Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH GAGAL JANTUNG

DISUSUN OLEH:

KELOMPOK 4

NAMA NIM
ADELIA MEILANDA 181440101
HUSNA DAYANTI 181440118
KINTAN ALDHIA DENINTA 181440121
NURHADI 181440130

Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah II

Dosen Pengampu :

PROGRAM PRODI DIII KEPERAWATAN


POLTEKKES KEMENKES PANGKALPINANG
TAHUN AKADEMIK 2019/2020
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan inayah-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan tugas mata kuliah Maternitas yang berjudul Kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS.Terima kasih saya ucapkan kepada Ibu Erni Chaerani, MKM
selaku dosen mata kuliah Maternitas yang telah membantu kami baik secara moral maupun
materi. Kami menyadari, bahwa tugas makalah Kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS yang
kami buat ini masih jauh dari kata sempurna baik segi penyusunan, bahasa, maupun
penulisannya.Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari
semua pembaca guna menjadi acuan agar penulis bisa menjadi lebih baik lagi di masa
mendatang.

Pangkalpinang, 15 Januari 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

Kata Pengantar...................................................................................................... i
Daftar Isi................................................................................................................ ii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan...............................................................................................................

BAB 2 PEMBAHASAN
2.1 Bagaimana Definisi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS…………………6
2.2 Bagaimana Etiologi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS………………...10
2.3 Bagaimana Manifestasi Klinis kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS……...12
2.4 Bagaimana Diagnosa kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS……………….13
2.5 Bagaimana Tata Laksana kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS…………...14
2.6 Bagaimana Patofisiologi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS……………18
2.7 Bagaimana Pathways kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS…………….....19
2.8 Bagaimana Komplikasi kehanilan dengan HIV/AIDS……………………….....20
2.9 Bagaimana Pemeriksaan Penunjang kehamilan dengan komplikasi HIVAIDS...20

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………...21


BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan………………………………………………………………………..30
4.2 Saran………………………………………………………………………………30
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Human Immunodeficiency Virus (HIV) adalah retrovirus RNA yang dapat menyebabkan
penyakit klinis, yang kita kenal sebagai Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS).
Transmisi dari ibu ke anak merupakan sumber utama penularan infeksi HIV pada
anak.Peningkatan transmisi dapat diukur dari status klinis, imunologis dan virologis
maternal.Menurut beberapa penelitian, kehamilan dapat meningkatkan progresi
imunosupresi dan penyakit maternal.Ibu hamil yang terinfeksi HIV juga dapat
meningkatkan resiko komplikasi pada kehamilan. Pada tahun 2001, United Nations
General Assembly Special Session untuk HIV/AIDS berkomitmen untuk menurunkan
50% proporsi infeksi HIV pada bayi dan anak pada tahun 2010. Program tersebut
termasuk intervensi yang berfokus pada pencegahan primer infeksi HIV pada wanita dan
pasangannya, pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan pada wanita infeksi HIV,
pencegahan transmisi dari ibu ke anak, pengobatan, perawatan serta bantuan bagi wanita
yang hidup dengan HIV/AIDS, anak dan keluarga mereka. Oleh karena itu, untuk
memberantas transmisi vertical HIV yang terus meningkat diperlukan penatalaksanaan
yang tepat pada ibu dan bayi selama masa antepartum, intrapartum dan
postpartum.Sejumlah infeksi virus HIV terdiagnosis baru di tahun 2000 merupakan yang
tertinggi sejak pelaporan di mulai dan jumlah infeksi yang di dapat baru adalah melalui
hubungan seksual heteroseksual.Kira- kira 30.000orang hidup dengan HIV di inggris,
sepertiganya tidak terdiagnosis.Bagi ibu positif HIV, kehamilan dan kelahiran bayi biasa
merupakan kejadian yang sangat emosional. Ibu akan merasa sangat waspada terhdapa
penyakitnya yang serius dan kemungkinan bayinya akan di lahirkan postif HIV.
Penularan intrauterine dapat terjadi selama kehamilan, kelahiran, atau menyusui. Di
perkirakan bahwa ibuyang baru saja terinfeksi, atau ibu yang menderita sindrom
imnunodefisiensi didapat (AIDS) lebih besar kemungkinnya mendapat bayi yang
terinfeksi (AVERT,2003). Ibu positif HIV memerlukan asuhan sensitive dari semua staf,
bimbingan, dan waktu khusus untuk bicara. Ibu mungkin meminta kamar samping tetapi
banyak ibu lain ingin bersama orang tua lainnya dan tidak di pisahkan.

1.2 RUMUSAN MASALAH


1. Bagaimana Definisi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
2. Bagaimana Etiologi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
3. Bagaimana Manifestasi Klinis kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
4. Bagaimana Diagnosa kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
5. Bagaimana Tata Laksana kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
6. Bagaimana Patofisiologi kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
7. Bagaimana Pathways kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
8. Bagaimana Pemeriksaan Penunjang kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?
9. Bagaimana Asuhan Keperawatan kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS?

1.3 TUJUAN
1. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pengertian dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
2. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami etiologi dari kehamilan dengan
komplikasi HIV/AIDS
3. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami klasifikasi dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
4. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami manifestasi klinis dari
kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS
5. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pathofisiologi dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
6. Mahasiswa dapat mengetahui dan memahami pathways dari kehamilan dengan
komplikasi HIV/AIDS
7. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami pemeriksaan penunjang dari
kehamilan dengan komplikasi HIV/AIDS
8. Mahasiswa diharapkan dapat mengetahui dan memahami penatalaksanaan dari kehamilan
dengan komplikasi HIV/AIDS
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1.1 DEFINISI KEHAMILAN DENGAN KOMPLIKASI HIV/HAID

Human Immunodeficiency Virus (HIV) merupakan sebuah retrovirus yang memiliki


genus lentivirus yang menginfeksi, merusak, atau menggangu fungsi sel sistem
kekebalan tubuh manusia sehingga menyebabkan sistem pertahanan tubuh manusia
tersebut menjadi melemah. Virus HIV menyebar melalui cairan tubuh dan memiliki
cara khas dalam menginfeksi sistem kekebalan tubuh manusia terutama sel Cluster of
Differentiation 4 (CD4) atau sel-T. HIV menyerang sel-sel sistem kekebalan tubuh
manusia terutama sel-T CD4+ dan makrofag yang merupakan sistem imunitas seluler
tubuh.11, 12 Infeksi dari virus ini akan menyebabkan kerusakan secara progresif dari
sistem kekebalan tubuh, menyebabkan defisiensi imun sehingga tubuh tidak mampu
melawan infeksi dan penyakit. Seiring dengan berjalannya waktu, HIV dapat
merusak banyal sel CD4 sehingga kekebalan tubuh semakin menurun dan tidak dapat
melawan infeksi dan penyakit sama sekali, infeksi ini akan berkembang menjadi
Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS). AIDS merupakan tahap infeksi yang
terjadi akibat menurunnya kekebalan tubuh akibat infeksi oleh virus HIV.AIDS
merupakan stadium ketika sistem imun penderita jelek dan penderita menjadi rentan
terhadap infeksi dan kanker terkait infeksi yang disebut infeksi oportunistik.12, 14
Infeksi oportunistik adalah infeksi yang terjadi akibat sistem kekebalan tubuh yang
menurun dan dapat terjadi penyakit yang lebih berat dibandingkan pada orang yang
sehat. Seseorang dapat didiagnosis AIDS apabila jumlah sel CD4 turun di < 200
sel/mm3 darah, selain itu seseorang dapat terdiagnosis dengan AIDS jika menderita
lebih dari satu infeksi oportunistik atau kanker yang berhubungan dengan HIV dan
perlu waktu 10-15 tahun bagi orang yang sudah terinfeksi HIV untuk berkembang
menjadi AIDS.Transmisi dari ibu ke anak merupakan sumber utama penularan
infeksi HIV pada anak dengan frekuensi mencapai 25-30%. Hal ini terjadi akibat
terpaparnya intrapartum terhadap darah maternal, sekresi saluran genital yang
terinfeksi dan ASI.Kombinasi terapi ARV yang tepat dan persalinan dengan elektif
seksio caesarean terbukti dapat menurunkan prevalensi transmisi infeksi HIV dari
ibu ke anak dan mencegah komplikasi obstetrik secara signifikan. Konseling dan
follow up dengan dokter spesialis dari awal kehamilan sampai persalinan juga sangat
dianjurkan.

2.1.2 KLASIFIKASI

Klasifikasi HIV menggunakan beberapa sistem klasifikasi, klasifikasi berdasarkan


Centers for Disease Control and Prevention (CDC) jarang digunakan dalam
pengelolaan rutin pasien HIV secara klinis, sistem CDC lebih sering digunakan
dalam penelitian klinis dan epidemiologi. CDC mengklasifikasikan HIV/AIDS yaitu
dengan melihat jumlah kekebalan tubuh yang dialami pasien serta stadium
klinis.Jumlah kekebalan tubuh ditunjukan oleh limfosit T Helper.Tahap klinis
dikategorikan menjadi 1 sampai 4, mengikuti perkembangan infeksi HIV primer
menjadi HIV tahap lanjut/AIDS.Tahap – tahap ini ditentukan oleh kondisi klinis atau
gejala tertentu.Untuk tujuan dari sistem klasifikasi WHO, remaja dan orang dewasa
didefinisikan sebagai individu yang berusia > 15 tahun.

2.1.3 CARA PENULARAN VIRUS HIV


Secara umum, HIV dapat ditularkan melalui 3 cara yakni:
a. Melalui hubungan seksual.
Merupakan jalur utama penularan HIV/AIDS yang paling umum ditemukan.Virus
dapat ditularkan dari seseorang yang sudah terkena HIV kepada mitra seksualnya
(pria ke wanita, wanita ke pria, pria ke pria) melalui hubungan seksual tanpa
pengaman (kondom).
b. Parenteral (produk darah)
Penularan dapat terjadi melalui transfusi darah atau produk darah, atau
penggunaan alat – alat yang sudah dikotori darah seperti jarum suntik, jarum tato,
tindik, dan sebagainya.
c. Perinatal
Lebih dari 90% anak yang terinfeksi HIV didapat dari ibunya, penularan melalui
ibu kepada anaknya.Transmisi vertikal dapat terjadi secara transplasental,
antepartum, maupun postpartum.Mekanisme transmisi intauterin diperkirakan
melalui plasenta.Hal ini dimungkinkan karena adanya limfosit yang terinfeksi
masuk kedalam plasenta. Transmisi intrapartum terjadi akibat adanya lesi pada
kulit atau mukosa bayi atau tertelannya darah ibu selama proses kelahiran.
Beberapa faktor resiko infeksi antepartum adalah ketuban pecah dini, lahir per
vaginam. Transmisi postpartum dapat juga melalui ASI yakni pada usia bayi
menyusui, pola pemberian ASI, kesehatan payudara ibu, dan adanya lesi pada
mulut bayi. Seorang bayi yang baru lahir akan membawa antibodi ibunya,
begitupun kemungkinan positif dan negatifnya bayi tertular HIV adalah
tergantung dari seberapa parah tahapan perkembangan AIDS pada diri sang ibu.

Penyebab penularan AIDS pada ibu dan bayi adalah cairan serviks vagian,cairan
amnion, jaringan plasenta dan air susu yang berasal dari ibu yang darahnya
terdapat virus HIV.
Cara penularannya secara:
1. Transmisi vertical
Melalui inutera, lewat plasenta dimana antigen HIV dapat di deteksi dalam
cairan amnion dan jarinanvetus yang terlihat dari terminasi kehamilan yang
berusia 15 minggu.
2. Transmisi horizontal
Transmisinya melalui air susu (purwaningsih,wahyu.2010).

2.1.4 FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENULARAN HIV PADA


KEHAMILAN

Ada tiga faktor utama yang berpengaruh pada penularan HIV dari ibu ke anak, yaitu
faktor ibu, bayi atau anak, dan tindakan obstetrik.
1. Faktor Ibu
a. Jumlah virus (viral load)
Jumlah virus HIV dalam darah ibu saat menjelang atau saat persalinan dan
jumlah virus dalam air susu ibu ketika ibu menyusui bayinya sangat
mempengaruhi penularan HIV dari ibu ke anak. Risiko penularan HIV menjadi
sangat kecil jika kadar HIV rendah (kurang dari 1.000 kopi/ml) dan sebaliknya
jika kadar HIV di atas 100.000 kopi/ml.
b. Jumlah Sel CD4
Ibu dengan jumlah sel CD4 rendah lebih berisiko menularkan HIV ke bayinya.
Semakin rendah jumlah sel CD4 risiko penularan HIV semakin besar.
c. Status gizi selama hamil
Berat badan rendah serta kekurangan asupan seperti asam folat, vitamin D,
kalsium, zat besi, mineral selama hamil berdampak bagikesehatan ibu dan
janin akibatntya dapat meningkatkan risiko ibu untuk menderita penyakit
infeksi yang dapat meningkatkan jumlah virus dan risiko penularan HIV ke
bayi.
d. Penyakit infeksi selama hamil
Penyakit infeksi seperti sifilis, infeksi menular seksual,infeksi saluran
reproduksi lainnya, malaria,dan tuberkulosis, berisiko meningkatkan jumlah
virus dan risiko penularan HIV ke bayi.
e. Gangguan pada payudara
Gangguan pada payudara ibu dan penyakit lain, seperti mastitis, abses, dan
luka di puting payudara dapat meningkatkan risiko penularan HIV melalui ASI
sehingga tidak sarankan untuk memberikan ASI kepada bayinya dan bayi dapat
disarankan diberikan susu formula untuk asupan nutrisinya.

2. Faktor Bayi
a. Usia kehamilan dan berat badan bayi saat lahir
Bayi lahir prematur dengan berat badan lahir rendah (BBLR) lebih rentan
tertular HIV karena sistem organ dan sistem kekebalan tubuhnya belum
berkembang dengan baik.
b. Periode pemberian ASI
Semakin lama ibu menyusui, risiko penularan HIV ke bayi akan semakin
besar.
c. Adanya luka dimulut bayi
Bayi dengan luka di mulutnya lebih berisiko tertular HIV ketika diberikan ASI.

3. Faktor obstetrik
Pada saat persalinan, bayi terpapar darah dan lendir ibu di jalan lahir.
Faktor obstetrik yang dapat meningkatkan risiko penularan HIV dari ibu
ke anak selama persalinan adalah
a. Jenis persalinan
Risiko penularan persalinan per vagina lebih besar daripada persalinan melalui
bedah sesar (seksio sesaria).
b. Lama persalinan
Semakin lama proses persalinan berlangsung, risiko penularan HIV dari ibu ke
anak semakin tinggi, karena semakin lama terjadinya kontak antara bayi
dengan darah dan lendir ibu.
c. Ketuban pecah lebih dari 4 Jam sebelum persalinan meningkatkan risiko
penularan hingga dua kali lipat dibandingkan jika ketuban pecah kurang dari 4
jam.
d. Tindakan episiotomi, ekstraksi vakum dan forceps meningkatkan risiko
penularan HIV karena berpotensi melukai ibu

2.2 ETIOLOGI KEHAMILAN DENGAN KOMPLIKASI HIV/HAID


Beberapa ibu hamil mungkin tidak menyadari tanda-tanda HIV pada
dirinya.Pasalnya, gejala penyakit ini mungkin saja berbeda pada tiap
penderita.Walau begitu, tetap ada gejala umum yang sebaiknya dicat at oleh para
wanita yang sedang hamil.
1. Fase awal

Fase awal biasanya berlangsung dari dua hingga empat minggu setelah tertular
virus HIV.Pada fase ini, ibu hamil mungkin mengalami tanda-tanda yang
meliputi demam, sakit kepala, kelelahan, muncul ruam, pembengkakan
kelenjar getah bening, serta sakit pada tenggorokan.

Karena gejala di atas begitu umum dan kerap mirip dengan indikasi penyakit
lain, ibu hamil sangat disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter bila
mengalaminya. Meski gejala terasa ringan, jangan disepelekan demi
keselamatan Anda dan calon buah hati.

2. Fase lanjutan

Setelah fase awal di atas, tubuh akan bereaksi terhadap infeksi HIV yang
masuk. Reaksi tersebut akan memunculkan serangkaian tanda-tanda lain yang
dialami oleh ibu hamil yang positif HIV. Beberapa gejala fase lanjutan HIV
bisa berupa:

 Batuk kering.
 Demam yang sering kambuh.
 Berkeringat di malam hari.
 Kelelahan yang tidak wajar.
 Penurunan berat badan yang terjadi dengan cepat. Padahal, ibu hamil
seharusnya mengalami kenaikan berat badan.
 Pembengkakan kelenjar getah bening (lymphadenopathy), terutama di
ketiak, paha atau leher.
 Diare yang tidak kunjung membaik dan berlangsung selama lebih dari
seminggu.
 Bintik-bintik putih atau bercak yang abnormal di lidah, di dalam mulut,
atau di tenggorokan.
 Pneumonia (infeksi di kantung udara paru-paru)
 Bercak-bercak abnormal pada kulit atau di bawah kulit, dalam mulut,
hidung atau kelopak mata. Bercak ini bisa berwarna merah, coklat, merahh
muda, atau ungu.
 Ibu hamil juga mungkin mengalami gangguan neurologis, seperti
kehilangan ingatan, serta penyakit mental seperti kondisi depresi.

Kembali digarisbawahi, bahwa tanda-tanda di atas dapat pula menjadi gejala


gangguan kesehatan lain. Segera temui dan berkonsultasi dengan dokter guna
memastikan penyebab di balik kondisi yang Anda alami.Dengan ini, deteksi
dan penanganan dini pun bisa dilakukan.

2.3 MANIFESTASI

Manifestasi klinis infeksi HIV merupakan gejala dan tanda pada tubuh host akibat
intervensi HIV. Manifestasi ini dapat merupakan gejala dan tanda infeksi virus akut,
keadaan asimptomatis berkepanjangan, hingga manifestasi AIDS berat.Manifestasi gejala
dan tanda dari HIV dapat dibagi menjadi 4 tahap.Pertama merupakan tahap infeksi akut,
pada tahap ini muncul gejala tetapi tidak spesifik.Tahap ini muncul 6 minggu pertama
setelah paparan HIV dapat berupa demam, rasa letih, nyeri otot dan sendi, nyeri telan,
dan pembesaran kelenjar getah bening di leher.Kedua merupakan tahap asimptomatik,
pada tahap ini gejala dan keluhan hilang.Tahap ini berlangsung 6 minggu hingga
beberapa bulan bahkan tahun setelah infeksi.Pada stadium ini terjadi perkembangan
jumlah virus disertai makin berkurangnya jumlah sel CD-4.Pada tahap ini aktivitas
penderita masih normal.Ketiga merupakan tahap simptomatis pada tahap ini gejala dan
keluhan lebih spesifik dengan gradasi sedang samapi berat.Berat badan menurun tetapi
tidak sampai 10%, pada selaput mulut terjadi sariawan berulang, terjadi peradangan pada
sudut mulut, dapat juga ditemukan infeksi bakteri pada saluran napas bagian atas namun
penderita dapat melakukan aktivitas meskipun terganggu. Penderita lebih banyak di
tempat tidur meskipun kurang 12 jam per hari dalam bulan terakhir. Keempat
merupakan pasien dengan jumlah sel CD4 < 200 sel/ul merupakan pasien dikategorikan
pada tahap yang lebih lanjut atau tahap AIDS. Pada tahap ini terjadi penurunan berat
badan lebih dari 10%, diare lebih dari 1 bulan, panas yang tidak diketahui sebabnya lebih
dari satu bulan, kandidiasis oral, oral hairy leukoplakia, tuberkulosis paru dan pneumonia
bakteri. Penderita berbaring di tempat tidur lebih dari 12 jam dalam sehari selama
sebulan terakhir.
Hampir 90% kasus infeksi HIV pada anak disebabkan oleh transmisi
perinatal.Transmisi perinatal bisa terjadi akibat penyebaran hematogen.Beberapa
penelitian melaporkan tingginya kasus terjadi akibat terpaparnya intrapartum terhadap
darah maternal seperti pada kasus episiotomi, laserasi vagina atau persalinan dengan
forsep, sekresi genital yang terinfeksi dan ASI.Frekuensi rata-rata transmisi vertikal dari
ibu ke anak dengan infeksi HIV mencapai 25 - 30%. Faktor lain yang meningkatkan
resiko transmisi ini, antara lain jenis HIV tipe 1, riwayat anak sebelumnya dengan infeksi
HIV, ibu dengan AIDS, lahir prematur, jumlah CD4 maternal rendah, viral load maternal
tinggi, korioamnionitis, persalinan pervaginam dan pasien HIV dengan koinfeksi.
Interpretasi kasus sering menjadi kendala karena pasien yang terinfeksi HIV adalah
karier asimptomatik dan mempunyai kondisi yang memungkinkan untuk memperburuk
kehamilannya.Kondisi tersebut termasuk ketergantungan obat, nutrisi buruk, akses
terbatas untuk perawatan prenatal, kemiskinan dan adanya penyakit menular seksual.
Komplikasi yang mungkin terjadi adalah bayi lahir prematur, premature rupture of
membran (PROM), berat bayi lahir rendah, anemia, restriksi pertumbuhan intrauterus,
kematian perinatal dan endometritis postpartum. Saat ini terdapat dua sistem klasifikasi
utama yang digunakan, yaitu : sistem klasifikasi menurut the U.S. Centers for Disease
Control and Prevention (CDC), dan sistem klasifikasi stadium klinis dan penyakit
menurut organisasikesehatan dunia WHO

2.4 DIAGNOSIS KEHAMILAN DENGAN KOMPLIKASI HIV/AIDS

Langkah pertama untuk mendiagnosis HIV/AIDS adalah anamnesis secara keseluruhan


kemudian dilakukan pemeriksaan diagnostik infeksi HIV dapat dilakukan secara virologis
(mendeteksi antigen DNA atau RNA) dan serologis (mendeteksi antibodi HIV) pada
spesimen darah.Pemeriksaan diagnostik infeksi HIV yang dilakukan di Indonesia
umumnya adalah pemeriksaan serologis menggunakan tes cepat (Rapid Test HIV) atau
ELISA.Pemeriksaan diagnostic tersebut dilakukan secara serial dengan menggunakan tiga
reagen HIV yang berbeda dalam hal preparasi antigen, prinsip tes, dan jenis antigen, yang
memenuhi kriteria sensitivitas dan spesifitas.Diagnosis infeksi HIV dapat dikonfirmasi
melalui kultur virus langsung dari limfosit dan monosit darah tepi. Diagnosis juga dapat
ditentukan oleh deteksi antigen virus dengan polymerase chain reaction (PCR).Terlihat
penurunan jumlah CD4, ratio CD4 dan CD8 terbalik dan level serum imunoglobulin
meningkat pada HIV positif. Enzyme linked immunosorbent assay (ELISA) merupakan
tes skrining HIV yang paling sering digunakan unruk mengidentifikasi antibodi spesifik
virus, baik HIV tipe 1 maupun HIV tipe 2. Tes ini harus dikonfirmasi dengan Western
blot assay atau immunoflourescent antibody assay (IFA), untuk mendeteksi antigen
spesifik virus yaitu p24, gp120/160 dan gp41. American Congress of Obstetrics and
Gynecology (ACOG) merekomendasikan wanita berumur 19-64 tahun untuk melakukan
skrining HIV secara rutin, khususnya wanita yang beresiko tinggi diluar umur tersebut.
Pada kunjungan prenatal pertama, ibu hamil harus melakukan skrining untuk infeksi
HIV.Apabila ibu menolak untuk melakukan tes, hal tersebut harus dicantumkan kedalam
rekam medisnya dan skrining bisa dilakukan lagi sebelum umur kehamilan 28
minggu.Apabila hasil tes negatif tetapi dokter memutuskan bahwa ibu adalah resiko tinggi
terinfeksi HIV, tes bisa diulang kembali pada trimester ketiga.

2.5 TATALAKSANA INFEKSI HIV DALAM KEHAMILAN


2..5.1 Tata Laksana Prenatal
Sebelum konsepsi, wanita yang terinfeksi sebaiknya melakukan konseling dengan
dokter spesialis. Program ini membantu pasien dalam menentukan terapi yang optimal
dan penanganan obstetrik, seperti toksisitas ARV yang mungkin terjadi, diagnosis
prenatal untuk kelainan kongenital (malformasi atau kelainan kromosomal) dan
menentukan cara persalinan yang boleh dilakukan.7,8 Wanita yang terinfeksi
disarankan untuk melakukan servikal sitologi rutin, menggunakan kondom saat
berhubungan seksual, atau menunggu konsepsi sampai plasma viremia telah ditekan.
Profilaksis terhadap PCP tidak diperlukan, tetapi infeksi oportunistik yang terjadi harus
tetap diobati.Status awal yang harus dinilai pada ibu hamil dengan infeksi HIV adalah
riwayat penyakit HIV berdasarkan status klinis, imunologis (jumlah CD4 <400/ml) dan
virologis (viral load tinggi).Riwayat pengobatan, operasi, sosial, ginekologi dan
obstetrik sebelumnya harus dilakukan pada kunjungan prenatal pertama. Pemeriksaan
fisik lengkap penting untuk membedakan proses penyakit HIV dengan perubahan fisik
normal pada kehamilan.

2.5.2 Tata Laksana Komplikasi Obstetri


Wanita dengan HIV positif yang menjadi lemah mendadak pada masa kehamilannya,
harus segera dievaluasi oleh tim multidisiplin (dokter obstetrik, pediatrik dan
penyakit dalam) untuk mencegah kegagalan diagnostik.Komplikasi yang
berhubungan dengan HIV sebaiknya dianggap sebagai penyebab dari penyakit akut
pada ibu hamil dengan status HIV tidak diketahui.Pada keadaan ini, tes diagnostik
HIV harus segera dikerjakan.HAART dapat meningkatkan resiko lahir prematur.Oleh
sebab itu, pemilihan dan penggunaan terapi ARV yang tepat berperan penting dalam
hal ini.Wanita yang terancam lahir prematur baik dengan atau tanpa PROM harus
melakukan skrining infeksi, khususnya infeksi genital sebelum persalinan. Bayi
prematur <32 minggu tidak dapat mentoleransi medikasi oral, sehingga pemberian
terapi ARV pada ibu sesudah dan saat persalinan akan memberikan profilaksis pada
janinnya. Apabila bayi lahir prematur dengan PROM terjadi pada umur kehamilan
>34 minggu, persalinan harus dipercepat.Augmentation dapat dipertimbangkan jika
viral load <50 kopi/mL dan tidak ada kontraindikasi obstetrik.Pertimbangan tersebut
termasuk pemberian antibiotik intravena spektrum luas, jika pasien terbukti ada
infeksi genital atau korioamnionitis. Lain halnya pada umur kehamilan <34 minggu,
penatalaksanaannya sama tetapi obat antibiotik oral yang diberikan adalah
eritromisin.7 Semua ibu hamil, baik yang terinfeksi HIV maupun tidak sangat
memungkinkan untuk menderita anemia. Untuk itu pemeriksaan darah lengkap wajib
dikerjakan.

2.5.3 Tata Laksana Persalinan


Cara persalinan harus ditentukan sebelum umur kehamilan 38 minggu untuk
meminimalkan terjadinya komplikasi persalinan.Sampel plasma viral load dan jumlah
CD4 harus diambil pada saat persalinan.Pasien dengan HAART harus mendapatkan
obatnya sebelum persalinan, jika diindikasikan, sesudah persalinan.Semua ibu hamil
dengan HIV positif disarankan untuk melakukan persalinan dengan seksio sesaria.
Infus ZDV diberikan secara intravena selama persalinan elektif seksio sesaria dengan
dosis 2 mg/kg selama 1 jam, diikuti dengan 1 mg/kg sepanjang proses kelahiran. Pada
persalinan ini, infus ZDV dimulai 4 jam sebelumnya dan dilanjutkan sampai tali
pusar sudah terjepit. National Guidelines menyarankan pemberian antibiotik
peripartum pada saat persalinan untuk mencegah terjadinya infeksi.Ruangan operasi
juga harus dibuat senyaman mungkin untuk mencegah PROM sampai kepala
dilahirkan melalui operasi insisi. Kelompok meta-analisis Internasional Perinatal
HIV, menemukan bahwa resiko transmisi vertikal meningkat 2% setiap penambahan
1 jam durasi PROM. Jika persalinan sesaria dikerjakan setelah terjadi PROM,
keuntungan operasi jelas tidak ada.Pada kasus ini, pemilihan jalan lahir harus
disesuaikan secara individu.Oleh karena itu, usahakan agar membran tetap intak
selama mungkin.Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh ACOG pada tahun
2000, pasien HAART dengan viral load >1000 kopi/mL, harus konseling berkenaan
dengan keuntungan yang didapat dari persalinan dengan elektif seksio sesaria dalam
menurunkan resiko transmisi vertikal pada perinatal.Persalinan pervaginama yang
direncanakan hanya boleh dilakukan oleh wanita yang mengkonsumsi HAART
dengan viral load <50 kopi/mL. Jika pasien ini tidak ingin melakukan persalinan
lewat vagina, seksio sesaria harus dijadwalkan pada umur kehamilan 39+ minggu,
untuk meminimalkan resiko transient tachypnea of the newborn (TTN). Prosedur
invasif seperti pengambilan sampel darah fetal dan penggunaan eletrode kulit kepala
fetal merupakan kontraindikasi. Pada persalinan pervaginam, amniotomi harus
dihindari, tetapi tidak jika proses kelahiran kala memanjang. Jika terdapat indikasi
alat bantu persalinan, forsep dengan kavitas rendah lebih disarankan untuk janin
karena insiden trauma fetal lebih kecil.

2.5.4 Tata Laksana Posnatal


Setelah melahirkan, ibu sebaiknya menghindari kontak langsung dengan bayi. Dosis
terapi antibiotik profilaksis, ARV dan imunosuportif harus diperiksa kembali.
Indikasi penggunaan infus ZDV adalah kombinasi single dose NVP 200 mg dengan
3TC 150 mg tiap 12 jam, dan dilanjutkan ZDV/3TC kurang lebih selama 7 hari
pospartum untuk mencegah resistensi NVP. Imunisasi MMR dan varicella zoster juga
diindikasikan, jika jumlah limfosit CD4 diatas 200 dan 400.Ibu disarankan untuk
menggunakan kontrasepsi pada saat berhubungan seksual.Secara teori, ASI dapat
membawa HIV dan dapat meningkatkan transmisi perinatal.Oleh karena itu, WHO
tidak merekomendasikan pemberian ASI pada ibu dengan HIV positif, meskipun
mereka mendapatkan terapi ARV. Saran suportif mengenai susu formula pada bayi
sangat diperlukan untuk mencegah gizi buruk pada bayi. Menurut penelitian yang
dilakukan di Eropa, semua wanita dengan HIV positif direkomendasikan untuk
mengkonsumsi kabergolin 1 mg oral dalam 24 jam setelah melahirkan, untuk
menekan laktasi.

2.5.5 Tata Laksana Neonatus


Semua bayi harus diterapi dengan ARV <4jam setelah lahir.Kebanyakan bati
diberikan monoterapi ZDV 2x sehari selama 4 minggu.Jika ibu resisten terhadap
ZDV, obat alternatif bisa diberikan pada kasus bayi lahir dari ibu HIV positif tanpa
indikasi terapi ARV.Tetapi untuk bayi beresiko tinggi terinfeksi HIV, seperti anak
lahir dari ibu yang tidak diobati atau ibu dengan plasma viremia >50 kopi/mL,
HAART tetap menjadi pilihan utama.Pemberian antibiotik profilaksis, cotrimoxazole
terhadap PCP wajib dilakukan. Tes IgA dan IgM, kultur darah langsung dan deteksi
antigen PCR merupakan serangkaian tes yang harus dijalankan oleh bayi pada umur 1
hari, 6 minggu dan 12 minggu. Jika semua tes ini negatif dan bayi tidak mendapat
ASI, orang tua dapat menyatakan bahwa bayi mereka tidak terinfeksi HIV.
Konfirmasi HIV bisa dilakukan lagi saat bayi berumur 18 sampai 24 bulan
2.6 PATOFISIOLOGI
HIV masuk kedalam darah dan mendekati sel T–helper dengan melekatkan dirinya pada
protein CD4. Sekali ia berada di dalam, materi viral (jumlah virus dalam tubuh penderita)
turunan yang disebut RNA (ribonucleic acid) berubah menjadi viral DNA
(deoxyribonucleic acid) dengan suatu enzim yang disebut reverse transcriptase. Viral
DNA tersebut menjadi bagian dari DNA manusia, yang mana, daripada menghasilkan
lebih banyak sel jenisnya, benda tersebut mulai menghasilkan virus–virus HI.Enzim
lainnya, protease, mengatur viral kimia untuk membentuk virus–virus yang baru. Virus–
virus baru tersebut keluar dari sel tubuh dan bergerak bebas dalam aliran darah, dan
berhasil menulari lebih banyak sel. Ini adalah sebuah proses yang sedikit demi sedikit
dimana akhirnya merusak sistem kekebalan tubuh dan meninggalkan tubuh menjadi
mudah diserang oleh infeksi dan penyakit–penyakit yang lain. Dibutuhkan waktu untuk
menularkan virus tersebut dari orang ke orang.Respons tubuh secara alamiah terhadap
suatu infeksi adalah untuk melawan sel–sel yang terinfeksi dan menggantikan sel–sel
yang telah hilang.Respons tersebut mendorong virus untuk menghasilkan kembali
dirinya.Jumlah normal dari sel–sel CD4+T pada seseorang yang sehat adalah 800–1200
sel/ml kubik darah.Ketika seorang pengidap HIV yang sel–sel CD4+ T–nya terhitung
dibawah 200, dia menjadi semakin mudah diserang oleh infeksi–infeksi
oportunistik.Infeksi–infeksi oportunistik adalah infeksi–infeksi yang timbul ketika
system kekebalan tubuh tertekan.Pada seseorang dengn system kekebalan yang sehat.
Infeksi infeksi tersebut tidak biasanya mengancam hidup mereka tetapi bagi seorang
pengindap HIV hal tersebut dapat teradi fatal (purwaningsih, wahyu.2010)
2.7 PATHWAY

Hubungan seksual dengan Transfusi darah yang Tertusuk jarum bekas Ibu hamil
pasangan yang berganti-ganti, terinfeksi HIV penderita HIV menderita HIV
dengan yang terinfeksi HIV

Virus masuk dalam tubuh lewat luka berdarah

Sperma terinfeksi masuk kedalam


tubuh pasangan lewat membran
Virus Masuk Dalam Peredaran Darah Dan Invasi Sel Target Hospes
mukosa vagina, anus yang lecetatau
luka

T helper / CD4+ Makrofag Sel B

Terjadi perubahan pada struktural sel diatas akibat transkripsi RNA virus + DNA sel sehingga terbentuknya provirus

Sel penjamu (T helper, limfosit B, makrofag) mengalami kelumpuhan

Menurunnya sistem kekebalan tubuh

Infeksi Oportunistik

Sistem GIT Integumen Sistem Reproduksi Sistem respirasi Sistem neurologi

Virus, salmonela,
Herpes zoster + Candidiasis Mucobakterium TB Kriptococus
clostridium,
Herper simpleks
candida

Menginvasi Dermatitis Serebroika Ulkus Genital PCP (Pneumonia Meningitis Kriptococus


mukosa Pneumocystis)
saluran cerna
Perubahan Status
Ruam, Difus, Bersisik, Mental, Kejang,
Demam, Batuk Non
Folikulitas, kulit kering, Kaku Kuduk,
Peningkatan peristaltik Produktif, Nafas Pendek
mengelupas eksema Kelemahan, Mual,
kehilangan nafsu
makan, Vomitus,
Diare Psoriasis MK : Demam, Panas,
- Hipertermi Pusing
Terapi trimetoprim
MK : Resiko - BersihanJalan
Mk : sulfame Nafas MK :
kerusakan - Pola Nafas
- Perubahan - Resiko tinggicedera
Eliminasi(Bab) Integritas TidakEfektif
Kulit Ruam, Pruritus, - Ggn. Nutrisi <Keb.
- Gangg Nutrisi Tubuh
<Keb.Tubuh Papula, Makula
Merah Muda - Risiko tinggi
- Resiko kekuranganvolum
Kekurangan e cairan
VolumeCairan MK : Nyeri - IntoleransiAktivitas
2.8 KOMPLIKASI
1. Pneumonia Pneumocystis carinii (PPC)
2. Pneumonia interstitial limfoid
3. Tuberkulosis (TB)
4. Virus sinsitial pernapasan
5. Candidiasis esophagus
6. Limfadenopati (pembesaran kelenjar getah bening)
7. Diare kronik

2.9 PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan laboratorium darah.
a. Trombositopeni
b. Anemia.
c. HDL>
d. Jumlah limfosit total
2. EIA atau EUSA dan tes western blot: postif, tetapi invalid.
a. EIAatau EUSA: mendeteksi antibody terhadap antigen HIV.
b. Test western blot mendeteksi adanya anti body terhadapbeberapa prot spesifik HIV.
3. Kultur HIV: dengan sel mononuclear darah perifer dan bila tersedia plasma dapat
mengukur beban virus.
4. Test reaksi polimer dengan leukosit darah perifer: mendeteksi DNA viral pada
adanya kuntitas kecil sel mononuclear perifer terinfeksi.
5. Antigen P24 serum atau plasma: peningkatan nilai kuantitatif dapat menjadi indikasi
dari kemajuan infeksi.
6. Penentuan immunoglobulin G, M, A serum kualitatif: data dasar immunoglobulin.
7. IFA: memastikan seropesivitas.
8. RIPA: mendteksi protein HIV.
9. Pemeriksaan parental juga dapat menunjukkan adanya goorhoe, kandidiasis,
hepatitis B, tuberkolosis, sitomegalovirus, dan toksoplasmosis
(purwaningsih,wahyu.2010).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Biodata Klien
Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku dana kebangsaan, pendidikan, pekerjaan,
alamat, nomor regester, tanggal Masuk Rumah Sakit , diagnosa medis.

2. Riwayat Penyakit
Jenis infeksi sering memberikan petunjuk pertama karena sifat kelainan imun.Umur
kronologis pasien juga mempengaruhi imunokompetens.Respon imun sangat tertekan
pada orang yang sangat muda karena belum berkembangnya kelenjar timus.Pada lansia,
atropi kelenjar timus dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi.Banyak penyakit
kronik yang berhubungan dengan melemahnya fungsi imun. Diabetes meilitus, anemia
aplastik, kanker adalah beberapa penyakit yang kronis, keberadaan penyakit seperti ini
harus dianggap sebagai factor penunjang saat mengkaji status imunokompetens pasien.
Berikut bentuk kelainan hospes dan penyakit serta terapi yang berhubungan dengan
kelainan hospes :
 Kerusakan respon imun seluler (Limfosit T )
Terapi radiasi, defisiensi nutrisi, penuaan, aplasia timik, limfoma, kortikosteroid,
globulin anti limfosit, disfungsi timik congenital.
 Kerusakan imunitas humoral (Antibodi)
Limfositik leukemia kronis, mieloma, hipogamaglobulemia congenital, protein
liosing enteropati (peradangan usus)

3. Pemeriksaan Fisik (Objektif) dan Keluhan (Subyektif)


a) Aktifitas / Istirahat
- Gejala : Mudah lelah,intoleran activity,progresi malaise,perubahan pola tidur.
- Tanda : Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi aktifitas (
Perubahan TD, frekuensi Jantun dan pernafasan ).
b) Sirkulasi
- Gejala : Penyembuhan yang lambat (anemia), perdarahan lama pada cedera.
- Tanda : Perubahan TD postural,menurunnya volume nadi perifer, pucat / sianosis,
perpanjangan pengisian kapiler.
c) Integritas dan Ego
- Gejala : Stress berhubungan dengan kehilangan,mengkuatirkan penampilan,
mengingkari doagnosa, putus asa,dan sebagainya.
- Tanda : Mengingkari,cemas,depresi,takut,menarik diri, marah.
d) Eliminasi
- Gejala : Diare intermitten, terus menerus, sering dengan atau tanpa kram
abdominal, nyeri panggul, rasa terbakar saat miksi
- Tanda : Feces encer dengan atau tanpa mucus atau darah, diare pekat dan sering,
nyeri tekan abdominal, lesi atau abses rectal, perianal, perubahan jumlah,
warna dan karakteristik urine.
e) Makanan / Cairan
- Gejala : Anoreksia, mual muntah, disfagia
- Tanda : Turgor kulit buruk, lesi rongga mulut, kesehatan gigi dan gusi yang buruk,
edema
f) Hygiene
- Gejala : Tidak dapat menyelesaikan AKS
- Tanda : Penampilan tidak rapi, kurang perawatan diri.
g) Neurosensoro
- Gejala : Pusing, sakit kepala, perubahan status mental,kerusakan status
indera,kelemahan otot,tremor,perubahan penglihatan.
- Tanda : Perubahan status mental, ide paranoid, ansietas, refleks tidak
normal,tremor,kejang,hemiparesis,kejang.
h) Nyeri / Kenyamanan
- Gejala : Nyeri umum / local, rasa terbakar, sakit kepala,nyeri dada pleuritis.
- Tanda : Bengkak sendi, nyeri kelenjar,nyeri tekan,penurunan rentan gerak,pincang.
i) Pernafasan
- Gejala : ISK sering atau menetap, napas pendek progresif, batuk, sesak pada dada.
- Tanda : Takipnea, distress pernapasan, perubahan bunyi napas, adanya sputum.
j) Keamanan
- Gejala : Riwayat jatuh, terbakar,pingsan,luka,transfuse darah,penyakit defisiensi
imun, demam berulang,berkeringat malam.
- Tanda : Perubahan integritas kulit,luka perianal / abses, timbulnya nodul, pelebaran
kelenjar limfe, menurunya kekuatan umum, tekanan umum.
k) Seksualitas
- Gejala : Riwayat berprilaku seks dengan resiko tinggi, menurunnya libido,
penggunaan pil pencegah kehamilan.
- Tanda : Kehamilan,herpes genetalia.
l) Interaksi Sosial
- Gejala : Masalah yang ditimbulkan oleh diagnosis, isolasi, kesepian, adanya trauma
AIDS.
- Tanda : Perubahan interaksi.

4. Pemeriksaan Diagnostik
a) Tes Laboratorium
Telah dikembangkan sejumlah tes diagnostic yang sebagian masih bersifat
penelitian.Tes dan pemeriksaan laboratorium digunakan untuk mendiagnosis Human
Immunodeficiency Virus (HIV) dan memantau perkembangan penyakit serta
responnya terhadap terapi Human Immunodeficiency Virus (HIV).
 Serologis
- Tes blot western
Mengkonfirmasi diagnosa Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Sel T limfosit
Penurunan jumlah total
- Sel T4 helper
Indikator system imun (jumlah <200>
- T8 ( sel supresor sitopatik )
Rasio terbalik ( 2 : 1 ) atau lebih besar dari sel suppressor pada sel helper ( T8 ke
T4 ) mengindikasikan supresi imun.
- P24 ( Protein pembungkus HIV)
Peningkatan nilai kuantitatif protein mengidentifikasi progresi infeksi
- Kadar Ig
Meningkat, terutama Ig A, Ig G, Ig M yang normal atau mendekati normal
- Reaksi rantai polimerase
Mendeteksi DNA virus dalam jumlah sedikit pada infeksi sel perifer monoseluler.
- Tes PHS
- Kapsul hepatitis B dan antibody, sifilis, CMV mungkin positif
 Neurologis
- EEG, MRI, CT Scan otak, EMG (pemeriksaan saraf)
- Tes Lainnya
- Sinar X dada
- Menyatakan perkembangan filtrasi interstisial dari PCP tahap lanjut atau adanya
komplikasi lain
- Tes Fungsi Pulmonal
- Deteksi awal pneumonia interstisial
- Skan Gallium Ambilan difusi pulmonal terjadi pada PCP dan bentuk pneumonia
lainnya.
- Biopsis
- Diagnosa lain dari sarcoma Kaposi
- Bronkoskopi / pencucian trakeobronkial Dilakukan dengan biopsy pada waktu
PCP ataupun dugaan kerusakan paru-paru
 Tes Antibodi
Jika seseorang terinfeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), maka system imun
akan bereaksi dengan memproduksi antibody terhadap virus tersebut. Antibody
terbentuk dalam 3 – 12 minggu setelah infeksi, atau bisa sampai 6 – 12 bulan.Hal ini
menjelaskan mengapa orang yang terinfeksi awalnya tidak memperlihatkan hasil tes
positif. Tapi antibody ternyata tidak efektif, kemampuan mendeteksi antibody
Human Immunodeficiency Virus(HIV) dalam darah memungkinkan skrining produk
darah dan memudahkan evaluasi diagnostic. Pada tahun 1985 Food and Drug
Administration (FDA) memberi lisensi tentang uji kadar Human Immunodeficiency
Virus (HIV) bagi semua pendonor darah atau plasma. Tes tersebut, yaitu:
- Tes Enzym – Linked Immunosorbent Assay ( ELISA)
Mengidentifikasi antibody yang secara spesifik ditujukan kepada virus Human
Immunodeficiency Virus (HIV).ELISA tidak menegakan diagnosa AIDS tapi
hanya menunjukkan bahwa seseorang terinfeksi atau pernah terinfeksi
(HIV).Orang yang dalam darahnya terdapat antibody Human Immunodeficiency
Virus (HIV) disebut seropositif.
- Western Blot Assay
Mengenali antibody Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan memastikan
seropositifitas Human Immunodeficiency Virus (HIV)
- Indirect Immunoflouresence
Pengganti pemeriksaan western blot untuk memastikan seropositifitas.
- Radio Immuno Precipitation Assay ( RIPA )
Mendeteksi protein dari pada antibody.

1.2 Diagnosa Keperawatan


1. Resiko infeksi.
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intolerans aktivitas.
4. Penurunan koping keluarga

3.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Noc Nic
keperawatan

1. Nutrisi kurang dari NOC: 1. Yakinkan diet yang dimakan


kebutuhan tubuh.  Nutritional status mengandung tinggi serat untuk
Definisi :asupan  Nutritional status : mencegah konstipasi.
nutrisi tidak cukuo food dan fluid 2. Monitor jumlah nutrisi dari
untuk memenuhi  Intake kandungan kalori.
kebutuhan metabolic.  Nutritional status: 3. Berikan informasi tentang
nutrient intake kebutuhan nutrisi.
 Weight control 4. Kaji kemampuan pasien untuk
mendapatkan nutrisi yang
Kriteria Hasil : dibutuhkan.
 Adanya 5. Kolaborasi dengan ahli gizi
peningkatan berat untuk menetukan jumlah kalori
badan sesuai dan nutrisi yang di butuhkan
dengan tujuan. pasien.
 Berat badan ideal
sesuai dengan
tinggi badan
 Mampu
mengidentifikasi
kebutuhan nutrisi
 Tidak ada tanda-
tanda mal nutrisi

Nic :
 Aktivit tolraice
 Energy
converseration
1. Bantu klien untuk
Intoleransi aktivitas  Self care: ADLs
mengidentifikasi aktivitas yang
Kreteria Hasil :
Definisi: ketidak mampu di lakukan
kecukupan energy  berpartisipasi
2. Bantu pasien /keluarga untuk
psikologi atau fisiologi dalam aktivitas
2. mengintifikasi kekurangan
untuk melanjutkan atau fisik tanpa di sertai
dalam beraktivitas
menyelesaikan aktifitas peningkatan
3. Bantu pasien untuk
kehidupan sehari- hari tekanan
mengembangkan motvasi diri
yang harus atau yang darah,nadi,RR
dalam penguatan
di lakukan  mampu melakukan
4. Bantu pasien untuk melakukan
akivitas sehari-hari
aktivitas yang di perlukan
secara mandiri
 tanda –tanda vital
normal
 energy psikomotor.
 Level kelemahan.

Noc:
 caregiver stressor
 family coping
,disable
 parental
role,conflict 1. Peningkatan koping
 therapeutic regimen :membantu pasien beradaptasi
management dengan persepsistressor
Penurunan koping
 ineffective perubahan atau ancaman yang
keluarga.
Kreteria Hasil : menggangu pemenuhan
Definisi :orang
 keluarga tidak tuntutan dan peran hidup
terdekat anggota
mengalami 2. Dukungan emosi memberikan
keluarga atau sahabat).
penurunan koping penenangan ,penerimaan dan
Yang memberikan
keluarga dorongan selama proses steres
dukungan, rasa
3.  hubungan pasien 3. Mobilitas keluarga
nyaman, bantuan, atau
pemberi kesehatan penggunaan kekuatan keluarga
motivasi tidak adekuat,
adekuat untuk mempengaruhi
tidak efektif, atau
 kesejahteraan kesehatan pasien kearah yang
mengalamu penurunan
emosi pemberi positif
yang mungkin di
asuhan kesehatan 4. Dukungan keluarga
perlukan oleh klien
keluarga meningkatkan nilai,minat,dan
untuk mengelola atau  koping keluarga tujuan keluarga
menguasai tugas tugas meningkat 5. Panduan system kesehatan
adaptif terkait masalah memfasilitasi local pasien dan
keperawatan. penggunaan pelayanan
kesehatan yang sesuai

NIC:
 Immune status 1. Inspeksi kulit dan membrane
 Knowledge: mukosa terhdapa kemerahan,
infection control panas, drainase.
 Risk control 2. Instrusikan pasien untuk minum
Kriteria Hasil: antibiotic sesuai resep.
 Klien bebas dari 3. Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala tanda dan gejala infeksi
Resiko infeksi
 Mendeskripsikan 4. Ajarakan cara menghindari
Definisi : mengalami proses penularan infeksi.
peningkatan resiko penyakit, factor
terserang organisme yang
patogenik. mempengaruhi
penularan serta
penatalaksanaannya
4.
BAB 4
PENUTUP

4.1 KESIMPULAN
HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yangmenyerang
system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang relatif lama dapat
menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV).Cara penularan HIVmelakukan penetrasi seks, melalui
darah yang terinfeksi, dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius
dengan seseorang yang telah terinfeksi, wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi
terutama pada saat proses melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung
antara darah ibu dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada
bayi.Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang ketagian obat
intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau produk darah
(transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV adalah BB
menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung lebih dari 1
bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis, demensia / HIV
ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan, dermatitis generalist,
adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis orofaringeal, herpes simplex kronik
progresif, limfadenopati generalist, infeksi jamur berulang pada kelamin wanita,
retinitis cytomegalovirus.

4.2 SARAN
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya akan
memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang berhubungan dengan
bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan maternitas terutama pada ibu
hamil yang juga menderita HIV. Tak lupa kritik dan saran dari pembaca sangat kami
harapkan guna untuk penyempurnaan makalah ini, karena mungkin makalah ini masih
jauh dari kesempurnaan.
DAFTAR PUSTAKA

Purwaningsih,wahyu, Dkk. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogykarta.

Nuraif, Amin huda.2013.Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis dan


Nanda. Jilid 1-3 Yogyakarta : Media Action.
Marino T. HIV in Pregnancy.Emedicine, 2010.

Green-top Guideline No.39. Management of HIV in Pregnancy.Royal College of Obstetricians


and Gynecologists. 2010; h. 1-28.

Coll O, Suy A, Hernandez S, Pisa S, Lonca M, Thorne C, Borrell A. Prenatal Diagnosis in HIV-
Infected Women: A New Screening Program For Chromosomal Anomalies. American Journal of
Obstetricians and Gynecologists. 2006;194:192-8.

Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC

Anda mungkin juga menyukai