Anda di halaman 1dari 23

Dosen Pengampuh : Dr Jumrah , S.ST., M.

Keb
Mata Kuliah : Asuhan Pranikah dan Prakonsepsi

KONSEP FERTILISASI DAN INFERTILISASI

KELOMPOK 1
Vini Alvionita (A1A222052)
Aldira (A1A222056)
Nukila Putri Asrul
(A1A222057) Sabella. A
(A1A222076) Mantasia Nur
(A1A222085)

PRODI S1 KEBIDANAN ALIH JENJANG


FAKULTAS KEPERAWATAN
KEBIDANAN UNIVERSITAS
MEGAREZKY MAKASSAR TAHUN
AKADEMIK 2022/2023

i
KATA PENGANTAR

Dengan nama ALLAH yang maha pengasih lagi maha penyayang, kami
memenjatkan puji syukur kehadirat ALLAH SWT. Karena atas rahamat, dan
hidayah – Nyalah sehingga makalah ini dapat terselesaikan. Begitu pula selawat
serta salam senantiasa tercurahkan kepada nabi Muhammad SAW beserta sahabat,
keluarga dan pengikutnya yang setia hingga akhir zaman.
Dalam penyusunan makalah ini, penyusun sedikit mengalami kesulitan
dan rintangan, namun berkat bantuan yang diberikan dari berbagai pihak, sehinga
kesulitan-kesulitan tersebut bisa teratasi dengan baik. Dengan demikian, melalui
lembaran ini penyusun hendak menyampaikan ucapan terimakasih yang setinggi-
tingginya kepada mereka, teriring doa agar segenap bantuannya dalam
penyelesaian makalah ini, sehingga bernilai ibadah disisi Allah SWT.
Akhirnya penyusun menyadari bahwa makalah ini bukanlah sebuah proses
akhir dari segalanya, melainkan langkah awal yang masih memerlukan banyak
koreksi, olehnya itu kritik dan saran sangat kami harapkan untuk penyempurnaan
makalah ini selanjutnya. Aamiin

Makassar, 3 April 2023

Penulis

i
DAFTAR ISI

SAMPUL
KATA PENGANTAR................................................................................i
DAFTAR ISI...............................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................2
C. Tujuan..............................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Fertilitas...........................................................................................4
B. Infertilitas.........................................................................................5
C. Faktor Penyebab Infertilitas.............................................................8
D. Faktor Risiki.....................................................................................14
E. Penanganan Infertilitas.....................................................................15
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan......................................................................................19
B. Saran.................................................................................................19
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................20

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fertilisasi (pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara spermatozoa
dengan sel telur, pembuahan sering kali diartikan sebagai penyerbukan. Sel
spermatozoa atau sel ovum berasal dari dua sel yang berbeda, maka untuk
dapat bertemu dan bersatu kedua unsur tersebut harus melalui perjalanan
panjang dan mengalami proses persiapan sea tempat pertemuan harus
memenuhi syarat bagi sel permatozoa dan sel ovum. (Yekti, dkk, 2017)
Infertilitas adalah tidak mampuan untuk memperoleh kehamilan setelah 12
bulan atau lebih menikah melalui hubungan seksual secara teratur tanpa
menggunakan alat kontrasepsi. Infertilitas diklasifikasikan menjadi 2 bagian
yaitu primer dan sekunder. Infertilitas primer terjadi ketika keadaan istri
belum pernah hamil sama sekali, sedangkan infertilitas sekunder terjadi pada
istri yang pernah hamil. (Anas, 2022)
World Health Organization (WHO) tahun 2012 menyatakan satu dari
setiap empat pasangan di negara-negara berkembang telah mengalami
infertilitas. Kejadian infertilitas primer di Asia banyak ditemukan pada usia
20-24 tahun yaitu 30.8% di Kamboja, 10% di Kazakhstan, 43.7% di
Turkmenistan, 9.3% di Uzbekistan dan 21.3% di Indonesia. Prevalensi
infertilitas menurut WHO diperkirakan 8-10% pasangan di dunia mempunyai
riwayat sulit untuk memperoleh anak. (Anas, 2022)
Data yang diperoleh dari Riset Kesehatan Dasar Indonesia tahun 2010
didapatkan bahwa 2.2% rata-rata belum atau tidak punya anak pada
perempuan Indonesia yang pernah menikah pada usia 10-59 tahun. (Anas,
2022)
Pemeriksaan pada perempuan gangguan ovulasi terjadi pada sekitar 15%
pasangan infertilitas dan menyumbang sekitar 40% infertilitas pada
perempuan. Beberapa pemeriksaan infertilitas yang dapat dilakukan adalah
penilaian kelainan uterus pemeriksaan histeroskopi tidak dianjurkan apabila
tidak terdapat indikasi, karena efektifitas pembedahan sebagai terapi kelainan
uterus untuk meningkatkan angka kehamilan belum dapat ditegakkan.
Beberapa metode yang dapat digunakan dalam penilaian uterus (Anas, 2022) :

HysteroSalpingoGraphy HysteroSalpingoGraphy Saline Histeros


Infusion kopi
(HSG) (USG)
Sonograph
y(SIS)

1
Sensitivitas dan PPV Dapat mendeteksi PPVdan Metode
rendah untuk patologi endometrium NPV tinggi definitif
mendeteksi patologi dan myometrium untuk invasif
intrakavum uteri patologi intra
kavum uteri
Menurut penelitian Anastasia dkk Ultarasonography (USG) menjadi
pemeriksaan yang paling banyak direkomendasikan, hal ini terlihat dari 62
sampel yang diteliti, 48 diantaranya (41%) menjalani pemeriksaan USG. Dan
HysteroSalpingoGraphy (HSG) juga menjadi pilihan pemeriksaan lanjutan
yang digunakan untuk membantu menegakkan diagnosis penyebab infertilitas
pada wanita sebanyak 8.6% wanita infertil menjalani pemeriksaan HSG dan
sebanyak 11.1% wanita infertil dalam penelitian ini menjalani pemeriksaan
Saline Infusion Sonography (SIS).HSG sering dijadikan lini utama untuk
melakukan pendekatan terkait dengan patensi tuba dan mendeteksi adanya
adhesi, namun HSG memiliki keterbatasan untuk mendeteksi keadaan patologi
tuba. (Anas, 2022)
Bagi laki-laki, analisa sperma adalah salah satu pemeriksaan yang
dilakukan untuk mengetahui adanya gangguan pada sperma. Beberapa
karakteristik fisik sperma (bau, volume, pencairan, penampilan, viskositas dan
pH) dan parameter mikroskopis (leukosit, konsentrasi, aglutinasi, motilitas
dan morfologi) yang biasanya diperiksa pada analisa sperma. Beberapa contoh
seperti keadaan Azoospermia (tidak ada sperma pada semen),
teratozoospermia (persentase bentuk sperma normal di bawah kriteria normal),
oligozoospermia (rendahnya jumlah sperma), astenozoospermia (persentase
sperma motil di bawah kriteria normal) adalah contoh klasifikasi yang didapat
untuk menyatakan jenis gangguan sperma pada pria. (Anas, 2022)
Beberapa faktor risiko infertilitas yaitu konsumsi alkohol, merokok,
olahraga, stress, suplementasi vitamin dan indeks massa tubuh. Salah satu
faktor risiko yang menyebabkan infertilitas adalah IMT (indeks massa tubuh)
merupakan alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa
khususnya yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan,
maka mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang. Indeks Massa Tubuh (IMT)
dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu kurus sekali (<17,0 kg/m2), kurus (17,0-18,4
kg/m2), normal (18,5-25,0 kg/m2), gemuk (25,1-27,0 kg/m2), dan gemuk
sekali (>27,0 kg/m2). (Anas, 2022)
B. Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang Fertilitas?
2. Jelaskan tentang Infertilitas?
3. Apa Faktor Penyebab Infertilitas?
4. Sebutkan Faktor Resiko?

2
5. Bagaimana Penanganan Infertilitas?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang Fertilitas
2. Untuk mengetahui tentang Infertilitas
3. Untuk mengetahui tentang Faktor Penyebab Infertilitas
4. Untuk mengetahui tentang Faktor Resiko
5. Untuk mengetahui tentang Penanganan Infertilitas

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Fertilitas
1. Definisi
Fertilisasi merupakan suatu proses penyatuan atau fusi dari dua sel
gamet yang berbeda, yaitu sel gamet jantan dan betina untuk membentuk
satu sel yang disebut zygote. Secara embriologik fertilisasi merupakan
pengaktifan sel ovum oleh sperma dan secara genetik merupakan
pemasukkan faktor-faktor hereditas pejantan ke ovum. (Yekti et al., 2017)
Fertilisasi (pembuahan) adalah peristiwa bersatunya antara
spermatozoa dengan sel telur, pembuahan sering kali diartikan sebagai
penyerbukan. Sel spermatozoa atau sel ovum berasal dari dua sel yang
berbeda, maka untuk dapat bertemu dan bersatu kedua unsur tersebut harus
melalui perjalanan panjang dan mengalami proses persiapan serta tempat
pertemuan harus memenuhi syarat bagi sel permatozoa dan sel ovum.
(Yekti et al., 2017)
Fertilitas didefinisikan sebagai kemampuan untuk hamil sampai
menghasilkan keturunan. Sebaliknya, infertilitas didefinisikan sebagai
penyakit yang ditandai dengan kegagalan untuk membentuk kehamilan
klinis setelah 12 bulan melakukan hubungan seksual secara teratur tanpa
menggunakan kondom. Infertilitas pada wanita dapat dikategorikan, yaitu
infertilitas primer dan sekunder. Infertilitas primer untuk perempuan yang
belum pernah hamil sama sekali, sedang infertilitas sekunder pada wanita
yang pernah hamil sebelumnya.(Permatasari et al., 2022)
2. Syarat Terjadinya Fertilitas
a. Sel telur harus matang
b. Harus mengalami kapasitasi khusus pada spermatozoa
Pembuahan merupakan pengaktifan sel telur dan sel spermatozoa. tanpa
ransangan sperma sel telur tidak akan mengalami pembelahan (cleavage)
dan tidak ada perkembangan embriologi. Dalam aspek genetik pembuahan
meliputi pemasukan faktor-faktor hereditas pejantan ke dalam sel telur.
Disinilah terdapat manfaat perkawinan atau inseminasi yaitu untuk
menyatukan faktor-faktor unggul ke dalam satu ndividu. Pada hampir
semua mamalia, pembuahan dimulai ketika badan kutub pertama
disingkirkan, sehingga sperma menembus dan masuk ke dalam sel telur
sewaktu pembelahan reduksi ke dua berlangsung. (Yekti et al., 2017)
Hanya beberapa lusin sel sperma yang dapat mendekati ovum dan
hanya beberapa sperma yang bisa masuk ke dalam zona pelusida yang
akhirnya hanya satu buah sperma yang bisa membuahi ovum. Begitu pula
pada unggas, setelah terjadi perkawinan sperma akan mencapai
infundibulum dan
4
akan menembus membran vitelina ovum untuk bertemu sel benih betina,
sehingga terbentuk calon embrio. Telur yang dibuahi disebut telur fertil
dan telur yang tidak dibuahi disebut telur infertil atau telur konsumsi.
(Yekti et al., 2017)
3. Jenis Fertilitas
Fertilisasi mempunyai beberapa cara yang umum didapati pada
makhluk hidup, yaitu : (Yekti et al., 2017)
a. Fertilisasi eksternal (khas pada ternak-ternak akuatik):gamet-gametnya
dikeluarkan dari dalam tubuhnya sebelum fertilisasi.
b. Fertilisasi internal (khas untuk adaptasi dengan kehidupan di darat):
sperma dimasukkan ke dalam daerah reproduksi betina, kemudian
disus dengan fertilisasi. Setelah pembuahan, telur itu membentuk
membran fertilisasi untuk merintangi pemasukan sperma lebih lanjut.
Kadang- kadang sperma itu diperlukan hanya untuk mengaktivasi telur
Pada manusia, terdapat satu jenis fertilisasi yang terjadi secara alami,
yaitu fertilisasi internal. Fertilisasi internal terjadi ketika sperma bertemu
dengan sel telur dalam saluran reproduksi wanita, biasanya dalam tuba
falopi. Proses ini menghasilkan pembuahan dan pembentukan zigot yang
kemudian berkembang menjadi embrio yang terbentuk akan menempel
pada dinding rahim (implantasi) dan berkembang menjadi janin. Fertilisasi
in vitro juga dapat dilakukan dalam konteks teknik reproduksi manusia, di
mana pembuahan terjadi di laboratorium dengan menggabungkan sel telur
dan sperma secara buatan sebelum embrio ditanamkan kembali ke dalam
rahim wanita.
4. Tahapan Fertilitas
Tahapan-tahapan yang terjadi pada fertilisasi adalah sebagai berikut (Yekti
et al., 2017):
a. Kapasitasi spermatozoa dan pematangan spermatozoa
Kapasitasi spermatozoa merupakan tahapan awal sebelum fertilisasi.
Sperma yang dikeluarkan dalam tubuh (fresh ejaculate) belum dapat
dikatakan fertil atau dapat membuahi ovum apabila belum terjadi
proses kapasitasi. Proses ini ditandai pula dengan adanya perubahan
protein pada seminal plasma, reorganisasi lipid dan protein membran
plasma, Influx Ca, AMP meningkat, dan pH intrasel menurun.
b. Perlekatan spermatozoa dengan zona pelucida
Zona pelucida merupakan zona terluar dalam ovum. Syarat agar
sperma dapat menempel pada zona pelucida adalah jumlah kromosom
harus sama, baik sperma maupun ovum, karena hal ini menunjukkan
salah satu ciri apabila keduanya.
Fertilisasi terjadi melalui 4 tahap yaitu (Amelia & Cholifah, 2018) :
a. Penetrasi korona radiata, oleh sperma dengan bantuan enzim
hialuronidase yang melarutkan senyawa hialuronid pada korona
5
radiata.
b. Penetrasi zona pelusida, oleh sperma dengan bantuan enzim akrosin
untuk menghancurkan glikoprotein. Penetrasi ini memicu sel-sel
granulosit di bagian korteks oosit sekunder untuk mengeluarkan
senyawa tertentu yang menyebabkan sel- sel di zona pelusida berikatan
satu sama lain membentuk suatu materi yang keras dan tidak dapat
ditembus oleh sperma lain. Proses ini mencegah ovum dibuahi oleh
lebih dari satu sperma (polispermia).
c. Setelah menembus zona pelusida, spermatozoa masuk ke ruang
perivitelin (ruang antara zona pelusida dengan membran
vitelin/membran plasma), kemudian menempel dan terjadi fusi
(peleburan) membran spermatozoa dengan membran plasma oosit.
Peleburan ini memungkinkan nukleus spermatozoa masuk sitoplasma,
kemudian berkondensasi dan membesar sehingga menjadi pronukleus
pria (n). Sedangkan ekor spermatozoa kemudian terlepas dan
berdegenerasi. Akibat masuknya nukleus spermatozoa ini juga
mengaktivasi oosit sekunder menyelesaikan pembelahan meiosis
kedua-nya menjadi ootid dan polosit sekunder (badan polar II)
sedangkan nukleusnya berkondensasi menjadi pronukleus wanita (n).
d. Kedua pronukleus bergerak ke tengah, lalu terjadi fusi (peleburan)
pronukleus wanita dan pronukleus pria (disebut syngami). Peleburan
ini mengembalikan jumlah kromosom dari haploid menjadi diploid dan
sel baru hasil peleburan ini disebut zigot (2n).
B. Infertilitas
1. Definisi Infertilitas
Infertilitas populer diseluruh dunia biasa disebut sebagai sebuah
kondisi pada organ reproduksi baik pria maupun wanita yang didefinisikan
sebagai ketidakberhasilan atau ketidakmampuan pada pasangan pria dan
wanita untuk mendapatkan kehamilan atau istilahnya bisa mendapatkan
kehamilan setelah 12 bulan berlalu atau jangka waktunya lebih dari
setahun setelah melakukan hubungan seksual atau hubungan badan, dan
pasangan tersebut melakukannya tanpa memakai kondom atau tanpa alat
kontrasepsi, dan telah melakukan hubungan badan secara teratur.
Infertilitas pada kenyataannya mempengaruhi banyak pasangan di seluruh
dini. Ada jutaan

6
orang usia reproduksi di seluruh dunia dan berdampak juga pada keluarga
dan komunitas atau masyarakat. (Argaheni et al., 2022)
Pada sistem organ reproduksi pria, beberapa kejadian infertilitas yang
menimpa pasangan pria dan wanita paling sering disebabkan oleh adanya
masalah pada pria terutama pada kualitas ejakulasi air mani/sperma,
kemudian tidak adanya atau rendahnya tingkat /jumlah sperma yang
terkandung lebih lanjut juga disebabkan oleh bentuk dari sperma
(morfologi) yang juga signifikan berpengaruh dan juga pada pergerakan
(motilitas) sperma itu sendiri yang dikeluarkan oleh pria ketika ejakulasi
tidak normal sebagai mana adanya. Pada sistem organ reproduksi wanita,
infertilitas banyak disebabkan dan bersumber dari berbagai hal, salah
satunya adanya kelainan pada ovarium wnita, kelainan pada rahim wanita,
kelainan pada saluran tuba, dan adanya gangguan pada sistem endokrin.
Infertilitas dibagi menjadi dua istilah penting, yaitu infertilitas
didefinisikan dapat bersifat sebagai primer atau infertilitas bisa juga
bersifat sekunder. Pada infertilitas primer, kondisi terjadi ketika ketika
kehamilan belum pernah sama sekali dicapai oleh seseorang, dan pada
infertilitas sekunder adalah ketika setidaknya satu kehamilan sebelumnya
telah dicapai. Infertilitas primer adalah istilah yang biasanya
menggambarkan ketika pasangan wanita dan pria tidak dapat mencapai
kehamilan setelah 1 tahun melakukan hubungan badan secara teratur tanpa
kondom, atau setelah 6 bulan jika wanita tersebut berusia lebih dari 35
tahun (NICHD 2020). (Argaheni et al., 2022)
Infertilitas atau tidak suburan di definisikan sebagai kegagalan
pasangan untuk mendapatkan kehamilan setelah melakukan hubungan
seksual secara teratur selama dua belas bulan atau lebih tanpa memakai
alat kontrasepsi. Infertilitas dibedakan menjadi dua bagian yaitu infertilitas
primer dan infertilitas sekunder. Infertilitas primer adalah pasangan suami
istri yang belum pernah mengalami kehamilan, sementara infertilitas
sekunder adalah pasangan suami istri gagal untuk memperoleh kehamilan
setelah satu tahun paska persalinan atau paska abortus tanpa menggunakan
kontrasepsi apapun. Tentu hal ini diakibatkan berbagai faktor. Potensi
infertilitas dianggap sebagai masalah kesehatan serius di seluruh dunia.
Secara garis besar infertilitas dapat di bagi dua yaitu (Argaheni et al.,
2022):
a. Infertilitas primer, merupakan keadaan dimana istri belum hamil
setelah satu tahun atau lebih melakukan hubungan seksual secara
teratur dan adekuat tanpa kontrasepsi.
b. Infertilitas sekunder, merupakan keadaan dimana istri sebelumnya
sudah hamil tetapi keguguran atau istri sebelumnya sudah hamil tetapi

7
tidak hamil lagi setelah satu tahun atau lebih melakukan hubungan
seksual secara teratur dan adekuat tanpa kontrasepsi.
2. Angka Kejadian
Studi menunjukkan bahwa setelah 1 tahun berhubungan seks tanpa
kondom, ada sekitar 12% hingga 15% pasangan wanita dan pria yang tidak
kunjung mendapatkan kehamilan, dan setelah 2 tahun, jumlah ini menjadi
10% pasangan pria dan wanita yang masih belum memiliki bayi yang lahir
hidup. Pada kondisi pasangan pria dan wanita dimana pasangan wanitanya
berusia di bawah usia 30 tahun yang umumnya sehat organ reproduksinya,
40% hingga 60% mendapatkan kehamilan dalam 3 bulan pertama.
Kemudian, kesuburan akan segera menurun seiring dan sejalan dengan
bertambahnya usia pada pria dan wanita, akan tetapi efek usia akan jauh
lebih berpengaruh besar pada kejadian infertilitas yang dipengasahi oleh
wanita. Di usia 30-an, wanita kira-kira mengalami setengah atau agak
subur seperti di awal usia 20- an, dan peluang pembuahan pada wanita
akan menjadi menurun secara signifikan setelah usia 35 tahun dalam
hidupnya. Kesuburan pria juga akan menurun seiring bertambahnya usia,
tetapi lebih bertahap tidak seperti wanita yang sudah ada patokan rentang
yang berlaku. (Argaheni et al., 2022)
C. Faktor Penyebab Infertilitas
1. Faktor dari Laki-laki
Beberapa faktor bisa memengaruhi spermatogenesis, salah satunya
faktor toksik. Faktor toksik menyebabkan kerusakan sperma yang kadang
penyebabnya tidak diketahui tetapi berhubungan dengan kualitas air mani
yang buruk. Faktor-faktor tersebut antara lain panas, paparan logam berat,
pestisida, radiasi pengion, alkohol, merokok, dan obesitas. Kemajuan
dalam studi biologi sperma telah memungkinkan kita untuk
menghubungkan kasus-kasus infertilitas tertentu yang tidak dibenarkan
oleh adanya fragmentasi DNA sperma. Fragmentasi DNA sperma saat ini
dianggap sebagai faktor penting dalam etiologi infertilitas pria.
Fragmentasi DNA sperma ini merupakan faktor yang mendukung
apoptosis sel, tingkat pembuahan yang buruk, frekuensi abortus yang
tinggi, dan morbiditas pada janin atau kanker. (Permatasari et al., 2022)
Peningkatan fragmentasi DNA sperma telah ditemukan pada pria
dengan varikokel atau leukospermia, pada pria yang merokok dan terpapar
berbagai zat beracun di lingkungan. Di sisi lain, usia juga mampu
meningkatkan persentase kerusakan DNA sperma. Fragmentasi DNA
dapat disebabkan oleh berbagai alasan, tetapi penyebab paling umum
adalah kelebihan produksi radikal bebas. (Permatasari et al., 2022)

8
Zat-zat ini adalah anion superoksida dan radikal hidroksil, yang biasanya
merupakan spesies yang sangat reaktif dan memiliki satu atau lebih
elektron yang tidak berpasangan pada kulit valensinya. Zat pengoksidasi
tinggi lainnya adalah hidrogen peroksida, tetapi sebenamya bukan radikal.
Ada juga radikal bebas yang tidak secara langsung terhubung dengan
oksigen tetapi bergantung pada nitrogen, seperti oksida nitrat (nitric oxide/
NO), senyawa penting yang ditemukan dalam sel Leydig. yang
berkontribusi dalam mengendalikan persimpangan ketat di testis. Reaksi
NO dengan superoksida menghasilkan molekul yang sangat beracun (Trak
et al., 2018). (Permatasari et al., 2022)
Penyebab infertilitas pada pria dibagi menjadi 3 kategori utama
yaitu(Argaheni et al., 2022) :
a. Gangguan produksi sperma misalnya akibat kegagalan testis primer
yang disebabkan oleh faktor genetik (Klinefelter syndrome),
mikrodelesi kromosom Y atau kerusakan langsung lainnya terkait
anatomi (varikokel), infeksi, atau endotoksin. Stimulasi gonadotropin
yang tidak adekuat yang disebabkan karena faktor genetik, efek
langsung maupun tidak langsung dari tumor hipotalamus atau
pituitary, atau penggunaan androgen eksogen misalnya Danazol,
Metiltestosteron (penekanan pada sekresi gonadotropin) merupakan
penyebab lain dari produksi sperma yang buruk.
b. Gangguan fungsi sperma, misalnya akibat antibodi, antisperma, radang
saluran genital, varikokel, kegagalan reaksi akrosom, ketidaknormalan
biokimia, atau gangguan dengan perlengketan sperma (ke zona
pelusida) atau penetrasi.
c. Sumbatan pada duktus, misalnya akibat vasektomi, tidak adanya vas
deferens bilateral, atau sumbatan kongenital atau yang didapat
(acquired) pada epididimis atau duktus ejakulatorius (penanganan
infertil).
Pada organ reproduksi pria, infertilitas dapat disebabkan oleh banyak
hal. Berikut merupakan penyebab yang sering terjadi pada pria (Argaheni
et al., 2022) :
a. Obstruksi saluran reproduksi menyebabkan disfungsi dalam ejeksi air
mani. Penyumbatan ini dapat terjadi pada saluran yang membawa air
mani (seperti saluran ejakulasi dan vesikula seminalis). Penyumbatan
biasanya disebabkan oleh cedera atau infeksi pada saluran genital.
b. Gangguan hormonal yang menyebabkan kelainan pada hormon yang
dihasilkan oleh kelenjar hipofisis, hipotalamus dan testis. Hormon
seperti testosteron mengatur produksi sperma. Contoh gangguan yang

9
mengakibatkan ketidakseimbangan hormon termasuk kanker hipofisis
atau testis.
c. Kegagalan testis untuk menghasilkan sperma, misalnya karena
varikokel atau perawatan medis yang merusak sel penghasil sperma
(seperti kemoterapi).
d. Fungsi dan kualitas sperma yang tidak normal. Kondisi atau situasi
yang menyebabkan abnormalitas bentuk (morfologi) dan pergerakan
(motilitas) sperma berpengaruh negatif terhadap kesuburan. Misalnya,
penggunaan steroid anabolik dapat menyebabkan parameter semen
yang tidak normal seperti jumlah dan bentuk sperma.
e. Faktor lingkungan dan gaya hidup seperti merokok, asupan alkohol
yang berlebihan dan obesitas dapat mempengaruhi kesuburan. Selain
itu, paparan polutan dan racun lingkungan dapat secara langsung
menjadi racun bagi gamet (telur dan sperma), yang mengakibatkan
penurunan jumlah dan kualitas gamet, yang menyebabkan
kemandulan.
2. Faktor dari Perempuan
Faktor wanita bertanggung jawab atas 50% kasus infertilitas,
meskipun prevalensi bervariasi antar populasi. Beberapa etiologi
infertilitas wanita telah diidentifikasi, termasuk: kelainan anatomi
(kelainan tuboperitoneal, distorsi rongga rahim olch mioma dan kelainan
bawaan rahim), gangguan ovulasi dan menstruasi, seperti amenore,
gangguan endokrin [hipotalamus, prolaktinoma, akromegali, sindrom
ovarium polikistik (PCOS)), endometriosis, gaya hidup berbahaya
(merokok dan minum), dan penyakit lain yang berhubungan dengan
ketidaksuburan wanita. (Permatasari et al., 2022)

Sumber:At a Glance Sistem Reproduksi Edisi Kedua


a. An-Ovulasi (Masalah Ovulasi)
Oligo-ovulasi atau anovulasi didefinisikan tidak ada oosit yang
akan dikeluarkan setiap bulan. Masalah anovulasi pada perempuan
sekitar 30% dari kasus infertilitas dan umumnya ditandai dengan
menstruasi yang tidak teratur (oligomenorrhea) atau kondisi tidak
menstruasi lebih
10
dari tiga bulan (amenorrhoea) (Katsikis et al., 2006). (Permatasari et
al., 2022)
Anovulasi harus dicurigai ketika siklus menstruasi terjadi tidak
teratur, dalam siklus yang lebih pendek dari 21 atau lebih lama dari 35
hari (walaupun untuk kebanyakan wanita panjang siklus >25 hari), atau
jika ada perdarahan uterus abnormal atau amenore. Penyebab paling
umum dari anovulasi adalah sindrom ovarium polikistik (PCOS), yang
memengaruhi 70% perempuan dengan anovulasi (Carson and Kallen,
2021). Obesitas juga sering dikaitkan dengan anovulasi selain PCOS.
Perempuan dengan indeks massa tubuh (IMT) lebih besar dari 25
memiliki peningkatan risiko infertilitas anovulasi dibandingkan dengan
wanita dengan IMT kisaran normal. Pada perempuan obesitas, sekresi
gonadotropin dipengaruhi karena peningkatan aromatisasi perifer dari
androgen menjadi estrogen. (Permatasari et al., 2022)
WHO membagi kelainan ovulasi ini dalam 4 kelas (Anas, 2022) :
a. Kelas 1: Kegagalan pada hipotalamus hipopise (hipogonadotropin
hipogonadism). Karakteristik dari kelas ini adalah gonadotropin
yang rendah, prolaktin normal, dan rendahnya estradiol. Kelainan
ini terjadi sekitar 10 % dari seluruh kelainan ovulasi.
b. Kelas 2: Gangguan fungsi ovarium (normogonadotropin-
normogonadism). Karakteristik dari kelas ini adalah kelainan pada
gonadotropin namun estradiol normal. Anovulasi kelas 2 terjadi
sekitar 85 % dari seluruh kasus kelainan ovulasi. Manifestasi klinik
kelainan kelompok ini adalah oligomenorea atau amenorea yang
banyak terjadi pada kasus PCOS. Delapan puluh sampai sembilan
puluh persen pasien PCOS akan mengalami oligomenorea dan 30
% akan mengalami amenorea.
c. Kelas 3: Kegagalan ovarium (hipogonadotropin hipogonadism).
Karakteristik kelainan ini adalah kadar gonadotropin yang tinggi
dengan kadar estradiol yang rendah. Terjadi sekitar 4-5 % dari
seluruh gangguan ovulasi kelompok wanita yang mengalami
gangguan ovulasi akibat gangguan cadangan ovarium (premature
ovarian failure/diminissed ovarian reserved).
d. Kelas 4: Kelompok wanita yang mengalami gangguan ovulasi
akibat disfungsi ovarium, memiliki kadar prolaktin yang tinggi
(hiperprolaktinemia).
b. Kelainan Anatomis
Kelainan anatomis yang sering ditemukan berhubungan dengan
infertilitas adalah abnormalitas tuba fallopii dan peritoneum, faktor
serviks, serta faktor uterus (Anas, 2022) :

11
1) Infertilitas faktor tuba dan peritoneum
Selama 20 tahun terakhir terdapat pergeseran penyebab
infertilitas, dari faktor ovarium dan uterus mengarah ke faktor tuba.
Faktor tuba dan peritoneum menjadi penyebab kasus infertilitas
yang cukup banyak dan merupakan diagnosis primer pada 30-40%
pasangan infertil. Faktor tuba mencakup kerusakan atau obstruksi
tuba fallopii berhubungan dengan penyakit peradangan panggul,
pembedahan panggul atau tuba sebelumnya.
Adanya riwayat Pelvic Inflamatory Disease (PID), abortus
septik, ruptur apendiks, pembedahan tuba, atau kehamilan ektopik
sebelumnya menjadi faktor resiko besar untuk terjadinya kerusakan
tuba. PID tidak diragukan lagi menjadi penyebab utama infertilitas
faktor tuba dan kehamilan ektopik.16,17 Studi klasik pada wanita
dengan diagnosis PID setelah dilaparoskopi menunjukkan bahwa
resiko infertilitas tuba sekunder meningkat seiring dengan jumlah
dan tingkat keparahan infeksi panggul; secara keseluruhan,
insidensi berkisar pada 10-12% setelah 1 kali menderita PID, 23-
35% setelah 2 kali menderita PID, dan 54-75% setelah menderita 3
kali episode akut PID.
Infeksi pelvis subklinik oleh Chlamydia Trachomatis yang
menyebabkan infertilitas karena faktor tuba. Meskipun banyak
wanita dengan penyakit tuba atau perlekatan pelvis tidak diketahui
adanya riwayat infeksi sebelumnya, terbukti kuat bahwa “silent
infection” sekali lagi merupakan penyebab yang paling sering.
Penyebab lain faktor infertilitas tuba adalah peradangan akibat
endometriosis, Inflammatory Bowel Disease, atau trauma
pembedahan.
2) Infertilitas karena faktor uterus
Kelainan Uterus yang menyebabkan infertilitas antara lain:
a) Septum Uteri
Hal ini dapat menghambat maturasi normal embrio karena
kapasitas uterus yang kecil. Septum uteri menurut tingkatan
berdasarkan ukuran septum dibagi menjadi 3 kelompok yakni:
 Stadium I: < 1 cm
 Stadium II: 1-3 cm
 Stadium III: >3 cm16
b) Mioma Uteri
Saat ini, mioma uteri dapat dikaitkan dengan infertilitas pada 5-
10% perempuan, dan mungkin menjadi satu-satunya penyebab
infertilitas pada 2- 3%, tergantung lokasi, jumlah dan besar dari

12
mioma itu sendiri. Mioma khususnya mioma submukosa
mungkin mempengaruhi transportasi gamet dengan cara
menghalangi ostium tuba. Pembesaran dari rahim dan distorsi
dari kontur uterus mungkin mempengaruhi implantasi,
menyebabkan disfungsional kontraktilitas uterus, yang pada
gilirannya bisa mengganggu dengan migrasi sperma,
transportasi sel telur atau mengganggu nidas.
c) Kelainan endometrium.
Seperti adanya polip, endometritis, hyperplasia dan
perlengketan intrauterin (Sindroma Asherman). Dalam 1
penelitian yang melibatkan grup wanita infertil dengan polip
endometrium yang tidak direseksi (lebih besar dari 2 cm),
keluaran In Vitro Fertilisation (IVF) pada wanita yang diterapi
(sebelumnya dilakukan polipektomi histeroskopi) dan yang
tidak diterapi tidak berbeda. Prevalensi polip pada wanita
infertil, ditaksir dari rentetan kasus dengan temuan diagnostik
histeroskopi sekitar 3
– 5%. Sindroma Asherman terjadi oleh karena dilakukannya
dilatasi dan kuretase yang merupakan blind procedure sehingga
terjadi intrauterine scar dan akhirnya menjadi sinekhia
intrauterin. Bozdag dkk, mengatakan bahwa penyebab utama
dari sindroma Asherman adalah dilakukannya dilatasi dan
kuretase yang mana merupakan blind method, yang secara
respektif persentase insiden terjadinya sindrom Asherman
akibat kuretase adalah 14-36 %.
c. Endometriosis
Endometriosis adalah kondisi peradangan kronis yang ditandai
dengan adanya kelenjar endometrium di luar rahim. Endometriosis
merupakan estrogen- dependent, yang memengaruhi hingga 10%
wanita usia reproduksi dan hingga 50% wanita dengan infertilitas. 30-
50% perempuan dengan endometriosis mengalami infertilitas, dan
kondisi ini mengurangi fekunditas dari 15% menjadi 20% per bulan
pada wanita schat menjadi 2% hingga 5% per bulan pada wanita
dengan endometriosis (Llarena, Falcone and Flyckt, 2019). Beberapa
mekanisme berkontribusi pada infertilitas pada
endometriosis(Permatasari et al., 2022):
1) Anatomi panggul Anatomi panggul yang terdistorsi yang terlihat
pada penyakit sedang hingga berat dapat menghambat
penangkapan ovum dan fertilisasi. . Inflamasi Peritoneum
2) Lingkungan inflamasi menjadi ciri cairan peritoneum pada
endometriosis berdampak negatif pada konsepsi dan
perkembangan
13
embrio di berbagai titik. Cairan peritoneum perempuan dengan
endometriosis menghambat motilitas sperma, karena peningkatan
aktivitas makrofag dan sitokin. Selain itu, faktor inflamasi dalam
cairan peritoneum mengganggu motilitas tuba. Sel-sel inflamasi
dalam cairan peritoneum serta radikal bebas di endometrium
berdampak negatif pada perkembangan dan viabilitas embrio.
3) Kegagalan implantasi Kelainan endometrium eutopik berkontribusi
pada kegagalan implantasi. Disregulasi reseptor progesteron yang
mengakibatkan resistensi progesteron menyebabkan penurunan
penerimaan endometrium dan disfungsi fase luteal. Autoantibodi
terhadap antigen di endometrium selanjutnya dapat mengganggu
penerimaan dan implantasi pada endometrium.
d. Infertlitas yang tidak dapat dijelaskan (Unexplained Infertility)
Infertilitas yang tidak dapat dijelaskan merupakan keadaan kurang
normal dari distribusi efisiensi reproduksi atau abnormal dari fungsi
sperma atau oosit, fertilisasi, implantasi, atau perkembangan preembrio
yang tidak dapat terdeteksi dengan metode evaluasi standar.
Unexplained Infertility dapat diartikan sebagai ketidak mampuan
untuk hamil setelah 1 tahun tanpa ditemukannya suatu abnormalitas
menggunakan prosedur pemeriksaan ginekologis rutin. Insidensi
infertilitas ini berkisar dari 10% sampai paling tinggi 30% di antara
populasi infertil, tergantung dari kriteria diagnostik yang digunakan.
Minimal, diagnosis infertilitas tak teridentifikasi menunjukkan analisis
semen yang normal, bukti objektif adanya ovulasi, rongga uterus yang
normal, serta patensi tuba bilateral. Sebelumnya, diharapkan hasil PCT
yang positif dan penanggalan endometrium “in phase”, tetapi kriteria
ini tidak lagi digunakan.
D. Faktor Risiko
Banyak faktor risiko infertilitas pria dan wanita yang sama usia (Argaheni et
al., 2022).
1. Usia
Usia merupakan faktor penting untuk resioko infertilitas. Pada dasarnya,
kesuburan wanita menurun secara bertahap dan berbading lurus dengan
seiring bertambahnya usia, terutama pada wanita di pertengahan usia 30-
an, dan menurun dengan cepat pada wanita setelah usia 37 tahun.
Infertilitas biasanya terjadi pada wanita yang lebih tua, dikarenakan
disebabkan oleh jumlah dan kualitas sel telur yang buruk, dan juga dapat
disebabkan oleh masalah kesehatan yang ada pada wanita atau pria
tersebut yang bisa mempengaruhi kesuburan. Pria di atas usia 40 tahun
secara teori akan menjadi kurang subur dibandingkan pria yang lebih
muda.
2. Tembakau
14
Tembakau dapat mengurangi peluang pasangan untuk dapat hamil.
Merokok juga akan mengurangi efektivitas perawatan kesuburan.
Keguguran sering diasosiasikan terjadi dan berhubungan pada wanita
perokok. penurunan jumlah sperma pada pria.
3. Konsumsi alkohol.
Banyak saran yang direkomendasikan gar ibu hamil tidak mengkonsumsi
alkohol. Asupan alkohol dapat menyebabkan kemandulan. Pada pria,
asupan alkohol yang tinggi dapat mengurangi jumlah dan motilitas
sperma.
4. Kelebihan berat badan.
Bagi wanita Amerika, gaya hidup menetap dan obesitas dapat
meningkatkan risiko infertilitas.Obesitas juga dapat mempengaruhi jumlah
sperma pria.
5. Membuatnya lebih tipis.
Wanita yang berisiko mengalami masalah kesuburan termasuk wanita
dengan gangguan makan seperti kehilangan nafsu makan dan bulimia
nervosa, dan wanita dengan kalori rendah atau diet terbatas.
6. Kurang olahraga berkontribusi terhadap obesitas dan meningkatkan risiko
infertilitas. Meskipun kurang umum, masalah ovulasi dapat dikaitkan
dengan olahraga yang sering, berat dan berat pada wanita yang tidak
kelebihan berat badan.
E. Penanganan Infertilitas
Ada berbagai cara untuk melakukan perawawatan pada infertilitas. Berikut
ini beberapa usaha yang dapat dilakukan untuk infertilitas (Davis, 2021)
(Argaheni et al., 2022):
1. Melacak Masa Subur
Waktu masa subur yang tidak dilacak dapat menyebabkan kegagalan
untuk program kehamilan. Tes ovulasi atau tes masa kesuburan yang
dijual bebas pada dasarnya dapat membantu pasangan pria dan Wanita
untuk mengetahui waktu ovulasi (pelepasan sel telur) dan juga bisa
menentukan waktu terbaik dari pasangan untuk berhubungan seks. Tes
untuk melacak masa subur tersebut bekerja dengan cara mengukur kadar
hormon yang meningkat pada 12 hingga 36 jam sebelum ovulasi. Sekitar
sepertiga dari semua kasus inferitas biasanya terkait dengan ovulasi yang
tidak teratur.
2. Obat Kesuburan
Obat-obatan untuk kesuburan biasanya tersedia untuk membantu wanita
yang tidak berovulasi secara teratur sesuai dengan siklus menstruasi.
Clomiphene citrate (Clomid atau Serophene) adalah obat yang paling
umum digunakan untuk mengatasi kesuburan, dengan cara kerja yang
relatif efektif dan harga yang murah. Menurut penelitian, sekitar setengah
dari wanita yang memakainya akan hamil, biasanya dalam tiga siklus.
Clomiphene bisa

15
menyebabkan pelepasan lebih dari satu sel telur sekaligus, sehingga ada
peningkatan risiko kehamilan ganda (kehamilan dua atau lebih janin).
3. Hormon Suntik
Setelah mencoba clomiphene selama 6 bulan, wanita yang belum hamil
bisa jadi akan diberi resep suntikan hormon untuk merangsang ovulasi.
Seperti halnya klomifen yang dikonsumsi, kemungkinan kehamilan ganda
meningkat dengan suntikan hormon.
4. Pembedahan untuk Tuba Falopi yang Tersumbat
Penyumbatan atau jaringan parut pada saluran tuba lebih banyak
mencegah kehamilan pada beberapa wanita.Hal ini mungkin disebabkan
karena endometriosis (pertumbuhan berlebih dari jaringan lapisan rahim di
luar rahim), operasi sebelumnya, atau kerusakan akibat infeksi panggul
sebelumnya. Operasi laparoskopi dapat menghilangkan jaringan parut
pada beberapa wanita, dan tentu saja meningkatkan peluang mereka untuk
hamil.
5. Inseminasi Intrauterin (IUI)
Inseminasi intrauterin (IUI) digunakan untuk mengobati Inseminasi
intrauterin (IUI) digunakan untuk mengobati berbagai jenis infertilitas.
Dalam Teknik IUI, sperma ditempatkan langsung ke dalam rahim pada
saat ovulasi, sehingga di harapkan akan mengurangi jarak yang harus
ditempuh sperma untuk mencapai sel telur. IUI sering digunakan bersama
dengan obat- obatan untuk merangsang ovulasi. Tingkat kehamilan lebih
rendah dibandingkan dengan IVF, tetapi prosedur ini lebih murah dan
kurang invasif, sehingga dapat dicoba terlebih dahulu oleh pasangan yang
sedang melakukan program hamil.
6. IUI Dengan Donor Sperma
IUI juga dapat dilakukan dengan menggunakan sperma dari donor jika
pasangan pria memiliki jumlah sperma sehat yang sedikit. Sebelum
melakukan IUI dengan donor sperma, pasangan akan diberikan konseling.
Konseling biasanya direkomendasikan sebelum pilihan ini karena anak
secara biologis tidak berhubungan dengan ayahnya. IUI dengan sperma
donor sangat berhasil pada wanita subur, dengan tingkat kehamilan
kumulatif lebih dari 80%.
7. Fertilisasi In Vitro (IVF)
IVF menggabungkan sel telur dan sperma di laboratorium, dan bisa
meniadi nilihan. Embrio vang dibuat di laboratorium. IVF
menggabungkan sel telur dan sperma di laboratorium, dan bisa menjadi
pilihan. Embrio yang dibuat di laboratorium ditempatkan di dalam rahim.
IVF melibatkan suntikan hormon dan prosedur pembedahan untuk
mengambil telur dari pasangan- wanita, dan hal itu biasanya membutuhkan
biaya yang mahal. Namun, tingkat keberhasilan IVF meningkat. Tingkat
kehamilan per siklus berkisar
16
dari 10% pada wanita berusia 43 hingga 44. hingga 46% pada wanita di
bawah 35 tahun.
8. IVF Dengan ICSI
Ketika masalah telah diidentifikasi dan bersumber dari. sperma pría,
prosedur yang disebut injeksi sperma intracytoplasmic (ICSI) dapat
direkomendasikan bersama dengan, IVF. Prosedur yang disebut injeksi
sperma intracytoplasmic (ICSI) dapat direkomendasikan bersama dengan
IVF. ICSI adalah pembuahan dengan bantuan labeatorium yang
melibatkan memasukkan satu sperma langsung ke dalam sel telur. Embrio
yang terbentuk dipindahkan ke Rahim dengan cara yang sama seperti
embrio IVF. Kebanyakan siklus IVF sekarang juga menggunakan ICSI.
9. IVF Dengan Telur Donor
Wanita yang memiliki kualitas telur yang buruk, umur wanita yang lebih
tua, atau yang belum berhasil dengan siklus IVF sebelumnya, dapat
memilih untuk mempertimbangkan IVF dengan sel telur donor dan sperma
pasangannya. Wanita yang memiliki kualitas telur yang buruk, lebih tua,
atau yang belum berhasil dengan siklus IVF sebelumnya, dapat memilih
untuk mempertimbangkan IVF dengan sel telur donor dan sperma
pasangannya. Bayi yang dihasilkan secara biologis berhubungan dengan
ayah tapi tidak berhubungan dengan ibu, meskipun ibu mengandung. IVF
menggunakan embrio segar dari telur donor memiliki tingkat keberhasilan
yang tinggi, menghasilkan kelahiran hidup 55% dari waktu.
Ketika embrio dipindahkan ke rahim dalam IVF, biasanya mentransfer 2-4
embrio sekaligus, meningkatkan kemungkinan kehamilan tetapi juga
meningkatkan kemungkinan kehamilan ganda. Ketika embrio dipindahkan
ke rahim, tindakan ini mentransfer 2-4 embrio sekaligus, meningkatkan
kemungkinan kehamilan tetapi juga meningkatkan kemungkinan
kehamilan ganda. Kehamilan ganda dikaitkan dengan peningkatan risiko,
seperti kelahiran prematur, tekanan darah tinggi, anemia, keguguran, dan
komplikasi lainnya.
10. Transplantasi blastokista
Transplantasi blastokista adalah teknik IVF yang relatif baru. Secara
tradisional, embrio IVF ditransplantasikan ke dalam rahim ketika mereka
berada dalam tahap sel 2-8. Selama proses ini, embrio tumbuh selama lima
hari hingga mencapai tahap perkembangan berikutnya yang disebut tahap
blastokista. Satu atau dua blastokista kemudian dipindakan ke rahim.
Tindakan ini menghilangkan kemungkinan kembar tiga dan
mempertahankan tingkat keberhasilan IVF yang tinggi.
11. Embrio donor

17
Embrio donor adalah embrio yang disumbangkan oleh Pasangan yang
telah menyelesaikan proses IVF,transplantasi embrio donor lebih murah
dari pada IVF standar atau IVF menggunakan telur donor.prosedur ini
memungkinkan pengalaman kehamilan.bayi secara biologis tidak
berhubungan dengan salah satu orang tua.
12. Ibu pengganti
Surrogacy bisa menjadi pilihan bagi wanita yang sedang berjuang untuk
mendapatkan anak. Surrogacy tradisional melibatkan pembuahan ibu
pengganti oleh sperma pasangan pria Surrogacy adalah pilihan lain yang
menggunakan IVF untuk membuat embrio dari kedua pasangan dan
mentransfer embrio tersebut ke rahim ibu pengganti. Pilihan ini
memungkinkan bayi untuk memiliki hubungan biologis dengan orang
tuanya.

18
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Infertilitas dapat meniadakan realisasi hak asasi manusia yang esensial ini.
Oleh karena itu, mengatasi ketidaksuburan merupakan bagian penting dari
mewujudkan hak individu dan pasangan untuk menemukan keluarga. Berbagai
macam orang, termasuk pasangan heteroseksual, pasangan sesama jenis, orang
tua, individu yang tidak melakukan hubungan seksual dan mereka yang
memiliki kondisi medis tertentu, seperti beberapa pasangan HIV dan penderita
kanker, mungkin memerlukan manajemen infertilitas dan kesuburan.
Ketidaksetaraan dan kesenjangan dalam akses ke layanan perawatan
kesuburan berdampak buruk pada penduduk miskin, tidak menikah, tidak
berpendidikan, menganggur, dan populasi terpinggirkan lainnya. Mengatasi
infertilitas juga dapat mengurangi ketidaksetaraan gender. Meskipun baik
wanita maupun pria dapat mengalami kemandulan, namun wanita seringkali
dianggap menderita infertilitas, sumber dari segala masalah, terlepas dari
apakah wanita pada kenyataannya infertil atau tidak.
Pasangan usia subur (PUS) merupakan salah satu komposisi penduduk
yang secara fisik dan seksual sudah matang untuk melangsungkan kehamilan.
Oleh karena itu sebaiknya segera melangsungkan kehamilan disaat usia
reproduksinya dalam rentang usia aman untuk melangsungkan kehamilan
yaitu usia 20-35 tahun. Jika melangsungkan kehamilan di usia lebih dari 35
tahun maka berdampak pada tingginya resiko kehamilan seperti preeklampsia,
eklamsia, perdarahan, anemia, abortus, dan resiko lainnya.[1] Badan kesehatan
dunia (WHO) memperkirakan sekitar 50-80 juta pasangan mengalami
kesulitan mendapatkan keturunan. Masalah infertil ini tentu merisaukan, tidak
hanya pasangan suami istri, juga keluarganya. Diperkirakan sekitar 10-15%
pasangan usia subur mengalami masalah infertilitas[2]. Hingga akhir tahun
2009 tercatat sekitar 1,5-2 juta pasangan mengalami masalah gangguan
kesuburan atau infertilitas dari total PUS di Indonesia yang mencapai 15 juta.
Berdasarkan sensus penduduk di Indonesia, diperoleh angka ketidaksuburan
suami istri yang berkisar 12- 25%.
B. Saran
Di harapkan dengan adanya makalah ini, pembaca mendapatkan ilmu
tentang bagaimana konsep fertilitas dan infertilitas.Adapun nantinya penulis
akan segera melakukan perbaikan susunan makalah itu dengan menggunakan
pedoman dari beberapa sumber dan kritik yang bisa membangun dari para
pembaca. Kami dari penulis mengharapkan makalah diatas bisa bermanfaat
untuk penulis dan terkhusus untuk pembaca.

19
DAFTAR PUSTAKA

Anas, M. (2022). Book One: Infertilitas dan Imunologi Vaginitis. UMSurabaya


Publishing. https://books.google.co.id/books?id=ZuZ-EAAAQBAJ

Argaheni, N. B., Aji, S. P., K, R. E., Kristianti, S., Kurniati, N., Ramadhaniati,
F., & Kartikasari, M. N. D. (2022). Asuhan Kebidanan Pada Konsepsi.
Global Eksekutif Teknologi. https://books.google.co.id/books?
id=E7SYEAAAQBAJ

Permatasari, D., Suryani, L., Mukhoirotin, M., Sukaisi, S., Zuraidah, Z.,
Harahap, N. A., Rahayu, M. A., Hutabarat, J., Batubara, A., &
Trisnawati, Y. (2022). Asuhan Kebidanan Pranikah dan Pra Konsepsi.
Yayasan Kita Menulis. https://books.google.co.id/books?id=cd-
REAAAQBAJ

Amelia, P., & Cholifah. (2018). Buku Ajar Biologi Reproduksi. UMSIDA
Press.

Yekti, A. P. A., Susilawati, T., Ihsan, M. N., Press, U. B., & Media, U. B.
(2017). Fisiologi Reproduksi Ternak: Dasar Manajemen Reproduksi.
Universitas Brawijaya Press. https://books.google.co.id/books?
id=jcdVDwAAQBAJ

https://chat.openai.com/?model=text-davinci-002-render-sha

20

Anda mungkin juga menyukai