-2 biasanya menyebabkan herpes genital dan HSV-1 biasanya
menyebabkan herpes di mulut.

9
E. Herpes Genital
1. Defenisi Herpes Genital
Herpes genital adalah salah satu penyakit menular seksual yang disebabkan
oleh virus herpes simpleks. Penyakit ini menular melalui hubungan seksual baik
secara vagina, oral maupun anal. Setelah virus masuk, virus akan diam di dalam tubuh
(dormain) dan dapat teraktivasi kembali beberapa kali dalam setahun.
Herpes genital menyebabkan nyeri, gatal dan luka pada area kelamin. Namun
bisa juga Anda tidak merasakan gejala apapun. Pada kasus herpes yang tidak
bergejala, penularan dan penyebaran herpes tetap dapat terjadi. Hingga saat ini belum
ditemukan obat untuk menyembuhkan herpes. Obat yang saat ini digunakan hanya
untuk meredakan gejala dan mengurangi risiko menginfeksi orang lain. Penggunaan
kondom dapat mencegah penyebaran herpes genital.
2. Gejala atau tanda herpes genital
Mayoritas orang yang terinfeksi virus herpes simpleks tidak menyadarinya
karena tidak menimbulkan gejala atau gejala yang terlalu ringan. Biasanya setelah
virus herpes masuk, dalam waktu 2-12 hari akan timbul gejala. Gejala bisa berupa:
a. Nyeri atau gatal pada area terinfeksi.
b. Muncul kemerahan atau lenting kecil.
c. Koreng, akan muncul dari luka ulser.
d. Luka ulser yang timbul akibat lenting yang pecah.
Gejala juga bisa bervariasi tergantung lokasi infeksi. Pada wanita bisa terjadi
infeksi di paha, pantat, anus, mulut, uretra, vagina, genital luar, dan serviks. Pada laki-
laki bisa terjadi di area paha, pantat, anus, mulut, uretra, penis dan skrotum.
Beberapa pasien akan mengalami kekambuhan herpes, namun seiringnya
waktu kekambuhan akan berkurang.

Gejala klinik yang terjadi yaitu

a. Timbulnya erupsi bintik kemerahan disertai rasa panas dan gatal pada kulit region
genitalis.
b. Kadang-kadang disertai demam seperti influenza dan setelah 2-3 hari, bintik
kemerahan tersebut berubah menjadi vesikel disertai rasa nyeri.
c. 5-7 hari kemudian, vesikel pecah dan keluar cairan jernih dan pada lokasi vesikel
yang pecah, timbul keropeng (atau ditutupi lapisan kekuningan bila terkena
infeksi sekunder).

10
d. Bila mengenai region genitalia yang cukup luas, dapat menyebabkan gangguan
mobilitas, vaginitis, urethritis, sistitis dan fisura ani herpetika.
e. Dapat menyebabkan abortus, anomaly kongenital dan infeksi pada neonatus
(konjungtivitis/keratitis, ensefalitis, vesikulitis kutis, icterus dan konvulsi.
3. Penyebab herpes genital
Herpes genital disebabkan oleh virus herpes simpleks. Virus herpes simpleks
terbagi menjadi 2 jenis yaitu virus herpes simpleks tipe 1 dan tipe 2.
Virus herpes simpleks tipe 1 biasanya terdapat di area mulut, namun dengan
adanya perilaku oral seks, virus ini juga bisa menginfeksi area kelamin. Virus herpes
simpleks tipe 2 merupakan penyebab tersering herpes genital dan sangat mudah
menular.
Herpes genital dapat dialami oleh semua kelompok usia dan jenis kelamin
apapun. Penyebaran herpes genital yaitu melalui kontak kulit dengan kulit, biasanya
saat melakukan hubungan seksual baik secara vagina, oral atau anal. Penyebaran juga
bisa terjadi melalui benda yaitu jika Anda menggunakan benda secara bersama sama
seperti sex toy. Herpes genital yang dialami pada ibu hamil dapat menyebabkan
herpes neonatal pada bayi yang lahir. Hal itu bisa berdampak fatal jika tidak diobati.
Herpes genital tidak dapat menular melalui benda seperti handuk, alat makan
atau gelas. Virus mati dengan cepat ketika tidak di kulit. Namun jika pasien terinfeksi
virus herpes simpleks tipe 1 di mulut, maka penyebaran dapat melalui air liur.
4. Komplikasi yang bisa disebabkan oleh herpes genital, yaitu:
a. HIV/AIDS.
b. Meningitis.
c. Infeksi neonatus.
d. Infeksi menular seksual.
e. Inflamasi rektal (proktitis).
f. Gangguan kandung kemih.
5. Diagnosis herpes genital
Diagnosis herpes genital merupakan gabungan dari informasi medis dengan
pemeriksaan fisik dan pemeriksaan tambahan. Pemeriksaan tambahan bisa berupa
hapusan (swab) pada daerah luka atau mengambil cairan pada lenting untuk diperiksa
lebih lanjut. Hasil hapusan akan diletakkan pada agar khusus untuk di kultur.
Pemeriksaan lainnya bisa dengan pemeriksaan darah dan pemeriksaan polymerase
chain reaction (PCR).

11
Gejala bisa saja tidak timbul meski sudah terinfeksi herpes. Sehingga sulit
untuk mendiagnosa herpes genital pada kasus seperti itu. Dan pasien dengan herpes
genital tanpa gejala biasanya tidak datang ke dokter. Hal itu sangat berpotensi
penyebaran herpes genital pada pasangan seksualnya.
6. Cara mengobati herpes genital
Hingga kini belum ditemukan obat untuk herpes genital. Bisa saja gejala
menghilang begitu saja namun lenting bisa muncul kembali. Meski gejala hilang,
penularan tetap bisa terjadi. Pengobatan saat ini bertujuan untuk menghentikan proses
infeksi agar tidak semakin memberat gejala, mempercepat penyembuhan,
menurunkan frekuensi rekurensi dan meminimalisir kemungkinan penularan.
Pengobatan herpes genital yaitu dengan obat antivirus yang dikonsumsi beberapa
hari hingga minggu tergantung apakah pertama kali terkena herpes atau herpes yang
kambuh kembali (rekuren).
Herpes genital tidak dapat disembuhkan, hanya dapat diberikan obat untuk
meredakan nyeri dan meringankan gejala.
7. Cara mencegah herpes genital
Mencegah herpes genital yaitu dengan setia pada pasangan seksual. Tindakan
pencegahan penularan herpes genital bisa berupa:
a. Tidak menggunakan sex toys secara bersama-sama.
b. Abstinens, tidak menyentuh bagian terinfeksi kemudian menyentuh orang lain.
c. Periksakan diri Anda untuk skrining penyakit menular seksual jika sedang hamil.
d. Menggunakan kondom saat melakukan hubungan seksual. Namun penularan tetap
bisa terjadi jika kondom tidak menutupi daerah terinfeksi.
8. Cara merawat pasien herpes genital di rumah
Cara merawat pasien dengan herpes genital di rumah yaitu dengan menjaga
tubuh pasien agar tetap bersih. Membersihkan tubuh bisa dengan air bersih atau
dengan air garam. Anda bisa menggunakan es batu yang dibungkus kain dan di
kompres pada daerah nyeri untuk mengurangi rasa nyeri. Penggunaan vaseline atau
krim pereda nyeri dapat mengurangi rasa nyeri saat berkemih. Ingat untuk selalu
menjaga kebersihan tangan sebelum dan sesudah mengoleskan krim.
Berikut beberapa hal yang tidak disarankan untuk pasien dengan herpes
genital:
a.Meletakan es secara langsung pada kulit.

12
b. Menggunakan pakaian terlalu ketat sehingga dapat mengiritasi lenting dan
luka.
c.Melakukan hubungan seksual baik vagina, oral, maupun anal saat masih terinfeksi
herpes.
d. Menyentuh lenting dan luka. Anda hanya boleh menyentuh luka saat
mengoleskan krim saja. Dan ingat untuk mencuci tangan sebelum dan setelahnya.
F. Infeksi Nifas
1. Prinsip dasar
Infeksi pada dan melalui traktus genitalis setelah persalinan disebut infeksi nifas. Suhu
380 C atau yang lebih diantara hari ke 2-10 postpartum dan diukur peroral sedikitnya 4
kali sehari disebut mordibitas puerperalis. Kenaikan suhu tubuh yang terjadi di dalam
masa nifas, dianggap sebagai infeksi masa nifas jika tidak ditemukan sebab – sebab
ekstragenital.
Beberapa Faktor predisposisi :
a. Kurang gizi atau malnutrisi
b. Anemia
c. Higiene
d. Kelelahan
e. Proses persalinan bermasalah
1) Partus lama atau macet
2) Korioamnionitis
3) Persalinan traumatik
4) Kurang baiknya proses pencegahan infeksi
5) Dapat berlanjut ke infeksi dalam masa nifas
2. Masalah
a. Infeksi nifas merupakan mordibitas dan mortalitas bagi ibu pasca bersalin
b. Derajat komplikasi bervariasi sangat tajam, mulai dari mastitis hingga adanya
koagulasi intravaskular diseminata

A. Metritis
Metritis adalah infeksi uterus setelah persalinan yang merupakan salah satu penyebab
terbesar kematian ibu. Bila pengobatan terlambat atau kurang adekuat dapat menjadi abses
pelvik. Peritonitis, syok septik, thrombosis, vena yang dalam, emboli pulmonal,infeksi
pelvik yang menahun, dispareunia, penyumbatan tuba dan infertilitas.

13
1. Berikan transfusi bila dibutuhkan. Berikan Packed Red Cell.
2. Berikan antibiotika broadspektrum dalam dosis yang tinggi.
Ampisilin 2g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam ditambah getamisin 5mg /kg berat badan
IV dosis tunggal/hari dan metrodinazol 500 mg IV setaip 8 jam. Lanjutkan antibiotika
ini sampai ibu tidak panas dalam 24 jam.
3. Pertimbangkan pemberian anti tetanus profilaksis
4. Bila dicurigai adanya sisa placenta, lakukan pengeluaran (digital atau dengan kuret
yang lebar).
5. Bila ada pus lakukan drainase(kalau perlu kolpotomi), ibu dalam posisi fowler.
6. Bila tak ada perbaikan dengan pengobatan konservatif dan ada tanda peritonitis
generalisata lakukan laparotomi dan keluarkan pus. Bila pada evaluasi uterus nekrotik
dan septik dan lakukan histerektomi subtotal.

A. Bendungan payudara
Bendungan payudara adalah peningkatan aliran vena dan limfe pada payudara dalam
rangka mempersiapkan diri untuk laktasi. Hal ini bukan disebabkan overdistensi dari
saluran sistem laktasi.
Bila ibu menyusui bayinya :
1. Susukan sesering mungkin .
2. Kedua payudaran disusukan
3. Kompres hangat payudara sebelum disusukan
4. Bantu dengan memijat payudara untuk permulaan menyusui.
5. Sanga payudara.
6. Kompres dingin pada payudara diantara waktu menyusui.
7. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg peroral setiap 4 jam.
8. Lakukan evaluasi setelah 3 hari untuk mengevaluasi hasilnya.
Bila ibu tidak menyusui :
1. Sangga payudara
2. Kompres dingin pada payudara untuk mengurangi pembengkakan dan rasa sakit
3. Bila diperlukan berikan paracetamol 500 gram peroral setiap 4 jam
4. Jangan dipijat atau memakai kompres hangat pada payudara.

B. Infeksi payudara
Infeksi payudara sesudah persalinan

14
1. Mastitis
Payudara tegang/indurasi dan kemerahan
a. Berikan keloksasilin 500 mg setiap 6 jam selama 10 hari. Bila diberikan sebelum
terbentuknya abses biasanya keluhanya akan berkurang
b. Sanga payudara kompres dingin
c. Bila diperlukan berikan parasetamol 500 mg peroral setiap 4 jam
d. Ibu harus didorong menyusui bayinya walaupun ada pus.
e. Ikuti perkembangan 3 hari setelah pemberian pengobatan.
2. Abses payudara
Terdapat masa padat, mengeras dibawah kulit yang kemerahan.
a. Diperlukan anastesi umum (ketamin)
b. Insisi radial dari tengah dekat pinggir areola, kepinggir supaya tidak memotong
saluran asi
c. Pecahkan kantung pus dengan tisu porsep atau jari tengah.
d. Pasang tampon dan drain.
e. Tampon dan drain diangkat setelah 24 jam
f. Berikan kloksasilin 500 mg setelah 6 jam selama 10 hari
g. Sanga payudara.
h. Kompres dingin
i. Berikan paracetamol 5 mg setiap 4 jam sekali bila diperlukan
j. Ibu didorong tetap memberikan asi walau ada pus
k. Lakukan follow up setelah pemberian pengobatan selama 3 hari

C. Abses pelvis
a. Bila pelvik abses ada tanda cairan pluktoasi pada daerah cul-de-sac, lakukan
kolpotomi atau dengan laparotomi. Ibu posisi fowler.
b. Berikan antibiotika broadspektrum dalam dosis yang tinggi.
Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg / kg berat
badan IV dosis tunggal/ hari dan metrodinazon 500 mg IV setiap 8 jam lanjutkan
antibiotika ini sampai ibu tidak panas selama 24 jam.

D. Peritonitis
a. Lakukan nasogastric saction
b. Berikan infus (NACL atau Ringer Laktat).
c. Berikan antibiotika sehingga bebas panas selama 24 jam:

15
Ampisilin 2 g IV, kemudian 1 g setiap 6 jam, ditambah gentamisin 5 mg / kg berat
badan IV dosis tunggal/ hari dan metrodinazon 500 mg IV setiap 8 jam.
d. Laparotomi diperlukan untuk pembersihan perut (peritonal lavage)

E. Infeksi Luka Perineal Dan Luka Abdominal


Disebabkan oleh keadaan yang kurang bersih dan tindakan pencegahan infeksi yang
kurang baik.
a. Bedakan antara wound absess, wound seroma, wound hematoma dan wound cellulitis
1) wound absess, wound seroma, wound hematoma suatu pengerasan yang tidak biasa
dengan mengeluarkan cairan serous atau kemerahan dan tidak ada/sedikit erithema
sekitar luka insisi.
2) wound cellulitis didapatkan erithema dan edema meluas mulai dari tempat insisi
dan melebar.
b. Bila didapat pus dan cairan pada luka, buka dan lakukan pengeluaran
c. Daerah jahitan yang terinfeksi dihilangkan dan lakukan debridemen.
d. Bila infeksi sedikit tidak perlu antiboitika
e. Bila infeksi relatif superfisial, berikan ampisilin 500 mg peroral setaip 6 jam dan
metronidazol 500 mg peroral 3 kali perhari selama 5 hari
f. Bila infeksi dalam dan melibatkan otot dan menyebabkan nekrosis, beri penisilin G 2
juta UI IV setai 4 jam (atau ampisilin inj 1 g 4 kali perhari) ditambah dengan getamisin
5 mg kg berat badan perhari IV sekali ditambah dengan Metronidazol 500 mg IV
setiap 8 jam sampai bebas selama 24 jam. Bila ada jaringan nekrotik harus dibuang .
lakukan jahitan sekunder 2 – 4 minggu setelah infeksi membaik.
g. Berikan nasehat kebersihan dan pemakaian pembalut yang bersih dan sering diganti.

F. Trombopeblitis
Perluasan infeksi nifas yang paling sering ialah perluasan atau invasi mikroorganisme
patogen yang mengikuti aliran darah disepanjang vena dan cabang – cabangnya
sehingga terjadi trombopebitis.
Klasifikasi
a. Pelviotrambopeblitis
Pelviotromboplitis mengenai vena - vena dingding uterus dan ligamentum latum,
yaitu vena ovarika, vena uterina dan vena hipogatrika.vena yang paling sering
terkena ialah vena ovarika dextra karena infeksi pada tempat implantasi plasenta
terletak dibagian atas uterus, proses biasanya unilateral. Peluasan infeksi dari vena

16
ovarika sinistra ialah ke vena renalis, sedang perluasan infeksi dari vena ovarika
dextra ialah kevena karvainverior. Peritoneum, yang menutupi vena ovarika dextra
mengalami inplamasi dan akan menyebabkan perisalpingo – ooporitis dan
periapendisitis perluasan infeksi dari vena uterina ialah ke vena iliaka komunis.
b. Trombopeblitis pemolaralis
Trombopeblitis pemolaralis mengenai vena – vena pada tungkai,misalna vena
pemoralis, vena poplitea dan vena savena.

G. Pelviotrombopeblitis
a. Nyeri, yang terdapat pada perut bagian bawah dan/ atau perut bagian samping,
timbul pada hari ke 2 atau 3 masa nifas dengan atau tanpa panas.
b. Penderita tampak sakit berat dengan gambaran karakteristik sebagai berikut :
1) Mengigil berulang kali. Mengigil inisial terjadi sangat berat (3-40 menit ) dengan
interval hanya beberapa jam saja dan kadang – kadang 3 hari. Lanjut pada waktu
mengigil penderita hampir tidak panas
2) Suhu badan naik turun secara tajam (360 - 400C) yang diikuti dengan penurunan
suhu dalam 1 jam (biasanya supebris seperti pada endometritis).
3) Penyakit dapat berlangsung selama 1 sampai 3 bulan
4) Cenderung terbentuk pus, yang menjalar kemana mana terutama ke paru – paru.
c. Gambaran Darah
1) Terdapat leukositosis (meskipun setelah endotoksin menyebar ke sirkulasi, dapat
segera terjadi leukopenia).
2) Untuk membuat kultur darah, darah diambil pada saat tepat sebelum mulainya
mengigil. Meskipun bakteri ditemukan didalam darah selama mengigil, kultur
darah sangat sukar dibuat karena bakterinya adalah anaerob.
5) Pada periksa dalam hampir tidak diketemukan apa apa karena yang paling banyak
terkena ialan vena ovarika, yang sukar dicapai pada pemeriksaan dalam.
d. Komplikasi
1) Komplikasi pada paru – paru : infrak, abses, pneumonia.
2) Komplikasi pada ginjal sinistra , nyeri mendadak yang diikuti dengan proteinuria
dan hematuria,
3) Komplikasi pada persendian, mata dan jaringan subktan.
e. Penanganan
1) Rawat Inap

17
Penderita tirah baring untuk pemantauan gejala penyakitnya dan mencegah
terjadinya emoboli pulmonum.
2) Terapi medik
Pemberian antibiotika (lihat antibiotika kombinasi dan alternatif, seperti yang
tercantum dalam penatalaksanaan korioamnionitis) heparin jika terdapat tanda –
tanda atau dugaan adanya emboli pumonum.
3) Terapi operatif
Pengikatan vena kava inverior dan vena ovarika jika emboli septik terus
berlangsung sampai mencapai paru – paru , meskipun sedang dilakukan
heparinasasi.

H. Trombofblebitis femoralis
a. Penilaian klinik
1) Keadaan umum tetap baik , suhu badan subfebris selama 7 sampai 10 hari, kemudian
suhu mendadak naik kira – kira pada hari ke 10 – 20 , yang disertai dengan mengigil
dan nyeri sekali .
2) Pada salah satu kaki yang terkena biasanya kaki kiri, akan memberikan tanda - tanda
sebagai berikut :
a) Kaki seikit dalam keadaan fleksi dan rotasi keluar serta sukar bergerak, lebih
panas dibandig dengan kaki lainya.
b) Seluruh bagian dari salahsatu vena pada kaki terasa tegang dan keras pada paha
bagian atas.
c) Nyeri hebat pada lipat paha dan daerah pada.
d) Reflek torik akan terjadi spasmus arteria sehingga kaki menjadi bengkak, tegang ,
putih, nyeri dan dingin, dan pulsasi menurun.
e) Oedema kadang kadang sebelum atau setelah nyeri dan pada umunya terdapat
pada paha bagian atas, tetapi lebih sering dimulai dari jari jari kaki dan
pergelangan kaki, kemudian meluas dari bawah keatas.
b. Penanganan
1) Perawatan
Kaki ditinggikan untuk mengurangi oedema, lakukan kompresi pada kaki. Setelah
mobilisasi kaki hendaknya tetap dibalut elastik atau memakai kaos kaki panjang
yang elastik selama mungkin.
2) Mengingat kondisi ibu yang sangat jelek, sebaiknya jangan menyusui.

18
3) Terapi medik : pemberian antibiotika dan analgetika.

BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Herpes menyebar melalui kontak langsung dengan pengidap. Misalnya, herpes
kelamin ditularkan melalui kontak langsung saat berhubungan intim atau dengan orang
lain yang menderita herpes. Kaitannya dengan herpes payudara, kulit payudara pasti
bersentuhan dengan kulit yang terinfeksi herpes orang lain.
Penting untuk diperhatikan bahwa seseorang dapat menularkan herpes ke orang
lain, meskipun mereka tidak menunjukkan gejala atau lecet yang terlihat. Artinya, virus
dapat muncul di kulit tanpa luka herpes yang terlihat jelas.
Herpes di payudara tampak seperti benjolan kecil yang berisi cairan. Beberapa
orang akan mengalami gejala mirip flu saat terserang herpes. Sementara pada orang
dengan HIV, herpes bisa lebih parah dan bertahan lebih lama karena sistem kekebalan
yang mengalami gangguan.

19
20
DAFTAR PUSTAKA

Sarwono Prawirohardjo,2013,Ilmu Kebidanan. PT.Bina Pustaka Sarwono Prawirahardjo.


Jakarta

Sarwono Prawirahdjo, 2005, Ilmu Bedah Kebidanan, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawihardjo. Jakarta

Maryunani Anik, Puspita Eka. 2013. Asuhan Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.
Trans Info Media : Jakarta

Rukiyah Ai Yeyeh. 2013. Asuhan Kebidanan 4 Patologi Kebidanan. Trans Info Media :
Jakarta

Cunningham, dkk. 2009. Obstetri Williams Volume 2. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran

Dorland. 1996. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Jakarta; Penerbit Buku Kedokteran

21

Anda mungkin juga menyukai