Anda di halaman 1dari 30

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN HIV AIDS

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Mata Kuliah Keperawatan HIV AIDS

Dosen Pembimbing: Andri Nurmansyah, M. Kep

Disusun oleh :

Pria Angga Nusanggara 191FK03007


Neneng Andini Fujiyanti 191FK03009
Sinta Bela 191FK03015
Regi Bayu Anggara 191FK03018
Farah Nabila Nofitriani 191FK03023
Tika Sari Santika 191FK03031
Kamaliyah 191FK03136
Sinta Nursari 191FK03038

Kelas 3A Keperawatan

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA

2021
KATA PENGANTAR
Bismillahirrohmanirrohim,

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan kami kemudahan sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Shalawat serta salam
semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad
SAW yang kita nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
Andri Nurmansyah, M. Kep. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada bapak dosen Andri Nurmansyah,


M. Kep selaku dosen mata kuliah Keperawatan HIV AIDS yang telah
memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan bidang studi yang kami tekuni.

Kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi
sebagian pengetahuannya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada pembaca.
Walaupun makalah ini memiliki kelebihan dan kekurangan. Kami mohon untuk
saran dan kritiknya. Terima kasih.

Bandung, November 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i

DAFTAR ISI ........................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang.......................................................................................... 1

1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 1

1.3 Tujuan ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................ 3

2.1 Definisi HIV AIDS dan Ibu Hamil ................................................................ 3

2.2 Patofisiologi HIV AIDS Dari Ibu Ke bayi .................................................... 3

2.3 Manifestasi Klinis HIV AIDS Pada Ibu Hamil ............................................. 5

2.4 Etiologi HIV AIDS Pada Ibu Hamil .............................................................. 5

2.5 Klasifikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil ......................................................... 6

2.6 Pencegahan HIV AIDS Pada Ibu Hamil ....................................................... 7

2.7 Pemeriksaan Penunjang HIV AIDS Pada Ibu Hamil .................................. 11

2.8 Penatalaksanaan HIV AIDS Pada Ibu Hamil .............................................. 12

2.9 Komplikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil ...................................................... 15

2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis HIV AIDS Pada Ibu Hamil ....................... 15

BAB III PENUTUP............................................................................................... 26

3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 27

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kehamilan merupakan proses alamiah, bila tidak dikelola dengan baik ak
memberikan komplikasi pada ibu dan janin. HIV (Human Immunodeficiency
Virus) dan AIDS (Acquired Immune Deficiency Syndrome) merupakan
penyakit menular yang menjadi masalah kesehatan yang dapat meningkatkan
kematian ibu dan anak. Angka penularan selama kehamilan mencapai 5-17%,
saat persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20%. Keseluruhan Risiko
Penularan pada masa perinatal akan tetap tinggi yaitu mencapai 24-45%, jika
ibu hamil tidak mendapat intervensi dan layanan PPIA (Pencegahan Penularan
HIV Dari Ibu Ke Anak).
Ibu hamil berisiko tertular HIV, infeksi ini seringkali muncul jika
terdapat disfungsi sel T. Infeksi HIV dapat menyebabkan rupture membrane
premature, kematian janin, pelahiran premature, dan berat bayi lahir rendah.
Insidensi penyakit menular tinggi pada wanita seropositif, termasuk pneumonia
bakteri, ISK, pneumonia Pneumocytis carinii, toksoplasmosis, PMS, abses
pascabedah, dan endometritis pascapartum.
Diagnosa keperawatan untuk wanita hamil yang positif HIV atau mengidap
AIDS adalah: (1) Ansietas berhubungan dengan efek penyakit (HIV/AIDS) (2)
Risiko infeksi oportunistik berhubungan dengan imunitas dapatan yang tidak
adekuat (3) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan. Ansietas
berhubungan dengan kurangnya pengetahuan. merupakan diagnose yang sering
terjadi pada ibu hamil dengan HIV/AIDS. (Valerian et al., 2011)
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa Definisi Dari HIV AIDS Dan Ibu Hamil?
2. Bagaimana Patofisiologi HIV AIDS Dari Ibu Ke Bayi?
3. Apa Saja Manifestasi Klinis HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
4. Apa Etiologic HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
5. Apa Saja Klasifikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil?

1
6. Bagaimana Pencegahan HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
7. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
8. Bagaimana Penatalaksanaan HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
9. Apa Saja Komplikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Teoritis HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
1.3 Tujuan
1. Apa Definisi Dari HIV AIDS Dan Ibu Hamil?
2. Bagaimana Patofisiologi HIV AIDS Dari Ibu Ke Bayi?
3. Apa Saja Manifestasi Klinis HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
4. Apa Etiologic HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
5. Apa Saja Klasifikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
6. Bagaimana Pencegahan HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
7. Apa Saja Pemeriksaan Penunjang HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
8. Bagaimana Penatalaksanaan HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
9. Apa Saja Komplikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil?
10. Bagaimana Asuhan Keperawatan Teoritis HIV AIDS Pada Ibu Hamil?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi HIV AIDS dan Ibu Hamil


Penyakit infeksi HIV merupakan penyakit menular yang menjadi masalah
kesehatan yang dapat meningkatkan kematian ibu dan anak. Ibu hamil
merupakan kelompok berisiko tertular HIV, dan setiap tahun selalu mengalami
peningkatan. Hal ini terjadi karena peningkatan jumlah laki-laki yang
melakukan hubungan seksual tidak aman, sehingga akan menularkan HIV pada
pasangan seksualnya dan berdampak pada bayi yang dikandungnya. Penularan
HIV dari ibu ke bayi merupakan akhir dari rantai penularan HIV. Penularan
HIV dari ibu ke bayi mencapai hingga 90% kasus10. Upaya pencegahan
penularan HIV dari ibu ke anak dilakukan secara komprehensif dan efektif di
fasilitas pelayanan kesehatan dengan program Pencegahan Penularan HIV dari
Ibu ke Anak (PPIA).

HIV/AIDS dalam kehamilan adalah salah satu penyakit menular seksual


pada ibu hamil. Kehamilan dapat menyebabkan gejala klinis HIV meningkat.
Sementara Wanita hamil mengalami perkembangan gejala HIV lebih cepat dari
Wanita yang tidak hamil, tidak ada perbedaan dalam seberapa cepat mereka
terkena atau meninggal karena AIDS.

2.2 Patofisiologi HIV AIDS Dari Ibu Ke bayi


Penularan HIV ke ibu bisa akibat hubungan seksual yang tidak aman
(biseksual atau homoseksual), pemakaian narkoba injeksi dengan jarum
bergantian bersama pengidap HIV, tertular melalui darah dan produk darah,
penggunaan alat Kesehatan yang tidak steril, serta alat untuk menorah kulit.
Menurut CDC, penyebab terjadinya infeksi HIV pada ibu secara berurutan dari
yang terbesar adalah pemakaian obat terlarang melalui injeksi 51%, ibu
heteroseksual 34%, transfuse darah 8%, dan tidak diketahui sebanyak 7%
(DP2M, 2003; Simon, Ho, dan Karim, 2010; WHO, 2016)

3
Penularan HIV ke bayi dan anak bisa dari ibu ke anak, penularan melalui
darah, penularan melalui hubungan seks (pelecehan seksual pada anak) (WHO,
2013; World Health Organization, 2016). Penularan dari ibu ke anak terjadi
karena ibu yang menderita HIV/AIDS Sebagian besar (85%) berusia subur (15-
44 tahun) sehingga terdapat risiko penularan infeksi yang bisa terjadi pada saat
kehamilan (in utero). Prevalensi penularan HIV dari ibu ke bayi adalah 0.01%
sampai 0,7%. Bila ibu baru terinfeksi HIV dan belum ada gejala AIDS,
kemungkinan bayi terinfeksi sebanyak 20% sampai 35%, sedangkan kalua
gejala AIDS sudah jelas pada ibu kemungkinannya mencapai 50%.

Virus masuk ke dalam tubuh ibu hamil melalui perantara darah, semen, dan
secret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan
seksual. HIV awalnya dikenal dengan nama Lymphadenopathy Associated
Virus (LAV) merupakan golongan retrovirus dengan materi genetic
ribunucleic acid (RNA) yang dapat diubah menjadi deoxyribonucleic acid
(DNA) untuk diintegrasikan ke dalam sel penjamu dan di program membentuk
gen virus. Virus ini cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang
mempunyai antigen permukaan CD4, terutama limfosit T yang memegang
peranan penting dalam mengatur dan mempertahankan system kekebalan
tubuh. Infeksi HIV memberikan gambaran klinik yang tidak spesifik dengan
spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimtomatik) pada
stadiumawal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium yang lebih
lanjut. Setelah diawali dengan infeksi akut, maka dapat terjadi infeksi kronik
asimtomatik selama beberapa tahun disertai replica virus secara lambat.
Kemudian setelah terjadi penurunan system imun yang berat, maka terjadi
berbagai infeksi opoturnistik dan dapat dikatakan klien telah masuk pada
keadaan AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan gejala-gejala AIDS rata-rata
timbul 10 tahun sesudah infeksi pertama, bahkan bisa lebih lama lagi.
Transmisi HIV dari ibu kepada janin dapat terjadi pada saat kehamilan
mencapai 5-17%, saat persalinan 10-20%, dan saat pemberian ASI 10-20%.
Kelainan yang dapat terjadi adalah rupture membrane premature, kematian
janin, pelahiran premature, dan berat bayi lahir rendah.

4
2.3 Manifestasi Klinis HIV AIDS Pada Ibu Hamil
Menurut (Kemenkes, 2015) Manifestasi klinis HIV adalah suatu tanda dan
gejala yang dialami oleh tubuh manusia akibat infeksi virus HIV yang dibagi
menjadi 3 tahap antara lain sebagai berikut:

1. Tahap 1: Periode Jendela


Pada tahap ini tubuh terinfeksi HIV namun saat dilakukan pemeriksaan
sampel darah belum ditemukan antibodi anti-HIV. Pada tahapan ini
dimulai dari 2 minggu – 3 bulan sejak terinfeksi HIV dan individu
mampu dan berpotensi untuk melakukan transmisi virus kepada
individu lain. Tanda dan gejala yang ditimbulkan pada tahap ini seperti
meriang, sakit tenggorokan, sakit sendi, sakit kepala dan batuk yang
dapat sembuh tanpa pengobatan.
2. Tahap 2: Periode Laten
Pada tahap ini biasanya tidak ada tanda dan gejala yang ditimbulkan
dari virus HIV (asimtomatik) dan juga terdapat gejala dalam skala
ringan. Pada tahap ini saat dilakukan pemeriksaan tes sampel darah
menunjukkan hasil positif HIV, meskipun gejala HIV belum timbul
pada penderita. Masa asimtomatik dari HIV biasanya terjadi sekitar dua
sampai tiga tahun dan gejala dalam skala ringan sendiri terjadi sekitar
lima sampai delapan tahun yang ditandai dengan adanya peradangan
pada mukosa.
3. Tahap 3: Periode AIDS
Tahapan ini merupakan tahap terminal pada penderita HIV yang
ditandai dengan penurunan kekebalan tubuh secara signifikan yang
akan mengakibatkan terjadinya infeksi berupa peradangan pada bagian
mukosa. (Jenggawah et al., 2010)

2.4 Etiologi HIV AIDS Pada Ibu Hamil


Penyebab kelainan imun HIV/AIDS adalah suatu agen viral yang disebut
hiv dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut Lympadenopathy
associated virus (LAV) atau human T-Cell Lymphotropic Virus (retrovirus).

5
Retrovirus mengubah asam rebonukleatnya (RNA) menjadi asam
deoksiribunokleat (DNA) setelah masuk kedalam sel pejamu (nuratif, 2016)
HIV/AIDS dapat ditularkan melalui cara cara berikut:

1. Melakukan hubungan seksual dengan seorang yang terinfeksi


HIV/AIDS
2. Tranfusi darah yang mengandung virus HIV/AIDS (darah penderita
HIV/AIDS)
3. Memakai alat suntik, akupuntur, tindik, tato, silet potong rambut yang
sudah dipakai orang yang terinfeksi HIV/AIDS (tanpa proses strelilisasi
alat)
4. Penularan dari ibu ke anak (hubungan prenatal)
5. Melalui air susu ibu (ASI)

2.5 Klasifikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil


1. Tahap I : Infeksi Akut
Tahap awal infeksi akut oleh HIV pada individu yang immunocopetent,
produksi dan penyebaran virus ke limfatik yang terus menerus, mungkin
mengalami gejala menyerupai flu yang tidak jelas dalam 2-4 minggu setelah
terinfeksi, gejala ini dapat meliputi kehilangan berat badan, demam ringan,
keletihan, sakit tenggorokan, berkeringat di malam hari, dan malgia.
2. Tahap II : Infeksi Asimtomatik
Replica virus berlanjut dalam system limfa, individu dapat tetap bebas dari
gejala atau mempunyai gejala umum, limfadenopati persisten dapat muncul
3. Tahap III : Limfadenopati umum yang persisten
Individu mungkin tetap berada dalam tahap ini selama bertahun-tahun,
namun AIDS akan berkembang paling lama dalam 7 hingga 10 tahun,
infeksi oportunistik seperti candida dan herpes zoster dapat muncul selama
fase proses penyakit ini
4. Tahap IV : Penyakit tahap akhir (AIDS)
Fase akhir

6
2.6 Pencegahan HIV AIDS Pada Ibu Hamil
WHO mencanangkan empat strategi untuk mencegah penularan HIV dari
ibu ke bayi dan anak, yaitu dengan mencegah jangan sampai ibu terinfeksi
HIV/AIDS. Apabila sudah dengan HIV/AIDS dicegah supaya tidak hamil,
apabila sudah hamil dilakukan pencegahan supaya tidak menular pada bayi dan
anaknya. Namun, bila ibu dan anak sudah terinfeksi maka sebaiknya diberikan
dukungan dan perawatan bagi ODHA dan keluarganya.

Penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dicegah melalui empat cara, mulai saat
hamil, saat melahirkan, dan setelah lahir yaitu penggunaan antiretroviral
selama kehamilan, penggunaan antiretroviral saat persalinan dan bayi yang
baru dilahirkan, penanganan obstetric selama persalinan, penatalaksanaan
selama menyusui. Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load rendah
sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV.

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (PPIA) atau Prevention of


Mother-to Child Transmission (PMTCT) merupakan bagian dari upaya
pengendalian HIV/AIDS dan infeksi menular seksual (IMS) di Indonesia serta
program Kesehatan ibu dan anak (KIA). Layanan PPIA di integrasikan dengan
paket pelayanan KIA, KB, Kesehatan reproduksi, dan Kesehatan remaja
disetiap jenjang pelayanan Kesehatan reproduksi dalam strategi Layanan
Komprehensif Berkesinambungan (LKB) HIV/AIDS dan IMS (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2012)

Program pencegahan penularan HIV dari iby ke anak (PPIA) yang


dilaksanakan dengan baik telah terbukti sebagai intervensi yang sangat efektif
untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu menurunkan risiko
penularan vertical dari ibu ke bayi dari 20-50% menjadi kurang dari 2%
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012). Di negara maju risiko anak
tertular HIV dari ibu dapat ditekan hingga kurang dari 2% karena tersedianya
intervensi PPIA dengan layanan optimal. Namun di negara berkembang atau
negara miskin, dengan minimalnya akses ntervensi, risiko penularan masih

7
berkisar antara 20% dan 50%. Sebagian besar infeksi HIV dapat dicegah
dengan upaya pencegahan penularan dari ibu- ke- anak yang komprehensif dan
efektif di fasilitas pelayanan Kesehatan. Upaya pencegahan penularan HIV dari
ibu ke anak yang komprehensif meliputi empat pilar atau komponen, yang
dikenal sebagai “prong”.

Pintu masuk layanan PPIA adalah tes HIV pada ibu hamil. Bersamaan
dengan pemeriksaan rutin lainnya pada layanan antenatal terpadu, tes dapat
dilakukan mulai dari kunjungan pertama hingga menjelang persalinan dengan
kebijakan sesuai dengan status epidemi HIV dalam table berikut:

Prevalensi Prevalensi Status Epidemi Kebijakan Tes


Kasus HIV Kasus HIV HIV HIV dan Sifilis
pada Populasi pada Populasi
Umum atau Ibu Risiko Tinggi
Hamil
<1% <5% Rendah Pada ibu hamil
dengan indikasi
adanya perilaku
berisiko,
keluhan/gejala
IMS atau infeksi
oportunistik
(khususnya TB)
<1% >5% Terkonsentrasi
>1% (Biasanya >5%) Meluas Pada semua ibu
hamil
Sumber: WHO (2017)

Keterangan:

1. Epidemi rendah: prevalensi kasus HIV pada populasi umum atau ibu
hamil <1%, prevalensi kasus HIV pada populasi risiko tinggi <5%.

8
2. Epidemi terkonsentrasi: prevalensi kasus HIV pada populasi umum
atau ibu hamil <1%, prevalensi kasus HIV pada populasi risiko tinggi
>5%.
3. Epidemi meluas: prevalensi kasus HIV pada populasi umum atau ibu
hamil >1%, prevalensi kasus HIV pada populasi risiko tinggi >5%.

Tujuan Program

Program pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi bertujuan untuk hal
berikut.

1. Mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi


Sebagian besar (90%) infeksi HIV pada bayi dikarenakan tertular
dari ibunya. Infeksi yang ditularkan dari ibu ini kelak akan
mengganggu Kesehatan anak. Diperlukan upaya intervensi dini
yang baik, dan mampu laksana guna menekan proses penularan
tersebut.
2. Mengurangi dampak epidemi HIV terhadap ibu dan bayi
Dampak akhir dari epidemi HIV berupa berkurangnya produktivitas
dan peningkatan beban biaya hidup yang harus ditanggung oleh
ODHA dan masyarakat. Indonesia di amsa mendatang karena
morbiditas dan mortalitas terhadap ibu dan bayi. Epidemi HIV
terutama terhadap ibu dan bayi tersebut perlu diperhatikan,
dipikirkan dan diantisipasi sejak dini untuk menghindari terjadinya
dampak akhir tersebut.

Kebijakan Program Nasional PPIA

Berikut ini adalah Kebijakan Nasional Pemerintah Republik Indonesia


terkait penanggulangan dan pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak
(Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, 2012):

- Setiap ibu hamil yang positif HIV wajib diberi obat ARV dan
mendapatkan pelayanan perawatan, dukungan dan pengobatan lebih
lanjut (PDP)

9
Implementasi Program PPIA

Mencegah terjadinya penularan HIV dari ibu HIV positif pada bayi

Skala Nasional Area Risiko Tinggi


Merujuk ibu HIV positif ke sarana Memberikan layanan psikologis
layanan kesehatan tingkat dan social kepada ibu hamil
kabupaten/provinsi untuk dengan HIV positif dan
mendapatkan layanan tindak lanjut keluarganya.

Komponen Kegiatan PPIA Komprehensif

Prong 3 Mencegah Terjadinya Penularan HIV dari Ibu Hamil HIV Positif
ke Bayi Yang Dikandungnya

Komponen (prong) ketiga ini merupakan inti dari pencegahan penularan


HIV dari ibu ke bayi, meliputi (Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
2012):

1. Layanan ANC terpadu termasuk penawaran dan tes HIV;


2. Diagnosis HIV;
3. Pemberian terapi antiretroviral;
4. Persalinan yang aman;
5. Tata laksana pemberian makanan bagi bayi dan anak;
6. Menunda dan mengatur kehamilan;
7. Pemberian profilaksis ARV dan kotrimoksazol pada anak;
8. Pemberian diagnostic pada anak.

Pemberian ARV selama kehamilan, persalinan, dan setelah melahirkan


mengikuti sejumlah prinsip sebagai berikut.

1. Protocol pemberian ARV mengikuti Peraturan Menteri Kesehatan


Republik Indonesia No. 87 Tahun 2014 Tentang Pedoman
Pengobatan Antiretroviral (dapat diakses di

10
http://siha.depkes.go.id/portal/files_upload/Buku_Permenkes_ARV
_Cetak.pdf)
2. Untuk PPIA, kehamilan adalah indikasi pemberian ARV, tanpa
melihat nilai CD4.
3. Jika perempuan HIV positif sudah menerima ARV, maka
pemberiannya diteruskan untuk seumur hidup.
4. Perempuan HIV positif dewasa yang sudah mendapatkan ARV, saat
hamil: teruskan ARV dengan rejimen yang sama. Hindari
penggunaan Evafiren pada trisemester 1.
5. Perempuan HIV positif yang diketahui statusnya pada saat
kehamilannya, maka: jika terdiagnostik pada umur kehamilan
kurang dari 14 minggu, dan belum ada indikasi pemberian ARV
maka tunda pemberian ARV hingga usia kehamilan 14 minggu.
6. Jika terdiagnostik HIV pada usia kehamilan kehamilan lebih dari 14
minggu, maka langsung diberikan ARV.

Tujuan terapi ARV pada perempuan hamil adalah sebagai berikut.

1. Memperbaiki kualitas hidup.


2. Mencegah infeksi oportunustik.
3. Mencegah progesivitas penyakit.
4. Mengurangi transmisi dari ibu ke bayi dan kepada orang lain.

2.7 Pemeriksaan Penunjang HIV AIDS Pada Ibu Hamil


1. Deteksi antigen virus dengan polymerase chain reaction (PCR). Terlihat
penurunan jumlah CD4, ratio CD4 dan CD8 terbalik dan level serum
imunoglobulin meningkat pada HIV positif.
2. Enzyme-linked immunosorbent assay (ELISA) merupakan tes skrining HIV
yang paling sering digunakan unruk mengidentifikasi antibodi spesifik
virus, baik HIV tipe 1 maupun HIV tipe 2.
3. Pada kunjungan prenatal pertama, ibu hamil harus melakukan skrining
untuk infeksi HIV. 1,4,6 Apabila ibu menolak untuk melakukan tes, hal
tersebut harus dicantumkan kedalam rekam medisnya dan skrining bisa

11
dilakukan lagi sebelum umur kehamilan 28 minggu. Apabila hasil tes
negatif tetapi dokter memutuskan bahwa ibu adalah resiko tinggi terinfeksi
HIV, tes bisa diulang kembali pada trimester ketiga.
4. Pemeriksaan dengan spekulum vagina dikerjakan untuk mendapatkan
hapusan sitologi servikal dan assays untuk gonore dan klamidia.
5. Selama kehamilan, status viral load (HIV RNA-PCR) harus diperiksa setiap
bulan sampai virus tidak terdeteksi, dan dilanjutkan 3 bulan sekali
setelahnya.
6. Evaluasi jumlah CD4 juga sangat diperlukan untuk mengetahui derajat
imunodefisiensi, perencanaan terapi ARV, terapi antibiotik profilaksis dan
metode persalinan yang akan dilakukan.

2.8 Penatalaksanaan HIV AIDS Pada Ibu Hamil


Pemberian terapi Antiretroviral (ART) untuk ibu hamil dengan HIV
mengikuti Pedoman Tata Laksana Klinis dan Terapi Antiretroviral pada Orang
Dewasa, penentuan saat yang tepat untuk memulai terapi obat antiretroviral
(ARV) pada ODHA dewasa didasarkan pada kondisi klinis pasien (stadium
klinis WHO) atau hasil pemeriksaan CD4. Namun pada ibu hamil, pasien TB
dan penderita Hepatitis B kronis aktif yang terinfeksi HIV, pengobatan ARV
dapat dimulai pada stadium klinis apapun atau tanpa menunggu hasil
pemeriksaan CD4. Pemeriksaan CD4 tetap diperlukan untuk pemantauan
pengobatan.

Pemberian ARV pada ibu hamil dengan HIV selain dapat mengurangi risiko
penularan HIV dari ibu ke anak, juga dapat mengoptimalkan kondisi Kesehatan
ibu dengan cara menurunkan kadar HIV serendah mungkin. Pemberian obar
antiretroviral perlu mengikuti prinsip sebagai berikut untuk menjamin
keberhasilan terapi.

1. Dengan pengawasan dokter


2. Penjelasan efek samping yang dapat terjadi pada pasien
3. Pada masa nifas, ART dilanjutkan untuk meningkatkan kualitas
hidup ibu

12
4. Sebaiknya ada pendamping minum ARV, karena tingkat kepatuhan
sangat menentukan efektifitas hasil penggunaan ARV.

Pemberian ART disesuaikan dengan kondisi klinis ibu dan mengetahui


ketentuan sebagai berikut.

1. Ibu hamil merupakan indikasi pemberian ART


2. Untuk perempuan yang status HIV-nya diketahui sebelum
kehamilan, dan pasien sudah mendapatkan ART, maka saat hamil
ART tetap diteruskan dengan rejimen yang sama seperti saat
sebelum hamil.
3. Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sebelum umur
kehamilannya 14 minggu, jika ada indikasi dapat diberikan ART.
Namun jika tidak ada indikasi, pemberian ART ditunggu hingga
umur kehamilannya 14 minggu. Rejimen ART yang diberikan
sesuai dengan kondisi klinis ibu.
4. Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui pada umur
kehamilan ≥14 minggu, segera diberikan ART berapapun nilai CD4
dan stadium klinisnya. Rejimen ART yang diberikan sesuai dengan
kondisi klinis ibu.
5. Untuk ibu hamil yang status HIV-nya diketahui sesaat menjelang
persalinan, segera diberikan ART sesuai kondisi klinis ibu. Pilihan
kombinasi rejimen ART sama dengan ibu hamil yang lain.

Saat yang Tepat memulai Terapi ARV pada Ibu Hamil


Populasi Target Pedoman Tatalaksana dan Pemberian ARV

Pasien naïve HIV + CD4 ≤ 350 sel/mm³.


asimtomatik
Pasien naïve HIV + dengan Stadium 2 dengan CD4 ≤ 350 sel/mm³ atau stadium 3
gejala atau 4 tanpa memandang nilai CD4-nya.

13
Ibu Hamil 1. ARV diberikan mulai pada umur kehamilan ≥ 14
minggu, berapa pun stadium klinis dan nilai
CD4-nya.
2. Jika umur kehamilannya < 14 minggu namun
ada indikasi, ARV dapat segera diberikan.
* naïve = belum pernah mendapat terapi ARV sebelumnya

Rekomendasi ART pada ibu Hamil dengan HIV

No Situasi Klinis Rekomendasi Pengobatan (Panduan Untuk Ibu)


1. ODHA sedang terapi Lanjutkan panduan (ganti dengan NVP atau golongan
ARV kemudian hamil PI jika sedang menggunakkan EFV pada trisemester
1).
2. ODHA hamil dengan Mulai ARV pada minggu ke-14 kehamilan.
jumlah dalam stadium Panduan sebagai berikut;
klinis I atau jumlah AZT + 3TC + NVP atau
CD4 > 350/mm³ dan TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
belum terapi ARV AZT + 3TC + EFV atau
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
3. ODHA hamil dengan Segera mulai ARV dengan panduan seperti apa butir 2
jumlah CD4
<350/mm³ atau
stadium klinis 2, 3, 4
4. ODHA hamil dengan OAT tetap diberikan, panduan untuk ibu bila
TB aktif pengobatan mulai trisemester II dan III: AZT 9TDF +
3TC + EFV.
5. Ibu hamil dalam masa Tawarkan tes HIV dalam masa persalinan atau tes
persalinan dan status setelah persalinan. Jika hasil reaktif dapat diberikan
HIV tidak diketahui panduan pada butir 2.

14
6. ODHA datang pada Panduan butir 1.
masa persalinan dan
belum mendapat ARV

2.9 Komplikasi HIV AIDS Pada Ibu Hamil


Wanita dengan HIV positif yang menjadi lemah mendadak pada masa
kehamilannya, harus segera dievaluasi oleh tim multidisiplin (dokter obstetrik,
pediatrik dan penyakit dalam) untuk mencegah kegagalan diagnostik.
Komplikasi yang berhubungan dengan HIV sebaiknya dianggap sebagai
penyebab dari penyakit akut pada ibu hamil dengan status HIV tidak diketahui.
Pada keadaan ini, tes diagnostik HIV harus segera dikerjakan. HAART dapat
meningkatkan resiko lahir prematur. Oleh sebab itu, pemilihan dan penggunaan
terapi ARV yang tepat berperan penting dalam hal ini. Wanita yang terancam
lahir prematur baik dengan atau tanpa PROM harus melakukan skrining
infeksi, khususnya infeksi genital sebelum persalinan. Bayi prematur 34
minggu, persalinan harus dipercepat. Augmentation dapat dipertimbangkan
jika viral load.

2.10 Asuhan Keperawatan Teoritis HIV AIDS Pada Ibu Hamil


A. PENGKAJIAN
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Suatu
proses kolaborasi melibatkan perawat, ibu, dan tim kesehatan lainnya.
Pengkajian dilakukan melalui wawancara dan pemeriksaan fisik.
Dalam pengkajian dibutuhkan kecematan dan ketelitian agar data
yang terkumpul lebih akurat, sehingga dapat dikelompokan dan
analisis untuk mengetahui masalah dan kebutuhan ibu terhadap
perawatan. (Mitayani, 2011)
1. Identitas umum ibu
Identitas ibu hamil dengan HIV/AIDS meliputi, nama, alamat, dan
umur.
2. Keluhan utama

15
Keluhan yang muncul pada ibu hamil dengan HIV/AIDS adalah
lemah, anoreksia, stomatitis, BB menurun, mual, muntah dan
demam (Padila, 2014)
3. Riwayat Kesehatan
a) Riwayat Kesehatan sekarang
Gejala yang dialami ibu hamil hamil dengan
HIV/AIDS seperti flu, demam, menggigil, BB menurun,
mual, muntah dan stomatitis (Haryono, 2019 dan
Prawirohardjo, 2009)
b) Riwayat Kesehatan dahulu
Kondisi kronis (menahun/terus menerus) seperti
diabetes melitus, hipertensi, dan penyakit ginjal bisa
berakibat buruk pada kehamilan. Penyakit pada masa kanak-
kanak dan imunisasi. Penyakit sebelumnya seperti hepatitis,
penyakit menular seksual (HIV/AIDS), dan tuberculosis.
(Mitayani, 2011)
c) Riwayat Kesehatan keluarga
Memberikan informasi tentang kesehatan keluarga yang
menderita HIV/AIDS yang perlu dikumpulin (Mitayani,
2011)
d) Riwayat psikososial
Harapan terhadap kehamilan, emosional, keuangan,
perilaku pasangan terhadap kehamilan, kehamilan
direncanakan atau tidak, edukasional yang dibutuhkan,
support system, keyakinan agama, budaya, fungsi keluarga,
situasi kehidupan, aktivitas seksual, persiapan persalinan dan
parenting (Hutahaen, 2009). Keadaan psikososial pada ibu
hamil dengan HIV/AIDS adalah marah/pasrah, cemas,
hilang ketertarikan pada lingkungan sekitar, dan depresi
(Padila, 2004)
e) Riwayat perkawinan

16
Hal ini penting untuk dikaji karena dari data ini akan
diperoleh gambaran mengenai suasana rumah tangga
pasangan. Pertanyaan yang dapat diajukan antara lain
sebagai berikut: berapa tahun usia ibu ketika menikah
pertama kali, status pernikahan (sah atau tidak), lama
pernikahan, ini suami yang ke berapa (Sulistyawati, 2009)
f) Riwayat menstruasi
Riwayat menstruasi yang lengkap diperlukan untuk
menentukan taksiran persalinan (TP). TP ditentukan
berdasarkan hari pertama haid terakhir (HPHT) (Mitayani,
2011)
g) Riwayat kontrasepsi
Beberapa bentuk kontrasepsi dapat berakibat buruk
pada janin, ibu atau keduanya. Riwayat kontrasepsi yang
lengkap harus didapatkan pada saat kunjungan pertama.
Penggunaan kontrasepsi oral sebelum kelahiran dan
berlanjut saat kehamilan yang tidak diketahui dapat
berakibat buruk pada organ seksual janin (Mitayani, 2011)
h) Riwayat kehamilan
Memberitahukan informasi yang penting mengenai
kehamilan sebelumnya agar perawat dapat menentukan
kemungkinan masalah pada kehamilan sekarang, Riwayat
kehamilan meliputi : 1) Gravida, para-abortus,dan anak
hidup (GPAH), 2) Berat badan bayi waktu lahir dan usia
gestasi, 3) Pengalaman persalinan, jenis persalinan, tepat
persalinan dan penolong persalinan, 4) Jenis anestesi dan
kesulitan persalinan, 5) Komplikasi maternal seperti
diabetes, hipertensi, infeksi dan perdarahan, 6) Komplikasi
pada bayi, 7) Rencana menyusui bayi (Mitayani, 2011)
4. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum

17
Keadaan umum ibu hamil dengan HIV/AIDS adalah
lemah, pucat, BB, menurun, anoreksia dan demam (Padila,
2014)
b. TB dan BB
Pemeriksaan tinggi badan hanya di ukur pada kunjungan
pertama. Pada ibu terlalu pendek perlu diperhatikan
kemungkinan mempunyai panggul sempit sehingga nantinya
dapat menyulitkan persalinan. Bila tinggi badan ibu kurang
dari 145 cm atau tampak pendek dibandingkan dengan rata-
rata ibu, maka persalinan perlu diwaspadai. (Hutahean,
2013)
Berat badan ibu hamil biasanya naik sekitar 9-12 kg
selama kehamilan.
Kenaikan berat badan ibu secara normal menunjukan
janinnya tumbuh dengan baik. Bila kenaikan berat badan
kurang dari 5 kg atau lebih dari 12 kg pada kehamilan 28
minggu menandakan ketidak normalan, maka perlu dirujuk.
(Hutahean, 2013). BB pada ibu hamil dengan HIV/AIDS
cenderung menurun (Padila, 2014)
c. Tanda-tanda vital
d. Kaji kesimetrisan kepala rambut
Inspeksi : Simetris, rambut kusam dan kering
Palpasi : Tidak ada benjolan
e. Kaji konjingtiva, kelopak mata
Inspeksi : Sedikit anemis, ada atau tidaknya pembengkakan
pada kelopak mata
f. Kaji hidung penciuman
Inspeksi: Tidak ada benjolan, tidak ada sekret
g. Kaji bibir, gigi
Inspeksi : Bibir kering, terdapat stomatitis, terdapat karies
gigi

18
h. Kaji telinga
Inspeksi : Tidak ada sekret
i. Kaji adanya pembesaran kelenjar getah bening, thyroid
Palpasi :Terdapat pembesaran kelenjar limfe
j. Auskultasi jantung paru
Auskultasi : Auskultasi dengan menggunakan stetoskop
pada intracostae II kanan, II kiri. Auskultasi suara paru
dengan menggunakan stetoskop pada paru kiri dan kanan
bandingkan apakah ada perbedaan suara
k. Payudara
Inspeksi : Payudara kiri dan kanan simetris, areola mamae
menghitam, putting susu menonjol keluar
Palpasi : Tidak terdapat benjolan, ada atau tidaknya
kolostrum
l. Abdomen
Inspeksi : Simetris
Palpasi : 1) Leopold I : Leopold I digunakan untuk
menemukan usia kehamilan dan bagian apa yang ada dalam
fundus, dengan cara pemeriksa berdiri sebelah kanan dan
menghadap ke muka ibu, kemudian kaki ibu dibengkokan
pada lutut dan lipat paha, lengkungan jari-jari kedua tangan
untuk mengelilingi bagian atas fundus, lalu tentukan apa
yang ada di dalam fundus. Bila kepala sifatnya keras, bundar,
dan melenting. Sedangkan bokong akan lunak, kurang
bundar, dan kurang melenting. 2) Leopold II : Leopold II
digunakan untuk menentukan letak punggung anak dan letak
bagian kecil pada anak. Caranya, letakan kedua tangan pada
sisi uterus, dan tentukan dimanakah bagian terkecil bayi. 3)
Leopold III :Leopold III digunakan untuk menentukan
bagian apa yang terdapat dibagian bawah dan apakah bagian
bawah anak sudah atau belum terpegang oleh pintu panggul.

19
Caranya, letakan dengan ibu jari dan jari tengah pada salah
satu tangan secara lembut dan masuk ke dalam abdomen
klien di atas simpisis pubis. 4) Leopold IV : Leopold IV
digunakan untuk menentukan apa yang menjadi bagian
bawah dan seberapa masuknya bagian bawah tersebut
kedalam rongga panggul. Caranya, letakan kedua tangan di
sisi bawah uterus, lalu tekan ke dalam dan gerakan jari-jari
kea rah rongga panggul. Pemeriksaan ini tidak dilakukan bila
kepala masih tinggi. Pemeriksaan leopold dapat dilakukan
bila janin cukup besar, kira-kira bulan VI ke atas.
m. Auskultasi DJJ
Pemeriksaan auskultasi DJJ dapat menggunakan dopler atau
mono aural. Jika menggunakan monoaural maka pstikan
bagian yang menempel pada bagian perut adalah yang
berlubang. Jika menggunakan dopler, maka harus
mengoleskan jeli pada permukaan area yang akan
diauskultasi. Cara menentukan punctum maksimum (pusat
terdengarnya DJJ) maka pastikan dimana posisi punggung
dan kepala janin. Tentukan pusar/pusat ibu. Hitung DJJ
selama 1 menit penuh.
n. Pemeriksaan pelvimetri (panggul)
Tulang panggul diperiksa pada awal kehamilan untuk
menentukan diameternya yang berguna untuk persalinan
pervaginam
o. Kaji kebersihan perineum
Inspeksi : Terdapat jamur
p. Kaji adanya perdarahan/pengeluaran pervaginam, hemoroid,
varises, lochea, luka parut, massa cairan
Inspeksi : adanya lesi, apakah ada varises pada vagina/vulva,
apakah ada keputihan, luka parut, ada masa
q. Edema

20
Palpasi : Edema pada ekstremitas bawah
r. Varises
Inspeksi: Adakah varises di daerah kaki atau belakang lutut
ibu
s. Reflex patella
Perkusi : Apabila reflex patella bernilai positif/baik maka
menunjukan sistem saraf di area ekstremitas bawah termasuk
baik, jika hasilnya negative kemungkinan ibu hamil
kekurangan vitamin B1 juga menunjukan adanya masalah
disyaraf tulang belakang.
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa yang dapat muncul adalah:
1. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan
2. Risiko infeksi oportunistik berhubungan dengan imunitas dapatan
yang tidak adekuat
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kehamilan
C. INTERVENSI KEPERAWATAN
Dx 1 : Ansietas berhubungan dengan efek penyakit (HIV/AIDS)
Tujuan : Klien mengetahui tentang HIV/AIDS serta penanganannya
Kriteria Hasil :
1) Tidak ada tanda-tanda ansietas (mis, gemetar, pucat, dan
wajah tegang)
2) Klien berpartisipasi dalam pengambilan keputusan mengenai
pengobatan dan perawatan dirinya
3) Mengidentifikasi dan menggunakan individu pendukung (mis,
pasangan, pemberi asuhan)
4) Mengungkapkan rasa penerimaan terhadap situasi

Intervensi :

1) Kaji pemahaman mengenai HIV/AIDS serta penanganannya

21
R : Membantu perawat merencanakan penyuluhan yang
disesuaikan dan memperbaiki konsep yang salah mengenai
infeksi HIV serta penanganannya
2) Kaji status emosi dan sistem dukungan
R : Mengetaui bagaimana klien menghadapi kehamilan ketika
mengidap HIV/AIDS dan apakah ibu memiliki sistem
dukungan yang adekuat atau tidak
3) Anjurkan klien penggunaan strategi untuk mengurangi stress
yang sebelumnya bermanfaat
R : Menghindari dampak negative stress pada sistem imun dan
mencegah perkembangan potensial penyakit
4) Menjelaskan tentang obat, dampak HIV/AIDS serta
penanganannya
R : Memberikan informasi pada klien sebagai bahan rujukan
5) Anjurkan klien untuk mematuhi jadwal kunjungan selama
kehamilan
R : Asuhan prenatal yang baik dan pengendalian infeksi
HIV/AIDS menurunkan resiko perburukan penyakit atau
gamgguan janin

Dx 2 : Risiko infeksi oportunistik berhubungan dengan imunitas


dapatan yang tidak adekuat

Tujuan : Mencegah terjadinya infeksi oportinistik pada ibu dengan


HIV/AIDS

Kriteria Hasil :

1) Klien terbebas dari infeksi


2) Melakukan tindakan untuk mengurangi risiko infeksi personal
3) Mengidentifikasi faktor yang memengaruhi kerentanan ibu
hamil terhadap infeksi
4) Mendemonstrasikan teknik cuci tangan yang benar

22
Intervensi :

1) Kaji adanya riwayat infeksi oportunistik


R: Menentukan kemungkinan perkembangan infeksi
oportunistik pada ibu selama kehamilan
2) Kaji adanya tanda dan gejala infeksi (mis, demam, menggigil,
dyspnea, kelemahan/keletihan, lesi pada mulut, diare, dysuria)
R : Infeksi oportunistik mungkin tidak dapat dicegah; akan
tetapi, identifikasi infeksi sejak dini memungkinkan
penanganan secepatnya dan prognosis yang lebih baik
3) Observasi tanda-tanda vital
R : Mengetahui keadaan umum klien
4) Jelaskan tentang obat, dampak HIV/AIDS apada kehamilan
dan janin, serta gejala komplikasi/infeksi oportunistik
R : Memberikan informasi kepada klien sebagai bahan rujukan
5) Anjurkan klien untuk melanjutkan terapi obat antiretrovirus
yang diprogramkan dengan rutin
R : Membantu mencegah replikasi retrovirus dan
perkembangan penyakit selanjutnya, dan juga menurunkan
risiko penularan HIV pada periode perinatal; akan tetapi,
jadwal obat harus dipatuhi dengan ketat untuk ke efektifan
obat dan mencegah resistensi obat.
Dx 3 : Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan
Tujuan : Klien dapat mempertahankan tingkat aktivitasnya
Kriteria Hasil: Mempertahankan tingkat aktivitas sesuai dengan
kemampuan yang biasa, dibuktikan dengan denyut jantung dan
tekanan darah yang normal selama beraktivitas, dan tidak ada
keletihan, kelemahan, serta sesak napas
Intervensi :
1) Kaji kemampuan klien untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari

23
R : Menentukan tingkat bantuan yang akan dibutuhkan klien
sehingga intervensi yang tepat dapat direncanakan
2) Observasi TTV
R : Mengetahui keadaan umum klien
3) Ajarkan cara menghemat energy
R : Memodifikasi dan mengatur aktivitas sepanjang hari
4) Jelaskan pada klien perlunya menyeimbangkan antara
aktivitas dan istirahat
R : Aktivitas berlebihan atau istirahat yang tidak cukup akan
meningkatkan keletihan, yang dapat mempercepat
perkembangan penyakit dan mengancam kesejahteraan janin
5) Anjurkan klien untuk menetapkan prioritas aktivitas, hentikan
tugas yang tidak penting
R : Menghemat energy dengan mengabaikan tugas yang tidak
penting, klien lebih cenderung mempunyai cukup energy
untuk menyelesaikan tugas yang penting bagi kesejahteraan
dirinya dan bayi. (Green dan Wilkinson, 2012)
D. IMPLEMENTASI
Setelah rencana keperawatan tersusun, selanjutnya diterapkan
tindakan yang nyata untuk mencapai hasil yang diharapkan berupa
berkurangnya atau hilangnya masalah ibu. Pada tahap implementasi
ini terdiri atas beberapa kegiatan, yaitu validasi rencana keperawatan,
menuliskan atau mendokumentasikan rencana keperawatan, serta
melanjutkan pengumpulan data.
Dalam implementasi keperawatan, tindakan harus cukup mendetail
dan jelas supaya semua tenaga keperawatan dapat menjalankannya
dengan baik dalam waktu yang telah ditentukan. Perawat dapat
melaksanakan langsung atau bekerja sama dengan para tenaga
pelaksana lainnya.

24
E. EVALUASI
Evaluasi keperawatan merupakan kegiatan akhir dari proses
keperawatan, dimana perawat menilai hasil yang diharapkan terhadap
perubahan dari ibu dan menilai sejauh mana masalah ibu dapat diatasi.
Disamping itu, perawat juga memberikan umpan balik atau
pengkajian ulang, seandainya tujuan yang ditetapkan belum tercapai,
maka dalam hal ini proses keperawatan dapat dimodifikasi (Mitayani,
2011).

25
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
HIV/AIDS dalam kehamilan adalah salah satu penyakit menular
seksual pada ibu hamil. Kehamilan dapat menyebabkan gejala klinis
HIV meningkat. Sementara Wanita hamil mengalami perkembangan
gejala HIV lebih cepat dari Wanita yang tidak hamil, tidak ada
perbedaan dalam seberapa cepat mereka terkena atau meninggal karena
AIDS.
Menurut (Kemenkes, 2015) Manifestasi klinis HIV adalah suatu
tanda dan gejala yang dialami oleh tubuh manusia akibat infeksi virus
HIV yang dibagi menjadi 3 tahap antara lain sebagai berikut: Tahap 1:
Periode Jendela, Tahap 2: Periode Laten, Tahap 3: Periode AIDS.

Penyebab kelainan imun HIV/AIDS adalah suatu agen viral yang


disebut hiv dari kelompok virus yang dikenal retrovirus yang disebut
Lympadenopathy associated virus (LAV) atau human T-Cell
Lymphotropic Virus (retrovirus). Retrovirus mengubah asam
rebonukleatnya (RNA) menjadi asam deoksiribunokleat (DNA) setelah
masuk kedalam sel pejamu (nuratif, 2016) HIV/AIDS dapat ditularkan
melalui cara cara berikut:

1. Melakukan hubungan seksual dengan seorang yang


terinfeksi HIV/AIDS
2. Tranfusi darah yang mengandung virus HIV/AIDS (darah
penderita HIV/AIDS)
3. Memakai alat suntik, akupuntur, tindik, tato, silet potong
rambut yang sudah dipakai orang yang terinfeksi HIV/AIDS
(tanpa proses strelilisasi alat)
4. Penularan dari ibu ke anak (hubungan prenatal)
5. Melalui air susu ibu (ASI)

26
DAFTAR PUSTAKA
Jenggawah, N., Pada, S., Berpikir, K., Dan, K., & Belajar, M. (2010). Digital
Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember Jember Digital
Jember Digital Repository Repository Universitas Universitas Jember. 68–74.

Valerian, C. M., Kemara, K. P., & Megadhana, I. W. (2011). Tatalaksana Infeksi


HIV Dalam Kehamilan. E-Jurnal Medika Udaya, 2, 1–14.

Reeder, J Sharon (2011). Keperawatan Maternitas Kesehatan Wanita, Bayi, &


Keluarga. Jakarta : EGG
Purwaningsih, Wahyu, Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta
Edisi 1. Jakarta. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI)
Nursalam, dkk. 2018. Asuhan Keperawatan Pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS:
Edisi 2. Jakarta : Salemba Medika.

27

Anda mungkin juga menyukai