Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN

“PEMERIKSAAN KONOGENITAL PADA JANIN”


DOSEN PENGAMPU : Miftha NEA,STR.,M.TR

DISUSUN OLEH :

1.DEWI INDRASARI (202005005)


2.MUSYARIFAH NURUL U.A (202005015)
3.ANISA TRIYA RAHMAVIANTI (202005019)
4.MEILA SETIAWATI (202005036)
5.SHINTA ANDHIKA AYU.W (202005037)
6.AFIT TIARA (202005040)

STIKES BINA SEHAT PPNI MOJOKERTO


TAHUN 2020 / 2021

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas terselesaikannya tugas mata kuliah
Asuhan Kebidanan pada Kehamilan.

Dengan makalah ini penulis mengharapkan dapat memberikan pengetahuan tambahan kepada
pembacanya, selain itu semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca sekalian.Penulis menyadari
masih banyak terdapat banyak kekurangan dalam penyusunan makalah ini, baik itu pada isi makalah, tata
bahasa, pengejaan dan penataan tanda baca.

Maka dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang bisa menjadi acuan kedepannnya agar
dapat menghasilkan tulisan yang lebih baik lagi. Ucapan terimakasih juga kami ucapkan kepada semua
pihak dan teman-teman yang telah memberikan dukungan atas terselesaikannya makalah ini.

Sidoarjo 16 September 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB 1 Pendahuluan

1.1 Latar Belakang...................................................................................................4


1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 Makna dan Tujuan.............................................................................................4

BAB 2 Pembahasan

2.1 Pengertian Kelainan Kongenital........................................................................5


2.2 Faktor Penyebab Kongenital.............................................................................5
2.3 Diagnosis pada Kongenital................................................................................6
2.4 Kelainan Kongenital..........................................................................................6

BAB 3 Tinjauan Kasus

3.1 Jurnal 1..............................................................................................................8


3.2 Jurnal 2..............................................................................................................13
3.3 Jurnal 3..............................................................................................................24

Summary

Summary Jurnal 1....................................................................................................32


Summary Jurnal 2....................................................................................................32
Summary Jurnal 3....................................................................................................35

Daftar Pustaka

3
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Usia harapan hidup seseorang dapat bervariasi tergantung di mana orang tersebut dibesarkan.
Angka harapan hidup di negara maju seperti di Eropa lebih tinggi daripada angka harapan hidup di
negara Afrika. Selain perbedaan angka harapan hidup antarnegara, terdapat juga perbedaan angka
harapan hidup antarpenduduk dalam satu negara. Penduduk yang miskin memiliki angka harapan
hidup yang lebih rendah dibandingkan penduduk yang kaya. Ketidakadilan sosial dapat membunuh
manusia dalam skala besar, oleh karena itulah kita harus mengurangi kesenjangan dalam bidang
kesetaraan hak untuk memperoleh kesehatan yang sama rata. Kesenjangan dalam bidang kesehatan
terutama dirasakan pada penderita kelainan kongenital. Kelainan kongenital adalah suatu kondisi
ketidaknormalan struktur atau fungsi tubuh yang muncul saat lahir. Kelainan kongenital dapat
menyebabkan abortus spontan atau lahir mati. Apabila bayi terlahir dengan baik maka dapat
menyebabkan disabilitas seumur hidup dan menyebabkan pengaruh negatif bagi keluarga dan
lingkungan. WHO memperkirakan 7% dari seluruh kematian neonatus di dunia adalah karena
kelainan kongenital. Kelainan kongenital dapat timbul akibat berbagai etiologi, misalnya karena
mutasi genetik, virus, trauma, dll.Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada
yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai
unsur dominan atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apakah yang dimaksud dengan kelainan konogenital?
2. Apakah faktor penyebab kelainan konogenital pada janin?
3. Bagaimana Diagnosis pada kelainan konogenital?
4. Apa saja macam – macam kelainan pada konogenital?
1.3 Makna dan Tujuan
1. Mengetahui arti dan makna dari kelainan konogenital.
2. Mengetahui faktor penyebab dari konogenital.
3. Mengetahui diagnosis pada konogenital.
4. Mengetahui macam-macam konogenital.

4
BAB 2
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Kelainan Kongenital


Kelainan kongenital adalah kelainan dalam pertubuhan struktur bayi yang timbul semenjak
kehidupan hasil konsepsi sel telur. Kelainan kongenital dapat merupakan sebab penting terjadinya
abortus, lahi mati, atau kematian segera setelah lahir (Rukiyah, dkk, 2010). Kelainan Kongenital
adalah kelainan yang tampak pada saat lahir. Kelainan ini dapat berupa penyakit yang diturunkan
(didapat atas salah satu atau kedua orangtua) atau tidak diturunkan (Prawirohardjo,2009).kongenital
dapat menyebabkan abortus spontan atau lahir mati. Apabila bayi terlahir dengan baik maka dapat
menyebabkan disabilitas seumur hidup dan menyebabkan pengaruh negatif bagi keluarga dan
lingkungan. WHO memperkirakan 7% dari seluruh kematian neonatus di dunia adalah karena
kelainan kongenital. Kelainan kongenital dapat timbul akibat berbagai etiologi, misalnya karena
mutasi genetik, virus, trauma.

2.2 Faktor Penyebab Kongenital


a. Kelainan genetik dan kromosom Kelainan genetik pada ayah atau ibu kemungkinan besar akan
berpengaruh atas kejadian kelainan kongenital pada anaknya. Diantara kelainan-kelainan ini ada
yang mengikuti hukum Mendel biasa, tetapi dapat pula diwarisi oleh bayi yang bersangkutan sebagai
unsur dominan atau kadang-kadang sebagai unsur resesif.
b. Faktor mekanik Tekanan mekanik pada janin selama kehidupan intrauterin dapat menyebabkan
kelainan bentuk organ tubuh hingga menimbulkan deformitas organ tersebut. Faktor predisposisi
dalampertumbuhan organ itu sendiri akan mempermudah terjadinya deformitas suatu organ.
c. Faktor infeksi Infeksi yang dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah infeksi yang tejadi pada
periode organogenesis yaitu dalam trimester petama kehamilan. Adanya infeksi tertentu dalam
periode organogenesis ini dapat menimbulkan gangguan dalam pertumbuhan suatu organ tubuh.
Selain dapat menyebabkan terjadinya kelainan kongenital juga dapat menyebabkan terjadinya
abortus.
d. Faktor obat Beberapa jenis obat dan jamu tertentu yang diminum oleh wanita hamil pada trimester
pertama kehamilan diduga sangat erat hubungannya dengan terjadinya kelainan kongenital pada
bayinya. Salah satu obat yang telah diketahui dapat menimbulkan kelainan kongenital adalah
thalidomide yang dapat mengakibatkan terjadinya fokomelia atau mikromelia.

5
e. Faktor hormonal Faktor hormonal diduga mempunyai hubungan pula dengan kejadian kelainan
kongenital. Bayi yang dilahirkan oleh ibu hipoteroidisme atau penderita DM kemungkinan untuk
mengalami gangguan pertumbuhan lebih besar bila dibandingkan dengan bayi yang normal.
f. Faktor radiasi Radiasi pada permulaan kehamilan mungkin sekali akan dapat menimbulkan kelainan
kongenital pada janin. Adanya riwayat radiasi yang cukup besar pada orang tua dikhawatirkan akan
dapat mengakibatkan mutasi pada gene yang mungkin sekali dapat menyebabkan kelainan
kongenital pada bayi yang dilahirkan.
g. Faktor gizi Pada penyelidikan-penyelidikan menunjukkan bahwa frekuensi kelainan kongenital pada
bayi-bayi yang dilahirkan oleh ibu yang kekurangan makanan lebih tinggi bila dibandingkan dengan
bayi-bayi yang lahir dari ibu yang baik gizinya.
h. Tidak diketahui penyebabnya Malformasi dengan penyebab yang tidak diketahui hingga 50%
abnormalitas kongenital tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Seperti pada defek ekstremitas
terisolasi seperti tidak mempunyai telapak tangan dapat disebabkan oleh hilangnya suplai darah pada
saat masa penting pembentukan tunas ekstremitas (limbud) yang menyebabkan terhentinya proses
perkembangan. Berdasarkan studi empiris resiko berulang untuk kasus-kasus tersebut sangat rendah.

2.3 Diagnosis pada Kongenital

Menurut Prawirohardjo (2007) diagnosis kelainan kongenital dapat dilakukan beberapa tahap
yaitu, tahap prenatal dan tahap post natal. Indikasi melakukan diagnosis prenatal umumnya
dilakukan bila ibu hamil mempunyai faktor resiko untuk melahirkan bayi dengan kelainan
kongenital. Faktor-faktor ini biasanya dihubungkan dengan adanya riwayat adanya kelainan
kongenital dalam keluarga, kelainan kongenital anak yang dilahirkan sebelumnya, faktor umur ibu
yang mendekati masa menopouse. Pencarian kelainan kongenital ini dilakukuan pada kehamilan
muda, umumnya pada kehamilan 16 minggu. Dengan bantuan alat Ultrasonografi dapat dilakukan
tindakan Amniosentesis untuk mengambil contoh cairan amnion yang selanjutnya dilakukan
penelitian lebih lanjut.

2.4 Kelainan Kongenital

Kelainan Kongenital/ Cacat Bawaan Pada Neonatus, yaitu :

a) Encephalocele
 Pengertian Encephalocel 15 Ensefalokel

Encephalocel 15 Ensefalokel adalah suatu kelainan tabung saraf yang ditandai dengan adanya
penonjolan meningens (selaput otak) dan otak yang berbentuk seperti kantung melalui suatu lubang
pada tulang tengkorak.

6
 Penyebab Encephalocel

Umumnya, ensefalokel terjadi pada awal masa kehamilan. Tepatnya pada awal minggu ke-4
kehamilan. Pada saat itu, terjadi perkembangan embriologi yang melibatkan susunan saraf pusat.
Persarafan berkembang membentuk tabung serta memisahkan diri dari jaringan tulang kepala.
Kegagalan jaringan saraf untuk menutup menyebabkan terjadinya beberapa kelainan, diantaranya
ensephalocel. Ada beberapa dugaan penyebab penyakit ensephalocel, diantaranya yaitu infeksi,
faktor usia ibu yang terlalu muda atau tua ketika hamil, mutasi genetik, dan pola makan yang tidak
tepat sehingga mengakibatkan kekurangan asam folat.

 Tanda-tanda Encephalocel Gejalanya Encephalocel berupa:


• Hidrosefalus
• Kelumpuhan keempat anggota gerak (kuadriplegia spastik)
• Gangguan perkembangan
• Mikrosefalus
• Gangguan penglihatan
• Keterbelakangan mental dan pertumbuhan
• Ataksia
• Kejan.
• Beberapa anak memiliki kecerdasan yang normal
• Ensefalokel seringkali disertai dengan kelainan kraniofasial atau kelainan otak lainnya.

 Diagnosa ditegakkan berdasarkan:


• Gejala dan pemeriksaan fisik
• Dilakukan USG yang bisa menemukan kelainan ini
• CTscan segera setelah bayi lahir untuk menentukan luas dan lokasi kelainan

 Penatalaksanaan Encephalocel

Biasanya dilakukan pembedahan untuk mengembalikan jaringan otak yang menonjol ke dalam
tulang tengkorak, membuang kantung dan memperbaiki kelainan kraniofasial yang terjadi (Setiyani,
Astuti, dkk, 2016.

7
BAB 3

TINJAUAN KASUS

3.1 Jurnal 1

Kejadian dan Distribusi Kelainan Kongenital Pada Bayi Baru Lahir di RS dr.
Moehammad Hoesin Palembang Periode Januari-November 2015

Ziske Maritska1, Siti Rahma Anissya Kinanti2

1
Departemen Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya
2
Program Studi Pendidikan Dokter Umum, FK Universitas Sriwijaya

Abstrak

Kelainan kongenital merupakan suatu kelainan struktur maupun kelainan fungsi yang timbul akibat gangguan pada periode
intrauterine. Penegakkan diagnosa kelainan kongenital dapat dilakukan baik sebelum lahir, saat lahir, ataupun setelahnya. Angka
kejadian kelainan kongenital bervariasi di setiap negara, di Indonesia angka kejadian kelainan kongenital mencapai 5 dari 1000
kelahiran (5%). Kelainan kongenital dapat terjadi pada semua sistem tubuh. Berbagai studi mengindikasikan bahwa sistem kardio-
toraks, sistem saraf pusat dan kelainan kromosom merupakan jenis kelainan kongenital yang banyak dijumpai di seluruh dunia.
Penelitian ini merupakan studi observasional deskriptif yang bertujuan untuk mengidentifikasi angka kejadian kelainan kongenital
pada bayi baru lahir di RSMH Palembang periode Januari-November 2015 serta untuk mengidentifikasi jenis kelainan kongenital
yang paling banyak dijumpai di RSMH Palembang. Seluruh bayi yang lahir dan dirawat serta dinyatakan menderita kelainan
kongenital oleh dokter spesialis anak yang berkompeten di RSMH Palembang pada periode penelitian dijadikan sampel. Dari hasil
penelitian didapatkan sebanyak 108 bayi yang terdiagnosa dengan berbagai jenis kelainan kongenital pada periode Januari-
November 2015 di RSMH Palembang. Adapun jenis kelainan kongenital yang dijumpai pada 108 sampel penelitian meliputi kelainan
pada sistem susunan saraf pusat, sistem kardio- toraks, sistem gastro-intestinal, sistem kranio-fasial, sistem muskuloskeletal dan
juga kelainan kromosom. Kasus-kasus kelainan kongenital pada sistem gastro-intestinal merupakan jenis kelainan kongenital yang
paling banyak dijumpai di RSMH Palembang (50%), diikuti oleh kasus-kasus kelainan kongenital pada sistem kardio-toraks (29,63%).
Simpulan : kejadian kelainan kongenital di RSMH Palembang paling banyak mengenai sistem gastro-intestinal. [JK Unila. 2016;
1(2):347-350]

Kata kunci: bayi baru lahir, distribusi, kejadian, kelainan kongenital

The Incidence of Congenital Anomalies in Newborn Baby in Dr. Moehammad


Hoesin Hospital Palembang: A Hospital Based Study

Abstract

8
Congenital anomalies are both a structural and functional abnormalities that can be identified before, during, or after birth. It
is believed to be caused by disturbances during pregnancy. The incidence of congenital anomalies varied in different countries,
whereas the incidence of congenital anomalies in Indonesia is around 5 in 1000 births (5%). Congenital anomalies can happen in
various body systems, without any exception. Previous studies suggested the cardio-thorax system, central nervous system and
chromosomal abnormalities as the most commonly found congenital anomalies worldwide. This is an observational descriptive
study that wished to investigate the incidence of congenital anomalies in newborn babies in Dr. Moehammad Hoesin Hospital
Palembang during January-November 2015. This study also wished to identify body systems affected by congenital anomalies. All
live newborns during research period that were diagnosed with congenital anomalies by a competent pediatrician were included in
this study. As many as 108 live newborns in Dr. Moehammad Hoesin Hospital were diagnosed with various type of congenital
anomalies during January to November 2015. Cardio-thorax system, central nervous system, gastro-intestinal system, cranio-facial
system, musculoskeletal system and chromosomal abnormalities were the body systems affected by congenital anomalies in the
samples. The most commonly identified system were the gastro-intestinal system (50%) followed by cardio-thorax system
(29.63%). It can be concluded that the majority of live newborns with congenital anomalies in dr Moehammad Hoesin Palembang
have their gastro-intestinal system affected. [JK Unila. 2016; 1(2):347-350]

Keywords: congenital anomalies, incidence, newborn baby

Corresponding author: dr. Ziske Maritska, Msi.Med, Alamat Departemen Biologi Kedokteran, Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya, HP. +62 812 24 801100 , email: ziske_kamil@yahoo.com

Pendahuluan

Kelainan kongenital merupakan suatu kelainan baik struktural maupun fungsional yang
timbul pada masa gestasi.1,2,3,4 Kelainan kongenital sendiri dapat diketahui sejak saat dalam
kandungan, saat lahir, maupun setelah lahir.1,2,3,4 Kelainan kongenital merupakan salah satu
kontributor terbesar terhadap tingkat kematian dan kesakitan baik pada usia neonatus, bayi, dan
anak-anak. Sekitar276.000 bayi diperkirakan meninggal pada usia 4 minggu setiap tahunnya di
seluruh dunia karena menderita kelainan congenital.1 Dari hasil studi yang dilakukan oleh
Christianson pada tahun 2006 diketahui sebanyak 3,3 juta anak dibawah usia 5 tahun meninggal
setiap tahunnya akibat kelainan kongenital dan sekitar 3,2 juta anak mengalami disabilitas akibat
kelainan kongenital.5

Di Indonesia sendiri angka kejadian kelainan kongenital diperkirakan mencapai7.000 jiwa


pada tahun 2006.5 Survey yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
menunjukkanangka kejadian kelainan kongenital pada bayi adalah sebesar 5 dari 1000 kelahiran
(5%).6,7 Tingkat mortalitas bayi akibat kelainan kongenital adalah sebesar 10,5% seperti tergambar
pada gambar 1 dibawah ini.

9
Gambar 1. Penyebab kematian neonatus di Indonesia. Kelainan kongenital merupakan salah satu penyebab
kematian neonatus di Indonesia, yaitu sebesar 10,5%.6,7

Kelainan kongenital terjadi setiap tahunnya dan jenis kelainan kongenital yang banyak terjadi
adalah kelainan jantung bawaan, defek pada tabung saraf, dan Down Syndrome.1,8
Kelainankongenital menyebabkan kecacatan seumur hidup, yang berdampak pada kehidupan
individu,keluarga, pelayanan kesehatan, dan kehidupan sosial.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian kelainan kongenital di RS dr. Moehammad
Hoesin Palembang serta mengidentifikasi sistem tubuh yang paling banyak terkena kelainan
kongenital. Manfaat penelitian ini adalah memberikan informasi sekaligus referensi mengenai
seberapa banyak kasus kelainan kongenital ditemukan di RS rujukan utama wilayah Sumatera
Bagian Selatan, yaitu RS dr. Moehammad Hoesin Palembang.

Metode

Studi ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan potong lintang.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dari rekam medis bayi baru lahir di RS dr. Moehammad
Hoesin Palembang. Semua bayi baru lahir yang dinyatakan menderita kelainan kongenital oleh
dokter spesialis anak yang kompeten di RS dr. Moehammad Hoesin Palembang selama periode
Januari – November 2015diikutsertakan dalam studi ini sebagai sampel penelitian. Data mengenai
jenis dan sistem mana yang terkena diperoleh dari rekam medis masing-masing pasien. Begitu pula
dengan data mengenai jenis kelamin dan usia orang tua (dalam hal ini usia ibu pasien saat hamil),
juga diperoleh dari rekam medis pasien.

Hasil

Dari hasil rekam medis penulusuran di departemen anak didapatkan total 108 bayi baru lahir dan
dirawat di RS dr. Moehammad Hoesin Palembang yang didiagnosa menderita kelainan kongenital.

Pada tabel 1 dapat dilihat berbagai karakteristik bayi dengan kelainan congenital, meliputi usia
ibu pasien, jenis kelamin dan sistem tubuh yang terkena atau jenis kelainan kongenitalnya.

Mayoritas ibu pasien mengandung pada usia 20-35 tahun (n=58 kasus ; 53,7%), diikuti
kelompok usia resiko tinggi yaitu diatas 35 tahun sebagai kelompok usia ibu terbanyak kedua
(n=33 ; 30,6%).

10
Dari jenis kelamin dapat dilihat bahwa sebagian besar bayi yang mengalami kelainan congenital
berjenis kelamin laki-laki (n=64 ;59,3%). Sisanya berjenis kelamin perempuan (n=44 ; 40,7%).

Sementara itu jika dilihat dari sistem tubuh yang terkena, sistem yang paling banyak terkena
adalah sistem gastro- intestinal, yaitu sebanyak 54 kasus (50%) seperti terlihat pada table 1 berikut.

Tabel 1. Karakteristik Bayi Baru Lahir Dengan Kelainan Kongenital


Variabel Jumlah (n) Persen (%)

Usia Ibu

<20 tahun 17 15,7

20-35 tahun 58 53,7

>35 tahun 33 30,6

Jenis Kelamin Bayi

Laki-Laki 64 59,3

Perempuan 44 40,7

Sistem tubuh yang terkena

Sistem Susunan 2 11,11


Saraf Pusat
Sistem Kardio-thoraks 2 29,63

Sistem Gastro-Intestinal 4 50

Sistem Kranio-fasial 6 5,65

Sistem Muskulo-skeletal 2 1,85

Sindroma 2 1,85

Pembahasan

Kejadian kelainan kongenital di RS dr. Moehammad Hoesin sebagai RS tipe A rujukan untuk
wilayah Sumatera bagian Selatan selama periode penelitian yaitu bulan Januari s.d November 2015
adalah sebesar 108 kasus. Angka ini cukup tinggi jika dibandingkan dengan hasil studi oleh Mariska
di RSUD Pringardi Medan pada tahun 2007-2011.9 Mariska menemukan 102 bayi dengan kelainan

11
kongenital dalam kurun waktu empat tahun. Savitri dan Wewengkang di Makassarjuga melakukan
studi angka kejadian kelainan kongenital selama empat tahun (2004-2007) di RS dr. Wahidin
Sudirohusodo menemukan 28 kasus (0,89%) kelainan congenital dari 3.141.10

Dari 108 pasien, separuh diantaranya diketahui mengalami berbagai kelainan di sistem gastro-
intestinalnya. Berbagai diagnosa yang dijumpai pada sistem gastro-intestinal di studi ini antara lain
adalah atresia ani, hisprung, omfalokel, gastroskisis, dan atresia duodenum.

WHO pada tahun 2015 menyatakan bahwa sistem tubuh yang paling banyakmenderita kelainan
jantung bawaan, defek pada tabung saraf, dan Down Syndrome. Dalam studi ini, sistem kardio-
thoraks menempati urutan kedua terbanyak dijumpai setelah sistem gsatro-intestinal (n=32 ;
29,63%). Pasien-pasien dengan kelainan kongenital pada sistem kardio-thoraks memiliki diagnosa
yang bervariasi, seperti Atrial Septal Defect (ASD), Ventricle Septal Defect (VSD), Patent Ductus
Arteriosus (PDA), Transposition of Great Aorta (TGA) dan Tetralogy of Fallot (TOF).

Untuk kasus sindroma, hanya ditemukan dua kasus (1,85%) sindroma pada penelitian ini, yaitu
Sindrom Edward dan Sindroma Down.

Sisanya mengenai sistem tubuh yang lain, yaitu sistem susunan saraf pusat, sistem kranio-
fasialis, dan sistem muskuloskeletal, masing-masing dengan jumlah dan diagnosa yang juga
bervariasi.

Simpulan

Kejadian kelainan kongenital di RS dr. Moehammad Hoesin Palembang cukup banyak dengan
sistem gastro-intestinal sebagai sistem tubuh yang paling banyak terkena kelainan kongenital.

Daftar Pustaka

1. Anonim, World Health Organization 2015; Congenital Anomalies, WHO. 2015 Tersedia
dihttp://www.who.int/mediacentre/factsh eets/fs370/en/
2. Anonim, World Health Organization 2013. Birth Defects in South-East Asia A
PublicHealth Challenge: Situation Analysis. World Health Organization Regional Office for South-
East Asia. New Delhi, India. 2013.
3. Kumar, P. Congenital Malformations: Evidence-Based Evaluation and
Management. McGraw-Hill. 2008.
4. Pen-Hua Su. Congenital Anomalies: Current Knowledge and Future Prospects.Pediatrics
and Neonatology Ed. 54, Taiwan. 2013.
5. Christianson A, Howson CP, Modell B. March of Dimes: Global Report on Birth Defects
“The Hidden Toll of Dying and Disabled Children.White Plains, New York. 2006
12
6. Anonim, World Health Organization, 2010. Child Health Epidemiology Reference Group
(CHERG). WHO, Geneva. 2010
7. Anonim, World Health Organization, 2010. Birth Defects. Tersedia di
http://apps.who.int/gb/ebwha/pdf_files/ WHA63/A63_10-en.pdf
8. Burton, Barbara K. Spina Bifida: Congenital Malformation Evidence-Based Evaluation and
Management. McGraw- Hill. 2008.
9. Yunice, Stella M, Sarumpaet, Sori M, Jemadi. Karakteristik Ibu yang Melahirkan Bayi
dengan Kelainan Kongenital di RSUD Dr. Pringardi Medan Tahun 2007-2011. Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Sumatera Utara. 2011.
10. Savitri, I., Wewengkang, M. Analisis Faktor Risiko Kelainan Kongenital Bayi Baru Lahir
di RS dr. Wahidin Sudirohusodo Periode 2004-2007. FK UNHAS Makassar. Tersedia di
http://med.UNHAS.ac.id/obgin/index

3.2 Jurnal 2

FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERJADINYA KELAINAN KONGENITAL

The Risk Factor Influence Kongenital Anomali

Dwi Maryanti1, Dhiah Dwi Kusumawati2

1,2
Prodi D III Kebidanan STIKES Al Irsyad Al Islamiyyah Cilacap Korespondensi:
de_dwim@yahoo.co.id

ABSTRAK
Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh yang
ditemukan pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan struktur bayi
yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur.Adapun penyebab dari kelainan kongenital
adalah faktor usia, faktor kromosom, faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor hormonal, faktor
radiasi, faktor fisik pada rahim, faktor gizi, riwayat kesehatan ibu, paritas, jarak kehamilan. Penelitian ini
menggunakan rancangan penelitian case control. Populasi kelompok kasus adalah semua ibu yang
melahirkan neonatus dengan kelainan kongenital di RSUD Cilacap kurun waktu 1 Januari 2011 – 31
Desember 2013.Untuk kelompok kontrol adalah ibu yang melahirkan neonatus normal di RSUD Cilacap
kurun waktu 1 Januari 2011 – 31 Desember 2013 dengan data rekam medik lengkap. Teknik pengambilan

13
sampel dengan purposive sampling. Jenis data yang digunakan adalah data sekunder.Alat pengumpulan
data dalam penelitian ini menggunakan checklist.Analisa data menggunakan regresi logistik. Hasil
penelitian didapatkan bahwa faktor yang berisiko terjadinya kelainan kongenital adalah riwayat
kesehatan ibu dengan nilai p-value 0,001 dan nilai OR 40,25; 95% CI 4,96-326,54. Kesimpulan yang dapat
ditarik dalam penelitian ini adalah ibu yang mempunyai riwayat kesehatan dengan penyakit mempunyai
risiko sebesar 40,25 kali untuk melahirkan neonatus dengan kelainankongenital.

Kata Kunci : usia, paritas, jarak kelahiran, riwayat penyakit, kelainan kongenital

ABSTRACT
Congenital disorder is an abnormality in the structure, function and metabolism of the body
that was found in neonates. Congenital abnormalities are abnormalities in the baby's growth
structure arising since the life of the products of conception egg. As for the causes of congenital
abnormalities is the age factor, chromosomal factors, mechanical factors, infectious factors,
drug factors, hormonal factors, radiation factors, physical factors in the uterus, nutritional
factors, maternal medical history, parity, spacing pregnancies. This study uses a case control
study design. Population case group is all women who gave birth neonates with congenital
abnormalities in hospitals Cilacap period of 1 January 2011-31 December 2013. For the control
group were mothers who gave birth in hospitals Cilacap normal neonatal period of 1 January
2011 - December 31, 2013 with medical records complete. The sampling technique with
purposive sampling. The data used is data sekunder.Alat collecting data in this study using a
checklist. Data were analyzed using logistic regression.The result showed that the risk factors of
congenital abnormality is the mother's health history with p-value of 0.001 and the value of OR
40.25; 95% CI 4.96 to 326.54. The conclusion that can be drawn in this study is a mother who
has a medical history of the disease have a risk of 40.25 times to give birth neonates with
congenitalabnormalities.

Keywords: age, parity, distance birth, history of disease, congenital abnormalities

PENDAHULUAN

Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh
yang ditemukan pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. (Muslihatun 2010, h.118,
Rukiyah dan Yulianti 2010, h. 190).

14
Beberapa macam kelainan kongenital diantaranya menurut Sudarti dkk (2010, h. 110-135)
antara lain; Labioskizis dan palatoskiziz, atresia esofagus, esofagus, Atresia ani, atresia doudenum,
Hirschprung, Omfakokel, Hidrosefalus, Hipospadia, spina bifida, Ensefalokel, Meningomielokel,
mikrosefali, Sindrom down, himen imperforata, Anensefalus, Laringomalasi, Polydactyly. Adapun
penyebab dari kelainan kongenital menurut Muslihatun (2010, h. 119-122) dan Maryanti dkk
(2010,h.126) adalah faktor usia, faktor kromosom, faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor
hormonal, faktor radiasi, faktor fisik pada rahim, faktor gizi, riwayat kesehatan ibu, paritas, dan jarak
kehamilan. Sedangkan penyebab kelainan kongenital yang termasuk dalam karakteristik ibu adalah
usia, riwayat penyakit, paritas, dan jarak antar kelahiran.

Data dari WHO tahun 2010 menunjukkan sebanyak 270.000 bayi mengalami kejadian
kelainan kongenital dan merupakan penyebab kematian di 193 negara pada tahun 2010. Kelainan
kongenital juga mempengaruhi sekitar1 dari 33 bayi dan mengakibatkan sekitar 3,2 juta kelahiran
cacat-cacat terkait setiap tahun. (WHO, 2012). Insiden kejadian kelainan kongenital di Indonesia
tahun 2009 berkisar 15 per 1000 kelahiran. Angka ini dapat meningkat 4-5% bila bayi diikuti terus
sampai usia 1 tahun. Data dari Rumah Sakit dr. Sardjito periode tahun 2004 – 2007 terdapat 400
kasus kelainan kongenital dari 1221 kasus yang tercatat dalam rekam medis (terbanyak pada usia 0-5
tahun) (per tahun 100 kasus), diambil secara acak dan dicatat untuk diteliti.

Hasil penelitian menunjukkan besaran dari kelainan kongenital berupa kebanyakan terjadi
pada bayi laki-laki (59%), berat bayi lahir > 2500 gr (77%) dari terbanyak dari ibu-ibu berusia 21-35
tahun (76%) yang kebanyakan berasal Jawa tengah (54%) dan Daerah Istimewa Yogyakarta (43%)
melalui kelahiran spontan (86%) yang kebanyakan ditolong oleh bidan (70%).

Pada tahun 2009 angka kematian bayi di Jawa Tengah sebesar 10,37 per 1000 kelahiran
hidup (KH) . Tiga penyebab kematian bayi terbesar di Jawa Tengah adalah BBLR dan prematuritas
sebesar 31%, kelainan kongenital 95% dan asfiksia 6%. (Widiastuti, 2011).

Melihat fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor ibu
yang mempengaruhi kejadian kelainan kongenital di RSUD Cilacap tahun 2011-2013. Pemilihan
lokasi di RSUD Cilacap atas dasar pertimbangan bahwa RSUD Cilacap merupakanrumah sakit tipe
B, rujukan, serta Badan Layanan Umum Daerah (BLUD). Besar harapan peneliti setelah diketahui
faktor-faktor ibu yang mempengaruhi kejadian kelainan kongenital, akan membantu dalam
penapisan dan pencegahan terhadap terjadinya kelainan kongenital.

METODE

15
Penelitian ini dilakukan di Ruang Rekam Medik RSUD Cilacap. Waktu penelitian
dilaksanakan pada bulan April - Juli 2014. Jenis penelitian berdasarkan tujuan adalah penelitian
eksplanasi asosiatif. Penelitian eksplanasi asosiatif yaitu penelitian untuk menguji pengaruh antar
variabel. Jenis variabel dalam penelitian ini adalah variabel asosiatif kausal (Sugiyono, 2013).
Rancangan penelitian dalam penelitian ini berdasarkan sumber datanya adalah Rancangan case
control. Pada rancangan case control peneliti akan melakukan pengukuran pada variabel dependen
terlebih dahulu, kemudian secara retrospektif untuk menentukan ada tidaknya faktor (variabel
independen) yang berperan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor ibu yang
mempengaruhi kejadian kelainan kongenital di RSUD Cilacap tahun 2011-2013.

Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan neonatus dengan kelainan
kongenital di RSUD Cilacap kurun waktu 1 Januari 2011 – 31 Desember 2013. Teknik pengambilan
sampel dengan purposive sampling. Kriteria inklusi dalam penelitian untuk kelompok kasus adalah
seluruh ibu yangmelahirkan Neonatus dengan kelainan kongenital di RSUD Cilacap kurun waktu 1
Januari 2011 – 31 Desember 2013 dengan data rekam medik lengkap. Untuk kelompok kontrol
adalah ibu yang melahirkan neonatus normal di RSUD Cilacap kurun waktu 1 Januari 2011 – 31
Desember 2013 dengan data rekam medik lengkap.

Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh tidak
langsung dari responden, melainkan dokumentasi. Data sekunder yang dikumpulkan berupa data
kelompok kasus yaitu ibu yang melahirkan neonatus dengan kelainan kongenital di RSUD Cilacap
dari tahun 2011 sampai 2013 dan kelompok kontrol yaitu ibu yang melahirkan neonatus normal di
RSUD Cilacap dari tahun 2011 sampai 2013. Alat pengumpulan data dalam penelitian ini
menggunakan checklist. Checklist berisi informasi tentang usia ibu, paritas, riwayat penyakit ibu,
dan jarak antar kelahiran ibu. Pengumpulan data akan dilakukan setelah perijinan penelitian selesai.
Cara pengumpulan data dengan meminta informasi data berupa kelompok kasus yaitu jumlah ibu
yang melahirkan neonatus dengan kelainan kongenital, usia ibu, paritas ibu, riwayat penyakit ibu,
dan jarak antar kelahiran ibu di bagian rekam medik RSUD Cilacap. Kelompok kontrol yaitu jumlah
ibu yang melahirkan neonatus normal, usia ibu, paritas ibu, riwayat penyakit ibu, dan jarak antar
kelahiran ibu di bagian rekam medik RSUD Cilacap.

Analisis univariat digunakan untuk menghasilkan disrtribusi dan persentase dari tiap
variabel. Menurut Sabarguna 2008, h. 61 analisis bivariat digunakan untuk menguji hipotesis
menggunakan X2 dengan taraf kepercayaan (confident interval) 95% dan taraf signifikan 0,05.
Menurut Atmodjo, (2009) X2 adalah pengujian hipotesis untuk melihat pengaruh sebuah variabel
terhadap variabel yang lain, dimana variabel itu berskala pengukuran nominal. Untuk mengetahui
besar risiko dari masing-masing variabel independen terhadap variabel dependen maka akan dihitung
16
menggunakan Odds Ratio (OR). Analisis multivariat menggunakan regresi logistik. Regresi logistik
adalah suatu model matematik yang digunakan untuk mempelajari hubungan satu atau beberapa
variabel independen dengan satu variabel dependen yang bersifat dikotomi (binary).

HASIL

Pengaruh faktor usia ibu terhadap kejadian kelainan kongenital di RSUD Cilacap tahun
2011-2013.

Pengaruh usia ibu terhadap kejadian kelainan kongenital dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1 Pengaruh Usia Ibu Terhadap Kejadian Kelainan Kongenital

Usia Kelainan Normal Total


Kongenital
Beresiko 22 (75,9%) (24,1%) 29
Tidak Beresiko 28 (39,4%) 43 (60,6%) 71
Total 50(100%) 50(100%) 100
Nilai p 0,001
OR (95% CI) 4,82(1,82-12,79)

Pada tabel 1 didapatkan bahwa terdapat 29 ibu dengan usia berisiko yaitu usia <20 tahun
dan >35 tahun. Dari 29 ibu berisiko tersebut didapatkan 22 (75,9%) ibu yang melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital dan 7 (24,1%) ibu yang melahirkan normal. Selain ibu berisiko, terdapat
pula usia ibu tidak berisiko yaitu usia 20-35 tahun. Sebanyak 28 dari 71 (39,4%) ibu dengan usia
tidak berisiko, melahirkan bayi dengan kelainan kongenital dan 43 (60,6%) ibu yang melahirkan bayi
normal. Nilai p didapatkan sebesar 0,001 yang artinya terdapat pengaruh usia ibu terhadap kejadian
kelainan kongenital. Nilai OR 4,82 artinya ibu dengan usia <20 tahun dan >35 tahun mempunyai
risiko melahirkan kelainan kongenital sebesar 4,82 kali dari pada ibu yang melahirkan diusia 20-35
tahun.

Pengaruh faktor paritas ibu terhadap kejadian kelainan kongenital di RSUD Cilacap
tahun 2011-2013

Gambaran pengaruh paritas terhadap kelainan kongenital dapat dilihat pada tabel 2.

Tabel 2 Pengaruh Paritas Ibu Terhadap Kejadian Kelainan Kongenital

Paritas Kelainan Normal Total


Kongenital
Beresiko 47 (63,5%) 27 (36,5%) 74
17
Tidak Beresiko 3 (11,5%) 23 (88,5%) 26
Total 50 (100%) 50 (100%) 100
Nilai p 0,0001
OR (95% CI) 3,34(3,66 -48,65)

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa terdapat 74 ibu dengan paritas berisiko yaitu ibu
nullipara, multipara dan grande multipara. Dari 74 ibu berisiko tersebut diketahui 47 (63,5%) ibu
melahirkan bayi dengan kelainan kongenital dan 27 (36,5%) ibu melahirkan bayi normal. Dari data
diatas diketahui pula terdapat 26 ibu tidak berisiko yaitu ibu dengan paritas primigravida. Dari 26 ibu
yang tidak berisiko ternyata sebanyak 3 (11,5%) ibu melahirkan bayi dengan kelainan kongenital dan
sebanyak 23 (88,5%) ibu melahirkan bayi normal. Hasil nilai p sebesar 0,000 menunjukkan adanya
pengaruh paritas terhadap kejadian kelainan kongenital. Hasil nilai OR sebesar 13,34 berarti ibu
dengan paritas nullipara, multipara dan grande multipara berisiko 13,34 kali melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dari pada ibu primigravida.

Pengaruh faktor riwayat kesehatan ibu terhadap kejadian kelainan kongenital

Gambaran pengaruh faktor riwayat kesehatan ibu terhadap kejadian kelainan kongenital
dapat dilihat pada tabel 3.

Tabel 3: Pengaruh Riwayat Kesehatan Ibu Terhadap Kejadian Kelainan Kongenital

Riwayat Kes. Kelainan Normal Total


Ibu Kongenital
Beresiko 30 (96,8%) 1 (3,2%) 31
Tidak Beresiko 20 (34,5%) 49 (71,0%) 69
Total 50 (100%) 50 (100%) 100
Nilai p 0,000
OR(95% CI) 73,5 (9,37 -576,17)

Pada tabel 3 dapat dilihat, terdapat 31 ibu dengan riwayat kesehatan berisiko yaitu ibu yang
memiliki riwayat penyakit. Dari 31 ibu tersebut diketahui 30 (96,8%) ibu melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dan 1 (3,2%) ibu melahirkan bayi normal. Diketahui pula terdapat 69 ibu yang
tidak berisiko yaitu ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit. Dari 69 ibu tidak berisiko didapatkan
20 (34,5%) ibu melahirkan dengan kelainan kongenital dan 49 (71,0%) ibu melahirkan bayi
normal.Nilai p sebesar 0,000 menunjukkan adanya pengaruh riwayat kesehatan ibu berisiko terhadap
kejadian kelainan kongenital. Nilai OR sebesar 73,5 berarti bahwa ibu yang memiliki riwayat

18
penyakit mempunyai risiko sebesar 73,5 kali untuk melahirkan bayi dengan kelainan kongenital
daripada ibu yang tidak mempunyai riwayat penyakit.

Pengaruh faktor jarak antar kelahiran ibu terhadap kejadian kelainan kongenital

Pengaruh jarak antar kelahiran terhadap kejadian kelainan kongenital dapat dilihat pada
tabel 4.

Tabel 4: Pengaruh Jarak Antar Kelahiran Ibu Terhadap Kejadian Kelainan Kongenital

Jarak Antar Kelainan Normal Total


Kelahiran Kongenital
Beresiko 26 (70,3%) 11 (29,7%) 37
Tidak 24 (38,1%) 39 (61,9%) 63
Beresiko
Total 50 (100%) 50 (100%) 100
Nilai p 0,002
OR (95%CI) 3,84 (1,61-9,16)

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari37 ibu dengan jarak antar kelahiran berisiko yaitu
kurang dari 2 tahun dan lebih dari 4 tahun didapatkan 26 (70,3%) ibu melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dan 11 ibu yang melahirkan bayi normal. Sedangkan pada ibu yang mempunyai
jarak antar kelahiran tidak berisiko yaitu usia 2-4 tahun diketahui 24 (38,1%) ibu melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital dan 39 (61,9%) melahirkan bayi normal. Hasil nilai signifikansi
didapatkan sebesar 0,002, maka hipotesis null ditolak yang artinya ada pengaruh jarak antar
kelahiranterhadap kejadian kelainan kongenital. Nilai OR didapatkan yaitu 3,84, yang menunjukkan
bahwa jarak kelahiran ibu berisiko mempunyai risiko 3,84 kali lipat untuk melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dibandingkan dengan ibu yang mempunyai jarak kelahiran tidak berisiko.

Model faktor penentu kejadian kelainan kongenital

Penentuan faktor yang paling berpengaruh terhadap kejadian kelainan kongenital diperoleh
melalui analisis multivariat. Tahapan analisis multivariat meliputi :

1. Uji signifikansi model

Signifikansi model dapat dilihat hasil Omnibus Tes pada tabel 5.


Tabel 5: Hasil Omnibus Tes

19
Chi-square Df Sig
Model 55.155 4 0.000
Berdasarkan tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa nilai signikansi sebesar 0,000, yang berarti pada
tingkat kepercayaan 95% minimal terdapat 1 faktor ibu yang mempengaruhi kejadian kelainan
kongenital. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

2. Uji pengaruh faktor-faktor ibu secara parsial


Pengaruh faktor-faktor ibu terhadap kejadian kelaianan kongenital secara parsial dapat dilihat
pada tabel 6.

Tabel. 6: Pengaruh faktor-faktor ibu dan OR terhadap kelainan kongenital

OR. CI. 95%


Var Sig OR Lower Upper
Usia 0,261 2,08 0,58 7,44
Paritas 0,064 3,99 0,92 19,27
Riwayat 0,001 40,25 4,96 326,54
kesehatan
Jarak kelahiran 0,710 1,26 0,37 4,26
Sig. Hosmer L 0,850
Nagelkerke 0,565
RS
Clasification 80,0
Plot
Berdasar tabel 6 diatas diketahui dari 4 variabel hanya 1 variabel saja yaitu variabel riwayat
kesehatan ibu yang secara signifikan mempengaruhi kejadian kelainan kongenital. Namun bila
dilihat dari OR diketahui bahwa seluruh faktor mempunyai risiko terhadap kelainan kongenital. Pada
pengujian dengan Hosmes Lemeshow didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,850, yang berarti
dengan keyakinan 95%, bahwa model regresi logistik yang digunakan telah cukup mampu
menjelaskan data. Dari nilai yang didapatkan pada hasil Nagelkerke RS didapatkan sebesar 0,565
yang artinya hanya sebesar 56,5% saja faktor ibu mempengaruhi kelainan kongenital selebihnya
disebabkan oleh faktor lain. Dari hasil classification plot didapatkan nilai 80,0, hal ini menunjukkan
bahwa model regresi logistik yang digunakan telah cukup baik, karena mampu menebak dengan
benar 80% kondisi yang terjadi.

PEMBAHASAN

Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh
yang ditemukan pada bayi ketika di dilahirkan (Muslihatun 2010, h.118). Rukiyah dan Yulianti,

20
(2010, h. 190) juga menegaskan bahwa kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur. Beberapa faktor yang
menyebabkan terjadinya kelainan kongenital adalah kelainan genetik dan kromosom, faktor
mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor usia ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor fisik pada
rahim, riwayat penyakit ibu, paritas, jarak antar kelahiran, faktor gizi.

Penelitian ini hanya meneliti faktor usia, paritas, riwayat penyakit dan jarak antar kelahiran.
Namun, setelah dilakukan analisis multivariat dengan menghilangkan faktor perancu, didapatkan
hasil bahwa riwayat kesehatan ibu berpengaruh terhadap kejadian kelainan kongenital dengan OR
40,25.

Riwayat penyakit yang menyebabkan kelainan kongenital yaitu diabetes melitus, rubela,
sitomegalovirus, sifilis dan herpessimplek. Hasil penelitian diatas banyak didukung oleh beberapa
penelitian yang lain. Penelitian Yang, et al, (2006) menunjukkan bahwa risiko terjadi kelainan
kongenital mayor pada ibu dengan diabetes melitus (DM) dan bukan DM sebesar 9,1%:3,1%.
Penelitian lain menunjukkan ibu dengan diabetes melitus berisiko 70% lebih besar menghasilkan
bayi dengan kelainan kongenital atresia esofagus dibandingkan ibu non diabetes. (Oddsberg J, Lu Y,
Lagergren J, 2010). Hasil penelitian diatas didukung pula oleh penelitian Garne E, et al (2012)
bahwa beberapa anomali kongenital ada dalam13,6% kasus diabetes dan 6,1% kasus non-diabetes.

Hal tersebut juga ditemukan pada penyakit sitomegalovirus. Keterkaitan sitomegalovirus


terhadap kejadian kelainan kongenital bahwa diketahui kejadian infeksi sitomegalovirus primer pada
wanita hamil di Amerika Serikat bervariasi dari 1% hingga 3%. Wanita hamil yang sehat tidak
berisiko khusus untuk penyakit dari infeksi sitomegalovirus. Ketika terinfeksi sitomegalovirus,
sebagian besar wanita tidak memiliki gejala dan sangat sedikit memiliki penyakit menyerupai
mononukleosis menular.

Penyakit sifillis dapat juga mempengaruhi wanita hamil dan janinnya. Pengaruh sifilis terhadap
kehamilan ini meliputi infeksi pada janin, kelahiran mati, dan bayi lahir dengan cacat/ kelainan.
Infeksi pada janin terjadi setelah minggu ke 16 kehamilan, dimana treponema telah dapat menembus
barier plasenta. Hal tersebut dapat mengakibatkan kelahiran mati dan partus prematurus. Bisa juga
bayi lahir dengan lues konginetal yaitu pemfigus sifilitus, diskuamasi telapak tangan-kaki, serta
kelainan mulut dan gigi.

Selanjutnya adalah penyakit Infeksi herpes pada alat genital (kelamin) disebabkan oleh virus
herpes simpleks tipe II (HSV II). Keterkaitan herpes simpleks terhadap kejadian kelainan kongenital
terlihat bayi yang dilahirkan dari ibu yang terinfeksi HSV II biasanya lepuh pada kulit, tetapi hal ini
tidak selalu muncul sehingga mungkin tidak diketahui. Infeksi HSV II pada bayi yang baru lahir

21
dapat berakibat fatal (pada lebih dari 50 kasus). Pemeriksaan laboratorium, yaitu Anti-HSV II IgG
dan IgM sangat penting untuk mendeteksi secara dini terhadap kemungkinan terjadinya infeksi oleh
HSV II dan mencegah bahaya lebih lanjut pada bayi bila infeksi terjadi pada saat kehamilan. Bayi
paling berisiko tertular herpes neonatus bila ibunya sendiri tertular herpes simpleks pada akhir masa
kehamilan. Hal ini terjadi karena ibu yang baru tertular belum memiliki antibodi terhadap virus,
sehingga tidak ada perlindungan untuk bayi saat lahir. Infeksi herpes baru sering aktif, sehingga ada
kemungkinan yang lebih tinggi bahwa virus akan timbul di saluran kelahiran saat melahirkan.
Herpes neonatus dapat menyebabkan infeksi yang berat, mengakibatkan kerusakan yang menahun
pada susunan saraf pusat, perlambatan mental, atau kematian. Pengobatan, bila diberi secara dini,
dapat membantu mencegah atau mengurangi kerusakan menahun, tetapi bahkan dengan pengobatan
antiviral, infeksi ini berdampak buruk pada kebanyakan bayi (Wikipedia, 2012).

KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel yang mempunyai
risiko terhadap kejadian kelainan kongenital adalah variabel riwayat kesehatan ibu. Ibu dengan
riwayat penyakit mempunyai risiko sebesar 40,25 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital. Terkait hal tersebut penting dilakukan skrining terhadap penyakit DM, rubela,
sitomegalovirus, herpes simplek dan sifilis. Melalui pemeriksaan dini diharapkan penyakit tersebut
dapat diatasi sehingga ketika kehamilan tiba, ibu dalam kondisi yang telah sembuh dari penyakit
tersebut dan risiko terhadap kejadian kelainan kongenital dapat dihilangkan.

RUJUKAN PUSTAKA

1. Arikunto S. (2006). Prosedur penelitian: Suatu Pendekatan Praktek. Edisi revisi VI. Jakarta:
Rineka Cipta
2. Anonim, 2009, Karakteristik Penderita Hydrocephalus,
repository.usu.ac.id/bitstream/12345678 9/26256/5/Chapter%20I.pdf.
Dilihat tanggal 10 Juni 2013
3. Anonim,2013. http://aiukaze.blogspot.com/2013/06/keh amilan-dengan-rubella-
hepatitis_2370.html Atmodjo, 2009, Penelitian Eksplanasi, kk.mercubuana.ac.id/files/94010-
6-Dilihat tanggal 18
4. Benner, at al 2013, Maternal Complications And Neonatal Outcome In Arab Women Of A
Fast DevelopingCountry. www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PM C3663161/
5. Duong HT, 2012, Is maternal parity an independent risk factor for
birth defects?http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pu bmed/22371332. dilihat tanggal 11 Juni 2013

22
6. Garne E,, 2012, Spectrum Of Congenital Anomalies In Pregnancies With Pregestational
Diabetes. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/22 371321. Dilihat tanggal 11 Juni 2013
7. Anonim,2012,http://growupclinic.com/2012/08/12/penanganan-terkini-herpes-simpleks-
pada- kehamilan-dan-dampak-pada-bayi/. Dilihat tanggal 3 Desember 2013
8. Hardiwinoto, 2011, Kategori Usia, http://ilmu- kesehatan-
masyarakat.blogspot.com/2012/05/kateg ori-usia.html. Dilihat tanggal 12 Juni 2013
9. .http://id.wikipedia.org/wiki/Herpes_sim pleks Manuaba, et al, 2011, Buku Ajar Kesehatan
Reproduksi untuk Mahasiswa Bidan, EGC/Jakarta
10. Maryanti D, Sujianti, Budiarti T, 2011, Buku Ajar Asuhan Neonatus bayi dan Balita, Nuha
Medika, Jogjakarta Muslihatun, 2010, Asuhan Neonatus Bayi dan Balita, Fitramaya, Jogjakarta
Notoatmodjo. Soekidjo.2010,
11. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: P.T Rineka Cipta Oddsberg J, Lu Y, Lagergren
J, 2010,
12. Maternal diabetes and risk of esophageal atresia. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/20
920719. Dilihat tanggal 12 Juni 2013
13. Oxorn. H & Forte. WR, 2010, Ilmu Kebidanan: Patologi & Fisiologi Persalinan, ANDi,
.
Jogjakarta. Prabawa, 1998. Kejadian Bayi Lahir Dengan Kelainan Kongenital,
eprints.undip.ac.id/12179/1/1998PPDS5 Dilihat tanggal 11 Juni 2013.
14. Qozi G et al, 2010, Relationship Of Selected Prenatal Factors To Pregnancy Outcome
And Congenital Anomalies.www.ncbi.nlm.nih.gov/pubm ed/22455258. Dilihat tanggal 12 Juni
2013.
15. Rukiyah dan Yulianti 2010, Asuhan Kebidanan IV (Patologi Kebidanan), TIM, Jakarta
Sabarguna, 2008, Karya Tulis Ilmiah Untuk Mahasisiwa D3 Kesehatan, Sagung Seto.Jakarta
Sarjanaku, 2012, Pengertian Paritas Pada Ibu Hamil,http://www.sarjanaku.com/2012/1 2/pengertian-
paritas-pada-ibu- hamil.html. Dilihat tanggal 18 Juni 2013
16. Savitri dan Wewengkan, 2007, Analisis Faktor Risiko Kelainan Kongenital Bayi Baru lahir
di BLU RS.DR.WahidinSudirohusodo,http://med.unhas.ac.id/obgin/index2.php?
option=com_content&do_pdf=1&id=98. Dilihat tanggal 12 Juni 2013.
17. Shrim A, et.al, 2011 Is Young Maternal Age Really A Risk Factor For Adverse Pregnancy
Outcome In A Canadian Tertiary Referral Hospital?.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/21 620742. Dilihat tanggal 13 Juni 2013
18. Suyanto.& Salamah, Ummi. 2009.Riset Kebidanan Metodologi & Aplikasi. Yogjakarta:
Mitra Cendikia Press Swamy, 2011, Consanguity Maternal Age And Parity,
http://drswamykb.blogspot.com/2011/02/consanguinity-maternal-age-and- parity.html. DIlihat
tanggal 11 Juni 2013
23
19. Widiastuti, A 2011, eprints.undip.ac.id/32682/1/anita_1.pdf. Dilihat tanggal 12 Juni
2013. Wikipedia, 2013. AdvancedMaternalAge,http://en.wikipedia.org/wiki/Advanced_
maternal_age. Dilihat tanggal 12 Juni 2013.
20. Wikipedia, 2013, Diabetes Mellitus, http://id.wikipedia.org/wiki/Diabetes_m
ellitus. DIlihat tanggal 11 Juni 2013
21. Wikipedia, 2012, Congenital Cytomegalovirus Infection,
http://en.wikipedia.org/wiki/Congenital_ cytomegalovirus_infection.DIlihat tanggal 13 Juni 2013
22. WHO, 2012, Congenital Anomalies, http://www.who.int/mediacentre/factshe
ets/fs370/en/. Dilihat tanggal 12 Juni 2013.
23. Yang J et al, 2006) Fetal And Neonatal Outcomes Of Diabetic Pregnancies.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/16 946226. Dilihat tanggal 13 Juni 2013.

3.3 Jurnal 3

Faktor Risiko Timbulnya Kelainan Kongenital Risk


Factors of Congenital Anomalies Mitayani Purwoko

Staf Departemen Biologi Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas Muhammadiyah


Palembang

ABSTRAK
Usia harapan hidup seseorang dapat bervariasi tergantung di mana orang tersebut dibesarkan.
Kesenjangan dalam bidang kesehatan terutama dirasakan pada penderita kelainan kongenital.
Kelainan kongenital adalah suatu kondisi ketidaknormalan struktur atau fungsi tubuh yang muncul
saat lahir. Apabila bayi terlahir dengan baik maka dapat menyebabkan disabilitas seumur hidup dan
menyebabkan pengaruh negatif bagi keluarga dan lingkungan. Beberapa faktor risiko yang
memiliki peranan penting dalam timbulnya kelainan kongenital adalah nutrisi, usia orang tua, dan
lingkungan. Konsumsi nutrisi yang tidak adekuat, konsumsi obat-obatan selama kehamilan, usia
ibu dan ayah saat terjadi pembuahan, serta adanya paparan debu dan asap rokok pada lingkungan
dapat menyebabkan kelainan kongenital.
Kata kunci: faktor risiko kelainan kongenital, cacat bawaan, kelainan janin

ABSTRACT

Life expectancy vary depends on the location of peoples’ live. The gap in health sector especially happens
among peoples who were born with congenital anomalies. Congenital anomaly is a condition of abnormality in

24
structures and or functions of some parts of body. If a baby who was born with congenital anomaly and can live
well, he will suffers disability during his life and can give negative effect for his family. Some risk factors that
could cause congenital anomalies are nutrition, parental age, and environment. Inadequate nutrition of pregnant
woman, medication during pregnancy, advanced paternal age, and tobacco smoke exposure can cause congenital
anomalies.

Keywords: risk factors of congenital anomalies, birth defect, fetal anomalies

PENDAHULUAN
Usia harapan hidup seseorang dapat bervariasi tergantung di mana orang tersebut dibesarkan.
Angka harapan hidup di negara maju seperti di Eropa lebih tinggi daripada angka harapan hidup di
negara Afrika. Selain perbedaan angka harapan hidup antarnegara, terdapat juga perbedaan angka
harapan hidup antarpenduduk dalam satu negara. Penduduk yang miskin memiliki angka harapan
hidup yang lebih rendah dibandingkan penduduk yang kaya. Ketidakadilan sosial dapat membunuh
manusia dalam skala besar, oleh karena itulah kita harus mengurangi kesenjangan dalam bidang
kesetaraan hak untuk memperoleh kesehatan yang sama rata.

Kesenjangan dalam bidang kesehatan terutama dirasakan pada penderita kelainan kongenital.
Kelainan kongenital adalah suatu kondisi ketidaknormalan struktur atau fungsi tubuh yang muncul
saat lahir. Kelainan kongenital dapat menyebabkan abortus spontan atau lahir mati. Apabila bayi
terlahir dengan baik maka dapat menyebabkan disabilitas seumur hidup dan menyebabkan pengaruh
negatif bagi keluarga dan lingkungan. WHO memperkirakan 7% dari seluruh kematian neonatus di
dunia adalah karena kelainan kongenital. Kelainan kongenital dapat timbul akibat berbagai etiologi,
misalnya karena mutasi genetik, virus, trauma, dll.

Negara maju seperti Amerika Serikat saja mengalami peningkatan prevalensi hipospadia (suatu
kelainan kongenital pada penis) dari 6,1 perkelahiran menjadi 6,8 per 1.000 kelahiran selama periode
1997-2012. Hasil Riset Kesehatan Dasar 2013 menunjukkan prevalensi bibir sumbing sebesar 0,08%
dengan kata lain 8 dari 100 anak menderita bibir sumbing. Pusat Data dan Informasi Kementerian
Kesehatan RI mengeluarkan buletin mengenai kelainan bawaan. Dalam buletin tersebut dinyatakan
bahwa prevalensi bayi dengan kelainan bawaan di Indonesia sebesar 59,3 per 1.000 kelahiran. Angka
ini termasuk tinggi di antara negara-negara Asia Tenggara.

Saat ini masih sedikit sekali publikasi ilmiah terkait angka kejadian kelainan kongenital di
Indonesia. Saat ini baru diketahui jumlah bayi dengan kelainan kongenital di RS Moehamad Hoesin
Palembang pada tahun 2015 sejumlah 108 bayi. Namun dari penelitian ini tidak diketahui dari berapa
jumlah kelahiran sehingga tidak bisa ditentukan persentasenya. Kemudian ada publikasi mengenai

25
prevalensi kelainan kongenital di RS Abdul Muluk Bandar Lampung pada tahun 2006- 2007 yaitu
sebesar 0,6% dari total kelahiran.

Faktor Risiko

Beberapa faktor risiko yang berperan dalam timbulnya kelainan kongenital adalah sebagai
berikut:

a. Nutrisi

Pangan yang dikonsumsi seorang wanita saat belum hamil dan saat hamil sangat menentukan
tingkat kesehatan janin yang dikandungnya. Janin mendapat nutrisi penuh dari plasenta yang
menempel pada rahim sang wanita.

Suatu penelitian di Turki menemukan bahwa bayi-bayi dengan celah langit-langit mulut (cleft
palate) dan celah bibir (cleft lip palate) memiliki riwayat intrauterine growth retardation (IUGR) atau
prematur. IUGR dapat timbul apabila sang ibu tidak memperhatikan gizinya selama hamil, sehingga
perkembangan janinnya tidak baik.

Calon ibu yang kekurangan asam folat dari nutrisinya dapat menyebabkan janinnya lahir dengan
cacat pada tabung saraf (neural tube defect). Kadar asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil agar
janinnya terhindar dari cacat tabung saraf adalah 400 mikrogram per hari. Kadar ini bisa diperoleh
dengan mengonsumsi satu tablet asam folat per hari atau dengan mengonsumsi makanan tinggi asam
folat misalnya kacang-kacangan, buah jeruk,brokoli,dan bayam.

Gambar 1. Celah pada bibir dan langit-langit mulut.

Gambar 2. Anensefali sebagai salah satu bentuk neural tube defect.

26
Faktor risiko yang paling besar menyebabkan kelainan kongenital di Provinsi Shanxi, China,
adalah tidak mengonsumsi asam folat selama hamil, disusul gaya hidup tidak sehat dan pendidikan
ibu yang rendah. Selain asam folat, calon ibu yang kekurangan yodium akan menyebabkan janinnya
lahir dengan kadar yodium rendah sehingga janin tersebut akan tumbuh dengan disabilitas
intelektual. Sebuah penelitian di Australia menemukan asosiasi antara defisiensi yodium ringan pada
ibu selama masa kehamilan dengan gangguan memori dan kecepatan proses mendengar pada anak
yang dikandungnya.

Beberapa bahan pangan mengandung insektisida. Bila insektisida ini terkonsumsi oleh calon ibu
secara rutin dan dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan gangguan pertumbuhan janin
sehingga janin kemungkinan lahir dengan kecacatan bawaan. Sebuah penelitian di Picardy,
Perancis, menemukan hubungan antara konsumsi pangan mengandung insektisida dengan timbulnya
kelainan penis berupa isolated hypospadias.

b. Konsumsi obat
Ibu yang mengonsumsi obat antimuntah Ondansetron pada trimester pertama kehamilan
memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi dengan kelainan kongenital pada jantung dan celah
orofasial.Ondansetron dapat menyebabkan pemanjangan gelombang QT dan aritmia jantung. Efek
teratogeniknya timbul akibat aritmia jantung embrio, terganggunya suplai darah dan oksigen pada
embrio, serta kerusakan reperfusi. Namun, hingga saat ini masih ada pro kontra terkait efek
teratogenik Ondansetron karena ada penelitian yang tidak menemukan asosiasi antara konsumsi
Ondansetron pada ibu hamil dengan kelainan kongenital.

Ibu hamil sering menderita keputihan dan diobati dengan obat antifungal. Namun, konsumsi
obat antifungal Fluconazole diketahui dapat menimbulkan celah bibir dan langit-langit (cleft lip and
palate) serta kelainan pembuluh darah besar.

c. Usia orang tua


Usia ibu dan usia ayah yang tua saat terjadi pembuahan dapat meningkatkan risiko timbulnya
kelainan kongenital pada janin yang dikandung. Dalam sebuah penelitian di Norwegia, ditemukan
hubungan antara usia orang tua yang tua dengan timbulnya cleft palate. Sebuah penelitian yang
menggunakan data dari The National Birth Defects Prevention Study mendapatkan hasil bahwa
peningkatan usia ayah meningkatkan risiko timbulnya cleft palate, hernia diafragma, dan kelainan
kongenital pada jantung janin. Penelitian ini juga menemukan bahwa usia ayah yang muda juga
dapat menimbulkan gastroschisis. Usia ayah yang termasuk tua pada saat pembuahan dikaitkan
dengan meningkatnya mutasi DNA dan aberasi kromosom dalam sperma. Pengaruh usia ayah
terhadap timbulnya kelainan kongenital masih kontroversial karena ada penelitian yang menyatakan

27
bahwa tidak ada hubungan antara kedua hal tersebut. Salah satunya adalah penelitian kohort
retrospektif di Ohio yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan antara usia ayah yang tua dengan
timbulnya kelainan kongenital.

d. Lingkungan
Seorang ibu hamil yang merokok dapat menyebabkan timbulnya kelainan kongenital pada janin
yang dikandungnya. Hal ini dibuktikan dalam suatu penelitian di Brazil dimana ditemukan hubungan
antara ibu yang merokok dengan timbulnya cleft lip palate pada janinnya. Mekanisme mengapa
merokok dapat menyebabkan kelainan kongenital pada janin masih belum dimengerti. Ada dugaan
bahwa paparan komponen rokok pada janin dalam kandungan dapat menginduksi gen- gen dengan
jalur metabolism tertentu, misalnya glutathione S-transferase theta (GSTT1) atau nitric oxide
synthase-3 (NOS3). Induksi GSTT1 kemungkinan menyebabkan defisiensi pada jalur detoksifikasi
sehingga menimbulkan kelainan kongenital. Sebuah penelitian di China juga menguatkan hal
tersebut dimana ibu hamil yang terpapar asap rokok dari lingkungannya lebih besar kemungkinannya
melahirkan janin dengan kelainan jantung kongenital.

Jika ibu terpapar polusi udara saat hamil maka janin dapat mengalami kelainan bawaan,
terutama pada bagian genital dan dinding perut. Salah satu contoh kelainan kongenital pada bagian
genital adalah hipospadia, yaitu posisi lubang penis di bagian bawah batang penis, bukan pada
bagian ujungnya.

Gambar 3. Hipospadia.
Upaya Pencegahan
The Commission on Social Determinants of Health memberikan tiga rekomendasi untuk
menutup celah ketidakseimbangan kesehatan pada generasi berikutnya. Rekomendasi tersebut adalah
meningkatkan kondisi kehidupan sehari-hari; mengatasi ketidakseimbangan penyebaran kekuasaan,
ekonomi, dan sumber daya alam; serta mengukur dan memahami masalah yang sebenarnya dan
menentukan hasil dari aksi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

28
Perkembangan otak pada masa awal kehidupan anak yang akan berpengaruh sepanjang
kehidupannya. Nutrisi yang baik sangat penting dan dimulai sebelum kehamilan dengan pemberian
nutrisi yang adekuat bagi ibu. Nutrisi yang baik ini terus diberikan sebelum, selama, dan setelah
kehamilan bagi ibu dan anak, dan untuk anak diteruskan hingga tahun-tahun pertama kehidupan. Bila
calon ibu maupun ibu hamil tinggal di daerah pertanian yang sering menggunakan insektisida, maka
mereka sebaiknya tidak diizinkan bekerja dengan insektisida sehingga hanya sedikit terpapar.
Anggota keluarga perlu diberi edukasi terkait tidak merokok di sekitar ibu hamil karena paparan asap
rokok secara rutin dapat menyebabkan kelainan kongenital pada janin.

Simpulan

Konsumsi nutrisi, konsumsi obat, usia orang tua, dan lingkungan sekitar ibu hamil memiliki
peranan dalam menyebabkan kelainan kongenital pada janin.

Daftar Pustaka

1. Marmot M, Friel S, Bell R, Houweling TA, Taylor S. Closing the gap in a generation:
health equity through action on the social determinants of health. Lancet. 2008;372(9650):1661–
9.World Health Organization. Birth Defects. 2010.
2. Chen M-J, Karaviti LP, Roth DR, Schlomer BJ. Birth prevalence of hypospadias and
hypospadias risk factors in newborn males in the United States from 1997 to 2012. J Pediatr Urol.
2018;1–7.
3. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar: Riskesdas 2013.
Jakarta: Bkementerian Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta; 2013. Kementerian Kesehatan RI.
Kelainan Bawaan. Infodatin. 2018;
4. Maritska Z, Kinanti SRA. Kejadian dan Distribusi Kelainan Kongenital Pada Bayi Baru
Lahir di RS dr . Moehammad Hoesin Palembang Periode Januari-November 2015. J Kedokt Unila.
2016;1(Oktober 2016):347– 50.
5. Mustofa S, Susmiarsih T, Wikaningrum R. Prevalensi bayi lahir cacat (Malformasi
Kongenital) di Rumah Sakit Pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas YARSI. J Kedokt Yars.
2009;17(2):101–10.
6. Altunhan H, Annagür A, Konak M, Ertugrul S, Örs R, Koç H. The incidence of congenital
anomalies associated with cleft palate/cleft lip and palate in neonates in the Konya region, Turkey.
Br J Oral Maxillofac Surg. 2012;50(6):541–4.
7. Freitas JA de S, Neves LT das, Almeida ALPF de, Garib DG, Trindade-Suedam IK, Yaedú
RYF, et al. Rehabilitative treatment of cleft lip and palate: experience of the Hospital for

29
Rehabilitation of Craniofacial Vol. 6 No.1 Februari 2019 Anomalies/USP (HRAC/USP) - Part 1:
overall aspects. J Appl Oral Sci. 2012;20(1):9–15.
8. Gool JD Van, Hirche H, Lax H, Schaepdrijver L De. Folic acid and primary prevention of
neural tube defects : A review. Reprod Toxicol. 2018;80(March):73–84.
9. Schoner K, Axt-Fliedner R, Bald R, Fritz B, Kohlhase J, Kohl T, et al. Fetal Pathology of
Neural Tube Defects – An Overview of 68 Cases. Geburtshilfe Frauenheilkd. 2017;77(05):495–507.
10. Zhu Z, Cheng Y, Yang W, Li D, Yang X, Liu D, et al. Who Should Be Targeted for the
Prevention of Birth Defects? A Latent Class Analysis Based on a Large, Population- Based, Cross-
Sectional Study in Shaanxi Province, Western China. PLoS One. 2016;11(5):1–16.
11. Hynes KL, Otahal P, Burgess JR, Oddy WH, Hay I. Reduced educational outcomes persist
into adolescence following mild iodine deficiency in Utero, despite adequacy in childhood: 15-Year
Follow-Up of the gestational iodine cohort investigating auditory processing speed and working
memory. Nutrients. 2017;9(12):1–19.
12. Haraux E, Tourneux P, Kouakam C, Stephan-Blanchard E, Boudailliez B, Leke A, et al.
Isolated hypospadias: The impact of prenatal exposure to pesticides, as determined by meconium
analysis. Environ Int. 2018;119(June):20–5.
13. Zambelli-weiner A, Via C, Yuen M, Weiner DJ, Kirby RS. First trimester ondansetron
exposure and risk of structural birth defects. Reprod Toxicol. 2019;83(March 2018):14–20.
14. Danielsson B, Norstedt B, Källén B. Use of ondansetron during pregnancy and congenital
malformations in the infant. Reprod Toxicol. 2014;50:134–7.
15. Fejzo MS, Macgibbon KW, Mullin PM. Ondansetron in pregnancy and risk of adverse fetal
outcomes in the United States. Reprod Toxicol. 2016;62:87–91.
16. Ms MMH, Carter TC, Browne ML, Romitti PA, Cunniff CM, Druschel CM, et al.
Fluconazole use and birth defects in the National Birth Defects Prevention Study. Am J Obstet
Gynecol. 2016;214(5):657.e1- 657.e9.
17. Berg E, Lie RT, Sivertsen Å, Haaland ØA. Annals of Epidemiology Parental age and the
risk of isolated cleft lip : a registry-based study. Ann Epidemiol. 2015;25(12):942– 947.e1.
18. Green RF, Devine O, Crider KS, Olney RS, Archer N, Olshan AF, et al. Association of
Paternal Age and Risk for Major Congenital Anomalies From the National Birth Defects Prevention
Study , 1997 to 2004. Ann Epidemiol. 2010;20(3):241–9.
19. Hurley EG, Defranco EA. Influence of paternal age on perinatal outcomes. Am J Obstet
Gynecol. 2017;217(5):566.e1-566.e6.
20. Martelli DRB, Coletta RD, Oliveira EA, Swerts MSO, Rodrigues LAM, Oliveira MC, et al.
Association between maternal smoking, gender, and cleft lip and palate. Braz J Otorhinolaryngol.
2015;81(5):514–9.
30
21. Liu X, Nie Z, Chen J, Guo X, Ou Y, Chen G, et al. Does maternal environmental tobacco
smoke interact with social- demographics and environmental factors on congenital heart defects ? *.
Environ Pollut. 2018;234:214–22.
22. Ren S, Haynes E, Hall E, Hossain M, Chen A, Muglia L, et al. Periconception Exposure to
Air Pollution and Risk of Congenital Malformations. J Pediatr. 2017;193:76–84.e6.
23. Salavati N, Strak M, Burgerhof JGM, de Walle HEK, Erwich JJHM, Bakker MK. The
association of air pollution with congenital anomalies: An exploratory study in the northern
Netherlands. Int J Hyg Environ Health. 2018;221(7):1061–7.
24. Lin TW, Wang JT. Prenatal Diagnosis of Hypospadias – A Case Report. J Med Ultrasound.
2017;25(2):115–7.

SUMMARY

Summary Jurnal 1

Kelainan kongenital merupakan salah satu kontributor terbesar terhadap tingkat kematian dan
kesakitan baik pada usia neonatus, bayi, dan anak-anak. Sekitar276.000 bayi diperkirakan meninggal
pada usia 4 minggu setiap tahunnya di seluruh dunia karena menderita kelainan congenital.

Di Indonesia sendiri angka kejadian kelainan kongenital diperkirakan mencapai7.000 jiwa pada
tahun 2006.5 Survey yang dilakukan oleh World Health Organization (WHO) pada tahun 2010
menunjukkan angka kejadian kelainan kongenital pada bayi adalah sebesar 5 dari 1000 kelahiran
(5%).

Kelainan kongenital terjadi setiap tahunnya dan jenis kelainan kongenital yang banyak terjadi
adalah kelainan jantung bawaan, defek pada tabung saraf, dan Down Syndrome.1,8 Kelainan
kongenital menyebabkan kecacatan seumur hidup, yang berdampak pada kehidupan
individu,keluarga, pelayanan kesehatan, dan kehidupan sosial.

31
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kejadian kelainan kongenital di RS dr. Moehammad
Hoesin Palembang serta mengidentifikasi sistem tubuh yang paling banyak terkena kelainan
kongenital. Studi ini merupakan penelitian observasional deskriptif dengan pendekatan potong
lintang. Data mengenai jenis dan sistem mana yang terkena diperoleh dari rekam medis masing-
masing pasien. Begitu pula dengan data mengenai jenis kelamin dan usia orang tua (dalam hal ini
usia ibu pasien saat hamil), juga diperoleh dari rekam medis pasien.

Hasil

Dari hasil rekam medis penulusuran di departemen anak didapatkan total 108 bayi baru lahir dan
dirawat di RS dr. Moehammad Hoesin Palembang yang didiagnosa menderita kelainan kongenital.
Kejadian kelainan kongenital di RS dr. Moehammad Hoesin Palembang cukup banyak dengan
sistem gastro-intestinal sebagai sistem tubuh yang paling banyak terkena kelainan kongenital.

Summary Jurnal 2

Kelainan kongenital adalah suatu kelainan pada struktur, fungsi maupun metabolisme tubuh
yang ditemukan pada neonatus. Kelainan kongenital merupakan kelainan dalam pertumbuhan
struktur bayi yang timbul semenjak kehidupan hasil konsepsi sel telur.(Muslihatun 2010, h.118,
Rukiyah dan Yulianti 2010, h.190).Beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya kelainan
kongenital adalah kelainan genetik dan kromosom, faktor mekanik, faktor infeksi, faktor obat, faktor
usia ibu, faktor hormonal, faktor radiasi, faktor fisik pada rahim, riwayat penyakit ibu, paritas, jarak
antar kelahiran,faktor gizi.

Pada tahun 2009 angka kematian bayi di Jawa Tengah sebesar 10,37 per 1000 kelahiran hidup
(KH) . Tiga penyebab kematian bayi terbesar di Jawa Tengah adalah BBLR dan prematuritas sebesar
31%, kelainan congenital 95% dan asfiksia 6%. (Widiastuti, 2011).

Melihat fenomena di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti tentang faktor-faktor ibu yang
mempengaruhi kejadian kelainan kongenital di RSUD Cilacap tahun 2011-2013. Pemilihan lokasi di
RSUD Cilacap atas dasar pertimbangan bahwa RSUD Cilacap merupakan rumah sakit tipe B,
rujukan, serta Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).

Penelitian ini dilakukan di Ruang Rekam Medik RSUD Cilacap. Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan April - Juli 2014. Jenis penelitian berdasarkan tujuan adalah penelitian eksplanasi
asosiatif. Rancangan penelitian dalam penelitian ini berdasarkan sumber datanya adalah Rancangan
case control. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor ibu yang mempengaruhi
kejadian kelainan kongenital di RSUD Cilacap tahun 2011-2013.
32
Populasi dalam penelitian ini adalah semua ibu yang melahirkan neonatus dengan kelainan
kongenital di RSUD Cilacap kurun waktu 1 Januari 2011 – 31 Desember 2013. Teknik pengambilan
sampel dengan purposive sampling.

Kriteria inklusi dalam penelitian untuk kelompok kasus adalah seluruh ibu yang melahirkan
Neonatus dengan kelainan kongenital di RSUD Cilacap kurun waktu 1 Januari 2011 – 31 Desember
2013 dengan data rekam medik lengkap. Untuk kelompok control adalah ibu yang melahirkan
neonatus normal di RSUD Cilacap kurun waktu 1 Januari 2011 – 31 Desember 2013 dengan data
rekam medic lengkap. Jenis data dalam penelitian ini adalah data sekunder, yaitu data yang diperoleh
tidak langsung dari responden, melainkan dokumentasi.

Pada tabel 1 didapatkan bahwa terdapat 29 ibu dengan usia berisiko yaitu usia <20 tahun dan
>35 tahun. Dari 29 ibu berisiko tersebut didapatkan 22 (75,9%) ibu yang melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dan 7 (24,1%) ibu yang melahirkan normal. Selain ibu berisiko, terdapat pula
usia ibu tidak berisiko yaitu usia 20-35 tahun. Sebanyak 28 dari 71 (39,4%) ibu dengan usia tidak
berisiko, melahirkan bayi dengan kelainan kongenital dan 43 (60,6%) ibu yang melahirkan bayi
normal.

Berdasarkan tabel 2, dapat dilihat bahwa terdapat 74 ibu dengan paritas berisiko yaitu ibu
nullipara, multipara dan grande multipara. Dari 74 ibu berisiko tersebut diketahui 47 (63,5%) ibu
melahirkan bayi dengan kelainan congenital dan 27 (36,5%) ibu melahirkan bayi normal. Dari data
diatas diketahui pula terdapat 26 ibu tidak berisiko yaitu ibu dengan paritas primigravida. Dari 26 ibu
yang tidak berisiko ternyata sebanyak 3 (11,5%) ibu melahirkan bayi dengan kelainan kongenital dan
sebanyak 23 (88,5%) ibu melahirkan bayi normal.

Pada tabel 3 dapat dilihat, terdapat 31 ibu dengan riwayat kesehatan berisiko yaitu ibu yang
memiliki riwayat penyakit. Dari 31 ibu tersebut diketahui 30 (96,8%) ibu melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dan 1 (3,2%) ibu melahirkan bayi normal. Diketahui pula terdapat 69 ibu yang
tidak berisiko yaitu ibu yang tidak memiliki riwayat penyakit. Dari 69 ibu tidak berisiko didapatkan
20 (34,5%) ibu melahirkan dengan kelainan kongenital dan 49 (71,0%) ibu melahirkan bayi normal.

Berdasarkan tabel 4 diketahui bahwa dari 37 ibu dengan jarak antar kelahiran berisiko yaitu
kurang dari 2 tahun dan lebih dari 4 tahun didapatkan 26 (70,3%) ibu melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital dan 11 ibu yang melahirkan bayi normal. Sedangkan pada ibu yang mempunyai
jarak antar kelahiran tidak berisiko yaitu usia 2-4 tahun diketahui 24 (38,1%) ibu melahirkan bayi
dengan kelainan kongenital dan 39 (61,9%) melahirkan bayi normal. Hasil nilai signifikansi
didapatkan sebesar 0,002, maka hipotesis null ditolak yang artinya ada pengaruh jarak antar
kelahiran terhadap kejadian kelainan kongenital. Berdasarkan tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa nilai

33
signikansi sebesar 0,000, yang berarti pada tingkat kepercayaan 95% minimal terdapa faktor ibu
yang mempengaruhi kejadian kelainan kongenital. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dapat
digunakan untuk analisis lebih lanjut.

Berdasarkan tabel 5 diatas dapat dilihat bahwa nilai signikansi sebesar 0,000, yang berarti pada
tingkat kepercayaan 95% minimal terdapat 1 faktor ibu yang mempengaruhi kejadian kelainan
kongenital. Sehingga dapat disimpulkan bahwa model dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.

Berdasar tabel 6 diatas diketahui dari 4 variabel hanya 1 variabel saja yaitu variable riwayat
kesehatan ibu yang secara signifikan mempengaruhi kejadian kelainan kongenital. Namun bila
dilihat dari OR diketahui bahwa seluruh faktor mempunyai risiko terhadap kelainan kongenital. Pada
pengujian dengan Hosmes Lemeshow didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,850, yang berarti
dengan keyakinan 95%, bahwa model regresi logistik yang digunakan telah cukup mampu
menjelaskan data.

Berdasarkan hasil penelitian diatas dapat ditarik kesimpulan bahwa variabel yang mempunyai
risiko terhadap kejadian kelainan kongenital adalah variabel riwayat kesehatan ibu. Ibu dengan
riwayat penyakit mempunyai risiko sebesar 40,25 kali lebih besar untuk melahirkan bayi dengan
kelainan kongenital. Terkait hal tersebut penting dilakukan skrining terhadap penyakit DM, rubela,
sitomegalovirus, herpes simplek dan sifilis. Melalui pemeriksaan dini diharapkan penyakit tersebut
dapat diatasi sehingga ketika kehamilan tiba, ibu dalam kondisi yang telah sembuh dari penyakit
tersebut dan risiko terhadap kejadian kelainan kongenital dapat dihilangkan.

Summary Jurnal 3

Kelainan kongenital adalah suatu kondisi ketidaknormalan struktur atau fungsi tubuh yang
muncul saat lahir. Kelainan kongenital dapat menyebabkan abortus spontan atau lahir mati. Apabila
bayi terlahir dengan baik maka dapat menyebabkan disabilitas seumur hidup dan menyebabkan
pengaruh negatif bagi keluarga dan lingkungan. WHO memperkirakan 7% dari seluruh kematian
neonatus di dunia adalah karena kelainan kongenital. Kelainan kongenital dapat timbul akibat
berbagai etiologi, misalnya karena mutasi genetik, virus, trauma, dll.

Beberapa faktor risiko yang berperan dalam timbulnya kelainan kongenital adalah sebagai
berikut:

 Nutrisi

34
Calon ibu yang kekurangan asam folat dari nutrisinya dapat menyebabkan janinnya lahir dengan
cacat pada tabung saraf (neural tube defect). Kadar asam folat yang dibutuhkan oleh ibu hamil agar
janinnya terhindar dari cacat tabung saraf adalah 400 mikrogram per hari. Kadar ini bisa diperoleh
dengan mengonsumsi satu tablet asam folat per hari atau dengan mengonsumsi makanan tinggi asam
folat misalnya kacang-kacangan, buah jeruk,brokoli,dan bayam.

 Konsumsi obat

Ibu yang mengonsumsi obat antimuntah Ondansetron pada trimester pertama kehamilan
memiliki risiko lebih besar melahirkan bayi dengan kelainan kongenital pada jantung dan celah
orofasial. Ondansetron dapat menyebabkan pemanjangan gelombang QT dan aritmia jantung. Efek
teratogeniknya timbul akibat aritmia jantung embrio, terganggunya suplai darah dan oksigen pada
embrio, serta kerusakan reperfusi. Ibu hamil sering menderita keputihan dan diobati dengan obat
antifungal. Namun, konsumsi obat antifungal Fluconazole diketahui dapat menimbulkan celah bibir
dan langit-langit (cleft lip and palate) serta kelainan pembuluh darah besar.

 Usia orang tua

Dalam sebuah penelitian di Norwegia, ditemukan hubungan antara usia orang tua yang tua
dengan timbulnya cleft palate. Sebuah penelitian yang menggunakan data dari The National Birth
Defects Prevention Study mendapatkan hasil bahwa peningkatan usia ayah meningkatkan risiko
timbulnya cleft palate, hernia diafragma, dan kelainan kongenital pada jantung janin. Penelitian ini
juga menemukan bahwa usia ayah yang muda juga dapat menimbulkan gastroschisis. Usia ayah yang
termasuk tua pada saat pembuahan dikaitkan dengan meningkatnya mutasi DNA dan aberasi
kromosom dalam sperma.

 Lingkungan

Seorang ibu hamil yang merokok dapat menyebabkan timbulnya kelainan kongenital pada janin
yang dikandungnya. Ada dugaan bahwa paparan komponen rokok pada janin dalam kandungan
dapat menginduksi gen- gen dengan jalur metabolism tertentu, misalnya glutathione S-transferase
theta (GSTT1) atau nitric oxide synthase-3 (NOS3). Induksi GSTT1 kemungkinan menyebabkan
defisiensi pada jalur detoksifikasi sehingga menimbulkan kelainan kongenital. Ibu hamil yang
terpapar asap rokok dari lingkungannya lebih besar kemungkinannya melahirkan janin dengan
kelainan jantung kongenital. Jika ibu terpapar polusi udara saat hamil maka janin dapat mengalami
kelainan bawaan, terutama pada bagian genital dan dinding perut. Salah satu contoh kelainan
kongenital pada bagian genital adalah hipospadia, yaitu posisi lubang penis di bagian bawah batang
penis, bukan pada bagian ujungnya.

35
The Commission on Social Determinants of Health memberikan tiga rekomendasi untuk
menutup celah ketidakseimbangan kesehatan pada generasi berikutnya. Rekomendasi tersebut adalah
meningkatkan kondisi kehidupan sehari-hari; mengatasi ketidakseimbangan penyebaran kekuasaan,
ekonomi, dan sumber daya alam; serta mengukur dan memahami masalah yang sebenarnya dan
menentukan hasil dari aksi yang dilakukan untuk mengatasi masalah tersebut.

Konsumsi nutrisi, konsumsi obat, usia orang tua, dan lingkungan sekitar ibu hamil memiliki
peranan dalam menyebabkan kelainan kongenital pada janin.

36
DAFTAR PUSTAKA

Maritska, Ziske. “Kejadian dan Distribusi Kelainan Kongenital Pada Bayi Baru
Lahir di RS dr. Moehammad Hoesin Palembang Periode Januari-November 2015.” Jk
Unila 1 (2016): 347-350.

Maryanti, Dwi. “FAKTOR-FAKTOR RISIKO TERJADINYA KELAINAN


KONGENITAL.” Jurnal Kesehatan A-Irsyad(JKA) (2015):36-44.

Purwoko, Mitayani. “Faktor Risiko Timbulnya Kelainan Kongenital.” Vol.6


(2019):51-56.

37

Anda mungkin juga menyukai