Anda di halaman 1dari 9

ASUHAN KEBIDANAN PADA KLIEN DENGAN PENYALAHGUNAAN NAPZA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada


Mata Kuliah HIV/AIDS yang diampu oleh :
Cecen Suci Hakameri, S.Tr.Keb, M.Keb

Oleh :

Asih Amelya 20101010


Diandra Dwitaviany 20101022
Husniatul Azizah 20101020
Juaina 20101017
Nini Afita Dewi 20101018
Nurfatin Yughni Auliya 20101011
Nurhaliza 20101019

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN

UNIVERSITAS HANG TUAH

PEKANBARU

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu ‘Alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Alhamdulilahi Rabbil ‘Alamin segala puji dan syukur hanya untuk Allah
SWT yang maha sempurna, dengan limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
makalah ini dapat terwujud sebagaimana mestinya. Serta shalawat dan salam
tercurahkan atas junjungan kita Nabiyullah Muhammad SAW yang telah
menunjukkan jalan kebenaran bagi penulis dalam menyusun makalah yang berjudul
“Asuhan Kebidanan pada Klien dengan Penyalahgunaan NAPZA”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas kelompok pada Mata
Kuliah HIV/AIDS pada Program Studi Sarjana Kebidanan Universitas Hang Tuah
Pekanbaru.

Penulis menyadari akan keterbatasan pengalaman dan pengetahuan yang


dimiliki, oleh karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun merupakan input
dalam penyempurnaan selanjutnya. Semoga dapat bermafaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan dimasa yang akan datang dan masyarakat pada umumnya.

Pekanbaru, 2 Juni 2022

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

1.2 Rumusan Masalah

1.3 Tujuan

BAB 2 PEMBAHASAN

2.1 Konsep NAPZA

2.2

2.3

2.4

BAB 3 PENUTUP

3.1 Kesimpulan

3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

NAPZA (Narkotika, Psikotropika dan Zat Adiktif lain) adalah bahan/zat/obat


yang bila mana masuk ke dalam tubuh manusia akan mempengaruhi tubuh terumata
otak/susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan gangguan kesehatan fisik, psikis
dan fungsi sosialnya karena terjadi kebiasaan, ketagihan (adiksi) serta ketergantungan
(dependensi) terhadap NAPZA. NAPZA sering disebut juga sebagai zat psikoaktif,
yaitu zat yang bekerja pada otak, sehingga menimbulkan perubahan perilaku,
perasaan, dan pikiran.
Masalah penyalahgunaan narkoba merupakan masalah yang sangat kompleks
yang memerlukan upaya penanggulangan secara komprehensif dengan melibatkan
kerja sama multidispliner, multisektor, dan peran serta masyarakat secara aktif yang
dilaksanakan secara berkesinambungan, konsekuen, dan konsisten. Meskipun dalam
kedokteran sebagian besar narkoba masih bermanfaat bagi pengobatan, namun bila
disalahgunakan atau digunakan tidak menurut indikasi medis atau standar pengobatan
terlebih lagi bila disertai peredaran di jalur ilegal akan berakibat sangat merugikan
bagi individu maupun masyarakat luas khususnya generasi muda. Indonesia saat ini
tidak hanya sebagai transit perdagangan gelap serta tujuan peredaran narkoba, tetapi
juga telah menjadi produsen dan pengekspor. (Kemenkes RI,2014)
Jumlah kasus narkoba berdasarkan penggolongannya yang masuk dalam
kategori narkotika terus mengalami peningkatan dalam 5 tahun terakhir sedangkan
yang masuk dalam kategori psikotropika jumlah kasusnya kian menurun, hal ini
terlihat jelas pada tahun 2009 jumlah kasus psikotropika 8.779 kasus dan tahun 2010
jumlah kasus psikotropika menurun secara signifikan menjadi 1.181 kasus.
Provinsi Jawa Timur dalam 3 tahun terakhir masih menempati urutan pertama
jumlah kasus narkona berdasarkan provinsi. Begitu pula halnya menurut jumlah
tersangka narkoba, Provinsi Jawa Timur menempati urutan pertama yang jumlah
tersangkanya paling banyak dan mengalami peningkatan dari tahun 2010-2011, yang
semula 6.395 tersangka di tahun 2010 meningkat menjadi 8.142 tersangka di tahun
2012. (Kemenkes RI. 2014)
Berdasarkkan Kemenkes (2014) dalam menangani penyalahguna narkoba saat
ini melibatkan berbagai sektor, antara lain Rumah Sakit khususnya Rumah Sakit
Ketergantungan Obat (RSKO) dan Rumah Sakit Jiwa (RSJ), Panti Rehabilitasi Sosial
Narkotika (PRSN), pesantren, lembaga pemasyarakatan, dan lembaga swadaya
masyarakat yang bergerak dalam bidang penanggulangan masalah penyalahgunaan
narkoba.
Dengan diterbitkannya Undang-Undang Nomor 35 tahun 2009 tentang
narkotika yang mengamanatkan pencegahan, perlindungan, dan penyalamatan bangsa
Indonesia dari penyalahgunaan narkotika serta menjamin pengaturan upaya
rehabilitasi medis dan sosial bagi penyalahguna dan pecandu narkotika, dimana pada
pasal 54 menyebutkan bahwa “korban penyalahguna dan pecandu narkotika wajib
rehabilitas”. Undang-undang tersebut juga sudah mengatur bahwa rehabilitasi adalah
alternative lain dari hukuman penjara. Rehabilitasi adalah upaya kesehatan yang
dilakukan secara utuh dan terpadu melalui pendekatan nonmedis, psikologis, sosial
dan religi agar pengguna NAPZA yang menderita sindrom ketergantungan dapat
mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin. Tujuannya pemulihan dan
pengembangan pasien baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Sarana rehabilitasi yang
disediakan harus memiliki tenaga kesehatan sesuai dengan kebutuhan (Depkes, 2002)

1.2 Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yang akan disajikan, sebagai berikut :


1. Konsep NAPZA
2.
3.
4.
1.3 Tujuan

Adapun tujuan dari penyajian makalah ini, agar dapat mengetahui :


1. Apa konsep NAPZA ?
2.
3.
BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Konsep NAPZA

2.1.1 Definisi

A. NAPZA
Napza adalah singkatan dari narkotika, psikotropika, dan bahan adiktif
lainnya, meliputi zat alami atau sintetis yang bila dikonsumsi menimbulkan
perubahan fungsi fisik dan psikis, serta menimbulkan ketergantungan (BNN,
2004)
NAPZA adalah zat yang memengaruhi struktur atau fungsi beberapa
bagian tubuh orang yang mengonsumsinya. Manfaat maupun risiko
penggunaan NAPZA bergantung pada seberapa banyak, seberapa sering, cara
menggunakannya, dan bersamaan dengan obat atau NAPZA lain yang di
konsumsi (Kemenkes RI, 2010).
Narkoba berasal dari bahasa Yunani, dari kata Narke, yang berarti
beku, lumpuh, dan dungu. Menurut Farmakologi medis yaitu “Narkotika
adalah obat yang dapat menghilangkan (terutama) rasa nyeri yang berasal dari
Visceral dan dapat menibulkan efek stupor (bengong masih sadar namum
masih harus digertak) serta adiksi (Derman Flavianus, 2006 : I).

B. Penyalahgunaan NAPZA

Penyalahgunaan NAPZA adalah penggunaan NAPZA yang bersifat


patologis, paling sedikit telah berlangsung satu bulan lamanya sehingga
menimbulkan gangguan dalam pekerjaan dan fungsi sosial. Sebetulnya
NAPZA banyak dipakai untuk kepentingan pengobatan, misalnya
menenangkan klien atau mengurangi rasa sakit. Tetapi karena efeknya “enak”
bagi pemakai, maka NAPZA kemudian dipakai secara salah, yaitu bukan
utnuk pengobatan tetapi untuk mendapatkan rasa nikmat. Penyalahgunaan
NAPZA secara tetap ini menyebabkan pengguna merasa ketergantungan pada
obat tersebut sehingga menyebabkan kerusakan fisik (Sumiati, 2009).
Menurut Pasal 1 UU RI No.35 Tahun 2009 Ketergantungan adalah
kondisi yang ditandai oleh dorongan untuk menggunakan Narkotika secara
terus-menerus dengan takaran yang meningkat agar menghasilkan efek yang
sama dan apabila penggunaannya dikurangi dan/atau dihentikan secara tiba-
tiba, menimbulkan gejala fisik dan psikis yang khas.
Penyalahgunaan narkoba dapat dikategorikan sebagai kejahatan tanpa
korban (crime without victim). Pengertian kejahatan tanpa korban berarti
kejahatan ini tidak menimbulkan korban sama sekali, akan tetapi si pelaku
sebagai korban. Kejahatan yang secara kriminologi diartikan sebagai crime
without victim ini sangat sulit diketahui keberadaannya, karena mereka dapat
melakukan aksinya dengan sangat tertutup dan hanya diketahui orang-orang
tertentu, oleh karena itu sangat sulit memberantas kejahatan ini (Jimmy,
2015).

2.2 (JUAINA)
2.3 (HUSNIATUL)
2.4 (NINI)

BAB 3 Penutup (NINI)


3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

DAFTAR PUSTAKA (DI ISI JUAINA NINI HUSNIATUL)


Budiarto. 1989. Narkoba dan Pengaruhnya. Ganeca Exact. Bandung.
Kartini Kartono. 1992. Patologi Sosial 2. Kenakalan Remaja. Rajawali Press, Jakarta.
Libertus Jehani & Antoro dkk. 2006. Mencegah Terjerumus Narkoba. Visimedia.
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai