Anda di halaman 1dari 19

TUGAS ASKEB IV

PATOLOGI KEBIDANAN

KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS

Dosen Pembimbing:

Siti Hamidah SST. MMkes.

Oleh:
1. Aghniya’ul fitri (09 03 002)
2. Alviyatul khoiriyah (09 03 005)
3. Mar’atus sholichah (09 03 080)
4. Susilawati (09 03 146)
5. Zuhratul hayati (09 03 170)

SEMESTER IV B

AKADEMI KEBIDANAN DELIMA PERSADA GRESIK

2011

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur Alhamdulillah kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan


rahmat, taufiq serta hidayahNya sehigga makalah ini dapat selesai meski dalam
bentuk yang sederhana.

Tugas yang berjudul “KEHAMILAN DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS “ ini


disusun guna melengkapi tugas mata kuliah Askeb IV. Tak lupa pula rasa terima
kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah memberikan dorongan, baik
material maupun spiritual. Sehingga kami dapat terus berusaha untuk segera
menyelesaikan karya tulis ini.

Selain itu,kami mohon maaf apabila masih terdapat kekeliruan dan kekurngan
dalam penyusunan tugas ini, untuk itu kami mengharap kritik dan saran yang bersifat
membangun dari semua pihak agar kami dapat menyusun tugas berikutnya dengan
lebih baik.

Semoga tugas ini bermanfaat bagi siapa saja yang berkenan untuk
membacanya. Atas kerja sama dan waktu yang telah diberikan,kami sampaikan
terimakasih

Gresik, 24 Maret 2011

Penulis

2
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL
.................................................................................................................................................1
KATA PENGANTAR.............................................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................................3
BAB I.......................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...............................................................................................................4
1.1 Latar Belakang...........................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah......................................................................................................5
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................................................5
BAB II.....................................................................................................................................6
PEMBAHASAN..................................................................................................................6
2.1 Pengertian Hiv/Aids...................................................................................................6
2.2 Pengaruh Kehamilan Terhadap Infeksi Hiv/Aids.......................................................7
2.3 Rute Melahirkan Dan Resiko Penularan.....................................................................9
2.4 Penatalaksanaan Dan Pencegahan..............................................................................9
2.5 Pengobatan Untuk Hiv Selama Kehamilan...............................................................13
2.6 Sistem Pendukung Bagi Wanita Yang Terinfeksi.....................................................15
BAB III..................................................................................................................................17
PENUTUP.........................................................................................................................17
3.1 Kesimpulan..............................................................................................................17
3.2 Saran........................................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................19

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk penyakit infeksi yang mengancam jiwa.
Hingga kini penyakit HIV & AIDS masih merupakan masalah kesehatan global
termasuk Indonesia. Menurut UNAIDS/WHO pada Desember 2002, jumlah ODHA
mencapai 42 juta jiwa, 19,2 juta diantaranya adalah perempuan. Kematian dalam
tahun 2002 mencapai 3,1 juta jiwa diantaranya perempuan. Meskipun telah
dilakukan berbagai upaya pencegahan primer maupun sekunder, tetapi transmisi HIV
tetap berlangsung . Dalam tahun 2002 tersebut, 5 juta jiwa terinfeksi baru HIV, 2 juta
jiwa yang tertular adalah perempuan. Salah satu transmisi HIV terjadi secara vertical
dari ibu ke anak. Transmisi dari ibu ke anak meliput 15-45%, terjadi pada saat
kehamilan, intrapartum, pascapersalinan.

Orang hamil dengan infeksi HIV dan AIDS (OHDHA) akan dihadapkan pada
dua masalah yaitu pengaruh kehamilan terhadap progresifitas infeksi HIV, infeksi
HIV terhadap kehamilan.

Transmisi HIV kedalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu:

1. Secara vertical dari ibu ke anak


2. Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual)
3. Secara horizontal yaitu kontak antardarah ( pemakaian jarum suntik barsama-
sama secara bergantian, tato, tidik, transfuse dara, transplantasi organ, tidakan
hemodialisis, perawatan gigi, khitanan massal, dll )

Sampai Desember 2002, 3,2 juta jiwa anak dibawah 15 tahun hidup dengan HIV dan
AIDS, Infeksi baru terjadi pada 800.000 anak dalam tahun 2002 tersebut.

4
Kebanyakan bayi/anak terinfeksi berasal dari ibu yang terinfeksi HIV. Jadi transmisi
pada masa perinatal terjadi pada masa intrauterine ( transplasenta ), intrapartum,
postpartum (terutama melalui ASI). Sekitar 85-90% infeksi HIV pada anak
didapatkan pada persalinan dari ibu yang telah terinfeksi HIV, Sedangkan sebagian
karena transfusi darah atau komponen darah yang tercemar HIV, Transmisi melalui
ASI, 14% terjadi pada 6 bulan pertama postpartum. Oleh karena itu, Centers For
Disease Control (CDC) menyarankan agar ibu hamil dengan HIV tidak menyusui.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Adapun rumusan masalah dari makalah tersebut adalah sebagai berikut:


1. Apa pengertian dari penyakit HIV/AIDS?
2. Bagaimana pengaruh kehamilan terhadap infeksi HIV/AIDS?
3. Bagaimana rute melahirkan dan resiko penularannya?
4. Apa saja tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS?
5. Bagaimana penatalaksanaan masalah tersebut?
6. Bagaimana sistem pendukung bagi wanita yang terinfeksi?

1.3 TUJUAN PENULISAN

1. Agar mahasiswa memahami pengertian dari HIV/AIDS.


2. Mahasiswa mengetahui pengaruh kehamilan terhadap infeksi HIV/AIDS.
3. Mahasiswa dapat memahami penatalaksanaan masalah tersebut sesuai dengan
prosedur yang telah ditentukan.
4. Mahasiswa mengetaahui tindakan pencegahan penularan HIV/AIDS.
5. Supaya mahasiswa memahami rute melahirkan dan resiko penularannya.
6. Mahasiswa mengetahui sistem pendukung bagi wanita yang terinfeksi.

5
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HIV/AIDS

Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) adalah sindroma dengan gejala


penyakit infeksi oportunistik atau kanker tertentu akibat menurunnya sistem
kekebalan tubuh oleh infeksi Human Immunodeficiency Virus (HIV).

Virus masuk kedalam tubuh manusia terutama melalui perantara darah,


semen, dan sekret vagina. Sebagian besar (75%) penularan terjadi melalui hubungan
seksual. HIV awalnya dikenal dengan nama Lymphadenopathy Associated Virus
(LAV) merupakan golongan retrovirus dengan materi genetik Ribonucleid Acid
(RNA) yang dapat diubah menjadi Deoxyribonucleic Acid (DNA) untuk
diintegrasikan ke dalam sel penjamu dan diprogram membentuk gen virus. Virus ini
cenderung menyerang sel jenis tertentu, yaitu sel-sel yang mempunyai antigen
permukaan CD4, terutama limfosit T yang memegang peranan penting dalam
mengatur dan mempertahankan sistem kekebalan tubuh.

Infeksi HIV memberikan gambaran klinis yang tidak spesifik dengan


spektrum yang lebar, mulai dari infeksi tanpa gejala (asimptomatik) pada stadium
awal sampai pada gejala-gejala yang berat pada stadium lanjut. Setelah diawali
dengan infeksi akut, maka dapat terjadi infeksi kronik asimptomatik selama beberapa
tahun disertai replikasi virus secara lambat. Kemudian setelah terjadi penurunan
sistem imun yang berat, maka terjadi berbagai infeksi oportunistik dan dapat
dikatakan pasien telah masuk pada keadaan AIDS. Perjalanan penyakit lambat dan
gejala-gejala AIDS rata-rata baru timbul 10 tahun sesudah infeksi pertama, bahkan
bisa lebih lama lagi.

6
Transmisi vertikal merupakan penyebab tersering infeksi HIV pada bayi dan
anak-anak di amerika Serikat transmisi serikat. Transmisi HIV dari ibu dari janin
dapat terjadi intrauterin (5-10%), saat persalinan (10-20%), dan pascapersalinan (5-
20%). Kelainan dapat terjadi pada janin adalah berat badan, bayi lahir mati, partus
preterm, dan abortus spontan.

Tingkat infeksi HIV pada perempuan hamil di negara-negara Asia


diperkirakan belum melebihi 3-4 %, tetapi epideminya berpotensi untuk terjadi lebih
besar. Penelitian prevalensi HIV pada ibu hamil di daerah miskin di jakarta pada
tahun 1999-2001 oleh Kharbiati mendapatkan angka prevalensi sebesar 2,86%.

Pada tahun 1999 the institute of medicine (IOM) telah merekomendasikan


pemeriksaan HIV untuk semua perempuan hamil sepengetahuan perempuan tersebut,
disertai hak pasien untuk menolak. Rekomendasi ini juga telah diadopsi oleh
American Academy of Pediatrics, American College of Obstetricians and
Gynecologists, serta United States public health services (USOPHS).

Antibody virus mulai dapat dideteksi kira-kira 3 hingga 6 bulan sesudah


infeksi. Pemeriksaan konfirmasi menggunakan Westren Blot (WB) cukup mahal,
sebagai penggatinya dapat dengan melakukan 3(tiga) pemeriksaan ELISA sebagai tes
penyaring memakai reagen dan teknik berbeda.

Telah banyak bukti menunjukkan bahwa keberadaan IMS meningkatkan


kemudahan seseorang terkena HIV, sehingga IMS dianggap sebagai kofaktor HIV.
Oleh karena itu, upaya pengendalian infeksi HIV dapat dilaksanakan dengan
melakukan pengendalian PMS.

2.2 PENGARUH KEHAMILAN TERHADAP INFEKSI HIV/AIDS

Selama kehamilan, banyak perubahan “peraturan” dalam pengobatan penyakit


HIV. Dalam populasi yang tidak diobati resiko absolut standar penularan menyusui
banyak 25%. sekitar 5% sampai 10% adalah antepartum, dan sampai 20%
intrapartum. Menyusui menambah resiko absolut penularan sampai 5 sampai 15%.

7
Penatalaksanaan biasanya seperti tertulis di sini untuk menunda awitan terapi
antriretrovirus pada orang dewasa sampai CD4 menurun sampai 350 sel/mm3 atau
kurang, terapi untuk pencegahan MTCT ditunjukan untuk mempertahankan muatan
virus yang tidak terdeteksi tanpa memperhatikan hitung CD4. Rasionalnya dalah
tingkat virus secara langsung berkaitan dengan infeksi. Walaupun sebagian besar
infeksi parinatal (66-75%) terjadi di sekitar waktu melahirkan, porsi tetap telah terjadi
saat antenatal. Banyak factor yang mempengarui resiko penularan selama kehamilan
dan melahirkan. Muatan virus yang meningkat, perkembangan kliniks penyakit,
koinfeksi dengan PMS, hepatitis c, dan penyakit lain, penyalagunaan zat, perokok,
banyak pasangan seksual dan hubungan seksual tanpa pelindung, kehamilan
premature, korioamnionitis, dan pemantauan uji janin invasive, adalah beberapa
factor yang meningkatkan resiko MTCT (Mother to child transmition). Muatan virus
juga bervariasi di antara kompertemen tubuh, sehingga tingkat darah HIV mungkin
tidak secara langsung berkolarelasi dengan sekresi servik, walaupun keduanya
muncul dengan perilaku sama.

Dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa kehamilan itu sendiri tidak


mempengaruhi progresivitas infeksi HIV ke arah AIDS. Penurunan CD4 memang
terjadi pada ibu hamil dengan HIV, tetapi penurunan tersebut lebih diakibatkan oleh
karena dilusi.

Pengaruh kehamilan terhadap CD4 pertama kali dilaporkan Burns dkk. Pada
kehamilan yang tidak menderiata HIV, persentase CD4 akan meningkat kembali
mulai trimester ketiga hingga 12 bulan setelah melahirkan, sedangkan pada OHDHA
penurunan tetap terjadi selama kehamilan dan setelah melahirkan. Penelitian yang
dilakukan European Collaborative Study dan Swiss HIV Pregnancy Cohort dengan
jumlah sampel yang lebih besar, menunjukkan persentase penurunan CD4 selama
kehamilan sampai 6 bulan setelah melahirkan. Kehamilan ternyata hanya sedikit
meningkatkan kadar virus HIV ( viral load ). Kadar HIV meningkat terutama setelah
2 tahun persalinan, walaupun secara statistic tidak bermakna. Jadi kehamilan tidak
mempercepat progresivitas HIV ke arah AIDS.

8
2.3 RUTE MELAHIRKAN DAN RESIKO PENULARAN

Beberapa studi telah menunjukkan resiko penularan ketika kelahiran dengan


seksio sesaria, cukup bulan, sebelum awitan persalinan, dan bersentuhan dengan
membran amnion. Penurunan ini dapat melebihi 50 persen, dan faktor lain seperti
muatan virus atau terapi antiretroviral. Bila wanita hanya mendapatkan program
zidovudin dan telah menjalani pelahiran sesar secara profilaktitik, angka penularan
ditemukan serendah 2 persen, dibandingkan dengan angka yang dicapai dengan
HAART -Lebih banyak regimen terapeutik disebut regimen terapi antiretroviral
sangat aktif (Higlly Active Antiretroviral Therapy, HAART)-, muatan virus yang
tidak terditeksi, dan kelahiran vaginal. Tidak jelas seberapa tambahan penurunan
dapat dicapai dengan kelahiran sesar pada wanita yang tidak terditeksi muatan virus
HAART, beberapa kasus penularan antepartum dapat terjadi seawal mungkin pada
trimester pertama. Oleh karena itu, kelahiran vaginal merupakan pilihan yang masuk
akal bagi wanita ini. Juga diketahui bahwa semakin lama membran ruptur, semakin
besar resiko penularan pada waktu melahirkan. Untuk alasan ini, wanita dengan
muatan virus lebih dari 1000 sebaiknya selalu dilakukan sesar, dan wanita yang
mengikuti konseling berkenaan dengan resiko dan keuntungan melahirkan
pervaginam dibanding sesar untuk ibu dan janin, permintaan pelahiran secara sesaria
sebaiknya diakomodasi.

2.4 PENATALAKSANAAN

Selama beberapa tahun terakhir, ditemukan bahwa penularan HIV perinatal


dapat dikaitkan lebih akurat dengan pengukuran jumlah RNA-virus didalam plasma
(Dickover dkk.,1996). Dalam dua studi, infeksi neonatus adalah sekitar 5% apabila
kadar kurang dari 1000 persalinan/ ml. Mofenson dkk. (1999) melaporkan temuan-
temuan dari 480 penilitian yang diteliti oleh pediatrik AIDS Clinical Trials Group.
Dengan menggunakan analisis multifariat, mereka mendapatkan bahwa kadar RNA
sebesar HIV-1 dalam plasma merupak prediktor terbaik untuk resiko penularan
perintal. Yang penting, terapi zidovudin yang mengurangi kadar ini menjadi kurang

9
dari 500 persalinan/ ml akan memperkecil resiko. Mereka juga mengamati bahwa
infus globulin hiperimun HIV-AIDS 1 tidak mengubah resiko penularan.

Banyak wanita yang melahirkan bayi yang kemudian mengidap AIDS


assimtomatik saat hamil. Menurut Center For Disease Control and Prevention
(1998), pada wanita seropositif tetapi asimtomatik, morbiditas dan mortalitas tidak
meningkat oleh kehamilan. Sebaliknya, infeksi pada ibu mengganggu hasil akhir pada
janin.

Penatalaksanaan HIV-AIDS selama kehamilan dapat dilakukan dengan 2 cara,


diantaranya:

1) Konseling
Konseling merupakan keharusan bagi wanita positif HIV. Hal ini sebaiknya
dilakukan pada awal kehamilan, dan apabila ia memilih untuk melanjutkan
kehamilannya, perlu diberikan konseling berkelanjutan untuk membantu
wanita tersebut secara psikologis. Perkembangan penatalaksanaannya selama
kehamilan mengikuti kemajuan-kemajuan dalam pengobatan individu dan
hamil yang terinfeksi HIV.
2) Terapi
Terapi merupakan standart penanganan yang berlaku bagi wanita hamil dan
janinnya saat ini. Dan ini merupakan cara paling efektif yang tersedia. Karena
konsekuensi penyakit yang tidak diobati sangat merugikan, terjadi pergeseran
dari fokus pengobatan yang semata-mata untuk melindungi janin menjadi
pendekatan yang lebih berimbang bagi pengobatan ibu dan janinnya (Kass
dkk., 2000).
Dalam waktu singkat banyak terjadi kemajuan dalam pengobatan HIV.
Sejumlah penelitian membuktikan bahwa kombinasi analog nugleosida
zidovudin, zalsitapin, atau namifudin yang diberikan bersama dengan
inhibitor protease-indinavir, ritonavir, sapuinavir- sangat efektif untuk
menekan kadar RNA-HIV (Carperter dkk.,1996).

10
Pencegahan penularan

Tindakan pencegahan pada perawatan untuk antepartum, peripartum, dan


pediatrik bagi ibu yang terinfeksi dan bayinya serupa dengan yang dilakukan pada
hepatitis B, berupa menghindari kontak terhadap darah dan cairan tubuh. Apabila
peningkatan tindakan pencegahan ini hanya diperuntukkan bagi mereka yang
diketahui positif, sejumlah besar wanita yang sedang dalam masa tunas atau yang
asimtomatik tetapi tidak terdiagnosis akan terjadi ancaman besar bagi petugas
kesehatan.

Centers For Disease Control (1987) menekan bahwa karena anamnesis dan
pemeriksaan tidak dapat secara handal mengidentifikasi semua pasien yang terinfeksi
oleh virus immunodefisiensi manusia atau patogen darah lainnya, maka tindakan
pencegahan terhadap darah dan cairan tubuh ini harus ditetapkan secara konsisten
pada semua pasien.

Tindakan-tindakan pencegahan tersebut mencakup:

1. Semua petugas kesehatan yang ikut serta dalam prosedur invasif, termasuk
prosedur bedah dan obstetri harus menggunakan pelindung yang menandai
untuk pencegah kontak antara kulit dan selaput lendir dengan darah atau
cairan tubuh lain darin pasien. Sarung tangan, masker bedah, dan
pelindung mata (goggle) harus digunakan pada semua prosedur invasif
yang sering menghasilkan butiran, percikan darah atau cairan tubuh lain,
atau pecahan tulang. Apron/gaun kedap cairan yang menghasilkan sawar
efektif harus digunakan selama prosedur invasif yang mungkin
menyebabkan terperciknya darah atau cairan tubuh lain. Mereka yang
melakukan atau membantu pelahiran pervaginam atau secsio sesarea harus
mengenakan sarung tangan dan gaun saat memegang plasenta atau bayi
sampai darah dan cairan amnion dibersihkan dari kulit bayi, dan harus
mengenakan sarung tangan, selama merawat tali pusat. Alat penghisap

11
yang menggunakan mulut untuk membersihkan jalan nafas jangan
digunakan.
2. Apabila sarung tangan robek atau tertusuk atau terjadi cedera lainnya,
maka sarung tangan tersebut harus dilepas dan segera gunakan sarung
tangan baru setelah keamanan pasien memungkinkan. Jarum atau
instrumen yang terlibat dalam insiden tersebut juga harus disingkirkan
dari lapangan steril.

“Universal precaution” (tindakan pencegahan universal) ini segera diikuti oleh


”Standart Precaution” ( tindakan pencegahan standar), yang menambahkan sejumlah
kebijakan tentang isolasi bahan. Bahan-bahan tersebut mencakup :

1. Darah
2. Semua cairan, secret, dan ekskresi (kecuali keringat) tubuh tanpa
memandang apakah cairan tersebut tampak mengandung darah.
3. Kulit dan selaput lendir yang tidak utuh ( Garner, 1996; West dan Cohen,
1997).

Yang agak membingungkan adalah laporan baru-baru ini oleh Ganuly dan
Sinnott (1999) mengenai suatu survei terhadap 150 mahasiswa kedokteran dan
pajanan ke cairan tubuh. Walaupun sebagian besar dari mereka mengikuti petunjuk
universal, 62 melapor mengalami 101 pajanan ke cairan tubuh dan 9 dengan spesimen
positif- HIV.

Bagi petugas kesehatan yang terpajan secara bermakna kecairan tercemar-


misalnya, cedera tertusuk jarum-Centers For Disease Control and Prevention
(1996b) menganjurkan profilaksis pasca pajanan. Terapi berupa zidovudin, 200 mg 3
kali sehari, dan lamifudin, 150 mg 2 kali sehari selama 4 minggu. Apabila pasien
sumber pengidap AIDS tahap lanjut, jumlah virus tinggi, atau pernah diterapi dengan
analog nugleosida, perlu ditambahkan inhibitor protease misalnya indinavir 800 mg 3
kali sehari.

12
Berikut ini dua pendekatan utama yang digagas untuk mencegah penularan
infeksi HIV dari ibu kepada bayi adalah:

1.Terapi antiretrovirus

Untuk antepartum-terapi kombinasi dengan dua analog nugleosida, inhibitor


reverse transcriptase, plus analog non-nukleosida atau inhibitor protease. Sedangkan
regimennya harus mencakup: zidovudin, 100 mg 5 kali sehari, dimulai pada minggu
ke 14-34 dan dilanjutkan selama hamil ditambah analog nukleosida lain dan analog
non-nukleosida atau inhibitor protease. Lallemant, dkk. (2000) menkonfirmasi bahwa
efektifitas dari ibu hamil yang dimulai pada usia gestasi 28 minggu.

2.Seksio sesarea

Dalam sebuah studi retrospektif, European Collaborative Study Group (1994)


melaporkan bahwa seksio sesarea efektif dapat mengurangi resiko penularan vertikal
sekitar 50%. Seksio sesarea terencana harus dibahas bersama dengan dan dianjurkan
bagi wanita terinfeksi HIV dengan jumlah RNA HIV-1 lebih dari 1000 persalinan/ml.
Hal ini dilakukan tanpa memandang apakah pasien sedang atau belum mendapat
terapi antiretroviral. Persalinan terencana dapat dilakukan sedini 38 minggu untuk
mengurangi kemungkinan pecahnya selaput ketuban. Stringter star, dkk. (1999 )
menghimbau agar para dokter menahan diri untuk melakukan seksio sesarea
profilaktik atas indikasi mencegah penularan vertikal, Mereka menyimpulkan bahwa
terapi antiretrovirus kombinasi dapat menurunkan resiko penularan vertikal sampai
2%. Karena itu, seksio sesarea profilaktik hanya bermanfaat bagi sejumlah kecil
wanita yang sedang menjalani pengobatan.

2.5 PENGOBATAN UNTUK HIV SELAMA KEHAMILAN

Menoterapi zidovudin, sebagai pengobatan semula untuk pencegahan


penularan HIV selama kehamilan pada awalnya sebagai percobaan pediatric (ACTG)
pada awal tahun 1990. Pengaruh klinis pengobatan 3 bagian ini (antepartum,
intapartum dan neonatal) adalah untuk mengurangi MTCT sebanyak 2/3, dari 256

13
sampai 8,3% ini tetap merupakan standar minimum perawatan wanita hamil dengan
HIV, tanpa memperhatikan muatan virus. Lebih banyak regimen terapeutik disebut
regimen terapi antiretroviral sangat aktif (Higlly Active Antiretroviral Therapy,
HAART), telah lebih jauh mengurangi resiko 1 sampai 2%. Bidan yang menyediakan
perawatan untuk wanita HIV positive selama kehamilan mengoordinasikan terapi
obat kepada spesialis penyakit infeksi atau dokter perawatan primer yang
berpengalaman dalam penatalaksanaan HIV untuk mempertahankan pilihan
pengobatan jangka panjang yang paling efektif. wanita yang sudah mengkonsumsi
HAART harus melanjutkan tanpa meneruskan obat pada trimester pertama; wanita
didiagnosis baru, dan mereka yang sedang tidak diobati, sebaiknya menungu sanpai
organoginesis lengkap sebelum memulai terapi. Pertimbangan meresepkan obat
selama kehamilan termasuk kebutuhan obat wanita itu sendiri dan kemampuan untuk
mematuhi progam yang kompleks, terapi sebelumnya dan potensial untuk
berkembangnya resistensi. Menyeimbangkan pencegahan jangka pendek MTCT
dengan terapi seumur hidup ibu adalah di luar lingkup praktik kebidanan dasar.

Walaupun semua obat HIV yang saat ini dipasarkan oleh VDA di
klasifikasikan sebagai kelas B atau C, data efek pada janin dan neonatal secara luas
berasal dari resep obat pragmatic bagi kebutuhan ibu itu sendiri dan pengurangan
muatan virus. Zidovudin tetap satu satunya obat yang digunakan untuk priode lama
untuk menyatakan bahwa hasil untuk anak-anak yang tidak terinfeksi
mengindikasikan tidak ada masalah jangka panjang.

Studi pada wanita yang mengonsumsi antiretroviral selama kehamilan,


dibandingkan dengan wanita HIV positif yang tidak sedang dalam pengobatan, telah
menunjukkan tidak ada peningkatan dalam kehilangan janin, kelahiran prematur, atau
berat badan lahir rendah. Namun, kejadian berat bermakna telah terjadi yang dapat
mempengaruhi hasil kehamilan individu, seperti insufisiensi mitokondria dan asidosis
laktat. Dengan hanya mengetahui kategori FDA tidak cukup untuk menjamin
penggunaan yang aman. Efavirenz ( Sustiva ) diketahui menghasilkan pengaruh
teratogenik pada primata dan karenanya tidak digunakan selama kehamilan walaupun

14
kategori C. Pendaftaran kehamilan antiretroviral mempertahankan penyimpanan data
hasil janin secara berkelanjutan.

Saat persalinan, wanita yang telah menerima terapi antiretroviral selama


kehamilan sebaiknya menerima zidovudin intravena. Bergantung peda keadaan
spesifik mereka juga diberikan dosis tunggal nevirapil oral. Wanita yang belum
menerima antiretroviral selama kehamilan, apakah karena mereka tidak mendapatkan
perawatan prenatal atau karena mereka baru terdiknosis pada saat persalinan,
sebaiknya menerima zidovudin dan nevirapin.

2.6 SISTEM PENDUKUNG BAGI WANITA YANG TERINFEKSI

Wanita yang hidup dengan HIV sering diisolasi dari sisterm pendukungnya
selama kehamilan, yang tidak sesuiai keinginan mereka untuk mendiskusikan
diagnosis HIV dan ketakutan akan merespon komunitas. Gangguan sosial dan
ekonomi merupakan dua hal berpasangan yang sering ada pada kehidupan wanita ini,
isolasi ini dapat mengarah pada depresi, kurang perawatan diri, dan masalah medis
lain. Penyalahgunaan zat mungkin juga memainkan peranan. Untuk semua alasan ini,
bidan yang merawat wanitra hamil. HIV positif butuh untuk memepertahankan
jaringan sumber-sumber termasuk program pengobvatan, bantuan perumahan,
konseling, kerja sosial, nutrisi, dan bahkan pelayanan Doula (urang terlatih yang
membantu pelahiran) yang mungkin. Di antara penghalang untuk merawat yang
dirasakan oleh wanita, tema yang disebutkan termasuk tidak ada asuransi kesehatan,
ketidakmampuan fisik menjangkau klinik, kurang perawatan anak, jadwal yang tidak
efisien sehingga menunggu lam, dan perilaku penyedia yang mengecilkan hati wanita
yang mencari perawatan. Wanita dalam melihat kedua faktor gender dan ras sebagi
faktor-faktor dalam pengobatan mereka.

Studi oleh Meredith pada tahun 1997 yang menanyai wanita HIV positif apa
yang mereka inginkan dari perawatan mereka. Jawaban mereka adalah seperti berikut
ini:

15
1. Perawatan personal dan dihargai
2. Memepunyai seseorang untuk diajak bicara tentang masalh-masalah
3. Jawaaban-jawaban jujur
4. Tindak lanjut medis
5. Mengurangi penghalang untuk perawatan
6. Pendidikan tentang kondisi mereka

Penganiayaan fisik dan emosi juga merupakan faktor dalam kehidupan wanita
yang hidup dengan HIV. Studi-studi terbaru telah mencatat bahwa oenyingkapan
dapat dihubungkan dengan pengabain oleh keluarga dan teman-teman,
penyalahgunaan verbal, atau penghinaan fisik. Wanita yang sebelumnya memiliki
riwayat penyalahgunaan atau penggunaan zat, tanpa tempat tinggal, atau yang hidup
dengan pasangan prianya adalah yang paling beresiko.

16
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) disebabkan oleh Human


Immunodeficiency Virus (HIV), termasuk penyakit infeksi yang mengancam jiwa.
Hingga kini penyakit HIV & AIDS masih merupakan masalah kesehatan global
termasuk Indonesia.

Orang hamil dengan infeksi HIV dan AIDS (OHDHA) akan dihadapkan pada
dua masalah yaitu pengaruh kehamilan terhadap progresifitas infeksi HIV, infeksi
HIV terhadap kehamilan.

Transmisi HIV kedalam tubuh manusia melalui 3 cara, yaitu:

1. Secara vertical dari ibu ke anak


2. Secara transeksual (homoseksual maupun heteroseksual )
3. Secara horizontal yaitu kontak antardarah ( pemakaian jarum suntik barsama-
sama secara bergantian, tato, tidik, transfuse dara, transplantasi organ, tidakan
hemodialisis, perawatan gigi, khitanan massal, dll )

Tingkat infeksi HIV pada perempuan hamil di negara-negara Asia


diperkirakan belum melebihi 3-4 %, tetapi epideminya berpotensi untuk terjadi lebih
besar.

Penatalaksanaan HIV-AIDS selama kehamilan dapat dilakukan dengan 2


cara, diantaranya:

1. Konseling
2. Terapi
3. Pencegahan penularan

17
3.2 SARAN

Oleh karena itu, pencegahan idan penatalaksanaa bagi kehamilan dengan


infeksi HIV/AIDS harus segera di tangani, penanganan masalah tersebut harus sesuai
dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Karena apabila tidak dilakukan dengan
segera maka akan bisa berakibat buruk bagi kehamilan dan kondisi janin tersebut.

18
DAFTAR PUSTAKA

Barakbah Jusuf, dkk. 2007. HIV & AIDS (Pendekatan Biologi Molekuler, Klinis, dan
Sosial). Surabaya: Airlangga University Press

F. Gary Cunningham, dkk. 2006. Obstetri Williams Ed.21. Jakarta: EGC

M. Rudolp Abraham, dkk. 2002. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol. 1 Ed. 20. Jakarta:
EGC

Prawirohardjo, Sarwono, dkk. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

19

Anda mungkin juga menyukai