Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang dilihat dari jumlah penduduknya ada pada posisi
keempat di dunia, dengan laju pertumbuhan yang masih relatif tinggi. Esensi tugas program
Keluarga Berencana (KB) dalam hal ini telah jelas yaitu menurunkan fertilitas agar dapat
mengurangi beban pembangunan demi terwujudnya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi
rakyat dan bangsa Indonesia.
Alat kontrasepsi sangat berguna sekali dalam program KB namun perlu diketahui
bahwa tidak semua alat kontrasepsi cocok dengan kondisi setiap orang. Untuk itu, setiap
pribadi harus bisa memilih alat kontrasepsi yang cocok untuk dirinya. Pelayanan kontrasepsi
(PK) adalah salah satu jenis pelayanan KB yang tersedia. Sebagian besar akseptor KB
memilih dan membayar sendiri berbagai macam metode kontrasepsi yang tersedia.
Faktor lain yang mempengaruhi pemilihan jenis kontrasepsi antara lain faktor pasangan
(umur, gaya hidup, jumlah keluarga yang diinginkan, pengalaman dengan metode
kontrasepsi yang lalu), faktor kesehatan (status kesehatan, riwayat haid, riwayat keluarga,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan panggul), faktor metode kontrasepsi (efektivitas, efek
samping, biaya), tingkat pendidikan, pengetahuan, kesejahteraan keluarga, agama, dan
dukungan dari suami/istri. Faktor-faktor ini nantinya juga akan mempengaruhi keberhasilan
program KB. Hal ini dikarenakan setiap metode atau alat kontrasepsi yang dipilih memiliki
efektivitas yang berbeda-beda.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan umum penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu tugas
dari mata kuliah Askeb dan untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa mengenai
evidence based KB, macam- macam alat kontrasepsi, dan implementasi hak perempuan
dalam keluarga berencana (KB).
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
b. Untuk mengetahui definisi Keluarga Berencana (KB)
c. Untuk mengetahui tujuan Keluarga Berencana (KB)
d. Untuk mengetahui Program Keluarga Berencana di Indonesia
e. Untuk mengetahui Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
f. Untuk mengetahui macam – macam metode kontrasepsi
g. Untuk mengetahui jenis- jenis alat kontrasepsi
h. Untuk mengetahui keuntungan dan kerugian alat kontrasepsi
i. Untuk mengetahui Implementasi Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)
C. Manfaat Penulisan
a. Dapat mengetahui Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
b. Dapat mengetahui definisi Keluarga Berencana (KB)
c. Dapat mengetahui tujuan Keluarga Berencana (KB)
d. Dapat mengetahui Program Keluarga Berencana di Indonesia
e. Dapat mengetahui Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
f. Dapat mengetahui macam – macam metode kontrasepsi
g. Dapat mengetahui jenis- jenis alat kontrasepsi
h. Dapat mengetahui keuntungan dan kerugian alat kontrasepsi
i. Dapat mengetahui Implementasi Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)

BAB II
PEMBAHASAN

A. Keluarga Berencana (KB)


1. Sejarah Perkembangan Keluarga Berencana (KB)
Berawal dari pengertian harfiah kontrasepsi yang terdiri dari dua kata, yaitu kontra
(menolak) dan konsepsi (pertemuan antara sel telur yang telah matang dengan sel
sperma), maka kontrasepsi dapat diartikan secara sederhana sebagai cara untuk
mencegah pertemuan antara sel telur dan sel sperma sehingga tidak terjadi pembuahan
dan kehamilan.  Konsep ini sepertinya belum dipahami di era sebelum abad ke-20,
namun konsep pengaturan kehamilan sepertinya sudah dilakukan dengan penerjemahan
cara/metode yang beragam dan unik. Misalkan perempuan China secara sukarela
meminum timbal dan merkuri untuk mengontrol fertilitasnya yang sering berujung pada
kejadian infertilitas (kemandulan) bahkan kematian.
Di abad pertengahan di Eropa dimana pengaruh penyihir masih sangat kuat dan
sangat dipercaya, pengendalian kelahiran dilakukan dengan menggantungkan testis
musang di paha perempuan atau memotong kaki musang tersebut dan
menggantungkannya di leher wanita.  Wanita di Canada meyakini bahwa dengan
minum ramuan testis beaver kering dengan cairan alkohol berkadar tinggi mampu
mencegah pembuahan yang merupakan proses awal dari kehamilan. Atau ada pula yang
beranggapan bahwa dengan mengitari titik kencing serigala hamil sebanyak tiga kali
akan mampu mencegah kehamilan.
Di Indonesia sejak zaman dulu telah dipakai obat dan jamu yang maksudnya untuk
mencegah kehamilan. Di Irian Jaya telah lama dikenal ramuan dari daun-daunan yang
khasiatnya dapat mencegah kehamilan. Dalam masyarakat hindu bali, sejak dulu hanya
ada nama untuk empat orang anak, mungkin suatu cara untuk menganjurkan supaya
pasangan suami istri mengatur kelahiran anaknya sampai empat.
Di Indonesia keluarga berencana modern mulai dikenal pada tahun 1953. Pada
waktu itu sekelompok ahli kesehatan, kebidanan, dan tokoh masyarakat telah mulai
membantu masyarakat memecahkan masalah-masalah penduduk. Pada tanggal 23
Desember 1957 mereka mendirikan wadah dengan nama perkumpulan Keluarga
berencana Indonesia (PKBI) dan bergerak secara silent operation membantu masyarakat
memerlukan bantuan secara sukarela. Jadi Indonesia PKBI adalah pelopor pergerakan
Keluarga Berencana Nasional.
Untuk menunjang dalam rangka mencapai tujuan berdasarkan hasil
penandatanganan Deklarasi Kependudukan PBB 1967 oleh beberapa Kepala Negara
Indonesia, maka dibentuklah suatu lembaga program Keluarga Berencana dan
dimasukkan dalam program pemerintah sejak pelita I berdasarkan instruksi presiden
nomor 26 tahun 1968 yang di namai Lembaga Keluarga berencana nasional (LKBN)
sebagai lembaga semi pemerintah.
Pada tahun 1970 ditingkatkan menjadi Badan Pemerintah melalui Kepres No. 8
tahun 1970 dan diberi nama Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
yang bertanggung jawab kepada presiden dan bertugas mengkoordinasikan prencanaan,
pengawasan dan penilaian pelaksanaan program Keluarga Berencana.
Seiring berjalannya waktu, tuntutan kebutuhan pengaturan kehamilan yang lebih
rasional dan empiris terus memacu dan menantang perkembangan teknologi kesehatan
dalam penyediaan metode kontrasepsi yang efektif.
2. Definisi Keluarga Berencana (KB)
Keluarga berencana adalah usaha untuk mengukur jumlah dan jarak anak yang
diinginkan. Cara-cara tersebut termasuk kontrasepsi atau pencegahan kehamilan dan
perencanaan keluarga. Metode kontrasepsi bekerja dengan dasar mencegah sperma laki-
laki mencapai dan membuahi telur wanita (fertilisasi) atau mencegah telur yang sudah
dibuahi untuk berimplantasi (melekat) dan berkembang di dalam rahim. (Dinda, 2012)
3. Tujuan Keluarga Berencana (KB)
Tujuan keluarga berencana di Indonesia adalah:
a. Tujuan umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu, anak dalam rangka mewujudkan NKKBS
(Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera) yang menjadi dasar terwujudnya
masyarakat yang sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin
terkendalinya pertambahan penduduk.
b. Tujuan khusus
1) Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
2) Menurunnya jumlah angka kelahiran bayi.
3) Meningkatnya kesehatan keluarga berencana dengan cara penjarangan kelahiran
4) Program Keluarga Berencana di Indonesia
a. Definisi Program Keluarga Berencana (KB)
Pengertian program KB menurut UUD no 10 tahun 1991 tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan keluarga Sejahtera adalah upaya peningkatan
kepedulian dan peran serta masyarakat melalui pendewasaan usia perkawinan,
pengaturan kelahiran, pembinaan ketahanan keluarga, peningkatan kesejahteraan
keluarga kecil, bahagia dan sejahtera.
Program Keluarga Berencana (KB) mempunyai banyak keuntungan. Salah satunya
adalah dengan mengkonsumsi pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus
dan ovarium. Bahkan dengan perencanaan kehamilan yang aman, sehat dan diinginkan
merupakan salah satu faktor penting dalam upaya menurunkan angka kematian maternal.
Ini berarti program tersebut dapat memberikan keuntungan ekonomi dan kesehatan.
Menurut Kepala Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr
Sugiri Syarif, Keluarga Berencana memberikan keuntungan ekonomi pada pasangan
suami istri, keluarga dan masyarakat, Perencanaan ini harus dimiliki oleh setiap keluarga
termasuk calon pengantin.
“Dan setiap individu harus memiliki pengetahuan yang memadai tentang kesehatan
reproduksi seperti misalnya kapan usia ideal untuk melahirkan, berapa jumlah anak, dan
jarak kelahiran yang ideal, bagaimana perawatan kehamilan, serta tanda-tanda bahaya
dalam kehamilan. Pengetahuan mengurangi risiko langsung maupun tidak langsung dari
risiko kematian maternal.”
Selain pengetahuan, tambahnya, pasangan suami istri harus memiliki akses seluas-
luasnya terhadap pelayanan kontrasepsi yang berkualitas. Sehingga mudah merencanakan
kehamilan seperti yang diinginkan dan menghindari kehamilan yang tidak diinginkan.
Dengan demikian, program KB menjadi salah satu program pokok dalam meningkatkan
status kesehatan dan kelangsungan hidup ibu, bayi, dan anak.
Pengaturan kelahiran memiliki benefit (keuntungan) kesehatan yang nyata, salah satu
contoh pil kontrasepsi dapat mencegah terjadinya kanker uterus dan ovarium,
penggunaan kondom dapat mencegah penularan penyakit menular seksual, seperti HIV.
Meskipun penggunaan alat/obat kontrasepsi mempunyai efek samping dan risiko
yang kadang-kadang merugikan kesehatan, namun demikian benefit penggunaan alat/
obat kontrasepsi tersebut akan lebih besar dibanding tidak menggunakan kontrasepsi
yang memberikan risiko kesakitan dan kematian maternal.
Program KB menentukan kualitas keluarga, karena program ini dapat
menyelamatkan kehidupan perempuan serta meningkatkan status kesehatan ibu terutama
dalam mencegah kehamilan tak diinginkan, menjarangkan jarak kelahiran mengurangi
risiko kematian bayi. Selain memberi keuntungan ekonomi pada pasangan suami istri,
keluarga dan masyarakat, KB juga membantu remaja mangambil keputusan untuk
memilih kehidupan yang lebih baik dengan merencanakan proses reproduksinya.
Program KB, bisa meningkatkan pria untuk ikut bertanggung jawab dalam kesehatan
reproduksi mereka dan keluarganya. Ini merupakan keuntungan seseorang mengikuti
program KB.
Kendala pelaksanaan program KB-KR (Keluarga Berencana -Kesehatan
Reproduksi), antara lain masih adanya pemahaman tentang KB yang sempit, baik di
kalangan masyarakat maupun para tokoh agama, dan tokoh masyarakat. Demikian pula
pelayanan kesehatan reproduksi yang berkaitan dengan pemeriksaan kehamilan dan
pelayanan IUD yang masih dianggap tabu karena harus membuka aurat.
Selain itu, masih ada persepsi bahwa kematian ibu melahirkan adalah mati sahid dan
banyak anak akan membawa rezeki. Kendala lainnya, masih adanya anggapan atau
pengetahuan dari para tokoh agama bahwa KB hanya untuk membatasi jumlah anak atau
kelahiran saja, dan belum memahami manfaat KB dalam kesehatan.
b. Sasaran Program Keluarga Berencana (KB)
Adapun sasaran program KB nasional lima tahun ke depan seperti tercantum dalam
RPJM 2004-2009 adalah sebagai berikut :
1) Menurunnya rata-rata laju pertumbuhan penduduk (LPP) secara nasional menjadi 1,
14% per tahun.
2) Menurunkan angka kelahiran Total fertility rate (TFR) menjadi 2,2 per perempuan
3) Meningkatnya peserta KB pria menjadi 4,5 %
4) Meningkatnya penggunaan metode kontrasepsi yang efektif dan efisien
5) Meningkatnya partisipasi keluarga dalam pembinaan tumbuh kembang anak
6) Meningkatnya jumlah keluarga prasejahtera dan keluarga sejahtera  yang aktif dalam
usaha ekonomi produktif
7) Meningkatnya jumlah institusi masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan KB
dan kesehatan reproduksi.

Sehingga didapatkan hasil:

1) Tercapainya peserta KB baru sebanyak 1.072.473 akseptor


2)  Terbinanya peserta KB aktif sebanyak 5.098.188 akseptor atau 71.87% dari
pasangan Usia Subur sebanyak 7.093.654
3) Meningkatnya rata-rata usia kawin pertama wanita menjadi 18 tahun
4) Pengendalian perkembangan kependudukan, terutama tingkat pertumbuhan migrasi
dan persebaran penduduk.
c. Ruang Lingkup Program Keluarga Berencana (KB)
1) Pemanfaatan PIK-KRR yang sudah ada
2) Pembentukan PIK-KRR yang baru terutama di kabupaten atau kota yang belum
memiliki PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas pengelolaan PIK-KRR
3) Pembinaan PIK-KRR dalam rangka meningkatkan kualitas PIK-KRR
4) Pelatihan bagi pendidik sebaya dan konselor sebaya
d. Program KIE dalam Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
1) Definisi KIE
 Komunikasi adalah proses dimana seseorang mengirimkan pesan kepada orang
lain. Pengiriman pesan ini biasanya dilakukan dengan menggunakan “kata” atau
“bahasa”.
 Informasi adalah suatu hal pemberitahuan / pesan yang diberikan kepada
seseorang atau media kepada orang lain sesuai dengan kebutuhannya.
 Edukasi adalah Suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara
sistematis ,terencana dan terarah dengan partisipasi aktif dari individu ke
kelompok maupun masyarakat umum untuk memecahkan masalah masyarakat
sosial , ekonomi dan budaya.
 KIE adalah Suatu proses penyampaian pesan ,informasi yang diberikan kepada
masyarakat tentang program KB baik menggunakan media seperti: Radio, TV,
Pers, Film, Mobil unit penerangan, penerbitan, kegiatan promosi, pameran dengan
tujuan utama adalah untuk memecahkan masalah dalam lingkungan masyarakat
dalam meningkatkan program KB atau sebagai penunjang tercapainya program
KB.

2) Tujuan KIE
Tujuan dilaksanakannya program KIE yaitu :
a) Meningkatkan pengetahuan, sikap dan praktek KB sehingga tercapai penambahan
peserta baru.
b) Membina kelestarian peserta KB.
c) Meletakkan dasar bagi mekanisme sosio – kultural yang dapat menjamin
berlangsungnya proses penerimaan.
d) Mendorong terjadinya proses perubahan perilaku ke arah yang positif,
peningkatan pengetahuan, sikap dan praktek masyarakat (klien) secara wajar
sehigga masyarakat melaksanakannya secara mantap sebagai perilaku yang sehat
dan bertanggung jawab.
3) Jenis KIE
a) KIE Individu : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE
dengan individu sasaran program KB.
b) KIE Kelompok : suatu proses KIE timbul secara langsung antara petugas KIE
dengan kelompok (2-15 orang)
c) KIE Masa : tentang program KB yang dapat dilakukan secara langsung maupun
tidak langsung kepada masyarakat dalam jumlah besar.
4) Prinsip langkah KIE
Prinsip yang harus diperhatikan dalam pelaksanaan KIE adalah:
a) Memperlakukan klien dengan sopan, baik dan ramah
b) Memahami, menghargai dan menerima keadaan ibu sebagaimana adanya
c) Memberi penjelasan dengan bahasa yang sederhana dan mudah dipahami
d) Menggunakan alat peraga yang menarik dan mengambil contoh dari kehidupan
sehari-hari
e) Menyesuaikan isi penyuluhan dengan keadaaan dan resiko yang dimiliki ibu
e. Konseling Keluarga Berencana
1) Definisi Konseling
Suatu proses pemberian bantuan yang dilakukan seseorang kepada orang lain
dalam membuat suatu keputusan atau memecahkan masalah melalui pemahaman
tentang fakta- fakta dan perasaan- perasaan yang terlibat didalamnya.
2) Tujuan Konseling KB
a) Meningkatkan penerimaan
Informasi yang benar, diskusi bebas dengan cara mendengarkan, berbicara dan
komunikasi non-verbal meningkatkan penerimaan informasi mengenai KB oleh
klien
b) Menjamin pilihan yang cocok
Menjamin petugas dan klien memilih cara terbaik yang sesuai dengan keadaan
kesehatan dan kondisi klien

c) Menjamin penggunaan yang efektif


Konseling efektif diperlukan agar klien mengetahui bagaimana menggunakan
KB dengan benar dan mengatasi informasi yang keliru tentang cara tersebut
d) Menjamin kelangsungan yang lebih lama
Kelangsungan pemakaian cara KB akan lebih baik bila klien ikut memilih cara
tersebut, mengetahui cara kerjanya dan mengatasi efeksampingya
3) Jenis Konseling KB
Komponen penting dalam pelayanan KB dibagi 3 tahapan yaitu :
a) Konseling Awal
 Bertujuan menentukan metode apa yg diambil
 Bila dilakukan dengan objektif langkah ini akan membantu klien untuk
memilih jenis KB yang cocok untuknya
 Yang perlu diperhatikan dalam langkah ini :
-Menanyakan langkah yang disukai klien
-Apa yang diketahui tentang cara kerjanya, kelebihan dan kekurangannya
b) Konseling Khusus
 Memberi kesempatan klien untuk bertanya tentang cara KB dan
membicarakan pengalamannya
 Mendapatkan informasi lebih rinci tentang KB yang diinginkannya
 Mendapatkan bantuan untuk memilih metoda KB yang cocok dan
mendapatkan penerangan lebih jauh tentang penggunaannya
c) Konseling Tindak Lanjut
 Konseling lebih bervariasi dari konseling awal
 Pemberi pelayanan harus dapat membedakan masalah yang serius yang
memerlukan rujukan dan masalah yang ringan yang dapat diatasi di tempat
4) Langkah Konseling
a) GATHER
G         : Greet
Berikan salam, kenalkan diri dan buka komunikasi
A         : Ask
Tanya keluhan/kebutuhan pasien dan menilai apakah keluhan/ kebutuhan sesuai
dengan kondisi yang dihadapi?
T          : Tell
Beritahukan persoalan pokok yang dihadapi pasien dari hasil           tukar
informasi dan carikan upaya penyelesaiannya
H         : Help
Bantu klien memahami dan menyelesaikan masalahnya
E          : Explain
Jelaskan cara terpilih telah dianjurkan dan hasil yang diharapkan mungkin dapat
segera terlihat/ diobservasi)
R         : Refer/Return visit
Rujuk bila fasilitas ini tidak dapat memberikan pelayanan yang sesuai. (Buat
jadwal kunjungan Ulang)
b) Langkah Konseling KB SATU TUJU
Langka SATU TUJU ini tidak perlu dilakukan berurutan karena menyesuaikan
dengan kebutuhan klien.
SA       : Sapa dan salam
 Sapa klien secara terbuka dan sopan
 Beri perhatian sepenuhnya, jaga privasi pasien
 Bangun percaya diri pasien
 Tanyakan apa yang perlu dibantu dan jelaskan pelayanan apa yang dapat
diperolehnya.

T          : Tanya

 Tanyakan informasi tentang dirinya


 Bantu klien untuk berbicara pengalaman tentang KB dan kesehatan
reproduksi
 Tanyakan kontrasepsi yang ingin digunakan

U         : Uraiakan

 Uraikan pada klien mengenai pilihannya


 Bantu klien pada jenis kontrasepsi yang paling dia ingini serta jelaskan jenis
yang lain

TU       : Bantu

 Bantu klien berfikir apa yang sesuai dengan keadaan dan kebutuhannya
 Tanyakan apakah pasangan mendukung pilihannya

J           : Jelaskan

 Jelaskan secara lengkap bagaiman menggunakan kontrasepsi pilihannya


setelah klien memilih jenis kontrasepsinya.
 Jelaskan bagaimana penggunaannya
 Jelaskan manfaat ganda dari kontrasepsi

U         : Kunjungan Ulang

 Perlu dilakukan kunjungan ulang untuk dilakukan pemeriksaan atau


permintaan kontrasepsi jika dibutuhkan.

5) Tahapan konseling dalam pelayanan KB


Tahapan Konseling dalam pelayanan KB dapat dirinci dalam tahapan sebagai berikut
: KIE Motivasi, Bimbingan, Rujukan, KIP/K, Kontrasepsi dan Tindak lanjut
a) Kegiatan KIE
Sumber informasi pertama tentang jenis alat/ metode KB dari petugas lapangan
KB, Pesan yang disampaikan :
 Pengertian dan manfaat KB bagi kesehatan dan kesejahteraan keluarga
 Proses terjadinya kehamilan pada wanita (yang kaitannya dengan cara kerja
dan metode kontrasepsi)
 Jenis alat/metode kontrasepsi, cara pemakaian, cara kerjanya serta lama
pemakaian
b) Kegiatan Bimbingan
 Tindak lanjut dari kegiatan KIE dengan menjaring calon peserta KB
 Tugas penjaringan : memberikan informasi tentang jenis kontrasepsi lebih
objektif, benar dan jujur sekaligus meneliti apakah calon peserta memenuhi
syarat
 Bila iya rujuk ke KIP/K
c) Kegiatan Rujukan
 Rujukan calon peserta KB, untuk mendapatkan pelayanan KB
 Rujukan peserta KB, untuk menindaklanjuti komplikasi
d) Kegiatan KIP/K
Tahapan dalam KIP/K
 Menjajaki alasan pemilihan alat
 Menjajaki apakah klien sudah mengetahui/ paham tentang alat kontrasepsi
tersebut
 Menjajaki klien tahu/tidak alat kontrasepsi lain
 Bila belum, berikan informasi
 Beri klien kesempatan untuk mempertimbangkan pilihannya kembali
 Bantu klien mengambil keputusan
 Beri klien informasi, apapun pilihannya, klien akan diperiksa kesehatannya
 Hasil pembicaraan akan dicatat pada lembar konseling
e) Kegiatan Pelayanan Kontrasepsi
 Pemeriksaan kesehatan : anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
 Bila tidak ada kontra indikasi pelayanan kontrasepsi dapat diberikan
 Untuk kontrasepsi jangka panjang perlu inform consent
f) Kegiatan Tindak Lanjut
 Petugas melakukan pemantauan keadaan peserta KB dan diserahkan kembali
kepada PLKB

f. Informed Consent
1) Persetujuan yang diberikan oleh klien atau keluarga atas informasi dan penjelasan
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan terhadap klien.
2) Setiap tindakan medis yang beresiko harus persetujuan tertulisi ditandatangani oleh
yang berhak memberikan persetujuan (klien) dalam keadaan sadar dan sehat. 
B. Evidence Based Keluarga Berencana (KB)
Pembaruan Kriteria Penggunaan  Kontrasepsi (US MEC) Berdasarkan CDC,
2010 Revisi Metode Penggunaan Kontrasepsi Selama Masa Postpartum
Penggunaan kontrasepsi selama masa postpartum penting dilakukan untuk mencegah
kehamilan yang tidak diinginkan dan memperpanjang interval kelahiran, yang dapat
menimbulkan masalah kesehatan ibu dan anak. Pada tahun 2010, CDC telah
mempublikasikan U.S. Medical Eligibility Criteria for Contraceptive Use (US MEC) yang
merupakan pedoman penggunaan kontrasepsi, yang dilengkapi dengan evidence-based
sebagai pertimbangan dalam pemilihan metode kontrasepsi. Dalam pemilihan metode
kontrasepsi ini, keamanan penggunaan menjadi hal utama yang harus diperhatikan
khususnya untuk wanita yang dengan karakteristik atau kondisi kesehatan tertentu, termasuk
wanita yang masih dalam masa postpartum. Baru-Baru ini, CDC telah melakukan penilaian
terhadap evidence yang memberikan informasi mengenai keamanan penggunaan kontrasepsi
hormonal pada masa postpartum.
Laporan ini merupakan ringkasan dari penilaian tersebut dan hasil dari revisi pedoman
penggunaan kontrasepsi. Revisi rekomendasi ini berisi bahwa wanita post partum tidak
boleh menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi selama masa 21 hari setelah
melahirkan oleh karena resiko tinggi untuk mendapatkan tromboemboli vena (TEV) selama
masa ini. Masa 21-42 hari postpartum, pada umumnya wanita tanpa faktor resiko TEV dapat
memulai penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, tetapi wanita yang memiliki resiko
TEV (riwayat TEV sebelumnya atau post melahirkan secara caesar), tidak boleh
menggunakan metode kontrasepsi ini. Nanti, setelah masa 42 hari postpartum, barulah tidak
ada pembatasan penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi yang berdasarkan pada
keadaan pasien tersebut setelah melahirkan.

Pentingnya penggunaan kontrasepsi selama Masa postpartum

Sebagian dari kehamilan di Amerika Serikat merupakan kehamilan yang


tidak direncanakan, dan kehamilan-kehamilan tersebut biasanya diikuti dengan perilaku
kehamilan yang merugikan dan memberikan beberapa dampak negatif, seperti terlambat
melakukan prenatal care, kebiasaan merokok, meningkatkan insidensi bayi berat rendah, dan
tidak menyusui asi secara ekslusif. Selain itu, interval kehamilan yang terlalu dekat juga
dapat menghasilkan dampak negatif seperti, kelahiran bayi berat rendah dan bayi prematur.
Masa postpartum merupakan masa yang cukup penting untuk memulai penggunaan
kontrasepsi karena sebagai salah satu cara untuk menjaga kesehatan wanita dan juga dapat
meningkatkan motivasi wanita untuk menghindari kehamilan berikutnya. Masa ovulasi
dapat terjadi secepatnya pada umur 25 hari postpartum pada wanita yang tidak menyusui,
yang menjadi alasan kuat buat wanita untuk menggunakan kontrasepsi secepat mungkin.
Meskipun demikian, keamanan pengggunaan kontrasepsi postpartum tetap juga harus
dipertimbangkan. Perubahan hematologi secara normal akan terjadi selama kehamilan,
termasuk  peningkatan faktor koagulasi dan fibrinogen dan penurunan bahan antikoagulan
alami, yang menyebabkan peningkatan resiko tromboemboli vena (TEV) selama masa
postpartum. Selain itu, banyak wanita postpartum memiliki faktor resiko tambahan yang
meningkatkan resiko tromboemboli, misalnya umur ≥ 35 tahun, merokok, atau melahirkan
secara caesar. Hal-hal tersebut merupakan perhatian utama yang harus dipertimbangkan
dalam penentuan penggunaan kontrasepsi oleh karena kontrasepsi hormonal kombinasi
(estrogen dan progestin) itu sendiri memiliki efek samping yang bisa meningkatkan resiko
tromboemboli pada wanita usia produktif.

Rasional dan Metode

Publikasi kriteria penggunaan kontrasepsi (US MEC) dilakukan pertama kali pada tahun
2010 oleh CDC Amerika Serikat. Laporan ini diadaptasi dari Medical Eligibility Criteria
for Contraceptive Use yang dipublikasikan oleh WHO, yang disebarluaskan secara global
sebagai pedoman penggunaan kontrasepsi berdasarkan evidence sejak tahun 1996. Meskipun
demikian pedoman yang dibuat oleh CDC ini mengadaptasi sejumlah kecil rekomendasi
WHO dan ditambahkan beberapa rekomendasi baru untuk tenaga medis di Amerika Serikat.
Namun, umumnya rekomendasi antara pedoman WHO dan US MEC adalah sama.
Rekomendasi yang diperoleh menggunakan kategori 1-4.  Rekomendasi ini berdasarkan
pada pertimbangan keuntungan dan kerugian signifikan dari keamanan penggunaan
kontrasepsi itu sendiri bagi wanita dengan keadaan atau karakteristik kesehatan tertentu.
Kategori 1 mewakili kelompok pasien yang bisa menggunakan kontrasepsi tanpa adanya
pembatasan sedangkan kategori 4 merupakan kelompok yang sama sekali tidak bisa
menggunakan alat kontrasepsi apapun (Tabel1). CDC merevisi pedoman penggunaan
kontrasepsi ini untuk menjamin bahwa rekomendasi tersebut berdasarkan pada bukti
scientific terbaik yang tersedia berupa indentifikasi bukti baru atau berdasarkan pada update
evidence-based yang dibuat sesuai dengan pedoman WHO.

Tabel 1.

Up-date rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal, termasuk kombinasi kontrasepsi, oral,


tempel dan cincin vagina, selama masa post partum pada ibu yang tidak menyusui.

Kondisi Kategori Klasifikasi/ bukti

Post Partum (tidak menyusui)

a.    < 21 hari 4 Bukti : Tidak terdapat bukti langsung yang


berhubungan dengan resiko tromboemboli
vena diantara ibu yang tidak menyusui yang
menggunakan KHK. Resiko tromboemboli
vena TEV meningkat selama kehamilan dan
postpartum ; resiko ini ditemukan pada
minggu pertama setelah persalinan, menurun
setelah hari ke- 42 postpartum. Penggunaan
KHK dapat meningkatkan resiko
tromboemboli vena pada wanita sehat dalam
umur reproduktif, yang menjadi resiko
tambahan pada saat ini. Resiko kehamilan
selama 21 hari postpartum cukup rendah,
namun meningkat setelahnya, ovulasi
sebelum menstruasi dapat terjadi.

b.         21-42 hari 3  Klasifikasi : pada ibu dengan faktor


resiko TEV lainnya, faktor resiko ini
i.      Dengan faktor resiko TEV kemungkinan dan akan meningkat ke
lainnya (seperti umur ≥ 35 tahun, kategori 4 contoh merokok, riwayat
riwayat TEV sebelumnya, trombosis vena dalam/ emboli paru
thrombofilia, immobilitas, transfusi yang diketahui sebagai mutasi
saat persalinan, IMT ≥30. thrombogenik dan kardiomiopati
Perdarahan postpartum, post caesar, peripartum.
pre-eklampsi, atau merokok).
Bukti :

Tidak terdapat bukti langsung


pemeriksaan resiko TEV diantara
wanita postpartum menggunakan
KHK. Resiko TEV meningkat selama
kehamilan dan postpartum; resiko ini
ditemukan pada minggu pertama
setelah persalinan, menurun mendekati
basal pada 42 hari postpartum.
Penggunaan KHK, meningkatkan
resiko TEV untuk wanita usia
produktif yang sehat, yang dapat
menambah resiko penggunaan pada
masa ini.
ii. Tanpa Resiko TEV lainnya

 42 hari 1

Keterangan:

TEV= Tromboemboli vena ; KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi;  IMT = Indeks Massa
Tubuh (Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ; KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.

*Kategori: 1= kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 =


kondisi dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis
dan yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih
besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat menggunakan
kontrasepsi jenis apapun.

Di tahun 2010, berdasarkan bukti-bukti terbaru, WHO merevisi panduan penggunaan


kontrasepsi hormonal kombinasi (KHK) yang aman pada wanita postpartum yang
tidak menyusui, dimana tidak boleh menggunakan kontrasepsi ini sampai masa 42 hari
pertama postpartum, utamanya wanita-wanita yang dengan faktor resiko TEV. Sedangkan
untuk wanita yang menyusui tidak mengalami perubahan. Oleh karena adanya revisi yang
dilakukan oleh WHO ini, CDC memulai proses penilaian apakah pedoman ini juga harus
mengalami pembaruan. Sebelum proses tersebut, US MEC merekomendasikan bahwa
wanita yang melahirkan kurang dari 21 hari umumnya tidak harus menggunakan KHK, nanti
setelah waktu tersebut, KHK dapat digunakan tanpa adanya pembatasan.

Berdasarkan dari review sistematik yang telah dilakukan oleh WHO dan CDC yang
telah digunakan sebagai konsultasi revisi panduan WHO, didapatkan bukti dari 13 penelitian
menunjukkan resiko TEV pada wanita dalam 42 hari pertama masa postpartum adalah
sebesar 22-84 kali lebih banyak dibanding wanita usia subur yang tidak hamil dan tidak
dalam masa setelah melahirkan. Resiko ini paling tinggi ditemukan pada masa setelah baru
saja melahirkan, menurun secara cepat setelah 21 hari pertama, namun tidak kembali ke
kondisi normal sampai masa 42 hari postpartum. Penggunaan KHK dapat meningkatkan
resiko TEV pada wanita usia subur yang secara teoritis dapat menjadi resiko tambahan
untuk wanita yang menggunakannya pada masa postpartum. Namun, tidak terdapat bukti
yang ditemukan mengenai hal tersebut. Bukti-bukti ini hanya terbatas pada penelitian yang
berkaitan dengan interval waktu postpartum yang bisa menimbulkan TEV dan resiko TEV
pada populasi tertentu yang dibandingkan dengan resiko TEV wanita postpartum. Bukti ini
juga diperiksa pada wanita produktif yang baru melahirkan dan tidak menyusui, dimana
menunjukkan bahwa masa ovulasi tercepat dapat terjadi pada hari ke-25 postpartum, namun
ovulasi subur kemungkinan tidak akan terjadi sampai paling tidak 42 hari setelah
melahirkan.

Sebagai bagian dalam penilaian ini, CDC mengambil 13 orang dari agensi luar
untuk melayani tim reviewer khusus yang merevisi rekomendasi WHO; mereka diseleksi
berdasarkan keahlian mereka dalam penyakit tromboemboli, hematologi, dan “family
planning”. Reviewer diminta untuk berpartisipasi dalam telekonferensi dengan CDC pada
Januari 2011, selama telekonferensi berjalan, mereka mereview semua evidence based dan
menentukan apakah revisi pedoman penggunaan kontrasepsi yang dibuat WHO cocok
digunakan di Negara Amerika Serikat. Kunci persoalan yang perlu diingat bahwa
penggunaan KHK yang terlalu cepat pada masa postpartum memiliki resiko yang cukup
tinggi untuk TEV tanpa adanya keuntungan dalam pencegahan kehamilan karena sebagian
besar wanita yang tidak menyusui tidak akan mengalami ovulasi paling tidak setelah 42 hari
setelah melahirkan. Kemudian, harus diingat kembali bahwa wanita dengan resiko TEV
yang tinggi (contohnya: wanita dengan obesitas atau yang baru saja melahirkan secara
Caesar) penggunaan KHK secara teoritis dapat meningkatkan resiko TEV. Itulah sebabnya,
penggunaan metode kontrasepsi harus memperhatikan kategori wanita tersebut
( berdasarkan grupnya ). Meskipun demikian, tidak seperti metode lainnya yang harus
mengunjungi dokter ( implants atau IUD ), KHK dapat dimulai oleh wanita itu sendiri sesuai
dengan waktu yang direncanakan berdasarkan pada resep obat yang telah diberikan
sebelumnya (saat proses persalinan terjadi di rumah sakit).

Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Hormonal Kombinasi Selama Masa Postpartum

CDC telah merekomendasikan revisi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi


(KHK) yang aman pada wanita postpartum yang tidak menyusui (tabel 1).  Pada wanita
yang melahirkan < 21 hari, tidak dibolehkan menggunakan kontrasepsi hormonal kombinasi
apapun oleh karena resiko kesehatan pada masa ini (Kategori 4). Pada wanita yang telah
melahirkan antara 21-42 hari dan memiliki resiko tambahan TEV, resiko penggunaan KHK
lebih banyak dari keuntungannya dan oleh karena itu, KHK tidak boleh digunakan (Kategori
3) ; namun, jika tidak ada resiko TEV tambahan, keuntungan penggunaan KHK lebih
banyak dibandingkan resikonya,KHK dapat digunakan (Kategori 2). Pada wanita yang
melahirkan > 42 hari, tidak ada pembatasan penggunaan KHK oleh karena resiko TEV yang
semakin berkurang (Kategori 1). Meskipun demikian, keadaan medis lainnya dapat diambil
sebagai pertimbangan dalam menentukan metode kontrasepsi yang akan digunakan.
Rekomendasi pengunaan kontrasepsi untuk wanita menyusui tidak mengalami
perubahan. Rekomendasi ini dibuat berdasarkan bukti yang mengacu pada efek negatif yang
dapat ditimbulkan dari penggunaan kontrasepsi hormonal pada ibu menyusui, misalnya
meningkatnya waktu untuk menyusui dan meningkatkan jumlah suplemen makanan
tambahan. Pada wanita yang menyusui dan melahirkan kurang dari 1 bulan, kontrasepsi
hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 3 karena perhatian terhadap efek estrogen
pada masa menyusui.

Setelah 1 bulan, kontrasepsi hormonal kombinasi dimasukkan dalam kategori 2 untuk


ibu menyusui. Meskipun demikian, beberapa revisi rekomendasi berdasarkan pada resiko
TEV telah menggantikan ketentuan penggunaan kontrasepsi untuk kriteria ibu yang
menyusui. Contohnya : kontrasepsi hormonal kombinasi diklasifikasikan dalam kategori 4
untuk semua ibu postpartum, termasuk ibu menyusui yang melahirkan < 21 hari.

Tabel 2.

Revisi rekomendasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, termasukkontrasepsi oral,


tempel, cincin vagina, selama masa post-partum pada ibu yang menyusui

Kondisi Kategori Klasifikasi / Bukti

Postpartum Klasifikasi :

(Ibu Menyusui†) Berdasarkan departemen pelayanan


kesehatan dan manusia Amerika Serikat
menetapkan bahwa bayi harus
mendapatkan ASI Eksklusif selama 4-6
bulan pertama kehidupan, sebaiknya
dalam masa 6 bulan. Idealnya, ASI harus
dilanjutkan sampai bayi berumur 1 tahun.

Bukti:

Penelitian eksperimental memperlihatkan


bahwa ditemukan efek penggunaan
kontrasepsi hormonal oral terhadap
volume ASI. Namun tidak berefek
negatif pada berat badan bayi. Selain itu,
penelitian juga tidak menemukan adanya
efek merugikan dari estrogen eksogen
terhadap bayi yang terekspose dengan
KHK selama masa menyusui. Secara
umum, penelitian-penelitian ini masih
memiliki kualitas yang rendah,
kurangnya standar definisi dari menyusui
itu sendiri atau pengukuran hasil yang
tidak akurat, serta tidak memasukkan
bayi prematur atau bayi yang sakit
sebagai sampel percobaan. Secara
teoritis, perhatian terhadap efek
penggunaan kontrasepsi terhadap
produksi asi lebih baik dilakukan pada
masa awal postpartum disaat aliran asi
sedang dalam masa permulaan.

Bukti:

Tidak terdapat bukti langsung mengenai


resikoTEV pada ibu postpartum yang
menggunakan KHK. Resiko TEV
mengalami peningkatan selama
kehamilan dan postpartum; resiko ini
utamanya ditemukan pada minggu
pertama setelah persalinan, menurun ke
arah normal setelah 42 hari postpartum.
Penggunaan KHK yang dapat
meningkatkan resiko TEV pada wanita
usia produktif yang sehat, kemungkinan
dapat menjadi resiko tambahan jika
digunakan pada masa ini. Resiko
kehamilan dalam masa 21 hari setelah
persalinan sangat rendah, namun akan
meningkat setelah itu, kemudian
kemungkinan ovulasi sebelum
menstruasi pertama setelah persalinan
dapat terjadi.

a.       <21 hari 4

b.      21 sampai <30 hari

i.      Dengan faktor 3 Klasifikasi:


resiko TEV lainnya
( seperti umur ≥ 35 tahun, Untuk wanita dengan faktor resiko TEV,
riwayat TVE sebelumnya, akan meningkat menuju klasifikasi -4 ;
thrombofilia, immobilitas, contohnya, merokok, Trombosis Vena
transfuse saat persalinan, Dalam, yang diketahui sebagai mutasi
IMT ≥30.  Perdarahan thrombogenik dan kardiomiopati
postpartum, postcaesar, pre- peripartum.
eklampsi, atau merokok)
Bukti:

Tidak terdapat bukti langsung

mengenai resiko TEV pada wanita


postpartum yang menggunakan KHK.
Resiko TEV meningkat selama
kehamilan dan masa postpartum; resiko
ini utamanya ditemukan pada minggu
pertama setelah persalinan, menurun ke
arah normal setelah 42 hari persalinan.
Penggunaan KHK, yang meningkatkan
resiko TEV pada wanita usia reproduksi
yang sehat dapat menimbulkan resiko
tambahan jika digunakan pada masa ini.

ii. Tanpa Resiko TEVlainnya 3

c. 30-42 hari

i. Dengan faktor resiko TEV 3 Klasifikasi:


lainnya (seperti umur ≥
35 tahun, riwayat Untuk wanita dengan faktor resiko TEV,
TVE sebelumnya ,thrombofil akan meningkat menuju klasifikasi ―4, 
ia, immobilitas, transfuse saat contohnya,
persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum, merokok, Trombosis Vena Dalam, yang
postcaesar, pre-eklampsi, atau diketahui sebagai mutasi thrombogenik
merokok) dan kardiomiopati peripartum.

Bukti:

Tidak terdapat bukti langsung mengenai


resikoTEV pada wanita postpartum yang
menggunakan KHK.Resiko TEV
meningkat selama kehamilan dan masa
postpartum; resiko ini utamanya
ditemukan pada minggu pertama setelah
persalinan, menurun ke arah normal
setelah 42 hari persalinan. Penggunaan
KHK, yang meningkatkan resiko TEV
pada wanita usia reproduksi yang sehat
dapat menimbulkan resiko tambahan jika
digunakan pada masa ini.  

ii. Tanpa Resiko TEV lainnya

c.       > 42 hari 2

Keterangan:

TEV = Tromboemboli vena;  KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi;  IMT = Indeks Massa
Tubuh (Berat [Kg]/ Tinggi [m2] ; KOK = Kontrasepsi Oral kombinasi.

*Kategori: 1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 =


kondisi dimanakeuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko teoritis
dan  yang ditemukan, 3 = kondisi dimana  resiko penggunaan kontrasepsi yang ditemukan lebih
besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat menggunakan
kontrasepsi jenis apapun.

Rekomendasi untuk ibu menyusui dibagi sesuai bulan berdasarkan US MEC, 2010.
Rekomendasi ini dibagi berdasarkan hari untuk tujuan penggabungan dengan rekomendasi
postpartum.

Dalam penilaian kesehatan resiko seorang wanita harus mempertimbangkan


karakteristik serta kondisi medis yang dimiliki wanita tersebut. Untuk wanita postpartum,
pemeriksaan ini meliputi penelusuran resiko TEV, misalnya mutasi trombogenik (kategori
4) atau riwayat TEVdengan faktor resiko rekurensi (kategori 4), yang keduanya merupakan
resiko yang membatasi penggunaan kontrasepsi hormonal kombinasi, baik pada wanita
postpartum ataupun tidak.

Rekomendasi Penggunaan Kontrasepsi Lainnya Selama Masa Postpartum


Rekomendasi penggunaan kontrasepsi lainnya, termasuk kontrasepsi hormonal
progestin tunggal, tidak ada perubahan dan terdapat banyak pilihan kontrasepsi lainnya yang
baik untuk wanita postpartum (tabel 3). Metode kontrasepsi tunggal (progestin), yang dalam
bentuk pil, injeksi depot medroxy progesterone asetat, dan implant, cukup aman untuk
wanita postpartum,termasuk wanita yang menyusui, dan dapat dimulai sesegera mungkin
setelah melahirkan (kategori 1 dan 2). AKDR, yang dalam bentuk levonorgestrel dan
copper-bearing, juga dapat diinsersi selama masa postpartum, sesegera mungkin setelah
persalinan (kategori 1 dan 2) dan tidak memiliki komplikasi. Namun, laju ekspulsi AKDR
lebih tinggi ketika insersi dilakukan dalam 28 hari setelah persalinan, dimana lajunya akan
menetap sampai masa 6 bulan postpartum sehingga hal ini mengharuskan adanya penundaan
penggunaan jenis kontrasepsi ini. Kondom dapat digunakan kapan saja (kategori 1), dan
cincin vagina dapat dimulai pada saat 6 minggu setelah persalinan (kategori 1 setelah 6
minggu). Selain itu, wanita yang telah memiliki jumlah anak yang cukup dapat
dipertimbangkan tindakan sterilisasi. Kontrasepsi setelah persalinan cukup penting untuk
menjaga kesehatan ibu dan anak, dan edukasi yang diberikan berfokus pada pilihan
kontrasespsinya serta tingkat keamanan dalam pemakaian metode ini selama masa
postpartum.

Tabel 3.

Kesimpulan Pedoman Penggunaan Kontrasepsi Hormonal dan Alat Kontrasepsi Intrauterin


Selama Masa Postpartum

Condition KOK/P/R PHP DMPA Implants LNG- Cu-


AKDR AKDR

Postpartum (wanita tidak


menyusui)

a. <21 hari 4 1 1 1

b. 21 sampai 42 hari

i. Dengan faktor resikoTEV 3 1 1 1


lainnya (seperti umur ≥ 35
tahun, riwayat
TVE sebelumnya ,thrombofili
a, immobilitas, transfuse saat
persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum,
postcaesar, pre-eklampsi, atau
merokok)
ii. Tanpa faktor resiko 2 1 1 1
TEV

c. > 42 hari 1 1 1 1

Postpartum (menyusui)

a. <21 hari 4 2 2 2

b. 21 sampai 30 hari

i. Dengan faktor resikoTEV 3 2 2 2


lainnya (seperti umur ≥ 35
tahun, riwayat
TVE sebelumnya ,thrombofili
a, immobilitas, transfuse saat
persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum,
postcaesar, pre-eklampsi, atau
merokok)

ii. Tanpa resiko TEV 3 2 2 2

c. 30-42 hari

i. Dengan faktor resikoTEV 3 1 1 1


lainnya (seperti umur ≥ 35
tahun, riwayat
TVE sebelumnya ,thrombofili
a, immobilitas, transfuse saat
persalinan, IMT ≥30.
Perdarahan postpartum,
postcaesar, pre-eklampsi, atau
merokok)

ii. Tanpa resiko TEV 2 1 1 1

d. >42 hari 2 1 1 1

Postpartum (menyusui
ataupun tidak menyusui
termasuk post persalinan
secara caesar)
a. <10 menit persalinan 2 1
plasenta

b. 10 menit setelah 2 2
persalinan plasenta
sampai 4 minggu

c. ≥4 minggu 1 1

d. Sepsis Puerpural 4 4

Keterangan :

KOK = Kontrasepsi Oral Kombinasi; P = Kombinasi Hormonal Tempel; R = Kombinasi Cincin


Vagina; PHP = Pil Hormon Progestin; DMPA = Depot medroxy progesteron Asetat; AKDR =
Alat Kontrasepsi Dalam Rahim; LNG-AKDR = Levonogestrel- AKDR; Cu-AKDR = Copper-
AKDR; TEV = Tromboemboli Vena; KHK = Kontrasepsi Hormonal Kombinasi; IMT = Indeks
Massa Tubuh (Berat [kg]/ tinggi [m2]).

Kategori:

1 = kondisi dimana tidak terdapat pembatasan terhadap penggunaan kotrasepsi, 2 =


kondisi dimana keuntungan penggunaan kontrasepsi umumnya lebih besar dari resiko
teoritis dan yang ditemukan, 3 = kondisi dimana resiko penggunaan kontrasepsi yang
ditemukan lebih besar dibandingkan keuntungannya, 4 = kondisi dimana ibu tidak dapat
menggunakan kontrasepsi jenis apapun.

Klarifikasi:

Untuk wanita dengan faktor resiko TEV, kategoriakan meningkat menuju klasifikasi
“4”; contohnya, merokok, Trombosis Vena Dalam, yang diketahui sebagai mutasi
thrombogenik dan kardiomiopati peripartum. Rekomendasi untuk ibu  menyusui dibagi
sesuai bulan berdasarkan US MEC, 2010. Rekomendasi ini dibagi berdasarkan hari untuk
tujuan penggabungan dengan rekomendasi postpartum.

C. Macam – macam Metode Kontrasepsi


1. Kontrasepsi oral kombinasi.
2. Kontrasepsi oral progestin.
3. Kontrasepsi suntikan progestin.
4. Kontrasepsi suntikan estrogen-progesteron.
5. Implant progestin.

6. Kontrasepsi Patch
Kontrasepsi barrier (penghalang)
Kondom (pria dan wanita)
7. Diafragma dan cervical cap.
8. Spermisida.
9. IUD (spiral).
10. Perencanaan keluarga alami
11. Penarikan penis sebelum terjadinya ejakulasi.
12. Metode amenorea menyusui.
13. Kontrasepsi darurat
Kontrasepsi darurat hormonal
Kontrasepsi darurat IUD
14. Sterilisasi
Vasektomi
Ligasi tuba
D. Jenis – jenis Alat Kontrasepsi

Yang dibahas disini adalah jenis kontrasepsi yang banyak digunakan di Indonesia, yaitu :

  1.    SPERMISIDA

     Spermisida adalah alat kontrasepsi yang


mengandung bahan kimia (non oksinol-9) yang
digunakan untuk membunuh sperma.

Jenis spermisida terbagi menjadi:

1.      Aerosol (busa).

2.      Tablet vagina, suppositoria atau dissolvable film.

3.      Krim.

2.    CERVICAL CAP

      Merupakan kontrasepsi wanita, terbuat dari bahan


latex, yang dimasukkan ke dalam liang kemaluan dan
menutupi leher rahim (serviks). Efek sedotan
menyebabkan cap tetap nempel di leher rahim. Cervical
cap berfungsi sebagai barier (penghalang) agar sperma
tidak masuk ke dalam rahim sehingga tidak terjadi
kehamilan. Setelah berhubungan (ML) cap tidak boleh
dibuka minimal selama 8 jam. Agar efektif, cap
biasanya di campur pemakaiannya dengan jeli
spermisidal (pembunuh sperma).
3.     SUNTIK 

      Suntikan kontrasepsi diberikan setiap 3 bulan sekali.


Suntikan kontrasepsi mengandung hormon progestogen
yang menyerupai hormon progesterone yang diproduksi
oleh wanita selama 2 minggu pada setiap awal siklus
menstruasi. Hormon tersebut mencegah wanita untuk
melepaskan sel telur sehingga memberikan efek
kontrasepsi. Banyak klinik kesehatan yang
menyarankan penggunaan kondom pada minggu
pertama saat suntik kontrasepsi. Sekitar 3 dari 100
orang yang menggunakan kontrasepsi suntik dapat
mengalami kehamilan pada tahun pertama
pemakaiannya.

4.     KONTRASEPSI DARURAT IUD

      Alat kontrasepsi intrauterine device (IUD) dinilai


efektif 100% untuk kontrasepsi darurat. Hal itu
tergambar dalam sebuah studi yang melibatkan sekitar
2.000 wanita China yang memakai alat ini 5 hari setelah
melakukan hubungan intim tanpa pelindung. 

     Alat yang disebut Copper T380A, atau Copper T -


bahkan terus efektif dalam mencegah kehamilan setahun
setelah alat ini ditanamkan dalam rahim.

   5.    IMPLAN

   Implan atau susuk kontrasepsi merupakan alat


kontrasepsi yang berbentuk batang dengan panjang
sekitar 4 cm yang di dalamnya terdapat hormon
progestogen, implan ini kemudian dimasukkan ke dalam
kulit di bagian lengan atas. Hormon tersebut kemudian
akan dilepaskan secara perlahan dan implan ini dapat
efektif sebagai alat kontrasepsi selama 3 tahun. Sama
seperti pada kontrasepsi suntik, maka disarankan
penggunaan kondom untuk minggu pertama sejak
pemasangan implan kontrasepsi tersebut.
6.  Metode Amenorea Laktasi (MAL)

     Lactational Amenorrhea Method (LAM) adalah


metode kontrasepsi sementara yang mengandalkan
pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara eksklusif, artinya
hanya diberikan ASI saja tanpa tambahan makanan dan
minuman lainnya. Metode Amenorea Laktasi (MAL)
atau Lactational Amenorrhea Method (LAM) dapat
dikatakan sebagai metode keluarga berencana
alamiah (KBA) atau natural family planning, apabila
tidak dikombinasikan dengan metode kontrasepsi lain.

7. IUD & IUS

    IUD (intra uterine device) merupakan alat kecil


berbentuk seperti huruf T yang lentur dan diletakkan di
dalam rahim untuk mencegah kehamilan, efek
kontrasepsi didapatkan dari lilitan tembaga yang ada di
badan IUD. IUD merupakan salah satu kontrasepsi yang
paling banyak digunakan di dunia. Efektivitas IUD
sangat tinggi sekitar 99,2-99,9 %, tetapi IUD tidak
memberikan perlindungan bagi penularan penyakit
menular seksual (PMS). Saat ini sudah ada modifikasi
lain dari IUD yang disebut dengan IUS (intra uterine
system), bila pada IUD efek kontrasepsi berasal dari
lilitan tembaga dan dapat efektif selama 12 tahun maka
pada IUS efek kontrasepsi didapat melalui pelepasan
hormon progestogen dan efektif selama 5 tahun. Baik
IUD dan IUS mempunyai benang plastik yang
menempel pada bagian bawah alat, benang tersebut
dapat teraba oleh jari didalam vagina tetapi tidak terlihat
dari luar vagina. Disarankan untuk memeriksa
keberadaan benang tersebut setiap habis menstruasi
supaya posisi IUD dapat diketahui.

8. KONTRASEPSI DARURAT  HORMONAL

    Morning after pill adalah hormonal tingkat tinggi


yang di minum untuk mengontrol kehamilan sesaat
setelah melakukan hubungan seks yang beresiko. Pada
prinsipnya pil tersebut bekerja dengan cara menghalangi
sperma berenang memasuki sel telur dan memperkecil
terjadinya pembuahan

9. KONTRASEPSI PATCH

    Patch ini didesain untuk melepaskan 20µg ethinyl


estradiol dan 150 µg norelgestromin. Mencegah
kehamilan dengan cara yang sama seperti kontrasepsi
oral (pil). Digunakan selama 3 minggu, dan 1 minggu
bebas patch untuk siklus menstruasi.

10.  PIL KONTRASEPSI

       Pil kontrasepsi dapat berupa pil kombinasi (berisi


hormon estrogen & progestogen) ataupun hanya berisi
progestogen saja. Pil kontrasepsi bekerja dengan cara
mencegah terjadinya ovulasi dan mencegah terjadinya
penebalan dinding rahim. Apabila pil kontrasepsi ini
digunakan secara tepat maka angka kejadian
kehamilannya hanya 3 dari 1000 wanita. Disarankan
penggunaan kontrasepsi lain (kondom) pada minggu
pertama pemakaian pil kontrasepsi.
11. KONTRASEPSI STERILISASI

                                                            Kontrasepsi mantap pada wanita  atau  MOW


(Metoda Operasi Wanita) atau tubektomi, yaitu tindakan
pengikatan dan pemotongan saluran telur agar sel telur
tidak dapat dibuahi oleh sperma.

       Kontrasepsi mantap pada pria atau MOP (Metoda


Operasi Pria) atau vasektomi., yaitu tindakan pengikatan
dan pemotongan  saluran benih agar sperma tidak keluar
dari buah zakar.

12. KONDOM

   Kondom merupakan jenis kontrasepsi penghalang


mekanik. Kondom mencegah kehamilan dan infeksi
penyakit kelamin dengan cara menghentikan sperma
untuk masuk ke dalam vagina. Kondom pria dapat
terbuat dari bahan latex (karet), polyurethane (plastik),
sedangkan kondom wanita terbuat dari polyurethane.
Pasangan yang mempunyai alergi terhadap latex dapat
menggunakan kondom yang terbuat dari polyurethane.
Efektivitas kondom pria antara 85-98 % sedangkan
efektivitas kondom wanita antara 79-95 %. Harap
diperhatikan bahwa kondom pria dan wanita sebaiknya
jangan digunakan secara bersamaan.
E. Keuntungan dan Kerugian Alat Kontrasepsi
Setiap metode kontrasepsi pasti memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing,
berikut kelebihan dan kekurangan dari metode kontrasepsi yang telah disebutkan diatas :

N Jenis Keuntungan Kerugian


o Kontrasepsi

1. Spermisida        Efektif seketika (busa dan        Iritasi vagina atau iritasi penis 


krim). dan tidak nyaman.

       Tidak mengganggu produksi        Gangguan rasa panas


ASI. di vagina.

       Sebagai pendukung metode        Tablet busa vaginal tidak larut


  lain. dengan baik.

       Tidak
mengganggu kesehatan klien.

       Tidak mempunyai pengaruh


sistemik.

       Mudah digunakan.

       Meningkatkan lubrikasi
selama hubungan seksual.

        Tidak memerlukan resep


ataupun pemeriksaan medic

2. Cervical Cap Bisa dipakai jauh sebelum Tidak melindungi dari HIV/AIDS.
berhubungan.
Butuh fitting sebelumnya.
Mudah dibawa dan nyaman.
Ada wanita yang gak bisa muat
Tidak mempengaruhi siklus haid. (fitted).

Tidak mempengaruhi kesuburan. Kadang pemakaian dan


membukanya agak sulit.

Bisa copot saat  berhubungan

Kemungkinan reaksi alergi

3. Suntik        Dapat digunakan oleh ibu        Dapat mempengaruhi siklus


Kontrasepsi
yang menyusui. mentruasi.

       Tidak perlu dikonsumsi setiap        Kekurangan suntik kontrasepsi


hari atau dipakai sebelum /kb suntik dapat menyebabkan
melakukan hubungan seksual. kenaikan berat badan pada beberapa
wanita.
       Darah menstruasi menjadi
lebih sedikit dan membantu        Tidak melindungi terhadap
mengatasi kram saat menstruasi. penyakit menular seksual.

       Harus mengunjungi
dokter/klinik setiap 3 bulan sekali
untuk mendapatkan suntikan
berikutnya.

4. Kontrasepsi        IUD/ AKDR hanya perlu        Perdarahan dan rasa nyeri.


Darurat IUD dipasang setiap 5-10 tahun sekali, Kadangkala IUD / AKDR dapat
tergantung dari tipe alat yang terlepas. Perforasi rahim (jarang
digunakan. Alat tersebut harus sekali).
dipasang atau dilepas oleh dokter.

5. Implan/Susuk        Dapat mencegah terjadinya        Sama seperti kekurangan


Kontrasepsi kehamilan dalam jangka waktu 3 kontrasepsi suntik, Implan/Susuk
tahun. dapat mempengaruhi siklus
mentruasi.
       Sama seperti suntik, dapat
digunakan oleh wanita yang        Tidak melindungi terhadap
menyusui. penyakit menular seksual.

       Tidak perlu dikonsumsi setiap        Dapat menyebabkan kenaikan


hari atau dipakai sebelum berat badan pada beberapa wanita.
melakukan hubungan seksual.

6. Metode o  Efektifitas tinggi (98 persen)       Memerlukan persiapan dimulai


Amenorea apabila digunakan selama enam sejak kehamilan.
Laktasi bulan pertama setelah melahirkan,
belum       Metode ini hanya efektif
mendapat haid dan menyusui ekskl digunakan selama 6
usif. bulan setelah melahirkan, belum
mendapat haid dan menyusui secara
o  Dapat segera dimulai eksklusif.
setelah melahirkan.
      Tidak melindungi dari penyakit
o  Tidak memerlukan prosedur menular seksual termasuk
khusus, alat maupun obat. HepatitisB  ataupun  HIV/AIDS

o    Tidak memerlukan perawatan       Tidak menjadi pilihan


medis. bagi wanita yang tidak menyusui.

o    Tidak mengganggu senggama.       Kesulitan dalam


mempertahankan
o    Mudah digunakan.
pola menyusui secara eksklusif.
o    Tidak perlu biaya.

o   Tidak menimbulkan efek


samping sistemik.

o   Tidak bertentangan dengan


budaya maupun agama.

7. IUD/IUS        Merupakan metode        Pada 4 bulan pertama


kontrasepsi yang sangat efektif. pemakaian dapat terjadi resiko
infeksi.
       Bagi wanita yang tidak tahan
terhadap hormon dapat        Kekurangan IUD/IUS alatnya
menggunakan IUD dengan lilitan dapat keluar tanpa disadari.
tembaga.
       Tembaga pada IUD dapat
       IUS dapat membuat meningkatkan darah menstruasi dan
menstruasi menjadi lebih sedikit kram menstruasi.
(sesuai untuk yang sering
mengalami menstruasi hebat).        Walaupun jarang terjadi,
IUD/IUS dapat menancap ke dalam
rahim.

8. Kontrasepsi        Mempengaruhi Hormon       Mual dan Muntah


Darurat
Hormonal        Digunakan paling lama 72
jam setelah terjadi hubungan
seksual tanpa kontrasepsi

9. Kontrasepsi      Wanita menggunakan patch      Efek samping sama dengan


Patch kontrasepsi (berbentuk seperti kontrasepsi oral, namun jarang
koyo) untuk penggunaan selama 3 ditemukan adanya perdarahan tidak
minggu. 1 minggu berikutnya tidak teratur.
perlu menggunakan koyo KB.
10 Pil         Mengurangi resiko terkena         Tidak melindungi terhadap
. Kontrasepsi/k kanker rahim dan kanker penyakit menular seksual.
b endometrium.
        Harus rutin diminum setiap
        Mengurangi darah menstruasi hari.
dan kram saat menstruasi.
        Saat pertama pemakaian
        Dapat mengontrol waktu dapat timbul pusing dan spotting.
untuk terjadinya menstruasi.
        Efek samping yang mungkin
        Untuk pil tertentu dapat dirasakan adalah sakit kepala,
mengurangi timbulnya jerawat depresi, letih, perubahan mood dan
ataupun hirsutism (rambut tumbuh menurunnya nafsu seksual.
menyerupai pria).
        Kekurangan Untuk pil kb
tertentu harganya bisa mahal dan
memerlukan resep dokter untuk
pembeliannya.

11 Sterilisasi         Lebih aman, karena keluhan Tubektomi (MOW)


. lebih sedikit dibandingkan dengan
cara kontrasepsi lain.       Rasa sakit /ketidaknyamanan
dalam jangka pendek setelah
        Lebih praktis, karena hanya tindakan.
memerlukan satu kali tindakan saja.
      Ada kemungkinan mengalami
        Lebih efektif, karena tingkat resiko pembedahan.
kegagalannya sangat kecil dan
Vasektomi (MOP)
merupakan cara kontrasepsi yang
permanen.       Tidak dapat dilakukan pada
orang yang masih ingin memiliki
        Lebih ekonomis, karena
anak.
hanya memerlukan biaya untuk satu
kali tindakan saja       Harus ada tindakan
pembedahan minor.

12 Kondom       Bila digunakan secara tepat        Kekurangan penggunaan


. maka kondom dapat digunakan kondom memerlukan latihan dan
untuk mencegah kehamilan dan tidak efisien
penularan penyakit menular seksual
(PMS)        Karena sangat tipis maka
kondom mudah robek bila tidak
      Kondom tidak mempengaruhi digunakan atau disimpan sesuai
kesuburan jika digunakan dalam aturan
jangka panjang
       Beberapa pria tidak dapat
      Kondom mudah didapat dan mempertahankan ereksinya saat
tersedia dengan harga yang menggunakan kondom.
terjangkau
       Setelah terjadi ejakulasi, pria
harus menarik penisnya dari vagina,
bila tidak, dapat terjadi resiko
kehamilan atau penularan penyakit
menular seksual.

       Kondom yang terbuat dari


latex dapat menimbulkan alergi bagi
beberapa orang.

F. Implementasi Hak Perempuan Dalam Keluarga Berencana (KB)


Bagi perempuan di Indonesia, masalah kesehatan dan pendidikan merupakan masalah
penting dilihat dari urgensi dan besarnya permasalahan. Dalam bidang kesehatan, misalnya,
penerapan program KB (keluarga berencana) dalam tiga puluh tahun terakhir membuktikan
fokus pemerintah pada alat reproduksi perempuan dalam mengendalikan jumlah
penduduk.
Pada masa pemerintahan Soeharto, KB yang dilarang pada masa Soekarno justru
dijadikan program nasional besar. Dalam
dua dasawarsa penerapan KB di Indonesia, tingkat fertilitas turun total dari 5,5 menjadi 3
kelahiran per perempuan, sementara tingkat kelahiran kasar turun dari 43 menjadi 28
kelahiran per 1000 . Hal ini dicatat sebagai keberhasilan Indonesia dalam menangani
masalah kependudukan, bahkan Indonesia dijadikan model teladan negara berkembang.
Angka- angka demografi di atas sejalan dengan kebijakan penduduk yang berorientasi
target. Namun demikian, terdapat beberapa permasalahan yang tidak terwakili dalam angka-
angka tersebut, khususnya menyangkut hak reproduksi perempuan , seperti :
1. Pengabaian hubungan gender KB berasumsi bahwa hasrat seks laki-laki selalu aktif dan
harus selalu dipenuhi perempuan, sedang perempuan sendiri dilihat sebagai penghasil
anak yang menghadapi kemungkinan mengandung.
2. Pembatasan hak perempuan untuk memilih alat kontrasepsi
Tidak lengkapnya informasi yang tersedia mengakibatkan pilihan hanya terbatas pada
beberapa metoda seperti IUD dan metoda hormonal. Cara seperti ini merupakan
intervensi panjang terhadap alat reproduksi perempuan (selama beberapa tahun atau
bulan) sedangkan perempuan berpeluang untuk hamil hanya selama beberapa jam dalam
setiap siklus haid. Beberapa resiko kesehatan seperti tekanan darah tinggi,
ketidakteraturan haid, pendarahan, sakit kepala, tidak banyak dibicarakan di Indonesia
dan negara berkembang lain, berbeda dengan keadaan di negara Barat. Cara kontrasepsi
berjangka-pendek (misalnya pantang sanggama, kondom) tidak dimasukkan dalam
penyuluhan dan peralatan KB. Perempuan merupakan obyek utama program KB dengan
penggunaan alat kontrasepsi jangka panjang tersebut, hal ini
terlihat dari penggunaan kontrasepsi di Indonesia tahun 1994/1995 sebagai berikut :

Alat Kontrasepsi                                 Persentase

Pil                                                        31,4%
Suntik                                      30,9%
IUD                                                     22,2%
Implant/Norplant                                8,0%
Tubektomi                                           4,5%
Kondom                                              1,6%
Vasektomi                                           1,4%
Dari data diatas, dapat dilihat bahwa hanya 3% dari alat kontrasepsi yang ditujukan
kepada laki-laki, sementara 97% ditujukan kepada perempuan.

3. Makin mahalnya harga alat kontrasepsi. Sejak munculnya krisis ekonomi tahun 1997,
maka harga alat kontrasepsi meningkat pesat. Hal ini mengakibatkan banyaknya ibu
hamil yang melakukan cara-cara yang beresiko tinggi untuk menggagalkan
kehamilannya seperti : aborsi, minum jamu, pijat, dan sebagainya.
4. Pendekatan target dan akibatnya. Pendekatan target mengakibatkan pemeriksaan medis
yang sembrono, informasi yang tidak memadai tentang efek samping cara kontrasepsi,
pelayanan kontrasepsi yang tidak memandang kebutuhan khusus perempuan,
penolakan untuk mencabut IUD, paksaan menjalankan aborsi.

Kebijakan dalam bidang kesehatan reproduksi

1. Peningkatan kondisi kesehatan perempuan dan peningkatan kesempatan kerja. Hal ini
dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan usia kawin dan melahirkan, sehingga
resiko selama kehamilan akan
menurun.
2. Pendekatan target pada program KB harus disertai dengan adanya tenaga dan peralatan
medis yang cukup. Hal ini untuk mencegah terjadinya malpraktek karena keinginan
untuk mencapai target.
3. Peningkatan partisipasi laki-laki dalam menurunkan angka kelahiran
Tidak hanya perempuan yang dituntut untuk mencegah kehamilan, tetapi juga laki-laki,
karena pada saat ini sudah tersedia beberapa alat kontrasepsi untuk laki-laki.
4. Penyadaran akan kesetaraan dalam menentukan hubungan seksual dengan laki-laki.
Penyadaran bahwa perempuan berhak menolak berhubungan seksual dengan laki-laki,
meskipun laki-laki tersebut suaminya, bila hal itu membahayakan kesehatan
reproduksinya (misalnya laki-laki tersebut mengidap HIV/AIDS)
5. Pencabutan sanksi sekolah terhadap remaja perempuan yang hamil di luar nikah.
Remaja tersebut cukup dikenakan wajib cuti selama kehamilannya
6. Penyuluhan tentang jenis, guna, dan resiko penggunaan alat kontrasepsi. Baik alat
kontrasepsi modern maupun tradisional perlu diperkenalkan guna dan resikonya kepada
perempuan. Dengan demikian perempuan dapat menentukan alat kontrasepsi mana yang
terbaik untuk dirinya.
7. Penyuluhan tentang HIV/AIDS dan PMS (penyakit menular seksual) kepada
perempuan.
8. Pendidikan seks pada remaja perempuan dan laki-laki.
Pengabaian hubungan gender mengakibatkan perempuan menjadi target utama dari
kebijakan dalam bidang kesehatan dan kependudukan yang selama ini dilakukan
pemerintah. Selama ini perempuan ditempatkan hanya sebagai instrumen perantara
dalam mencapai target kependudukan atau kesehatan yang dicanangkan pemerintah
tanpa memandang hak-hak perempuan atas tubuhnya sendiri. Kebijakan kesehatan yang
menghormati hak perempuan atas tubuhnya, dalam jangka panjang akan memberikan
kontribusi mengatasi masalah kependudukan, dengan resiko yang jauh lebih
kecil dibanding kebijakan kependudukan menggunakan kontrasepsi modern.

 
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Penggunaan metode kontrasepsi dilakukan berdasarkan tujuan penggunaan KB, kontra
indikasi metode kontrasepsi, dan hak autonomi pasien berdasarkan Kaidah Dasar bioetik
(KDB). Dilihat dari aspek etika, agama, dan hukum, penggunaan kontrasepsi sebetulnya
diperbolehkan, tergantung dari metode dan pelaksanaannya.
B. Saran
Berikut ini ada beberapa saran untuk menggunakan KB :
1. Pilihlah metode KB yang sesuai. konsultasikan dengan tenaga kesehatan tentang
bagaimana cara penggunaan, kemungkinan efek samping serta keefektifan metode
KB yang dipilih. Pasien perlu menjalani pemeriksaan penyarian sebelum penggunaan
kontrasepsi oral.
2. Sarankan dengan pasangan anda, metode KB yang manakah yang paling sesuai dan
nyaman bagi pasangan.
3. Waspadai efek samping yang mungkin akan timbul. Seperti siklus menstruasi tidak
teratur, gemuk/kurus dan kulit kering.
4. Patuhi penggunaan KB. Misalnya, Pada KB oral pil KB harus diminum setiap hari
sesuai jadwal, jika lupa meminum satu kali maka siklus pil KB harus diulangi dari
awal.
5. Selalu cermati tanggal kadaluarsa alat kontrasepsi yang digunakan.
6. Perhatikan masa-masa subur wanita. Untuk meningkatkan efek steril pada metode
KB modern yang digunakan maka perlu juga dikomperasikan dengan metoda KB
alami yaitu dengan memperhatikan waktu-waktu kesuburan seorang wanita. Pada
siklus menstruasi normal (28-35 hari), masa subur dimulai dari hari ke tujuh setelah
menstruasi berakhir. Masa subur ditandai dengan kenaikan suhu basal sebesar 10C,
kenaikan libido dan meningkatnya sekresi cairan vagina.
7. Jika hubungan seksual tanpa pelindung terlanjur dilakukan, atau penggunaan
kondom mengalami kegagalan, kontrasepsi darurat(Morning after pill) dapat dipilih,
tetapi harus digunakan dalam waktu 72 jam sesudah hubungan seksual tanpa
pelindung.
8. Adanya kemungkinan untuk terjadinya kehamilan masih dapat terjadi walaupun
sudah digunakan metode kontrasepsi.
9. Segera hubungi dokter atau apoteker jika metode kontrasepsi mengalami kegagalan
atau timbul gejala-gejala yang tidak diinginkan.

Anda mungkin juga menyukai