Anda di halaman 1dari 13

TUGAS : BABY BLUES

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan
pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi dan tanggung jawab
ibu mulai bertambah. Post partum blues merupakan suatu fenomena psikologis yang
dialami oleh ibu bayinya. Biasanya terjadi pada hari ke-3 sampai ke-5 post partum.
Angka kejadiannya 80% dari ibu post partum mengalaminya, dan berakhir beberapa
jam/hari (Nugroho, Taufan dkk, 2014).
Post partum blues dikategorikan sebagai sindrom gangguan mental ringan. Maka
dari itu, sering tidak diperdulikan sehingga tidak terdiagnosis dan tidak ditindak lanjuti
sebagaimana seharusnya. Jika dianggap remeh kemungkinan keadaan ini akan menjadi
serius dan bisa bertahan 2 minggu sampai 1 tahun dan akan berlanjut menjadi depresi
dan psikosis postpartum. Banyaknya ibu yang berjuang sendiri dalam beberapa saat
setelah melahirkanakan merasakan ada sesuatu yang salah tetapi ibu sendiri tidak
mengetahui apa sebabnya (Rukiyah & Yulianti, 2018)
B. Rumusan masalah
1. Apa yang dimaksud dengan sindrom baby blues?
2. Bagaimanakah gejala-gejala dari baby blues?
3. Apakah penyebab terjadinya baby blues?
4. Bagaimanakah cara mengatasi baby blues?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan sindrom baby blues.
2. Untuk mengetahui gejala-gejala dari baby blues.
3. Untuk mengetahui penyebab terjadinya baby blues.
4. Untuk mengetahui cara mengatasi baby blues.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Baby Blues


Baby blues atau postpartum blues merupakan suatu sindrom yang terjadi pada
wanita pasca bersalin atau setelah melahirkan. Sindrom baby blues biasanya di tandai
dengan perasaan ibu yang mudah merasa sedih dan senang silih berganti dalam waktu
yang singkat. Sindrom baby blues terjadi karena adanya perubahan hormon 3-4 hari
setelah melahirkan. Dimana hormon estrogen dan progesteron akan turun secara drastis
sehingga menyebabkan kondisi emosional wanita tidak stabil (Heryani, 2012).
Baby blues lebih berat dialami oleh ibu primipara daripada ibu multipara. Baby
blues dapat sembuh kembali tanpa pengobatan, namun bila gejala-gejala baby blues
terjadi menetap atau memburuk, ibu membutuhkan evaluasi lebih lanjut terhadap
depresi postpartum (Maryunani, 2011)
Baby blues terjadi sejak hari pertama pasca persalinan atau pada fase taking in
dan cenderung akan memburuk pada hari ketiga sampai kelima dan berlangsung dalam
rentang waktu 14 hari atau 2 minggu pasca persalinan. Baby blues merupakan suatu
keadaan gangguan suasana hati pasca persalinan yang dapat berdampak pada
perkembangan anak karena stress dan sikap ibu yang tidak tulus terus-menerus bisa
membuat bayinya tumbuh menjadi anak yang gampang menanggis, cenderung rewel,
mudah cemas, pemurung dan mudah sakit. keadaan bila tidak cepat diatasi bisa
menjadi depresi postpartum yang biasanya terjadi pada bulan pertama pasca persalinan.
Saat ini baby blues diketahui sebagai suatu sindrom gangguan efek ringan yang tampak
dalam minggu pertama setelah persalinan (Marmi & Margiyati. 2013)
Fase-fase adaptasi ibu nifas antara lain taking in, taking hold, dan letting go
yang merupakan suatu perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah
yang dirasakandan akan kembali normal secara perlahan setelah ibu dapat
menyesuaikan dirinya dengan peran barunya (Heryani, 2012).
Hal yang dapat membantu ibu untuk beradaptasi pada masa nifas antara lain:
1. Fungsi menjadi orang tua
2. Respon dan dukungan dari keluarga
3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
4. Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan.

2
Fase-fase dalam adaptasi psikologis ibu postpartum, antara lain: (Maryunani, 2011)
1. Fase taking in
Fase ini marupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari
pertama sampai hari kedua setelah melahirkan. Pada fase ini ibu lebih terfokus
pada dirinya sendiri, sehingga cenderung pasif terhadap lingkungannya.
Ketidaknyamanan yang dialami antara lain berupa:
a. rasa mules,
b. nyeri pada luka jahitan perineum,
c. kurang tidur
d. dan kelelahan.
Yang paling diperhatikan pada fase ini adalah istirahat ibu yang cukup.
Komunikasi yang baik dan asupan nutrisi yang seimbang.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
a. kekecewaan pada bayinya
b. ketidaknyamanan sebagai akibat dari perubahan fisik yang dialami ibu
c. rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
d. kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.
2. Fase taking hold
Pada fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan, ibu merasa
khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan
bayinya. Perasaan ibu lebih sensitive sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu
diperhatikan adalah komunikasi yang baik, dukungan dan perhatian dari orang
terdekat ibu sehingga ibu dapat melakukan perawatan diri dana bayinya dengan
baik. Tugas seorang bidan yakni mengajarkan ibu cara merawat bayinya, cara
menyusui yang benar, cara perawatan luka bekas jahitan, senam nifas, pendidikan
kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri dan lain-lain.
3. Fase letting go
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran
barunya yakni sebagai seorang ibu. Fase ini berlangsung 10 hari setelah
melahirkan. Dimana ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya kepadanya. Terjadi peningkatan perawatan diri dan
bayinya, ibu mulai merasa percaya diri tentang peran barunya sebagai ibu.

3
Dukungan dari suami dan keluarga dapat membantu merawat bayinya. Kebutuhan
akan istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas adalah:
a. Fisik: istirahat, asupan gizi, lingkungan yang bersih.
b. Psikologi: sukungan dari keluarga sangat diperlukan
c. Sosial: berupa perhatian, rasa kasih saying, menghibur ibu saat sedih dan
menemani saat ibu merasa kesepian
d. Psikososial.
Walaupun perubahan-perubahan ini terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya tetap
menjalin ikatan dengan bayinya sejak awal. Sejak masih dalam kandungan bayi hanya
mengenal ibu yang memberikan rasa aman dan nyaman sehingga stress yang
dialaminya tidak bertambah berat (Heryani, 2012).

B. Gejala Baby Blues


Gejala-gejala baby blues dapat diketahui dari perubahan sikap seorang ibu yang
baru saja melahirkan, antara lain: (Marmi & Margiyati. 2013)
1. Mudah tersinggung (iritabilitas)
2. Menangis dengan tiba-tiba
3. Cemas yang yang berlebihan
4. Mood yang labil
5. Kurang percaya diri
6. Sering gelisah
7. Clauding of consciousness/kesadaran akan dirinya yang kurang
8. Gangguan selera makan
9. Merasa tidak bahagia
10. Merasa kurang menyayangi bayinya.
11. Tidak mau bicara
12. Mengalami gangguan tidur
13. Tidak bergairah khususnya terhadap hal-hal yang semula sangat diminatinya
14. Sulit berkonsentrasi dan membuat keputusan.

C. Penyebab Baby Blues


Faktor-faktor penyebab baby blues, yakni: (Rukiyah & Yulianti, 2018)
1. Faktor hormonal

4
Yakni keadaan dimana terjadi perubahan kadar hormone estrogen dan
progesterone yaitu terjadi fluktuasi hormone dalam tubuh. Sehingga membuat kadar
hormone kortisol (hormone pemacu stress) pada tubuh ibu meningkat hingga
mendekati kadar hormone orang yang mengalami depresi. Disaat yang sama,
hormone laktogen dan prolaktin untuk produksi ASI meningkat, sementara pada saat
yang sama kadar progesterone sangatlah rendah. Pertemuan kedua hormone inilah
yang akan menimbulkan keletihan pada ibu dan dapat memicu terjadinya depresi.
2. Faktor demografi
Yakni seperti faktor umur ibu yang terlalu muda atau terlalu tua, pengalaman
proses kehamilan dan persalinan yang buruk. Latar belakang psikososial ibu
postpartum yang bersangkutan, seperti tingkat pendidikan, status perkawinan,
kehamilan yang tidak diinginkan, riwayat gangguan kejiwaan, sosial ekonomi dan
dukungan sosial dari lingkungannya (suami, keluarga, dan rekan sahabat)
3. Faktor psikologis
Berkurangnya perhatian keluarga terutama suami kepada ibu karena semua
perhatiannya tertuju pada bayinya yang baru lahir. Yang sebenarnya disaat usai
persalinan si ibu merasa lelah dan sakit pasca persalinan membuat ibu sangat
membutuhkan perhatian yang lebih. Kekecewaan terhadap penampilan fisik sang
bayi yang tidak sesuai dengan harapan ibunya juga bisa memicu baby blues.
4. Faktor fisik
Kelelahan fisik karena aktifitas mengasuh bayinya, menyusui, memandikan,
menganti popok dan menimang sepanjang hari bahkan tidak jarang di tengah malam
buta sangatlah menguras tenaga ibu, apalagi jika tidak ada bantuan dari suami
ataupun anggota keluarga yang lainnya.
5. Faktor sosial
Ibu akan merasa sulit untuk menyesuaikan dengan peran barunya sebagai
seorang ibu. Ditambah lagi gaya hidupnya yang akan berubah drastik. Ibu akan
merasa dijauhi oleh lingkungannya dan akan merasa terikat selalu dengan bayinya.

Berbagai perubahan yang terjadi pada tubuh ibu selama kehamilan dan
perubahan cara hidupnya setelah memiliki bayi, perubahan hormonal, adanya perasaan
kehilangan secara fisik setelah melahirkan yang mengarah pada suatu perasaan sedih
(Heryani, 2012) Penyebab yang mononjol adalah:

5
a. Kekecewaan emosional yang diikuti rasa puas dan takut yang dialami kebanyakan
ibu selama kehamilan dan persalinan.
b. Rasa sakit pada masa nifas.
c. Kelelahan karena kurangnya waktu untuk istirahat tidur selama persalinan.
d. Kecemasan ketidakmampuan untuk merawat bayinya setelah pulang dari rumah
sakit.
e. Rasa takut karena penampilan yang tidak menarik lagi bagi suami.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Susanti Prasetya Ningrum yang
dilakukan di dua Rumah Sakit Ibu dan Anak (RSIA) Malang dan satu RSIA di Blitar
tentang faktor-faktor psikologi yang mempengaruhi terjadinya baby blues menunjukkan
coping stress memiliki pengaruh 46,1%, penyesuaian diri memiliki pengaruh 56,3 %,
dan dukungan sosial memiliki pengaruh 30,2% terhadap postpartum blues. 3 faktor
yang berpengaruh pada kejadian baby blues yakni coping stress, penyesuaian diri dan
dukungan sosial dari orang terdekat ibu. Coping stress merupakan kemampuan ibu
untuk mengatasi dan mempertahankan diri dari stressor stress yang dialaminya baik
yang bersifat positif maupun negatif (dapat menyebabkan baby blues), coping stress
dibagi menjadi 2 yakni problem focuse coping (coping kepada upaya mengurangi
tuntutan dari situasi yang artinya coping muncul terfokus pada masalah individu
mengatasi stres dengan mempelajari keterampilan yang baru. Individu cenderung
menggunakan coping ini ketika mereka percaya bahwa tuntutan dari situasi dapat
diubah. Emotion focused coping (EFC) merupakan bentuk coping untuk mengatur
respon emosional terhadap situasi yang menekan. Individu dapat mengatur respon
emosionalnya dengan pendekatan behavioral dan kognitif. Penyesuaian diri merupakan
suatu tindakan penyesuaian diri ibu yang bersifat pribadi (penerimaan seseorang
terhadap dirinya sendiri yang berkaitan dengan konflik, tekanan, dan keadaan dalam
dirinya sendiri fisik atau psikisnya) maupun sosial (penyesuaian sosial terhadap
hubungan sosial, tinggal dan berinteraksi). Dukungan sosial merupakan sumber
emosional, informasional dan pendampingan dari orang-orang terdekat dimana interaksi
personal ini bertujuan untuk memberikan bantuan kepada ibu dengan baby blues
sehingga ibu merasa diperhatikan, bernilai, dan dicintai. Dukungan sosial ini berupa
dukungan informasi (segala sesuatu yang terjadi pada ibu), dukungan emosional
(bersifat empati, menjadi pendengar yang baik, bersikap terbuka, dan mempercayai ibu
dengan baby blues), dukungan instrumental (tunjangan, material, dan fasilitas),

6
dukungan appraisal (pembenaran untuk melakukan sesuatu) yang semua dukungan ini
harusnya diberikan suami, keluarga dan kerabat terdekat kepada ibu.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Allades Monalisa Jayasima, Sri Maryati
Deliana dan Moh Iqbal Mabruri tentang postpartum blues sindrom pada kelahiran anak
pertama. Pada dua subjek menunjukkan bahwa kedua subjek mengalami postpartum
blues yang kemunculannya disebabkan oleh beberapa faktor. Faktor yang cenderung
berperan dari kedua subjek adalah faktor latar belakang psikososial, dimana kedua
subjek kurang mendapatkan dukungan dari orang-orang terdekat. Faktor lain yang juga
mencolok, pada subjek pertama adalah faktor pengalaman dalam proses kehamilan dan
persalinan, dan pada subjek kedua merupakan faktor fisik. Faktor lainnya yang menjadi
pemicu ibu mengalami baby blues yakni beban financial (sosial-ekonomi), pandangan
negative orang disekitar ibu tentang proses persalinan yang dialami ibu, luka bekas
operasi section caesarea, fisik ibu yang tidak seperti sebelumnya, ASI yang belum
keluar, ibu merasa lelah karena proses persalinan yang lama, pilihan karir ibu setelah
melahirkan.

D. Cara Mengatasi Baby Blues


Baby blues ini sering terjadi pada saat ibu masih dirawat di rumah sakit atau
klinik bersalin, tetapi juga bisa berlangsung setelah ibu di rumah. Baby blues lebih berat
dialami oleh ibu primipara daripada ibu multipara. Baby blues dapat sembuh kembali
tanpa pengobatan, namun bila gejala-gejala baby blues terjadi menetap atau memburuk,
ibu membutuhkan evaluasi lebih lanjut terhadap depresi pascapartum (Bahiyatun, 2013)
Menurut Bahiyatun tahun 2013. Cara mengatasi baby blues dalam aspek
kebidanan:
1. Membantu perawatan diri ibu dan bayinya
2. Memberikan informasi yang tepat
3. Menyarankan pada ibu untuk:
a. Meminta bantuan suami atau keluarga jika ibu membutuhkan istirahat untuk
menghilangkan kelelahan
b. Memberi tahu suami mengenai apa yang sedang ibu rasakan, karena dengan
bantuan suami dan dapat membantu mengatasi gejala-gejala dari baby blues.
c. Membuang rasa cemas dan kekhawatiran akan kemampuan merawat bayinya,
ibu akan semakin terampildan percaya diri.
d. Mencari hiburan dan meluangkan waktu untuk diri sendiri.

7
Menurut penelitian yang dilakukan Sri Laela dkk, tahun 2018 tentang Thought
stopping and supportive therapy can reduce postpartum blues and anxiety parents of
premature babies di bagian perinatal NICU pada orang tua yang memiliki bayi premature
menunjukkan ada penurunan postpartum blues yang signifikan pada orang tua yang
mengalami postpartum blues dan kecemasan (nilai p = 0,000) pada kelompok yang
diobati dengan menggunakan intervensi keperawatan, penghentian berpikir dan terapi
suportif daripada kelompok yang hanya dirawat dengan intervensi perawatan.
Penghentian berpikir disini maksudnya penghentian berpikir yang digunakan untuk
menghilangkan gangguan atau pikiran negative dan pikiran yang tidak diinginkan secara
sadar. Terapi supportif merupakan terapi psikis yang bertujuan untuk meningkatkan
kekuatan ibu, kemampuan diri dengan menggunakan sumber pertahanan diri untuk
menghadapi kecemasan dan masalah yang dialami ibu. Intervensi keperawatan yang
dilakukan disini berupakan metode relaksasi untuk membuat kondisi psikologis ibu
menjadi lebih tenang yang diharapkan ibu bisa berpikir positif lagi.
Pendekatan secara menyeluruh/histolik dalam penanganan ibu postpartum
dengan kondisi baby blues sangat dibutuhkan. Sehingga dibutuhkan penanganan pada
tingkat perilaku, emosional, intelektual, sosial dan psikologis secara bersama-sama
dengan melibatkan lingkungan terdekatnya yakni suami, keluarga, dan kerabat
terdekatnya (Irawati & Musyarida, 2014)
Peran bidan:
1. Menjalin hubungan baik dengan keluarga dalam mengembangkan upaya menjalin
kasih saying dengan bayinya.
2. Hal ini merupakan tanda awal kesulitan dalam pengasuhan anak dimasa yang akan
datang
3. Waspada terhadap reaksi negative yang menonjol dari sang ibu/orang tua, yakni:
a. Perilaku negative orang tua
b. Sikap verbal dan nonverbal
c. Interaksi yang tidak mendukung (tidak menyetuh bayinya)
d. Ucapan kekecewaan atau merendahkan
4. Upaya memperkokoh hubungan bayi dengan orang tuanya (seperti menggendong,
mengajak bayinya bercerita, dan sebagainya).
5. Mendorong orang tua untuk melihat dan memeriksa bayi mereka dengan komentar
positif tentang bayinya
6. Memberikan anjuran pada ibu dan keluarga, tentang:

8
a. Menganjurkan ibu untuk melepaskan semua emosi, tidak perlu ditahan-tahan.
Ingin menangis, marah, lebih baik dekspresikan saja.
b. Mengusahakan agar ibu mendapatkan istirahat yang cukup (kalau ada
kesempatan gunakan waktu untuk tidur, walaupun hanya 10 menit).
c. Memberikan motivasi/dukungan kepada ibu, agar ibu menyadari badai pasti
berlalu. Rasa sakit setelah melahirkan pasti akan sembuh, rasa sakit ketika di
awal memberi ASI pasti akan hilang, terror tangis bayi lambat laun akan
berubah menjadi ocehan dan tawa yang menggemaskan, bayi yang
“menjengkelkan” beberapa bulan lagi akan menjadi bayi mungil yang
menakjubkan, dll.
d. Memintra bantuan orang lain, misalnya kerabat atau teman untuk membantu
mengurus si anaknya.
e. Ibu yang baru saja melahirkan sangat butuh istirahat dan tidur yang cukup.
Lebih banyak istirahatdi minggu-minggu dan bulan-bulan pertama setelah
bersalin, bisa mencegah terjadinya depresi dan dapat memulihkan tenaga ibu
yang telah terkuras habis saat melahirkan.
f. Mengkonsumsi makanan yang bernutrisi agar kondisi tubuh ibu cepat pulih,
sehat dan segar.
g. Mencoba berbagi rasa dengan suami atau orang terdekat lainnya, dukungan
dari mereka bisa membantu mengurangi depresi.
Penelitian yang dilakukan Krittipitch Thitipitchayanant, dkk di Thailand dari
Juni 2015 hingga Mei 2016. Dengan judul penelitian Effectiveness of self-
empowerment-affirmation-relaxation (Self-EAR) program for postpartum blues
mothers. Menunjukkan efektivitas program Self-EAR yang mengintegrasikan tiga
teknik secara unik untuk ibu baru yang dihadapkan dengan kondisi postpartum blues.
Kedua skor postpartum blues dan level serum allopregnanolone pada ibu postpartum
blues ditingkatkan dan dipertahankan untuk follow-up 3 bulan. Dimana hasilnya
program Self-EAR menurunkan skor postpartum blues dengan meningkatkan kadar
serum allopregnanolone. Self-Ear merupakan suatu program berupa audio MP3 yang
berisi konsultasi nakes kepada ibu berupa anjuran-anjuran, motivasi, dan pilihan jalan
keluar yang bisa ibu gunakan untuk memberikan kekuatan kepada diri ibu, motivasi
diri, dan control diri dan relaksasi, dimana program ini menggunkan tehnik self-
empowerment, self-affirmation, and self-relaxation. Dimana self-empowerment
bertujuan untuk mengendalikan emosi ibu yang naik-turun, self-affirmation bertujuan

9
untuk pelatihan penguatan diri ibu, dan self-relaxation bertujuan untuk membatu ibu
untuk merilekskan dirinya dari stressor stress ibu.
Pada penelitian yang dilakukan Marzieh Akbarzadeh, Tahereh Mokhtaryan,
Sedigheh Amooee, Zeinab Moshfeghy, dan Najaf Zare. Di Iran tahun 2013. Tentang
Investigation of the effect of religious doctrines on religious knowledge and attitude
and postpartum blues in primiparous. Menunjukkan kejadian blues postpartum sebesar
59,5% dari sampel penelitian. Dan setelah dilakukan metode dokrin agama pada sampel
menunjukkan penurunan baby blues sebesar 33,3% hal ini menunjukkan bahwa
pengajaran doktrin agama efektif dalam meningkatkan pengetahuan dan sikap agama
dan mengurangi blues postpartum. Dokrin agama merupakan penambahan pemahaman
terhadap pengetahuan agama dan sikap agama terhadap baby blues pada ibu. Dimana
agama sendiri mengajarkan kita nilai-nilai positif seperti keyakinan yang kuat, selalu
mengajarkan hal-hal yang baik, agama juga merupakan sumber dukungan untuk
masalah yang kita hadapi (sholat, mengaji, berdoa di gereja dll), agama juga
menciptakan rasa tenang, sikap yang positif terhadap kondisi ibu dengan baby blues,
dan hilang dari rasa kecewa.

10
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Baby blues ini sering terjadi pada saat ibu masih dirawat di rumah sakit atau
klinik bersalin, tetapi juga bisa berlangsung setelah ibu di rumah. Tingginya resiko
seorang ibu postpartum untuk menggalami baby blues sehingga membutuhkan tindakan
pencegahan sejak awal dan pendampingan pada ibu pasca bersalin menjadi sebuah
keharusan bagi seorang bidan. Bukan hanya penangganan kondisi fisik ibu tetapi juga
kondisi psikis ibu. Khususnya pada ibu primipara karena baby blues lebih berat dialami
oleh ibu primipara daripada ibu multipara. Baby blues dapat sembuh kembali tanpa
pengobatan, namun bila gejala-gejala baby blues terjadi menetap atau memburuk, ibu
membutuhkan evaluasi lebih lanjut terhadap depresi pascapartum. Sehingga sangat
dibutuhkan dukungan dan perhatian dari orang-orang terdekat ibu seperti suami,
keluarga, dan kerabatnya agar ibu tidak sampai mengalami depresi postpartum.

B. Saran
Seorang ibu yang mengalami baby blues sangat memerlukan dukungan dan
perhatian, sehingga sangat disaran untuk orang-orang terdekat ibu seperti suami,
keluarga, dan teman dekat untuk selalu memberikan dukungan dan perhatian kepada
ibu. Dan untuk tenaga kesehatan dan bidan untuk selalu memperhatikan kondisi
psikologis ibu. Sehingga kejadian baby blues dapat teratasi tanpa harus berkembang
menjadi depresi postpartum.

11
DAFTAR PUSTAKA

Allades Monalisa Jayasima, Sri Maryati Deliana & Moh Iqbal Mabruri. 2014. Postpartum
Blues Sindrom pada Kelahiran Anak Pertama. Universitas Negeri Semarang.
http://journal.unnes.ac.id/sju/index.php/dcp. Developmental and Clinical
Psychology 3 (1) (2014)

Bahiyatun. 2013. Buku Ajar Asuhan Kebidanan Nifas Normal. EGC: Jakarta

Heryani, Reni. 2012. Asuhan Kebidanan Ibu Nifas dan Manyusui. Trans Info Media: Jakarta

Irawati, Ayu & Arisandi Musyahida. 2014. Asuhan Kebidanan Masa Nifas dan Menyusui.
Masagena Press: Makassar

Krittipitch Thitipitchayanant, Ratana Somrongthong, ramesh Kumar & Naowarat


Kanchanakharn. 2015. Effectiveness of self-empowerment-affirmation-
relaxation (Self-EAR) program for postpartum blues mothers: A Randomize
Controlled Trial. Thailand. https://doi.org/10.12669/pjms.346.15986.

Marmi & Margiyati. 2013. Pengantar PSikologi Kebidanan. Pustaka Pelajar: Yogyakarta.

Maryunani, Anik. 2011. Asuhan pada Ibu dalam Masa Nifas (Postpartum).Trans Info
Media: Jakarta.

Nugroho Taufan, Nurrezki, Dewi Warnaliza & Wilis. 2014. Buku Ajar Asuhan Kebidanan
Nifas (Askeb 3). Nuha Medika: Yogyakarta.

Marzieh Akbarzadeh, Tahereh Mokhtaryan, Sedigheh Amooee, Zeinab Moshfeghy, & Najaf
Zare. 2015. Investigation of the effect of religious doctrines on religious
knowledge and attitude and postpartum blues in primiparous women. Iranian
Journal of Nursing and Midwifery Research September-October 2015 Vol. 20
Issue 5.

Rukiyah, AY & Yulianti, L. 2018. Asuhan Kebidanan pada Ibu Masa NIfas. Trans Info
Media: Jakarta.

12
Sri Laela, Budi Anna Keliat & Mustikasari. 2018. Thought stopping and supportive therapy
can reduce postpartum blues and anxiety parents of premature babies. Enferm
Clin. 2018;28(Supl 1 Part A):126-129. www.elsevier.es/enfermeriaclinica.

Susanti Prasetya Ningrum. 2017. Faktor-Faktor Psikologis yang Mempengaruhi


Postpartum Blues. Psympathic, Jurnal Ilmiah Psikologi Desember 2017, Vol. 4,
No. 2, Hal : 205 – 218.

13

Anda mungkin juga menyukai