Anda di halaman 1dari 17

MENGKAJI IMPLEMENTASI DAN KEBIJAKAN ASI EKSKLUSIF

DAN IMD YANG ADA DI INDONESIA SEBAGAI UPAYA UNTUK


MEMBANTU MENINGKATKAN PENCAPAIAN TARGET
ASI EKSKLUSIF

OLEH :
Vivi Ida Rusita

030216A181

Wewen

030216A182

Wildatussaadah

030216A183

Winda Lestari

030216A184

Yeni Nurlita Seftia Dewi

030216A185

Merziana Topalo

030216A207

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO


PROGRAM STUDY DIV KEBIDANAN TRANSFER
TAHUN AKADEMIK 2016/2017

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................................................3
B. Latar Belakang..................................................................................................................3
C. Tujuan.................................................................................................................................5
D. Manfaat..............................................................................................................................6
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................................7
1. Memulai Pemberian ASI Dini dan eksklusif............................................................7
2. Regulasi Suhu BBL dengan Kontak Kulit ke Kulit................................................11
BAB III PENUTUP.............................................................................................................16
A. Kesimpulan......................................................................................................................16
B. Saran.................................................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................18

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bayi yang baru lahir yang lahir dengan usia kehamilan 37 minggu
sampai 42 minggu, dengan berat 2500 gram lahir 4000 gram. Kehidupan
seorang bayi yang baru lahir adalah masa yang paling kritis dari kehidupan
intrauterine transisi ke kehidupan ekstrauterin. Menurut Rochman (2011),
bayi tidak bisa mengatur suhu tubuh mereka sehingga akan mengalami
stres dengan perubahan lingkungan (Ekawati, 2015).
Menurut Roesli (2008), kulit dada ibu yang melahirkan 1 oCelcius
lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Dada ibu menghangatkan bayi
dengan tepat selama merangkak mencari payudara. Dengan mengetahui
manfaat terhadap perubahan suhu tubuh bayi baru lahir maka tenaga
kesehatan dapat menganjurkan ibu untuk melakukan IMD agar suhu tubuh
bayi baru lahir terkontrol dalam batas normal sehingga mencegah
terjadinya Hipotermi (Ekawati, 2015).
Faktor yang dapat mempengaruhi perubahan suhu tubuh bayi baru
lahir agar tidak terjadi hipotermi adalah pemantauan suhu tubuh bayi
secara tepat dan teliti, mengusahakan suhu kamar optimal atau pemakaian
selimut hangat, lampu penghangat, incubator, metode kangguru dan
metode skin to skin yaitu salah satunya dengan meletakan bayi telungkup
di dada ibu maka akan terjadi kontak kulit langsung antara ibu dan bayi
sehingga bayi akan memperoleh kehangatan (Ekawati, 2015).
Kulit ibu memiliki kemampuan untuk menyesuaikan suhunya
dengan

suhu

yang

dibutuhkan

bayi

(Thermoregulator

Thermal

Synchrony). Menurut Roesli (2008), jika bayinya kedinginan, suhu kulit


ibu akan meningkat otomatis 20 Celcius untuk menghangatkan bayi. Jika
bayi kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun 10 Celcius untuk
mendinginkan bayi (Ekawati, 2015).

Cara skin to skin ini dapat dilakukan pada saat pelaksanaan IMD
(inisiasi menyusui dini). Karena masih tingginya angka kejadian hipotermi
pada bayi baru lahir maka upaya intervensi yang dapat dilakukan tim
kesehatan khususnya perawat adalah dengan memberikan motivasi kepada
para tenaga kesehatan lainnya agar dapat memberikan konseling kepada
ibu hamil mengenai manfaat IMD (inisiasi menyusui dini) yang salah
satunya adalah mencegah kehilangan panas atau hipotermi dan
memberikan IMD (inisiasi menyusui dini) kepada bayi baru lahir selama 1
jam setelah kelahirannya (Ekawati, 2015).
Inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI eksklusif sejak lahir hingga
usia enam bulan merupakan dua praktik pemberian ASI yang penting
untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan optimal bayi. IMD berperan
penting dalam mengurangi angka kematian bayi dan meningkatkan
keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Beberapa faktor determinan dalam
praktik IMD dan ASI eksklusif yaitu faktor predisposisi (predisposing),
pemungkin (enabling), penguat (reinforcing), dan lingkungan. Berbagai
penelitian telah mengkaji manfaat pemberian Air Susu Ibu (ASI) eksklusif
dalam hal menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi,
mengoptimalkan pertumbuhan bayi, membantu perkembangan kecerdasan
anak, dan membantu memperpanjang jarak kehamilan bagi ibu di
Indonesia, Departemen Kesehatan Republik Indonesia melalui program
perbaikan gizi (Ratna, 2011).
Masyarakat telah menargetkan cakupan ASI eksklusif 6 bulan
sebesar 80%. Namun demikian angka ini sangat sulit untuk dicapai bahkan
tren prevalensi ASI eksklusif dari tahun ke tahun terus menurun. Mengacu
pada target program pada tahun 2014 sebesar 80%, maka secara nasional
cakupan pemberian ASI eksklusif sebesar 52,3% belum mencapai target.
Hanya terdapat satu provinsi yang berhasil mencapai target yaitu Provinsi
Nusa Tenggara Barat sebesar 84,7%. Provinsi Jawa Barat, Papua Barat,
dan Sumatera Utara merupakan tiga provinsi dengan capaian terendah
(Profil Kesehatan Indonesia, 2014).

Alasan yang menjadi penyebab kegagalan praktek ASI eksklusif


bermacam-macam seperti misalnya budaya memberikan makanan
pralaktal, memberikan tambahan susu formula karena ASI tidak keluar,
menghentikan pemberian ASI karena bayi atau ibu sakit, ibu harus bekerja,
serta ibu ingin mencoba susu formula (Syafiq, dkk, 2003).
Faktor predisposisi kegagalan ASI eksklusif adalah karena faktor
predisposisi yaitu pengetahuan dan pengalaman ibu yang kurang dan
faktor pemungkin penting yang menyebabkan terjadinya kegagalan adalah
karena ibu tidak difasilitasi melakukan IMD. Bayi yang lahir normal dan
diletakkan di perut ibu segera setelah lahir dengan kulit ibu melekat pada
kulit bayi selama setidaknya 1 jam dalam 50 menit akan berhasil menyusu,
sedangkan bayi lahir normal yang dipisahkan dari ibunya 50% tidak bisa
menyusu sendiri. Berbagai studi juga telah melaporkan bahwa IMD
terbukti meningkatkan keberhasilan ASI eksklusif (Syafiq, dkk, 2003).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji implementasi dan
kebijakan ASI eksklusif dan IMD yang ada di Indonesia sebagai upaya
untuk membantu meningkatkan pencapaian target ASI eksklusif (Syafiq,
dkk, 2003).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui evidance based dalam memulai pemberian ASI dini
dan eksklusif serta regulasi suhu BBL dengan kontak kulit ke kulit.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui bagaimana implementasi dan kebijakan ASI
Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini di Indonesia berdasarkan
studi-studi yang ada.
b. Untuk mengetahui pengaruh kontak skin to skin Inisiasi Menyusui
Dini terhadap perubahan suhu tubuh pada Bayi Baru Lahir.

C. Manfaat
1. Bagi Universitas Ngudi Waluyo

Diharapkan agar bermanfaat sebagai informasi dalam menambah


keterampilan ilmu kebidanan tentang pemberian ASI Ekslusif dan
untuk bahan pembelajaran serta dapat dijadikan sebagai refrensi
penelitian yang akan dating.
2. Bagi Penulis
Diharapkan penulis mendapatkan

lebih

banyak

informasi,

menambah wawasan dan dapat mengetahui hasil penelitian untuk


dipublikasikan kepada masyarakat agar masyarakat lebih menyadari
dan meningkatkan.
3. Bagi Pembaca
Diharapkan pembaca mendapatkan informasi tentang implementasi
ASI eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini agar para pembaca
khususnya orangtua yang memiliki bayi dapat lebih menyadari serta
meningkatkan pemberian ASI Eksklusif dan Inisiasi Menyusui Dini.

BAB II
PEMBAHASAN
Mengidentifikasi asuhan BBL dan Balita Berdasarkan Evidence Based:
1. Memulai Pemberian ASI Dini dan eksklusif
Pemberian ASI secara eksklusif adalah pemberian hanya ASI tanpa
memberikan cairan atau makanan padat lainnya kecuali vitamin, mineral
atau obat dalam bentuk tetes atau sirup sampai usia 4-6 bulan. Berbagai
penelitian telah mengkaji manfaat pemberian ASI eksklusif dalam hal
menurunkan mortalitas bayi, menurunkan morbiditas bayi, membantu
perkembangan kecerdasan anak dan membantu memperpanjang jarak
kehamilan bagi ibu. Penyebab kematian bayi terbesar di Indonesia adalah
kematian neonatal dan dua pertiga dari kematian neonatal adalah pada satu
minggu pertama dimana daya imun bayi masih sangat rendah. Sub
Committee on Nutrition (ACC/SCN) dalam edisi laporan menyebutkan
perlunya meningkatkan durasi pemberian ASI eksklusif karena perilaku
menyusui sangat berhubungan dengan kesehatan dan kelangsungan hidup
anak. Pemberian ASI secara eksklusif kepada bayi dianjurkan untuk
diberikan selama 4-6 bulan. UNICEF bersama dengan World Health
Assembly (WHA) merekomendasikan pemberian ASI eksklusif selama 6
bulan untuk keuntungan yang optimal bagi ibu dan bayinya. Rekomendasi
pemberian ASI eksklusif sampai usia 6 bulan tampaknya masih terlalu
sulit untuk dilaksanakan (Syafiq, dkk, 2003).
Promosi mengenai ASI eksklusif sudah mulai terlihat hasilnya
dengan cukup tingginya pengetahuan ibu mengenai ASI eksklusif yang
berkisar antara 59,7% - 79,0%. Namun demikian tingginya pengetahuan
ibu ini tidak diikuti dengan prakteknya. Persentase praktek pemberian ASI
eksklusif hanya kurang dari seperempat persentase pengetahuan ibu.
Demikian pula halnya dengan pengetahuan dan praktek immediate
breastfeeding, walaupun kesenjangannya tidak sebesar kesenjangan

pengetahuan dan praktek ASI eksklusif. Jadi terdapat faktor-faktor lain


selain faktor pengetahuan ibu yang menyebabkan praktek pemberian ASI
dalam hal immediate breastfeeding dan ASI eksklusif ini menjadi kurang
berhasil. Masalah yang menjadi penyebab kegagalan praktek ASI eksklusif
bermacam-macam seperti pemberian makanan pralakteal, ibu harus
bekerja, bayi sakit, ibu lelah/ sakit, ibu kurang percaya diri, dan lain-lain
(Syafiq, dkk, 2003).
Beberapa studi tampak bahwa pemberian makanan pralakteal
merupakan salah satu kendala utama. Faktor lain seperti ibu bekerja, ibu
kurang percaya diri, dan bayi sakit dapat menjadi faktor penyebab
kegagalan ASI eksklusif tetapi biasanya terjadi setelah beberapa hari atau
minggu. Berbeda dengan pemberian makanan/minuman pralakteal yang
akan menyebabkan kegagalan ASI eksklusif pada harihari pertama
(biasanya dalam 3 hari pertama) setelah kelahiran dimana daya imun bayi
masih lemah, bayi sangat rentan terhadap penyakit dan belum ada upaya
optimal ibu untuk melakukan ASI eksklusif. Responden yang tidak ASI
eksklusif sampai 4 bulan umumnya telah memberikan makanan/ minuman
pralakteal pada hari-hari pertama setelah persalinan. Responde yang tidak
ASI eksklusif 4 bulan telah memberikan makanan/minuman pralakteal
dalam 3 hari pertama setelah bayi lahir yang artinya kegagalan utama dari
ASI eksklusif adalah terjadi pada hari-hari pertama setelah persalinan yaitu
pada saat makanan/minuman pralakteal diberikan (Syafiq, dkk, 2003).
Beberapa studi terungkap bahwa alasan utama pemberian
makanan/minuman pralakteal antara lain adalah karena ASI belum keluar
bayi menangis terus dan persepsi ibu bahwa pemberian hanya ASI saja
tidak mencukupi kebutuhan bayi. Pemberian nasi atau pisang papak
sebagai bagian budaya masyarakat dalam hal pemberian makanan untuk
bayi baru lahir terlihat sudah mulai bergeser. Data jenis makanan/minuman
pralakteal yang diberikan mendukung penelitian di atas bahwa umumnya
makanan/minuman yang diberikan adalah susu formula, madu dan air
putih sedangkan pemberian pisang/buah atau nasi sudah sangat rendah
yaitu kurang dari 10%. Dengan demikian selanjutnya dalam diskusi ini

masalah budaya tidak dijadikan fokus utama dan diskusi akan lebih
ditujukan pada masalah pemberian makanan/ minuman pralakteal yang
disebabkan oleh hal-hal lain seperti persepsi ASI belum keluar, bayi
menangis terus atau pemberian hanya ASI saja tidak mencukupi kebutuhan
bayi. Pada hari-hari pertama persalinan sebenarnya bayi yang sehat belum
memerlukan cairan atau makanan, sehingga tidak diperlukan pemberian
makanan/minuman apapun. Bayi baru lahir menangis bukan selalu karena
kehausan tapi bisa karena berbagai faktor seperti ketidaknyamanan, popok
yang basah dan kotor, kembung, sakit dan kolik (Syafiq, dkk, 2003).
Berbagai literatur menyebutkan bahwa segera setelah lahir bayi
harus didekatkan kepada ibu dengan cara menempelkan bayi pada
payudara ibu. Bayi pada usia kurang dari 30 menit harus segera disusukan
pada ibunya, dalam hal ini bukan untuk pemberian nutrisi tetapi untuk
belajar menyusui guna mempersiapkan payudara ibu mulai memproduksi
ASI. Perasaan senang melihat bayi dan kepuasan dapat menyusui akan
merangsang kelenjar hipofise posterior mengeluarkan hormon oksitosin
untuk mempercepat pengeluaran ASI. Selain itu gerakan untuk mengisap
pada bayi baru lahir akan mencapai puncaknya pada waktu berusia 20-30
menit, sehingga apabila terlambat menyusui refleks ini akan berkurang dan
melemah (Syafiq, dkk, 2003).
Walaupun ASI belum keluar tetapi interaksi itu akan membuat bayi
merasa tenang dan nyaman sehingga bayi tidak menangis. Refleks bayi
akan segera bekerja mencari puting payudara ibu untuk belajar menyusui
yang akan membuat ibu merasa puas dan percaya diri untuk memberikan
ASI-nya sehingga tidak perlu memberikan makan/minuman pralakteal.
Terlihat adanya hubungan antara praktek immediate breastfeeding dengan
pemberian

makanan/minuman

pralakteal.

Ibu

yang

immediate

breastfeeding akan 1,8 - 5,3 lebih besar kemungkinannya untuk tidak


memberikan makanan/ minuman pralakteal kepada bayinya. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa immediate breastfeeding dapat
menjadi

salah

satu

alternatif

untuk

menghindari

pemberian

makanan/minuman pralakteal. Untuk memperjelas adanya hubungan

antara immediate breastfeeding dengan ASI eksklusif sampai 4 bulan


dilakukan analisis bivariat antara immediate breastfeeding dengan ASI
eksklusif sampai 4 bulan. Hasil penelitian menunjukkan adanya hubungan
bermakna antara immediate breastfeeding dan pemberian ASI eksklusif 4
bulan. Ibu yang melakukan immediate breastfeeding akan 2-8 kali lebih
besar kemungkinannya memberikan ASI eksklusif 4 bulan (Syafiq, dkk,
2003).
Kunci utama keberhasilan immediate breastfeeding terletak pada
penolong persalinan karena dalam 30 menit pertama setelah bayi lahir
umumnya peran penolong persalinan masih sangat dominan. Bila ibu
difasilitasi oleh penolong persalinan untuk segera memeluk bayinya
diharapkan interaksi ibu dan bayi ini akan segera terjadi. Dengan
immediate breastfeeding ibu semakin percaya diri untuk tetap memberikan
ASI

nya

sehingga

tidak

merasa

perlu

untuk

memberikan

makanan/minuman apapun kepada bayi karena bayi bisa nyaman


menempel pada payudara ibu atau tenang dalam pelukan ibu segera setelah
lahir. Faktor eksternal seperti anjuran dari tenaga kesehatan (baik sebagai
penolong persalinan maupun tidak), orang tua, mertua dan tetangga
merupakan salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam memberikan
makanan pralakteal. Untuk itu dalam memberikan penyuluhan mengenai
ASI eksklusif penekanannya agar tidak hanya mengenai manfaat dan
keunggulan dari ASI eksklusif saja tetapi juga mengenai pentingnya
melaksanakan immediate breastfeeding. Dengan melaksanakan immediate
breastfeeding salah satu faktor kegagalan ASI eksklusif yaitu pemberian
makanan/minuman pralakteal diharapkan bisa diatasi (Syafiq, dkk, 2003).
2. Regulasi Suhu BBL dengan Kontak Kulit ke Kulit
Bayi baru lahir kehilangan panas empat kali lebih besar dari pada
orang dewasa, sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan suhu. Pada
30 menit pertama bayi dapat mengalami penurunan suhu 3-40C. Pada
ruangan dengan suhu 20-250C suhu kulit bayi turun sekitar 0,3 0C per
menit. Penurunan suhu diakibatkan oleh kehilangan panas secara

10

konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi. Kemampuan bayi yang belum


sempurna dalam memproduksi panas maka bayi sangat rentan untuk
mengalami hipotermia. Hipotermia merupakan penyebab utama kesakitan
dan kematian bayi baru lahir di negara berkembang. Prevalensi yang tinggi
dari hipotermia telah dilaporkan secara luas bahkan dari negara tropis.
WHO telah merekomendasikan asuhan untuk mempertahankan panas
dalam asuhan bayi baru lahir, namun hipotermia terus berlanjut menjadi
kondisi yang biasa terjadi pada neonatal, yang tidak diketahui, tidak di
dokumentasikan dan kurang memperoleh penanganan (Yantri, dkk, 2014).
Suhu bayi yang rendah mengakibatkan proses metabolik dan
fisiologi melambat. Kecepatan pernafasan dan denyut jantung sangat
melambat, tekanan darah rendah dan kesadaran menghilang. Bila keadaan
ini terus berlanjut dan tidak mendapatkan penanganan maka dapat
menimbulkan kematian pada bayi baru lahir. Resiko kematian pada bayi
baru lahir tinggi pada saat kelahiran dan semakin menurun pada hari dan
minggu berikutnya. Sekitar 50% kematian bayi terjadi dalam 24 jam
pertama kelahiran dan sekitar 75% terjadi selama minggu pertama
kelahiran. Kematian bayi dikenal dengan fenomena 2/3, pertama,
fenomena 2/3 kematian bayi pada bulan pertama, 2/3 kematian bayi pada 1
minggu pertama dan 2/3 kematian bayi pada 24 jam pertama. Hipotermia
cenderung terjadi pada masa transisi pada bayi baru lahir. Masa transisi
bayi merupakan masa yang sangat kritis pada bayi dalam upaya untuk
dapat bertahan hidup. Bayi baru lahir harus beradaptasi dengan kehidupan
di luar uterus yang suhunya jauh lebih dingin bila dibandingkan suhu
didalam uterus yang relatif lebih hangat sekitar 37 0C. Suhu ruangan yang
normalnya 250C 270C berarti ada penurunan sekitar 100C. Kemampuan
bayi baru lahir tidak stabil dalam mengendalikan suhu secara adekuat,
bahkan jika bayi lahir saat cukup bulan dan sehat sehingga sangat rentan
untuk kehilangan panas (yantri, dkk, 2014).
Asuhan essensial diperlukan pada bayi baru lahir agar dapat
mencegah terjadinya komplikasi dan dapat menyelamatkan nyawa bayi
seperti segera mengeringkan tubuh bayi baru lahir dan inisiasi menyusu

11

dini sangat diperlukan untuk upaya bayi dapat bertahan hidup dan
menunda semua asuhan lainnya minimal satu jam pertama kelahiran.
Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu segera setelah
dilahirkan dengan air susu ibunya sendiri dalam satu jam pertama
kelahiran. Menurut Roesli (2008), kulit dada ibu yang melahirkan 10
Celcius lebih panas dari ibu yang tidak melahirkan. Dada ibu
menghangatkan bayi dengan tepat selama merangkak mencari payudara.
Dengan mengetahui manfaat terhadap perubahan suhu tubuh bayi baru
lahir maka tenaga kesehatan dapat menganjurkan ibu untuk melakukan
IMD agar suhu tubuh bayi baru lahir terkontrol dalam batas normal
sehingga mencegah terjadinya Hipotermi (yantri, dkk, 2014).
Hasil penelitian suhu bayi baru lahir tanpa dilakukan IMD dengan
hasil suhu rata rata 36,26 C. Hal tersebut menunjukkan bahwa suhu bayi
baru lahir kelompok kontrol cenderung mengalami suhu dibawah normal
(hipotermia) dengan kategori dari 15 bayi baru lahir 13 bayi mengalami
hipotermia ringan ( cold stress ) dan 2 bayi tidak mengalami hipotermia.
Hal ini sesuai dengan dengan penjelasan IDAI (2010) mengenai kategori
hipotermia yang terbagi atas : hipotermia ringan (cold stress) yaitu suhu
antara 36-36,5C, hipotermia sedang yaitu antara 32-36C, dan hipotermia
berat yaitu suhu tubuh < 32C (Oktariana, dkk, 2013).
Bayi baru lahir dapat mengalami hipotermia melalui beberapa
mekanisme yang berkaitan dengan kemampuan tubuh untuk menjaga
keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas (IDAI, 2010).
Menurut Stright (2004) suhu bayi baru lahir dapat turun beberapa derajad
setelah kelahiran karena lingkungan eksternal lebih dingin daripada
lingkungan dalan uterus, suplai lemak subkutan yang terbatas dan area
permukaan

kulit

yang

besar

dibandingkan

dengan

berat

badan

menyebabkan bayi mudah menghantarkan panas pada lingkungan serta


kehilangan panas yang cepat dalam lingkungan yang dingin melalui proses
konduksi, konveksi, evaporasi dan radiasi Dari data diatas, peneliti
menarik kesimpulan bahwa suhu bayi setelah lahir dapat turun dengan
cepat sekitar 1-2 C disebabkan karena bayi baru lahir sedang mengalami

12

adaptasi termoregulasi dimana sebelumnya di intrauterin suhu relatif stabil


dikisaran 37C tetapi setelah di ekstra uterin suhu lingkungan cenderung
fluktuatif

serta

mekanisme

kehilangan

panas

ditambah

dengan

penatalaksanaan bayi baru lahir yang tidak tepat dapat memperlambat


proses adaptasi tersebut. Hal tersebut sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh Balck dalam Ruth (2002) yang menyatakan bayi
mengalami kesulitan mengatur suhu tubuh dan hal ini rentan terjadi
hipotermia penurunan suhu antara 1-2C dapat terjadi dalam satu jam
pertama (Oktariana, dkk, 2013).
Suhu tubuh bayi baru lahir yang dilakukan inisiasi menyusu dini
(IMD) pada penelitian yang telah dilakukan didapatkan rata-rata suhu bayi
baru lahir setelah dilakukan IMD selama 1 jam atau lebih adalah 36,94
dari 15 bayi baru lahir semua memiliki suhu tubuh normal sesuai dengan
penjelasan dari Balck (2002) yang menyatakan suhu kulit bayi pada saat
lahir adalah antara 36,0C dan 36,5C, sedangkan suhu rectal normal
adalah 36,5-37,5C. Hal tersebut sesuai dengan teori yang dikemukakan
oleh Roesli ( 2008 ) bahwa kontak antara kulit ibu dan kulit bayi segera
dalam satu jam kelahiran pertama sangat penting karena dada ibu
menghangatkan bayi dengan tepat selama bayi merangkak mencari
payudara. IDAI ( 2010 ) menyatakan bahwa kontak kulit dengan kulit
adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya panas pada bayi
baru lahir baik pada bayi aterm atau preterm. Dada atau perut ibu,
merupakan tempat yang sangat ideal bagi BBL untuk mendapatkan
lingkungan suhu yang tepat (Oktariana, dkk, 2013).
Pemberian ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam
jam pertama kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang
mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan
dalam proses termoregulasi pada bayi baru lahir. Perbedaan suhu bayi baru
lahir tanpa dilakukan inisiasi menyusu dini dengan suhu bayi baru lahir
yang dilakukan inisiasi menyusu dini Hasil penelitian di RB Paten tanggal
18 Januari 14 Februari menunjukkan suhu tubuh rata-rata bayi yang
tidak dilakukan inisiasi menyusu dini adalah 36,26 sedangkan pada bayi

13

baru lahir yang dilakukan inisiasi menyusu dini suhu tubuh rata-rata
adalah 36,94 hal tersebut menggambarkan bahwa adanya perbedaan suhu
pada bayi baru lahir pada bayi yang tidak dilakukan inisiasi menyusu dini
dengan suhu bayi baru lahir yang dilakukan inisiasi menyusu dini. Sesuai
dengan pendapat Sulistyowati dan Nugraheni (2010) bahwa keuntungan
kontak kulit ke kulit dan inisiasi menyusu dini bagi bayi selain
menstabilkan pernafasan juga dapat mengendalikan temperature tubuh
bayi. IDAI (2010 ) menyatakan kontak kulit dengan kulit adalah cara yang
sangat efektif untuk mencegah hilangnya panas pada bayi baru lahir, baik
pada bayi aterm atau preterm (Oktariana, dkk, 2013).
Dada atau perut ibu, merupakan tempat yang sangat ideal bagi
bayi baru lahir untuk mendapatkan lingkungan suhu yang tepat. Pemberian
ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam - jam pertama
kehidupan nayi baru lahir. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang
mencukupi akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan
dalam proses termoregulasi pada bayi baru lahir. Penelitian yang terkait
pernah dilakukan oleh Aris Puji Utami (2007) dengan judul Pengaruh
Metode Kanguru terhadap Peningkatan Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir di
BPS Kasih Ibu Ny.Soenarlin dengan hasil adanya pengaruh metode
kanguru tehadap peningkatan suhu bayi baru lahir. Penelitian ini
menggunakan tehnik metode kanguru yaitu meletakkan bayi didada ibu
secara seksama selama 15 menit dengan tujuan untuk meningkatkan suhu
bayi baru lahir. Hal ini sesuai dengan pendapat dari Yohmi.E ( 2010 )
menyatakan manfaat inisiasi menyusu dini bahwa dada ibu akan
menghangatkan bayi dengan tepat. Kulit ibu akan menyesuaikan suhunya
dengan kebutuhan bayi. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan hasil
penelitian yang dilakukan oleh dr.Niels Bergman dari Afrika Selatan
membuktikan bahwa dada ibu yang melahirkan satu derajad lebih panas
dari ibu yang tidak melahirkan.Jika bayinya kedinginan, suhu kulit ibu
otomatis naik dua derajad untuk menghangatkan bayi. Jika bayi

14

kepanasan, suhu kulit ibu otomatis turun satu derajad untuk mendinginkan
bayinya ( Roesli, 2008).

BAB III
PENUTUP

A Kesimpulan
Jadi dapat disimpulkan Inisiasi menyusu dini (IMD) dan ASI
eksklusif sejak lahir hingga usia enam bulan merupakan dua praktik
pemberian ASI yang penting untuk kelangsungan hidup dan pertumbuhan
optimal bayi. IMD berperan penting dalam mengurangi angka kematian
bayi dan meningkatkan keberhasilan pemberian ASI eksklusif. Pemberian
ASI sesegera mungkin, sangat dianjurkan dalam jam jam pertama
kehidupan BBL. Pemberian ASI dini dan dalam jumlah yang mencukupi

15

akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi, serta akan berperan dalam


proses termoregulasi pada bayi baru lahir.
Identifikasi asuhan BBL dan Balita Berdasarkan Evidence Based dibagi
menjadi dua yaitu :
1

Memulai Pemberian ASI Dini dan eksklusif


3. Regulasi Suhu BBL dengan Kontak Kulit ke Kulit

D. Saran
1. Bagi Universitas Ngudi Waluyo
Lebih menambah referensi seperti buku-buku, sumber majalah
kesehatan ,jurnal serta bahan-bahan lain yang menunjang dalam
pembuatan makalah ini guna meningkatkan ilmu pengetahuan, dan
dapat menambah wawasan tentang IMD dan ASI eksklusif serta cara
penerapannya.

2. Bagi Pembaca
Dapat membantu sebagai sumber atau bahan untuk menambah
materi dalam penelitian selanjutnya, khususnya tentang IMD dan ASI
Ekslusif sebagai bahan bacaan bagi yang membaca.
3. Bagi Penulis
Lebih meningkatkan informasi, wawasan serta pengalaman untuk
meningkatkan pengetahuan tentang IMD dan ASI eksklusif serta
bahan-bahan lain yang menunjang dalam pembuatan makalah ini.

16

DAFTAR PUSTAKA
Depkes RI. 2014.Profil Kesehatan Indonesia Tahun 2014. Jakarta: Depkes
RI.
Ekawati, heny 2015. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap
Perubahan Suhu Tubuh Pada Bayi Baru Lahir di Klinik Bersalin Mitra
HusadaDesa Pangean Kecamatan Maduran Kabupaten Lamongan Tahun
2015. (http://stikesmuhla.ac.id (Volume 7 Nomor 01). Diakses tanggal 28
September 2016.

Oktariana, Natalia D, 2013. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap


Suhu Tubuh Bayi Baru Lahir di Rumah Bersalin Paten Rejo Winangun Utara
Magelang Selatan Tahun 2013. (http://jurnalilmiahilmukesehatan.ac.id(Volume
XV Nomor 03). Diakses tanggal 28 September 2016.
Syafiq, ahmad 2010. Kajian Implementasi dan Kebijakan Air Susu Ibu Eksklusif
dan

Inisiasi

Menyusu

Dini

di

Indonesia

Tahun

2010.

(http://journal.ui.ac.id(Volume 14 nomor 01). Diakses tanggal 29 September


2016.

Yantri, Eny 2014. Pengaruh Inisiasi Menyusu Dini (IMD) Terhadap Suhu dan
Kehilangan

Panas

pada

Bayi

Baru

Lahir

Tahun

2014.

(http://jurnal.fk.unand.ac.id). Diakses tanggal 28 September 2016.

17

(online)

Anda mungkin juga menyukai