Anda di halaman 1dari 15

PERUBAHAN PSIKOLOGIS MASA NIFAS

Masa nifas adalah masa 2 jam setelah placenta lahir sampai dengan 6 minggu. Jadi
perubahan psikologi masa nifas adalah proses perubahan secara psikologi atau jiwa seorang
ibu setelah melahirkan. Akan tetapi, proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan,
menjelang proses kelahiran maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan
seorang wanita dapat bertambah. Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah persalinan.
Masa nifas merupakan masa yang rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran.
Perubahan peran seorang ibu memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.
Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai
berikut:
 Fungsi menjadi orang tua
 Respon dan dukungan dari keluarga
 Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan
 Harapan, keinginan dan aspirasi saat hamil dan melahirkan
Fase-fase yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain:
1. Fase taking in
2. Fase taking hold
3. Fase letting go

Fase Taking In
Fase ini merupakan periode ketergantungan, yang berlangsung dari hari pertama
sampai hari ke dua setelah melahirkan. Ibu terfokus pada dirinya sendiri, sehingga cenderung
pasif terhadap lingkungannya. Ketidaknyamanan yang dialami antara lain rasa mules, nyeri
pada luka jahitan, kurang tidur, kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah
istirahat cukup, komunikasi yang baik dan asupan nutrisi.
Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah:
- Kekecewaan pada bayinya
- Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami
- Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya
- Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya
Fase Taking Hold
Fase ini berlangsung antara 3-10 hari setelah melahirkan. Ibu merasa khawatir akan
ketidakmampuan dan rasa tanggung jawab dalam perawatan bayinya. Perasaan ibu lebih
sensitif sehingga mudah tersinggung. Hal yang perlu diperhatikan adalah komunikasi yang
baik, dukungan dan pemberian penyuluhan/pendidikan kesehatan tentang perawatan diri dan
bayinya. Tugas bidan antara lain: mengajarkan cara perawatan bayi, cara menyusui yang benar,
cara perawatan luka jahitan, senam nifas, pendidikan kesehatan gizi, istirahat, kebersihan diri
dan lain-lain.
Fase Letting Go
Fase ini merupakan fase menerima tanggungjawab akan peran barunya. Fase ini
berlangsung 10 hari setelah melahirkan. Ibu sudah mulai dapat menyesuaikan diri dengan
ketergantungan bayinya. Terjadi peningkatan akan perawatan diri dan bayinya. Ibu merasa
percaya diri akan peran barunya, lebih mandiri dalam memenuhi kebutuhan dirinya dan
bayinya. Dukungan suami dan keluarga dapat membantu merawat bayi. Kebutuhan akan
istirahat masih diperlukan ibu untuk menjaga kondisi fisiknya.
Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas adalah sebagai berikut:
a. Kebutuhan fisik : Istirahat, asupan gizi, lingkungan bersih
b. Psikologi : Dukungan dari keluarga sangat diperlukan
c. Sosial : Perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih dan menemani saat ibu merasa
kesepian
d. Psikososial.
Depresi pada Masa Nifas
Baby blues dapat terjadi kapan saja, tetapi umumnya adalah sekitar satu hingga tiga
minggu setelah kelahiran anak. Kebahagiaan setelah kelahiran anak bisa sirna akibat depresi
yang melanda. Gangguan depresi khas yang dialami oleh para ibu baru disebut oleh pakar
sebagai postpartum syndrome, yang mungkin lebih sering didengar dengan istilah baby blues.
Dalam masa ini, ibu mungkin akan menjadi lebih mudah marah atau malah mudah menangis
tanpa alasan yang jelas. Nafsu makan mengalami perubahan, sementara ibu juga jadi gampang
cemas atau sulit tidur. Sebagian ibu menjadi sangat mudah frustrasi saat berhadapan dengan
anaknya, dan cenderung menyalahkan diri sendiri karena tidak dapat menjadi ibu yang baik.
Pada kasus lain ada juga ibu yang begitu takut memegang bayinya karena khawatir akan
melukai bayi itu atau dirinya sendiri.
Menurut ahli, beberapa faktor psikologis dapat berpengaruh terhadap munculnya baby
blues, mulai dari tekanan emosional hingga sisi kepribadian sang ibu baru. Simak beberapa hal
yang bisa memicu timbulnya baby blues, dan bagaimana cara mengatasinya:
1. Kehamilan tidak direncanakan
Tidak siap untuk memiliki anak dapat berpengaruh pada kondisi emosional calon ibu
pada saat hamil dan juga setelah melahirkan, kata Sara Rosenquist, PhD, psikolog dari Chapel
Hill, North Carolina. Menurut penulis After the Stork: The Couple’s Guide to Prevention and
Overcoming Postpartum Depression ini, Anda perlu mencoba untuk tidak terlalu berfokus pada
aspek-aspek negatif dari memiliki anak.
“Pilihannya adalah menganggap anak itu sebagai karunia dalam hidup, atau sebaliknya,” kata
Rosenquist lagi. Bertukar pikiranlah dengan sesama ibu, agar ibu yang mengalami depresi
tersebut lebih positif dalam menyambut kelahiran bayi dalam keluarga.
2. Hubungan dengan pasangan sedang bermasalah
Stres akibat masalah dengan pasangan bisa berpengaruh terhadap munculnya baby
blues. “Adanya masalah bisa meningkatkan rasa kecewa Anda,” papar Rosenquist. “Sementara
konflik tak berkesudahan dengan pasangan dapat menimbulkan depresi.” Datangnya anggota
keluarga baru dapat dianggap sebagai tambahan masalah.
Untuk mengatasi hal ini, sebaiknya sejak awal ibu sudah mulai berkonsultasi dengan penasihat
perkawinan. Dengan begitu, energi dan waktu ibu tidak dihabiskan untuk hal-hal yang negatif
sehingga lebih siap untuk hal yang lebih besar, yaitu kelahiran anak.
3. Kurangnya dukungan keluarga
Pasangan yang tidak membantu dalam merawat anak bisa membuat Anda putus asa
pada masa awal memiliki anak. Begitu juga jika ibu tidak memiliki teman dekat atau anggota
keluarga yang dapat membantu merawat bayi. Padahal, adanya dukungan yang besar dari
orang-orang sekitar dapat membuat ibu merasa lebih kuat dan percaya diri dalam merawat bayi.
Mulai membangun sistem support sebelum sang bayi lahir, menurut profesor Psikologi
Michael O’Hara, PhD, dari University of Iowa, dapat sangat membantu mengatasi masalah ini.
Jika tidak ada teman yang tinggal di dekat ibu, cobalah mulai berteman dengan para ibu di
daerah sekitar rumah. Atau, andalkan bantuan dari baby sitter.
4. Ibu yang baru mengalami kejadian yang pahit
Perceraian atau kematian dari anggota keluarga dapat menambah risiko ibu untuk
mengalami postpartum syndrome. Bahkan, perubahan drastis seperti baru pindah rumah juga
dapat memberikan dampak yang serupa, begitu menurut Maria Muzik, MD, dari University of
Michigan Health System. Karena itu, sangat disarankan pada ibu hamil untuk menghindari
adanya perubahan hidup terlalu besar (yang tentunya disengaja) selama kehamilan dan setelah
melahirkan. Jika bisa, tunda rencana pindah rumah hingga ibu merasa lebih stabil.
5. Ibu yang terlalu perfeksionis
Selalu mengharapkan segalanya berjalan sempurna bisa membuat seseorang jadi
mudah frustrasi pada saat yang terjadi adalah sebaliknya. Itu sebabnya, menurut Kim Zittel,
PhD, MSW, asisten profesor di bidang sosial dari Buffalo State College, New York, Anda perlu
sedikit menurunkan standar.
“Para perfeksionis akan menuntut dirinya sendiri menjadi ibu yang sempurna. Ia juga
mengharapkan pasangannya akan menjadi ayah teladan, dan anaknya adalah bayi yang manis
bagaikan malaikat,” tutur Zittel lagi.
Begitu hal ini tidak tercapai, para ibu ini akan mulai menyalahkan diri sendiri dan
terjebak dalam depresi. Lebih baik, ibu tersebut mencoba untuk bersikap lebih realistis dan
belajar untuk menerima segala hal dengan pikiran terbuka.
Mungkin ibu-ibu sudah sering mendengar tentang istilah baby blues yang kerap dialami
para ibu-ibu setelah melahirkan, tapi tidak begitu familiar dengan istilah Postpartum
Depression (Depresi Postpartum).
Seperti halnya baby blues, depresi postpartum ini juga terjadi pada ibu-ibu yang baru
melahirkan. Hanya saja gangguannya bertahan lebih lama, lebih intens, dan lebih serius
akibatnya jika terlambat ditangani.
Untuk mengenali lebih jauh mengenai depresi postpartum, penyebab, serta
penanganannya, DR Dr Nurmiati Amir, SpKJ(K) dari Departemen Psikiatri RSUPN Dr Cipto
Mangunkusumo memberikan pemaparannya:

Depresi Secara Umum


Depresi lebih dari sekadar perasaan bad mood, sedih, ‘melow’, sensitif, atau feeling
‘blue’. Akan tetapi si penderita tampak sedih, hilang minat, tidak ada rasa senang, timbul rasa
bersalah, tenaga berkurang, merasa rendah diri, tidak ada harapan, tidak berdaya, atau tidak
bertenaga.
Depresi ini tidak dapat dianggap enteng karena merupakan penyakit serius yang
melibatkan otak. Dalam depresi, perasaan sedih, cemas, atau perasaan ‘kosong’ mengikuti terus
hari-hari penderita. Perasaan ini bisa dalam taraf ringan sampai berat dan biasanya akan
menjadi lebih baik lebih baik dengan pengobatan.
Menurut Nurmiati, selain tanda-tanda di atas, penderita depresi juga bisa kehilangan
gairah seksualnya.
“Kalau depresinya sampai kategori berat, dia bisa saja mendengar suara-suara berbisik
di telinganya, berhalusinasi, seperti mendengar suara-suara perintah, misalnya kata-kata ‘cekik
anakmu’ yang sesungguhnya tak ada,” buka Nurmiati seolah menyingkap beberapa kasus
depresi dimana sang ibu tega membunuh anaknya sendiri.
“Baby Blues” vs “Depresi Postpartum”
Banyak ibu-ibu yang mengalami baby blues pada hari-hari pertama setelah melahirkan.
Biasanya, baby blues ditandai dengan:
* Memiliki suasana hati yang berubah-ubah
* Merasa sedih, cemas, atau kewalahan
* Kerap menangis
* Kehilangan nafsu makan
* Mengalami kesulitan tidur

Nah, baby blues ini paling sering hilang dalam beberapa hari atau seminggu. Gejala-
gejalanya biasanya tidak parah dan tidak membutuhkan pengobatan. Sementara pada
postpartum, gejala-gejala depresinya bertahan lebih lama dan lebih parah. Depresi postpartum
dapat muncul kapan saja dalam tahun pertama pasca melahirkan.
Gejala Depresi Postpartum:
 Pikiran menyakiti bayi
 Pikiran menyakiti diri sendiri
 Tidak memiliki kepentingan pada bayi
 Keraguan tentang kemampuan Anda untuk menjadi ibu yang baik
 Stres dari perubahan dalam rutinitas kerja dan rumah
 Kebutuhan realistis untuk menjadi ibu yang sempurna
 Kehilangan identitas diri yang Anda miliki sebelum hadirnya si kecil. Misalnya bentuk tubuh
berubah dari ramping menjadi gemuk.
 Perasaan kurang menarik
Bila gejala di atas sudah terlihat, penderita harus segera ditangani oleh psikiater.

Penyebab Depresi
Tidak ada penyebab tunggal. Sebaliknya, depresi kemungkinan hasil dari kombinasi beberapa
faktor seperti dikutip dari www.womenshealth.gov berikut:
 Depresi adalah penyakit mental yang cenderung menurun dalam keluarga. Wanita dengan
riwayat keluarga depresi lebih cenderung memiliki depresi.
 Perubahan kimia di dalam otak yang diyakini memainkan peran besar dalam depresi.
 Kehidupan yang dijalani penuh dengan tekanan, seperti kematian orang yang dicintai,
kemiskinan, pelecehan, dapat memicu depresi.
 Faktor hormonal yang unik pada wanita dapat menyebabkan depresi pada beberapa perempuan.
Hormon secara langsung memengaruhi kimia otak yang mengontrol emosi dan suasana hati.
Dan perempuan lebih berisiko depresi pada waktu tertentu dalam kehidupan mereka, seperti
pubertas, selama dan setelah kehamilan, dan selama perimenopause.

“Sampai saat ini penyebab pasti terjadinya depresi postpartum belum diketahui. Tapi ada
dugaan bahwa terjadinya akibat ketidakseimbangan hormon, faktor hormonal berpengaruh. Itu
pun bukan harga mati karena masih ada faktor risiko lain seperti riwayat keluarga yang
mengalami gangguan jiwa. Atau sebelumnya dia pernah mengalami depresi. Faktor sosial lain
seperti misalnya, support dari lingkungan yang minim. Nah, di negara-negara maju yang nilai
relationship dengan keluarga rendah, tingkat depresi lebih tinggi dibandingkan dengan negara-
negara yang sistem kekerabatannya masih kental. Seperti di Indonesia, support dari lingkungan
masih besar terhadap ibu hamil atau yang baru melahirkan,” papar Nurmiati.
Bila Depresi Postpartum Dibiarkan Penderita mungkin merasa bersalah dan kehilangan
kepercayaan pada diri sendiri sebagai seorang ibu. Perasaan ini bisa membuat depresi ibu lebih
parah. Para peneliti percaya depresi postpartum pada ibu sangat memengaruhi bayinya.
Dalam hal ini bayi akan :
 Mengalami keterlambatan dalam perkembangan bahasa
 Masalah dengan ikatan ibu-anak
 Bermasalah dalam perilaku.
 Menangis lebih sering

Akan sangat membantu jika suami atau pengasuh dapat membantu memenuhi kebutuhan
bayi disaat ibu mengalami depresi. Semua anak berhak mendapat kesempatan untuk memiliki
ibu yang sehat. Dan semua ibu layak mendapatkan kesempatan untuk menikmati hidup
bersama anak-anak mereka.
Jika ibu merasa mengalami depresi selama kehamilan atau setelah melahirkan, jangan
sampai menderita sendirian. Segeralah beritahu suami atau orang terdekat dan hubungi ahli.
Pengobatan Depresi
Secara umum ada dua jenis pengobatan untuk depresi:
- Talk Therapy
Melibatkan pembicaraan dengan seorang psikolog, terapis, atau pekerja sosial untuk belajar
mengubah cara pasien depresi dalam berpikir, merasa, dan bertindak.
- Medis
Dokter akan memberikan resep obat antidepresan. Obat-obatan ini dapat membantu meredakan
gejala depresi.
Metoda-metoda pengobatan dapat digunakan sendiri atau secara bersamaan. Jika ibu
mengalami depresi, akan sangat memengaruhi bayinya. Pengobatan yang ditangani dengan
segera sangat penting bagi diri ibu sendiri maupun bayinya.
Ketika ibu hamil, atau setelah melahirkan, mungkin saja ibu mengalami depresi tapi ibu tidak
menyadarinya. Beberapa perubahan normal selama dan setelah melahirkan dapat menunjukkan
gejala yang mirip dengan depresi. Namun jika ibu mengalami gejala berikut lebih dari 2
minggu, bergegas hubungi ahlinya untuk penanganan segera.
Konsultasi dengan ahli akan mengetahui apakah gejala ibu disebabkan oleh depresi atau
sesuatu yang lain. Dalam hal ini dokter atau bidan akan mengajukan pertanyaan untuk menguji
tingkat depresi, apabila ibu mengalami depresi sedang- berat maka, bidan dan dokter akan
merekomendasikan penderita untuk mendapatkan penanganan dari dokter spesialis kejiwaan
yang mengkhususkan diri dalam mengobati depresi.
Beberapa wanita tidak memberitahu siapa pun tentang gejala-gejala mereka. Mereka merasa
malu atau bersalah karena merasa tertekan ketika mereka seharusnya bahagia. Mereka khawatir
akan dipandang sebagai orang tua tidak layak.
- Manfaat ikan bagi penderita postpartum
Ibu hamil dan bayi sama-sama membutuhkan asam lemak omega-3. Jika bayi membutuhkan
untuk pertumbuhan otak dan mata, sang ibu memerlukan zat ini sebagai dasar mencegah
terjadinya depresi postpartum. Dengan mengkonsumsi ikan, kebutuhan tersebut dapat dipenuhi
ibu dan bayi.
Menyembuhkan ibu hamil dari depresi pasca melahirkan, bukan saja memerlukan
terapi kelompok dengan panduan psikiater yang benar. Tapi juga membutuhkan asupan nutrisi
yang dapat membuat pemulihan tubuh ibu berlangsung lebih cepat dan tepat. “Ibu hamil di
negara Amerika kekurangan lemak omega-3,” kata dokter Jill Mallory, seorang dokter keluarga
yang mempraktekkan pendekatan pengobatan integratif. Asam lemak omega-3 adalah DHA
atau docosahexaenoic acid yang dapat ditemukan umumnya pada ikan tuna dan salmon,
maupun ganggang laut.
Dalam penelitian lain yang jauh sebelumnya dilakukan, plasenta terbukti mendorong
perpindahan DHA dari ibu pada bayi. Menurut Mallory, hal ini terjadi karena lemak tersebut
diserap bayi untuk pertumbuhan otak dan mata, sehingga pada wanita pasca melahirkan perlu
mengembalikan kadar tersebut dalam tubuh. Hal ini mejeleaskan bagaimana penurunan depresi
dapat dilakukan dengan menaikkan asupan DHA pada ibu, dan jumlah DHA dalam ASI
berhubungan dengan depresi postpartum dan terutama mengkonsumsi ikan yang bermanfaat.

Referensi
Ambarwati, 2008. Asuhan Kebidanan Nifas. Yogyakarta: Mitra Cendikia. (hlm: 87-96).
Irhami. 2010.Proses Adaptasi Psikologis Ibu Masa Nifas.zikra-
myblog.blogspot.com/2010/06/zikra-proses-adaptasi-psikologis-ibu.html Diunduh 19 Oktober
2010 Pukul 08.55 PM
Saleha, 2009. Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas. Jakarta: Salemba Medika (hlm: 63-69).
Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).
The_wie. 2009. Proses Adaptasi Psikologis Ibu Dalam Masa Nifas.
the2w.blogspot.com/2009/10/proses-adaptasi-psikologis-ibu-dalam.html Diunduh 19 Oktober
2010 Pukul 08.55 PM
Diposting oleh Putri Noviaa di 08.32
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke
Pinterest

Asuhan Kebidanan Masa Nifas tentang "Perubahan Psikologi Masa Nifas"

Asuhan Kebidanan Masa Nifas


"Perubahan Psikologi Masa Nifas"

KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan
hidayah-Nya penyusun dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Perubahan Psikologi
Pada Masa Nifas”.

Tidak lupa penyusun juga mengucapkan terimakasih kepada :


1. Ibu Tumini,SST, M.Kes, selaku dosen pembimbing kami
2.Teman teman yang sudah berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini
Makalah ini disusun guna memberikan informasi kepada para mahasiswa tentang “Perubahan
Psikologi Pada Masa Nifas” serta guna memenuhi tugas yang telah dibebankan.

Kami menyadari bahwa dalam Makalah ini masih terdapat kekurangan, untuk itu saran
dan kritik yang bersifat membangun demi perbaikan Makalah ini sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga Makalah ini berguna bagi kita semua.Amin.
Kediri, 18 November 2013

Penyusun

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i


KATA PENGANTAR ............................................................................................. ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN
A.Latar Belakang....................................................................................................... 1
B.Rumusan Masalah..................................................................................... 2
C.Tujuan Penulis ....................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
A. Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas...................................................... 3
B. Fase Adaptasi Psikologi Ibu Nifas.................................................... 3
C. Tujuan Asuhan Kebidanan Masa Nifas............................................ 7
D. Cara Mengatasi Gangguan Psikologis Ibu Masa Nifas.................... 7
E. Peran Bidan pada Masa Nifas.......................................................... 8
BAB III PENUTUP
A.Kesimpulan ...................................................................................................... 9
B.Saran ....................................................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................. 10

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Masa nifas (purperium) dimulai sejak 1 jam setelah lahirnya plasenta sampai dengan 6
minggu (42 hari) setelah itu. Pelayanan pasca persalinan harus terselenggara pada masa itu
untuk memenuhi kebutuhan ibu dan bayi, yang meliputi upaya pencegahan, deteksi dini dan
pengobatan komplikasi dan penyakit yang mungkin terjadi, serta penyediaan pelayanan
pemberian ASI, cara menjarangkan kehamilan, imunisasi, dan nutrisi bagi ibu.

Secara psikologi, pascapersalinan ibu akan merasakan gejala-gejala psikiatrik. Meskipun


demikian, adapula ibu yang tidak mengalami hal ini. Agar perubahan psikologi yag dialami
tidak berlebihan, ibu perlu mengetahui tentang hal tentang hal yang lebih lanjut. Wanita banyak
mengalami perubahan emosi selama masa nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi
seorang ibu.

Penting sekali sebagian bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang
normal sehingga ia dapat menilai apakah seorang ibu memerlukan asuhan khusus dalam masa
nifas ini, untuk suatu variasi atau penyimpangan dari penyesuaian yang normal yang umum
terjadi.

Beberapa penulis berpendapat dalam minggu pertama setelah melahirkan, banyak wanita
yang menunjukan gejala-gejala psikiatrik, terutama gejala depresi diri ringan sampai berat serta
gejala-gejala neonatus traumatic, antara lain rasa takut yang berlebihan dalam masa hamil
struktur perorangan yang tidak normal sebelumnya, riwayat psikiatrik abnormal, riwayat
perkawinan abnormal, riwayat obstetrik (kandungan) abnormal, riwayat kelahiran mati atau
kelahiran cacat, dan riwayat penyakit lainya.

Biasanya penderita akan sembuh kembali tanpa ada atau dengan pengobatan. Meskipun
demikian, kadang diperlukan terapi oleh ahli penyakit jiwa. Sering pula kelainan-kelainan
psikiatrik ini berulang setelah persalinan berikutnya. Hal yang perlu diperhatikan yaitu adaptasi
psikososial pada masa pasca persalinan. Bagi keluarga muda, pasca persalinan adalah “awal
keluarga baru” sehingga keluarga perlu beradaptasi dengan peran barunya. Tanggung jawab
keluarga bertambah dengan hadirnya bayi yang baru lahir. Dorongan serta perhatian anggota
keluarga lainya merupakan dukungan positif bagi ibu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana adaptasi psikologi pada Ibu Nifas ?
2. Apa yang dimaksud dengan “Taking In” ?
3. Apa yang dimaksud dengan “Taking Hold” ?
4. Apa yang dimaksud dengan “Letting Go” ?
5. Apa tujuan asuhan kebidanan pada masa nifas ?
6. Bagaimana cara mengatasi gangguan psikologis Ibu Nifas ?
7. Bagaimana peran bidan pada masa nifas ?

C. Tujuan
1. Mengetahui adaptasi psikologi yang terjadi pada Ibu nifas.
2. Memahami yang dimaksud dengan “Taking In”.
3. Memahami yang dimaksud dengan “Taking Hold”.
4. Memahami yang dimaksud dengan “Letting Go”.
5. Memehami tujuan asuhan kebidanan pada masa nifas.
6. Mengerti cara mengatasi gangguan psikologis ibu nifas.
7. Memahami peran Bidan pada masa Nifas.

BAB 2
PEMBAHASAN

A. Adaptasi Psikologi Ibu Masa Nifas

Setelah melahirkan, ibu mengalami perubahan fisik dan fisiologis yang juga mengakibatkan
adanya perubahan dari psikisnya. Ia mengalami stimulasi kegembiraan yang luar biasa,
menjalani proses eksplorasi dan asimilasi terhadap bayinya, berada di bawah tekanan untuk
dapat menyerap pembelajaran yang di perlukan tentang apa yang harus di ketahuinya dan
perawatan untuk bayinya, dan merasa tanggung jawab luar biasa sekarang untuk menjadi
seorang “ibu”.
Proses adaptasi psikologi sudah terjadi selama kehamilan, menjelang proses kelahiran
maupun setelah persalinan. Pada periode tersebut, kecemasan seorang wanita dapat bertambah.
Pengalaman yang unik dialami oleh ibu setelah persalinan. Masa nifas merupakan masa yang
rentan dan terbuka untuk bimbingan dan pembelajaran. Perubahan peran seorang ibu
memerlukan adaptasi. Tanggung jawab ibu mulai bertambah.

Hal-hal yang dapat membantu ibu dalam beradaptasi pada masa nifas adalah sebagai berikut
:

1. Fungi menjadi orang tua


2. Respon dan dukungan dari keluarga.
3. Riwayat dan pengalaman kehamilan serta persalinan.
4. Harapan, keinginan dan inspirasi saat hamil dan melahirkan.

B. Fase Adaptasi Psikologi Ibu Nifas

Fase-fase adaptasi psikologi yang akan dialami oleh ibu pada masa nifas antara lain :
1. Fase Taking In
Fase ini merupakan merupakan periode ketergantungan. Pada saat ini fokus perhatian
ibu terutama pada bayinya sendiri. Rubin (1961) menetapkan periode beberapa hari ini sebagai
fase menerima, suatu waktu dimana ibu baru memerlukan perlindungan dan perawatan. Dalam
penjelasan klasik Rubin, fase menerima ini berlangsung selama 2 – 3 hari. Penelitian yang lebih
baru (Ament, 1990) mendukung pernyataan Rubin, kecuali bahwa wanita sekarang berpindah
lebih cepat dari fase menerima. Fase menerima yang kuat hanya terlihat pada 24 jam pertama
pascapersalinan. Selama beberapa jam atau beberapa hari pasca persalinan, wanita sehat yang
dewasa tampaknya mengesampingkan semua tanggung jawab sehari-hari. Mereka bergantung
kepada orang lain sebagai respons terhadap kebutuhan mereka akan istirahat dan makanan.

Pada fase ini suatu waktu yang penuh kegembiraan dan kebanyakan orang tua sangat
suka mengomunikasikannya. Mereka merasa perlu menyampaikan pengalaman mereka
tentang kehamilan dan kelahiran dengan kata-kata. Pemusatan, analisis, dan sikap yang
menerima pengalaman ini membantu oang tua untuk berpindah ke fase berikutnya. Kecemasan
dan keasyikan terhadap peran barunya sering mempersempit tingkat persepsi ibu. Oleh karena
itu, informasi yang diberikan pada waktu ini mungkin perlu diulang. Ketidaknyamanan yang
biasanya dialami pada fase ini antara lain rasa mules, nyeri luka jahitan (bila ada), kurang tidur,
dan kelelahan. Hal yang perlu diperhatikan pada fase ini adalah istirahat cukup, komunikasi
yang baik dan asupan nutrisi.

Gangguan psikologis yang dapat dialami oleh ibu pada fase ini adalah :
- Kekecewaan pada bayinya.
- Ketidaknyamanan sebagai akibat perubahan fisik yang dialami.
- Rasa bersalah karena belum bisa menyusui bayinya.
- Kritikan suami atau keluarga tentang perawatan bayinya.

2. Fase Taking Hold


Fase ini adalah periode yang berlangsung antara 3 – 10 hari pascapersalinan. Dalam fase
ini, secara bergantian muncul kebutuhan untuk mendapat perawatan dan penerimaan dari orang
lain dan keinginan untuk bisa melakukan segala sesuatu secara mandiri. Ia berespons dengan
penuh semangat untuk memperoleh kesempatan belajar dan berlatih tentang cara perawatan
bayi atau jika ia adalah seorang ibu yang gesit, ia akan memiliki keinginan untuk merawat
bayinya secara langsung.

Dalam 6 – 8 minggu pasca persalinan, kemampuan ibu untuk menguasai tugas-tugas


sebagai orang tua merupakan hal yang penting. Harapan yang realitis mempermudah
kelangsungan fungsi-fungsi keluarga selanjutnya sebagai suatu unit. Beberapa wanita sulit
menyesuaikan diri terhadap isolasi yang dialaminya karena ia harus merawat bayi dan tidak
suka terhadap tanggung jawab dirumah dan merawat bayi.

Ibu yang terlimat memerlukan dukungan tambahan adalah sebagai berikut :


- Primipara yang belum berpengalaman mengasuh anak.
- Wanita karier.
- Wanita yang tidak punya cukup banyak teman/keluarga untuk dapat berbagi.
- Ibu yang berusia remaja.
- Wanita yang tidak bersuami.

Pada fase ini tidak jarang terjadi depresi. Perasaan mudah tersinggung bisa timbul akibat
berbagai faktor. Secara psikologis, ibu mungkin jenuh dengan banyaknya tanggung jawab
sebagai orang tua. Ia bisa merasa kehilangan dukungan yang pernah diterimanya dari anggota
keluarga dan teman-teman ketika dia hamil. Beberapa ibu menyesal tentang hilangnya hubugan
antara ibu dengan anak yang belum lahir. Beberapa yang lain mengalami perasaan kecewa
ketika persalinan dan kelahiran telah selesai.

Keletihan pasca persalinan diperburuk oleh tuntutan bayi yang banyak sehingga mudah
dapat timbul perasaan depresi. Dikatakan bahwa masa puerperium ini, kadar gluko kortiokid
dalam sirkulasi dapat menjadi rendah atau terjadi hipotiroid subklinis. Keadaan fisiologis ini
dapat menjelaskan depresi pascapartum ringan. Reaksi depresif tidak perlu diekspresikan
secara verbal. Keadaan depresif biasanya ditandai oleh perilaku yang khas (menarik diri,
kehilangan perhatian terhadap sekeliling dan menangis). Ketika tugas-tugas dan penyesuaian
telah dijalankan dan dapat dikendalikan, tercapailah suatu keadaan stabil. Pada saat ini,
tanggung jawab baru sebagai orang tua, yang harus dihadapi selama hidup, mulai menjadi pusat
perhatian.

3. Fase Letting Go
Pada fase ini, ibu dan keluarganya bergerak maju sebagai suatu sistem dengan para
anggota saling berinteraksi. Hubungan antarpasangan, walaupun sudah berubah dengan adanya
seorang anak, kembali menunjukkan banyak karakteristik awal. Tuntutan utama ialah
menciptakan suatu gaya hidup yang melibatkan anak, tetapi dalam beberapa hal, tidak
melibatkna anak pasangan ini harus berbagi kesenangan yang bersifat dewasa. Kebanyakan
suami istri memulai lagi hubungan seksualnya pada minggu ketiga atau keempat setelah anak
lahir. Beberapa memulai hubungan lebih awal, yakni segera setelah hal itu dapat dilakukan
tanpa wanita merasa nyeri.
Fase letting go merupakan fase menerima tanggung jawab akan peran barunya yang
berlangsung sepuluh hari setelah melahirkan. Ibu sudah dapat menyesuaikan diri, merwat diri
dan bayinya sudah meningkat. Ada kalnya ibu mengalami perasaa sedih yang berkaitan dengan
bayinya keadaan ini disebut baby blues.

Jika keadaan seperti diatas terjadi, disarankan untuk :

a. Minta bantuan suami atau keluarga yang lain, jika membutuhkan istirahat untuk
menghilangkan kelelahan;
b. Memberitahu suami mengenai apa yang sedang seorang ibu rasakan serta meminta dukungan
dan pertolongannya;
c. Membuang rasa cemas dan kekhawatirnya akan kemampuan merawat bayi karena semangkin
sering merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan percaya diri;
d. Mencari hiburan dan luangkan waktu untuk diri sendiri.

Hal-hal yang harus dipenuhi selama nifas adalah sebagai berikut:


1. Fisik, berupa istirahat, asupan gizi, dan lingkungan bersih.

2. Psikologi berupa dukungan dari keluarga sangat diperlukan.

3. Sosial, berupa perhatian, rasa kasih sayang, menghibur ibu saat sedih dan menemani saat ibu
merasa kesepian.

Fase-fase adaptasi ibu nifas yaitu taking in, taking hold, dan letting go yang merupakan
perubahan perasaan sebagai respon alami terhadap rasa lelah yang diraasakan dan akan kembali
secara perlahan setelah ibu dapat menyesuaikan diri dengan peran barunya dan tumbuh kembali
pada keadaan normal. Walaupun perubahan-perubahan terjadi sedemikian rupa, ibu sebaiknya
tetap menjalani ikatan batin dengan bayinya sejak awal. Sejak dalam kandungan bayi hanya
mengenal ibu yang memberinya rasa aman dan nyaman sehingga stress yang dialaminya tidak
bertambah berat.

C. Tujuan Asuhan Kebidanan Masa Nifas


Tujuan asuhan kebidanan pada masa nifas adalah sebagai berikut :
a. Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologisnya.
b. Melaksanakan skrining yang komprehesif, mendeteksi masalah, serta mengobati atau merujuk
bila terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya.
c. Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan diri, nutrisi keluarga
berencana, menyusui, serta pemnerian imunisasi kepada bayinya dan perawatan bayi sehat.
d. Membarikan pelayanan keluarga berencana.
e. Memulihkan kesehatan umum.
f. Mempertahankan kesehatan psikologis.
g. Mencegah infeksi dan komplikasi.
h. Memperlancar pembentukan air susu ibu ( ASI)
D. Cara Mengatasi Gangguan Psikologis Ibu Masa Nifas
Cara mengatasi gangguan psikologi pada Ibu selama masa nifas diantaranya :
a. Berikan dukungan emosional kepada ibu dan jangan mengabaikan ibu bila terlihat sedang
sedih.
b. Menyarankan pada ibu untuk beristirahat dengan baik, berolahraga yang ringan, bernbagi
cerita dengan orang lain, bersikap flesibel, bergabung dengan orang-orang baru.
c. menyarankan pada ibu untuk berkonsultasi dengan tenaga medis.
d. Mempersiapkan persalinan dengan lebih baik yaitu tidak hanya menekankan pada materi, tapi
yang lebih penting dari segi psikologis dan mental ibu.
e. Dengan cara pendekatan terapeutik. Ini bertujuan menciptakan hubungan baik antara bidan
dengan pasien dalam rangka kesembuhannya dengan cara :
- Mendorong pasien mampu meredakan segala ketegangan emosi
- Dapat memahami dirinya
- Dapat mendukung tindakan konstruktif
f. Meningkatkan suport mental/dukungan keluarga.
g. Minta bantuan suami atau keluarga yang lain jika membutuhkan istirahat untuk menghilangkan
kelelahan.
h. Beritahu suami mengenai apa yang sedang dirasakn ibu, mintalah dukungan dan
pertolongannya.
i. Menyarankan ibu untuk membuang rasa cemas dan kekhawatiran akan kemampuan merawat
bayi karena semakin sering merawat bayi, ibu akan semakin terampil dan percaya diri.
j. Menyarankan ibu untuk mencari hiburan dan meluangkan waktu untuk diri sendiri

E. Peran Bidan pada Masa Nifas


Hal-hal yang dapat dilakukan seorang Bidan dalam menjalankan perannya selama ibu dalam
masa nifas diantaranya yaitu :
a. Menciptakan ikatan antara bayi dan ibu sedini mungkin melalui IMD.
b. Memberikan penjelasan pada ibu, suami dan keluarga bahwa hal ini merupakan suatu hal yang
umum dan akan hilang sendiri dalam dua minggu setelah melahirkan.

c. Simpati, memberikan bantuan dalam merawat bayi dan dorongan pada ibu agar tumbuh rasa
percaya diri.

d. Memberikan bantuan dalam merawat bayi


e. Menganjurkan agar beristirahat yang cukup dan makan makanan yang bergizi

BAB 3
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masa nifas adalah masa pulih kembali, mulai dari persalinan selesai sampai alat – alat
kandungan kembali seperti sebelum hamil. Dalam menjalani masa nifas (peurperium) ibu akan
mengalami fase taking in, taking hold dan letting go. Dalam melalui fase – fase tersebut Ibu
nifas memerlukan asuhan dari seorang bidan agar masa nifasnya berjalan dengan lancar. Peran
bidan sangat mempengaruhi masa nifas ibu dalam mencegah maupun mengatasi gangguan
psikologi terutama pada ibu yang baru pertama kali melahirkan.

B. Saran
Tenaga kesehatan terutama bidan diharapkan dapat mengetahui dan mengerti tentang
asuhan pada ibu nifas sehingga dapat memberikan pelayanan seoptimal mungkin pada setiap
ibu post partum agar keadaan ibu dan bayinya tetap baik.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati,2008.AsuhanKebidananNifas.Yogyakarta : Mitra Cendikia. (hlm: 87-96).

Saleha,2009.AsuhanKebidananPadaMasaNifas.Jakarta:Salemba Medika (hlm: 63-69).

Suherni, 2007. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta: Fitramaya. (hlm: 85-100).

Saifudin.2002.BukuPanduanPraktisPelayananMaternaldanNeonatal.Jakarta : YBPSP.

Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal, 2002. Jakarta:

Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo (Halaman:U-6 s/d U-7)

Anda mungkin juga menyukai