Berikut ini 3 tahap penyesuaian psikologi ibu dalam masa post partum. 1. Fase Taking Setelah In Fase Setelah Melahirkan sampai hari ke-2. Ciri-Ciri a. Perasaan ibu berfokus pada dirinya. b. Ibu masih pasif dan tergantung dengan orang lain. c. Perhatian ibu tertuju pada kekhawatiran perubahan tubuhnya. d. Ibu akan mengulangi pengalaman pengalaman waktu melahirkan. e. Memerlukan ketenangan dalam tidur untuk mengembalikan keadaan tubuh ke kondisi normal. f. Nafsu makan ibu biasanya bertambah sehingga membutuhkan peningkatan nutrisi. g. Kurangnya nafsu makan menandakan proses pengembalian kondisi tubuh tidak berlangsung normal. h. Gangguan psikologis yang mungkin dirasakan ibu pada fase ini adalah sebagai berikut. 1) Kekecewaan karena tidak menda patkan apa yang diinginkan tentang bayinya. Misalnya, jenis kelamin tertentu, warna kulit, dan sebagainya. 2) Ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu. Misalnya, rasa mules akibat dari kontraksi rahim, payudara bengkak, akibat luka jahitan, dan sebagainya. 3) Rasa bersalah karena belum bisa menyusul bayinya. 4) Suami atau keluarga yang mengkritik ibu tentang cara merawat bayinya dan cenderung melihat saja tanpa membantu. Ibu akan merasa tidak nyaman karena sebenarnya hal ter sebut bukan hanya tanggung jawab ibu saja, tetapi tanggung jawab bersama. 2. Fase Taking Hold (Hari ke-3 sampai 10) Ciri – Ciri a. Ibu merasa merasa khawatir akan ketidakmampuan merawat bayi, muncul perasaan sedih (baby blues). b. Ibu memperhatikan kemampuan men jadi orang tua dan meningkatkan teng gung jawab akan bayinya. c. Ibu memfokuskan perhatian pada pe ngontrolan fungsi tubuh, BAK, BAB dan daya tahan tubuh. d. Ibu berusaha untuk menguasai keteram pilan merawat bayi seperti menggen dong, menyusui, memandikan, dan mengganti popok. e. Ibu cenderung terbuka menerima nasehat bidan dan kritikan pribadi. f. Kemungkinan ibu mengalami depresi postpartum karena merasa tidak mampu membesarkan bayinya. g. Wanita pada masa ini sangat sensitif akan ketidakmampuannya, cepat tersinggung dan cenderung menganggap pemberi tahuan bidan sebagai teguran. Dianjur kan untuk berhati-hati dalam berko munikasi dengan wanita ini dan perlu memberi support. 3. Fase Letting Go (Hari ke-10 sampai akhir nifas) a. Ibu merasa percaya diri untuk merawat diri dan bayinya. Setelah ibu pulang ke rumah dan dipengaruhi oleh dukungan serta perhatian keluarga. b. Ibu sudah mengambil tanggung jawab dalam merawat bayi dan memahami kebutuhan bayi Fase penyesuaian psikologi ibu dalam masa postpartum seba gaimana dijelaskan di atas. Fase itu meliputi beberapa keadaan tergantung situasi dan kondisi yang dialami oleh masing-masing pribadi ibu. Di bawah ini adalah gangguan psikologis yang dialami oleh ibu pasca melahirkan. 1. Postpartum Blues (Baby Blues) Postpartum blues dikenal juga dengan kemurungan masa nifas. Keadaan ini umumnya sering menggelayuti pada ibu baru yang pertama kali melahirkan. Biasanya disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi dengan sifat yang berbeda. secara drastis antara perubahan satu dengan perubahan yang lain. Baik perubahan yang terjadi ketika masa kehamilan, melahirkan sampai pada cara hidupnya sesudah bayinya lahir. Postpartum blues adalah bentuk depresi yang paling ringan, biasanya timbul antara hari ke-2 sampai ke-14. a. Faktor-faktor penyebab postpartum blues: 1) Faktor hormonal, yaitu perubahan hormonal pada pertengahan masa postpartum. Perubahannya terja di pada kadar estrogen, progesteron, prolaktin, serta estriol yang terlalu rendah. Kadar estrogen turun secara tajam setelah melahirkan dan estrogen memiliki efek supresi aktivitas enzim non-adrenalin maupun serotin yang berperan dalam suasana hati dan kejadian depresi. 2) Faktor demografik, yaitu faktor penyebab yang ber hubungan dengan umur dan paritas. Biasanya umur ibu yang terlalu muda saat melahirkan cenderung memiliki kemungkinan lebih besar terkena kondisi ini karena mereka memikirkan tentang tanggung jawab sebagai ibu untuk mengurus anak. Tindakan itu merupakan sebuah bentuk ketidaksiapan terha dap perubahan peran yang terjadi pada mereka. 3) Pengalaman dalam proses kehamilan dan persali nan. Biasanya, kesulitan-kesulitan yang dialami ibu selama kehamilan, dan persalinan akan memper buruk kondisi ibu pasca melahirkan. 4) Latar belakang pikologis ibu yang bersangkutan Tingkat pendidikan, status perkawinan, kondisi ekonomi, status sosial serta kedekatan dengan keluarga suami dapat menjadi salah satu pemicu gangguan psikologis ini. Dukungan yang diberikan dari lingkungan. Misalnya, suami, orang tua, dan keluarga akan menjadi obat yang ampuh bagi ibu. 5) Aktivitas fisik berhubungan dengan aktivitas mengasuh bayi, menyusui ataupun menggantikan popok yang biasanya terjadi di malam hari dimana hal tersebut menjadi hal yang baru bagi ibu bersalin. Ditambah lagi dengan ketidaknyamanan fisik, seperti rasa sakit akibat luka jahit atau bengkak pada payudara yang dialami sehingga menimbulkan perasaan emosi pada wanita pasca melahirkan. Fisik yang sudah lelah dan kondisi psikis yang kaget dengan perubahan-perubahan tersebut dapat menjadi salah satu pemicu gangguan psikologis ini. 6) Faktor umur dan jumlah anak. Pada sebagian ibu yang memiliki anak dengan jarak usia yang terlalu dekat dapat memicu terjadinya gangguan psikologis ini. Hal tersebut berkaitan dengan kebutuhan dasar anak sebelumnya yang masih memerlukan perhatian dari orangtua ditam bah dengan kelahiran anak berikutnya yang akan menyita perhatian lebih besar lagi dari orangtua. 7) Stress yang dialami oleh wanita itu sendiri. Misalnya, belum bisa menyusui bayinya atau rasa bosan terhadap rutinitas barunya. 8) Rasa memiliki bayinya yang terlalu dalam sehingga takut yang berlebihan akan kehilangan bayinya. 9) Ketidakmampuan beradaptasi terhadap perubahan perubahan yang terjadi. b. Gejala-gejala terjadinya postpartum blues: 1) Reaksi: depresi/sedih/ disforia. 2) Sering menangis. 3) Mudah tersinggung dan pelupa. 4) Cemas. 5) Labilitas perasaan. 6) Cenderung menyalahkan diri sendiri. 7) Gangguan tidur dan gangguan nafsu makan. 8) Kelelahan. 9) Mudah sedih. 10) Cepat marah. 11) Mood mudah berubah, cepat menjadi sedih, dan cepat pula menjadi gembira. 12) Perasaan terjebak dan juga marah terhadap pasangannya, serta bayinya. 13) Perasaan bersalah. c. Langkah mengatasi postpartum blues: 1) Persiapan diri yang baik selama kehamilan untuk menghadapi masa nifas. 2) Komunikasikan segala permasalahan atau hal yang ingin disampaikan. 3) Selalu membicarakan rasa cemas yang dialami. 4) Bersikap tulus serta ikhlas terhadap apa yang dialami dan berusaha sebagai ibu yang baik. 5) Cukup istirahat. 6) Menghindari perubahan hidup yang drastis. 7) Berolahraga ringan. 8) Berikan dukungan dari semua keluarga, suami atau saudara. 9) Konsultasikan pada tenaga kesehatan atau orang professional agar dapat memfasilitasi faktor resiko lainnya selama masa nifas dan membantu dalam melakukan upaya pengawasan. 2. Depresi Berat (Depresi Postpartum) Gangguan psikologis ini sebenarnya tak jauh beda dengan gangguan psikologis yang sudah disampaikan sebelumnya. Hanya saja yang membedakan terletak pada frekuensi, intensitas serta durasi berlangsungnya gejala-gejala yang timbul. Ibu yang depresi akan merasakan gejala dengan intensitas lebih sering. lebih hebat, dan lebih lama. Keadaan ini berlangsung antara 3-6 bulan bahkan pada beberapa kasus terjadi selama 1 tahun pertama kehidupan bayi, sehingga biasanya mereka tidak bisa menjalin hubungan kedekatan dengan bayi yang baru dilahirkannya. Penyebab depresi terjadi karena reaksi terhadap rasa sakit yang muncul saat melahirkan dan penyebab yang kompleks lainnya. a. Gejala-gejala depresi berat: 1) Perubahan pada mood disertai dengan tangisan tanpa sebab. 2) Gangguan pada pola tidur dan pola makan. 3) Perubahan mental dan libido. 4) Dapat pula muncul fobia, serta ketakutan akan menyakiti dirinya sendiri, dan bayinya. 5) Tidak memiliki tenaga atau hanya sedikit saja tenaga yang dimiliki. 6) Tidak dapat berkonsentrasi. 7) Ada perasaan bersalah dan tidak berharga pada dirinya. 8) Menjadi tidak tertarik dengan bayi atau terlalu memperhatikan dan menghawatirkan bayinya. 9) Terdapat perasaan takut untuk menyakiti dirinya sendiri dan bayinya. 10) Depresi berat akan terjadi biasanya pada wanita atau keluarga yang pernah mempunyai riwayat kelainan psikiatrik. Selain itu, kemungkinan dapat terjadi pada kehamilan selanjutnya. b. Penatalaksanaan depresi berat: 1) Dukungan keluarga dan lingkungan sekitar. 2) Terapi psikologis dari psikiater. 3) Kolaborasi dengan dokter untuk memberikan antidepresan (perlu diperhatikan pemberian antidepresan pada wanita hamil dan menyusui). 4) Jangan ditinggal sendirian di rumah. 5) Jika diperlukan lakukan perawatan di rumah sakit. 6) Tidak dianjurkan rawat gabung (rooming in) dengan bayinya pada penderita depresi berat. 3. Postpartum Psikosis (Postpartum Kejiwaan) Postpartum psikosis, yaitu masalah kejiwaan serius yang dialami ibu setelah proses persalinan dan ditandai dengan agitasi yang hebat, pergantian perasaan yang cepat, depresi dan delusi. Wanita yang mengalami postpartum psikosis ini membutuhkan perawatan segera dan pengobatan psikiater (Nirwana, 2011). Penyebabnya dapat terjadi karena perubahan hormon, rendahnya dukungan sosial dan emosional, rasa rendah diri, merasa terpencil atau bisa jadi masalah keuangan. Berikut ini diantaranya gejala ynag timbul akibat postpartum psikosis: a. Adanya perasaan atau halusinasi yang diperintahkan oleh kekuatan dari luar untuk melakukan hal yang tidak bisa dilakukan. b. Adanya perasaan bingung yang intens c. Melihat hal-hal lain yang tidak nyata. d. Perubahan mood atau tenaga yang ekstrem. e. Ketidakmampuan untuk merawat bayi. f. Terjadi periode kebingungan yang serupa dengan amne sia (memory lapse). g. Serangan kegelisahan yang tak terkendali. h. Pembiacaraannya tidak dimengerti (mengalami gang guan komunikasi). Penatalaksanaan gangguan ini adalah dengan memberikan pendampingan psikiater. Hal tersebut dikarenakan wanita yang mengalami gangguan kejiwaan ini tidak selalu mampu atau bersedia untuk berbicara dengan orang disekitarnya. Kondisi yang seperti ini biasanya membutuhkan obat antipsikosis atau antidepresan atau antiansietas. Cara mendeteksi depresi postpartum dengan menggunakan Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPSD). EPSD merupakan suatu alat bantu berupa kuesioner dengan validitas yang telah teruji dalam mengukur intensitas perubahan suasana depresi selama 7 hari pasca persalinan. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan dimana setiap pertanyaan memiliki 4 pilihan jawaban yang mempunyai nilai atau skor tertentu dan diantara pilihan jawaban tersebut harus dipilih salah satu yang mendekati dengan kondisi perasaan yang dirasakan ibu saat itu. Pertanyaan pertanyaan tersebut harus dijawab oleh ibu dalam waktu 5 menit EPSD telah teruji validitasnya di beberapa negara seperti Belanda, Swedia, Australia, Indonesia, dan Italia. Ibu yang memiliki skor di atas 13 cenderung menderita penya kit despresi dengan tingkat keparahan yang bervariasi. Penilaian klinis yang cermat harus dilakukan untuk memastikan diagnosa. Skala ini menunjukkan bagaimana perasaan ibu selama minggu sebelumnya. Berikut adalah petunjuk untuk menggunakan EPSD. 1. Ibu diminta untuk memeriksa respons yang paling dekat dengan perasaannya dalam 7 hari sebelumnya. 2. Semua barang harus diselesai. 3. Perhatian harus dilakukan untuk menghindari kemungkinan ibu mendiskusikan jawaban dengan lainnya. 4. Ibu harus menyelesaikan skalanya sendiri, kecuali ia kesulitan dalam berbahasa atau membaca. E. PERAN DAN TANGGUNG JAWAB BIDAN PADA MASA NIFAS 1. Peranan Penting dalam Pemberian Asuhan Postpartum a. Memberikan dukungan secara berkesinambungan sela ma masa nifas sesuai dengan kebutuhan ibu untuk mengurangi ketegangan fisik dan psikologi selama masa nifas atau dapat dikatakan sebagai teman terdekat sekali gus pendamping ibu nifas dalam menghadapai saat-saat kritis masa nifas. b. Promotor hubungan antara ibu dan bayi serta keluarga. c. Mendorong ibu untuk menyusui bayinya dengan meningkatkan rasa nyaman. d. Mendeteksi komplikasi dan perlunya rujukan. e. Memberikan informasi dan konseling untuk ibu beserta keluarganya mengenai cara mencegah perdarahan, mengenali tanda-tanda bahaya, menjaga gizi yang baik, serta mempraktikkan kebersihan yang aman. f. Melakukan manajemen asuhan kebidanan dengan cara mengumpulkan data, menetapkan diagnosa, dan rencana tindakan serta melaksanakannya demi mempercepat proses pemulihan. Pencegahan komplikasi dengan meme nuhi kebutuhan ibu dan bayi selama periode nifas. g. Memberikan asuhan kebidanan secara profesional. h. Mendukung pendidikan kesehatan termasuk pendidikan dalam peranannya sebagai orang tua. i. Pelaksana asuhan kepada kepada pasien dalam hal tin dakan perawatan, pemantauan, penanganan masalah, rujukan, dan deteksi dini komplikasi masa nifas.
2. Tanggung Jawab Bidan Pada Asuhan Masa Nifas Secara Spesifik
Melakukan evaluasi berkelanjutan dan penatalaksanaan a. perawatan kesejahteraan ibu bersalin. b. Memberikan bantuan pemulihan dari ketidaknyamanan fisik. c. Memberikan bantuan dalam menyusui. d. Memfasilitasi pelaksanaan peran sebagai orang tua. e. Melakukan pengkajian bayi selama kunjungan rumah. f. Memberikan pedoman antisipasi dan instruksi. g. Melakukan penapisan berkelanjutan untuk komplikasi puerperium.