DISUSUN OLEH:
KELOMPOK 4
NAMA NIM
ADELIA MEILANDA 181440101
HUSNA DAYANTI 181440118
KINTAN ALDHIA DENINTA 181440121
NURHADI 181440130
Dosen Pengampu :
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Maternitas yang berjudul Kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS.Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Erni Chaerani, MKM
selaku dosen mata kuliah Maternitas yang telah membantu kami baik secara moral maupun
materi. Kami menyadari, bahwa tugas makalah Kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS yang
kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun
penulisannya.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.
Penyusun
DAFTAR ISI
Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan...............................................................................................................
BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana Definisi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS…………………6
2.2 Bagaimana Etiologi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS………………...10
2.3 Bagaimana Manifestasi Klinis kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS……...12
2.4 Bagaimana Diagnosa kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS……………….13
2.5 Bagaimana Tata Laksana kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS…………...14
2.6 Bagaimana Patofisiologi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS……………18
2.7 Bagaimana Pathways kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS…………….....19
2.8 Bagaimana Komplikasi kehanilan dengan HIV/AIDS……………………….....20
2.9 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang kehamilan dengan komplikasi HIVAIDS...20
1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengertian dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
2. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami etiologi dari kehamilan dengan
komplikasi HIV/AIDS
3. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami klasifikasi dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
4. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS
5. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pathofisiologi dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathways dari kehamilan dengan
komplikasi HIV/AIDS
7. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS
8. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1.2 KLASIFIKASI
Penyebab penularan AIDS pada ibu dan bayi adalah cairan serviks vagian,cairan
amnion, jaringan plasenta dan air susu yang berasal dari ibu yang darahnya
terdapat virus HIV.
Cara penularannya secara:
1. Transmisi vertical
Melalui inutera, lewat plasenta dimana antigen HIV dapat di deteksi dalam
cairan amnion dan jarinanvetus yang terlihat dari terminasi kehamilan yang
berusia 15 minggu.
2. Transmisi horizontal
Transmisinya melalui air susu (purwaningsih,wahyu.2010).
Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu
faktor ibu, bayi atau anak, dan tindakan obstetrik.
1. Faktor Ibu
a. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi
sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya
jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
b. Jumlah Sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
c. Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti asam folat, vitamin D,
kalsium, zat besi, mineral selama hamil berdampak bagikesehatan ibu dan
janin akibatntya dapat meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit
infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke
bayi.
d. Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah
virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
e. Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI
sehingga tidak sarankan untuk memberikan ASI kepada bayinya dan bayi dapat
disarankan diberikan susu formula untuk asupan nutrisinya.
2. Faktor Bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
b. Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin
besar.
c. Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.
3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu
ke anak selama persalinan adalah
a. Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada persalinan melalui
bedah sesar (seksio sesaria).
b. Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke
anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
dengan darah dan lendir ibu.
c. Ketuban pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam.
d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpotensi melukai ibu
Fase awal biasanya berlangsung dari dua hingga empat minggu setelah tertular
virus HIV.Pada fase ini, ibu hamil mungkin mengalami tanda-tanda yang
meliputi demam, sakit kepala, kelelahan, muncul ruam, pembengkakan
kelenjar getah bening, serta sakit pada tenggorokan.
Karena gejala di atas begitu umum dan kerap mirip dengan indikasi penyakit
lain, ibu hamil sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter bila
mengalaminya. Meski gejala terasa ringan, jangan disepelekan demi
keselamatan Anda dan calon buah hati.
2. Fase lanjutan
Setelah fase awal di atas, tubuh akan bereaksi terhadap infeksi HIV yang
masuk. Reaksi tersebut akan memunculkan serangkaian tanda-tanda lain yang
dialami oleh ibu hamil yang positif HIV. Beberapa gejala fase lanjutan HIV
bisa berupa:
Batuk kering.
Demam yang sering kambuh.
Berkeringat di malam hari.
Kelelahan yang tidak wajar.
Penurunan berat badan yang terjadi dengan cepat. Padahal, ibu hamil
seharusnya mengalami kenaikan berat badan.
Pembengkakan kelenjar getah bening (lymphadenopathy), terutama di
ketiak, paha atau leher.
Diare yang tidak kunjung membaik dan berlangsung selama lebih dari
seminggu.
Bintik-bintik putih atau bercak yang abnormal di lidah, di dalam mulut,
atau di tenggorokan.
Pneumonia (infeksi di kantung udara paru-paru)
Bercak-bercak abnormal pada kulit atau di bawah kulit, dalam mulut,
hidung atau kelopak mata. Bercak ini bisa berwarna merah, coklat, merahh
muda, atau ungu.
Ibu hamil juga mungkin mengalami gangguan neurologis, seperti
kehilangan ingatan, serta penyakit mental seperti kondisi depresi.
2.3 MANIFESTASI
Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat
intervensi HIV. Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut,
keadaan asimptomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat.Manifestasi gejala
dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.Pertama merupakan tahap infeksi akut,
pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak spesifik.Tahap ini muncul 6 minggu pertama
setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan,
dan pembesaran kelenjar getah bening di leher.Kedua merupakan tahap asimptomatik,
pada tahap ini gejala dan keluhan hilang.Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga
beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi.Pada stadium ini terjadi perkembangan
jumlah virus disertai makin berkurangnya jumlah sel CD-4.Pada tahap ini aktivitas
penderita masih normal.Ketiga merupakan tahap simptomatis pada tahap ini gejala dan
keluhan lebih spesifik dengan gradasi sedang samapi berat.Berat badan menurun tetapi
tidak sampai 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada
sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran napas bagian atas namun
penderita dapat melakukan aktivitas meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di
tempat tidur meskipun kurang 12 jam per hari dalam bulan terakhir. Keempat
merupakan pasien dengan jumlah sel CD4 < 200 sel/ul merupakan pasien dikategorikan
pada tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi penurunan berat
badan lebih dari 10%, diare lebih dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui sebabnya lebih
dari satu bulan, kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru dan pneumonia
bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam dalam sehari selama
sebulan terakhir.
Hampir 90% kasus infeksi HIV pada anak disebabkan oleh transmisi
perinatal.Transmisi perinatal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen.Beberapa
penelitian melaporkan tingginya kasus terjadi akibat terpaparnya intrapartum terhadap
darah maternal seperti pada kasus episiotomi, laserasi vagina atau persalinan dengan
forsep, sekresi genital yang terinfeksi dan ASI.Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari
ibu ke anak dengan infeksi HIV mencapai 25 - 30%. Faktor lain yang meningkatkan
resiko transmisi ini, antara lain jenis HIV tipe 1, riwayat anak sebelumnya dengan infeksi
HIV, ibu dengan AIDS, lahir prematur, jumlah CD4 maternal rendah, viral load maternal
tinggi, korioamnionitis, persalinan pervaginam dan pasien HIV dengan koinfeksi.
Interpretasi kasus sering menjadi kendala karena pasien yang terinfeksi HIV adalah
karier asimptomatik dan mempunyai kondisi yang memungkinkan untuk memperburuk
kehamilannya.Kondisi tersebut termasuk ketergantungan obat, nutrisi buruk, akses
terbatas untuk perawatan prenatal, kemiskinan dan adanya penyakit menular seksual.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah bayi lahir prematur, premature rupture of
membran (PROM), berat bayi lahir rendah, anemia, restriksi pertumbuhan intrauterus,
kematian perinatal dan endometritis postpartum. Saat ini terdapat dua sistem klasifikasi
utama yang digunakan, yaitu : sistem klasifikasi menurut the U.S. Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), dan sistem klasifikasi stadium klinis dan penyakit
menurut organisasikesehatan dunia WHO
Hubungan seksual dengan Transfusi darah yang Tertusuk jarum bekas Ibu hamil
pasangan yang berganti-ganti, terinfeksi HIV penderita HIV menderita HIV
dengan yang terinfeksi HIV
Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus
Infeksi Oportunistik
Virus, salmonela,
Herpes zoster + Candidiasis Mucobakterium TB Kriptococus
clostridium,
Herper simpleks
candida
1. Biodata Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis.
2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.Respon imun sangat tertekan
pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.Pada lansia,
atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.Banyak penyakit
kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien.
Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan
kelainan hospes :
Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid,
globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein
liosing enteropati (peradangan usus)
4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian.Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
Serologis
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
- Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun
akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan.Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody
Human Immunodeficiency Virus(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk
darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu:
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV).ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
(HIV).Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency
Virus (HIV) disebut seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.
Nic :
Aktivit tolraice
Energy
converseration
1. Bantu klien untuk
Intoleransi aktivitas Self care: ADLs
mengidentifikasi aktivitas yang
Kreteria Hasil :
Definisi: ketidak mampu di lakukan
kecukupan energy berpartisipasi
2. Bantu pasien /keluarga untuk
psikologi atau fisiologi dalam aktivitas
2. mengintifikasi kekurangan
untuk melanjutkan atau fisik tanpa di sertai
dalam beraktivitas
menyelesaikan aktifitas peningkatan
3. Bantu pasien untuk
kehidupan sehari- hari tekanan
mengembangkan motvasi diri
yang harus atau yang darah,nadi,RR
dalam penguatan
di lakukan mampu melakukan
4. Bantu pasien untuk melakukan
akivitas sehari-hari
aktivitas yang di perlukan
secara mandiri
tanda –tanda vital
normal
energy psikomotor.
Level kelemahan.
Noc:
caregiver stressor
family coping
,disable
parental
role,conflict 1. Peningkatan koping
therapeutic regimen :membantu pasien beradaptasi
management dengan persepsistressor
Penurunan koping
ineffective perubahan atau ancaman yang
keluarga.
Kreteria Hasil : menggangu pemenuhan
Definisi :orang
keluarga tidak tuntutan dan peran hidup
terdekat anggota
mengalami 2. Dukungan emosi memberikan
keluarga atau sahabat).
penurunan koping penenangan ,penerimaan dan
Yang memberikan
keluarga dorongan selama proses steres
dukungan, rasa
3. hubungan pasien 3. Mobilitas keluarga
nyaman, bantuan, atau
pemberi kesehatan penggunaan kekuatan keluarga
motivasi tidak adekuat,
adekuat untuk mempengaruhi
tidak efektif, atau
kesejahteraan kesehatan pasien kearah yang
mengalamu penurunan
emosi pemberi positif
yang mungkin di
asuhan kesehatan 4. Dukungan keluarga
perlukan oleh klien
keluarga meningkatkan nilai,minat,dan
untuk mengelola atau koping keluarga tujuan keluarga
menguasai tugas tugas meningkat 5. Panduan system kesehatan
adaptif terkait masalah memfasilitasi local pasien dan
keperawatan. penggunaan pelayanan
kesehatan yang sesuai
NIC:
Immune status 1. Inspeksi kulit dan membrane
Knowledge: mukosa terhdapa kemerahan,
infection control panas, drainase.
Risk control 2. Instrusikan pasien untuk minum
Kriteria Hasil: antibiotic sesuai resep.
Klien bebas dari 3. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala tanda dan gejala infeksi
Resiko infeksi
Mendeskripsikan 4. Ajarakan cara menghindari
Definisi : mengalami proses penularan infeksi.
peningkatan resiko penyakit, factor
terserang organisme yang
patogenik. mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya
4.
BAB 4
PENUTUP
4.1 KESIMPULAN
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yangmenyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV).Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui
darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius
dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi
terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung
antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada
bayi.Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah
(transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB
menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1
bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV
ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist,
adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik
progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita,
retinitis cytomegalovirus.
4.2 SARAN
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu
hamil yang juga menderita HIV. Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan guna untuk penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA
Coll O, Suy A, Hernandez S, Pisa S, Lonca M, Thorne C, Borrell A. Prenatal Diagnosis in HIV-
Infected Women: A New Screening Program For Chromosomal Anomalies. American Journal of
Obstetricians and Gynecologists. 2006;194:192-8.