Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

INTERVENSI KEBIDANAN PADA KASUS HIV & AIDS


PENYALAHGUNAAN NAPZA

KELOMPOK 4
Di susun oleh :
1. Eka Nurmedia Vistari A (220607396) 10. Lelasari (220607415)
2. Eneng Iis Kustini (220607401) 11. Megawati (220607420)
3. Elistari (220607397) 12. Pungki Martalia Prasanti (220607434)
4. Erika Dwi Permana (220607402) 13. Reni Kumu Wardani (220607437)
5. Hasnawati (220607404) 14. Rika Fitria Utami (220607439)
6. Hefni Nurul Izzati (220607405) 15. Rika Mayang sari (220607440)
7. Intan Maulida (22060409) 16. Sofyawati (220607451)
8. Jihan Afifah Beninda (220607411) 17. Suminah (220607455)
9. Juana Sopa (220607412)

PROGRAM STUDI SARJANA KEBIDANAN


SEKOLAH TINGGI KESEHATAN ABDI NUSANTARA
TAHUN 2023

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami haturkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami bisa menyelesaikan makalah HIV/AIDS
tentang "Intervensi kebidanan pada kasus HIV/AIDS dan penyalahgunaan NAPZA”.
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak
akan bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak. Sebagai
penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari penyusunan
maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini.
Oleh karena itu, kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari
pembaca agar kami dapat memperbaiki karya ilmiah ini. Kami berharap semoga
karya ilmiah yang kami susun ini memberikan manfaat dan juga inspirasi untuk
pembaca.

08 Mei 2023

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

MAKALAH....................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii
BAB I.............................................................................................................................1
PENDAHULUAN.........................................................................................................1
1.1 LATAR BELAKANG.........................................................................................1
1.2 TUJUAN PENULISAN......................................................................................3
1.3 MANFAAT PENULISAN..................................................................................4
1.4 RUMUSAN MASALAH....................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................5
PEMBAHASAN............................................................................................................5
2.1 PENGERTIAN HIV............................................................................................5
2.2 ETIOLOGI...........................................................................................................6
2.3 PELAKSANAAN INTERVENSI KEBIDANAN PADA KASUS HIV/AIDS..6
2.3.1 Penanganan Antepartum...............................................................................6
2.3.2 Penanganan intra partum..............................................................................8
2.3.3 Penanganan pasca persalinan........................................................................9
2.4 Cara Mencegah Penularan HIV pada Janin.........................................................9
2.4.1 Peran Perawat dan bidan di Pustu, Polindes/Poskesdes dan petugas di
FKTP...................................................................................................................10
2.5 PENGERTIAN NAPZA....................................................................................11
2.6 JENIS JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA.....................................12
2.6.1 Golongan I..................................................................................................12
2.6.2 Golongan II.................................................................................................13
2.6.3 Golongan III...............................................................................................14
2.7 NARKOBA DAN PENGARUHNYA TERHADAP OTAK............................14
2.8 PENYALAHGUNAAN NARKOBA DALAM TARAF COBA-COBA.........15
2.9 INTERVENSI KRISIS PADA NAPZA............................................................15
2.9.1Pengertian....................................................................................................15

iii
2.9.1 lntervensi Dini terhadap Penyalahguna Risiko Tinggi...............................16
2.10 PENYALAHGUNAAN NARKOBA DALAM TARAF COBA-COBA.......17
BAB III........................................................................................................................18
PENUTUP...................................................................................................................18
3.1 KESIMPULAN.................................................................................................18
3.2 SARAN..............................................................................................................18
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................19

iv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kami mengangkat masalah HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA
dalam Makalah ini kami ingin mengetahui lebih jauh tentang segala sesuatu
yang berhubungan dengan masalah HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA
tersebut. Seperti yang kita ketahui bersama, HIV&AIDS adalah suatu
penyakit yang belum ada obatnya dan belum ada vaksin yang bisa mencegah
serangan virus HIV&AIDS, sehingga penyakit ini merupakan salah satu
penyakit yang sangat berbahaya bagi kehidupan manusia baik sekarang
maupun waktu yang datang. Selain itu AIDS juga dapat menimbulkan
penderitaan, baik dari segi fisik maupun dari segi mental. Mungkin kita sering
mendapat informasi melalui media cetak, elektronik, ataupun seminar-
seminar, tentang betapa menderitanya seseorang yang mengidap penyakit
AIDS. Dari segi fisik, penderitaan itu mungkin, tidak terlihat secara langsung
karena gejalanya baru dapat kita lihat setelah beberapa bulan. Tapi dari segi
mental, orang yang mengetahui dirinya mengidap penyakit AIDS akan
merasakan penderitaan batin yang berkepanjangan.
Infeksi “Human Immunodeficinecy Virus” atau HIV, saat ini
merupakan masalah dunia karena prevalensinya dengan cepat meningkat
keseluruh dunia. Pengidap HIV dapat menularkan virus ini kepada orang lain
tetapi belum memunculkan gejala klinis kecuali sudah menjadi “Acquired
Immuno Deficiency Syndrome” atau AIDS, di mana pada tahap ini
mortalitasnya tinggi. HIV adalah virus yang mempunyai target organ sistim
imun dalam tubuh sehingga infeksi ini akan berdampak terhadap mudahnya
tubuh terinfeksi oleh mikroorganisme lainnya. Prevalensi HIV pada ibu hamil
sudah tentu sangat tergantung berapa besar prevalensi HIV di populasi,
khususnya pada wanita. Kotsawang, 1995, melaporkan prevalensi HIV pada
ibu hamil di Thailand sebesar 0,3– 1%.

1
Semua itu menunjukkan bahwa masalah AIDS adalah suatu masalah
besar dari kehidupan kita semua. Dengan pertimbangan-pertimbangan dan
alasan itulah kami sebagai generasi muda, sebagai bagian dari anggota
masyarakat dan sebagai generasi penerus bangsa, merasa perlu
memperhatikan hal tersebut. Oleh karena itu kami membahasnya dalam
makalah ini.
Penyalahgunaan zat psiko aktif merupakan masalah yang sering terjadi di
seluruh dunia, dan berhubungan dengan peningkatan mortalitas dan
morbidilitas. WHO telah mengidentifikasi penggunaan alkohol, tembakau,
dan obat terlarang merupakan 20 faktor risiko tertinggi penyakit (Raharjo dan
Setyowati, 2011). Data epidemiologi diperoleh dari berbagai penelitian
epidemiologis yang dilakukan Badan Narkotika Nasional (BNN) bekerja sama
dengan Pusat Penelitian Kesehatan UI (Puslitkes UI) pada tahun 2008
menunjukkan data estimasi 3,6 juta penduduk Indonesia berusia 15-64 tahun
(1,99% dari total penduduk Indonesia) menggunakan narkotika, alcohol
psikotropika, dan zat adiktif lainnya ( NAPZA) secara teratur, di mana 31%
dari kelompok ini atau sekitar 900,000 orang mengalami ketergantungan
heroin dan lebih dari setengahnya adalah pengguna heroin suntik (Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 2010).
Penyebab penggunaan obat dengan menggunakan suntikan secara
bergantian adalah gangguan penggunaan NAPZA, sebagaimana yang
diketahui bahwa penyalahgunaan NAPZA dapat mengakibatkan ketagihan
dan ketergantungan.Orang yang menyalahgunakan NAPZA sering kali
disebabkan karena yang bersangkutan mengalami kecemasan dan atau depresi
(Hawari,2011).
Gangguan penggunaan NAPZA adalah suatu masalah bio-psikososial
kultural yang sangat kompleks. Terapi dan rehabilitas gangguan penggunaan
NAPZA harus bersifat holistik dengan memperhatikan faktor biologis,
psikologis, dan kepribadian,serta faktor sosio-kultural dalam arti luas

2
(termasuk spiritual, ekonomi, legal) (Kemenkes RI, 2010). Sejak tahun 1999
penggunaan narkoba dengan jarum suntik telah menjadi pendorong utama
peningkatan kasus epidemi HIV/AIDS di Indonesia. Infeksi HIV/AIDS
menular dari para pengguna narkoba suntik (penasun) kepada mitra mereka
yang bukan merupakan pengguna narkoba suntik (non penasun) . (Wicaksana
dkk, 2009).
Laporan WHO menyebutkan, Indonesia menduduki peringkat ke-4 di
antara negara yang paling cepat mengalami penambahan kasus infeksi
HIV/AIDS. Selama 6 tahun terakhir laporan kasus infeksi HIV/AIDS
didominasi oleh infeksi dari kalangan pengguna narkoba suntik (penasun)
(Depkes RI, 2008). Faktor risiko penyebaran terbanyak yaitu melalui
hubungan seksual lebih dari satu pasangan (heteroseksual) dan faktor resiko
kedua adalah penggunaan obat dengan menggunakan suntikan yang dipakai
secara bersama-sama atau dikenal dengan Injecting Drug User (IDU’s).
Komisi Penanggulangan AIDS (KPA) Jateng (2008). Menurut Komisi
Penanggulangan AIDS (KPAD) Surakarta (2008), kasus AIDS dapat
diklasifikasikan berdasarkan cara penularannya melalui penasun 49,5%,
heteroseksual 42%, dan homoseksual 8,5%.

1.2 TUJUAN PENULISAN


Adapun tujuan kami mengangkat masalah HIV&AIDS dan
Penyalahgunaan NAPZA dalam Makalah ini adalah untuk mengkaji dan
mengetahui apa sebenarnya HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA itu,
mengapa HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA perlu mendapat
perhatian khusus, serta bagaimana gejala-gejalanya. Selain itu kami Juga ingin
mengetahui bagaimana penularan AIDS, siapa saja yang kemungkinan besar
bisa tertular AIDS, bagaimana keadaan HIV&AIDS dan Penyalahgunaan
NAPZA di Indonesia, serta segala sesuatu yang berhubungan dengan
HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA.

3
1.3 MANFAAT PENULISAN
Adapun manfaat yang ingin kami capai adalah untuk memberikan
informasi kepada para pembaca, utamanya bagi sesama pelajar dan generasi
muda tentang HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA, sehingga dengan
demikian kita semua berusaha untuk menghindarkan diri dari segala sesuatu
yang bisa saja menyebabkan penyakit HIV&AIDS dan Penyalahgunaan
NAPZA. Meskipun informasi yang kami berikan melalui Makalah ini hanya
sebagian kecil dan mungkin masih mempunyai kekurangan, tetapi setidaknya
isi dari Makalah ini dapat dijadikan sebagai petunjuk untuk mengetahui
tentang HIV&AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA itu sendiri.

1.4 RUMUSAN MASALAH


Rumusan masalah adalah rumusan yang disusun untuk memahami apa
dan bagaimana masalah yang diteliti. Sesuai dengan judul makalah ini, yaitu
Intervensi Kebidanan Pada Kasus HIV & AIDS dan Penyalahgunaan NAPZA.

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN HIV


HIV (Human Immunodeficiency Virus) adalah retrovirus golongan RNA yang
spesifik menyerang sistem imun/kekebalan tubuh manusia. Penurunan sistem
kekebalan tubuh pada orang yang terinfeksi HIV memudahkan berbagai infeksi,
sehingga dapat menyebabkan timbulnya AIDS. AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome) adalah sekumpulan gejala/tanda klinis pada
pengidap HIV akibat infeksi tumpangan (oportunistik) karena penurunan sistem
imun. Penderita HIV mudah terinfeksi berbagai penyakit karena imunitas tubuh
yang sangat lemah, sehingga tubuh gagal melawan kuman yang biasanya tidak
menimbulkan penyakit. Infeksi oportunistik ini dapat disebabkan oleh berbagai
virus, jamur, bakteri dan parasit serta dapat menyerang berbagai organ, antara
lain kulit, saluran cerna/usus, paru-paru dan otak. Berbagai jenis keganasan juga
mungkin timbul. Kebanyakan orang yang terinfeksi HIV akan berlanjut menjadi
AIDS bila tidak diberi pengobatan dengan antiretrovirus (ARV). Kecepatan
perubahan dari infeksi HIV menjadi AIDS, sangat tergantung pada jenis dan
virulensi virus, status gizi serta cara penularan. Dengan demikian infeksi HIV
dibedakan menjadi 3 tipe, yaitu: i) rapid progressor, berlangsung 2-5 tahun; ii)
average progressor, berlangsung 7-15 tahun; dan iii) slow progressor, lebih dari
15 tahun. Sel limfosit, CD4 dan Viral Load Leukosit merupakan sel imun utama,
di samping sel plasma, makrofag dan sel mast. Sel limfosit adalah salah satu jenis
leukosit (sel darah putih) di dalam darah dan jaringan getah bening. Terdapat dua
jenis limfosit, yaitu limfosit B, yang diproses di bursa omentalis, dan limfosit T,
yang diproses di kelenjar thymus. Limfosit B adalah limfosit yang berperan
penting pada respons imun humoral melalui aktivasi produksi imun humoral,
yaitu antibodi berupa imunoglobulin (Ig G, IgA, Ig M, Ig D dan Ig E). Limfosit T
berperan penting pada respons imun seluler, yaitu melalui kemampuannya

5
mengenali kuman patogen dan mengaktivasi imun seluler lainnya, seperti fagosit
serta limfosit B dan sel-sel pembunuh alami (fagosit, dll). Limfosit T berfungsi
menghancurkan sel yang terinfeksi kuman patogen. Limfosit T ini memiliki
kemampuan memori, evolusi, aktivasi dan replikasi cepat, serta bersifat
sitotoksik terhadap antigen guna mempertahankan kekebalan tubuh. CD (cluster
of differentiation) adalah reseptor tempat “melekat”-nya virus pada dinding
limfosit T. Pada infeksi HIV, virus dapat melekat pada reseptor CD4 atas
bantuan koreseptor CCR4 dan CXCR5. Limfosit T CD4 (atau disingkat CD4),
merupakan petunjuk untuk tingkat kerusakan sistem kekebalan tubuh karena
pecah/rusaknya limfosit T pada infeksi HIV. Nilai normal CD4 sekitar 8.000-
15.000 sel/ml; bila jumlahnya menurun drastis, berarti kekebalan tubuh sangat
rendah, sehingga memungkinkan berkembangnya infeksi oportunistik. 7 Viral
load adalah kandungan atau jumlah virus dalam darah. Pada infeksi HIV, viral
load dapat diukur dengan alat tertentu, misalnya dengan tehnik PCR (polymerase
chain reaction). Semakin besar jumlah viral load pada penderita HIV, semakin
besar pula kemungkinan penularan HIV kepada orang lain.

2.2 ETIOLOGI
Penularan HIV/AIDS terjadi karena beberapa hal, diantaranya;
 Penularan melalui darah dengan melakukan tranfusi darah dengan orang
yang positif terinfeksi HIV
 Penularan cairan vagina dan sperma melalui hubungan seksual, berganti-ganti
pasangan atau melakukan hubungan seksual yang positif terinfeksi HIV,
 Memakai peralatan tajam secara bergantian ( jarum suntik, jarum tato, jarum
tindik, pisau cukur).
 Penular ibu kejanin atau bayi melalui asi.
2.3 PELAKSANAAN INTERVENSI KEBIDANAN PADA KASUS HIV/AIDS
2.3.1 Penanganan Antepartum
 Konseling
Pada konseling, ibu hamil diajak berkomunikasi dua arah , dengan
memberikan informasi mengenai HIV dan hubungannya dengan

6
kehamilan, tanpa mengarahkan , di mana kemudian ibu hamil ini dapat
mengambil keputusan mengenai kehamilannya dan persalinannya. Pada
kehamilan trimester pertama, konseling perlu dilakukan dengan intensif
untuk memutuskan apakah kehamilan akan diteruskan atau tidak.
Informasi yang perlu diberikan antara lain;
- Apa arti anti-HIV positif, Wester Blot positif.
- Apa HIV, AIDS dan bagaimana prognosenya.
- Pengaruh HIV pada kehamilan dan sebaliknya.
- Risiko terjadinya penularan perinatal HIV terhadap bayi baru lahir.
- Pemberian obat anti virus (AZT)

 Pemeriksaan ante natal


Proses penularan virus HIV dari ibu ke janin Penularan dalam
kandungan terjadi melalui tali plasenta, saat terjadi pertukaran asupan
makanan untuk janin. Dilakukan pemeriksaan ante natal seperti biasa, tetapi
perlu dilakukan eksplorasi mengenai partner hubungan seksual, apakah
pernah menderita penyakit hubungan seksual (STD), atau pernah
mendapatkan transfusi darah, dan ditanyakan juga apakah sering
mendapatkan pengobatan dengan suntikan.

 Pemeriksaan penunjang
Selain pemeriksaan yang umum dilakukan pada ibu hamil , perlu dilakukan
pemeriksaan untuk mengetahui adanya infeksi oportunis dan pemeriksaan
imunologik untuk mengetahui progresifitas infeksi HIV. Sebagai seorang
bidan kita dapat menyarankan pasien untuk melakukan pemeriksaan
penunjang tersebut. Pemeriksaan yang perlu dilakukan antara lain;
- Thorak foto untuk mengetahui adanya pneumonia
- Pemeriksaan imunologik
- Pemeriksaan; TOCH, GO, Candida,Chlamydia, VHB.

7
 Pemberian obat anti virus
Pemberian obat anti virus pada ibu hamil dengan HIV akan menurunkan
jumlah virus sehingga memperkecil kemungkinan terjadinya penularan
perinatal. Ada beberapa macam obat anti virus tetapi yang banyak dipakai
adalah Zidovudin 3’ Azido 2’,3’Dideoxy Thymidine (AZT). Dosis yang
dianjurkan adalah 100 mg 4 kali sehari mulai dari kehamilan 14 – 34
minggu. Pada persalinan diberikan secara bolus 2 mg /kg BB, diteruskan
dengan infus 1mg/kgBB/hari sampai terjadi persalinan. Bayi yang baru
lahir diberikan syrup AZT 2mg/kgBB 12 jam post partum, setiap 6 jam
sampai 6 minggu umur 6 minggu. Dengan cara ini penularan perinatal
dapat diturnkan dari 25,5 % menjadi 8,3 % ( Anderson J.R.,1995)

2.3.2 Penanganan intra partum


Ibu yang positif terinfeksi HIV biasanya ditemukan virus pada cairan
yang keluar dari sekitar area organ intim. Di samping itu, sekitar 21 % dari
virus itu juga ditemukan pada bayi yang dilahirkan. Hanya saja besarnya
paparan pada proses persalinan sangat dipengaruhi dengan beberapa factor.
Seperti kadar HIV pada cairan vagina, cara persalinan, ulkus serviks, dan
permukaan dinding vagina. Selain itu, ada pula factor infeksi cairan ketuban,
ketuban pecah dini, serta persalinan premature yang juga dapat
mempengaruhinya.
Kewaspadaan menyeluruh atau “Universal Precaution” harus
diperhatikan untuk memperkecil kemungkinan terjadinya penularan dari ibu
ke bayi, penolong maupun petugas kesehatan lainnya. Ibu hamil dengan HIV
sebaiknya melakukan persalinan di Rumah Sakit. Maka tindakan Seksio
Sesarea adalah lebih baik dari memaksakan persalinan per vaginam. Petugas
kesehatan harus memakai sarung tangan vynil, bukan saja pada pada
pertolongan persalinan tetapi juga pada waktu membersihkan darah , bekas
air ketuban dan bahan lain dari pasien yang melahirkan dengan HIV.
Penolong persalinan harus memakai kaca mata pelindung, masker, baju

8
operasi yang tidak tembus air dan sering kali membersihkan atau mencuci
tangan. Membersihkan lendir atau air ketuban dari mulut bayi harus memakai
mesin isap, tidak dengan catheter yang diisap dengan mulut (Crombleholme
W.R., 1990). Bayi yang baru lahir segera dimandikan dengan dengan air yang
mengandung dasinfectan yang tidak mengganggu bayi (Roongpisuthipong
A., 1995).

2.3.3 Penanganan pasca persalinan


Perlu diketahu juga bahwa penularan HIV juga dapat terjadi selama
ibu menyusui bayi. Proses penularan melalui air susu ibu (ASI) bahkan dapat
meningkat hingga dua kali lipat. Risiko penularan melalui ASI dapat
mencapai 5 hingga 20 persen. HIV dapat terkandung dalam ASI dalam
jumlah yang cukup banyak. Selain melalui ASI, beberapa kondisi ketika
menyusui juga bisa meningkatkan risiko penularan HIV. Seperti terjadinya
luka di sekitar putting susu, luka di mulut bayi, hingga terganggu fungsi
kekebalan tubuh bayi. Risiko penularan HIV melalui ASI dan proses
menyusui terjadi pada 3 dari 100 anak per tahun.
Pada pasca persalinan dilakukan pencegahan terjadinya penularan
melalui ASI, di samping penularan parenteral melalui suntikan dan luka atau
lecet pada bayi. Pencegahan penularan melalui ASI sudah tentu dilakukan
dengan mencegah pemberian ASI, tetapi untuk daerah yang sedang
berkembang hal ini masih menjadi perdebatan karena dikhawatirkan bayi
tidak mendapatkan pengganti ASI. Ibu pengidap HIV harus diadviskan
mencegah kehamilan berikutnya dengan alat kontrasepsi.

2.4 Cara Mencegah Penularan HIV pada Janin


Jika langkah pencegahan dilakukan dengan benar dan sesuai petunjuk dokter,
risiko penularan HIV dari ibu ke bayinya bisa ditekan hingga 1%.
Sebaliknya, jika tanpa pengobatan, ibu hamil yang berstatus HIV positif memiliki
kemungkinan sebesar 5–25% untuk menularkan HIV ke bayinya. Berbagai

9
langkah untuk mencegah penularan HIV dari ibu ke bayi bisa dilakukan dengan
beberapa cara berikut ini:
 Berkonsultasi dengan dokter kandungan untuk menentukan metode
persalinan, yaitu operasi caesar atau persalinan normal
 Menjalani terapi kombinasi antiretroviral atau highly active antiretroviral
therapy (HAART) selama hamil.
 Tidak memberikan ASI ke bayi. Pemberian susu formula sebagai penganti asi
sangat dianjurkan untuk bayi dengan ibu yang positif HIV.

2.4.1 Peran Perawat dan bidan di Pustu, Polindes/Poskesdes dan petugas di FKTP
Perawat dan bidan di Pustu, Polindes/Poskesdes dan petugas di FKTP terkait
lainnya :
 Menganjurkan tes skrining HIV pada saat pelayanan antenatal dan
merujuk ibu hamil ke Puskesmas yang telah mampu melakukannya.
 Melaksanakan kerjasama dengan kader peduli HIV-AIDS, KDS ODHA
dan LSM HIV yang ada, serta kelompok masyarakat peduli HIV-AIDS
lainnya dalam jejaring LKB.
 Melaksanakan rujukan kasus ke Puskesmas pengampu atau rumah sakit,
berjejaring dan memantau mutu pemeriksaan laboratorium HIV.
 Memberikan konseling menyusui dan persalinan aman pada ibu hamil
dengan HIV.
 Memantau kepatuhan minum obat ARV pada ibu hamil dengan HIV dan
mencegah atau memberi perawatan dasar infeksi oportunistik bila
terjangkit. 6. Melakukan pemantauan pengobatan dan tumbuh kembang
bagi bayi lahir dari ibu dengan HIV .
 Melakukan pencatatan dan pelaporan sesuai dengan alur yang disetujui.
 Melaksanakan pemantapan mutu internal untuk pemeriksaan laboratorium
HIV dan berjejaring dengan Puskesmas pengampu untuk rujukan dan/atau
pemantauan mutu pemeriksaan laboratorium HIV

10
Penegakkan status HIV pada ibu hamil sedini mungkin sangat penting untuk
mencegah penularan HIV kepada bayi, karena ibu dapat segera memperoleh
pengobatan ARV, dukungan psikologis, dan informasi tentang HIV/AIDS
(Kemenkes RI, 2011b).ARV perinatal yang diberikan bagi ibu hamil yang
terinfeksi HIV selama periode 2007 hingga 2011 terdiri dari dua jenis, yaitu
terapi ARV dan ARV profilaksis. Terapi ARV merupakan ARV yang diberikan
bagi ibu hamil yang terinfeksi HIV yang telah layak menerima ARV untuk
kesehatan pribadinya sekaligus untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke
anak, sedangkan ARV profilaksis adalah ARV yang diberikan pada ibu hanya
untuk pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak dan tidak untuk menjaga
morbiditas dan mortalitas bagi ibu itu sendiri (WHO, 2010d). Dalam pedoman
nasional terapi ARV yang dikeluarkan oleh Kemenkes RI tahun 2007 mengacu
pada rekomendasi WHO (2006b), pemberian terapi ARV disarankan bagi ibu
hamil jika berada dalam salah satu dari ketiga situasi berikut, yaitu stadium klinis
1 atau 2 dengan CD4 kurang dari 200 sel/mm3 , atau stadium klinis 3 dengan
CD4 kurang dari 350 sel/mm3 , atau stadium klinis 4 tanpa mempertimbangkan
jumlah CD4 (WHO, 2006b; Kemenkes RI, 2011c). Bagi ibu yang tidak termasuk
dalam situasi di atas dapat diberikan regimen ARV profilaksis untuk tujuan
pencegahan penularan HIV dari ibu ke anak (WHO, 2006b; WHO, 2010d).

2.5 PENGERTIAN NAPZA


Narkoba atau napza merupakan singkatan dari narkotika, psikotropika dan
obat terlarang. Semua istilah ini baik “narkoba” ataupun “napza” mengacu pada
kelompok senyawa yang umumnya memiliki risiko kecanduan bagi penggunanya.
Ada beberapa pengertian narkoba berdasarkan Undang-undang Narkotika no 22
tahun 1997 dan Undang-undang Psikotropika No 5 tahun 1997, struktur kimia
atau berdasarkan efek klinis. Secara umum menurut Organisasi Kesehatan Dunia
(World Health Organization I WHO ) (1982) yang disebut narkoba adalah :

11
“semua zat kecuafi makanan, air atau oksigen yang jika dimasukkan dalam tubuh
dapat mengubah fungsi tubuh secara fisik dan atau psikologis”.
Secara garis besar narkoba dapat digolongkan menjadi tiga golongan utama
sesuai dengan efek yang ditimbulkan:
a. Stimulants {meningkatkan emosi, perilaku dan cara berpikir)
- Meningkatkan kegiatan pada sistem saraf pusat
- Mempercepat proses mental, lebih awas dan bersemangat
- Contoh : kafein, nikotin , amfetamin dan kokain
b. Depresants (menekan emosi, perilaku dan cara berpikir)
- Menurunkan kegiatan pada sistem saraf pusat Membuat pemakai lebih
relaks dan kurang sadar terhadap sekelilingnya
- Contoh : analgesik (obat anti nyeri), alkohol, benzodiazepin, dan golongan
narkotika seperti heroin, martin dan metadon
c. Hafusinogen (menimbulkan halusinasi)
- Mengubah persepsi dan pandangan terhadap waktu dan tempat
- Membuat pemakainya mendengar atau mendengar sesuatu yang
sebenarnya tidak ada, melihat atau mendengar sesuai dengan persepsi
yang berbeda
- Termasuk dalam kelompok ini: LSD (Asam Lisergik), berbagai jenis
jamur, berbagai jenis tumbuhan seperti meskalin, peyote dan ganja

2.6 JENIS JENIS NARKOTIKA DAN PSIKOTROPIKA


2.6.1 Golongan I
Narkotika yang hanya dapat digunakan untuk tujuan pengembangan
ilmu pengetahuan dan tidak digunakan dalam terapi, serta mempunyai potensi
sangat tinggi mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah :
 Heroin
Heroin ini merupakan turunan morfin yang sudah mengalami proses kimiawi.
Pada mulanya heroin ini digunakan untuk pengobatan ketergantungan

12
morfin,tetapi kemudian terbukti bahwa kecanduan heroin justru lebih hebat
Morfin atau heroin
 Kokain
Efek dari penggunaan kokain dapat menyebabkan paranoid, halusinasi serta
berkurang rasa percaya diri. Pemakaian obat ini akan merusak saraf di
otak.Selain memperburuk sistem pernafasan, penggunaan yang berlebihan
sangat membahayakan dan bisa membawa kematian. Kokain yang
turunannya putaw sangat berbahaya bagi kesehatan manusia
 Ganja
Ganja yang dikenal juga dengan nama cannabis sativa pada mulanya banyak
digunakan sebagai obat relaksan untuk mengatasi intoksikasi (keracunan
ringan).Bahan yang digunakan dapat berupa daun, batang dan biji,namun
kemudian di salah gunakan pemakaiannya. Ganja dapat membuat ketagihan
secara mental dan berfikir menjadi lamban dan pecandunya nampak bodoh
karena zat tersebut dapat mempengaruhi konsentrasi dan ingatan serta
kemampuan berfikir menjadi menurun.

2.6.2 Golongan II
Narkotika yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan
terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan atau untuk tujuan
pengembangan ilmu pengetahuan sertamempunyai potensi tinggi
mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah :
 Morfin
Morfin merupakan turunan opium yang dibuat dari hasil pencampuran getah
poppy (papaver sormary ferum) dengan bahan kimia lain, sifatnya jadi
semisintetik. Morfin merupakan zat aktif dari opium. Di dalam dunia
kedokteran, zatini digunakan untuk mengurangi rasa sakit pada waktu
dilakukannya pembedahan atau operasi.Ketika pecah perang saudara di
Amerika Serikat pada tahun 1856, zat ini digunakan untuk serdadu yang
luka, yang mengurangi rasa sakit. Akan tetapi efeknya yang negatif maka
penggunanya diganti dengan obat-obatan sintetik lainnya.

13
2.6.3 Golongan III
Narkotika yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam
terapi dan atau tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai
potensi ringan mengakibatkan ketergantungan. Contohnya adalah :
 Kodein
Kodein adalah sejenis obat yang digunakan untuk mengobati nyeri sedang
hingga berat. Efek sampingnya yaitu cemas, rasa ngantuk, sakit kepala,
pusing, gangguan penglihatan dan gangguan keseimbangan

2.7 NARKOBA DAN PENGARUHNYA TERHADAP OTAK


a. Pada saat seseorang menggunakan narkoba, narkoba tersebut akan
mempengaruhi cara kerja susunan saraf pusat (SSP). SSP sendiri terdiri dari
otak dan sumsum tulang belakang.
b. Otak adalah organ yang dapat memberikan informasi tentang siapa diri kita.
apa yang sedang dikerjakan dan apa yang akan dilakukan. Bila seseorang
dibawah pengaruh narkoba maka fungsi ini tidak berjalan sehingga orang
tersebut menjadi tidak menyadari atau tidak dapat mengontrol perilaku
dirinya.
c. SSP (Sistem Saraf Pusat) juga mengendalikan beberapa fungsi penting pada
organ tubuh yang mengatur detak jantung, tekanan darah, dan pernafasan.
Fungsi-fungsi ini akan sangat terpengaruh bila seseorang menggunakan
narkoba.
d. Otak memiliki ribuan situs (titik) yang dapat menerima pengaruh narkoba dan
pengaruh ini diterima oleh ribuan sel/neuron yang berbeda. Karena hal yang
sangat kompleks ini, maka para penyalahguna narkoba akan mengalami hal
yang berbeda walaupun mereka menggunakan zat yang sama.

14
2.8 PENYALAHGUNAAN NARKOBA DALAM TARAF COBA-COBA
Mengenali individu yang mulai coba-coba menggunakan narkoba bukanlah
hal yang terlalu sulit. Namun untuk sampai kepada suatu pembuktian baik anak
tertangkap basah menggunakan ataupun pengakuan yang datang dari dirinya,
justru bukan hal yang mudah untuk dilakukan. lndikasi dini dar! seseorang yang
mulai menggunakan narkoba adalah:
a) Perubahan yang berarti pada pola tingkahlakunya, misalnya prestasi
sekolah yang makin memburuk, sering membolos, berbohong, banyak
melamun, seringkali tidak bisa menjawab pertanyaan yang sederhana, dan
lain-lain.
b) Perubahan dalam memilih ternan
c) Anak lebih sering keluar rumah bersama temannya , menghindar dari
orangtua dalam bentuk apapun.
d) Bersifat agresif, tanpa sebab yang jelas
e) Sering emosional bila menghadapi masalah sedikit saja. Perlu diketahui
bahwa setiap penyalahguna Narkoba mempunyai latarbelakang alasan
yang berbeda-beda. Sering masalah utamanya bukan pada pemakaian
Narkoba nya, melainkan pada hal-hal yang pribadi, seperti ditolak
cintanya, sering diejek, sulit bergaul dan sulit menyatakan pendapatnya,
dan lain-lain.

2.9 INTERVENSI KRISIS PADA NAPZA


2.9.1Pengertian
Krisis adalah suatu keadaan emosi yang diakibatkan karena perubahan
keadaan hidup seseorang secara cepat. Krisis ada yang dapat diperkirakan
sebelumnya akan terjadi, misatnya pada saat seseorang akan memasuki masa
remaja atau masa pensiun. Krisis ada yang tidak dapat diduga sebelumnya
misalnya seseorang mengalami suatu musibah atau adanya bencana alam.
Sepanjang hidup manusia ada saat-saat yang bersifat krisis, yaitu pada waktu
pertama kali masuk sekolah, waktu menginjak masa remaja, waktu mulai bekerja,

15
mulai perkawinan, mempunyai anak pertama kali, masa memasuki pensiun.
Banyak peristiwa dan kejadian yang dapat menimbulkan krisis, misalnya bencana
alam, peperangan, perkosaan, diberhentikan dari pekerjaan, meninggalnya
anggota keluarga, perceraian. Kemampuan setiap orang untuk menghadapi
perubahan keadaan hidup tidak sama, ada yang mempunyai kemampuan
psikososial lebih, ada orang yang kurang mampu. Bila orang tidak mampu
menguasai keseimbangan emosinya, maka ia akan mengalami goncangan jiwa,
sampai pada gangguan jiwa. Gangguan jiwa yang timbul dapat berupa reaksi
kecemasan, reaksi panik, reaksi psikotik. depresi sampai pada bunuh diri.
menyalahgunakan zat, gangguan tingkah laku agresif dan gangguan penyesuaian
diri lainnya.

2.9.1 lntervensi Dini terhadap Penyalahguna Risiko Tinggi


lntervensi dini dalam hal ini berarti melakukan tindakan secepatnya
untuk mencegah individu yang berpotensi kuat untuk melakukan
penyalahgunaan narkoba. Mengenali watak anak perlu dilakukan secara
mendalam. Kenali segala kelebihan dan kekurangannya. Terapi tingkah laku
diperlukan untuk mengatasi kebiasan - kebiasaan anak yang dirasakan cukup
sulit, misalnya suka menuntut yang disertai tindakan-tindakan tempertantrum.
Hal yang dapat dilakukan untuk mencegah seorang anak menyalahgunakan
narkoba:
- Menerima anak sebagaimana adanya. Sistem reward and punishment perlu
diterapkan dengan cara yang bijaksana. Pujian yang bersifat verbal dan
sikap menghargai jauh lebih efektif dibandingkan dengan pemberian
hadiah. Hukuman yang bersifat verbal, dengan isi kalimat yang lebih
menitikberatkan pada perasaan orangtua, jauh lebih efektif dibandingkan
hukuman fisik. Hal-hal yang positif dari anak hendaknya diketahui dan
dibina secara optimal.
- Menerapkan disiplin secara konsisten. Meningkatkan komunikasi yang
efektif. Keterbukaan anak terhadap orangtua adalah hal yang sangat

16
membantu anak dalam menghadapi pengaruh lingkungannya. Ketahuilah
kesulitan-kesulitan yang dihadapi anak, baik dalam bidang pelajarannya
maupun dalam hal bersosialisasi. Bantuan orangtua pada saat krisis seperti
ini akan semakin meningkatkan kepercayaan anak terhadap orangtuanya.
- Memenuhi rasa ingin tahu anak. Beri kemungkinan dialog terhadap
pertanyaan-pertanyaan anak, termasuk hal-hal yang sedang menjadi trend
akhir-akhir ini.

2.10 PENYALAHGUNAAN NARKOBA DALAM TARAF COBA-COBA


Mengenali individu yang mulai coba-coba menggunakan narkoba bukanlah
hal yang terlalu sulit. Namun untuk sampai kepada suatu pembuktian baik anak
tertangkap basah menggunakan ataupun pengakuan yang datang dari dirinya,
justru bukan hal yang mudah untuk dilakukan. lndikasi dini dar! seseorang yang
mulai menggunakan narkoba adalah:
f) Perubahan yang berarti pada pola tingkahlakunya, misalnya prestasi
sekolah yang makin memburuk, sering membolos, berbohong, banyak
melamun, seringkali tidak bisa menjawab pertanyaan yang sederhana, dan
lain-lain.
g) Perubahan dalam memilih ternan
h) Anak lebih sering keluar rumah bersama temannya , menghindar dari
orangtua dalam bentuk apapun.
i) Bersifat agresif, tanpa sebab yang jelas
j) Sering emosional bila menghadapi masalah sedikit saja. Perlu diketahui
bahwa setiap penyalahguna Narkoba mempunyai latarbelakang alasan
yang berbeda-beda. Sering masalah utamanya bukan pada pemakaian
Narkoba nya, melainkan pada hal-hal yang pribadi, seperti ditolak
cintanya, sering diejek, sulit bergaul dan sulit menyatakan pendapatnya,
dan lain-lain.

17
BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
HIV/AIDS dapat ditularkan dari seseorang yang terinfeksi
HIV(pengidap HIV) bilsa seseorang yang masih sehat terpapar atau
berhubungan dengan cairan tubuh pengidap HIV seperti darah,air mani dan
cairan vagina. Penularan HIV/AIDS dari ibu kebayi bisa di cegah melalui
saat hamil, saat melahirkan dan saat post partum, Untuk peran bidan dalam
pencegahan dan penularan HIV/AIDS dengan cara membina hubungan saling
percaya, penyuluhan dan menganjurkan untuk ke RS yang mengadakan
fasilitas untuk penangan HIV/AIDS untuk berkonsultasi pemberian obat untuk
hiv/aids dan penangana dan pencegahan penularan ke HIV/AIDS.
Deteksi dini merupakan langkah dalam penyalahgunaan NAPZA,
diperlukan ketrampilan, dan kepesulian khususnya keluarga dan lingkungan
terdekat untuk pencegahan penyalahgunaan NAPZA. Intervensi kebidanan
khususnya masa krisis merupakan hal yang sangat penting sebagai tindak
lanjut deteksi dini.

3.2 SARAN
Sebagai seorang bidan sebaikanya melakukan intervensi sesuai
kewenangan yang berlaku. Jika menemui kasus dengan HIV/AIDS segera
anjurkan untuk melakukan pemeriksaan lebih lanjut di RS. Dan sebagai
seorang bidan hendaknya memberi edukasi kepada masyarakat dan
lingkungan sekitar tentang penyalahgunaan NAPZA.

18
DAFTAR PUSTAKA

Hariadi R.2004. Ilmu Kedokteran Fetomaternal.Surabaya. Himpunan Kedokteran


Fetomaternal Perkumpulan Obstetri dan Ginekologi Indonesia.

Kementerian Kesehatan RI. Direktorat Jenderal Bina Kesehatan Ibu dan Anak
Kesehatan RI. 2015 ISBN 978-602-235-869-5 1. PREVENTION AND CONTROL II.
SYPHILIS CONGENITAL PREVENTION AND CONTROL III. SPREADING
FACTOR Pedoman manajemen program pencegahan penularan HIV dan Sifilis dari
ibu ke bayi. Jakarta. Kementrian Kesehatan RI

Badan Narkotika Nasional. 2003. Deteksi dan Intervensi Dini Korban


Penyalahgunaan Narkoba. Jakarta. Perpustakaan BNN

19

Anda mungkin juga menyukai